Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH KEPERAWATAN PSIKIATRI

“RESIKO PERILAKU KEKERASAN”


Dosen Pengampuh :Nikodemus Sili Beda, Ns., M.Kep

Di Susun Oleh :
Kelompok V

1. Fatmawati
2. Fransiska Imelda
3. Mardiana Syahrul
4. Mutmainah
5. Pebrianti

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KHUSUS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan berjudul “Asuhan
Keperawatan Psikiatri Pada Resiko Perilaku Kekerasan”. Penyusunan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang berikan oleh dosen
pengampu mata kuliah keperawatan psikiatri agar menambah wawasan
dan pengetahuan dalam ilmu psikiatri tentang Resiko Perilaku Kekerasan
serta dapat mengetahui dan melakukan asuhan keperawatan psikiatri
pada kasus tersebut.
Kami berterima kasih kepada teman-teman kelompok yang telah
berkontribusi selama penulisan makalah ini hingga selesai. Oleh karena
itu dengan hati terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Resiko
Perilaku Kekerasan” dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi
pembaca maupun penulis.
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................6
BAB II RUMUSAN MASALAH.......................................................................................7
A. Masalah Utama....................................................................................................7
B. Proses Terjadinya Masalah...............................................................................7
1. Defenisi..............................................................................................................7
2. Tanda dan gejala..............................................................................................7
3. Rentang respon................................................................................................8
4. Etiologi.............................................................................................................10
5. Sumber Koping...............................................................................................13
6. Mekanisme Koping.........................................................................................13
C. Pohon Masalah..................................................................................................15
D. Masalah keperawatan.......................................................................................15
E. Data yang perlu dikaji......................................................................................16
F. Diagnosa Keperawatan....................................................................................18
G. Mekanisme Perilaku Agresi............................................................................18
H. Rencana Tindakan Keperawatan...................................................................19
I. Strategi Pelaksanaan........................................................................................24
BAB III PENUTUP.........................................................................................................27
A. Kesimpulan.........................................................................................................27
B. Saran....................................................................................................................27
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kehidupan manusia yang berkembang terus
menerus, hingga saat ini kesehatan yang sangat mempengaruhi pola
hidup di masyarakat. Kebiasaan hidup sehat bisa membuat jiwa yang
sehat. Kesehatan jiwa suatu keadaan yang meliputi sehat fisik, sehat
jiwa, dan sehat sosial (Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes,
2020; dalam (Eriyani et al., 2022). Kesehatan jiwa mempengaruhi
perilaku seseorang sehingga muncul perilaku kekerasan. Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan sebagai
penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan untuk mengancam diri
sendiri, orang lain, kelompok atau komunitas serta lingkungan dapat
mengakibatkan cidera, kematian, kerugian psikologis dan kerusakan
lingkungan.
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya
gangguan mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan
gangguan skizofrenia, Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita
gangguan skizofrenia, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah
penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan
2015.Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh
dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di
negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (Amimi et al.,
2020).
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018) menyatakan
bahwa prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala depresi
sekitar 6,1% untuk usia 15 tahun ke atas. Sedangkan gangguan jiwa
berat seperti skizofrenia prevalensinya di Indonesia adalah 7% dan
prevalensi gangguan jiwa skizofrenia yang tertinggi di Indonesia

4
terdapat di provinsi Bali sebesar 11% diikuti Daerah Istimewa
Yogyakarta 10%, Nusa Tenggara Barat yaitu 10% dan Aceh 9%.
Berdasarkan laporan tahunan 2018 rumah sakit jiwa provinsi Bali rata-
rata jumlah pasien yang rawat inap setiap tahunnya sebanyak 4873
orang. Ketika kita membicarakan tentang jiwa, maka yang akan kita
diskusikan adalah perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan
daya tilik diri, emosi dan persepsi (Oktavia et al., 2020).

