Anda di halaman 1dari 30

PENERAPAN KONSEP PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTEK

KEPERAWATAN YANG BERKAITAN DENGAN STRESS


ADAPTASI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikososial Budaya dalam
Keperawatan
Dosen Pengampu : Lia Novianty, S.Kep., Ners. M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 4

Nabila Fuji Syahira C1AA23113


Refi Reihann Muttaqien C1AA23158
Pikri Ardiansyah C1AA23142
Zahra Tiara Putri C1AA23218

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KOTA SUKABUMI

2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan petunjuknya kami dapat menyelesaikan Makalah Psikososial
dan Budaya dalam Keperawatan dengan judul “Penerapan Konsep Psikososial
Dalam Praktek Keperawatan Yang Berkaitan Dengan Stress Adaptasi” dapat
selesai tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik


dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

Sukabumi, 19 Maret 2024

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Konsep Dasar Stress dan Adaptasi................................................................3
B. Faktor yang Mempengaruhi Respons Terhadap Stressor.............................4
C. Tahapan Stress..............................................................................................6
D. Adaptasi Terhadap Stressor..........................................................................9
E. Dimensi Adaptasi........................................................................................10
F. Respons Terhadap Stress............................................................................14
G. Proses Keperawatan dan Adaptasi terhadap Stress.....................................16
BAB III..................................................................................................................23
PENUTUP.............................................................................................................23
A. Kesimpulan.................................................................................................23
B. Saran............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan


tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan
tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang
kesehatan jiwa.

Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia


yang selalu berubah-ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang
dan waktu, merupakan hasil interaksi antara jasmani, rohanidan
lingkunganKetiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang
lainDalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya
sebagai suatu keseluruhan (holistik).

Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang


berbeda walaupun menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi
biasanya disifatkan sebagai keadaan dari diri individu pada suatu
saatmisalnya orang merasa terharu melihat banyaknya warga masyarakat
yang tertimpa musibah kebanjiran. (DrsSunaryoM.Kes, 2004: 149)

Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah


stressPenyesuaian yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang
berorientasi pada pembelaan ego disebut mekanisme pertahanan diri.
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan
maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering
dihubungkan dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan
modern merupakan sumber gangguan stress lainnya. Perlu diperhatikan
bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung
pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.

1
Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat
dihindarikarena merupakan bagian dari kehidupan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa konsep dasar stress?


2. Apa faktor yang mempengaruhi respons terhadap stressor?
3. Apa saja tahapan stress?
4. Apa adaptasi terhadap stressor?
5. Apa saja dimensi adaptasi?
6. Bagaimana respon terhadap stress?
7. Bagaimana proses keperawatan dan adaptasi terhadap stress?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk memahami konsep dasar stress


2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi hrespons terhadap stress
3. Untuk Mengetahui tahapan stress
4. Untuk mengetahui adaptasi terhadap stressor
5. Untuk mengetahui dimensi adaptasi
6. Untuk mengetahui bagaimana respons terhadap stress
7. Untuk mengetahui proses keperawatan dan adaptasi terhadap stress

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Stress dan Adaptasi

Stress diawali dengan adanya ketidak seimbangan antara tuntunan dan


sumber daya yang dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi
semakin tinggi pula tingkat stress yang dialami individu, dan akan merasa
terancam.

Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin "stingere" yang
berarti "keras" (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan penelaahan yang berlanjut dari waktu ke waktu dari straise,
streset, stresc, dan stress. Abad ke-17 istilah stress diartikan sebagai
kesukaran, kesusahan, kesulitan, atau penderitan. Pada abad ke-18 istilah ini
digunakan dengan lebih menunjukan kekuatan, tekanan, ketegangan, atau
usaha yang keras berpusat pada benda dan manusia, "terutama kekuatan
mental manusia".

Mc Nerney dalam Grenberg (1984), menyebutan stress sebagai reaksi


fisik, mental, dan kiwiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan,
mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.

Menurut Lahey dan Ciminero (1998), stress adalah penekanan pada


peristiwa-peristiwa dan situasi-situasi negative yang dialami individu yang
dapat menimbulkan efek yang tidak teratur pada perilakunya.

Menurut Sarafino (1998), stress muncul akibat terjadinya kesenjangan antara


tuntutan yang dihasilkan olch transaksi antara individu dan lingkungan dengan
sumber daya biologis, phisikologis atau sistem yang dimiliki individu tersebut.

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar


organisme dapat bertahan hidup.

3
B. Faktor yang Mempengaruhi Respons Terhadap Stressor

Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang


menyebabkan perubahan dalam kehidupan sescorang (anak, remaja, atau
dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau
menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua mampu
mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah
keluhan-keluhan kejiwaaan, antara lain depresi. Pada umumnya jenis stressor
psikososial dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Perkawinan

Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami


seseorang; misalnya pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian,
kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan, dan lain sebagainya.
Stressor perkawinan ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi
dan kecemasan.

b. Problem Orangtua

Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak,


kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik dengan mertua dan
sebagainya. Permasalahan tersebut di atas merupakan sumber stress yang
pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam depresi dan kecenmasan.

c. Hubungan Interpersonal (Antarpribadi)

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang


mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dengan bawahan
dan lain sebagainya.

4
d. Pekerjaan

Masalah pekerjaan adalah masalah stress kedua setelah perkawinan.


Banyak orang menderita depresi dan kecemasan karena masalah pekerjaan
ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi,
jabatan, kenaikan pangkat, pension, kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain
sebagainya.

e. Lingkungan Hidup

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi keschatan


sescorang misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran,
hidup di lingkungan yang rawan (kriminalias) dan lain seagainya. Rasa
tercekam dan tidak merasa aman ini amat mengganggu ketenangan dan
ketentraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh ke dalam depresi dan
kecemasan.

f. Keuangan

Masalah keuangan (kondisi sosial-ekonomi) yang tidak sehat, misalnya


pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang,
kebangkrutan usaha, soal warisan dan sebagainya.

g. Hukum

Keterlibatan seseorang dalam hukum dapat merupakan sumber stress pula,


misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya.

h. Perkembangan

Yang dimaksud di sini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun


mental sescorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia
lanjut dan sebagainya. Kondisi setiap fase-fase perubahan tersebut di atas,
untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi dan kecemasan,
terutama pada mereka yang mengalami menopause atau usia lanjut.

5
i. Penyakit Fisik atau Cedera

Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini


antara lain: penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, aborsi dan lain
sebagainya. Dalam hal penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan
kecemasan adalh penyakit kronis, jantung, kanker, dan sebagainya.

j. Faktor Keluarga

Yang dimaksud di sini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan
remaja yang dischabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu
sikap orangtua), misalnya:

1) Hubungan kedua orang tua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau
acuh tak acuh.
2) Kedua orang tua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama
dengan anak-anak.
3) Komunikasi antara orangtua dan anak yang tidak baik.
4) Kedua orangtua berpisah atau bercerai.
5) Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa/kepribadian.
6) Orangtua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras dan
otoriter:
k. Lain-lain

Stressor kehidupan lainnya antara lain, bencana alam, kebakaran,


pemerkosaan, kehamilan di luar nikah, dan lain sebagainya.

C. Tahapan Stress

Gangguan stress biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan


mulainya dan seringkali kita tidak menyadari. Namun meskipun demikian dari
pengalaman praktik psikiatri, para ahli mencoba membagi stress tersebut
dalam enam tahapan. Setiap tahapan memperhatikan sejumlah gejala-gejala
yang dirasakan oleh yang bersangkutan, hal mana berguna bagi seseorang

6
dalam rangka mengenali gelaja stress sebelum memeriksanya ke dokter.
Petunjuk-petunjuk tahapan stress tersebut dikemukakan oleh Robert J. Van
Amberg (psikiater) sebagi berikut:

1. Stress tingkat I

Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan sebagi berikut:

a. Semangat besar.
b. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya.
c. Energy dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya.

Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat


tapi tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.

1. Stress tingkat II

Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang


dan keluhan-keluhan dikarenakan energy tidak lagi cukup sepanjang hari.

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut:

a. Merasa letih sewaktu bangun tidur.


b. Merasa lelah sesudah makan siang.
c. Merasa lelah menjelang sore hari.
d. Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan (gangguan usus, perut
kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar.
e. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang
leher).
f. Perasaan tidak bisa santai.
2. Stress tingkat III

Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin Nampak disertai dengan


gejala-gejala:

7
a. Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke
belakang).
b. Otot-otot terasa lebih tegang.
c. Persaaan tegang yang semakin meningkat.
d. Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur
kembali, atau bangun terlalu pagi).
e. Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh
pingsan).

Pada tahap ini penderita harus sudah berkonsultasi pada dokter:


Kecuali kalau beban stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh
mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna
memulihkan suplai energi.

3. Stress tingkat IV

Tahapan ini sudah menunjukan keadaan yang lebih buruk yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Untuk bisa bertahan sepanjang hari sangat sulit.


b. Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.
c. Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial,
dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
d. Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan seringkali
terbangun dini hari.
e. Perasaan negativistik.
f. Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam.
g. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa.
4. Stress tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV di


atas, yaitu:

a. Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion).


b. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja kurang mampu.

8
c. Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar
buang air besar atau sebaliknya fases cair dan sering ke belakang.
d. Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik.

9
5. Stress tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat


darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini di bawa ke ICU. Gejala-
gejala pada tahapan ini cukup mengerikan:

a. Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang
dikeluarkan, karena stress tersebut cukup tinggi dalam peredaran
darah.
b. Nafas sesak, megap-megap.
c. Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran.
d. Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan
atau collaps.

D. Adaptasi Terhadap Stressor

Adaptasi adalah suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar
untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya. Schingga terjadi perubahan
anatomi, fisiologis dan psikologis di dalam diri sescorang sebagai reaksi
terhadap stress. Adaptasi pada Stress dapat meliputi:

1. Secara Frontal: cara menyesuaikan diri terhadap stress dengan menghadapi


rintangan secara sadar realistik, obyektif, dan rasional.
2. Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu:
a. Proyeksi: Menyalahkan orang lain
b. Introversi: Menarik diri
c. Kegembiraan dan kesibukan

Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi


yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk
perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada
penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, Monsen, Floyd dan
Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka
pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota

10
gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons
terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang
dibutuhkan. Schingga adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh
individu.

E. Dimensi Adaptasi

1. Adaptasi Fisiologis

Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah didentifikasi


dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indikator
ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang
mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya.
Tanda vital biasanya meningkat, klien mungkin tampak gelisah, dan tidak
mampu untuk beristirahat dan berkonsentrasi. Indicator ini dapat timbul
sepanjang tahap stress.

Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi
dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari
berbagai sistem. Oleh karena itu, pengkajian tentang stress mencakup
pengumpulan data dari semua sistem. Hubungan antara stress psikologis
dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tumbuh. Riset telah
menunjukan bahwa stress dapat memengaruhipenyakit dan pola penyakit.
Pada masa lalu, penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama.
Akan tetapi, sejak ditemukannya antibiotik, kondisi kehidupan dan
pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, serta metode sanitasi yang
lebih baik telah menurunkan angka kematian. Saat ini, penyebab utama
kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.

Berikut ini adalah indicator stress fisiologis:

a. Kenaikan tekanan darah.


b. Peningkatan ketegangan di leher, bahu dan punggung.
c. Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan.

11
d. Telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin.
e. Postur tubuh yang tidak tegap.
f. Keletihan.
g. Sakit kepala.
h. Gangguan lambung.
i. Suara yang bemada tinggi.
j. Mual, muntah dan diare.
k. Perubahan nafsu makan.
l. Perubahan berat badan.
m. Perubahan frekuensi berkemih.
n. Dilatasi pupil.
o. Gelisah, kesulitan untuk tidur, atau sering terbangun saat tidur.
2. Adaptasi Psikologis

Emosi kadang dikaji secara langsung atau tida langsung dengan


mengamati prilaku klien. Stress memengaruhi kesejahteraan emosional
dalam berbagi cara. Oleh karena kepribadian individual mencakup
hubungan yang kompleks diantara banyak faktor, maka reaksi terhadap
stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan
stressor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor,
mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri,
dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik
kepribadian yang diduga menjadi media terhadap stress. Ketiga
karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan,
komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan
sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams,
1992).

