Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG FLAMBOYAN


RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Oleh :

MAHASISWA PROFESI
(KELOMPOK 3)

1. EKA RESITA SARI (40221015)


2. ELMA YUSTIKA A. (40221016)
3. ETIK DWI R0HMITA (40221018)
4. FANESA KUSUMASTINI DEA S. (40221019)
5. FARIZA ABADI (40221020)
6. LINDA KRISDAYANTI (40221029)
7. PRITA RIZKITA (40221037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan proposal TAK pada perilaku
kekerasan
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan proposal ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan proposal ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari dosen pembimbing agar kami dapat memperbaiki proposal
ini.

Akhir kata kami berharap semoga proposal “TAK perilaku kekerasan” ini dapat
memberikan manfaat bagi seluruh pihak.

Surabaya, 27 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
A. Konsep Perilaku Kekerasan ................................................................................ 3
1. Definisi .......................................................................................................... 3
2. Penyebab ....................................................................................................... 3
3. Rentang respon marah ................................................................................... 4
4. Gejala marah ................................................................................................. 5
5. Perilaku marah .............................................................................................. 6
6. Mekanisme koping ........................................................................................ 7

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk social, yang terus menerus membutuhkan adanya orang lain. Salah
satu kebutuhan manusia untuk melakukan interkasi dengan sesame manusia. Interaksi ini dilakukan
tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu,
sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan individu untuk interaksi dengan
orang lain.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh
seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan. Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressivebehavior) yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Diperkirakan sekitar 60%
penderita perilaku kekerasan (Wirnata, 2012). Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
yang ekstrim dari marah atau ketakutan. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang
sebagai rentang dimana agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan disisi yang lain.
Suatu keadaan yang me nimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini yang
mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan kekuatan emosi secara mendalam tersebut
terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus.
Berdasarkan data nasional Indonesia tahun 2017 dengan resiko perilaku kekerasan sekitar 0,8
% atau dari 10.000 orang. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa angka kejadian resiko perilaku
kekerasan sangatlah tinggi. Dampak yang dapay ditimbulkan oleh pasien yang mengalami resiko
perilaku kekerasan adalah dapat mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko perilaku
kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan dengan melakukan ancaman,
mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat merusak lingkangan sekitar. Tanda dan gejala
resiko perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku
dan social. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat denyut nadi dan pernapasan meningkat
mudah tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain. Sehingga
adapun upaya-upaya penanganan perilaku kekerasan yaitu mengatasi strees termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri,
bersama pasien mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan dan terapi
medik.

4
Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita
bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas
kesehatan yang telah dilatih. Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi
dengan sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok yaitu agar
pasien dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan
kebutuhannya memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan memberikan
respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat berinteraksi dengan orang lain dan
dapat merasakan arti berhubungan dengan orang lain.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak
konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang respon
kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK) pasien dengan perilaku
kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien
yang mengikuti terapi ini adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan
sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok lain.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan
2. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik.
c. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara social.
d. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan spiritual.
e. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum obat.

BAB II
PEMBAHASAN

5
A. Konsep Perilaku Kekerasan
1. Definisi
perilaku kekerasan adalah respon kemarahan yang maladaptif dalam bentuk perilaku
menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya secara verbal maupun nonverbal
mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi (Siauta et al,2020)
Perilaku kekerasan berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaitu dari
memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah sampai pada melukai dalam tingkat serius
dan membahayakan (Siauta et al,2020).
Perilaku kekerasan merupakan suatu kemarahan yang diekspresikan oleh individu
secara berlebihan sehingga tidak dapat dikendalikan baik secara verbal maupun non dan
dapat mencederai diri, orang lain serta merusak lingkungan (Suerni & Livana, 2019).
2. Etiologi
Menurut (Keliat, 2012) penyebab Risiko Perilaku Kekerasan ada dua faktor antara lain:
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,
dihina, dan dianiaya. Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika tidak mampu mengendalikan frustasi tersebut maka, dia
meluapkannya dengan cara kekerasan.
2) Perilaku Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering melihat
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini memancing individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan kontrol
social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (permisive).
4) Bioneurologis Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobusfrontal,
Lobustemporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi

6
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan. Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak,
lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
3. Tanda dan gejala
Menurut Yosep (2010) tanda dn gejala dari perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik: muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,
postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
2. Verbal: bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara fisik,
mengumpat dengan kata-kata kotor
3. Perilaku: melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang lain atau
melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
4. Emosi: tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
6. Spiritual: merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial: menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran

4. Rentang respon marah

7
Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim
dari marah atau ketakutan ( panik ).

