Anda di halaman 1dari 31

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Diajukan Dalam Rangka Untuk Memenuhi Salah Satu


Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing :
Rita Rahayu, S.Kep.,Ners.,M.Kep.,Sp.,Kep.,Jiwa

Disusun Oleh :
Andi Akhirul Rizal 32722001D18010
Ersa Yohana 32722001D18038
Farah Farhanah 32722001D18040
Hasna Fauziyyah 32722001D18046
Nadila Aprilia 32722001D18064
Siti Sabila Suherman 32722001D18106

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT pencipta alam semesta, tidak
lupa sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Karena atas rahmat dan karunia-Nya tugas makalah ini dapat terselesaikan. Tidak
lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengajar Ibu Rita Rahayu,
S.Kep.,Ners.,M.Kep.,Sp.,Kep.,Jiwa dan teman-teman semua yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik tentang “Asuhan


Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Perilaku Kekerasan” Program Studi
Diploma III Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami
materi ini. Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat
bagi siapapun yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran senantiasa kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Sukabumi, 01 April 2021

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisam..............................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan..........................................................................................3
2.2 Rentang Respon Marah.....................................................................................................3
2.3 Hirarki Perilaku Kekerasan...............................................................................................4
2.4 Etiologi..............................................................................................................................5
2.4 Tanda dan Gejala...............................................................................................................7
2.5 Mekanisme Koping...........................................................................................................8
BAB III............................................................................................................................................10
3.1 Pengkajian.......................................................................................................................10
3.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................................17
3.3 Intervensi Keperawatan...................................................................................................20
3.4 Implementasi Keperawatan.............................................................................................23
3.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................................................23
BAB IV.............................................................................................................................................26
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................................26
4.2 Saran................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.18


Tahun 2014 adalah kondisi dimana individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spriritual, dan social sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunikasinya.
Gangguan jiwa adalah sekumpulan perilaku dan psikologis individu yang
menyebabkan terjadinya keadaan tertekan, rasa tidak nyaman, penurunan fungsi
tubuh dan kualitas hidup. Gangguan jiwa menimbulkan beban ganda bagi
mereka yang mengalami penyakit tersebut. Fungsi fisik, psikologis, kognitif,
emosional, dan social sering terganggu oleh proses penyakit. Seseorang yang di
diagnosis dengan penyakit jiwa sering kali harus mengatasi penolakan,
penghindaran, dan bahkan kekerasan fisik yang disebabkan oleh makna budaya
negative yang terkait dengan gangguan jiwa (Tuasikal, dkk, 2019).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, oranglain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
Perilaku Kekerasan atau riwayat Perilaku Kekerasan (Muhith, 2015).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun
oranglain. Sering juga disebut gaduh, gelisah, atau ngamuk dimana seseorang
marah berespon terhadap sesuatu stressor dengan gerakan motoric yang tidak
terkontrol (Yosep, 2016).
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan
mencederai diri sendiri, oranglain, dan merusak lingkungan, keadaab dimana

1
seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik
baik diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Perilaku Kekerasan
2. Bagaimana rentan respon marah
3. Bagaimana Hirarki Perilaku Kekerasan
4. Bagaimana penyebab terjadinya Perilaku Kekerasan
5. Apa saja tanda dan gejala perilaku Perilaku Kekerasan
6. Bagaimana mekanisme koping Perilaku Kekerasan
7. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan resiko Perilaku
Kekerasan

1.3 Tujuan Penulisam


1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu Perilaku Kekerasan
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana rentan respon marah
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana Hirarki Perilaku Kekerasan
4. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penyebab terjadinya resiko
Perilaku Kekerasan
5. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana apa saja tanda dan gejala Perilaku
Kekerasan
6. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana mekanisme koping Perilaku
Kekerasan
7. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana konsep Asuhan Keperawatan
pada klien dengan Perilaku Kekerasan

