Anda di halaman 1dari 36

PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA

“Perilaku Kekerasan”

KELOMPOK 4:
1. Dwi Suci Ramadani Putri
2. Mutia Alesa
3. Rabiatul Izzati Aluvira
4. Vinha Wahyu Marsillia

DOSEN PENGAMPU:
Ns. Helena Patricia, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat
Nya kami bisa menyelasaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah PRAKTEK KEPERAWATAN
JIWA tentang “perilaku kekerasan”. Kami juga berterima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi untuk tersajinya makalah ini. Kami selaku
penyusun makalah ini menyadari bawa dalam penyajian makalah ini masih minim
dan jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami senantiasa megharapkan masukan dari para pembaca
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan
datang. Atas perhatian, kami ucapkan terimakasih.

Padang, 13 Oktober 2021

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................3
B. Etiologi..........................................................................................................7
C. Tanda dan Gejala........................................................................................10
D. Pohon Masalah............................................................................................11
F. Penatalaksanaan Medis...............................................................................12
KASUS GANGGUAN JIWA DAN ROLE PLAY PADA KASUS PERILAKU
KEKERASAN PADA Sdr.T..................................................................................16
A. Kasus...........................................................................................................16
B. Asuhan Keperawatan..................................................................................16
1. Pengkajian...................................................................................................16
2. Analisa Data................................................................................................17
3. Pohon Masalah............................................................................................18
4. Intervensi....................................................................................................19
5. Evaluasi.......................................................................................................28
C. Role Play.....................................................................................................29
BAB III..................................................................................................................32
PENUTUP..............................................................................................................32
A. Kesimpulan.................................................................................................32
B. Saran............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat yang membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran
diri, misalnya : memaki-maki orang disekitarnya, membanting–banting
barang, mencederai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah,
mobil dan sepeda motor.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah berfluktuasi sepanjang rentang
adaptif dan maladaptif. Bila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku
agresif dan menantang, biasanya dilakukan individu karena merasa kuat. Cara
demikian dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan
menimbulkan tingkah laku yang destruktif, sehingga menimbulkan perilaku
kekerasan yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan dan bahkan
akan merusak diri sendiri.
Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif, yang
timbul sebagai akibat dari kegagalan sehingga menimbulkan frustasi. Hal ini
akan memicu individu menjadi pasif dan melarikan diri atau respon melawan
dan menentang. Perilaku kekerasan yang ditampakkan dimulai dari yang
rendah sampai tinggi, yaitu agresif yang memperlihatkan permusuhan keras
dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan kata-kata
ancaman tanpa niat melukai sampai pada perilaku kekerasan atau gaduh
gelisah.
Perawat harus mampu memutuskan tindakan yang tepat dan segera,
terutama jika klien berada pada fase amuk. Kemampuan perawat
berkomunikasi secara terapeutik dan membina hubungan saling percaya
sangat diperlukan dalam penanganan klien marah pada semua fase amuk /
perilaku kekerasan. Dengan dasar ini perawat akan mempunyai kesempatan
untuk menurunkan emosi dan perilaku amuk agar klien mampu merubah
perilaku marah yang destruktif menjadi perilaku marah yang konstruktif.
Berdasarkan uraian diatas, kami menulis makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Perilaku Kekerasan”.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari perilaku kekerasan?
2. Apakah etiologi dari perilaku kekerasan?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari perilaku kekerasan?
4. Bagaimanakah pohon masalah dari perilaku kekerasan?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan medis masalah perilaku kekerasan?
6. Bagaimanakah pengkajian dari perilaku kekerasan?
7. Apakah diagnosa yang dapat ditegakkan dari perilaku kekerasan?
8. Apa sajakah intervensi yang dapat dilaksanakan dari diagnosa perilaku
kekerasan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
2. Untuk mengetahui etiologi dari perilaku kekerasan
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
4. Untuk mengetahui pohon masalah dari perilaku kekerasan
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis masalah perilaku kekerasan
6. Untuk mengetahui pengkajian dari perilaku kekerasan
7. Untuk mengetahui diagnosa yang dapat ditegakkan dari perilaku kekerasan
8. Untuk mengetahui intervensi yang dapat dilaksanakan dari diagnosa
perilaku kekerasan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Keadaan dimana seseorsng mennunjukkan perilaku yang actual melakukan
kekerasan yang ditujukan pada diri sendiri/ orang lain secara verbal maupun
non verbal dan pada lingkungan.
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah
hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai
respon terhadap perasaan terancam baik berupa ancaman serangan fisik atau
konsep diri.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2002). Sehingga
dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan :
1. Respon emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang
meningkat dan dirasakan sebagai ancaman.
2. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).
3. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive
behaviour) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-
benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun
perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon
terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau ancaman yang
memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu perilaku kekerasan
sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa tindakan
menyerang, merusak, hingga membunuh. Agresi tidak selalu diekspresikan
berupa tindak kekerasan menyerang orang lain, agresivitas terhadap diri
sendiri, serta penyalahgunaan narkoba hingga tindakan bunuh diri juga
merupakan suatu bentuk perilaku agresi. Perilaku kekerasan atau agresif
merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, maka perilaku
kekerasan dapat dibagi menjadi dua menjadi perilaku kekerasan verbal dan
fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma social dan budaya lingkungannya.
Rentang kemarahan dapat berfluktasi dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Rentang respon kemarahan (Keliat, 2003) dapat digambarkan
sebagai berikut :

