Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN

PSIKOSOSIAL DALAM KEPERAWATAN


“STRESS ADAPTASI”
(Dosen Pengampuh : Ns. Mihrawati S.Antu S.Kep.,M.Kep)

OLEH KELOMPOK IV

1. FITRAWATI KARIM (841420051)


2. SITI AISYAH (841420072)
3. TIARA MAHMUD (841420084)
4. MAHDALIA SALSABILA YUSUF (841420083)
5. IVANA ARDIAH MOHA (841420086)
6. KARMILA BAKS (841420082)
7. REKA AFRILIA TANAIYO (841420057)
8. AISYAH NUUR FADILAH (841420074)
9. REYNALDI NIODE (841420099)
10. SHEEHAN ZACHARY R. GANI (841420096)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ns.
Mihrawati S. Antu S.Kep., M.Kep yang telah membimbing kami dalam pembuatan
laporan ini. laporanini disusun agar bisa memberikan informasi ataupun menambah
pengetahuan para mahasiswa mengenai Stress Adaptasi.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan maupun


kesalahan yang jauh dari kesempurnaan. Oleh klarena itu, kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan
ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga dalam pembuatan
laporan ini di Ridhoi oleh Allah SWT.

Gorontalo 06 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

1. Stress............................................................................................................. 3

2. Konsep Adaptasi...........................................................................................12

BAB II TELAAH JURNAL

1. Telaah Jurnal 1..............................................................................................20

2. Telaah Jurnal 2..............................................................................................25

BAB IV PENUTUP

1. Simpulan.......................................................................................................32

2. Saran.............................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara
berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa
pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa. Manusia
harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu berubah-
ubah.Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan hasil
interaksi antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam segala masalah, kita harus
mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu keseluruhan (holistik) sehingga
manusia disebut makhluk bio-psiko-sosial.Sumber gangguan jasmani (somatik)
maupun psikologis adalah stress.Penyesuaian yang berorientasi pada tugas
disebut adaptasi dan yang berorientasi pada pembelaan ego disebut mekanisme
pertahanan diri.
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan
maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering
dihubungkan dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern
merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu diperhatikan bahwa kepekaan
orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh
individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.
Kata stres telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, stress
merupakan salah satu gejala psikologis yang dapat menyerang setiap orang.Stres
dapat timbul karena adanya konflik dan frustrasi. Sebagian besar orang
beranggapan bahwa yang dimaksud stres adalah sesuatu yang tidak
menyenangkan dan membuat orang tersebut merasa tidak nyaman,
bingung,mudah marah, tekanan darah meningkat, detak jantung lebih cepat,
gangguan pencernaan, dsb. Sebagian besar stres dapat dipicu karena pengaruh
eksternal dan ada pula yang dipengaruhi oleh faktor internal individu
tersebut.Stres sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan cara-cara tertentu.

1
B. Tujuan Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
mengembangkan pemahaman tentang lingkup substansi bidang keperawatan
khususnya materi Konsep stress dan adatasi

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. STRESS
1. Pengertian Stress
Stres adalah segala situasi di mana tuntunan non-spesifik mengharuskan
seorang individu untuk merespon atau melakukan tindakan ( Selye, 1976 ).
Merupakan respons tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan
atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stres
apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut
tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespons
dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat
mengalami stres. Sebaliknya apabila seseorang yang dengan beban tugas yang
berat tetapi mampu mengatasi beban dengan tubuh berespons dengan baik,
maka orang itu tidak mengalami stres.
Stres biasanya dipersepsikan sebagai suatu yang negatif padahal
tidak.Terjadinya stres dapat disebabkan oleh sesuatu yang dinamakan stresor.
Bentuk stresor ini dapat dari lingkungan , kondisi dirinya serta pikiran.
Dalam pengertian stres itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai stimulus
dimana penyebab stres dianggap sesuatu hal yang biasa. Stres juga dikatakan
sebagai respons artinya dapat merespons apa yang terjadi, juga disebut seagai
transaksi yakni hubungan antara stresor dianggap positif karena adanya
interaksi antara individu dengan lingkungan.
2. Macam-macam stress
Ditinjau dari penyebabnya, maka stres dibagi menjadi tujuh macam,
diantaranya :
a. Stres fisik . Stres yang disebabkan karena adanya keadaan fisik seperti
karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang
bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik.
b. Stres kimiawi. Stres ini karena disebabkan zat kimia seperti obat-
obatan, zat beracun, asam basa, faktor hormone, atau gas dan prinsipnya
karena pengaruh senyawa kimia
c. Stres mikrobiologik . Stres ini disebabkan karena kuman seperti virus,
bakteri atau parasit.

3
d. Stres fisiologik. Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ
tubuh diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ
dan lain-lain.
e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan. Stres yang disebabkan
karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas,
perkawinan dan proses lanjut usia.
f. Stres psikis atau emosional. Stres yang disebabkan Karena gangguan
situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk
menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau
faktor keagamaan
3. Sumber Stressor
Sumber stressor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat
mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik,
psikososial maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa
fasilitas-fasilitas seperti air minum, makanan, atau tempat-tempat umum
sedangkan lingkungan psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau
orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa
tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.
Sumber stressor lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan
fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya.
Sedangkan sumber stressor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian
seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap
dirinya
a. Sumber Stres di Dalam Diri .Sumber stress dalam diri sendiri pada
umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan
kenyataan berbeda, dalam halini adalah berbagai permasalahan yang
terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka
dapat menimbulkan suatu stress.
b. Sumber Stres di Dalam keluarga.Stres ini bersumber dari masalah
keluarga yang ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga,
masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga
permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang
dinamakan stress.

4
c. Sumber Stres di Dalam Masyarakat dan Lingkungan. Sumber stress ini
dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti
lingkungan pekerjaan, secara umumnya, seperti lingkungan pekerjaan,
secara umum disebut stress pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan
hubungan interpersonal serta kurangnya adapengakuan di masyarakat
sehingga tidak dapat berkembang.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stress
Respons terhadap stressor yang diberikan setiap individu akan berbeda
berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dari stressor tersebut, dan koping
yang dimiliki individu, diantara stressor yang dapat mempengaruhi respons
tubuh antara lain :
a. Sifat stressor. Sifat stressor ini dapat berupa secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung
dari pemahaman tentang arti stressor.
b. Durasi stressor. Lamanya stressor yang dialami individu akan
mempengaruhi respons tubuh
c. Jumlah stressor. Jumlah stressor yang dialami individu dapat
menentukan respons tubuh. Semakin banyak stressor yang dialami
individu maka semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh dan juga
sebaliknya.
d. Pengalaman masa lalu. Semakin banyak stressor dan pengalaman yang
dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam
mengatasinya sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.
e. Tipe kepribadian. Apabila seseorang memiliki tipe kepribadian A, maka
lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B. Tipe
kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar,
mudah tegang, mudah marah, mudah tersinggung, bicara cepat, bekerja
tidak kenal waktu, sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak
agresif, penyabar, senang, tidak mudah marah dan tersinggung,
kerjasama, cara kerja tidak tergesa-gesa, mudah bergaul.
f. Tingkat perkembangan. Tingkat perkembangan pada individu ini juga
dapat mempengaruhi respons tubuh dimana semakin matang dalam
perkembangannya, maka semakin baik pula kemampua mengatasi stres.
Jenis Stress berdasarkan tahap perkembangan :
5
Tahap Perkembangan Jenis Stressor

