Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN

Pembimbing : Mariani S.Kep.Ns. M.PH.

Disusun Oleh:
A. Yogi (14401.18.19001)
M. Fait (14401.18.19012)
Navi Mayyoulanda (14401.18.19017)
Nur Qomariyah (14401.18.19019)

PRODI D3 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN
GENGGONG PADJARAKAN PROBOLINGGO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan
rahmat dan karunia- Nya sehingga kami dari kelompok 3 dapat menyelesaikan
makalah keperawatan jiwa yang berjudul “Perilaku Kekerasan”  ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
oleh dosen pengampuh matakuliah keperawatan jiwa Ibu Mariani S. Kep. Ns.
M.PH.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Keperawatan Jiwa, serta
infomasi dari media massa yang berhubungan dengan pelayanan kolaborasi dalam
Keperawatan Jiwa, tak lupa kami kelompok 3 ucapkan terima kasih kepada
pengajar matakuliah Keperawatan Jiwa atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Kami harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Perilaku
Kekerasan dalam Keperawatan Jiwa, khususnya bagi kami. Memang makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

                                                                                          

    Genggong, 05 Oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………..……………...……………………..

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang……………………………………………...………...…………..

B.Rumusan masalah………………………………………………………...………

C.Tujuan penulisan……………………………………………...……………….....

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian Perilaku Kekerasan………..……………………………...………......

B.Etiologi Perilaku Kekerasan …………….……………...………………………..

C. Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan………………………………….………...

D.Rentan Respon Perilaku Kekerasan ……….…………………………...…...…...

E.Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan….….…………………...…...…………

F.Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan……………………………………………

G.Pohon Masalah…………………………………………………………………...

H.Proses Terjadinya Masalah……………………………………………………….

I.Penatalaksanaan…………………………………………………………………...

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan……………………………………..…………………………….......

B.Saran……………………………………………...………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang


stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang,
menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan
sepeda montor. Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa
ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).

Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat


dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas
tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang),
spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan
merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih
dari satu persen (Purba dkk, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO


(2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8%
penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat
kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004
dalam Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta
penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
B. Rumusan Masalah

Bagaimana kegawatdaruratan psikiatri pada perilaku kekerasan ?

C. Tujuan

a. Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan


b. Mengetahui etiologi dari perilaku kekerasan
c. Mengetahui factor penyebab dari perilaku kekerasan
d. Mengetahui rentan respon dari perilaku kekerasan
e. Mekanisme koping dari perilaku kekerasan
f. Mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
g. Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
h. Mengetahui proses terjadinya masalah
i. Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan
atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan
Sundeen, 1998). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
(Towsend, 1998). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. (Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009)

Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan, PK (perilaku kekerasan) adalah


suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat memebahayakan
secara fisik maupun psikologis, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.

B. Etiologi

1. Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Tanda dan Gejala :

a. Mengejek dan mengkritik diri sendiri


b. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
c. Rasa bersalah atau khawatir
d. Manifestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
e. penyalahgunaan zat.
f. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
g. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
h. Menarik diri dari realitas
i. Merusak diri
j. Merusak atau melukai orang lain
k. Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri.

2. Akibat : Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan

Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan bagi keselamatan jiwanya maupun orang lain disekitarnya
(Townsend, 1994). Klien dengan perilaku kekerasan menyebabkan klien
berorientasi pada tindaakan untuk memenuhi secara listrik tuntutan situasi stress,
klien akan berperilaku menyerang, merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan sekitar.

Tanda dan Gejala :

a. Adanya peningkatan aktifitas motoric


b. Perilaku aktif ataupun destruktif
c. Agresif

C. Faktor Penyebab dari Perilaku Kekerasan

1. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu :

a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang


kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Prespitasi

Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

D.Rentang Respon dari Perilaku Kekerasan

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.


Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

1. Respon Adaptif.
a. Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak
senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
b. Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang
dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima
atau menunda sementara sambil menunggu kesempatan yang
memungkinkan. Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam
mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
2. Respon transisi

Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu,
rendah diri atau kurang menghargai dirinya.

3. Respon maladaptif
a. Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan
dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan
masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok,
yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
b. Pasif agresif, adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam,
bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.
c. Aktif agresif, adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras,
cenderung menu0ntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar disertai
kekerasan.
d. Amuk, adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain
atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998).

E. Mekanisme Koping dari perilaku kekerasan

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada


penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain:

a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya


di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
2. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
3. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
4. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

F. Tanda dan Gejala

1. Fisik
a.Muka merah dan tegang
b.Mata melotot/pandangan tajam
c.Tangan mengepal
d.Rahang mengatup
e.Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g.Pandangan tajam
h.Mengatup rahang dengan kuat
i. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a.Bicara kasar
b. Nada suara tinggi, membentak, berteriak
c.Mengancam secara verbal/fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e.Suara keras
f. Ketus

3. Perilaku

a.Melempar/memukul benda/orang lain


b. Menyerang orang lain
c.Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e.Amuk/agresif

4. Emosi

a.Tidak adekuat
b. Merasa tidak aman
c.Rasa terganggu
d. Dendam dan jengkel
e.Bermusuhan
f. Mengamuk
g. Ingin berkelahi
h. Menyalahkan dan menuntut

5. Kognitif

a.Mendominasi
b. Cerewet
c.Kasar
d. Berdebat
e.Meremehkan
f. Sarkasme

6. Sosial

a. Menarik diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Ejekan
e. Sindiran

G. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

H. Proses Terjadinya Masalah

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat,
peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi,
kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan


kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun
psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.