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Ngamuk


(kekerasan)

Assertif Mengungkapkan marah Karakter assertif sebagai berikut :


tanpa menyakiti, melukai 1. Moto dan Kepercayaan : yakni bahwa
perasaan orang lain, tanpa diri sendiri berharga demikian juga
merendahkan harga diri orang lain. Assertif bukan berarti selalu
orang lain menang, melainkan dapat menangani
situasi secara efektif. Aku punya hak,
demikian juga orang lain.
2. Pola komunikasi : efektif, pendengar
yang aktif. Menetapkan batasan dan
harapan. Mengatakan pendapat sebagai
hasil observasi bukan penilaian.
Mengungkapkan diri secara langsung
dan jujur. Memperhatikan perasaan
orang lain.
3. Karakteristik : tidak menghakimi.
Mengamati sikap daripada menilainya.
Mempercayai diri sendiri dan orang
lain. Percaya diri, memiliki kesadaran
diri, terbuka, fleksibel, dan akomodatif.
Selera humor yang baik, mantap,
proaktif, inisiatif. Berorientasi pada
tindakan. Realistis dengan cita-cita
mereka.
4. Isyarat bahasa tubuh (non-verbal cues),
terbuka, dan gerak-gerik alami. Atentif ,
ekspresi wajah yang menarik, kontak
mata yang langsung, percaya diri.
Volume suara yang sesuai. Kecepatan
bicara yang beragam.
5. Isyarat Bahasa (Verbal Cues)
a. “Aku memilih untuk...”
b. “Alternatif apa yang kita miliki?”
6. Konfrontasi dan Pemecahan Masalah
a. Bernegosiasi, menawar, menukar,
dan kompromi
b. Mengkonfrontir, masalah pada saat
terjadi
c. Tidak ada perasaan negatif yang
muncul.
7. Perasaan yang dimiliki, yaitu :
antusiame, mantap, percaya diri dan
harkat diri, terus termotivasi, tahu
dimana mereka berdiri (Keliat, 1996)
Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan terhadap
orang assertif orang-orang dengan karakter assertif ini
adalah :
1. Hargai mereka dengan mengatakan
bahwa pandangan yang akan kita
sampaikan barangkali telah pernah
dimiliki oleh mereka sebelumnya.
2. Sampaikan topik dengan rinci dan jelas
karena mereka adalah pendengar yang
baik.
3. Jangan membicarakan sesuatu yang
bersifat penghakiman karena mereka
adalah orang yang sangat menghargai
setiap pendapat orang lain.
4. Berikan mereka kesempatan untuk
meyampaikan pokok-pokok pikiran
dengan tenang dan runtun.
5. Gunakan intonasi suara variatif karena
mereka menyukai hal ini.
6. Berikan beberapa alternatif jika
menawarkan sesuatu karena mereka
tidak suka sesuatu yang berifat kaku.
7. Berbicaralah dengan penuh percaya diri
agar dapat mengimbangi mereka.
Frutasi Adalah respon yang timbul Frustasi dapat dialami sebagai suatu
akibat gagal mencapai tujuan ancaman dan kecemasan. Akibat dari
atau keinginan. ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
Pasif Sikap permisif / pasif adalah Salah satu alasan orang melakukan permisif
respon dimana individu tidak / pasif adalah karena takut / malas / tidak
mampu mengungkapkan mau terjadi konflik.
perasaan yang dialami , sifat
tidak berani mengemukakan
keinginan dan pendapat
sendiri, tidak ingin terjadi
konflik karena takut akan
tidak disukai atau menyakiti
perasaan orang lain.
Agresif Sikap agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat menghukum,
membela diri sendiri dengan kasar, menyalahkan, atau menuntut. Hal ini
melanggar hak orang lain termasuk mengancam, melakukan kontak
fisik, berkata-kata kasar, komentar
menyakitkan dan juga menjelek - jelekkan
orang lain dibelakang. Sikap agresif
merupakan perilaku yang menyertai marah
namun masih dapat dikontrol. Orang agresif
biasanya tidak mau mengetahui hak orang
lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri. Agresif
memperlihatkan permusuhan, keras dan
menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberi kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien masih dapat
mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
Kekerasan Disebut sebagai gaduh Perilaku kekerasan ditandai dengan
gelisah atau amuk menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman melukai
disertai melukai di tingkat ringan dan yang
paling berat adalah melukai merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan
diri. Mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini, individu
dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain (Keliat, 2002).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-agression Theory : Teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi prilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi, hampir
semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif : mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup.
Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme
koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman
tersebut :
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk
pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Sosial Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui
observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka
semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi, seseorang akan berespon
terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh
internal : orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton
film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak
menonton, seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es krim
kemudian ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah. Anak
tersebut akan belajar bahwa bila ia marah, maka ia akan mendapatkan apa
yang ia inginkan. Contoh eksternal : seorang anak menunjukkan prilaku
agresif setelah melihat seseorang dewasa mengekspresikan berbagai
bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka. Kultural dapat pula
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan
marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor Biologis
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan
prilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada impuls
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, mengeram, dan hendak
menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi, terjadi kerusakan
fungsi sistim limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indra
penciuman dan memori). Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan
perilaku agresif: serotonin, dolpamin, norepinefrin, asetilkoin, dan asam
amino GABA. Factor-factor yang mendukung adalah : 1) masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan, 2) sering mengalami kegagalan, 3)
kehidupan yang penuh tindakan agresif, dan 4) lingkungan yang tidak
kondusif (bising, padat).
d. Perilaku
Reinforcment yang terima pada saat melakukan kekerasan dan sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 1996).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila merasa
dirinya terancam. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak
menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena
itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasinya.
Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal :
serangan secara fisik, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan
adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor eksternal :
gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan
terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut perawat klien, maka
factor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya
diri.
b. Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi sosial.
Faktor presipitasi bersumber dari klien, lingkungan, atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai atau pekerjaan , dan kekerasan merupakan factor penyebab lain.
Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula pemicu perilaku
kekerasan (Keliat, 1996).