Anak  Konflik mandiri dan ketergantungan


orang tua

 Mulai sekolah

 Hubungan dengan teman

Remaja  perubahan tubuh

 Hubungan dengan teman

 Seksualitas

 Mandiri

Dewasa Muda  Menikah

 Meninggalkan rumah

 Mulai bekerja

 Melanjutkan pendidikan

 Membesarkan anak

Dewasa tengah  Menerima proses menua

 Status sosial

Dewasa tua  Usia lanjut

 Perubahan tempat tinggal

 Penyesuaian diri di masa pensiun

 Proses kematian

5. Tahapan Stress

Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena


perjalanan awal tahapan stress timbul secara lambat dan baru dirasakan
bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya
sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan
sosialnya. Dr. Robert J. An Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam
Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stress sebagai berikut :

a. Stress tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan
dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

6
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);

2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya

3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun


tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

b. Stress tahap II Dalam tahapan ini dampak stress yang semula


“menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai
menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena
cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak
cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain
dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan
cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering
dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah
sebagai berikut :

1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar.


2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
3) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort).
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
7) Tidak bisa santai.

c. Stress Tahap III. Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam


pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II,
maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu, yaitu:

1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan


“maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare);
2) Ketegangan otot-otot semakin terasa;
3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin
meningkat;
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk
tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini
hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia);
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau
pingsan).

7
6) Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter
untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya
dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat
guna menambah suplai energi yang mengalami deficit.

d. Stress Tahap IV. Gejala stress tahap IV, akan muncul yang ditandai
dengan hal-hal sebagai berikut :

1) Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari


2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan
6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada semangat
dan tidak ada kegairahan
7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
8) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat
dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stress Tahap V. Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh
dalam stress tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan


psychological exhaustion)
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang
ringan dan sederhana
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal
disorder)
4) Timbul perasaan ketakutan
f. Stres Tahap VI. Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang
mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak
jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang dibawa ke
Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan
karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap
VI ini adalah sebagai berikut:

1) Debaran jantung amat keras


2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap)

8
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
5) Pingsan atau kolaps (collapse)

6. Reaksi Tubuh Terhadap Stress

Stres yang dirasakan tiap individu memiliki reaksi yang berdeda-beda


terhadap sistem tubuh. Hawari (2001) mengungapkan bahwa stres dapat
mengenai hampir seluruh sistem tubuh, seperti :

a. Perubahan warna rambut, dari hitam hingga kecoklatan, putih/uban atau


rontok

b. Gangguan ketajaman penglihatan


c. Tinitus (pendengaran berdenging)
d. Daya ingat, konsentrasi, dan berfikir menurun

e. Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit senyum, dan kedutan pada kulit
wajah (tie facuialis). eksim, biduran (urtikura), gatal-gatal, tumbuh
jerawat, telapak tangan dan kaki sering berkeringat, dan kesemutan
f. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik
g. Kulit dingin atau panas, banyak berkeringat, kulit kering dan timbul
eksem, biduran (urtikura), gatal-gatal, tumbuh jerawat, telapak tanga dan
kaki sering berkeringat dan kesemutan
h. Nafas terasa berat dan sesak
i. Jantung berdebar-debar, muka merah atau pucat
j. Lambung : mual, kembung, perih, mulas defekasi atau diare
k. Sering berkemih
l. Otot sakit, seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang
m. Kadar gula darah meningkat, terjadi gangguan menstruasi pada wanita
n. Libido menurun atau tidak dapat meningkat

7. Cara Mengendalikan Stress

9
Stres dapat menimbulkan masalah yang merugikan individu sehingga
diperlukan beberapa cara untuk mengendalikannya. Ada beberapa kiat untuk
mengendalikan stres menurut Brecht (2000), yaitu :

a. Positifkan sikap, keyakinan dan pikiran : bersikaplah fleksibel, rasional.


Dan adaptif terhadap orang lain, artinya jangan terlebh dahulu
menyalahkan orang lain sebelum melakukan intropeksi diri dengan
pengendalian internal.
b. Kendalikan faktor-faktor penyebab sres dengan cara mengasah :
c. Perhatikan diri sendiri, proses interpersonal dan interaktif, serta
lingkungan.
d. Kembangkan sikap efisien
e. Lakukan relaksasi (teknik nafas dalam)
f. Lakukan visualisasi (angan-angan terarah)

8. Manajemen Stress

Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik,


bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap
yang paling berat. Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan adalah

a. Mengatur diet dan nutrisi. Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara
yang efektif dalam mengurangi dan mengatasi stress. Ini dapat dilakukan
dengan mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi dan jadwal
yang teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul
kebosanan.

b. Istirahat dan tidur. Isirahat dan tidur merupakn obat yang terbaik dalam
mengatasi stress karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan
keletihan fisik dan kebugara tubuh. Tidur yang cukup juga dapat
memperbaiki sel-sel yang rusak.

c. Olahraga teratur. Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan
dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak
harus sulit. Olahraga yang sederhana sepeti jalan pagi atau lari pagi
dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus sampai berjam-
jam. Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang berkeringat sejenak lalu
mandi untuk memulihkan kesegarannya.

d. Berhenti merokok. Berhenti merokok adalah bagian dari cara


menanggulangi stress karena dapat meningkatkan status kesehatan serta
menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.

e. Menghidari minuman keras.Minuman keras merupakan faktor pencetus


yang dapat mengakibatkan terjadinya stress. Dengan menghindari

10
minuman keras, individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang
disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung alcohol.

f. Mengatur berat badan.Berat badan yang tidak seimbang (terlalu gemuk


atau terlalu kurus) merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya
stress. Keadaan tubuh yang tidak seimbang akan menurunkan ketahanan
dan kekebalan tubuh terhadap stress.

g. Pengauran waktu Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam


mengurangi dan mananggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala
pekerjaan yang dapat menimulkan kelelahan fisik dapat dihindari.
Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu
secara efektif dan efisien melihat aspek produktivitas waktu. Seperti
menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan
waktu begitu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat

h. Terapi Psikofarmaka Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan


dalam mengatasi stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan
antara psikoneuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang
dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor
yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang
biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.

i. Terapi somatik Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan
akibat stres yang dialami sehingga diharapkan dapat mengganggu sistem
tubuh yang lain.

j. Psikoterapi Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang


disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Tetapi ini dapat meliputi
psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif dimana psikoterapi
suportif ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami
percaya diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan
memberikan pendidikan secara berulang.

k. Terapi Psikoreligius. Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama


dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam menatasi
atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik,
psikis, sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat
diatasi.

2. KONSEP ADAPTASI

11
1. Pengertian

Manusia dalam mersepon sesuatu, baik langsung maupun tidak langsung,


baik adekuat maupun tidak adekuat, pada hakikatnya bermaksud mengadakan
adjustment (penyesuaian diri) guna mencapai integrasi dan keseimbangan
(ekuilibrium).adaptasi memiliki beberapa definisi yang diungkap para ahli.
Gerungan (1996) menyebutkan bahwa adaptasi adalah mengubah diri sesuai
dengan keadaan lingkungan, serta juga mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaan diri (keinginan diri).Herdjan (1987) mengungkapkan bahwa adaptasi
adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan
hambatan.Penyesuaian diri atau adaptasi adalah perubahan anatomi, psikologi
dan fisiologi dalam diri seseorang yang terjadi sebagai reaksi terhadap stress.

Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh


karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stress dan mengurangi atau
menetralisasi pengaruhnya. Adaptasi adalah suatu cara penyesuaian yang
berorientasi pada tugas (task oriented).

2. Macam-macam Adaptasi

a. Adaptasi secara fisiologis. dibedakan menjadi dua yaitu :

1) LAS (local Adaptation Syndrom). Apabila kejadiannya atau proses


adaptasi bersifat lokal, seperti ketika daerah tubuh atau kulit terkena
infeksi, mka akan terjadi daerah sekitar kulit tersebut kemerahan,
bengkak, nyeri, panas dan lain-lain yang sifatnya lokal pada daerah
sekitar yang terkena.

2) GAS (General Adaptation Syndrom). Bila reaksi lokal tidak dapat


diatasi dapat menyebabkan gangguan secara sistemik tubuh akan
melakukan proses penyesuaian seperti panas seluruh tubuh,
berkeringat dan lain-lain. Pada adaptasi fisiologis, melalui tiga tahap
yaitu :

a) Tahap alarm reaction .Tahap ini merupakan tahap awal dari


proses adaptasi, dimana individu siap untuk menghadapi
stressor yang akan masuk kedalam tubuh. Tahap ini dapat
diawali dengan kesiagaan (fligt or flight), dimana terjadi
perubahan fisiologis yaitu pengeluaran hormon oleh
hipotalamus yang dapat menyebabkan kelenjar adrenal
mengeluarkan adrenalin yang dapat meningkatkan denyut
jantung dan menyebutkan pernafasan menjadi cepat dan
dangkal, kemudian hipotalamus juga dapat melepaskan hormon
ACTH (adrenokortikotropik) yang dapat merangsang adrenal
untuk mengeluarkan kortikoid yang akan mempengaruhi
berbagai fungsi tubuh, penilai respons tubuh terhadap stressor

12
mengalami kegagalan, tubuh akan melakukan countershock
untuk mengatasinya.

b) Tahap resistensi (stage of resistance) Merupakan tahap kedua


dari fase adaptasi secara umum dimana tubuh akan melakukan
proses penyesuaian dengan mengadakan berbagai perubahan
dalam tubuh yang berusaha untuk mengatasi stressor yang ada,
seperti jantung bekerja lebih keras untuk mendorong darah yang
pekat untuk melewati arteri dan vena yang menyempit.

c) Tahap akhir (stage of exhaustion) Tahap ini ditandai dengan


adanya kelelahan, apabila selama proses adaptasi tidak mampu
mengatasi stressor yang ada, maka dapat menyebar ke seluruh
tubuh.

b. Adaptasi Psikologis. Merupakan proses penyesuaian secara psikologis


akibat stressor yang ada, dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri
dengan harapan dapat melindungi atau bertahan dari serangan-serangan atau
hal-hal yang tidak menyenangkan. Dalam proses adaptasi secara psikologis
terdapat dua cara untuk mempertahankan diri dari berbagai stressor yaitu:

1. Task Oriented reaction (reaksi berorientasi pada tugas). Reaksi ini


merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah dengan
berorientasi pada proses penyelesaian masalah, meliputi afektif
(perasaan), kognitif (pengetahuan, dan psikomotor (keterampilan).
Reaksi ini dapat dilakukan seperti : berbicara dengan orang lain tentang
masalah yang dihadapi untuk dicari jalan keluarnya, mencari tahu lebih
banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku bacaan, ataupun
orang ahli atau juga dapat berhubungan dengan kekuatan supra natural,
melakukan latihan-latihan yang dapat mengurangi stres serta membuat
alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan strategi prioritas
masalah.

2. Ego Oriented reaction (reaksi berorientasi pada ego). Reaksi ini dikenal
dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis agar tidak
mengganggu psikologis yang lebih dalam. Diantara mekanisme
pertahanan diri yang dapat digunakan untuk melakukan proses adaptasi
psikologis antara lain :

a) c. Rasionalisasi. Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya


menurut alasan yang seolah-olah rasional, sehingga tidak
menjatuhkan harga dirinya. Misalnya : Muhammad yang
menyalahkan cara mengajar dosennya ketika ditanyakan oleh orang
tuanya mengapa nilai semesternya buruk

13
b) Displacement. Mengalihkan emosi, arti simbolik, fantasi dari
sumber yang sebenarnya (benda, orang, atau keadaan) kepada orang
lain, benda atau keadaan lain. Misalnya : Seorang pemuda
bertengkar dengan pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah-
marah pada adik-adiknya.

c) Kompensasi. Menutupi kelemahan dengan menonjolkan


kemampuannya atau kelebihannya. Misalnya : Saddam yang merasa
fisiknya pendek sebagai sesuatu yang negative untuk menutupinya
dia berusaha dalam hal menonjolkan prestasinya dalam hal
pendidikan.

d) Proyeksi. Hal ini berlawanan dengan introjeksi, dimana


menyalahkan orang lain atas kelalaian dan kesalahan-kesalahan atau
kekurangan diri sendiri. Contoh : Seorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayunya.

e) Represi. Penyingkiran unsur psikis (suatu efek, pemikiran, motif,


konflik) sehingga menjadi tidak sadar dilupakan/tidak dapat diingat
lagi. Represi membantu individu mengontrol impuls-impuls
berbahaya.Contoh :Suatu pengalaman traumatis menjadi terlupakan

f) Denial. Menolak untuk menerima atau menghadapi kenyataan yang


tidak enak. Misalnya: Seorang gadis yang telah putus dengan
pacarnya menghindarkan diri dari pembicaraan mengenai pacar,
perkawinan atau kebahagiaan.

c. Adaptasi Sosial Budaya. Merupakan cara untuk mengadakan perubahan


dengan melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat, berkumpul dengan masyarakat dalam kegiatan
kemasyarakatan.

d. Adaptasi Spiritual. Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan


perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki
sesuai dengan agama yang dianutnya. Apabila mengalami stres, maka
seseorang akan giat melakukan ibadah seperti rajin melakukan ibadah.

3. Indikator Fisiologis Stress

a. Kenaikan tekanan darah

b. Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.

c. Peningkatan denyut nadi dan frekwensi pernapasan

d. Telapak tangan berkeringat Tangan dan kaki dingin

14
e. Postur tubuh yang tidak tegap

f. Keletihan
g. Sakit kepala Gangguan lambung
h. Suara yang bernada tinggi
i. Mual, muntah dan diare
j. Perubahan nafsu makan
k. Perubahan berat badan
l. Perubahan frekuensi berkemih
m. Dilatasi pupil
n. Gelisah, kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur

4. Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :

a. Ansietas

b. Depresi

c. Kepenatan
d. Peningkatan penggunaan bahan kimia
e. Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas
f. Perasaan tidak adekuat
g. Kehilangan harga diri
h. Peningkatan kepekaan
i. Kehilangan motivasi
j. Ledakan emosional dan menangis
k. Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
l. Kecenderungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
m. Mudah lupa dan pikiran buntu
n. Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
o. Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
p. Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
q. Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit

15
3. Model Adaptasi Stress
Model stres adaptasi pertama kali dikembangkan oleh Gail Stuart pada tahun
1983.Fakta menunjukkan bahwa banyak pasien mengalami gangguan jiwa karena
kegagalan beradaptasi.