3. Memberontak (acting out).


Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.

4. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan

I. Penatalaksanaan dari perilaku kekerasan

1. Farmakoterapi

a. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)

b. Obat anti depresi, amitriptyline

c. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam

d. Obat anti insomnia, phneobarbital

2. Terapi modalitas

a. Terapi keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah


klien dengan memberikan perhatian:

1) BHSP

2) Jangan memancing emosi klien

3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat

5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami

6) Mendengarkan keluhan klien

7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien

8) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien

9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis


Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:

1) Bawa klien ketempat yang tenang dan aman

2) Hindari benda tajam

3) Lakukan fiksasi sementara

4) Rujuk ke pelayanan kesehatan

b. Terapi kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau


aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien
karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang
lain.

c. Terapi musik

Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan.


Asuhan Keperawatan Jiwa Secara Teori

1. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas

Riwayat ketidakjelasan nama atau identitas serta pendidikan yang rendah,


atau riwayat putus sekolah yang mengakibatkan perkembangan kurang efektif.
Status sosial tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan kontak sosial, misal
pada lansia). Agama dan keyakinan klien tidak bisa menjelaskan aktivitas
keagamaan secara rutin (Mellia Trisyani Putri, 2020)

2. Alasan masuk

Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,


memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri sendiri,
mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami gangguan jiwa
dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara teratur (Keliat,2016).

3. Faktor Predisposisi

a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu


dan pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan
jiwa (Parwati, Dewi & Saputra 2018).
b. Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai
alternative serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa
kerumah sakit jiwa.
c. Trauma. Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
d. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
kalau ada hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan
perawatan.
e. Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya,
penolakan dari lingkungan
4. Fisik

Pengkajian fisik

a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan


bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.
b. Ukur tinggi badan dan berat badan.
c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah)
d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar
dan ketus).

5. Psikososial

a) Genogram

Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan hubungan


klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudah diingat
oleh klien maupun keluarga apa disaat pengkajian.

b) Konsep diri

Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain sehingga klien
merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.

c) Identitas

Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan


pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat kerja dan
dalam lingkungan tempat tinggal

d) Harga diri

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan dengan orang


lain akan terlihat baik, harmoni sata terdapat penolakan atau klien merasa tidak
berharga, dihina, diejek dalam lingkungan
e) Peran diri

Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatau tugas yang


diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan biasanya klien tidak
mampu melaksanakan tugas dan peran tersebut dan merasa tidak berguna.

f) Ideal diri

Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi dan
perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.

6. Hubungan social

a. Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara


b. Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien
berperan aktif dalam kelompok tersebut
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat
keterlibatan klien dalam hubungan masyarakat.

7. Spiritual

a) Nilai dan keyakinan


b) Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan jiwa.
c) Kegiatan ibadah
d) Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.

8. Status mental

a) Penampilan.
b) Biasanya penampilan klien kotor.
c) Pembicaraan.
d) Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan pengkajian
bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung.
e) Aktivitas motoric
f) Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan terlihat
tegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar, tangan
mengepal, dan rahang dengan kuat.
g) Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah dilakukan

h) Efek

Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa sebab

i) Interaksi selama wawancara

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat


bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara dan
mudah tersinggung.

j) Persepsi

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab


pertanyaan dengan jelas.

k) Isi Pikir

Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja.

l) Tingkat kesadaran

Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,

m) Memori

Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang


terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.

n) Kemampuan penilaian

Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang


dan tidak mampu mengambil keputusan

o) Daya fikir diri

Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya

9. Kebutuhan persiapan pulang

a) Makan

Biasanya klien tidak mengalami perubahan


b) BAB/BAK

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada gangguan

c) Mandi

Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci


rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan kotor, dan
klien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.

d) Berpakaian

Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau


berdandan. Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai dan
klien tidak mengenakan alas kaki

e) Istirahat dan tidur

Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti:


menyikat gigi, cucu kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti: merapikan
tempat tidur, mandi atau cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi tidur
klienberubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.

f) Penggunaan obat

Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien


tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.

g) Pemeliharaan kesehatan

Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak


peduli tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.

h) Aktifitas didalam rumah

Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan


makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur biaya
sehari-hari.
10. Mekanisme koping

Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai dengan


tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya tidak
terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat yg ada dirumah.

11. Masalah psikologis dan lingkungan

Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi dengan


lingkungan

12. Pengetahuan

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang


penyakitnya,dan klien tidak mengetahui akibat dari putus obat dan fungsi Dari
obat yang diminumnya.

13. Diagnosa Keperawatan

1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

14. Rencana Tindakan


Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
4.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
4.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
4.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa II: gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.4. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.5. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.6. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi
dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

3. Memberontak (acting out)

4. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.

B. Saran

Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan


masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya. Perawat yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan
tentang kegawatdaruratan psikiatrik pada perilaku kekerasan, diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan klien dan perawat secara
bersama-sama dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa.
Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi . Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Marilyne, Doengoes&townsend, mary, &frances,mary.2006. rencana asuhan


keperawatan psikiatri.Jakarta: EGC.

Ma’rifatul, lilik. 2011. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai