“Perilaku Kekerasan”
KELOMPOK 4:
1. Dwi Suci Ramadani Putri
2. Mutia Alesa
3. Rabiatul Izzati Aluvira
4. Vinha Wahyu Marsillia
DOSEN PENGAMPU:
Ns. Helena Patricia, M.Kep
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat
Nya kami bisa menyelasaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah PRAKTEK KEPERAWATAN
JIWA tentang “perilaku kekerasan”. Kami juga berterima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi untuk tersajinya makalah ini. Kami selaku
penyusun makalah ini menyadari bawa dalam penyajian makalah ini masih minim
dan jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami senantiasa megharapkan masukan dari para pembaca
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan
datang. Atas perhatian, kami ucapkan terimakasih.
Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................3
B. Etiologi..........................................................................................................7
C. Tanda dan Gejala........................................................................................10
D. Pohon Masalah............................................................................................11
F. Penatalaksanaan Medis...............................................................................12
KASUS GANGGUAN JIWA DAN ROLE PLAY PADA KASUS PERILAKU
KEKERASAN PADA Sdr.T..................................................................................16
A. Kasus...........................................................................................................16
B. Asuhan Keperawatan..................................................................................16
1. Pengkajian...................................................................................................16
2. Analisa Data................................................................................................17
3. Pohon Masalah............................................................................................18
4. Intervensi....................................................................................................19
5. Evaluasi.......................................................................................................28
C. Role Play.....................................................................................................29
BAB III..................................................................................................................32
PENUTUP..............................................................................................................32
A. Kesimpulan.................................................................................................32
B. Saran............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat yang membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran
diri, misalnya : memaki-maki orang disekitarnya, membanting–banting
barang, mencederai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah,
mobil dan sepeda motor.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah berfluktuasi sepanjang rentang
adaptif dan maladaptif. Bila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku
agresif dan menantang, biasanya dilakukan individu karena merasa kuat. Cara
demikian dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan
menimbulkan tingkah laku yang destruktif, sehingga menimbulkan perilaku
kekerasan yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan dan bahkan
akan merusak diri sendiri.
Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif, yang
timbul sebagai akibat dari kegagalan sehingga menimbulkan frustasi. Hal ini
akan memicu individu menjadi pasif dan melarikan diri atau respon melawan
dan menentang. Perilaku kekerasan yang ditampakkan dimulai dari yang
rendah sampai tinggi, yaitu agresif yang memperlihatkan permusuhan keras
dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan kata-kata
ancaman tanpa niat melukai sampai pada perilaku kekerasan atau gaduh
gelisah.
Perawat harus mampu memutuskan tindakan yang tepat dan segera,
terutama jika klien berada pada fase amuk. Kemampuan perawat
berkomunikasi secara terapeutik dan membina hubungan saling percaya
sangat diperlukan dalam penanganan klien marah pada semua fase amuk /
perilaku kekerasan. Dengan dasar ini perawat akan mempunyai kesempatan
untuk menurunkan emosi dan perilaku amuk agar klien mampu merubah
perilaku marah yang destruktif menjadi perilaku marah yang konstruktif.
Berdasarkan uraian diatas, kami menulis makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Perilaku Kekerasan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari perilaku kekerasan?
2. Apakah etiologi dari perilaku kekerasan?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari perilaku kekerasan?
4. Bagaimanakah pohon masalah dari perilaku kekerasan?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan medis masalah perilaku kekerasan?
6. Bagaimanakah pengkajian dari perilaku kekerasan?
7. Apakah diagnosa yang dapat ditegakkan dari perilaku kekerasan?
8. Apa sajakah intervensi yang dapat dilaksanakan dari diagnosa perilaku
kekerasan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
2. Untuk mengetahui etiologi dari perilaku kekerasan
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
4. Untuk mengetahui pohon masalah dari perilaku kekerasan
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis masalah perilaku kekerasan
6. Untuk mengetahui pengkajian dari perilaku kekerasan
7. Untuk mengetahui diagnosa yang dapat ditegakkan dari perilaku kekerasan
8. Untuk mengetahui intervensi yang dapat dilaksanakan dari diagnosa
perilaku kekerasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Keadaan dimana seseorsng mennunjukkan perilaku yang actual melakukan
kekerasan yang ditujukan pada diri sendiri/ orang lain secara verbal maupun
non verbal dan pada lingkungan.
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah
hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai
respon terhadap perasaan terancam baik berupa ancaman serangan fisik atau
konsep diri.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2002). Sehingga
dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan :
1. Respon emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang
meningkat dan dirasakan sebagai ancaman.
2. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).
3. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive
behaviour) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-
benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun
perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon
terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau ancaman yang
memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu perilaku kekerasan
sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa tindakan
menyerang, merusak, hingga membunuh. Agresi tidak selalu diekspresikan
berupa tindak kekerasan menyerang orang lain, agresivitas terhadap diri
sendiri, serta penyalahgunaan narkoba hingga tindakan bunuh diri juga
merupakan suatu bentuk perilaku agresi. Perilaku kekerasan atau agresif
merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, maka perilaku
kekerasan dapat dibagi menjadi dua menjadi perilaku kekerasan verbal dan
fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma social dan budaya lingkungannya.
Rentang kemarahan dapat berfluktasi dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Rentang respon kemarahan (Keliat, 2003) dapat digambarkan
sebagai berikut :
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-agression Theory : Teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi prilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi, hampir
semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif : mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup.
Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme
koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman
tersebut :
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk
pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Sosial Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka
semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi, seseorang akan berespon
terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh
internal : orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton
film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak
menonton, seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es krim
kemudian ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah. Anak
tersebut akan belajar bahwa bila ia marah, maka ia akan mendapatkan apa
yang ia inginkan. Contoh eksternal : seorang anak menunjukkan prilaku
agresif setelah melihat seseorang dewasa mengekspresikan berbagai
bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka. Kultural dapat pula
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan
marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor Biologis
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan
prilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada impuls
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, mengeram, dan hendak
menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi, terjadi kerusakan
fungsi sistim limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indra
penciuman dan memori). Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan
perilaku agresif: serotonin, dolpamin, norepinefrin, asetilkoin, dan asam
amino GABA. Factor-factor yang mendukung adalah : 1) masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan, 2) sering mengalami kegagalan, 3)
kehidupan yang penuh tindakan agresif, dan 4) lingkungan yang tidak
kondusif (bising, padat).
d. Perilaku
Reinforcment yang terima pada saat melakukan kekerasan dan sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 1996).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila merasa
dirinya terancam. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak
menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena
itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasinya.
Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal :
serangan secara fisik, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan
adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor eksternal :
gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan
terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut perawat klien, maka
factor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya
diri.
b. Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi sosial.
Faktor presipitasi bersumber dari klien, lingkungan, atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai atau pekerjaan , dan kekerasan merupakan factor penyebab lain.
Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula pemicu perilaku
kekerasan (Keliat, 1996).
D. Pohon Masalah
F. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes RI
(2000), jenis obat psikofarmaka adalah :
a. Clormromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham dan gejala-gejala
lain yang biasanya terdapat pada penderita skizoprenia, mania depresif,
gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles de
la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari yang
terbagi 6-15 mg untuk keadaan berat. Kontraindikasinya depresi system
saraf pusat atau keadaan koma, penyakit Parkinson, hipersensitif
terhadap haloperidol. Efek sampingnya sering mengantuk, kaku, tremor,
lesu, letih, gelisah.
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanaanya manifestasi psikosa khususnya gejala
skioprenia.
d. ECT ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2. Tindakan keperawatan
Keliat (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga
dalam mengatasi marah klien, yaitu :
a. Latihan secara non verbal / perilaku
Arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak dan tidak
menyebabkan cedera pada klien itu sendiri seperti bantal, kasur, dst.
b. Latihan secara social atau verbal
bantu klien relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan
pernapasan 2 x / hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan napas.
Kemudian berteriak, menjerit untuk melepaskan perasaan marah. Bisa
juga mengatasi marah dengn dilakukan tiga cara, yaitu : mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar. Bantu melalui humor. Jaga humor tidak
menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran
dan diskusi cara umum yang sesuai.
c. Metode TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)
Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan
dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta
pemulihan kesehatan jiwa. Selain itu, dinamika kelompok tersebut
membantu pasien meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi
perilaku maladaptif.
Secara umum fungsi kelompok adalah sebagai berikut.
1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.
2. Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain.
3. Merupakan proses menerima umpan balik.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan
mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan terjadi interaksi
satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling bergantung, dan
terjalin satu persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga terbentuk
suatu sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat interaksi,
interelasi, dan interdependensi.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi
bagi anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk menerima
dan memberikan umpan balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara
baru untuk meningkatkan respons sosial, serta harga diri. Keuntungan
lain yang diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan
pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan
meningkatkan hubungan interpersonal.
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi
dengan sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas
kelompok yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara
bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan kebutuhannya
memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan
memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan
dengan orang lain (Bayu, 2011).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Wilson dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri (Keliat, 2009).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu
sebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural
ekspresi marah yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering
diekspresikan secara tidak langsung (Sumirta, 2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui
tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah (Yosep,
2010).
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi
ini adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku
kekerasan sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak
mengganggu anggota kelompok lain.
KASUS GANGGUAN JIWA DAN ROLE PLAY PADA KASUS PERILAKU
KEKERASAN PADA Sdr.T
A. Kasus
Sdr.T (19 tahun) datang ke RSJ karena di rumah ia sering menyendiri,
marah-marah dan sering memukul-mukul diri ke tembok. Di awal pengkajian Sdr.
