Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA

Asuhan Keperawatan Jiwa Perilaku Kekerasan


(Makalah ini dibuat sebagai sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas kelompok)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1
Elin Paramiswari (P07120119046)
Sarji Wahyu Akbar (P07120119047)
Ummu Hani (P07120119048)
Abdul Muhit (P07120119049)
Aisyah Rizki Nuridha (P07120119050)
Arbi Kusuma (P07120119051)
Aris Munandar (P07120119052)
Ayu Putu Anggi Aprilia (P07120119053)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
Jl. Kesehatan No.10, Mataram
(0370) 622382
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunianya kita dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Jiwa Perilaku Kekerasan ini
dengan tepat waktu. Makalah yang disusun ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Jiwa yang diampu oleh Bapak Eka Rudi Purwana, M.Kes

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat dan membantu dalam
pembelajaran serta dapat dijadikan tinjauan pengetahuan untuk pendidikan yang lebih baik lagi
dimasa depan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa, kosa kata, etika, isi,
maupun dalam penataan makalah. Maka dari itu, kami meminta maaf dan memohon kritik serta
saran yang membangun untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi.

Semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide/gagasan yang menambah kekayaan
intelektual bangsa. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.

Mataram, 29 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................2
1.4. Metode dan Teknik Penulisan...................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1. Konsep Penyakit Prilaku Kekerasan.........................................................3
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Prilaku Kekerasan...........................10
BAB III..................................................................................................................21
PENUTUP..............................................................................................................21
3.1. Kesimpulan..............................................................................................21
3.2. Saran........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali luput dari
perhatian dan merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju
dan berkembang. Meskipun gangguan jiwa itu tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabkan kematian secara langsung, namun masalah tersebut dapat menyebabkan
ketidakmampuan baik secara individu maupun secara kelompok yang akan menghambat
pembangunan karena dianggap tidak produktif dan tidak efesien (Hawari, 2009).

Meskipun penderita gangguan jiwa belum bisa disembuhkan 100%, tetapi para penderita
gangguan jiwa memiliki hak untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi. UU RI No. 18
Tahun 2014 Bab I Pasal 3 Tentang Kesehatan Jiwa telah dijelaskan bahwa upaya kesehatan jiwa
bertujuan menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan
kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu
kesehatatan jiwa (Kemenkes, 2014).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI (2012), gangguan jiwa


saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara tidak hanya di Indonesia saja.
Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa psikotik/skizofrenia saja tetapi
kecemasan, depresi dan penggunaan Narkoba Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA)
juga menjadi masalah gangguan jiwa. Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita
gangguan jiwa cukup banyak diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan
psikosis/skizofrenia di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1.728 orang.

Gangguan jiwa menunjukkan tanda/gejala seperti: waham, halusinasi, marah-marah.


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan
pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan. (AH, Yusuf, dkk 2015). Menurut data WHO pada
tahun 2012 angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta
orang yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya
tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan. (Kemenkes RI, 2012).

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep penyakit prilaku kekerasan?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa pada perilaku kekerasan?

1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep penyakit perilaku kekerasan
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan patogis
anemia

1.4. Metode dan Teknik Penulisan


Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah
metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi
yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman
untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang dibahas dalam karya tulis
ini. Sumber-sumber yang dijadikan sebagai rujukan untuk studi pustaka diperoleh dari
berbagai sumber bacaan. Baik itu buku maupun situs-situs yang ada di internet.

2
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN

2.1 Konsep Penyakit Perilaku Kekerasan

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan, ditujukan pada diri sendiri
atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan (Depkes RI,
2006 dalam Dermawan, 2013). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tetapi lebih merujuk pada suatu
dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993 dalam Dermawan, 2013).
Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2016).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik mau pun psikologis.
Perilaku kekerasan dapat disebut juga sebagai ekspresi kemarahan yang berlebihan
dan tidak terkendali.
B. Klasifikasi
Perilaku kekerasan dianggap suatu akibat yang ekstrem dari marah. Perilaku
agresif dan perilaku kekerasan sering di pandang sebagai rentang di mana agresif
verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain. Suatu keadaan yang
menimbulkan emosi, perasaan frustasi, dan marah. Hal ini akan mempengaruhi
perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang
perilaku agresif atau melukai karena menggunakan koping yang tidak baik.
Perilaku yang ditampakan mulai dari yang adaptif sampai maladaptif:
Keterangan:
1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kenyamanan
2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat mrah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif : perilaku yang menyertai marahdan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol
5. Amuk : suatu bentuk kerusakan yang menimbulkan kerusuhan

3
Jenis kekerasan
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan nyata yang daoat dilihat,dirasakan oleh tubuh. Wujud
kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh
hingga penghilangan nyawa seseorang. Contoh: penganiayaan, pemukulan,
pembunuhan,dll.
2. Kekerasan Psikologis
Kekeradan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh:
kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
3. Kekerasan Struktural
Kekerasan yang dilakukan individu atau kelompok dengan menggunakan
sistem,hukim,ekonomi,atau tata kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
Kekerasan struktural menimbulkan ketimpangan pada sumber
daya,pendidikan,pendapatan, kepandaian,keadilan,serta wewenang untuk
mengambil keputusan.