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien
dan didukung dengan hasil observasi.
1. Data Subjektif :
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul / melukai
2. Data Objektif :
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Mengatup rahang dengan kuat
e. Mengepalkan tangan
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Berdebat
i. Mondar-mandir
j. Memaksakan kehendak
k. Memukul jika tidak senang
l. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit
m. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua
pasien berada pada risiko tinggi
n. Memperlihatkan permusuhan
o. Melempar atau memukul benda atau orang lain.
Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda-tanda marah adalah sebagai
berikut :
a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam),
jengkel.
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan / kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat
e. Social : menarik diri, pengasingan , penolakan, kekerasan, ejekan, dan
humor.

D. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan Effect


lingkungan

Risiko Perilaku Kekerasan Core Problem

Gangguan Konsep Diri Causa


(Sumber : Keliat, B.A., 2009)

E. Prinsip Asuhan Keperawatan


1. Manajemen kritis (Stuart dan Sundeen, 1995) 1) Amati perilaku klien
secara sering.
a. Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan untuk
bunuh diri.
b. Tentukan maksud dan alat-alat yang memungkinkan untuk   bunuh
diri.
c. Dapatkan kontrak verbal atau tertulis dari pasien yang menyatakan
persetujuan untuk tidak mencelakakan diri sendiri yang menyetujui
untuk mencari staf pada keadaan di mana pemikiran ke arah tersebut
timbul.
d. Bantuan pasien mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk 
menerima perasaan tersebut sebagai milik sendiri.
e. Bertindak sebagai model peran untuk ekspresi.
f. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya.
g. Coba untuk mengarahkan perilaku kekerasan fisik untuk ansietas
pasien.
h. Usahakan untuk tetap bersama pasien jika tingkat kegelisahan dan
tegangan mulai meningkat.
i. Staf harus memperhatikan dan menyampaikan dengan sikap yang
tenang.
j. Sediakan staf yang cukup yang dapat memperhatikan kekuatan  pada
pasien.
k. Berikan obat penenang sesuai pesanan dokter.
l. Pembatasan-pembatasan mekanis.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes RI
(2000), jenis obat psikofarmaka adalah :
a. Clormromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham dan gejala-gejala
lain yang biasanya terdapat pada penderita skizoprenia, mania depresif,
gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles de
la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari yang
terbagi 6-15 mg untuk keadaan berat. Kontraindikasinya depresi system
saraf pusat atau keadaan koma, penyakit Parkinson, hipersensitif
terhadap haloperidol. Efek sampingnya sering mengantuk, kaku, tremor,
lesu, letih, gelisah.
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanaanya manifestasi psikosa khususnya gejala
skioprenia.
d. ECT ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2. Tindakan keperawatan
Keliat (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga
dalam mengatasi marah klien, yaitu :
a. Latihan secara non verbal / perilaku
Arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak dan tidak
menyebabkan cedera pada klien itu sendiri seperti bantal, kasur, dst.
b. Latihan secara social atau verbal
bantu klien relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan
pernapasan 2 x / hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan napas.
Kemudian berteriak, menjerit untuk melepaskan perasaan marah. Bisa
juga mengatasi marah dengn dilakukan tiga cara, yaitu : mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar. Bantu melalui humor. Jaga humor tidak
menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran
dan diskusi cara umum yang sesuai.
c. Metode TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)
Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan
dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta
pemulihan kesehatan jiwa. Selain itu, dinamika kelompok tersebut
membantu pasien meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi
perilaku maladaptif.
Secara umum fungsi kelompok adalah sebagai berikut.
1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.
2. Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain.
3. Merupakan proses menerima umpan balik.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan
mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan terjadi interaksi
satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling bergantung, dan
terjalin satu persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga terbentuk
suatu sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat interaksi,
interelasi, dan interdependensi.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi
bagi anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk menerima
dan memberikan umpan balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara
baru untuk meningkatkan respons sosial, serta harga diri. Keuntungan
lain yang diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan
pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan
meningkatkan hubungan interpersonal.
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi
dengan sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas
kelompok yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara
bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan kebutuhannya
memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan
memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan
dengan orang lain (Bayu, 2011).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Wilson dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri (Keliat, 2009).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu
sebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural
ekspresi marah yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering
diekspresikan secara tidak langsung (Sumirta, 2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui
tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah (Yosep,
2010).
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi
ini adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku
kekerasan sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak
mengganggu anggota kelompok lain.
KASUS GANGGUAN JIWA DAN ROLE PLAY PADA KASUS PERILAKU
KEKERASAN PADA Sdr.T

A. Kasus
Sdr.T (19 tahun) datang ke RSJ karena di rumah ia sering menyendiri,
marah-marah dan sering memukul-mukul diri ke tembok. Di awal pengkajian Sdr.
T mengatakan “aku ini sangat bodoh dan sangat memalukan. Kepandaianku
sebanding dengan kebodohan seekor keledai”. 2 minggu sebelum MRS Sdr.T
suka menyendiri dikamar, tak mau berinteraksi dengan orang lain, tak mau makan
minum dan mandi. Hal ini terjadi sejak ia mendapat kabar buruk tentang dirinya.
Sdr.T yang pandai dalam semua bidang pelajaran menerima hasil UJIAN
NASIONAL yang menyatakan bahwa dirinya TIDAK LULUS ujian yang sangat
membuatnya malu dan merasa sangat bodoh dan membuatnya syok. Sdr.T
mengatakan “mengapa ini terjadi padaku? Tuhan tidak adil. Sdr.T selalu memukul
orang yang menayakan tentang ketidaklulusannya.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Data demografi
a.   Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan
klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b.  Usia dan nomor rekam medik
c.   Perawat menuliskan sumber data yang didapat
2. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b.  Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
3. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a.   Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b.  Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami
c.   Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d.   Riwayat pengobatan
e.   Penyalahgunaan obat dan alkohol
f.    Riwayat pendidikan dan pekerjaan
4.  Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari individu
dengan gangguan mood
5.  Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri klien
a.    Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)
b.    Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebut
c.     Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat kegelisahan,
keparahan gangguan mood)
d.    Sistem pendukung yang ada
e.     Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami, dan riwayat
penyalahgunaan zat.
6.  Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau
keluarga tentang gejala, medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan mood,
tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
2. Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
DS: klien merasa tidak berguna, Gangguan konsep diri: harga diri rendah
merasa kosong
DO: kehilangan minat melakukan
aktivitas
DS: klien merasa minder kepada Isolasi sosial: menarik diri
kedua adiknya, sedih yang
berlebihan
DO: klien menghindar dan
mengurung diri
DS: Klien mengatakan benci atau perilaku kekerasan terhadap orang lain
kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika    sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras,pandangan tajam.
DS : Klien mengatakan benci atau Risiko tinggi mencederai orang lain
kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika    sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras,pandangan tajam.