Menurut Oktavia et al., (2020) Perilaku kekerasan merupakan


suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis. Stress, cemas, harga diri rendah dan
bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat
di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal
ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.
Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti
selain memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun dan
akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Namun ras marah
dieksperikan secara destruktif, misalnya perilaku agresif, menantang
menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk
yang ditunjukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Mengenal prilaku kekerasan tanda dan gejala marah, mampu


mengontrol prilaku kekerasan secara fisik, mampu mendemonstrasikan
prilaku kekerasan secara verbal dan mampu mendemonstarsikan
prilaku kekerasan secara spiritual, serta mampu memncegah prilaku
kekerasan dengan patuh mium obat (Eriyani et al., 2022). Upaya yang
dapat diberikan untuk mengontrol perilaku kekerasan yaitu
penatalaksanaan medis seperti: farmakologi, terapi modalitas, terapi
keluarga, dan terapi kelompok (Afnuhazi,2015).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah tersebut
diantaranya yaitu:

5
1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Resiko Perilaku
Kekerasan?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep medik Resiko Perilaku Kekerasan
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Resiko Perilaku
Kekerasan

6
BAB II
RUMUSAN MASALAH

A. Masalah Utama

Resiko Perilaku Kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Defenisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana


seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amukan dan gaduhan, gelisah tak terkontrol
(Amimi et al., 2020).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Berdasarkan defenisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Putri et al., 2018). Perilaku
kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk
bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang
ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku
kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak
lingkungan melempar kaca, genting dan semua yang ada di
lingkungan (Sutejo, 2019).

2. Tanda dan gejala

Menurut Sutejo, (2019) tanda dan gejala perilaku kekerasan

7
dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung dengan hasil
observasi.
a. Data subjektif

1) Ungkapan berupa ancaman

2) Ungkapan kata – kata kasar

3) Ungkapan ingin memukul/ melukai

b. Data objektif

1) Wajah memerah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat

4) Mengepalkan tangan

5) Bicara kasar

6) Suara tinggi menjerit atau berteriak

7) Mondar mandir

8) Melempar atau memukul benda/ orang lain

3. Rentang respon

Perilaku kekerasan didefenisikan sebagai bagian dari


rentang respons marah yang paling maladaptif yaitu
amuk.Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap ansietas (kebutuhan yang tidak
terpenuhi)yang dirasakan sebagai ancaman. Amuk merupakan
respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan
merupakan bentuk perilaku destruktif yang tidak dapat dikontrol.

8
Hal ini disertai dengan hilangnya kontrol di mana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Suerni & PH,
2019).

Adaptif

Maladaptif

Asertif frustasi Pasif Agresif


Amuk

a. Respon adaptif.

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima


oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum
yang berlaku di masyarakat dan individu dalam
menyelesaikan masalahnya. Dengan kata lain, individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah
akan dapat memecahkan masalah tersebut dengan normal,
pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan, Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat
pada kenyataan.

b. Respon Maladaptif

Respon maladaptive merupakan respon yang


dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah dengan

9
cara menyimpang dari norma-norma sosial kebudayaan
setempat. Kelainan pikiran atau keyakinan yang secara
kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain
dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

1) Asertif : Mengungkapkan kemarahan tanpa menyakiti,


melukai perasaan orang lain, tanpa merendahkan harga
diri orang lain.
2) Frustasi : Respons yang timbul akibat gagal mencapai
tujuan atau keinginan, dapat dialami sebagai suatu
ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3) Pasif : Respons individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami, sifat tidak berani mengemukakan
keinginan dan pendapat sendiri, tidak ingin terjadi konflik.
4) Agresif : Perilaku dekstruksi masih terkontrol atau sikap
membela diri sendiri dengan cara melanggar hak orang
lain.
5) Amuk : Perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol.

4. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Menurut Muhith, (2015) berbagai pengalaman yang


dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi, artinya
mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu. Menurut (Sutejo, 2019)
dan (Muhith, 2015) di dalam faktor predisposisi terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah
perilaku kekerasan seperti :
a. Faktor Biologis

10
1) Teori dorongan naluri ( Instinctual drive theory )

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan


disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang
kuat.
2) Teori Psikomatik ( Psycomatic theory )

Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons


psikologis terhadap stimulus eksternal maupun internal.
Sehingga, sistem limbik memiliki peran sebagai pusat
untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah
3) Biochemistry factor

Neurotransmitter diotak (norepinephrine, dopamine,


asetilkolin, serotonin) sangat berpengaruh dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan
dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormone norepinephrine dan penurunan hormone
serotonin dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
proses agresif.
4) Brain area disorder

Gangguan pada sistem limbic, trauma otak ditemukan


sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.

b. Faktor Psikologis

1) Teori agresif frustasi ( Frustasion aggresion theory )

Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk

11
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan
frustasi dapat mendorong individu untuk berperilaku
agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
2) Imitation, modeling, and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan dapat berkembang


dalam lingkungan yang menolelir kekerasan.Adanya
contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru
perilaku tersebut.
3) Learning theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu


terhadap lingkungan terdekatnya.Ia mengamati
bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia
juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan
sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh


stresor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu. Stresor dapat disebabkan dari luar maupun dari
dalam. Stresor yang berasal dari luar dapat berupa serangan
fisik, serangan secara psikis, kehilangan, kematian dan lain-
lain. Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa merasa
gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai,
ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam dan lain-
lain. Selain itu, lingkungan yang kurang kondunsifseperti

12
penuh penghinaan, tindak kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan (Sutejo, 2019).

Menurut Muhith, (2015), secara umum seorang


akanmengeluarkan respon marah jika dirinya merasa
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka fisik, psikis,
atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
b. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
masa lalu yang tidak menyenangkan, kurang percaya diri.
c. Lingkungan :Bising, kehilangan orang atau subjek yang
berharga, konflik interaksi sosial.

5. Sumber Koping

Menurut Stuart & Laria, (2008) dalam Sari, (2018) Sumber


koping dapat berupa asset ekonomi, kemampuan dan
keterampilan, teknik defensive, dukungan sosial, dan motivasi.
Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya
termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan
positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber
daya sosial dan material,dan kesejahteraan fisik dapat berfungsi
sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha
seseorang mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan
pemecahan masalah, memfasilitasi penyelesaian masalah yang
melibatkan orang lain.
Sumber koping sangat meningkatkan pilihan seseorang
mengatasi dihampir semua situasi stress, pengetahuan dan
kecerdasan yang lain dalam menghadapi sumber daya yang
memungkinkan orang untuk melihat cara yang berbeda dalam
menghadapi stress.

13
6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan


pada penatalaksanaan stres. Perawat perlu mempelajari
mekanisme koping untuk membantu klien mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang sering
digunakan antara lain mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represi, displacement, dan
reaksi formasi (Sutejo, 2019).
a. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya


dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyaluran secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
objek lain seperti meremas-remas adonan kue, meninju
tembok dan sebaginya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi

Menyalakan orang lain mengenai kesukarannya atau


keinginannya yang tidak baik

c. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan


masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat
benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa benci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekankan
dan akhirnya ia dapat melupakannya.

14
d. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan,


dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan
dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement

Melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada


objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya,
seseorang berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang- pedangan
dengan temannya.
C. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri EFEK


sendiri dan orang lain
maupun lingkungan

CORE PROBLEM
Resiko perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri PENYEBAB

:harga diri rendah

15
D. Masalah keperawatan

1. Resiko perilaku kekerasan

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

E. Data yang perlu dikaji

Menurut (Keliat, 2016) data yang perlu dikaji pada pasien dengan
perilaku kekerasan adalah :
1. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa dimasa lalu, tanyakan klien/keluarga bagaimana
pengobatannya sebelumnya, tanyakan pada klie apakah pernah
melakukan, mengalami, dan menyaksikan penganiayaan fisik,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal.
2. Status mental

a. Aktifitas motoric

1) Lesu, tegang, gelisa yang tampak jelas

2) motoric yang menunjukkan kegelisahan

3) Tik, yaitu gerakan-gerakan kecil yang tidak terkontrol

4) Tremor, yaitu jari-jari tampak gemetaran ketika klien


mengulurkan tangan dan merentangkan jari

5) Kompulasi, yaitu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang

b. Interaksi selama wawancara

1) Bermusuhan, tidak kooperatif dan mudah tersinggung


tampak jelas

16
2) Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara

3) Defensive, yaitu selalu berusaha mempertahankan


pendapat dan kebenaran dirinya
4) Curiga, yaitu menunjukkan sikap/perasaan tidak percaya
kepada orang lain

c. Pembicaraan

Amati pembicaraan klien, cepat, keras, gagap, membisu,


apatis, lambat atau inkohoren : berpindah-pindah dari satu
kalimat lain yang tidak ada kaitannya.

d. Alam perasaan

Observasi keadaan penampilan klien apakah sedih, khawatir,


ketakutan, gembira berlebihan/putus asa.