C. Etiologi
1. Faktor Presisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah
faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
a. Faktor biologis
1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini system
limbic berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1. Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat
mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)

4
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas/situasi yang mendukung

3. Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)

Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila


kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku konstruktif,
maka individu akan memenuhinya melalui berperilaku destruktif.

4. Faktor sosiokultural

a. Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)


Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu
untuk merespon asertif dan agresif
b. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
melalui proses sosialitas.

2. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu
bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik,
kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan
orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik, dan lain-
lain). Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
(Dermawan, Deden, 2013).

D. Manifestasi Klinis

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukkan adanya antara lain:

Data subjektif:

a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam.

b. Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna

c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik,
dada terasa sekal dan bingung

5
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan

f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

Data objektif

a. Muka merah

b. Mata melotot

c. Rahang dan bibir mengatup

d. Tangan dan kaki tegang, tangan mengepal

e. Tampak mondar-mandir

f. Tampak bicara sendiri dan ketakutan

g. Tampak berbicara dengan suara tinggi

h. Tekanan darah meningkat

i. Frekuensi denyut nadi meningkat

j. Nafas pendek

(Kartika Sari Wijayaningsih, 2015)

6
E. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri sendiri, dan orang lain

Perilaku Kekerasan Gangguan persepsi


sensori: halusinasi
pendengaran

Regiment terapeutik Harga diri rendah Isolasi sosial:


inefektif kronis menarik diri

Koping keluarga Berduka


tidak efektif disfungsional

(Fitria, Nita 2010)

F. Komplikasi
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sudden,
1998). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami suatu
dorongan, penyaluran ke arah lain. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain meremas adonan kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain, mengenal kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

7
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu dan mencumbunya
c. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci kepada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil, membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bisa diekspresikan
dengan berlebih-lebihan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman-
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun yang marah karena ia baru saja
mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya, mulai
bermain perang-perangan dengan teman-temannya. (Muhith, Abdul, 2015).

H. Penatalaksanaan Medis
Antianxiaty dan sedative-hypnotics, obat-obatan ini mengendalikan agitasi
yang akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam sering digunakan
dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk symptom
depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect
dari benzodiapzepines, dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif.
Buspiron obat anxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang
berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya
perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia, dan
development disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsive dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
trazodone, efektif untuk menghilangkan agresitivitas yang berhubungan dengan
cedera kepala dan gangguan mental organic. Mood Stabilizer penelitian
menunjukkan bahwa pemberian lithium efektif untuk agresif karena manic. Pada
beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan perilaku agresif yang
disebabkan oleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsy lobus temporal, bisa meningkatkan
perilaku agresif. Pemberian carbamazepines dapat mengendalikan perilaku
agresif pada klien dengan kelainan (electroencephalograms).

8
Antipsyhoyic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan
perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi atau perilaku
psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat membantu, namun diberikan
hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan. Medikasi lainnya, banyak
kasus menunjukkan bahwa pemberian naltrexone (antagonis opiat) dapat
menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers seperti propanolol dapat
menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada klien dengan gangguan
mental organic. (Muhith, Abdul, 2015).

9
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Prilaku Kekerasan

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi status kesehatan pasien, data ini termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik. Data yang dikumpulkan meli[uti data subjekstif, data objektif, serta data penunjang
(Nursalam, 2009).

a. Identitas

1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang :
nama perawat, nama klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
2) Usia dan No.Rekam Medik.