3. Pohon Masalah
Mencederai diri sendiri dan orang lain

Gangguan Harga diri kronis

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Berduka disfungsional

Isolasi Sosial

Core Problem
Perilaku kekerasan
4. Intervensi
N Diagnosis Perencanaan Intervensi
O Tujuan Kriteria Hasil
1 Perilaku TUM:
kekerasan Klien tidak     1. Klien mau membalas salam
1.1.1       1. Beri salam atau anggil
mencederai diri      2 . KLien mau menjabat nama
sendiri tangan 1.1.2       2. Sebutkan nama perawat
TUK: 3. Klien mau menyebutkan sambil jabat tangan
     

Klien
        dapat nama 1.1.3       3. Jelaskan maksud
membina 4. Klien mau tersenyum
      hubungan interaksi
hubungan saling     5. Klien mau kontak mata1.1.4       4. Jelaskan tentang kontrak
percaya        .6 Klien mau mengetahui yang akan dibuat
nama perawat 1.1.5       5. Beri rasa aman dan sikap
empati
1.1.6      6. Lakukan kontak singkat
tapi sering
2.    Klien dapat 1. Klien mengungkapkan 1. Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya mengungkapkan
penyebab perilaku 2. Klien dapat perasaannya
kekerasan mengungkapkan perasaan 2. Bantu klien
jengkel ataupun kesal mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel atau kesal

