Dosen Pembimbing :
Di susun oleh :
KELOMPOK 14
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penuis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Klien Perilaku Kekerasan” dan dapat penulis selesaikan dengan baik
sebagai persyaratan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada Amar Akbar,S.Kep.,Ns.,M.Kes.,PhD selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Jiwa yang selalu memberikan masukan yang sangat positif.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis harapkan dan semoga
makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca serta perkembangan ilmu
keperawatan pada umumnya.
A. Triggercase............................................................................................23
B. Terapi....................................................................................................24
C. Pengkajian.............................................................................................28
D. Pohon Masalah......................................................................................42
E. Diagnosis Keperawatan........................................................................43
F. Intervensi...............................................................................................44
G. Implementasi.........................................................................................45
H. Evaluasi ................................................................................................46
BAB IV SPTK.............................................................................................46
BAB V TAK................................................................................................58
Proposal Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAKSP)............58
BAB VI PENUTUP.....................................................................................66
Kesimpulan............................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................67
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, yang
ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000 dalam Yosep dan Sutini, 2016). Prevalensi perilaku
kekerasan di Indonesia mencapai 2,5 juta atau 60% yang terdiri dari pasien resiko perilaku
kekerasan.
Setiap tahunnya lebih dari 1,6 juta orang meninggal dunia akibat perilaku kekerasan, terutama
pada laki-laki yang berusia 15-44 tahun, sedangkan korban yang hidup mengalami trauma fisik,
seksual, reproduksi dan gangguan kesehatan mental. Indikator taraf kesehatan mental
masyarakat semakin memburuk (Hawari, 2012).
Hal tersebut akan berdampak besar bila tidak ditangani. Misalnya orang dengan perilaku
kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain maupun lingkungan.
Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai atau
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan bahkan kematian (Keliat,2009).
Melihat hal tersebut perlu dilakukan peran perawat melalui tindakan keperawatan dalam
menghadapi pasien dengan perilaku kekerasan, yaitu dengan melakukan upaya kesehatan yang
meliputi upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Peran perawat dalam
upaya promotif yaitu meningkatkan dan memelihara kesehatan jiwa dengan memahami prinsip-
prinsip sehat jiwa.
Melalui aspek preventif yaitu dengan cara mengajarkan klien bersikap asertif terhadap orang
lain, menggunakan mekanisme koping yang efektif dan adanya dukungan keluarga. Dengan
upaya kuratif yaitu mengontrol marah dengan cara fisik, yaitu tarik nafas dalam dan memukul
bantal/kasur, menjelaskan pentingnya minum obat secara teratur, dengan cara verbal, kemudian
dengan cara spiritual dan peran perawat dalam upaya rehabilitatif adalah melakukan kontrol ke
pelayanan kesehatan secara rutin dan minum obat secara teratur, kemudian melakukan aktivitas
yang dapat mengontrol perilaku kekerasan.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian perilaku kekerasan?
2. Apa tanda dan gejala klien dengan perilaku kekerasan?
3. Bagaimana proses terjadinya perilaku kekerasan?
4. Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus perilaku kekerasan?
C. Tujuan
1. Kita dapat mengetahui pengertian perilaku kekerasan
2. Kita dapat mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
3. Kita dapat mengetahui proses terjadinya perilaku kekerasan
4. Kita dapat mengetahui konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus perilaku
kekerasan
BAB II
TINJAUAN TEORI
Keterangan:
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan
diri/respon melawan dan menentang sampai respon maladaptif yaitu agresif-kekerasan.
a.) Asertif: Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan orang lain dan ketenangan.
b.) Frustasi: Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative.
c.) Pasif: Perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan perasaan sebagai
suatu usaha dalam mempertahankan haknya.
d.) Agresif: Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai orang lain.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
e.) Kekerasan: Sering juga disebut dengan gaduh gelisah atau amuk. Prilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata
ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri atau hilang
kontrol.
D. Etiologi
Faktor-Faktor Terjadinya Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
A. Factor biologis
a) Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti synap, neurotransmitter, dendrite, axon
terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbic sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b) Faktor Genetik
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif.
c) Faktor Biokimia
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan
kebutuhan dasar yang kuat.
B. Factor psikologis.
a) Teori Psikoanalisa;
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang
(life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara
usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih saying dan pemenuhan kebutuhan air
susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah
dewasa sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungan.
b) Imitation, modeling, and information processing theory Menurut teori ini perilaku
kekerasan biasa berkembang dalam lingkungan yang monolelir kekerasan. Adanya
contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan
individu meniru perilaku tersebut.
c) Learning theory
d) Existensi theory (teori eksistensi) Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat di penuhi melalui perilaku konstruksi
maka individu akan memenuhi kebutuhan melalui perilaku destruktif.
b) Social learning theory (theory balajar social) Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung maupun melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Presipitasi
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai
seorang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat, alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan keluarga.
Respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan fisiologis, serta analisis kognitif
seseorang tentang situasi stres. Caplan (1981, dalam Stuart & Laraia, 2005)
menggambarkan empat fase dari respon perilaku individu untuk menghadapi stress, yaitu:
1) Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan individu untuk
melarikan diri dari itu.
2) Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan eksternal dan setelah
mereka.
3) Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan emosional yang
tidak menyenangkan.
4) Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan masalah dan gejala sisa
dengan penyesuaian internal.
4. Sumber koping
Menurut Stuart & Laraia (2005), sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan
dan keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan
positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material,
dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan
dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan
pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi
masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan, keterampilan sosial
memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain, meningkatkan
kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang lain, dan
memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar, akhirnya, aset materi berupa barang
dan jasa yang bisa dibeli dengan uang
5. Mekanisme koping
Menurut Stuart & Laraia (2005), mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek
lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan. dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
6. Status mental
1. Penampilan Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki
tidak rapi. penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti
biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian kurang, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik/berpakaian terhadap status psikologis
klien (deficit perawatan diri). Pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya
klien tidak mampu merawat penampilannya, biasanya penampilan tidak rapi,
penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya,
rambut kotor. rambut seperti tidak pernah disisr, gigi kotor dan kuning, kuku
panjang dan 2 hitam.
2. Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering
terhenti/bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai
pembicaraan. Pada klien perilaku kekerasan cara bicara klien kasar, suara
tinggi, membentak, ketus, berbicara dengan kata-kata kotor.
3. Aktivitas motorik
Agresif, menyerang diri sendiri orang lain maupun menyerang objek yang ada
disekitarnya. Klien perilaku kekerasan terlihat tegang dan gelisah, muka
merah, jalan mondar-mandir.
4. Afek dan Emosi
Untuk klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi klien cepat
berubah-ubah cenderung mudah mengamuk, membanting barang-barang/
melukai diri sendiri, orang lain maupun objek sekitar, dan berteriak-teriak
5. Interaksi selama wawancara
Klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya mudah marah,
defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga, sinis, dan menolak dengan
kasar. Bermusuhan:dengan kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat
atau tidak ramah. Curiga dengan menunjukan sikap atau peran tidak percaya
kepada pewawancara atau orang lain.
6. Persepsi/Sensori
Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami persepsi sensori
sebagai penyebabnya.
7. Proses Pikir
a Proses pikir (arus dan bentuk pikir). Otistik (autisme): bentuk pemikiran
yang berupa fantasi atau lamunan untuk memuaskan keinginan untuk
memuaskan keinginan yang tidak dapat dicapainya. Hidup dalam
pikirannya sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa peduli
sekitarnya, menandakan ada distorsi arus asosiasi dalam diri klien yang
dimanifestasikan dengan lamunan, fantasi, waham dan halusinasinya yang
cenderung menyenangkan dirinya.
b Isi pikir.
Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki pemikiran curiga,
dan tidak percaya kepada orang lain dan merasa dirinya tidak aman.
8. Tingkat Kesadaran
Tidak sadar, bingung, dan apatis. Terjadi disorientasi orang, tempat, dan
waktu. Klien perilaku kekerasan tingkat kesadarannya bingung sendiri untuk
menghadapi kenyataan dan mengalami kegelisahan.
9. Memori
Klien dengan perilaku kekerasan masih dapat mengingat kejadian jangka
pendek maupun panjang.
10. Tingkat konsentrasi
Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari satu objek ke
objek lainnya. Klien selalu menatap penuh kecemasan tegang dan gelisahan.
11. Kemampuan Penilain/Pengambilan keputusan
Klien perilaku kekerasan tidak mampu mengambil keputusan yang konstruktif
dan adaptif
12. Daya Tilik
Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya. Menyalahkan hal-hal
diluar dirinya yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah sekarang.
13. Mekanisme Koping
Klien dengan HDR menghadapi suatu permasalahan, apakah menggunakan
cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang lain, mampu
menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktivitas konstruktif, olah raga, dll
ataukah menggunakan cara-cara yang maladaptif seperti minum alkohol,
merokok, reaksi lambat/berlebihan, menghindar, mencederai diri atau lainnya.
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan, antara
lain:
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku Kekerasan
3. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
4. Gangguan Harga Diri: Harga Diri Rendah
5. Koping Individu tidak efektif
Perencanaan
Intervensi
Tujuan Kriteria Hasil
Klien dapat akibat dari cara yang 5.1 Bicarakan akibat/kerugian dari
digunakan klien: cara yang digunakan klien
Mengidentifikasi
a. Akibat pada klien 5.2 Bersama klien menyimpulkan
akibat perilaku
sendiri akibat dari cara yang
kekerasan
b. Akibat pada orang lain dilakukan klien
c. Akibat pada lingkungan 5.3 Tanyakan kepada klien
“apakah ia ingin mempelajari
cara baru yang sehat”.
TUK 6 1. Klien dapat 6.1 diskusikan kegiatan fisik yang
cara fisik untuk kekerasan secara fisik : beri pujian atas kegiatan fisik
B. SP 2 Pasien:
-Evaluasi latihan nafas dalam
- Latihan cara fisik ke 2 : pukul kasur dan bantal
- Susun kegiatan harian cara ke dua
C. SP 3 Pasien
- Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
- Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
- Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
D. SP 4 Pasien
-Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisil dan sosial/ verbal
- Latihan sholat dan berdoa
E. SP 5 Pasien
- Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih
-Latih pasien minum obat dengan teratur dengan prinsip lima benar(benar nama pasien,
benar nama obar, benar cara minum obat,benar waktu minum obat, benar dosis obat) di
sertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
-Susun jadwal minum obat secara teratur
F. SP 1 Keluarga :
- Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
-Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan(Pneyebab, tanda gejala,
perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
-Diskusikan bersama keluarga kondisi kondisi pasien yang perlu segera di laporkan
kepada perawat.
4. Evaluasi
• Pasien mampu mengendalikan resiko perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas
dalam
• Pasien mampu mempraktekkan resiko perilaku kekerasan dengan pukul bantal ke
kedua
• Pasien mampu mengendalikan resiko perilaku kekerasan secara verbal
• Pasien mampu mempraktekkan resiko perilaku kekerasan secara spiritual
• Pasien mampu mempraktekkan resiko perilaku kekerasan dengan minum obat
BAB III
TINJAUAN KASUS
(ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGNA PERILAKU KEKERASAN)
A. TRIGGERCASE
Klien bernama Ny. S, 29 tahun, perempuan, Blora, Islam, SLTP, Swasta, diagnose F20.3.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 1 Mei 2013 pukul 09.00 WIB pengkajian diperoleh dari
anamnesa pasien, pemeriksaan fisik dan rekam medis. Klien pernah mengalami gangguan
jiwa sebelumnya dan dua kali ini dirawat dirumah sakit jiwa. Klien masuk rumah sakit jiwa
yang pertama pada tanggal 10 mei 2012 dan keluar dari rumah sakit 4 januari 2013
pengobatan berhasil dan yang kedua pada tanggal 27 april 2013. Klien pernah mengalami
aniaya fisik yang dilakukan suaminya. Anggota keluarga tidak ada yang mengalami penyakit
seperti klien. Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
dimusuhi adik suaminya karena keguguran, ditinggal pergi suaminya ke Kalimantan dan
proses cerai dan klien dihamili oleh suami adiknya serta pernah dipukuli oleh suami
adiknya. Klien setelah cerai tinggal dengan orang tuanya klien merasa malu dengan
keadaannya, klien lebih suka menyendiri, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain. Klien
sering marah-marah, teriak-teriak, mondar-mandir dirumah. Klien merasa tidak dihargai
oleh masyarakat dikarenakan mengalami gangguan jiwa dan klien mengatakan malu serta
jengkel jika ngobrol dengan tetangga sehingga untuk sekedar berinteraksi klien enggan
melakukannya. Klien malu dengan tetangganya, klien jengkel dan malas berkomunikasi
dengan orang lain. Klien sering menyendiri, tidak mau bergaul, orang yang paling dekat
dengan klien adalah ibu kandungnya karena ibunya sangat perhatian dan sayang dengan
klien. Tetapi ayah dan saudaranya kurang memperhatikannya. Peran serta dalam kegiatan
masyarakat klien jarang terlibat dalam kegiatan masyarakat karena klien merasa tidak
dihargai oleh masyarakat. Klien terkesan tegang, gelisah, mondar-mandir dan pandangan
mata tajam. Klien sering bingung, ngeluyur membawa sabit. Klien mengatakan mudah
emosi dan sering marah-marah. Klien mengatakan malu bergaul dengan orang lain. Tidak
mau berkomunikasi. Klien merasa sebagai wanita yang tidak sempurna karena pernah
menikah tetapi cerai dan pernah keguguran.