b. Alasan Masuk
Biasanya alasan utama pasien untuk masuk ke rumah sakit yaitu pasien sering
mengungkapkan kalimat yang bernada ancaman, kata kata kasar, ungkapan ingin memukul
serta memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara wajah pasien
terlihatmemerah dan tegang, pandangan mata tajam, mengatupkan rahang dengan
kuat, mengepalkan tangan. Biasanya tindakan keluarga pada saat itu yaitu dengan
mengurung pasien atau memasung pasien.Tindakan yang dilakukan keluarga tidak dapat
merubah kondisi ataupun perilaku pasien

c. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan sebelumnya pernah mendapat perawatan di
rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan masih meninggalkan gejala sisa, sehingga
pasien kurang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Biasanya gejala sisa timbul
merupakan akibat trauma yang dialami pasien berupa penganiayaan fisik, kekerasan di
dalam keluarga atau lingkungan, tindakan kriminal yang pernah disaksikan, dialami ataupun
melakukan kekerasan tersebut.

d. Pemeriksaan Fisik
Biasanya saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah
meningkat, nadi cepat, pernafasan akan cepat ketika pasien marah, mata merah, mata
melotot, pandangan mata tajam, otot tegang, suara tinggi, nada yang mengancam, kasar
dankata-kata kotor, tangan menggepal, rahang mengatup serta postur tubuh yang kaku.

e. Psiokososial
1) Genogram Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan keluarga pasien, apakah
anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh pasien.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh Biasanya tidak ada keluhan mengenai persepsi pasien terhadap
tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak disukai.
b) Identitas diri Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan merupakan anggota dari
masyarakat dan keluarga. Tetapi karena pasien mengalami gangguan jiwa dengan perilaku

10
kekerasan maka interaksi antara pasien dengan keluarga maupun masyarakat tidak efektif
sehingga pasien tidak merasa puas akan status ataupun posisi pasien sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
c) Peran diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang dapat melakukan peran dan tugasnya
dengan baik sebagai anggota keluarga dalam masyarakat.
d) Ideal diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan ingin diperlakukan dengan baik oleh keluarga
ataupun masyarakat sehingga pasien dapat melakukan perannya sebagai anggota keluarga
atau anggota masyarakat dengan baik.
e) Harga diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki hubungan yang kurang baik dengan
orang lain sehingga pasien merasa dikucilkan dilingkungan sekitarnya.

f. Hubungan social
Biasanya pasien dekat dengan kedua orang tuanya terutama dengan ibunya.
Karena pasien sering marah-marah, bicara kasar, melempar atau memukul orang lain,
sehingga pasien tidak pernah berkunjung kerumah tetangga dan pasien tidak pernah
mengikuti kegiatan yang ada dilingkungan masyarakat.

g. Spiritual
1) Nilai keyakinan Biasanya pasien meyakini agama yang di anutnya dengan melakukan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
2) Kegiatan ibadah Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang (jarang) melakukan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.

h. Status mental
Penampilan, biasanya pasien berpenampilan kurang rapi, rambut acak-acakan, mulut dan
gigi kotor, badan pasien bau.

i. Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara cepat dengan rasa marah, nada tinggi, dan berteriak
(menggebu-gebu).

j. Aktivitas Motorik
Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dengan tangan yang
mengepal dan graham yang mengatup, mata yang merah dan melotot.

k. Alam Perasaan Biasanya pasien merasakan sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
dengan penyebab marah yang tidak diketahui.

l. Afek
Biasanya pasien mengalami perubahan roman muka jika diberikan stimulus yang
menyenangkan dan biasanya pasien mudah labil dengan emosi yang cepat berubah. Pasien
juga akan bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.

11
m. Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien memperlihatkan perilaku yang tidak kooperatif, bermusuhan,
serta mudah tersinggung, kontak mata yang tajam serta pandangan yang melotot. Pasien juga
akan berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.

n. Persepsi
Biasanya pasien mendengar, melihat, meraba, mengecap sesuatu yang tidak nyata dengan
waktu yang tidak diketahui

o. Proses atau Arus Pikir


Biasanya pasien berbicara dengan blocking yaitu pembicaraan yang terhenti tiba-tiba
dikarenakan emosi yang meningkat tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan
kembali.

p. Isi Pikir
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki phobia atau ketakutan patologis atau
tidak logis terhadap objek atau situasi tertentu.

q. Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tingkat kesadarannyayaitu stupor dengan
gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-
ulang, anggota tubuh pasien dalam sikap yang canggung serta pasien terlihat kacau.

r. Memori
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan memiliki memori yang konfabulasi yaitu
pembicaraan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak
benar untuk menutupi gangguan yang dialaminya.

s. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak mampu berkonsentrasi, pasien selalu
meminta agar pernyataan diulang/tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan. Biasanya
pasien pernah menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki masalah dalam berhitung
(penambahan maupun pengurangan).

t. Kemampuan penilaian
Biasanya pasien memiliki kemampuan penilaian yang baik, seperti jika disuruh untuk
memilih mana yang baik antara makan atau mandi terlebih dahulu, maka ia akan menjawab
mandi terlebih dahulu.

u. Daya tilik diri Biasanya pasien menyadari bahwa ia berada dalam masa pengobatan untuk
mengendalikan emosinya yang labil.