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa

a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.

b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif.

c. Pasif : indivi du tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol.

e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi
dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya
ingin menyampaikan pesan bahwa ia” tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa
tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon
normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).

5. Patifisiologi

Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal

8
ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa
marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain.
Selain memberikan rasa lega, ketegangan akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat
teratasi. Rasa marah diekspresikan secara destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif,
menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat
menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep,
2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat,
individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa
marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama,
pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan yang destruktif yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).

6. Pohon masalah

Damaiyanti.2014

7. Gejala marah

Wade (2007) mengatakan gejala-gejala pada seseorang yang memiliki kemarahan


meliputi:

a. Denyut nadi secara kencang

b. Jantung berdetak keras

c. Rahang terasa kaku

9
d. Otot menjadi tegang

e. Sekujur tubuh terasa panas

f. Mengepalkan tinju

g. Berjalan cepat-cepat

h. Gelisah

i. Tidak bisa istirahat

j. Bicara lebih cepat dan keras

k. Berfikir akan mengamuk atau balas dendam

8. Perilaku marah

Bhave dan Saini (2009) berpendapat bahwa emosi marah yang diekspresikan dengan
perilaku yang tidak efektif muncul sebagai akibat dari adanya persepsi yang salah mengenai
lingkungan.

Cara-cara yang biasa digunakan dalam mengekspresikan rasa marah (Goleman, 1997)
adalah sebagai berikut:

a. Repression: Mengalami perasaan marah tetapi segera melupakan perasaan marahnya.

b. Displacement: Memiliki perasaan marah terhadap seseorang atau benda yang sebenarnya
bukan orang atau benda tersebut target dari amarahnya.

c. Controlling: Menahan dan mengendalikan secara emosional badai amarah yang sedang
berlangsung dalam dirinya.

d. Suppression: Mengalami perasaan marah tetapi dipendam, sehingga tidak ada


pengekspresian marah tersebut.

e. Quiet Crying: Penekanan perasaan marah dengan tanpa proses verbal atau fisik. Cara ini
dapat meredakan emosi amarah dan mengubahnya menjadi kesedihan dan perasaan sakit
dalam diri orang tersebut.

f. Assertive Confrontation: Suatu respon langsung yang tegas terhadap seseorang atau
benda yang membuat atau membangkit amarah.

10
g. Overreaction: Merusak atau menyakiti secara fisik suatu benda atau seseorang yang
sebenarnya benda atau orang tersebut bukan sasaran amarah yang sesungguhnya.

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi ketika pasien mengalami perilaku kekerasan adalah:

1.Bunuh diri.
2.Perilaku merusak diri, serta melukai diri sendiri.
3.Depresi.
4.Penyalahgunaan alkohol, obat atau resep obat.
5.Kemiskinan.
6.Tidak punya tempat tinggal.
7.Masalah dengan keluarga.
8.Ketidakmampuan bekerja atau hadir di sekolah.
9.Masalah kesehatan akibat pengiobatan antipsikotik.
10.Menjadi korban kekerasan atau menjadi pelaku.
11.Penyakit jantung, kerap dikaitkan dengan perokok berat

10. Mekanisme koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu
dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketagangan
akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
c. Resepsi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
11
Misalnya: seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan bisaanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
11. Penatalaksanaan
Penanganan yang dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan yaitu dengan cara
medis dan non medis. Terapi medis yang dapat diberikan kepada pasien yaitu Haloperidol 5
mg (2x1), Trihexyphenidyl 2 mg (2x1), Risperidone 2 mg (2x1), dan Chlorpromazine 1 mg
(1x1) (Silvia & Kartika, 2020). Untuk terapi non medis seperti terapi generalis, untuk
mengenal masalah perilaku kekerasan secara fisik : nafas dalam dan pukul bantal, minum obat
secara teratur, berkomunikasi verbal dengan baik-baik, spiritual : beribadah sesuai keyakinan
pasien dan terapi aktivitas kelompok (Hastuti, Agustina, & Widiyatmoko, 2019).
12. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah sebagai dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan
melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Saputri & Mar’atus, 2021)
Analisa Data Dengan melihat data subyektif dan objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi pasien. Dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat
diketahui penyebab, affeck dari masalah tersebut. Dari 12 hasil analisa data inilah
dapat ditentukan diagnosa keperawatan (Hasannah, 2019).
b. Diagnose keperawatan
Perilaku kekerasan
12
c. Intervensi Keperawatan perilaku kekerasan