Keperawatan kesehatan jiwa menggunakan model stres adaptasi dalam


mengidentifikasipenyimpangan perilaku.Modelinimengidentifikasi sehat sakit sebagai
hasil berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan faktor lingkungan.
Model ini mengintegrasikan komponen biologis, psikologis, serta sosial dalam
pengkajian dan penyelesaian masalahnya.

Apabila masalah disebabkan karena fisik, maka pengobatan dengan fisik atau
kimiawi.Apabila masalah psikologis, maka harus diselesaikan secara
psikologis.Demikian pula jika masalah sosial, maka lebih sering dapat diselesaikan
dengan pendekatan sosial melalui penguatan psikologis.

Beberapa hal yang harus diamati dalam model stres adaptasi adalah faktor


predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan
mekanisme koping yang digunakan.

Ada dua kemungkinan koping terpilih yaitu berada antara adaptif dan


maladaptif.Koping ini bersifat dinamis, bukan statis pada satu titik.Dengan
demikian, perilaku manusia juga selalu dinamis, yakni sesuai berbagai faktor yang
memengaruhi koping terpilih.

Secara lengkap komponen pengkajian model stres adaptasi dalam


keperawatan kesehatan jiwa adalah sebagai berikut.

16
Gambar Pengkajian Model Stres Adaptasi (Stuart dan Laraia, 2005)

Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber terjadinya stres yang


memengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang
biologis, psikososial, dan sosiokultural. Secara bersama-sama, faktor ini akan
memengaruhi seseorang dalam memberikan arti dan nilai terhadap stres pengalaman
stres yang dialaminya.

Adapun macam-macam faktor predisposisi meliputi hal sebagai berikut.

1. Biologi: latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan


biologis, kesehatan umum, dan terpapar racun.

2. Psikologis: kecerdasan, keterampilan verbal, moral, personal, pengalaman


masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, dan kontrol.

3. Sosiokultural: usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial,


latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, dan tingkatan
sosial.

Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu.Faktor presipitasi


memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau tekanan hidup.Faktor

17
presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultural.Waktu merupakan
dimensi yang juga memengaruhi terjadinya stres, yaitu berapa lama terpapar dan
berapa frekuensi terjadinya stres.Adapun faktor presipitasi yang sering terjadi adalah
sebagai berikut.

1. Kejadian yang menekan (stressful)


Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan kehidupan, yaitu
aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial. Aktivitas sosial
meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan, aspek
legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah kejadian yang dijelaskan
sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang baru
memasuki lingkungan sosial. Keinginan sosial adalah keinginan secara umum
seperti pernikahan.

2. Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi ketegangan
keluarga yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian. Beberapa
ketegangan hidup yang umum terjadi adalah perselisihan yang dihubungkan
dengan hubungan perkawinan, perubahan orang tua yang dihubungkan
dengan remaja dan anak-anak, ketegangan yang dihubungkan dengan ekonomi
keluarga, serta overload yang dihubungkan dengan peran.

Penilaian terhadap Stresor

Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman terhadap pengaruh
situasi yang penuh dengan stres bagi individu.Penilaian terhadap stresor ini meliputi
respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respons sosial.Penilaian adalah
dihubungkan dengan evaluasi terhadap pentingnya sustu kejadian yang berhubungan
dengan kondisi sehat.

1. Respons  kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor kognitif
memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mencatat kejadian
yang menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta emosional,
fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial seseorang. Penilaian kognitif merupakan
jembatan psikologis antara seseorang dengan lingkungannya dalam
menghadapi kerusakan dan potensial kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian
stresor primer dari stres yaitu kehilangan, ancaman, dan tantangan.

2. Respons afektif
Respons afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian terhadap
stresor respons afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau umumnya
merupakan reaksi kecemasan, yang hal ini diekpresikan dalam bentuk emosi.
Respons afektif meliputi sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya,
antisipasi, atau kaget. Emosi juga menggambarkan tipe, durasi,
dan karakter yang berubah sebagai hasil dari suatu kejadian.

3. Respons fisiologis
Respons fisiologis merefleksikan interaksi beberapa neuroendokrin yang
meliputi hormon, prolaktin, hormon adrenokortikotropik (ACTH), vasopresin,

18
oksitosin, insulin, epineprin morepineprin, dan neurotransmiter lain di otak.
Respons fisiologis melawan atau menghindar (the fight-or-fligh) menstimulasi
divisi simpatik dari sistem saraf autonomi dan meningkatkan aktivitas kelenjar
adrenal. Sebagai tambahan, stres dapat memengaruhi sistem imun dan
memengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan penyakit.

4. Respons  perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis.

5. Respons sosial
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti, atribut sosial,
dan perbandingan sosial.

Sumber Koping

Sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik


pertahanan, dukungan sosial, serta motivasi.

Mekanisme Koping

Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam manajemen stres.Ada tiga tipe


mekanisme koping, yaitu sebagai berikut.

1. Mekanisme koping problem focus
Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung untuk mengatasi ancaman
diri. Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat.

2. Mekanisme koping cognitively focus
Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol masalah dan
menetralisasinya. Contoh: perbandingan positif, selective ignorance,
substitution of reward, dan devaluation of desired objects.

3. Mekanisme koping emotion focus
Pasien menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara tidak berlebihan.
Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti denial, supresi, atau
proyeksi.

Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan destruktif.Mekanisme konstruktif


terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal peringatan dan individu
menerima sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah.Mekanisme koping
destruktif menghindari kecemasan tanpa menyelasaikan konflik.

Selain dapat dikategorikan dalam tiga tipe di atas, mekanisme koping dapat


dikategorikan sebagai task oriented reaction dan ego oriented reaction. Task oriented
reaction adalah berpikir serta mencoba berhati-hati untuk menyelesaikan masalah,
menyelesaikan konflik, dan memberikan kepuasan. Task oriented reaction
berorientasi dengan kesadaran secara langsung dan tindakan. Sementara, ego ariented
reaction sering digunakan untuk melindungi diri.Reaksi ini sering disebut sebagai
mekanisme pertahanan.Setiap orang menggunakan mekanisme pertahanan

19
dan membantu seseorang mengatasi kecemasan dalam tingkat ringan sampai dengan
sedang. Ego oriented reaction dilakukan pada tingkat tidak sadar.

20
BAB III

TELAAH JURNAL

A. Telaah Jurnal 1

Tulisan : STUDI DESKRIPTIF MENGENAI POLA STRES PADA


MAHASISWA PRAKTIKUM

Penulis : Riza Mahmud dan zahrotul uyun

Publikasi :FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


SURAKARTA

Tanggal Telaah : 8 Maret 2021

A. FokusUtamaJurnal

meningkatkan kopetensi, maka dari itu diharapkan mahasiswa perlu memiliki cara
pandang yang baik, jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya
pula seorang mahasiswa mampu menguasai permasalahan sesulit apapun, mempunyai
cara berpikir positif terhadap dirinya, orang lain, mampu mengatasi hambatan maupun
tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang menyerah pada keadaan yang ada
(Kholidah & Alsa, 2012).