T mengatakan “aku ini sangat bodoh dan sangat memalukan. Kepandaianku
sebanding dengan kebodohan seekor keledai”. 2 minggu sebelum MRS Sdr.T
suka menyendiri dikamar, tak mau berinteraksi dengan orang lain, tak mau makan
minum dan mandi. Hal ini terjadi sejak ia mendapat kabar buruk tentang dirinya.
Sdr.T yang pandai dalam semua bidang pelajaran menerima hasil UJIAN
NASIONAL yang menyatakan bahwa dirinya TIDAK LULUS ujian yang sangat
membuatnya malu dan merasa sangat bodoh dan membuatnya syok. Sdr.T
mengatakan “mengapa ini terjadi padaku? Tuhan tidak adil. Sdr.T selalu memukul
orang yang menayakan tentang ketidaklulusannya.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Data demografi
a. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan
klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b. Usia dan nomor rekam medik
c. Perawat menuliskan sumber data yang didapat
2. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
3. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
4. Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari individu
dengan gangguan mood
5. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri klien
a. Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)
b. Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebut
c. Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat kegelisahan,
keparahan gangguan mood)
d. Sistem pendukung yang ada
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami, dan riwayat
penyalahgunaan zat.
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau
keluarga tentang gejala, medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan mood,
tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
2. Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
DS: klien merasa tidak berguna, Gangguan konsep diri: harga diri rendah
merasa kosong
DO: kehilangan minat melakukan
aktivitas
DS: klien merasa minder kepada Isolasi sosial: menarik diri
kedua adiknya, sedih yang
berlebihan
DO: klien menghindar dan
mengurung diri
DS: Klien mengatakan benci atau perilaku kekerasan terhadap orang lain
kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras,pandangan tajam.
DS : Klien mengatakan benci atau Risiko tinggi mencederai orang lain
kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras,pandangan tajam.
3. Pohon Masalah
Mencederai diri sendiri dan orang lain
Berduka disfungsional
Isolasi Sosial
Core Problem
Perilaku kekerasan
4. Intervensi
N Diagnosis Perencanaan Intervensi
O Tujuan Kriteria Hasil
1 Perilaku TUM:
kekerasan Klien tidak 1. Klien mau membalas salam
1.1.1 1. Beri salam atau anggil
mencederai diri 2 . KLien mau menjabat nama
sendiri tangan 1.1.2 2. Sebutkan nama perawat
TUK: 3. Klien mau menyebutkan sambil jabat tangan
Klien
dapat nama 1.1.3 3. Jelaskan maksud
membina 4. Klien mau tersenyum
hubungan interaksi
hubungan saling 5. Klien mau kontak mata1.1.4 4. Jelaskan tentang kontrak
percaya .6 Klien mau mengetahui yang akan dibuat
nama perawat 1.1.5 5. Beri rasa aman dan sikap
empati
1.1.6 6. Lakukan kontak singkat
tapi sering
2. Klien dapat 1. Klien mengungkapkan 1. Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya mengungkapkan
penyebab perilaku 2. Klien dapat perasaannya
kekerasan mengungkapkan perasaan 2. Bantu klien
jengkel ataupun kesal mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel atau kesal
5. Evaluasi
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
c. Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik
d. Klien mampu dan berupaya untuk memenuhi personal hygiene
e. Klien dapat meningkatkan harga diri
f. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
g. Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif dari
masalahnya
h. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
i. Klien mampu meningkatkan produktifitas dan membuat jadwal harian
C. Role Play
Di sebuah kamar pasien Pav I no 3. Datanglah seorang perawat.
ORIENTASI
Suster : “Selamat pagi mas? Perkenalkan nama saya ners Gabby nur inayah, biasa
dipanggil ners Gabby, kalo boleh tau mas namanya siapa?suka di panggil apa?”
Pasien : (Diam saja sambil melotot)
Suster : “Mas, perkenalkan nama saya ners Gabby, mas namanya siapa?”
Pasien : “TARMIN”(dengan nada ketus)
Suster : “Ooh.. mas Tarmin, mas Tarmin hari ini kabarnya bagaimana?”
Pasien: (diam)
Suster : “mas Tarmin, suster nanya nih”
Pasien : (Diam)
Suster : “Kenapa mas Tarmin? Lagi tidak enak badan ta? Kok diam saja?”
Pasien : (Diam)
Suster : “Yaudah kalo mas Tarmin tidak mau berbicara sekarang, 10 menit lagi
suster kembali, suster harap mas Tarmin sudah mau bicara”
10 menit kemudian
KERJA
Suster : “Loh(muka kaget) mas Tarmin kok kepalanya dibentur2in, jangan dong
mas..”