PERENCANAAN INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
TUM 1. Klien mau membalas 1. Beri salam/ panggil nama
Klien Tidak mencederai diri salam 2. Sebutkan nama perawat
sendiri 2. Klien mau menjabat sambal jabat tangan
tangan 3. Jelaskan maksud hubungan
TUK 3. Klien mau menyebutkan interaksi
1. Klien dapat membina nama 4. Jelaskan tentang kontrak
hubungan saling percaya 4. Klien mau tersenyum yang akan dibuat
5. Klien mau Kontak mata 5. Beri rasa aman dan sikap
6. Klien mau mengetahui empati
nama perawat
2. Klien dapat 1. Klien mengungkapkan 1. Beri kesempatan untuk
mengientifikasi penyebab perasaannya mengungkapkan
perilaku kekerasan 2. Klien dapat perasaannya
mengungkapkan penyebab 2. Bantu klien untuk
perasaan jengkel/ kesal mengungkapkan penyebab
(dari diri sendiri, orang perasaan jengkel/ kesal.
lain , lingkungan)
3. Klien dapat 1. Klien dapat Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi tanda dan mengungkapkan perasaan mengungkapkan perilaku
perilaku kekerasan saat marah/ jengkel kekerasan yang biasa dilakukan
2. Klien dapat menyimpulkan klien ( verbal, pada oranglain,
tanda dan gejala jengkel pada lingkungan, dan pada diri
kesal yang dialaminya sendiri)
4. Klien dapat 1. Klien dapat 1. Bantu klien bermain peran
mengidentifikasi perilaku mengungkapkan perilaku sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa
dilakukan dilakukan dilakukan
2. Klien dapat bermain peran 2. Bicarakan dengan klien
sesuai perilaku kekerasan apakah dengan cara yang
yang biasa dilakukan klien lakukan
3. Klien dapat mengetahui masalahnya bisa selesai.
cara yang biasa dilakukan
untuk menyelesaikan
Masalah

13
5. Klien dapat Klien dapat menjelaskan akibat 1. Bicarakan akibat/kerugian
mengidentifikasi akibat dari cara yang digunakan klien dari cara yang dilakukan
perilaku kekerasan - akibat pada klien sendiri klien
- akibat pada orang lain 2. Bersama klien
- akibat pada lingkungan menyimpulkan akibat dari
cara yang diakukan oleh
klien

14
3. Tanyakan pada klien
apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang
sehat.
6. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan Kegiatan Fisik
mendemonstrasikan cara contoh pencegahan perilaku yang biasa dilakukan klien
fisik untuk mencegah kekerasan secara fisik 2. Beri pujian atas kegiatan
periaku kekerasan 2. Tarik napas dalam fisik yang biasa diakukan
3. Pukul Kasur/ bantal Dll: klien
Kegiatan Fisik 3. Dsikusikan du acara fisik
yang paling mudah
dilakukan untuk mencegah
perilaku kekerasan, yaitu
Tarik napas dalam dan
kukul Kasur/bantal.
4. Klien dapat 1. Diskusikan cara malakukan
mendemonstrasikan cara Tarik napas dalam dengan
fisik untuk mencegah klien
perilaku kekerasan 2. Beri contoh kepada klien
3. Minta klien untuk
mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali
4. Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam
5. Tanyaan perasaan klien
setelah selesai
6. Anjurkan klien untuk
menggunakan cara yang
telah dipelajari saat marah/
jengkel
7. Lakukan hal yang sama
dengan no 1-6 untuk cara
fisik lain di pertemuan lain

5. Klien Mempunyai jadwal 1. Diskusikan dengan klien


untuk melatih cara mengenai frekuensi latihan
pencegahan fisik yang yang akan dilakukan
telah dipelajari sebelumnya sendiri oleh klien
2. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara
yang telah dipelajari
6. Klien mengevaluasi 1. Klien mengealuasi
kemampuannya dalam pelaksanaan latihan, cara
pencegahan perilaku