Indikator stress psikologis adalah sebagai berikut:

a. Ansietas.
b. Depresi.
c. Kepenatan.

12
d. Peningkatan penggunaan bahan kimia.
e. Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur dan pola aktivitas.
f. Kelelahan mental.
g. Perasaan tidak adekuat.
h. Kehilangan harga diri.
i. Peningkatan kepekaan.
j. Kehilangan motivasi.
k. Ledakan emosional dan menangis.
l. Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
m. Kecenderungan untuk membuat kesalahan (misalnya penilaian buruk).
n. Mudah lupa dan pikiran buntu.
o. Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
p. Preokupasi (misalnya mimpi siang hari).
q. Ketidak mampuan berkonsentrasi pada tugas.
r. Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit.
s. Letargi.
t. Kehilangan minat.
u. Rentan terhadap kecelakaan.
3. Adaptasi Perkembangan

Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk


menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan,
seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan
karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang
berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran
menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem,
stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan,
yang meliputi:

a. Masa Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan
pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al,
1992).

13
b. Anak Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidak mampuann atau
ketidak inginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
c. Remaja, mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu
yang bersamaan perlu diterima olch teman sebaya. Tanpa sistem
pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah
psikososial (Dubos, 1992).
d. Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke
tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara
tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik
antara harapan dan realitas.
e. Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,
menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua
mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada
beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau
orang tua dari kebutuhan mereka. Namun dapat timbul stress, jika
mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani
mereka.
f. Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam
keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau
teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap
perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar
dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
4. Adaptasi Sosial Budaya

Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup


penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi
sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi
yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis &
Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural
dalam respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku
Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial
dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).

14
15
5. Adaptasi Spritual

Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam


banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi
spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan,
atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor
seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat
mengganggu makna hidup sescorang dan dapat menyebabkan depresi.
Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat
tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien
tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

F. Respons Terhadap Stress

Respons berasal dari kata "response" yang berarti jawaban, balasan atau
tanggapan. Jadi, respons adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya
merupakan tanggapan/balasan (respons) terhadap rangsangan/stimulus
(Sarlito, 1995). Menurut Taylor (1991), dalam Videbeck (2008), respons
dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Respons fisiologis. Dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,


detak jantuk, nadi, dan sistem pernafasan.
2. Respons kognitif. Dapat terlihat melalui terganggunya proses kognitif
individu, seperti fikiran menjadi kacau, menurunnhya daya konsentrasi,
fikiran berulang, dan fikiran tidak wajar.
3. Respons emosi. Dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang
mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan
sebagainya.
4. Respons tingkah laku. Dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan
situasi yang menekan dan flight yaitu menghindari situasi yang menekan.

16
Hans selye (1946), telah melakukan riset terhadap dua respon fisiologis tubuh
terhadap stress, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General
Adaptation Syndrome (GAS).

1) Local Adaptation Syndrome (LAS)

Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stress.

Respons setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka,


komodasi mata terhadap cahaya, dan sebagainya. Respons nya berjangka
pendek.

Berikut ini adalah karakteristik LAS:

a. Respons yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua


sistem.
b. Respoms bersikap adaftif; diperlakukan stressor untuk
menstimulasikannya.
c. Respoms bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d. Respons bersi fat resporatif
2) General Adaptation Syndrome (GAS)

Merupakan respons fisiologis dari selurh tubuh terhadap stress. Respons


yang terlibat di dalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
Pada beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan sistem
neuroendokrin. GAS terbagi menjadi tiga tahap berikut ini.

a. Fase alarm (waspada)

Pada tahap ini dapat dilihat reaksi psikologis' fight or flight syndrome'
dan reaksi fisiologis. Pada tahap ini individu mengadakan reaksi
pertahanan terekspos pada stressor: Tanda fisik yang akan muncul
adalah curah jantung yang meningkat, predaran darah cepat diperifer
dan gastroin testinal mengalir ke kepala dan ekstemitas. Karena
banyak nmya organ tubuh yang terpenuhi, maka gejala stress akan
mempengaruhi denyut nadi, ketegangan otot. Pada saat yang sama,
daya tahan tubuh berkurang dan bahkan bila stressor sangat besar atau

17
kuat (misal: luka bakar hebat, suhu yang terlalu panas atau dingin) dan
obat menimbulkan kematian.

b. Fase resistence (resistensi atau melawan)

Pada tahap ini individu mencoba berbagai mekanisme penanggulangan


psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi untuk
mengatasi stressor. Tubuh berusaha menyeimbangkan proses fisiologis
yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada untuk sedapat mungkin
untuk kembali ke keadaan normal dan pada waktu yang sama tubuh
mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress.

c. Fase exhaustion (kelelahan)

Tahap ini terjadi ketika pada suatu perpanjaangan tahap awal stress
yang tubuh invidu telah terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan
individu tersebut tidak dapat lagi mengambil berbagai sumber untuk
penyesuaian yang di gambarkan pada tahap kedua. Akan timbul gejala
penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan
mental, penyakit arteri coroner, bisul, colitis.

G. Proses Keperawatan dan Adaptasi terhadap Stress

Perawat juga dapat memberikan tindakan berupa mempromosikan


keamanan pasien, membantu klien mengatasi stress dan emosi, serta menolong
klien meningkatkan harga diri (Videbeck, 2011). Perawat dapat
mempromosikan keamanan pasien untuk menjauhi kemungkinan terburuk.

Dalam kondisi stress berkepanjangan klien dapat berpikiran untuk


melakukan bunuh diri, maka perawat perlu menjaga lingkungan agar tetap
aman. Perawat juga dapat membantu klien untuk mengatasi stress dan emosi
dengan memposisikan klien untuk menghadapi ketakutannya, contohnya
teknik

18
grounding untuk klien PTSD akan kegelapan. Harga diri klien juga perlu
ditingkatkan dengan memandang klien sebagai orang yang selamat (survivor)
dibandingkan korban (victim). Pada intinya perawat harus mampu mendorong
klien mengatasi stresor yang ada disamping kemampuan yang ada dalam
dirinya melawan stresor tersebut (Wilkinson, 2005).

1. Konsep Koping
a. Pengertian Koping

Menurut Nursalam (2007) dalam (Carlson, 1994) mekanisme koping


adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi
perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka
orang tersebut akan dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor
sehingga individu tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut.

Kemampuan koping individu tergantung dari tempramen, persepsi, dan


kognisi serta latar belakang budaya/norma tempatnya. Sedangkan
menurut kozier; (2004) dalam Lazarus, (2006) mekanisme koping
adalah cara alami atau belajar untuk menanggapi perubahan
lingkungan atau masalah tertentu atau situasi. Dalam kata lain koping
adalah "upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan
eksternal dan/atau internal yang spesifik yang dinilai sebagai bobot
atau kelebihan dari sumber daya sescorang.

b. Metode Koping

Metode koping terbagi dua yaitu diantaranya Long-term coping


strategy bisa konstruktif dan realistis, mencangkup perubahan pola
hidup, atau mengunakan problem solving dalam memutuskaan pilihan.

Sedangkan Short-term coping strategies bisa mengurangi stress


menjadi dalam limt yang bisa ditoleransi, namun tida efektif untuk
mengatasi stress yang berkpanjangan karena bersifat haya
menyelesaikan stress pada suatu waktu tertentu. Bahkan bisa menjadi

19
destruktif ketika hal ini menjadi ketergantungan dengan penggunaan
yang berlebihan (Kozier, Erb, Snyder, Berman, 2015).

20
c. Strategi koping

Ada dua macam strategi koping menurut Lazarus (2000): (1)

Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari


penyelesaian masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress; (2) Emotion- focused coping, dimana individu
melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangaka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan di timbulkan suatu
kondisi dari suatu tekanan (Kozier, Erb, Snyder, Berman, 2015).

d. Sumber koping

Sumber koping dari individu mengarah pada pengalaman individu,


intelegensi, kepercayaan, dan kebutuhan individu untuk mengatasi rasa
khawatir yang dialami. Individu mengambil peran penting dalam
pengambilan keputusan strategi sampai sejauh mana usaha yang akan
dilakukan dalam mengatasi masalahnya, kepercayaan terhadap dirinya
dapat kembali pada kondisi sebelumnya ikut membantu individu
mengambil keputusan. Dalam sumber koping ini mengarah pada
kemampuan dan keinginan individu untuk mengatasi masalahnya
(Potter & Perry, 2013). Sumber koping dari lingkungan individu
dipengaruhi olch dorongan emosi dan motivasi dari orang-orang yang
dekat, budaya tempat dibesarkan individu, dan kondisi ekonomi saat
ini. Pada hakikatnya keluarga merupakan faktor pendukung paling
kuat dalam mendukung klien agar mampu beradaptasi. Keyakinan
berupa spiritual yang mencakup esensi keberadaan individu dan
keyakinan tentang makna dan tujuan hidup merupakan bagian dari
budaya juga memengaruhi sescorang melakukan koping terhadap
stress. Dorongan positif kepada individu dari orang-orang disekitarnya
dan budaya akan kebersamaan di lingkungan individu membuat
individu menjadi lebih tenang dan meningkatkan percaya diri dalam
pengambilan strategi koping kedepanya. Selain itu faktor ekonomi

21
juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu seberapa lama
strategi koping akan dilakukan (Potter & Perry, 2013).

e. Mekanisme Koping

Mekanisme koping juga dipandang sebagai mekanisme jangka panjang


atau jangka pendek. Mekanisme koping jangka panjang dapat
berwujud konstruktif dan praktis. Dalam situasi tertentu, berbicara
dengan orang lain dan berusaha untuk mengetahui lebih lanjut tentang
situasi merupakan bagian dari strategi jangka panjang. Strategi jangka
panjang lainnya berupa perubahan pola gaya hidup seperti diet yang
sehat, berolahraga secara teratur, menyeimbangkan waktu luang
dengan bekerja, atau menggunakan pemecahan dalam membuat
keputusan (Kozier, 2004). Menurut Stuart (2013) mekanisme pertahan
ego terdiri dari 17 (tujuh belas) macam, yaitu:

a. Represi, yaitu suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari


kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Mekanisme
represi secara tidak sadar menekan pikiran keluar pikiran yang
mengganggu, memalukan dan menyedihkan dirinya, dari alam
sadar ke alam tak sadar:
b. Supresi, yaitu suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari; pengesampingan yang sengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran sescorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi
yang berikutnya. Rasa tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan.
c. Penyangkalan (dilakukan dengan cara melarikan diri dari
kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran
penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan
menghilangkan data sensoris. Penyangkalan dapat digunakan
dalam keadaan normal maupun patologis.
d. Ployeksi, yaitu ketika impuls internal yang tidak dapat diterima dan
yang dihasilkannya akan dirasakan dan ditanggapi seakan-akan

22
berasal dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil
bentuk waham yang jelas tentang kenyataan eksternal.
e. Sublimasi, merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang
tak dapat diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan
menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima bahkan ada yang
mengagumi.
f. Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang
berbahaya baik yang diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan
sikap dan prilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan untuk dilakukannya.
g. Introyeksi terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke
dalam penderitannya berbagai aspek keadaan yang akan
mengancamnya.
h. Pengelakan atau salah pindah terjadi apabila kebencian terhadap
seseorang dicurahkan atau "dielakkan" kepada orang atau obyek
lain yang kurang membahayakan.
i. Rasionalisasi, merupakan upaya untuk membuktikan bahwa
prilakunya itu masuk akal (rasional) dan dapat disetujui oleh
dirinya sendiri dan masyarakat.
j. Simbolisasi, merupakan suatu meanisme apabila suatu ide afau
obyck digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga
sering dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa dari alam
tak sadar.
k. Konversi, merupakan proses psikologi dimana suatu konflik yang
berakibat penderitan afek akan dikonversikan menjadi
terhambatannya fungsi motorik atau sensorik dalam upayanya
menetralisasikan pelepasan afek.
l. Identifikasi, upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan
menyamakan diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai
nama.