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan


Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
atau adanya riwayat perilaku kekerasan (Muhith, 2015).
Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun
oranglain. Sering juga disebut gaduh, gelisah, atau ngamuk dimana seseorang
marah berespon terhadap sesuatu stressor dengan gerakan motoric yang tidak
terkontrol (Yosep, 2016).
Pasien yang mengalami resiko perilaku kekerasan adalah orang yang
mempunyai tujuan untuj melukai seseorang, baik secara fisik, maupun
psikologis perilaku kekerasan dapat terjadi secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, oranglain, dan lingkungan (Dermawan dan Rusdi, 2015).
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan yaitu suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, dimana perilaku kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal
maupun fisik disertai tingkah laku tidak terkontrol

2.2 Rentang Respon Marah


Marah yang dialami setiap individu memiliki rentang dimulai dari respon
adaptif sampai maladaftif. Berikut rentang respon pada pasien dengan perilaku
kekerasan (Nurhalimah,2018) :

3
a. Asertif
Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kegagalan.
b. Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan / saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatifnya.
c. Pasif
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasannya, tidak berdaya, dan
menyerah.
d. Agresif
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong
orang laindengan ancaman.
e. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusukan yang kuat dan hilang kontrol, disertai
amuk, merusak lingkungan

2.3 Hirarki Perilaku Kekerasan


Setelah didapatkan respon perilaku pasien, selanjutnya perlu melihat
hierarki perilaku kekerasan untuk mengetahui rendah dan tingginya risiko
perilaku kekerasan pasien melalui tingkah laku pasien (Nurhalimah 2018).

4
1. Memperlihatkan permusuhan rendah
2. Keras menuntut
3. Mendekati orang lain dengan ancaman
4. Memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai
5. Menyentuh orang dengan cara menakutkan
6. Memberi kata-kata ancaman dengan rencana melukai
7. Melukai dalam tingkat ringan tanpa membutuhkan
perawatan medis
8. Melukai dalam tingkat serius dan memerlukan
perawatan medis

2.4 Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang mendasari atau mempermudah
terjadinya perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai
kepercayaan maupun keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap
orang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi perilaku
kekerasan (Direja, 2011).
1. Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon terhadap stimulus eksternal,
internal, maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi di
karenakan seseorang mengalami frustasi.
2. Faktor Biologis
Adanya faktor harediter yaitu adanya anggota keluarga yang
memperlihatkan atau melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan teori biologi, ada
beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku
kekerasan, yaitu sebagai berikut:
a) Pengaruh neurofisiologik
Beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik

5
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respons agresif.
b) Pengaruh biokimia,
Menurut Goldstein dalam Townsend menyatakan bahwa
berbagai neurotransmitter (epineprin, norepineprin, dopamine,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Peningkatan hormone androgen dan
norefineprin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada
cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang
menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetic
Menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya
dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal
(narapidana)
d) Gangguan otak
Sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus
temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (epilepsy
lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
3. Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan social menyatakan bahwa lingkungan sangat
berpengaruh terhadap sikap individu dalam mengekspresikan marah.
Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda
dengan respons-respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan
maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak

6
dapat diterima. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
masyarakat merupakan faktor prediposisi terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stresor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat
disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stresor yang berasal dari luar
dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain–lain. Stresor
yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat
yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam, dan lain–
lain (Sutejo, 2019).
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
faktor pencetus perilaku kekerasan menurut Direja, (2011) adalah sebagai
berikut:
1. Pasien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri pasien
sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising

2.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja (2011) sebagai
berikut :
1. Fisik
Muka merah dan tegang, Mata melotot / pandangan tajam, Tangan
mengepal, Rahang mengatup, Postur tubuh kaku, Pandangan tajam,
Mengatupkan rahang dengan kuat, Jalan mondar-mandir.
2. Verbal

7
Bicara kasar, Suara tinggi, membentak atau berteriak, Mengancam secara
verbal atau fisik, Mengumpat dengan kata-kata kasar, Suara keras, Ketus.
3. Perilaku
Melempar atau memukul benda / oranglain, Menyerang oranglain, Melukai
diri sendiri / oranglain, Merusak lingkungan, Amuk / Agresif.
4. Emosi
Tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

2.5 Mekanisme Koping


Mekanisme koping adalah upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Nurhalimah, 2018).
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri yaitu :
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimana
masyarakat untuk mendorong yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas adonan kue, meninju