B. Elemen yang mempengaruhi kekuatan suatu penelitian

1. Tujuan/MasalahPenelitian

a. Tujuan

mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum yang memiliki populasi 450
mahasiswa dari enam mata kuliah praktikum, yaitu Praktikum Pengelolaan Tes
Psikologi (PPTP), Praktikum Observasi dan Interviu (OBI), Praktikum Assesme Anak
(PAA), Praktikum Tes Psikologi (PTP), Praktikum Teknik Konseling (Tekkon) dan
Praktikum Psikologi Eksperimen. Kemudian peneliti mengambil sampel sebanyak 75
responden Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple
random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi (Hidayat, 2007). Metode dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.Data penelitian ini didapatkan
dengan menggunakan skala stres yang disusun berdasar teori Sarafino
(2006).Kemudian analisis data yang digunakan untuk mengetahui pola stres pada
mahasiswa adalah statistic deskriptif.

b. MasalahPenelitian

Generalisasi dari hasil penelitian ini terbatas pada populasi ditempat penelitian
dilakukan, sehingga penerapan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan

21
karakteristik yang berbeda kiranya perlu dilakukan penelitian lagi dengan variabel-
variabel yang lain.

2. Kerangka Teori

stres merupakan salah satu reaksi atau respon psikologis manusia saat dihadapkan
pada hal-hal yang dirasa telah melampaui batas atau dianggap sulit untuk dihadapi.
Setiap manusia mempunyai pengalaman terhadap stres bahkan sebelum manusia lahir
(Smeltzer& Bare, 2008).Stres normal dialami oleh setiap individu dan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam kehidupan.Stres membuat seseorang yang mengalaminya
berpikir dan berusaha keras dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau tantangan
dalam hidup sebagai bentuk respon adaptasi untuk tetap bertahan (Potter & Perry,
2005).Studi literatur yang dilakukan oleh Govaerst & Gregoire, (2004) stres pada
remaja cenderung tinggi.Jumlah mahasiswa yang mengalami stres meningkat setiap
semester. Mahasiswa tergolong usia remaja akhir. Remaja akhir berusia 18-20 tahun
(Wong’s & Hockenberry, 2007).Kondisi ini juga terjadi pada mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang sedang mengambil
mata kuliah praktikum.Pendidikan Strata satu Fakultas Pskologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS) memiliki tujuh mata kuliah praktikum yang harus
dijalani oleh mahasiswa. Mata kuliah praktikum tersebut adalah Praktikum aplikasi
Komputer (Aplikom), Praktikum Pengelolaan Tes Psikologi (PPTP), Praktikum
Observasi dan Interviu (OBI), Praktikum Assesmen Anak (PAA), Praktikum Tes
Psikologi (PTP), Teknik Konseling (Tekkon) dan Praktikum Psikologi Eksperimen.
Kesemua praktikum tersebut menuntut mahasiswa untuk membuat laporan hasil
praktikum selain mata kuliah praktikum aplikasi komputer.Laporan inilah yang sering
membuat mahasiswa praktikum mengalami stres. Berbagai situasi yang dihadapi oleh
mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum bertujuan untuk meningkatkan
kopetensi, maka dari itu diharapkan mahasiswa perlu memiliki cara pandang yang
baik, jiwa, kepribadianserta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang
mahasiswamampu menguasai permasalahan sesulit apapun, mempunyai cara berpikir
positif terhadap dirinya, orang lain, mampu mengatasi hambatan maupun tantangan
yang dihadapi dan tentunya pantang menyerah pada keadaan yang ada (Kholidah &
Alsa, 2012).

3. Hipotesis

Fenomena yang terjadi di Fakultas Psikologi UMS kurang sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Kholidah dan Alsa di atas. Dekan Fakultas Psikologi UMS, bapak
Taufik, Ph.D saat Konsolidasi Koordinasi Asisten (KKA) semester genap 2016
mengatakan bahwa pada saat beliau mewawancara mahasiswa yang akan pindah dari
Fakultas Psikologi UMS ke Fakultas Psikologi universitas lain mendapati salah satu
alasan mahasiswa adalah beratnya menyelesaikan mata kuliah praktikum yang ada di
Fakultas Psikologi UMS. Disisi lain data yang kami himpun dari enam mata kuliah
praktikum semester gasal 2015/2016, dalam setiap pelaporan 40% mahasiswa tidak
mengumpulkan laporan tepat pada waktunya. Hal ini mengisyaratkan adanya

22
permasalahan. Banyaknya tugas yang harus diselesaikan oleh mahasiswa serta
deadline yang cukup singkat serta situasi yang monoton selama satu semester dapat
membuat mahasiswa yang tidak dapat menghadapi perubahan akan merasa tertekan,
rentan mengalami stress yang mengganggu atau yang biasanya dikenal dengan distres
(Murray, dkk 2002). Davidson (2001) mengemukakan sumber stres di bidang
akademik meliputi: situasi yang monoton, kebisingan, tugas yang terlalu banyak,
harapan yang mengada-ngada, ketidakjelasan, kurang adanya kontrol, keadaan bahaya
dan kritis, tidak dihargai, diacuhkan kehilangan kesempatan, aturan yang
membingungkan, tuntutan yang saling bertentangan, dan deadline tugas perkuliahan
Lebih lanjut, Womble (2001) menyatakan bahwa stresor akademik meliputi
manajemen waktu, masalah finansial, gangguan tidur dan aktivitas sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2013) mendapati adanya hubungan yan
kuat antara kejadian hipertensi dengan kondisi stres.Perubahan tekanan darah yang
diakibatkan oleh stres sering terabaikan karena mahasiswa menganggapnya sebagai
hal yang biasa. Hal senada disampaikan oleh KEMENKES (2013) bahwa Hasil
penelitian mengungkapkan sebanyak 76,1% tidak mengetahui dirinya terkena
hipertensi. Maka wajar jika hipertensi sering disebut sebagai “silent killer” karena
terjadi tanpa tanda dan gejala, sehingga penderita tidak mengetahui jika dirinya
terkena hipertensi. Padahal, penyakit ini berkaitan erat dengan berbagai penyakit
diantaranya adalah penyakit jantung, gagal jantung, stroke, serta gagal ginjal