3. Konsep diri

a. Citra diri

Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh


yang disukai dan tidak disukai.

b. Identitas diri

Tanyakan status dan posisi sebelum dirawat, kepuasan klien


terhadap status dan posisinya sebagai laki-laki/perempuan,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya disekolahan,
tempat kerja dan masyarakat.

c. Peran

Tanyakan tugas atau peran yang diemban dalam keluarga,


kelompok, atau masyarakat, kemampuan klien dalma
melaksanakan tugas atau peran tersebut.

d. Ideal diri

17
Tanyakna harapan klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas
atau peran, harapan klien terhadap diri dan kehidupannya.

F. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan dari pohon masalah adalah sebagai berikut:

1. Resiko Perilaku Kekerasan

G. Mekanisme Perilaku Agresi

Ciri kepribadian seseorang sejak masa balita hingga remaja


berkembang melalui tahapan perkembangan kognitif, respon
perasaan dan pola perilaku yang terbentuk melalui interaksi,
karakter tempramen dan faktor pola asuh, pendidikan, kondisi
sosial lingkungan yang membentuk ciri kepribadiannya di masa
dewasa. Pola kepribadian tersebut yang membentuk refleks
respon pikiran dan perasaan seseorang saat menerima stimulus
dari luar, khususnya pada saat kondisi menerima stimulus
“ancaman”. Bila refleks yang telah terpola berupa tindakan
kekerasan, maka saat menghadapi situasi “ancaman” respon
yang muncul adalah tindak kekerasan.
Area di otak manusia yang menjadi pusat emosi adalah pada
sirkuit sistem limbik yang meliputi thalamus, hypothalamus,
amygdala, hypocampus.Amigdala menjadi organ pusat perilaku
agresi.Penelitian Bauman dkk menunjukkan bahwa stimulasi pada
amygdala mencetuskan perilaku agresi sedangkan organ
hypothalamus berperan dalam pengendali berita agresi.Setiap
stimulus dari luar yang diterima melalui reseptor panca indera
manusia diolah lalu dikirim dalam bentuk pesan ke thalamus lalu
ke hypothalamus, selanjutnya ke amygdala (sirkuit sistem limbic)
yang kemudian menghasilkan respon tindakan. Dalam keadaan
darurat, misalnya pada saat panic atau marah, pesan stimulus

18
yang datang di thalamus terjadi hubungan pendek sehingga
langsung ke amygdala tanpa pengolahan rasional di
hypothalamus. Amygdala mengolah sesuai isi memori yang biasa
direkamnya, sebagai contoh : bila sejak kecil anak-anak diberi
input kekerasan, maka amygdala sebagai pusat penyimpan
memori emosional akan merekam dan menciptakan reaksi pada
saat terjadi sirkuit pendek sesuia pola yang telah direkamnya
yakni tindak kekerasan, Keliat (2002) dalam (Muhith, 2015).

H. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan dikutip dari Azizah et al., (2016) dalam


Elvita (2018) Diagnose 1 : resiko perilaku kekerasan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
1. Tujuan Umum
Klien dan keluarga mampu mengatasi atau mengendalikan resiko
perilaku kekerasan.

2. Tujuan Khusus

a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya

1) Kriteria evaluasi
 Klien mau membalas salam
 Klien mau berjabat tangan
 Klien mau menyebutkan nama
 Klien mau kontak mata
 Klien mau mengetahui nama perawat
 Klien mau menyediakan waktu untuk kontak

2) Intervensi
 Beri salam dan panggil nama kien
 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
 Jelaskan maksud hubungan interaksi

19
 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
 Beri rasa aman dan sikap empati
 Lakukan kontak singkat tapi sering

b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku


kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

Klien dapat mengungkapkan perasaannya


 Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/jengkel (dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan)

2) Intervensi

 Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya


 Bantu klien mengungkap perasaannya
c. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan

1) Kriteria Evaluasi
 Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau
jengkel
 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal
yang dialami
2) Intervensi
 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat
marah/jengkel
 Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
 Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat
jengkel/marah yang dialami

20
d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan

1) Kriteria Evaluasi

 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang


dilakukan
 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan
yang dilakukan
 Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau tidak
2) Intervensi
 Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien
 Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan
 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai
e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang


dilakukan klien

2) Intervensi

 Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien

 Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan


oleh klien

 Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara


baru yang sehat

21
f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif
dalam berespon terhadap kemarahan secara konstruktif