8
tembok dan sebagainya, tujuannya untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan oranglain kesukarannya atau keinginan yang tidak baik.
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
3. Respresi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seorang anak yang benci kepada orang tuanya, akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekan dan ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melibatkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan
emosi. Misalnya seorang anak berusia 4 tahun marah karena baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding
rumahnya

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang : Nama perawat, Nama klien, tujuan, waktu,
tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
2) Usia dan No. Rekam Medik
b. Alasan Masuk :
Biasanya alasan utama pasien untuk masuk ke Rumah sakit yaitu
pasien sering mengungkapkan kalimat yang bernada ancaman, kata-
kata kasar, ungkapan ingin memukul serta memecahkan perabotan
rumah tangga. Pada saat berbicara wajah pasien terlihat memerah dan
tegang, pandangan mata tajam, mengatupkan rahang dengan kuat,
mengepalkan tangan. Biasanya tindakan keluarga pada saat itu yaitu
dengan mengurung pasien atau memasung pasien. Tindakan yang
dilakukan keluarga tidak dapat merubah kondisi ataupun perilaku
pasien.
c. Faktor Predisposisi :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan sebelumnya pernah
mendapat perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan masih
meninggalkan gejala sisa, sehingga pasien kurang, dapat beradaptasi
dengan lingkungannya. Biasanya gejala sisa timbul merupakan akibat
trauma yang dialami pasien berupa penganiayaan fisik, kekerasan di
dalam keluarga atau lingkungan, tindakan criminal yang pernah
disaksikan, dialami ataupun melakukan kekerasan tersebut.

10
d. Pemeriksaan Fisik :
Biasanya saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil tekanan darah meningkat, nadi cepat, pernafasan akan
cepat ketika pasien marah, mata merah, mata melotot, pandangan mata
tajam, otot tegang, suara tinggi, nada yang mengancam, kasar dan
kata-kata kotor, tangan mengepal, rahang mengatup serta postur tubuh
yang kaku.
e. Psikososial :
1) Genogram :
Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan keluarga
pasien, apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan
jiwa seperti yang dialami oleh pasien.
2) Konsep Diri
(1) Citra tubuh :
Biasanya tidak ada keluhan mengenai persepsi pasien
terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak disukai.
(2) Identitas diri :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan merupakan
anggota dari masyarakat dan keluarga. Tetapi karena pasien
mengalami gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan maka
interaksi antara pasien dengan keluarga maupun masyarakat
tidak efektif sehingga pasien tidak merasa puas akan status
ataupun masyarakat sehingga pasien dapat melakukan perannya
sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat dengan baik.
(3) Peran diri :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang dapat
melakukan peran dan tuugasnya dengan baik sebagai anggota
keluarga dalam masyarakat.

11
(4) Ideal diri :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan ingin di
perlakukan dengan baik oleh keluarga ataupun masyarakat
sehingga pasien dapat melakukan perannya sebagai anggota
keluarga atau anggota masyarakat dengan baik.
(5) Harga diri :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki
hubungan yang kurang baik dengan oranglain sehingga pasien
merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
(6) Hubungan social :
Biasanya pasien dekat dengan kedua orangtuanya terutama
dengan ibunya. Karena pasien sering marah-marah, bicara kasar,
melempar atau memukul oranglain, sehingga pasien tidak pernah
berkunjung ke rumah tetangga dan pasien tidak pernah
mengikuti kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat.
(7) Spiritual :
a) Nilai keyakinan :
Biasanya pasien meyakini agama yang dianutnya
dengan melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
b) Kegiatan ibadah :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang
(jarang) melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
(8) Status mental penampilan :
Biasanya pasien berpenampilan kurang rapi, rambut acak-
acakan, mulut dan gigi kotor, badan pasien bau.
(9) Pembicaraan :
Biasanya pasien berbicara cepat dengan rasa marah, nada
tinggi, dan berteriak (menggebu-gebu).