B. TERAPI
Terapi Individu
Dengan terapi individu ini diharapkan dapat terbina hubungan terstruktur antara klien
dengan perawat. Terapi ini dilakukan dengan menjalin hubungan yang terstruktur yang
terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Karena, dengan terapi
individu ini diharapkan tujuan-tujuan dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien
dapat sesuai dengan TUK 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya sehingga,
tujuan-tujuan yang lain juga dengan mudah dicapai oleh perawat untuk klien. Disamping
itu terapi individu juga untuk mengembangkan pengetahuan tentang diri hal ini juga
sesuai dengan TUK 2 Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, TUK 3
Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan dan didorong
melakukan perubahan perilaku yang disfungsional. Dengan cara menggunakan
pendekatan terapeautik untuk menumbuhkan rasa percaya klien, dan klien bisa
mengungkapkan masalahnya tentang apa yang didengar untuk melakukan perilaku yang
adaptive.
Terapi Perilaku
Terapi perilaku juga mampu diterapkan beberapa kasus di atas dengan beberapa teknik
dasar yang terdapat dalam terapi tersebut yaitu:
1. Role Model: memberi contoh perilaku adaptif ketika munculnya stressor yang di
anggap klien sebagai ancaman dan mempraktikkan dan meniru beberapa perilaku
adaptif. Hal ini sesuai dengan TUK 4 Klien dapat mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan dan TUK 6 Klien dapat mendemonstrasikan cara
fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.
2. Kondisioning Operan: perawat memberi penghargaan kepada klien atas perubahan
perilaku yang positif (diharapkan perilaku dapat dipertahankan dan ditigkatkan).
3. Pengendalian diri: dilatih belajar mengubah kata-kata negative agar dapat
mengendalikan diri. Klien bisa menurunkan tingkat stress. Sesuai dengan TUK 7
Klien dapat mendemonstrasikan cara social. Dalam TUK ini pasien diajarkan cara
berbicara yang baik missal: meminta dengan baik, menolak dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik.
Terapi aversi: perilaku abnormal dirusak dengan memberikan pengalaman
ketidaknyamanan agar klien belajar tidak mengulangi perilaku demi menghindar
konsekuensi negative perilaku yang telah ditimbulkan. Dalam terapi ini juga sesuai
dengan TUK 5 Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Dalam TUK ini
klien dijelaskan dan diberi pengalaman tentang akibat dari cara yang digunakan klien
seperti akibat pada klien sendiri, akibat pada orang lain, dan aibat pada lingkungan.
Terapi Kognitif
Teknik kognitif. Dasar pikiran teknik kognitif adalah bahwa proses kognitif sangat
berpengaruh terhadap perilaku yang ditampakan oleh individu. Burns (1988)
mengungkapkan bahwa perasaan individu sering dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan
individu mengenai dirinya sendiri. Pikiran individu tersebut belum tentu merupakan
suatu pemikiran yang objektif mengenai keadaan yang dialami sebenarnya.
Penyimpangan proses kognitif oleh Burns (1988) juga disebut dengan distorsi kognitif.
Pemikiran Burns merupakan pengembangan dari pendapat Goldfried dan Davison
(1976) yang menyatakan bahwa reaksi emosional tidak menyenangkan yang dialami
individu dapat digunakan sebagai tanda bahwa apa yang dipikirkan mengenai dirinya
sendiri mungkin tidak rasional, untuk selanjutnya individu belajar membangun pikiran
yang objektif dan rasional terhadap peristiwa yang dialami. Sehingga dengan terapi
kognitif diharapkan klien mampu mengidentfikasikan secara tepat dan berpikiran postif
terhadap drinya sendiri.
Terapi Spiritual
Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan
tujuan hidupuntuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual
baik klien ataupun keluarga namun mempunyai ikatan lebih kepada hal yang bersifat
kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Hal ini
sesuai dengan TUK 8 Klien mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku
kekerasan. Ada beberapa hal yang diharapkan dapat dilakukan oleh klien setelah
dilakukan terapi spiritual diantaranya klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang
biasa dilakukan, klien dapat mendemonstrasikan sikap cara ibadah yang dipilih, klien
mempunyai jadwal untuk melatih kegiatan ibadah.
Terapi Keluarga
Dalam terapi keluarga, keluarga dibantu untuk menyelesaikan konflik dengan tidak
memarahi klien saat klien amuk, serta cara membatasi konflik dengan saling mendukung
dan menghilangkan stres klien, tidak menyalahkan klien melainkan keluarga
memberikan nasehat atau diskusi dengan klien untuk lebih sabar dalam mengendalikan
emosi. Hal tersebut juga sesuai dengan TUK 11 Klien mendapatkan dukungan keluarga
dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan.
Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan (milieu therapy) adalah jenis terapi yang dilakukan dengan
melakukan modifikasi lingkungan sosial klien atau kelompok untuk meningkatkan
pengalaman kehidupan yang lebih positif dan adaptif. Terapi lingkunagn sangat
bermanfaat bagi klien yang menglami perilaku kekerasan yang dapat mempengaruhi
kehidupan klien atau keluarga sehari-hari. Dalam terapi lingkungan perawat dapat
melakukan beberapa hal yaitu membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain,
mempercayai orang lain, mendorong pasien untuk berkomunkasi tentang ide-ide,
perasaan, dan perilakunya secara terbuka, pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau
kemampuan yang baru, dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan mintanya
pada waktu yang luang, memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek
obat dan perilaku-perilaku yang menonjol atau menyimpang, serta mengidentifikasi
masalah-masalah yang timbul dari terapi tersebut. Terapi lingkungan juga dilakukan
sebab ada beberapa syarat lingkungan fisik pada pasien amuk sebagai berikut.
o Pasien satu kamar, satu orang bila sekamar lebih dari satu jangan dicampur antara
yang kuat dengan yang lemah.
o Tersedia kebijakan dan prosedur tertulis tentang protokol pengikat dan pengasingan
secara aman, serta protokol pelepasan pengikatan.
Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan bentuk terapi dengan cara perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Dalam terapi ini diharapkan klien dapat meningkatkan
kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal, mengubah perilaku maladaptive.
Hal ini juga sesuai dengan TUK 10 Klien dapat mengikuti TAK: Stimulasi Persepsi
pencegahan perilaku kekerasan.
Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktifitas kelompok yang sesuai dengan kasus adalah terapi aktifitas kelompok
stimulasi persepsi (TAKSP) Asertive training. Secara definisi terapi aktifitas kelompok
merupakan terapi aktivitas kelompok dengan memberikan stimulasi kepada anggota
kelompok sehingga masing-masing anggota kelompok mempersepsikan terhadap
stimulus dengan menggunakan kemampuan dan daya nalarnya. Kelompok membahas
suatu issu yang berguna untuk perubahan perilakunya. Dengan menggunkan terapi
aktifitas kelompok stimulasi persepsi diharapkan klien dapat melakukan bebrapa hal:
I. Identitas Klien
Keluhan Utama : Klien terkesan tegang, gelisah, mondar-mandir dan pandangan mata
tajam. Klien sering bingung, ngeluyur membawa sabit. Klien mengatakan mudah emosi dan
sering marah-marah. Klien mengatakan malu bergaul dengan orang lain. Tidak mau
berkomunikasi. Klien merasa sebagai wanita yang tidak sempurna karena pernah menikah
tetapi cerai dan pernah keguguran.
Faktor Precipitasi : Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
yaitu dimusuhi adik suaminya karena keguguran, ditinggal pergi suaminya ke Kalimantan
dan proses cerai dan klien dihamili oleh suami adiknya serta pernah dipukuli oleh suami
adiknya.
1. Riwayat Penyakit Dahulu : Klien pernah mengalami aniaya fisik yang dilakukan
suaminya. Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
dimusuhi adik suaminya karena keguguran, ditinggal pergi suaminya kekalimantan dan
proses cerai dan klien dihamili oleh suami adiknya serta pernah dipukuli oleh suami
adiknya. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan dua kali ini dirawat
dirumah sakit jiwa.
2. Pengobatan sebelumnya : Klien masuk rumah sakit jiwa yang pertama pada tanggal 10
mei 2012 dan keluar dari rumah sakit 4 januari 2013 pengobatan berhasil dan yang kedua
pada tanggal 27 april 2013.
3. Trauma :
Jenis Trauma Usia Pelaku Korban Saksi
Penolakan tahun - - -
Jelaskan No 1,2,3 : Klien merasa sebagai wanita yang tidak sempurna karena pernah menikah
tetapi cerai dan pernah keguguran.
Masalah Keperawatan :
Gejala : .................................................................
Masalah Keperawatan :
Klien pernah mengalami aniaya fisik yang dilakukan suaminya. Klien mempunyai
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu dimusuhi adik suaminya karena
keguguran, ditinggal pergi suaminya kekalimantan dan proses cerai dan klien dihamili oleh
suami adiknya serta pernah dipukuli oleh suami adiknya. Klien pernah mengalami gangguan
jiwa sebelumnya dan dua kali ini dirawat dirumah sakit jiwa.
Masalah Keperawatan :
3. Keluhan fisik : -
5. Pola Kesehatan
Jelaskan : .................................................................................................................
............................................................................................................................
Masalah Keperawatan :
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram :
KET:
: Klien : Perempuan
: Laki- laki
Jelaskan : Klien tinggal serumah dengan suami sebelum bercerai, setelah bercerai klien tinggal
ayah dan ibunya. Klien belum mempunyai anak karena pernah keguguran.dan ketiga anak laki-
lakinya. Klien adalah anak pertama dari dua bersaudara, ia memiliki adik perempua yang sudah
menikah dank lien pernah mengalami aniaya fisik dan dihamili oleh suami adiknya. Klien
sangat dekat dengan ibunya, namun tidak dengan sang ayah.
Masalah Keperawatan :
V Koping keluarga tidak efektif : ketidakmampuan O koping keluarga tidak efektif :kompromi
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri : Klien merasa sebagai wanita yang tidak sempurna karena pernah
menikah tetapi cerai dan pernah keguguran.
b. Identitas diri : Klien mengatakan mudah emosi dan sering marah-marah. Klien
mengatakan malu bergaul dengan orang lain. Tidak mau berkomunikasi.
c. Peran : Klien merasa malu sebagai wanita yang tidak sempurna karena pernah menikah
tetapi cerai dan pernah keguguran.
d. Ideal diri : klien berharap bisa hidup bahagia dengan keluarga yang lengkap.
e. Harga diri : klien merasa malu, suka menyendiri dan tidak mau bekomunikasi dengan
orang lain. Klien merasa tidak dihargai oleh masyarakat karena gangguan jiwa yang
dialaminya. Klien malas berkomunikasi dan tidak mau bergaul dengan masyarakat sekitar.
Klien merasa sebagai seorang wanita yang tidak sempurna karena pernah menikah tetapi
cerai dan pernah keguguran.
Masalah Keperawatan :
3. Hubungan Sosial
c. Hambatan dalam berhbungan dengan orang lain : Klien merasa tidak dihargai karena
gangguan jiwa yang dialaminya. Klien malas berkomunikasi dan tidak mau bergaul dengan
masyarakat sekitar.
Masalah Keperawatan :
4. Spiritual:
a. Nilai dan keyakinan : klien beragama islam dan yakin kepada Allah SWT
b. Kegiatan Ibadah : -
1. Penampilan :
Bagaimana penampilan klien dalam hal berpakaian, mandi, makan, toilet training dan
pemakaian sarana prasarana atau instrumentasi dalam mendukung penampilan, apakh klien :
V Tidak rapi O Penggunaan pakaian tidak sesuai
Jelaskan : Klien berpenampilan tidak rapi dan pakaian yang digunakan tidak sesuai.
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan :
Jelaskan : klien mudah emosi dan sering marah sehingga membuat klie ketika berbicara
nadanya keras
3. Aktifitas Motorik
Jelaskan : Klien terkesan tegang, gelisah, sering mondar – mandir dan pandangannya tajam
Masalah Keperawatan :
Masalah keperawatan :
O Risiko tinggi cidera O Risiko diri menciderai diri V Risiko diri menganiaya diri O
Ansietas O Ketakutan O Isolasi sosial
Masalah Keperawatan :
6. Persepsi – Sensori :
7. Proses Pikir:
Jelaskan :
b. Isi Pikir :
Jelaskan : .............................................................................................................
8. Tingkat Kesadaran :
Jelaskan : .......................................................................................................
9. Memori :
Jelaskan : .............................................................................................................
Masalah Keperawatan :
Jelaskan : klien dapat mengambil kepuusan yang sederhana sedangkan pada keputusan
yang berat klien membutuhkan bantuan orang lain
Masalah Keperawatan :
Makanan V
Keamanan V
Peawatan kesehatan V
Pakaian V
Transportasi V
Tempat tinggal V
Keuangan V
Lain-lain
Masalah Keperawatan :
Mandi - -
Kebersihan - V
Makan - V
Ganti pakaian - -
Jelaskan : klien hanya perlu bantuan minimal dalam melakukan kebersihan dan makan
karena klien memerlukan dorongan dalam melakukan hal itu
Masalah Keperawatan :
O Perubahan pemeliharaan kesehatan O Sindroma deficit perawatan diri
Jelaskan : ............................................................................................................
b. Nutrisi :
* Apakah anda puas dengan pola makan anda? O Puas V Tidak puas
Bila tidak puas, jelaskan : karena klien merasa tidak nafsu makan
Bila ya, jelaskan : karena merasa ayah dan saudara kurang perhatian
Masalah keperawatan :
c. Tidur :
* Apakah ada masalah tidur? O Tidak ada V Ada, jelaskan klien mengalami insomnia
* Apakah merasa segar setelah bangun tidur? OSegar V Tidak segar, jelaskan klien
merasa pusing saat bangun tidur
* Tidur malam jam : 23.30 bangun jam : 04.00 rata – rata tidur malam : 3-4 jam
* Apakah ada gangguan tidur? V Sulit untuk tidur O Bangun terlalu pagi
Jelaskan : klien merasa sulit tidur karena teringat saat dianiaya oleh suami dan suami
adik ipar
Masalah Keperawatan :
O Lain-lain, jelaskan.............................