1) Kriteria Evaluasi

Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemarahan


secara konstruktif.
2) Intervensi

 Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari car baru

 Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat

 Diskusikan dengan klien mengenai cara lain

g. TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

1) Kriteria Evaluasi

Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

 fisik : olahraga dan menyiram tanaman

 Verbal : mengatakan secara langsung dan tidak


menyakiti

 Spiritual : sembahyang, berdoa/ibadah yang lain

2) Intervensi

 Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien

 Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih

 Bantu klien menstimulasi cara tersebut

 Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien


menstimulasi cara tersebut

 Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya


jika ia sedang kesal/jengkel

22
h. TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam
mengontrol perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
 Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien
yang berperikalu kekerasan
 Keluarga klien meras puas dalam merawat klien
2) Intervensi
 Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari
sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien
selam ini
 Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien
 Jelaskan cara merawat klien
 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien
 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya
setelah melakukan demonstrasi

i. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar


(sesuai program pengobatan)
1) Kriteria Evaluasi
 Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan
kegunaannya
 Klien dapat minum obat sesuai dengan program
pengobatan
2) Intervensi
 Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien kepada
klien dan keluarga.
 Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa seizin dokter.
 Jelaskan prinsip benar obat (baca nama yang tertera
pada botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum).

23
 Anjurkan klien, minta obat dan minum obat tepat waktu.
 Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika

merasakan efek yang tidak menyenangkan.

I. Strategi Pelaksanaan

Pasien Keluarga
No
SP I Pasien SP I Keluarga

1 Identifikasi penyebab, tanda Diskusikan masalah yang dirasakan


& gejala, PK yang dilakukan, dalam merawat pasien
akibat PK

2 Jelaskan cara mengontrol Jelaskan pengertian,tanda & gejala,


PK: fisik, obat, verbal, dan proses terjadinya PK (gunakan
spiritual booklet)
3 Latihan cara mengontrol Jelaskan cara merawat PK
PK secara fisik: tarik nafas
dalam dan pukul kasur dan
bantal
4 Masukkan pada Jadwal Latih satu cara merawat pasien PK
kegiatan untuk latihan fisik dengan melakukan kegiatan fisik: tarik
nafas dalam dan pukul kasur dan
bantal
5 Anjurkan membantu pasien sesuai
Jadwal dan memberikan pujian

SP II Pasien SP II Keluarga

1 Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


fisik. Beri pujian merawat/melatih pasien secara fisik. Beri
pujian

24
2 Latih cara mengontrol PK Jelaskan 6 benar cara membimbing
dengan obat (jelaskan 6 minum obat
benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas
minum obat)
3 Masukkan pada Jadwal Latih cara memberikan/membimbing
kegiatan untuk latihan fisik minum obat
dan minum obat

4 Anjurkan membantu pasien sesuai


Jadwal dan beri pujian

SP III Pasien SP III Keluarga

1 Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


fisik dan minum obat. Beri merawat/melatih pasien secara fisik dan
pujian memberikan obat. Beri pujian

2 Latih cara mengontrol PK Latih cara membimbing: cara bicara


secara verbal (3 cara, yaitu: yang baik
mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar)

3 Masukkan pada Jadwal Latih cara membimbing kegiatan spiritual


kegiatan untuk latihan fisik,
minum obat, dan verbal

4 Anjurkan membantu pasien sesuai


Jadwal dan bei pujian

SP IV Pasien SP IV Keluarga

25
1 Evaluasi kegiatan latihan fisik, Evaluasi kegiatan keluarga dalam
minum obat dan verbal. Beri merawat/melatih pasien secara fisik,

Pujian memberikan obat, latihan bicara yang


baik dan kegiatan spritual. Beri pujian

2 Latih cara mengontrol PK Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,


secara spritual ( 2 kegiatan) tanda kambuh, rujukan

3 Masukkan pada Jadwal Anjurkan membantu pasien sesuai


kegiatan untuk latihan fisik, Jadwal dan memberikan pujian
minum obat, verbal dan
spritual
SP V Pasien SP V Keluarga

1 Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


fisik 1,2, minum obat, merawat/melatih pasien secara fisik,
verbal, dan spritual. Beri memberikan obat, latihan bicara yang
pujian baik dan kegiatan spritual dan follow
up. Beri pujian