12
(10) Aktivitas motoric :
Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-
mandir dengan tangan yang mengepal dan graham yang
mengatup, mata yang merah dan melotot.
(11) Alam perasaan :
Biasanya pasien merasakan sedih, putus asa, gembira
yang berlebihan dengan penyebab marah yang tidak diketahui.
(12) Afek :
Biasanya pasien mengalami perubahan roman muka jika
diberikan stimulus yang menyenangkan dan biasanya pasien
mudah labil dengan emosi yang cepat berubah. Pasien juga
akan bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
(13) Interaksi selama wawancara :
Biasanya pasien memperlihatkan perilaku yang tidak
kooperatif, bermusuhanm serta mudah tersinggung, kontak
mata yang tajam serta pandangan yang melotot. Pasien juga
akan berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya.
(14) Persepsi :
Biasanya pasien mendengar, melihat, meraba, mengecap
sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak diketahui
dan tidak nyata.
(15) Proses atau Arus pikir :
Biasanya pasien berbicara dengan blocking yaitu
pembicaraan yang terhenti tiba-tiba dikarenakan emosi yang
meningkat tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan
kembali.
(16) Isi pikir :

13
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki
phobia atau ketakutan patologis atau tidak logis terhadap objek
atau situasi tertentu.
(17) Tingkat kesadaran :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tingkat
kesadarannya yaitu stupor dengan gangguan motoric seperti
kekakuan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh pasien
dalam sikap yang canggung serta pasien terlihat kacau.
(18) Memori :
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan memiliki
memori yang konfabulasi yaitu pembicaraan yang tidak sesuai
dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar
untuk menutupi gangguan yang dialaminya.
(19) Tingkat konsentrasi dan berhitung :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak
mampu berkonsentrasi, pasien selalu meminta agar pernyataan
diulang / tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
Biasanya pasien pernah menduduki dunia pendidikan, tidak
memiliki masalah dalam berhitung (penambahan maupun
pengurangan).
(20) Kemampuan penilaian :
Biasanya pasien memiliki kemampuan penilaian yang
baik, seperti jika disuruh untuk memiliki mana yang baik
antara makan atau mandi terlebih dahulu, maka ia akan
menjawab mandi terlebih dahulu.
(21) Daya tilik diri :
Biasanya pasien menyadari bahwa ia berada dalam
masa pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang labil.
(22) Kebutuhan persiapan pulang :
a) Makan :

14
Biasanya pasien makan 3x sehari dengan porsi
(daging, lauk pauk, nasi, sayur, buah).
b) BAB / BAK :
Biasanya pasien menggunakan toilet yang
disediakan untuk BAB / BAK dan membersihkannya
kembali.
c) Mandi :
Biasanya pasien mandi 2x sehari dan membersihkan
rambut 1x2 sehari. Ketika mandi pasien tidak lupa untuk
menggosok gigi.
d) Berpakaian :
Biasanya pasien mengganti pakaiannya setiap
selesai mandi dengan menggunakan pakain yang bersih.
e) Istirahat dan Tidur :
Biasanya pasien tidur siding lebih kurang 1 sampai
2 jam, tidur malam lebih kurang 8 sampai 9 jam.
Persiapan pasien sebelum tidur cuci kaki, tangan, dan
gosok gigi.
f) Penggunaan obat :
Biasanya pasien minum obat 3x sehari dengan obat
oral. Reaksi obat pasien dapat tenang dan tidur.
g) Pemeliharaan kesehatan :
Biasanya pasien melanjutkan obat untuk terapinya
dengan dukungan keluarga dan petugas kesehatan serta
orang disekitarnya.
h) Kegiatan di dalam rumah :
Biasanya klien melakukan kegiatan sehari-hari
seperti merapikan kamar tidur, membersihkan rumah,
mencuci pakaian sendiri dan mengatur kebutuhan sehari-
hari.

15
i) Kegiatan di luar rumah :
Biasanya klien melakukan aktivitas diluar rumah
secara mandiri seperti menggunakan kendaraan pribadi
atau kendaraan umum jika ada kegiatan diluar rumah.
(23) Mekanisme koping :
Biasanya data yang di dapat melalui wawancara pada
pasien / keluarga, bagaimana cara pasien mengendalikan diri
ketika menghadapi masalah.
(24) Masalah psikososial dan Lingkungan :
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki
masalah dengan psikososial dan lingkungannya, seperti pasien
yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat
karena perilaku pasien yang membuat orang sekitarnya merasa
ketakutan.
(25) Aspek medik :
Biasanya pasien dengan ekspresi marah perlu
perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun dengan
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan
dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat
anti psikotik seperti Neuroleptika, tetapi meskipun demikian
keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti
agitasi.
(26) Daftar masalah keperawatan :
a) Resiko perilaku kekerasan
b) Resiko tinggi cedera
c) Deficit perawatan diri
d) Hambatan komunikasi

16
e) Gangguan proses pikir
f) Hambatan interaksi social
g) Gangguan identitas diri
h) Distress spiritual

3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Perilaku kekerasan
2) Tindakan keperawatan perilaku kekerasan berdasarkan Nursing
Interventions Classification & Nursing Outcomes Classification
(2016)

Masalah Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan Internal
NOC :
Outcome yang Berhubungan dengan Faktor resiko :
1) Penghentian terhadap kekerasan
2) Perlindungan terhadap kekerasan
3) Pemulihan terhadap kekerasan : emosi
4) Pemulihan terhadap kekerasan : fisik
5) Pemulihan terhadap kekerasan : seksual
6) Tingkat agitasi
7) Perilaku penghentian kekerasan
8) Kognisi
9) Tingkat delirium
10) Tingkat dimensia
11) Control diri terhadap distorsi pemikiran
12) Perilaku penghentian penyalahgunaan obat terlarang
13) Tingkat hiperaktivitas
14) Control terhadap impuls
15) Status neurologis

17
16) Control resiko
17) Control resiko : penggunaan obat
18) Control resiko : penggunaan alcohol
19) Dekteksi resiko
20) Tingkat stress
21) Menahan diri dari bunuh diri
22) Resolusi rasa bersalah
23) Harapan
24) Identitas
25) Fungsi keluarga
26) Integritas keluarga
27) Kesadaran diri
28) Fungsi seksual
29) Identitas seksual
30) Keterampilan interaksi social
31) Keterlibatan social
32) Dukungan social
33) Keinginan untuk hidup
34) Menahan diri dari kemarahan
35) Kesejahteraan pribadi
36) Kualitas hidup
NIC :
Manajemen Perilaku
1) Tentukan motif atau alasan tingkah laku
2) Keseimbangan harapan tingkah laku yang tepat dan
konsekuensinya, berikan pasien tingkat fungsi kognitif dan
kapasitas yang mengontrol diri
3) Komunikasikan tingkah laku yang diharapkan dari pasien dan
konsekuensinya bagi pasien
4) Pindahkan barang berbahaya dari lingkungan sekitar pasien

18
5) Berikan pengekangan atau pembebat dengan cara yang tepat untuk
membatasi pergerakan dan kemampuan untuk mulai menyakiti diri
sendiri
6) Sediakan terus menerus pengecekan terhadap pasien dan
lingkungannya
7) Komunikasikan resiko kepada petugas kesehatan lain
8) Intruksikan pasien untuk melakukan strategi koping dengan cara
yang tepat
9) Antisipasi situasi pemicu yang mungkin membuat pasien menyakiti
diri dan lakukan pencegahan 10. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi dan atau perasaan yang mungkin memicu
perilaku menyakiti diri
10) Lakukan kontrak dengan pasien untuk tidak menyakiti diri dengan
cara yang tepat
11) Dukung pasien untuk mencari penyedia perawatan dan
membicarakan dengan penyedia perawatan saat kejadian menyakiti
diri terjadi
12) Ajarkan dan kuatkan pasien untuk melakukan tingkah laku koping
yang efektif dan untuk mengekspresikan perasaan dengan cara yang
tepat
13) Berikan pengobatan, dengan cara yang tepat, untuk menurunkan
cemas, menstabilkan alam perasaan / mood, dan menurunkan
stimulasi diri
14) Gunakan pendekatan yang tenang dan tidak menghukum saat
menghadapi perilaku menyakiti diri
15) Hindari memberikan penguatan positif pada perilaku menyakiti
yang dilakukan pasien
16) Sebelumnya menetapkan konsekuensi apabila pasien masih
melakukan tingkah laku menyakiti diri