4. Sasaran

Mahasiswa Pratikul Fakultas Psikologi Universitas muhammadiyah Surakarta

5. Metode

a. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain analisis deskriptif untuk mengetahui pola stres
pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum di Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta

b. Populasi & Sampel

Informan penelitian ini adalah Mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum
yang memiliki populasi 450 mahasiswa dari enam mata kuliah praktikum, yaitu
Praktikum Pengelolaan Tes Psikologi (PPTP), Praktikum Observasi dan Interviu
(OBI), Praktikum Assesmen Anak (PAA), Praktikum Tes Psikologi (PTP), Praktikum
Teknik Konseling (Tekkon) dan Praktikum Psikologi Eksperimen. Kemudian peneliti
mengambil sampel sebanyak 75 responden Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi (Hidayat, 2007)

c. VariabelPenelitian

23
Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif.Data penelitian ini didapatkan dengan menggunakan skala stres yang
disusun berdasar teori Sarafino (2006). Kemudian analisis data yang digunakan untuk
mengetahui pola stres pada mahasiswa adalah statistic deskriptif

d. Instrumen yang digunakan

1) Data Analisis/Hasil

Hasil analisis menyebutkan bahwa variabel stres mempunyai rerata empirik (RE)
sebesar 23,41 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 28,50 yang berarti tingkat stress
mahasiswa praktikum termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan kategori skala
stres diketahui bahwa terdapat 20,00% (59 Mahasiswa) yang memiliki stress yang
ringan, 78,67% (15 Mahasiswa) yang tergolong sedang tingkat stresnya, dan 1,33% (1
Mahasiswa) yang tergolong tinggi tingkat stresnya. Ini menunjukkan bahwa
prosentase dari rata – rata berada pada posisi sedang. Respon stres dari setiap
mahasiswa berbeda Respon tesebut tergantung pada kondisi kesehatan, kepribadian,
pengalaman sebelumnya terhadap stres, mekanisme koping, jenis kelamin, dan usia,
besarnya stresor, dan kemampuan pengelolaan emosi dari masing-masing individu
(Potter & Perry, 2005).

2) Pembahasan Temuan Hasil

Pola stres apabila ditinjau dari usia, maka memiliki pola yang sama dengan jenis
kelamin yaitu didominasi oleh faktor fisik (untuk lebih jelas silahkan

lihat gambar 7). Kemampuan fisik antara mahasiswa awal dan akhir menjadi salah
satu faktor utama yang membuat mahasiswa mengalami stres.

Kemampuan fisik sangat sulit untuk dirubah karena ini masuk ranah biologis, hanya
saja sebenarnya dapat dimenejemen agar mahasiswa dapat beristiraha sebelum merasa
kelelahan atau tegang. Jika mahasiswa semakin merasa kelelahan dan tegang maka
resiko stres akan lebih rendah.

Hasil penelitian ini yang menunjukkan mahasiswa akhir memiliki resiko stres lebih
rendah dari mahasiswa awal dapat disebabkan karena stres yang dialami mahasiswa
akhir sudah dapat diadaptasi.Mata kuliah praktikum yang diambil mahasiswa akhir
rata – rata sudah diambil selama 3 semester sehingga stres yang dialami oleh
mahasiswa sudah menjadi kebiasaan dan tubuh dapat beradaptsi atas keadaan
tersebut.Seperti yang diungkapkan oleh Sarafino (2006) bahwa salah satu tahapan
stres adalah Resistance dimana tubuh berhasil melakukan adaptasi terhadap
stres.Gejala menghilang, tubuh dapat bertahan dan kembali pada kondisi
normal.Sedangkan penelitian ini kami lakukan pada akhir mahasiswa menjalani mata
kuliah praktikum. Siagian (2000 dalam Krisdarlina, 2009) menyebutkan bahwa
semakin lanjut usia seseorang semangkin meningkat pula kedewasaan teknis dan
kedewasaan psikologisnya yang menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin
bijaksana, mampu berfikir secara rasional, mengendalikan emosi da bertoleransi

24
terhadap orang lain. Sedangkan, Stuart dan Laraia (2005) menyatakan usia
berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi berbagai macam
stressor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan dan keterampilan dalam
mekanisme koping. Apabila stres pada mahasiswa praktikum ditinjau dari jenis
kelamin, maka perempuan memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dari pada laki –
laki. Stres pada mahasiswa perempuan yang mengambil praktikum yaitu sebesar
23,82 sedangkan pada mahasiswa laki – laki yang mengambil praktikum sebesar
21,58. Baik mahasiswa perempuan atau laki – laki memiliki stres yang tergolong
sedang hanya saja resiko stres pada mahasiswa perempuan lebih besar daripada laki –
laki (lebih lanjut silahkan lihat gambar 10).

3) Literatur Review/Referens

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyorini dan Prawesti (2012) mendapatkan
hasil bahwa ada hubungan antara stres dengan kejadian komplikasi hipertensi pada
pasien hipertensi di Ruang Rawat Inap Dewas Rumah Sakit Baptis Kediri. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Khotimah (2013) mendapati adanya hubungan yang kuat
antara kejadian hipertensi dengan kondisi stres. Stres dapat mempengaruhi timbulnya
gejala penyakit. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Muhlisin dan Laksono
(2013) menyatakan Ada hubungan antara tingkat stres dengan kekambuhan pasien
hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo. Hubungan antara stres dengan
hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermiten. Stres yang berlangsung lama akan dapat mengakibatkan peninggian
tekanan darah yang menetap (Susalit dkk, 2001).

4) Kesimpulandan Saran

Mahasiswa awal yang mengambil mata kuliah praktikum yaitu berusia 18–20 tahun
lebih rentan terkena stress dibandingkan mahasiswa akhir (sudah pernah mengambil
mata kuliah praktikum) yang berusia 21–24 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis
kelamin, mahasiswa praktikum perempuan lebih rentan terhadap stres dari pada
mahasiswa praktikum laki–laki.Kemudian pada mahasiswa praktikum dengan stres
berat lebih berpotensi memiliki tekanan darah lebih tinggi dibandingkan mahasiswa
praktikum yang memiliki stres sedang ataupun ringan.Ini dapat diartikan bahwa
semakin tinggi tekanan darah semakin rentan terkena penyakit fisik diantaranya
hipertensi.

5) Referensi

Candrawati, Susiana (2013) Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Stres Oksidatif,


Mandala

of Health. Volume 6, Nomor 1.

Chobanian, et al. (2003) The seventh report od the joint national committee (JNC).
Vol

25
B. Telaah Jurnal 2
Tulisan : Perbedaan Respon Stress-Adaptasi Pada Remaja
Jalanan Komunitas Dinding Pasar Bersehati dan Remaja Paanti Asuhan
Bakti Mulia Manado
Penulis : Keysea Titaheluw, Esrom Kanine, Vandri Kallo
Publikasi : Universitas Sam Ratulangi Manado
Tanggal Telaah : 08 Maret 2021

II. Telah jurnal


1. Deskripsi Jurnal
A. Fokus utama Jurnal
Stres bertujuan untuk membantu kita tetap aktif dan waspada.Akan tetapi,
stres yang berlangsung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk
mengatasinya dan menyebabkan distress emosional seperti kelelahan,
meningkatnya asam lambung, dan sakit kepala (Sukmono, 2009). Dan
Adaptasi adalah menyesuaikan diri dengan kebutuhan atau tuntutan baru;
yaitu suatu usaha untuk mencari keseimbangan kembali dalam keadaan
normal. Penyesuaian terhadap kondisi lingkungan; modifikasi dari organisme
atau penyesuaian organ secara sempurna untuk dapat eksis pada kondisi
lingkungan tersebut (Rasmun, 2004).
C. Elemen yang mempengaruhi kekuatan suatu penelitian
1) Tujuan /masalah
a. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan stres
adaptasi pada remaja jalanan dan panti asuhan. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif analitik, pemilihan sampel dengan purposive sampling
dengan jumlah sampel 30 remaja jalanan dan 30 remaja panti asuhan dengan
cara ukur menggunakan kuisioner DASS yang hanya menggunakan 14 item
yang khusus mengukur tingkat stres.
b. Masalah
Banyaknya perubahan yang harus dihadapi, menuntut adaptasi dan
penyesuaian yang pesat, hal dimana tidak mudah dicapai dan dilaksanakan
oleh semua orang dengan sama mudahnya bisa menyebabkan stres.
2) Kerangka Teori
Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk dunia adalah
remaja.Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia,
jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970
dan 2000, kelompok umur 15-24 jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43
juta atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi (Kusmiran, 2011).
Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak dengan dewasa,
dimana pada masa itu terjadi perubahan biologis, intelektual, psikososial dan
ekonomi.Selama periode ini, individu mengalami kematangan fisik dan
seksual, peningkatan kemampuan dan mampu membuat keputusan edukasi
dan okupasi (Nani, 2012).

26
Menurut para peneliti dan ahli psikolog, banyaknya perubahan yang harus
dihadapi, menuntut adaptasi dan penyesuaian yang pesat, hal dimana tidak
mudah dicapai dan dilaksanakan oleh semua orang dengan sama mudahnya
bisa menyebabkan stres (Gunarsa, 2004). Stres dengan demikian adalah gejala
penyakit masa kini berkaitan dengan kemajuan pesat dan perubahan yang
menuntut adaptasi seseorang terhadap perubahan dengan kecepatan yang sama
pesatnya. Disini stresor yang dialami oleh para remaja lebih pada masalah
keluarga, tempat tinggal dan masalah ekonomi (Gunarsa, 2004). Kenyataan
menunjukkan tidak semua
remaja dapat tinggal bersama orang tuanya karena berbagai sebab, sehingga
ada remaja yang harus tinggal di jalanan dan panti asuhan. Pada sebagian
besar remaja masalah-masalah dalam kehidupan mereka akan berdampak pada
tingkat stres yang dialami remaja, serta berdampak pula pada kehidupan
mereka dan lingkungannya
(Kristanti, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan Fawzy & Fouad (2010) di Mesir yang
melibatkan 294 remaja panti asuhan yang berusia 10-17 tahun dengan hasil
tingkat prevalensi depresi adalah 21%, kecemasan adalah 45%, rendah diri
adalah 23% dan stres adalah 61%. Angka remaja yang mengalami stres lebih
tinggi dikarenakan para remaja merasa kurangnya perhatian yang diberikan
dan juga kurang terlalu nyaman dengan lingkungan di panti asuhan sehingga
menimbulkan stres juga gangguan perkembangan mental.Akibatnya respon
yang diberikan oleh para remaja yaitu lebih mudah marah dan lebih menutup
diri dengan pergaulan dilingkungannya (Fawzy, 2010). Dalam sebuah
penelitian juga yang dilakukan oleh Zuehl (2011) yang dikutip dalam buku
Teaching with poverty in mind(2009) dalam masalah emosional dari remaja
jalanan yang hanya memiliki orang tua tunggal dan juga remaja yatim-piatu
menemukan bahwa masalah kemiskinan meningkatkan tingkat stres pada
orang tua yang menghasilkan peningkatan penggunaan hukuman fisik. Remaja
sendiri juga rentan terhadap stres. Penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan
merupakan prediktor utama stres pada remaja jalanan (Jensen,2009).
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Manado
(2012) menyatakan bahwa jumlah panti asuhan di kota Manado ada sebanyak
11 panti asuhan dengan kapasitas 460 orang dengan penghuni yang ada 400
orang. Sedangkan data anak jalanan di Sulawesi Utara berdasarkan data
perencanaan dan evaluasi, Bina Program Dinas Sosial Sulut memiliki koleksi
anak jalanan sebanyak 91.168 orang. Rekapitulasi data penyandang masalah
kesejahteraan sosial tahun 2013 di kota Manado, tercatat anak jalanan berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan berjumlah 34 orang anak jalanan.
Panti asuhan Bakti Mulia Karombasan Utara merupakan panti asuhan yang
saat ini dihuni oleh 45 anak. Anak-anak asuh di panti ini berupa anak laki-laki
dan perempuan dengan usia 3-19 tahun merupakan anak yatim, piatu, terlantar
dan miskin. Sedangkan, data yang diperoleh dari Komunitas Dinding yang
berlokasi di pasar bersehati manado tahun 2014 jumlah anak jalanan yang

27
diasuh oleh Komunitas Dinding adalah sebanyak 62 anak jalanan yang tinggal
dan bekerja, 40 orang diantaranya tergolong remaja berusia 10-19 tahun. Dari
62 anak jalanan tersebut, 36 orang diantaranya bersekolah, 21 orang putus
sekolah dan 5 orang belum bersekolah.
3) Hipotesis
Berdasarkan data awal hasil observasi wawancara yang di lakukan pada
remaja jalanan di komunitas dinding dan remaja yang tinggal di panti asuhan
Bakti Mulia di kota manado, peneliti mengambil sampel awal remaja jalanan
berjumlah 6 orang dan remaja panti asuhan berjumlah 6 orang di kota manado.
Hasil yang di dapatkan berdasarkan wawancara pada remaja jalanan dari 6
orang responden, 5 di antaranya mengungkapkan merasa tertekan karena tidak
bisa bersekolah layaknya teman seusia mereka karena masalah ekonomi juga
tidak mempunyai tempat tinggal yang layak. Sedangkan 1 orang remaja
mengungkapkan bahwa dia sudah merasa terbiasa dengan keadaan seperti itu.
Kemudian hasil yang didapatkan dari wawancara dengan remaja panti asuhan,
3 dari 6 orang remaja mengungkapkan bahwa mereka merasa kurang nyaman
tinggal di panti asuhan karena merasa terkekang dengan aturan-aturan yang
ada juga mereka merasa kurangnya kasih sayang. Sedangkan 3 lainnya merasa
nyaman dan senang tinggal di panti asuhan karena memiliki banyak teman.
4) Sasaran
Penelitian stres adaptasi, remaja jalanan, remaja panti asuhan
5) Metode
a. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian deskriptif analitik. Penelitian telah dilakukan di panti asuhan Bakti
Mulia Manado dan Komunitas dinding anak jalanan pasar bersehati
Manado.Penelitian ini dilakukan di Komunitas Dinding pada tanggal 21 Juni
2014 dan di Panti Asuhan tanggal 30 Juni 2014.populasi dalam penelitian ini
adalah jumlah remaja di panti asuhan Bakti Mulia yaitu sebanyak 32 orang
dan jumlah remaja anak jalanan di komunitas dinding adalah sebanyak 40
orang. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja panti asuhan yang berusia
10-19 tahun dan remaja jalanan yang berusia 10-19 tahun, yang diambil secara
purposive sampling dengan jumlah sampel 30 orang.Kriteria Inklusi adalah
seluruh remaja panti asuhan Bakti Mulia dan remaja jalanan Komunitas
Dinding Manado, remaja yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian dan
remaja yang berusia 10-19 tahun.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
kuesioner dan wawancara sebagai alat ukur.Kuesioner dalam penelitian ini
berupa kuesioner yang menggunakan skala Depresion Anxiety Stress Scale
(DASS), dengan jumlah 14 pernyataan tentang item stres. Dimana kuisioner
ini sudah pernah dipakai dalam penelitian sebelumnya tentang “Hubungan
Status Ekonomi Dengan Timbulnya Stres Pada Pasien Yang Sedang Dirawat
di Irina C BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado” oleh Rinal Aseng
pada tahun 2012 dan sudah tervalidasi, sehingga tidak perlu dilakukan uji
validitas dan reabilitas karena memiliki nilai validitas dan reabilitas 0,91 yang