3.    Klien dapat 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien


mengidentifikasi mengungkapkan perasaan mengungkapkan apa yang
tanda dan gejala saat marah atau jengkel dialami dan dirasakannya
perilaku 2. Klien dapat menyimpulkan saat jengkel atau marah
kekerasan tanda dan gejala jengkel atau 2. Observasi tanda dan
kesal yang dialaminya gejala perilaku kekerasan
pada klien
3. Simpulkan bersama klien
yanda dan gejala jengkel
atau kesal yang dialami
klien
4.    Klien dapat 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapkan perilaku mengungkapkan perilaku
perilaku kekerasan yang biasa kekeraan yang biasa
kekerasan yang dilakukan dilakukan klien
biasa dilakukan 2. Klien dapatbermain peran 2. Bantu klien bermain
sesuai perilaku kekerasan peran sesuai perilaku
yang biasa dilakukan kekerasan yang biasa
3. Klien dapat menngetahui dilakukan
cara yang biasa dilakukan 3. Bicarakan dengan klien
untuk menyelesaikan masalah apakah dengan cara klien
lakukan masalahnya selesai
5.    Klien dapat 1. Klien dapat menjelaskan 1. Bicarakan akibat atau
mengidentifikasi akibat dari cara yang kerugian dari cara yang
akibat perilaku digunakan klien: akibat pada dilakukan klien
kekerasan klien sendiri, akibat pada 2. Bersama klien
orang lain, dan akibat pada menyimpulkan akibat dari
lingkungan cara yang dilakukan klien
3. Tanyakan pada klien
apakah dia ingin
mempelajari cara baru yang
sehat
6.    Klien dapat 1. klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan kegiatan fisik
mendemonstrasi- contoh pencegahan perilaku yang biasa dilakukan klien
kan cara fisik kekerasan secara fisik: tarik 2. Beri pujian atas kegiatan
untuk mencegah napas dalam, pukul kasur, fisik yang biasa dilakukan
perilaku dan bantal klien
kekerasan 2. Klien dapat 3. Diskusikan dua cara fisik
mendemonstrasikan cara fisik yang paling mudah untuk
untuk mencegah perilaku mencegah perilaku
kekerasan kekerasan
3. Klien mempunyai jadwak 4. Diskusikan cara
untuk  melatih cara melakukan tarik napas
pencegahan fisik yang telah dalam dengan klien
dipelajari sebelumnya 5. Beri contoh klien cara
4. Klien mengevaluasi menarik napas dalam
kemampuannya dalam 6. Minta klien untuk
melakukan cara fisik sesuai mengikuti contoh yang
jadwal yang disusun diberikan sebanyak 5 kali
7. Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik napas dalam
8. Tanyakan perasaan klien
setelah selesai
9. Diskusikan dengan klien
mengenai frekuensi latihan
yang akan dilakukan sendiri
oleh klien
10. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
dipelajari
 11. Klien mengevaluasi
peaksanaan latihan
12. Validasi kemampuan
klien dalam melaksanakan
latihan
13. Beikan pujian atas
keberhasilan klien
14. Tanyakan pada klien
apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku
kekerasan dapat mengurangi
perasaan marah
7.    Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan cara bicara
mendemonstrasi- cara bicara yang baik dalam yang baik dengan klien
kan cara social mencegah perilaku kekerasan 2. Beri contoh cara bicara
untuk mencegah
         Meminta dengan baik yang baik :
perilaku          Menolak dengan baik          Meminta dengan baik
kekerasan         Mengungkapkan          Menolak dengan baik
perasaan
dengan baik          Mengungkapkan perasaan
2. Klien dapat dengan baik
mendemonstrasikan cara 3. Minta klien mengikuti
verbal yang baik contoh cara bicara yang baik
3. Klien mumpunyai jadwal
         Meminta dengan baik :
untuk melatih cara bicara “Saya minta uang untuk beli
yang baik makanan”
4. Klien melakukan evaluasi
         Menolak dengan baik : “
terhadap kemampuan cara Maaf, saya tidak dapat
bicara yang sesuai dengan melakukannya karena ada
jadwal yang telah disusun kegiatan lain.
         Mengungkapkan perasaan
dengan baik : “Saya kesal
karena permintaan saya
tidak dikabulkan” disertai
nada suara yang rendah.
4. Minta klien mengulang
sendiri
5. Beri pujian atas
keberhasilan klien
6. Diskusikan dengan klien
tentang waktu dan kondisi
cara bicara yang dapat
dilatih di ruangan,
misalnya : meminta obat,