19
17) Terapkan pasien pada lingkungan yang lebih terlindungi misalnya
area terbatas atau seklusi jika impuls menyakiti diri / tingkah laku
menyakiti diri muncul
18) Bantu pasien, dengan cara yang tepat, untuk mengetahui tingkat
fungsi kognitifnya dalam rangka mengidentifikasi dan
mengamsusikan tanggung jawab terhadap konsekuensi dari perilaku
yang dilakukan
19) Bantu pasien untuk mengidentifikasi koping strategi yang lebih
tepat yang dapat digunakan dan bagaimana konsekuensinya
20) Monitor pasien terkait dengan efek samping pengobatan dan hasil
yang diinginkan
21) Sediakan pendidikan pengobatan untuk pasien atau standar
operasional
22) Sediakan petunjuk bagaimana jika tingkah laku menyakiti diri
terjadi diluar lingkungan perawatan bagi keluarga diri sendiri dan
oranglain
23) Monitor pasien untuk adanya impuls menyakiti diri yang mungkin
memburuk mejadi pikiran atau sikap bunuh diri

Menurut Badan PPSDM, (2013) tindakan keperawatan perilaku


kekerasan pada pasien dan keluarga yaitu :

3.3 Intervensi Keperawatan


1) Tindakan keperawatan dengan pendekan Strategi Pelaksanaan (SP)
pada pasien.
 Strategi Pelaksanaan (SP) pertemuan 1 pada pasien :
Mengidentifikasi perilaku kekerasan, dan melatih cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 & 2.
(a) Membina hubungan saling percaya
(b) Menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1 & 2

20
(c) Tanyakan bagaimana oerasaan klien setelah melakukan
kegiatan
(d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik 1 & 2
 Strategi Pelaksaan (SP) pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara minum obat (6 benar)
(a) Evaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara latihan fisik 1 & 2
(b) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara minum obat (6 benar)
(c) Tanyakan bagaimana perasaan klien setelah melakukan
kegiatan
(d) Masukkan pada jadwal kegiatan harian minum obat (6
benar)
 Strategi Pelaksanaan (SP) pertemuan 3 pada pasien :
Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara verbal yaitu : Mengungkapkan, cara meminta, dan menolak
dengan benar
(a) Evaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara latihan fisik 1 & 2 dan minum obat (6 benar)
(b) Menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal : Mengungkapkan,
meminta, dan menolak dnegan benar
(c) Berikan pujian setelah melakukan kegiatan
(d) Tanyakan bagaimana perasaan klien setelah melakukan
kegiatan
(e) Masukkan pada jadwal kegiatan harian mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara verbal
 Strategi Pelaksanaan (SP) pertemuan 4 pada pasien :

21
Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
spritiual (2 kegiatan)
(a) Evaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara latihan fisik 1 & 2, minum obat (6 benar), dan cara
verbal
(b) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasa cara
spiritual (2 kegiatan)
(c) Berikan pujian setelah klien melakukan kegiatan
(d) Tanya perasaan klien setelah melakukan kegiatan
(e) Memasukkan pada jadwal kegiatan harian untuk latihan
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
2) Tindakan keperawatan dengan pendekatan Strategi Pelaksaan (SP) pada
keluarga
 Strategi Pelaksanaan (SP) pertemuan 1 pada keluarga
(a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
(b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala beserta proses
terjadinya perilaku kekerasan
(c) Menjelaskan cara merawat perilaku kekerasan
(d) Melatih salah satu cara merawat perilaku kekerasan
denagn cara latihan fisik 1 & 2
(e) Anjurkan keluarga membantu pasien sesuia jadwal dan
memberi pujian
 Strategi Pelaksaan (SP) pertemuan 2 pada keluarga
(a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi serta
merawat dan melatih pasien fisik 1 & 2
(b) Beri pujian pada keluarga
(c) Menjelaskan dan melatih keluarga cara memberikan obat
(6 benar)