12
v. Kebutuhan Persiapan Pulang

1) Makan
Biasanya pasien makan 3x sehari dengan porsi (daging, lauk pauk, nasi, sayur, buah).

2) BAB/BAK Biasanya pasien menggunakan toilet yang disediakan untuk BAB/BAK dan
membersihkannya kembali.

3) Mandi
Biasanya pasien mandi 2x sehari dan membersihkan rambut 1x2 hari. Ketika mandi pasien
tidak lupa untuk menggosok gigi.

4) Berpakaian Biasanya pasien mengganti pakaiannya setiap selesai mandi dengan


menggunakan pakaian yang bersih.

5) Istirahat dan tidur


Biasanya pasien tidur siang lebih kurang 1 sampai 2 jam, tidur malam lebih kurang 8 sampai
9 jam. Persiapan pasien sebelum tidur cuci kaki, tangan dan gosok gigi.

6) Penggunaan obat
Biasanya pasien minum obat 3x sehari dengan obat oral. Reaksi obat pasien dapat tenang
dan tidur.

7) Pemeliharaan kesehatan Biasanya pasien melanjutkan obat untuk terapinya dengan


dukungan keluarga dan petugas kesehatan serta orang disekitarnya.

8) Kegiatan didalam rumah Biasanya klien melakukan kegiatan sehari-hari seperti


merapikan kamar tidur, membersihkan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur
kebutuhan sehari-hari.

9) Kegiatan diluar rumah Biasanya klien melakukan aktivitas diluar rumah secara mandiri
seperti menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan umum jika ada kegiatan diluar
rumah.

w. Mekanisme Koping Biasanya data yang didapat melalui wawancara pada


pasien/keluarga, bagaimana cara pasien mengendalikan diri ketika menghadapi masalah:
1) Koping Adaptif
a) Bicara dengan orang lain
b) Mampu menyelesaikan masalah
c) Teknik relaksasi
d) Aktifitas konstrutif
e) Olahraga, dll.
2) Koping Maladaptif
a) Minum alkohol
b) Reaksi lambat/berlebihan
c) Bekerja berlebihan

13
d) Menghindar
e) Mencederai diri

x. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki masalah dengan psikososial dan
lingkungannya, seperti pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau
masyarakat karena perilaku pasien yang membuat orang sekitarnya merasa ketakutan.

y. Aspek Medik Biasanya pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
yang tepat. Adapun dengan pengobatan dengan neuroleptika yang me mpunyai dosis efektif
tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang bergu na untuk mengendalikan psikomotornya.
Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine,
bila tidak ada juga tidak maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas
dan antiagitasi.

z. Daftar Masalah Keperawatan

B. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Perilaku Kekerasan
2) Resiko tinggi cidera
3) Defisit perawatan diri
4) Hambatan komunikasi
5) Gangguan prosespiker
6) Hambatan interaksi social
7) Gangguan identitas diri
8) Distres spiritual

C. Intervensi Keperawatan
Risiko Perilaku kekerasan

1) Tujuan Umum :

Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkunganya.

2) Tujuan Khusus:

Klien dapat membina hubungan salingpercaya.

Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi

Tindakan:

14
Bina hubungan saling percaya :

Beri salam terapeutik

Perkenalkan diri

Tanyakan nama dan nama panggilan

Jelaskan tujuan interaksi

Buat kontrak setiap interaksi (topik, waktu, tempat )

Bicara dengan rileks dan tenang tanpa menantang

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

Lakukan kontak singkat tetapi sering

Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Rasional: Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal penanganan

Tindakan:

Beri kesempatan mengungkapkan perasaan jengkel / kesal

Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal

Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan dengan sikap tenang

Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Rasional: Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat melakukan perilaku kekerasan.

Tindakan :

Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya saat jengkel/marah.

Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien

Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialami klien.

Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

Rasional: Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan bantuan
perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif

15
Tindakan:

Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal,
pada orang lain, pada lingkungan dan pada diri sendiri)

Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai

Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

Rasional: Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat mengubah
perilaku destruktidf menjadi konstruktif.

Tindakan:

Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien

Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.

Tanyakan pada klien apakah ”apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat”

Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.

Rasional: Penyaluran rasa marah yang konstruktif dapat menghindari perilaku kekerasan.

Tindakan:

Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.

Beri reinforcement positif atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.

Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan,
yaitu: tarik nafas dalam dan pukul kasur dan bantal.

Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien

Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam

Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali

Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam

Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilaksanakan sendiri oleh klien

Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari

16
Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
dilakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)

Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan.

Rasional: dengan berbicara yang baik (meminta, menolak dan mengungkapkan perasaan) dapat
menhindari perilaku kekerasaan.

Tindakan :

Diskusikan cara bicara yang baik pada klien.

Beri contoh cara bicara yang baik: meminta dengan baik, menolak dengan baik dan
mengungkapkan perasaan yang baik).

Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik.

Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilakukan diruangan.

Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan
harian (self evaluation)

Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan

Rasional: ibadah yang biasa dilakukan dapat digunakan untuk menetramkan jiwa sehingga
perilaku kekerasan dapat terhindar

Tindakan:

Diskusikan dengan klien tentang kegiatan ibadah yang pernah dilakukan

Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapt dilakukan

Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanan kegiatan ibadah

Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self
evaluation)

Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan.

Rasional: Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia minum obat
dengan kesadaran sendiri.

Tindakan:

Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama, warna, besar); waktu
minum obat;cara minum obat.

17
Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur.

Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).

Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.

Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek yang tidak menyenangkan.

Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.

Klien dapat mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan.

Rasional: dengan mengikuti TAK klien bisa mengungkapan perasaan yang berhubungan dengan
perilaku kekerasan kepada temen dan perawat.

Tindakan:

Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.

Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK dan beri pujian atas keberhasilanya.

Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan pencegahan perilaku kekerasan.

Rasional: Keluarga adalah orang yang terdekat dengan klien, dengan melibatkan keluarga, maka
mencegah klien kambuh.

Tindakan:

Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini

Jelaskan cara-cara merawat klien: terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara
konstruktif, sikap dan cara bicara.

Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah, penyebab marah dan cara menghadapi
klien saat marah

Beri reinforcement positif pada hal-hal yang dicapai keluarga

18
Strategi pelaksanaan perilaku kekerasan

TUK

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien dapat mengidentifikasi penyabab PK

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK

4. Klien dapat mengidentifikasi jenis PK yang pernah dilakukan

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat PK

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruksi dalam mengungkapkan kemarahan

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol PK

SP 1 PASIEN

1. Mengidentifikasi penyebab PK

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK

3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan

4. Mengidentifikasi akibat PK

5. Menyebutkan cara mengontrol PK

6. Membantu pasien mempraktikan latihan cara mengontrol PK secara fisik

7. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian

SP II PASIEN

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik 2

3. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian

SP III PASIEN

19
1. Mengevaluasi jadwal harian pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal

3. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiantan harian

SP IV PASIEN

1. Mengevaluasi jadwal harian pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual

3. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian

SP V PASIEN

1. Mengevaluasi jadwal harian pasien

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan minum obat

3. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian

20
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga
disebut gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor
dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2016).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik mau pun psikologis. Perilaku kekerasan
dapat disebut juga sebagai ekspresi kemarahan yang berlebihan dan tidak terkendali.

3.2 Kritik dan Saran

Diharapkan agar mahasiswa keperawatan memahami konsep penyakit dan konsep asuhan
keperawatan jiwa pada prilaku kekerasan. Untuk memudahkan saat melakukan proses
keperawatan di masyarakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Tristiadi Ardi, (2013). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa; Bandung: Karya
Putra Darwati.

Dermawan, Deden,dkk, (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa; penerbit Gosyen Publishing, Yogyakarta.

BadanPPSDM.
(2013).ModulPelatihanKeperawatanKesehatanJiwaMasyarakat.Jakarta:
Kementrian KesehatanRepublikIndonesia

Fitria, Nita. (2012).Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahuluandan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
SP), Jakarta:Salemba Medika

Stuart,GailW.(2006).BukuSakuKeperawatanJiwa.Jakarta:EGC

Dalami, Ermawati, dkk, (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan


GangguanJiwa,Jakarta-TIM, 2009.

Keliat,B.A,dkk,(2011).KeperawatanKesehatanJiwaKomunitas:CMHN(Basic
Course).Jakarta: EGC.

Nursalam.
(2008).Konsepdanpenerapanmetodologipenelitianilmukeperawatan.Jaka
rta: SalembaMedika

Mardalis.
(2010).MetodePenelitianSuatuPendekatanProposal.Jakarta:BumiAksara

Emzir.(2012).AnalisData:MetdologiPenelitianKualitatif.
Jakarta:RajawaliPers

Supardi, Sudibyo. (2013). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. TIM,2013

22

Anda mungkin juga menyukai