baju, dll, menolak ajakan
merokok, tidur tidak pada
waktunya; menceritakan
kekesalan pada perawat
7. Susun jadwaj kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari.
8. Klien mengevaluasi
pelaksanaa latihan cara
bicara yang baik dengan
mengisi dengan kegiatan
jadwal kegiatan ( self-
evaluation )
9. Validasi kemampuan
klien dalam melaksanakan
latihan
10. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
11. Tanyakan kepada klien :
“ Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang
baik? Apakah keinginan
marah berkurang?”
8.    Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan dengan klien
mendemonstrasi- kegiatan yang biasa dilakukan kegiatan ibadah yang pernah
kan cara spiritual 2. Klien dapat dilakukan
untuk mencegah mendemonstrasikan cara 2. Bantu klien menilai
perilaku ibadah yang dipilih kegiatan ibadah yang dapat
kekerasan 3. Klien mempunyai jadwal dilakukan di ruang rawat
untuk melatih kegiatan ibadah 3. Bantu klien memilih
4. Klien melakukan evaluasi kegiatan ibadah yang akan
terhadap kemampuan dilakukan
melakukan kegiatan ibadah 4. Minta klien
mendemonstrasikan
kegiatan ibadah yang dipilih
5. Beri pujian atas
keberhasilan klien
8.3.1 Diskusikan dengan klien
tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah
6. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih kegiatan
ibadah
7. Klien mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-
evaluation)
8. Validasi kemampuan
klien dalam melaksanakan
latihan
9. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
10. Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan
ibadah? Apakah keinginan
marah berkurang
9.    Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan dengan klien
mendemonstrasi- jenis, dosis, dan waktu tentang jenis obat yang
kan kepatuhan minum obat serta manfaat diminumnya (nama, warna,
minum obat untuk dari obat itu (prinsip 5 benar: besarnya); waktu minum
mencegah benar orang, obat, dosis, obat (jika 3x : pukul 07.00,
perilaku waktu dan cara pemberian) 13.00, 19.00); cara minum
kekerasan 2. Klien mendemonstrasikan obat.
kepatuhan minum obat sesuai 2. Diskusikan dengan klien
jadwal yang ditetapkan tentang manfaat minum obat
3. Klien mengevaluasi secara teratur :
kemampuannya dalam
         Beda perasaan sebelum
mematuhi minum obat minum obat dan sesudah
minum obat
         Jelaskan bahwa dosis hanya
boleh diubah oleh dokter
         Jelaskan mengenai akibat
minum obat yang tidak
teratur, misalnya, penyakit
kambuh
3. Diskusikan tentang proses
minum obat :
         Klien meminat obat kepada
perawat ( jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika
di rumah)
         Klien memeriksa obat
susuai dosis
         Klien meminum obat pada
waktu yang tepat.
4. Susun jadwal minum obat
bersama klien
5. Klien mengevaluasi
pelaksanaan minum obat
dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-
evaluation)
6. Validasi pelaksanaan
minum obat klien
7. Beri pujian atas
keberhasilan klien
8. Tanyakan kepada klien :
“Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat secara
teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?”
Klien dapat 1. Klien mengikuti TAK : 1. Anjurkan klien untuk
mengikuti TAK : stimulasi persepsi mengikuti TAK : stimulasi
stimulasi persepsi pencegahan perilaku persepsi pencegahan
pencegahan kekerasan perilaku kekerasan
perilaku 2. Klien mempunyai jadwal 2. Klien mengikuti TAK :
kekerasan TAK : stimulasi persepsi stimulasi persepsi
pencegahan perilaku pencegahan perilaku
kekerasan kekerasan (kegiatan
3. Klien melakukan evaluasi tersendiri)
terhadap pelaksanaan TAK
3. Diskusikan dengan klien
tentang kegiatan selama
TAK
4. Fasilitasi klien untuk
mempraktikan hasil
kegiatan TAK da beri pujian
atas keberhasilannya
5. Diskusikan dengan klien
tentang jadwal TAK
6. Masukkan jadwak TAK
ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
7. Validasi kemampuan
klien dalam mengikuti TAK
8. Beri pujian atas
kemampuan mengikuti TAK
9. Tanyakan pada klien:
“Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”