22
(d) Anjurkan keluarga membantu pasien dalam memberikan
obat (6 benar) sesuai jadwal
 Strategi Pelaksanaan (SP) pertemuan 3 pada keluarga
(a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi serta
merawat, melatih pasien fisik 1 & 2 dan minum obat (6
benar)
(b) Beri pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(c) Menjelaskan dan melatih keluarga cara membimbing
pasien perilaku kekerasan dengan cara verbal :
Mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan baik
(d) Anjurkan keluarga melatih pasien dengan cara verbal
sesuai jadwal
 Strategi Pelaksanaan (SP) pertemuan 4 pada keluarga
(a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi serta
merawat, melatih pasien fisik 1 & 2, minum obat (6
benar), dan cara verbal
(b) Beri pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(c) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat,
tanda kambuh, dan rujuk pasien segera
(d) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan
sesuai jadwal dan berikan pujian

3.4 Implementasi Keperawatan


Adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di
tetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan
untuk menciptakan saling percaya dan saling membantu, kemampuan
melakukan teknik, psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistemis,
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
kemampuan evaluasi.

23
3.5 Evaluasi Keperawatan
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keparawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SOAP sebagai pola pikir.

- (S) merupakan respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan


yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan
“Bagaimana perasaan ibu setelah latihan fisik nafas dalam?”
- (O) merupakan respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku
klien pada saat tindakan dilakukan atau menanyakan kembali apa yang
telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil
observasi
- (A) merupakan analisis ulang atas data subjektif atau objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru
atau data kontra indikasi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dan tujuan
- (P) merupakan perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis
pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut
oleh perawat

Menurut Badan PPSDM (2013), evaluasia keberhasilan tindakan


keperawatan yang sudah dilakukan untuk pasien dan keluarga perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :

a. Pasien mampu :
1) Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, dan akibat dari perilaku
kekerasan
2) Mengontrol perilaku kekerasan sesuai jadwal :
a) Secara fisik : Tarik nafas dalam dan pukul bantal / Kasur
b) Terapi psikofarmaka : Minum obat (6 benar)
c) Secara verbal : Mengungkapkan, meminta, dan menolak
dengan baik
d) Secara spiritual
3) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah
perilaku kekerasan
b. Keluarga mampu :

24
1) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat perilaku
kekerasan (Pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan)
2) Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
3) Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
4) Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku
kekerasan
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan
6) Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah
perilaku kekerasan pasien
7) Melakukan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat,
mengenal tanda kambuh, dan melakukan rujukan

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Seseorang yang di diagnosis dengan penyakit jiwa sering kali harus
mengatasi penolakan, penghindaran, dan bahkan kekerasan fisik yang
disebabkan oleh makna budaya negative yang terkait dengan gangguan jiwa.
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai
diri sendiri, orang lain, dan merusak lingkungan, keadaan dimana seseorang
individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik diri
sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
Pasien yang mengalami resiko perilaku kekerasan adalah orang yang
mempunyai tujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik, maupun
psikologis perilaku kekerasan dapat terjadi secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Tanda dan gejala dari prilaku kekerasan
yaitu fisik, verbal, prilaku, emosi, intelektual, spiritual, social.

4.2 Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini, makalah ini dapat bermanfaat
bagi yang membacanya dan dapat di gunakan sebagai pedoman pembelajaran.

26
27
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bamdung: Refika


Aditama

Direja, A.H. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Jatmika Putra, Yogi Triana, Purwaningsih Ni Komang. 2020. Hubungan Komunikasi


Terapeutik dan Risiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali. Volume 2 Nomor 1.

Nurhalimah. 2018. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.

Sutejo. 2019. Keperawatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

(Termini et al., 2020)Termini, E., Description, F. P., Street, D., Id, B. S., Schedule,
E., Code, F. F., Funds, F., Code, S. F., Funds, S., Funds, L., Funds, T., Lindsay,
D. S., Nosek, B. A., Key, I., Order, N., County, C., District, A., County, M.,
Works, P., … Components, A. P. (2020).

Untari Silvia N, Kartina Irna. 2020 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Resiko Perilaku Kekerasan.

Yosep, H. Iyus & Titin Sutini. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama

28

Anda mungkin juga menyukai