2 Nilai kemampuan yang Nilai kemampuan keluarga merawat


pasien
telah mandiri

3 Nilai apakah PK terkontrol Nilai kemampuan keluarga


melakukan kontrol ke RSJ/PKM

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dewasa ini kehidupan manusia yang berkembang terus menerus,


hingga saat ini kesehatan yang sangat mempengaruhi pola hidup di
masyarakat. Kesehatan jiwa mempengaruhi perilaku seseorang
sehingga muncul perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah
suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan sebagai
penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan untuk mengancam diri
sendiri, orang lain, kelompok atau komunitas serta lingkungan dapat
mengakibatkan cidera, kematian, kerugian psikologis dan
kerusakan lingkungan. Mengenal prilaku kekerasan tanda dan
gejala marah, mampu mengontrol prilaku kekerasan secara fisik,
mampu mendemonstrasikan prilaku kekerasan secara verbal dan
mampu mendemonstarsikan prilaku kekerasan secara spiritual,
serta mampu memncegah prilaku kekerasan dengan patuh mium
obat. Upaya yang dapat diberikan untuk mengontrol perilaku
kekerasan yaitu penatalaksanaan medis seperti: farmakologi, terapi
modalitas, terapi keluarga, dan terapi kelompok

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi perawat


untuk lebih meningkatkan komunikasi terapeutik dimana
komunikasi antar perawat dengan pasien dengan cara
berinteraksi sesuai Strategi Pelaksanaan sesuai tahapannya.
Perawat diharapkan melakukan komunikasi terapeutik dengan
pasien sebanyak 3 kali atau lebih dalam sehari supaya
terjalinnya hubungan interpersonal antara perawat dan pasien

27
dan mempercepat proses penyembuhan pasien.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi tambahan bahan masukan untuk


menambah wawasan bagi institusi pendidikan kesehatan
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh
komunikasi terapeutik dengan menggunakan strategi
pelaksanaan pada pasien jiwa khususnya pasien dengan resiko
perilaku kekerasan.

3. Bagi Mahasiswa

Diharapkan Sebagai bahan bacaan dan informasi untuk


menambah pengetahuan bagi mahasiswa/i, khususnya tentang
pengalaman asuhan keperawatan tentang resiko perilaku
kekerasan

28
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

A. Topik : Terapi Aktivitas Kelompok Klien dengan Resiko


Perilaku Kekerasan

B. Tujuan
1. Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.
2. Khusus : Tujuan khusu untuk klien Resiko perilaku kekerasan
a) Klien dapat membina hubungan salling percaya
b) Mengenal perilaku kekerasan social
c) Mencegah perilaku kekerasan spiritual
d) Mencegah perilaku kekerasan dengan paruh minum obat

C. Landasan Teori
Terapi Aktivitas kelompok seimulasi persepsi merupakan
suatu terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan
terkait dengan pengalaman dan atau kehudupan untuk didiskusikan
dalam kelompok. Dalam hal ini klien dilatih untuk mempersepsikan
stimulus dari luar secara nyata, terapi ini bisa digunakan pada
pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali
perilaku sesorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain atau
lingkungan.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah
diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri
sendiri, maupun orang lain dan dapat merusak lingkungan sekitar.
D. Klien
1. Karakteristik/kriteria : klien yang akan mengikuti TAK resiko
perilaku kekerasan adalah klien gangguan jiwa dengan usia 20-
30 tahun, mengalami gangguan perilaku kekerasan.

29
2. Proses seleksi : klien yang dipilih melalui seleksi, dari kasus
atau masalah yang juga banyak dihadapi klien.
3. Daftar klien : jumlah klien dalam TAK ada 3 orang, berikut
nama-namanya :
- Nn. Mutainah

E. Pengorganisasian
1. Waktu : Kegiatan TAK pasien dengan gangguan resiko perilaku
kekerasan akan dilaksanakan selama 30 menit yaitu pada:
Hari/Tanggal : Jum’at, 11-11-2022
2. Tempat : Dikelas Sekolah Tinggi Stella Maris
3. Tim Terapi
Leader : Mardiana Syahrul
Co-leader : Fransiska Imelda
Observer : Pebriyanti Darmita
Fasilitator : Fatmawaty

4. Proses Pelaksanaan
a) Persiapan
- Memilih sesuai dengan indikasi yaitu resiko perilaku
kekerasan
- Membuat kontrak dengan klien
- Mempersiapkan alat dengan tempat pertemuan
b) Media dan Alat
- Handphone
- Music/lagu
- Botol minum
- Kertas origami
- Kartu nama/name tag
- Buku catatan dan pulpen
- Jadwal kegiatan pasien