Pasien: (Sambil membentak suster) “Biarin, Percuma saya hidup, saya ini orang
yang gak berguna, orang bodoh”
Suster : (Berusaha menarik pasien dari tembok) “Siapa yang bilang mas Tarmin
ini tidak berguna?”
Pasien: “Saya ini gak berguna!!!!”(sambil teriak)
Suster : “Di dunia ini tidak ada yang tidak berguna mas Tarmin, semua yang di
ciptakan oleh Tuhan pasti ada manfaatnya. Apalagi mas Tarmin masih
mempunyai tubuh yang lengkap”.
Pasien: (tertunduk)
Suster :”Begini saja mari suster ajak mas Tarmin jalan-jalan ke taman,
bagaimana?”
Pasien: “Ngapain?”
Suster: “Biar pikiran mas Tarmin tenang tidak marah-marah lagi.”
Pasien: (Pasien mau menerima ajakan suster).
Di Taman
Suster: Mas gimana uda bisa merasa tenang belum perasaannya sekarang?
Pasien: (termenung)
Suster: Mas kalau boleh suster tau sebenarnya ada apa kok mas mengatakan
bahwa mas itu tidak berguna?
Pasien: Saya merasa malu dan tidak berguna sus sebab saya tidak lulus
UJIAN..bodoh soal begitu saja saya tidak lulus..
Suster: Mas kegagalan itu bukan akhir segalanya tapi kegagalan itu adalah
keberhasilan yang tertunda.
Pasien: Tapikan tetep aja gagal. (lalu mengepalkan tangan dan seolah ingin
memukul tanah)
Suster: Tenang ya Mas Tamin ! apa yang membuat Tamin kesal?
Pasien : Saya kesal kalau ada yang tanya-tanya sama saya tentang ketidaklulusan
saya. Rasanya ingin saya pukul saja mereka.
Suster : Ooh, begitu. Mas Tamin ini kesal kalau ada yang menanyakan tentang
ketidaklulusan itu ya. sekarang coba dipikirkan, memukul seseorang yang tidak
bersalah itu perilaku yang baik atau tidak?
Pasien : Tidak sus.
Suster : Yaa bagus. Itu perilaku yang tidak baik. Itu kan bisa melukai orang itu.
Selain itu, tangan Mas Tamin kan bisa jadi sakit atau luka. Bagaimana menurut
Tamin?
Pasien : Iya ya sus. Tidak ada gunanya juga memukul orang lain. Malah membuat
tangan saya pegal pegal.
Suster : Baiklah, kalau begitu.. mari suster ajarkan cara untuk mencegah Mas
Tamin melakukan kekerasan. Kalau timbul rasa kesal pada diri Mas Tamin,
sesegera mungkin tarik napas dalam. Instruksikan diri Mas Tamin untuk tenang.
Ayo sekarang dicoba ¡
Pasien : (Mempraktekkan nafas dalam)
TERMINASI
Suster : Ya bagus. Sekarang bagaimana perasaan Tamin?
Pasien : Kalau saya masih merasa kesal bagaimana, Sus?
Suster : Kalau Tamin masih kesal, cobalah untuk mengekspresikannya ke benda
yang tidak bahaya. Memukul bantal misalnya. Ayo sekarang dicoba !
Pasien : Begini sus? Iya sus, saya lega sekarang
Suster : Naaah.. bagus. Begitu kan lebih baik. Tamin bisa mempraktekkan 2 cara
tadi kalau Tamin sedang kesal. Apakah Tamin sudah mengerti?
Pasien : Iya sus (menganggukkan kepala)
Suster : Oke. ¡ suster yakin Tamin bisa mengendalikan emosi dengan baik. Kalau
begitu, sesuai kontrak tadi bahwa kita mengobrol 10 menit saja. Sekarang sudah
10 menit, suster melanjutkan pekerjaan suster ya. Tamin bisa mencari kesibukan
yang lain.
Pasien : Baik sus.
Suster : Besok suster akan menemui Tamin lagi untuk menanyakan 2 cara yang
tadi sudah suster ajarkan sudah Tamin kerjakan atau belum. Tamin mau kita
bertemu kapan dan di mana?
Pasien : Pagi jam 9 sus. Di taman.
Suster : Baik pagi jam 9, di taman ya. Sampai bertemu besok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan respon emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman,
ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas), serta perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam baik berupa
ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan marah berfluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya.
B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku
kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan,
intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat
meredam kemarahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Candra, I Wayan, dkk. 2017. Modul Praktikum Jiwa Mahasiswa Semester V Prodi
D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar. Denpasar : Jurusan
Keperawatan Poltekkes Denpasar
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Andi
Pello, Agnes. 2017. Terapi Aktivitas Kelompok (Tak) Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan.
Stuart, GW dan SJ Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. St Louis : Mosby Year Book
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Yusuf, Ah. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.