11Klien 1. Keluarga dapat 1. Identifikasi kemampuan


mendapatkan mendemonstrasikan cara keluarga dalam merawat
dukungan merawat klien klien sesuai dengan yang
keluarga dalam telah dilakukan keluarga
melakukan cara terhadap klien selama ini
pencegahan 2. Jelaskan keuntungan
perilaku peran serta keluarga dalam
kekerasan merawat klien
3. Jelaskan cara- cara
merawat klien :
       Terkait dengan cara
mengontrol perilaku marah
secara konstruktif
       Sikap dan cara bicara
       Membantu klien mengenal
penyebab marah dan
pelaksanaan cara
pencegahan perilaku
kekerasan
4. Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien
5. Bantu keluarga
mengngkapkan perasaannya
setelah melakukan
demonstrasi
6. Anjurkan keluarga
mempraktikannya pada
klien selama di rumah sakit
dan melanjutkannya setelah
pulang  ke rumah.

5. Evaluasi
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
c. Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik
d. Klien mampu dan berupaya untuk memenuhi personal hygiene
e. Klien dapat meningkatkan harga diri
f. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
g. Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif dari
masalahnya
h. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
i. Klien mampu meningkatkan produktifitas dan membuat jadwal harian
C. Role Play
Di sebuah kamar pasien Pav I no 3. Datanglah seorang perawat.
ORIENTASI
Suster : “Selamat pagi mas? Perkenalkan nama saya ners Gabby nur inayah, biasa
dipanggil ners Gabby, kalo boleh tau mas namanya siapa?suka di panggil apa?”
Pasien : (Diam saja sambil melotot)
Suster : “Mas, perkenalkan nama saya ners Gabby, mas namanya siapa?”
Pasien : “TARMIN”(dengan nada ketus)
Suster : “Ooh.. mas Tarmin, mas Tarmin hari ini kabarnya bagaimana?”
Pasien: (diam)
Suster : “mas Tarmin, suster nanya nih”
Pasien : (Diam)
Suster : “Kenapa mas Tarmin? Lagi tidak enak badan ta? Kok diam saja?”
Pasien : (Diam)
Suster : “Yaudah kalo mas Tarmin tidak mau berbicara sekarang, 10 menit lagi
suster kembali, suster harap mas Tarmin sudah mau bicara”
10 menit kemudian
KERJA
Suster : “Loh(muka kaget) mas Tarmin kok kepalanya dibentur2in, jangan dong
mas..”
Pasien: (Sambil membentak suster) “Biarin, Percuma saya hidup, saya ini orang
yang gak berguna, orang bodoh”
Suster : (Berusaha menarik pasien dari tembok) “Siapa yang bilang mas Tarmin
ini tidak berguna?”
Pasien: “Saya ini gak berguna!!!!”(sambil teriak)
Suster : “Di dunia ini tidak ada yang tidak berguna mas Tarmin, semua yang di
ciptakan oleh Tuhan pasti ada manfaatnya. Apalagi mas Tarmin masih
mempunyai tubuh yang lengkap”.
Pasien: (tertunduk)
Suster :”Begini saja mari suster ajak mas Tarmin jalan-jalan ke  taman,
bagaimana?”
Pasien: “Ngapain?”
Suster: “Biar pikiran mas Tarmin tenang tidak marah-marah lagi.”
Pasien: (Pasien mau menerima ajakan suster).
Di Taman
Suster: Mas gimana uda bisa merasa tenang belum perasaannya sekarang?
Pasien: (termenung)
Suster: Mas kalau boleh suster tau sebenarnya ada apa kok mas mengatakan
bahwa mas itu tidak berguna?
Pasien: Saya merasa malu dan tidak berguna sus sebab saya tidak lulus
UJIAN..bodoh soal begitu saja saya tidak lulus..
Suster: Mas kegagalan itu bukan akhir segalanya tapi kegagalan itu adalah
keberhasilan yang tertunda.