Masalah keperawatan :
Masalah Keperawatan :
Jelaskan : faktor yang mempengaruhi klien saat ini adalah karena mendapat perlakuan
kekerasan dari suami dan suami adik ipar
Masalah Keperawatan :
Masalah Keperawatan :
D. POHON MASALAH
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku kekerasan berhubungan dengan ketidakmampuan mengendalikan dorongan
marah ditandai dengan klien mudah emosi dan sering marah – marah, pandangan mata
tajam, tegang, dan sering bingung, ngeluyur membawa sabit.
F. INTERVENSI
12.00 5. Meningkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap tahap perawatan
N Hari/Tanggal DX KEP Evaluasi keperawatan
O
1. 1 Januari Gangguan perilaku S: Pasien mengatakan ia mudah emosi dan sering
2022 kekerasan marah marah. Dan malu bergaul dengan orang
lain.
O:
4. Klien sering marah marah
5. Klien sering berteriak
6. Klien selalu mondar mandir
7. Klien lebih suka menyendiri dari pada
berkomunikasi dengan orang lain.
8. Klien terkesan tegang
9. Klien terlihat gelisah
10. Klien terlihat bingung
H. EVALUASI
BAB IV
SPTK
A. Topik
Perilaku Kekerasan
B. Tujuan
1. Klien dapat menyebutkan stimulus penyebab kemarahan.
2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala
marah)
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku kekerasan)
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
5. Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
fisik (dengan latihan nafas dalam)
6. Klien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa
7. Klien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan
8. Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur
C. Landasan Teori
Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah Sakit Jiwa.
Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan
oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku Kekerasan seperti memukul
anggota keluarga atau orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah
merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan
oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapat pendidikan kesehatan
tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan. Dengan terapy stimulasi persepsi, klien dilatih
mempersepsikan stimulus, yang disediakan atau yang pernah dialami. Kemampuan
persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan
respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif, sehingga
mampu untuk membantu klien dengan perilaku kekerasan dalam mengendalikan amarah.
D. Klien
Kriteria
Klien yang tidak terlalu gelisah.
klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya Terapi
Aktifitas Kelompok.
Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu berinteraksi
dalam kelompok kecil.
Klien tenang dan kooperatif.
Kondisi fisik dalam keadaan baik.
Mau mengikuti kegiatan terapi aktivitas.
Klien yang dapat memegang alat tulis.
Klien yang panca inderanya masih memungkinkan
Proses seleksi
3. Berdasarkan observasi klien sehari-hari
4. Berdasarkan informasi dan diskusi dengan perawat ruangan mengenai
prilaku klien sehari-hari
5. Hasil diskusi kelompok
6. Berdasarkan asuhan keperawatan
7. Adanya kesepakatan dengan klien
E. Pengorganisasian
Waktu
6. Hari/tanggal :
7. Jam :
8. Acara : menit
1 Pembukaan : menit
2 Perkenalan pada klien : menit
3 Perkenalan TAK : menit
4 Persiapan : menit
5 Pelaksanaan : menit
6 Penutup : menit
9. Tempat : Aula
10. Jumlah pasien : 4-6 orang
Tim terapis
D. Leader:
Bertugas:
7 Memimpin jalannya acara terapi aktivitas kelompok
8 Memperkenalkan anggota terapi aktivitas kelompok
9 Menetapkan jalannya tata tertib
10 Menjelaskan tujuan diskusi
11 Dapat mengambil keputusan dengan menyimpulkan hasil diskusi pada
kelompok terapi diskusi tersebut .