23
m. Regresi, upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih
rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan
aspirasi yang kurang.
n. Kompensasi, menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang
dinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam bidang lain
o. Pelepasan, upaya untuk menebus sehingga dengan demikian
meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak bermoral.
p. Penyekatan Emosional, terjadi apabila seseorang mempunyai
tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan yang dapat
menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan.
q. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi), merupakan bentuk
penyekatan emosional. Misalnya bila orang yang kematian
keluarganya maka kesedihan akan dikurangi deng an mengatakan
"sudah nasibnya" atau "sekarang sudah tidak menderita lagi" dan
sambil tersenyum.

2. Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Koping dan Diagnosa

Keperawatan Terkait Adaptasi

Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi kemampuan seseorang


dalam membangun dan menciptakan hubungan dengan dininya sendin
maupun dengan orang lain. Sebagai contoh, anak yang sudah tumbuh dan
berkembang menjadi dewasa akan mengalami perpisahan dengan
keluarganya akibat pekerjaan yang berpindah-pindah atau faktor lainnya,
sehingga menyebabkan individu tersebut tidak terlalu dekat dengan
keluarganya, namun cenderung lebih dekat dengan teman sejawatnya.

Contoh lainnya, yaitu seorang individu yang dikucilkan dari lingkungan


sekitarnya akibat penyakit HIV, sehingga terjadi perubahan konsep diri
pada individu tersebut (American Psychiatric Association, 2000).

24
Kepribadian merupakan bentuk pemikiran, perasaan, dan cara bertingkah
laku scorang individu. Kepribadian terdiri atas temperamen, yang
didapatkan dengan diturunkan, dan karakter yang didapat dengan
dipelajari. Kepribadian dipengaruhi oleh faktor biologi (seperti keturunan),
faktor perkembangan (seperti emosional dan psikis), dan faktor sosial-
budaya. Seiring pertumbuhan dan perkembangan, individu akan
mengalami permasalahan-permasalahan yang dapat mempengaruhi
kepribadian dan cara pandang individu terhadap sesuatu (Stuart, 2013).

Adapun beberapa diagnosis keperawatan terkait respon sosial maladaptif,


menurut Moorhead, S, et al.(2008) diantaranya:

a. Defensive coping
b. Chronic self-esteem
c. Risk for self mutilation
d. Impaired social interaction
e. Risk for self-directed violence
f. Risk for other-directed violence

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Stres merupakan reaksi psikologis tubuh terhadap stressor yang


menimbulkan perubahan. Stres dapat bersumber dari aspek fisiologis,
psikologis, kognitif, lingkungan, dan sosial-budaya. Faktor yang dapat
mempengaruhi stress yaitu, perkawinan, problem orangtua, hubungan
interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, hukum, perkembangan,
penyakit atau cedera dan lain-lain. Stress terjadi dalam enam tahapan.

Penilaian individu terhadap suatu hal yang dianggap sebagai sumber stress
dipengaruhi olch faktor individu dan situasi. Respon stres ditandai oleh pola
kejadian fisiologis yang disebut sindrom adaptasi umum (GAS) dan reaksi
tubuh secara lokal yang disebut sindrom adaptasi lokal (LAS).

B. Saran

Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua kalangan terutama bagi kami
selaku kelompok 4 sebagai penulis dari makalah ini. Dan diharapkan dengan
adanya makalah ini rekan-rekan mahasiswa Perawat lebih memahami tentang
"penerapan konsep psikososial dalam praktek keperawatan yang berkaitan
dengan strees dan adaptasi". Serta untuk lebih menambah wawasan mahasiswa
schingga bermanfaat di masa yang akan datang. Kami menyadari bahwa masih
banyak kekurang dari makalah ini, maka kami harap pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

26
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna; Panjaitan; Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.

Ed. 2. Jakarta: EGC

Susilawati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC


Yosep, Iyus; Sutini, Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika

Aditama

27

Anda mungkin juga menyukai