15
melakukan cara fisik sesuai kekerasan yang telah
jadwal yang telah disususn dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self-evaluation)
2. Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan
latihan
3. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
4. Tanyakan kepada klien
apakah kegiatan cara
pencegahan peilaku
kekerasan dapat
mengurangi perasaan
marah.
7. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan cara bicara
mendemonstrasikan cara cara bicara (verbal) yang yang baikdengan klien
sosial untuk mencegah baik dalam mencegah 2. Beri contoh cara bicara
perilaku kekerasan perilaku kekerasan yang baik
2. Meminta dengan baik 3. -Meminta dengan baik
3. Menolak dengan baik 4. -menolak dengan baik
4. Mengungkapkan perasaan 5. -mengungkapkan perasaan
dengan baik dengan baik
5. Klien dapat 1. Minta klien mengikuti
mendemonstrasikan cara contoh cara bicara yang
verbal yang baik baik
-meminta dengan baik
“saya minta uang untuk beli
makan”
-Menolak dengan baik:
“maaf, saya tidak dapat
melakukannya karena ada
kegiatan lain.”
-Mengungkapakan perasaan
denagn baik
“saya meyesal karena
permintaan saya tidak
dikabulkan” disertai suara
yang rendah
2.Minta klien mengulang
sendiri
3. Beri pujian atas keberhasilan
klien
6. Klien mempunyai jadwal 1. Diskusikan dengan Klien
untuk melatih cara bicara tentang waktu dan kondisi
yang baik caa bicara yang dapat
dilatih diruangan, misalnya
16
17
meminta obat, baju, dll.;
menolak ajakan merokok,
tidak tidur pada waktunya,
menceritakan kekesalan
pada perawat.
2. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari

7. Klien Melakukan evaluasi 1. Klien mengevaluasi


terhadap kemampuan cara pelaksanaan cara bicara
bicara yang sesuai dengan yang baik dengan
jadwal yang telah disusun mengisi jadwal kegiatan
(self evaluation).
2. Validasi kemampuan klien
dalam melaksnaka latihan
3. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
4. Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang
baik?” Apakah keinginan
marah berkurang?”
8. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutan Diskusikan kegiatan ibadah
mendemonstrasikan cara kegiatan ibadah yang biasa yang biasa dilakukan
spiritual untuk mencegah dilakukan
perilaku kekerasan 2. Klien dapat 1. Bantu klien dlam menilai
mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang akan
kegiatan ibadah yang dipilih dilakukan
2. Memimnta klien
mendemnstrasikan kegiatan
ibadah yang dipilih
3. Beri pujian atas
keberhaasilan klien
3. Klien mempunyai jadwal 1. Diskusikan dengan klien
untuk melatih kegatan tentang waktu pelaksanaan
ibadah kegiatan ibadah
2. Susun jadwal kegiatan
untuk meatih kegiatan
ibadah

4. Klien melakukan evaluasi 1. Klien mengevaluasi


terhadap kemampuan pelaksanaan kegiatan
melakukan kegiatan ibadah ibadah dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self-evaluation).

18
2. Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan
latihan
3. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
4. Tanyakan kepada klien :
“bagaimana perasaan bdi
setelah tertaur
melaksanakan ibadah?
Apakah keinginan marah
berkurang?”
9. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 2. Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan jenis, dosis, dan waktu tentang jenis obat yang
kepatuhan minum obat minum obat serta manfaat diminumnya (nama, warna,
untuk mencegah perilaku dari itu (prinsip 5 benar : besarnya); waktu minum
kekerasan benar orang, obat, dosis, obat (jika 3 kali pukul
waktu, cara pemberian) 07.00, 13.00, 19.00);cara
minum obat.
3. Diskusikan dengan klien
tentang manfaat minum
obat secara teratur:
-Beda perasaan sebelum
minum obat dan sesudah
minum obat
-jelaskan baha dosis hanya
boleh diubah oleh dokter
-jelaskan mengenai akibat
minum obat yag tidak
teratur misalnya
penyakitnya kambuh

2 Klien mendemonstrasikan 1. Disukusikan tentang proses


kepatuhan minum obat sesuai minum obat
jadwal yang ditetapkan a. klien meminta obat
kepada perawat (jika
dirumah sakit), kepada
keluarga (jika
dirumah)
b. klien memeriksa obat
sesuai dosisnya
c. klien meminum obat
pada waktu yang tepat
2. Susun jadwal mium obat
Bersama klien