30
c) Skema ruang terapi

Keterangan :
Observer

Leader

Co leader

Fasilitator

Pasien

5. Uraian tugas yang berperan


a. Leader
- Menyiapkan proposal kegiatan TAK
- Meyampaikan tujuan dan peran kegiatan terapi altifitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai
- Menjelaskan permainan
- Mampu memotivasi anggota keluarga untuk aktif dalam
kelompok dan memperkenalkan dirinya

31
- Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik
dan tertib
- Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
b. Co-leader
- Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang
aktifitas kline
c. Fasilitator
- Membantu leader memfasilitasi anggota untuk berperan
aktif dan memotivasi
- Mempertahankan kehadiran anggota

d. Observer
- Mengobservasi respon pasien
- Mengamati dan mencatat semua proses yang terjadi dan
semua perubahan perilaku pasien (jumlah anggota yang
hadir, yang terlambat, daftar hadir, yang memberi ide, dan
pendapat, topik diskusi, respon verbal dan non verbal)
- Memberi umpan balik pada kelompok
- Mengidentifikasi strategi yang digunakan leader
- Memprediksi respon anggota kelompok
6. Antisipasi masalah
a. Sebelum kegiatan dilaksanakan, perawat memberi
kesempatan pada setiap peserta untuk BAB dan BAK
b. Fasilitator memotovasi peserta yang tidak berpatisipasi
c. Menjaga pintu keluar untuk mengantisipasi klien melarikan
diri dari tempat kegiatan

F. Langkah-langkah kegiatan
1. Persiapan
- Membuat kontrak dengan anggota kelompok
- Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

32
2. Fase orientasi
a. Memberi salam terapeutik
Salam dari leader kepeda klien . Leader/Co leader
memperkenalkan diri dan tim terapis lainnya
b. Evaluasi/vasilidasi
Leader menanyakan perasaan dan keadaan klien saat ini.
c. Kontrak
1) Mejelaskan tujuan kegiatan
2) Menjelaskan aturan main yaitu:
a) Berkenalan dengan anggota kelompok
b) Jika ada peserta yang meninggalkan kelompok, harus
minta izin kepada pemimpin TAK
c) Lama kegiatan 30 menit
d) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai
akhir
3. Fase kerja
a. Seluruh klien dibuat berbentuk lingkaran
b. Hidupkan music dan edarkan botol minuman berlawanan
dengan jarum jam.
c. Pada saat music di matikan, anggota kelompok yang
memegang bototl munuman, mendapatkan giliran untuk
berkenalan dengan anggota kelompok yang ada di sebelah
kanan dengan cara:
1) Memberi salam
2) Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan
hobby
3) Dimulai oleh terapi terlebih dahulu
d. Setelah memeprkenalkan diri klien menebak warna dan
mengambil gulungan kertas yang ada di mangkum yang
berisi SP Resiko Perilaku Kekerasan (RPK), kemudian klien
diharuskan memperagakan SP yang didapatkan

33
e. Ulangi music kembali, dan klien kembali diedarkan botol
minuman, ketika music berhenti, klien yang memegang botol
minuman kembali memperagakan point C dan D
4. Tahap Terminasi
a. Leader atau Co leader memberikan pujian atas keberhasilan
dan kerja sama kelompok
b. Leader dan Co leader menanyakan perasaaan klien setelah
mengikuti kegiatan TAK
c. Fasilitator membagikan snack.
d. Leader dan Co leader mengajunjurkan klien untuk sering
bersosialisasi, selalu bekerjasama, dan memasukkan
kegiatan mengontrol Resiko Perilaku Kekerasan, dan
memasukkan kegiatan mengontrol Resiko Perilaku
Kekerasan ke dalam kegiatan harian sebanyak 2x1
e. Observer mengumumkan pemenang
f. Fasilitator membagikan hadiah kepada pemenang

5. Evaluasi
a. Klien mengikuti kegiatan dari awal hingga kahir krgiatan
b. Kerjasama klien dalam kegiatan
c. Klien senang selama mengikuti kegiatan