12 Kontrak waktu
A. Menyimpulkan hasil kegiatan
B. Menutup acara
E. Co leader
Bertugas:
13 Mendampingi leader jika terjadi bloking
14 Mengoreksi dan mengingatkan leader jika terjadi kesalahan
15 Bersama leader memecahkan penyelesaian masalah
F. Fasilitator
Bertugas:
16 Membantu klien meluruskan dan menjelaskan tugas yang harus
dilakukan
17 Mendampingi peserta TAK
18 Memotivasi klien untuk aktif dalam kelompok
19 Menjadi contoh bagi klien selama kegiatan
G. Observer
Bertugas:
20 Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai
akhir
21 Mencatat semua aktifitas dalam terapi aktifitas kelompok
22 Mengobservasi perilaku pasien
H. Anggota
Bertugas: Menjalankan dan mengikuti kegiatan terapi
Metode dan media
Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
Permainan
Alat:
Kertas
Spidol
Buku catatan dan pulpen
Jadwal kegiatan klien
Bola
Setting
- Terapis dan klien duduk bersama
- Ruangan nyaman dan tenang.
Co leader Leader
Pasien
Pasien
Pasien
Pasien
Fasilitator Fasilitator
Pasien Pasien
Observer
F. Proses Pelaksanaan
7. Persiapan
b. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
c. Membuat kontrak dengan klien
d. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
8. Orientasi
6 Salam terapeutik ·
Salam dari terapis kepada klien
Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
7 Evaluasi validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
Menanyakan masalah yang dirasakan
8 Kontrak
2. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenalkan kelompok, harus
minta izin pada terapis
3. Menjelaskan aturan main berikut.
22.1 Jika klien ada yang ingin meninggalkan kelompok,
harus minta izin pada terapis.
22.2 Lama kegiatan 45 menit.
22.3 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
9. Tahap kerja
- Leader membacakan aturan permainan:
5 Salah satu peserta TAK memegang bola, sambil operator memainkan
musik.
6 Bila musik berhenti, dan ada salah satu peserta TAK yang memegang
bola berarti, ia harus menyebutkan penyebab perilaku kekerasan, tanda
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang pernah dilakukan,
akibat, serta mempraktekkan cara mengontrol PK dengan latihan fisik
(cara nafas dalam)
Permainan dimulai. Sampai ditemukan peserta yang tetap
berjoget saat musik berhenti.
Klien dan terapis mendiskusikan penyebab masalah perilaku
kekerasan
7 Tanyakan pengalaman tiap klien
8 Tulis di kertas
- Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
H. Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan
gejala)
I. Tulis di kertas
- Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal,
merusak lingkungan, mencederai, memukul, orang lain, dan memukul diri
sendiri)
1. Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah
2. Tulis di kertas
- Mendiskusiksan dampak/akibat perilaku kekerasan
4.) Tanyakan akibat perilaku kekerasan.
5.) Tulis di papan tulis di kertas
- Meminta pasien mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara fisik (latihan nafas dalam)
- Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain paran/stimulasi.
- Memberikan reinforcement pada peran serta klien.
- Dalam menjalankan kegiatan TAK upayakan semua klien terlibat.
- Observer memberi kesimpulan/evaluasi tentang jalannya TAK, mengenai
jawaban klien tentang penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan, dan
akibat perilaku kekerasan. Selanjutnya observer memberikan pujian atas peran
serta klien dalam pelaksanaan TAK serta memberi motivasi pada klien untuk
meningkatkan kemampuannya dalam berlatih cara mengontrol perilaku
kemarahan.
- Menanyakan kesediaan klien untuk mempelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.
10. Tahap Terminasi
Evaluasi
a. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. ·
b. Memberikan reinformennt positif terhadap perilaku klien positif
Tindak Lanjut
4. Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang terjadi, serta
akibat perilaku kekerasan
5. Menganjurkan klien mengingat penyebab, tanda dan gejala, perilaku
kekerasan dan akibat yang belum diceritakan
Kontrak yang akan datang
- Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku
kekerasan
- Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien dengan tujuan TAK. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah
mengetahui perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan
dan akibat perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan. Beri tanda + jika mampu dan
beri tanda - jika tidak mampu.
b. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien.Contoh: Klien mengikuti Sesi 1, TAK stimulus persepsi perilaku kekerasan.Klien
mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi uang),
mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (”gregeten” dan ”deg-degan”), perilaku kekerasan
yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit dan dibawa ke rumah
sakit jiwa), dan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan tarik nafas dalam.
Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan jika semua dirasakan selama di rumah sakit.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang,
yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk
melukai orang lain secara fisik maupun psikologis.Perilaku kekerasan dapat
menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain maupun lingkungan. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai atau
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan bahkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans
Info Media.
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kozier, Erb & Olivieri. (1991). Fundamental of Nursing Concepts, Process & Practice,
volume III. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Redwood City California
Marthoccio, Bernita C. (----). Sakaratul Maut, Maut & Ditinggal Maut dalam buku
Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Unit I. Terj.
Yayasan IAPK Pajajaran Bandung.