Pasien: Tapikan tetep aja gagal. (lalu mengepalkan tangan dan seolah ingin
memukul tanah)
Suster:  Tenang ya Mas Tamin ! apa yang membuat Tamin kesal?
Pasien : Saya kesal kalau ada yang tanya-tanya sama saya tentang ketidaklulusan
saya. Rasanya ingin saya pukul saja mereka.
Suster : Ooh, begitu. Mas Tamin ini kesal kalau ada yang menanyakan tentang
ketidaklulusan itu ya. sekarang coba dipikirkan, memukul seseorang yang tidak
bersalah itu perilaku yang baik atau tidak?
Pasien : Tidak sus.
Suster : Yaa bagus. Itu perilaku yang tidak baik. Itu kan bisa melukai orang itu.
Selain itu, tangan Mas Tamin kan bisa jadi sakit atau luka. Bagaimana menurut
Tamin?
Pasien : Iya ya sus. Tidak ada gunanya juga memukul orang lain. Malah membuat
tangan saya pegal pegal.
Suster : Baiklah, kalau begitu.. mari suster ajarkan cara untuk mencegah Mas
Tamin melakukan kekerasan. Kalau timbul rasa kesal pada diri Mas Tamin,
sesegera mungkin tarik napas dalam. Instruksikan diri Mas Tamin untuk tenang.
Ayo sekarang dicoba ¡
Pasien : (Mempraktekkan nafas dalam)
TERMINASI
Suster : Ya bagus. Sekarang bagaimana perasaan Tamin?
Pasien : Kalau saya masih merasa kesal bagaimana, Sus?
Suster : Kalau Tamin masih kesal, cobalah untuk mengekspresikannya ke benda
yang tidak bahaya. Memukul bantal misalnya. Ayo sekarang dicoba !
Pasien : Begini sus? Iya sus, saya lega sekarang
Suster : Naaah.. bagus. Begitu kan lebih baik. Tamin bisa mempraktekkan 2 cara
tadi kalau Tamin sedang kesal. Apakah Tamin sudah mengerti?
Pasien : Iya sus (menganggukkan kepala)
Suster : Oke. ¡ suster yakin Tamin bisa mengendalikan emosi dengan baik. Kalau
begitu, sesuai kontrak tadi bahwa kita mengobrol 10 menit saja. Sekarang sudah
10 menit, suster melanjutkan pekerjaan suster ya. Tamin bisa mencari kesibukan
yang lain.
Pasien : Baik sus.
Suster : Besok suster akan menemui Tamin lagi untuk menanyakan 2 cara yang
tadi sudah suster ajarkan sudah Tamin kerjakan atau belum. Tamin mau kita
bertemu kapan dan di mana?
Pasien : Pagi jam 9 sus. Di taman.
Suster : Baik pagi jam 9, di taman ya. Sampai bertemu besok.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan respon emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman,
ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas), serta perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam baik berupa
ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan marah berfluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya.

B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani  klien dengan masalah perilaku
kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan,
intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat
meredam kemarahannya.

DAFTAR PUSTAKA
Candra, I Wayan, dkk. 2017. Modul Praktikum Jiwa Mahasiswa Semester V Prodi
D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar. Denpasar : Jurusan
Keperawatan Poltekkes Denpasar
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Andi
Pello, Agnes. 2017. Terapi Aktivitas Kelompok (Tak) Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan.
Stuart, GW dan SJ Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. St Louis : Mosby Year Book
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Yusuf, Ah. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.

Anda mungkin juga menyukai