19
3. Klien mngevaluasi 1. Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam pelaksanaan minum obat
mematuhi minum obat dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-
evaluation)
2. Vaidasi pelaksanaan
minum obat klien
3. Beri pujian atas
keberhasilan klien
4. Tanyakan kepada klien :
“bagaimana perasaan Budi
denagn minum obat secara
teratur? Apakah keinginan
marah berkurang?”
10. Klien dapat mengikuti 1. Klien mengikuti TAK: 2. Anjurkan klien untuk ikut
TAK: Stimulasi Persepsi Stimulasi persepsi sensori TAK: Stimulasi persepsi
pencegahan perilaku pencegahan perilaku sensori pencegahan
kekerasan kekerasan perilaku kekerasan
3. Klien mengikuti TAK:
Stimulasi persepsi sensori
pencegahan perilaku
kekerasan
4. Diskusikan dengan klien
tentang kegiatan selama
TAK
5. Fasilitasi klien untuk
mempraktikkan hasil
kegiatan TAK dan beri
pujian atas
keberhasilannya.
2 Klien mempunyai jadwal 1. Diskusikan dengan klien
TAK: Stimulasi persepsi tentang jadwal kegiatan
sensori pencegahan perilaku TAK
kekerasan 2. Masukkan jadwal kegiatan
TAK dalam jadwal
kegiatan harian klien
3. Klien melakukan evaluasi 1. Klien mengevaluasi
terhadap pelaksanan TAK pelaksanaan TAK
dangan mengisi jadwal
kegiatan harian
2. Validasi kemampuan klien
dalam mengikuti TAK
3. Beri pujian atas
kemampuan mengikuti
TAK

20
4. Tanyakan kepada klien :
bagaimana perasaan Budi
seteah ikut TAK?”
11. Klien mendapat dukungan 1. Keluarga dapat 2. Identifikasi kemampuan
keluarga dalam melakukan mendemonstrasikan cara keluarga dalam merawat
cara pencegahan perilaku merawat klien klien sesuai dengan yang
kekerasan telah dilakukan keluarga
terhadap klien selama ini
3. Jelaskan keuntungan peran
serta keluarga dalam
merawat klien
4. Jelaskan cara-cara merawat
klien
a. terkait dengan cara
mengontrol perilaku
marah secara konstriktif
b. sikap dan cara bicara
c. membantu klien
mengenal penyebab
marah dan pelaksanaan
cara pencegahan
perilaku kekerasan
5. Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien
6. Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaanya setelah
melakukan demonstrasi
7. Anjurkan keluarga
mempraktikkannya pada
klien selama dirumah
sakitdan melanjutkannya
setelah pulang ke rumah.

21
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN

Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga


SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK keluarga dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi PK yg dilakukan 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan
4. Mengidentifikasi akibat PK gejala, serta proses terjadinya PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK 3. Menjelaskan cara Merawat Pasien PK
6. Membantu pasien mempraktekkan
latihan cara mengontrol fisik I
7. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP II p SP II k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
pasien merawat pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara fisik II merawat langsung kepada pasien
3. Menganjurkan pasien memasukkan PK
dalam jadwal kegiatan harian
SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas di rumah termasuk minum
2. Melatih pasien mengontrol PK dg obat (discharge planning)
cara verbal 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Menganjurkan pasien memasukkan Pulang
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dg
cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP V p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :Ansi Offest .


Bhave, S.Y., & Saini, S. 2009. Anger Management. New Delhi : Sage
Publications India Pvt Ltd.

Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional); Mengapa


EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Iyus, Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta : Refika Aditama

Keliat, Budi Anna., Akemat. 2012. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta:EGC
Wade, C dan Tavris, C. 2007.Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Pardede, J. A., Sirait, D., Riandi, R., Emanuel, P., & Laia, R. 2016. Ekspresi Emosi
Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Idea Nursing
Journal, 7(3), 53-61.
Siauta, Moomina., Tuasikal, Hani., & Embuai, Selpina. 2020. Upaya Mengontrol
Perilaku Agresif Pada Perilaku Kekerasan Dengan Pemberian Rational
Emotive Behavior Therapy. Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol 8 (1)
Suerni, Titik., Livana. 2019. Respon Perilaku Kekerasan. Jurnal Penelitian Perawat
professional, Vol 1 (1)
Wade, C dan Tavris, C. 2007.Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

23

Anda mungkin juga menyukai