6. Tata tertib dan Antisipasi Masalah


a. Tata tertib pelaksanaan TAk Resiko Perilaku Kekerasan
1) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK Resiko Perilaku
Kekerasan sampai dengan selesai
2) Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAK Resiko
Perilaku Kekerasan dimulai
3) Peserta berpakaian rapi, bersih, dan sudah mandi
4) Peserta tidak diperkenan kan makan, minum, merokok
selama kegiatan TAK berlangsung

34
5) Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta
mengangkat tangan kanan dan berbicara setelah
dipersilahkan oleh pemimpin
6) Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan
dikeluarkan dari permainan
7) Peserta dilarang meninggalkan tempan sebelum acaara
TAK selesai
8) Apabila waktu yang ditentukan untuk melaksanakan TAK
telah habis, sedangkan permainan belum selesai, maka
pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk
memperpanjang waktu TAk
b. Antisipasi kejadia yang tidak diinginkan pada proses TAK
1) Penanganan klien yang tidak efektif saat aktivitas
kelompok
a) Menanggapi klien
b) Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk
menjawab sapaan perawat atau klien yang lain
2) Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit:
a) Panggil nama klien
b) Tanya aalasan klien meninggalkan permainan
c) Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan
berikan penjelasan pada klien bahwa klien dapat
melaksanakan keperluanya setelah itu klien boleh
kembali lagi
3) Bila ada klien ingin ikut lagi
a) Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan
pada klien yang telah dipilih
b) Katakana pada klien lain bahwa ada permainan lain
yang mungkin dapat diikuti oleh klien tersebut

35
c) Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk
dengan tidak memberikan peran pada pemain
tersebut,
4) Evalusai akhir
a) Mampu memahami cara memperkenalkan diri di
depan orang lain dengan baik
b) Mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara:
 Tarik nafas dalam
 Memukul kasur
c) Mampu berbicara verbal atau berbicara dengan baik
dengan teman atau orang lain yang mereka temui.
d) Mampu menceritakan kegiatan spiritual mereka ketika
marah seperti beribadah bagi agama Islma sholet,
berdo’a dan sholawatan, jika beragama Kristen
beribadah yang diadakan diyayasan dan berdo’a
e) Mampu menceritakan perasaannya setelah
melakukan TAk
f) Mampu mengikuti peraturan kegiatan
g) Mampu menyebutkan manfaat dari TAK

G. Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK
pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien
mengikuti sesi 1. TAK cara mengontrol resiko perilaku kekerasan
dengan cara tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal. Klien
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir dan memutar atau
meng-over botol minuman sesuai irama lagu yang mereka nyanyiin
klien mampu memberikan pendapat tentang kegiatan TAK dan
berpartisipasi dalam kegiatan.

36
37
DAFTAR PUSTAKA

Amimi, R., Malfasari, E., Febtrina, R., & Maulinda, D. (2020). ANALISIS
TANDA DAN GEJALA RESIKO PERILAKU KEKERASAN PADA
SIGN AND SYMPTOMP ANALYSIS OF VIOLENCE BEHAVIOUR
FOR SCHIZOPHRENIA PATIENTS. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa,
3(1), 65–74. https://doi.org/https://doi.org/10.32584/jikj.v3i1.478

Eriyani, F., Nababan, D., & Sembiring, R. (2022). Terapi Aktivitas


Kelompok ( TAK ) Stimulasi Persepsi dengan Peningkatan Perubahan
Perilaku Kekerasan pada Klien Skizofrenia di Ruang Jiwa Rumah
Sakit Umum Datu Beru Takengon Aceh Tengah Group Activity
Therapy ( TAK ) Perception Stimulation with Increased. Journal of
Healtcare Technology and Medicine, 8(1), 242–250.
https://doi.org/https://doi.org/10.33143/jhtm.v8i1.1963

Oktavia, H. D., Suastrawan, M., Made, N., Yunica, D., & Author, C. (2020).
Study Kasus : Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Pada Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Di UPTD Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali. Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION, 5(2),
244–257. Retrieved from
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/Midwinerslion

Putri, V. S., N, R. M., & Salvita Fitrianti. (2018). Pengaruh strategi


pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap resiko perilaku
kekerasan pada pasien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa provinsi
jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 7(2), 138–147.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.36565/jab.v7i2.77

Suerni, T., & PH, L. (2019). Respons Pasien Perilaku Kekekrasan. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 41–46.
https://doi.org/https://doi.org/10.37287/jppp.v1i1.16

38
39

Anda mungkin juga menyukai