28
diolah berdasarkan penilaian Cronbach’s Alpha. Jawaban untuk kuesioner
tersebut akan diberi tanda centang pada kolom yang dirasa sesuai dengan
pengalaman.
1. 0 : Tidak sesuai dengan saya sama
sekali atau tidak pernah.
2. 1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu atau kadang-kadang.
3. 2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan atau
lumayan sering.
4. 3 : Sangat sesuai dengan saya atau
sering sekali.
Adapun untuk menilai tingkat stres
seseorang yaitu dengan melihat total skor dari pengisian kuesioner:
1. Skor 0-14 (normal)
2. Skor 15-18 (stres ringan)
3. Skor 19-25 (stres sedang)
4. Skor 26-33 (stres berat)
5. Skor ≥ 34 (stres sangat berat)

b. Populasi & Sampel


Berdasarkan karakteristik dari masing-masing responden (anak jalanan dan
panti asuhan) didapatkan frekuensi jenis kelamin laki-laki sebanyak 39
responden dan perempuan sebanyak 21 responden. Frekuensi umur remaja
yaitu 16 tahun sebanyak 9 responden, umur remaja 15 tahun sebanyak 8
responden, umur remaja 14 tahun sebanyak 16 responden, umur remaja 13
tahun sebanyak 4 responden, umur remaja sebanyak 12 responden, umur
remaja 11 tahun sebanyak 8 responden dan umur remaja 10 tahun sebanyak 3
responden. Berdasarkan hasil penelitian remaja dengan respon stress adaptasi
berat tertinggi di temukan pada usia 14 tahun sebanyak 4 responden, respon
stress adaptasi sedang tertinggi di temukan pada usia 12 tahun dan 14 tahun
masing-masing 4 responden, respon stress adaptasi ringan tertinggi di temukan
pada usia 12 tahun dan 15 tahun yaitu masing-masing sebanyak 4 responden,
dan responden yang normal tertinggi di temukan pada usia 11 tahun dan 14
tahun. Selanjutnya, frekuensi pendidikan dari yang paling tertinggi yaitu
pendidikan SMA sebanyak 9 responden, pendidikan SMP sebanyak 22
responden, SD sebanyak 15 responden dan juga remaja yang tidak bersekolah
sebanyak 14 responden. Berdasarkan hasil penelitian remaja dengan respon
stress adaptasi berat tertinggi ditemukan pada tingkat pendidikan SMP yaitu
sebanyak 5 responden, respon stress adaptasi sedang tertinggi pada tingkat
pendidikan SMP yaitu sebanyak 7 responden, respon stress adaptasi ringan
tertinggi pada tingkat pendidikan SMP yaitu sebanyak 6 responden, dan
responden yang normal tertinggi pada tingkat pendidikan SD.

c. Variabel Penelitian
d. Instrumen yang digunakan

29
1) Data Analisis/Hasil
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa respon stres-adaptasi remaja jalanan yang normal sebanyak 10
responden, stres-adaptasi ringan sebanyak 7 responden, stress-adaptasi sedang
sebanyak 4 responden dan stress-adaptasi berat sebanyak 9 responden. Disini
menunjukkan bahwa remaja yang mengalami stress-adaptasi berat lebih tinggi
Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Wahyuni
(2013) mengemukakan dalam penelitiannya tentang tingkat stress adaptasi
pada remaja jalanan bahwa remaja jalanan lebih rentan mengalami stress
berat. Hal ini dikarenakan kondisi fisik mereka yang sangat tidak aman karena
harus berada sepanjang hari di jalanan untuk mendapatkan kehidupan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa respon stress-adaptasi yang
normal sebanyak 10 responden, stress-adaptasi ringan sebanyak 8 responden,
stress-adaptasi sedang sebanyak 12 responden dan tidak ada responden yang
mengalami stress berat. Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya
yang diteliti oleh Kristanti (2013) yang mengemukakan bahwa remaja panti
asuhan hanya mengalami stress ringan dan sedang dikarenakan anak-anak di
panti asuhan masih mendapatkan kasih sayang juga pengasuhan dari pengasuh
di panti asuhan sehingga mekanisme koping stress yang dimiliki masih
tergolong baik.

Berdasarkan penelitian respon stress-adaptasi pada 60 responden yang diambil


dari remaja jalanan dan remaja panti asuhan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi respon stress-adaptasi pada remaja seperti umur dan tingkat
pendidikan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh University
of Maryland Medical Center (2011) yang mengatakan bahwa remaja yang
rentan terkena stress yaitu pada usia 12 tahun sampai dengan 24 tahun dimana
pada umur 12 tahun remaja berada pada tingkat SMP. Dimana pada usia itu
remaja lebih membutuhkan kasih sayang dan pola asuh dari orang tua kandung
dibandingkan kasih sayang dari orang lain contohnya remaja yang tinggal di
jalanan dan panti asuhan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada
remaja jalanan didapatkan remaja yang mengalami stress berat sebanyak 7
responden sedangkan panti asuhan tidak ada responden yang mengalami stress
berat, remaja jalanan yang mengalami stress sedang sebanyak 4 responden
sedangkan panti asuhan sebanyak 12 responden, remaja jalanan yang
mengalami stress ringan sebanyak 9 responden sedangkan panti asuhan
sebanyak 8 responden, dan remaja jalanan yang tergolong normal sebanyak 10
responden dan juga panti asuhan sebanyak 10 responden. Hasil analisa data
menunjukkan bahwa Mean remaja jalanan 17,00 sedangkan mean remaja panti
asuhan 16,43. Hal ini menunjukkan bahwa stress adaptasi pada remaja jalanan
lebih tinggi dibandingkan dengan remaja panti asuhan. Rentan stress pada
remaja adalah 1 sampai 4 dimana 1 itu termasuk normal, 2 termasuk stress
ringan, 3 termasuk stress sedang dan 4 termasuk stress berat. Dari hasil analisa

30
data diatas menunjukkan bahwa stress pada remaja jalanan dan panti asuhan
berada di antara stress ringan dan stress sedang.

2) Pembahasan Temuan Hasil


Wahyuni (2013) mengemukakan dalam
penelitiannya tentang tingkat stress adaptasi pada remaja jalanan bahwa
remaja jalanan lebih banyak mengalami stress berat. Hal ini dikarenakan
kondisi fisik mereka yang sangat tidak aman karena harus berada sepanjang
hari di jalanan untuk mendapatkan kehidupan.Kondisi fisik juga mental
mereka sangat terancam karena berbagai faktor misalnya pemalakan,
penodongan, pemerkosaan, pelecehan seksual bahkan terserempet kendaraan
yang berlalu-lalang.Ini disebabkan kurangnya kasih sayang dan juga
pengawasan dari orang tua mereka sehingga membuat mereka harus turun ke
jalanan. Zuehl (2011) juga dalam penelitiannya menuangkan bahwa salah satu
penyebab seorang remaja jalanan mengalami stress karena faktor kemiskinan.
Disaat pada umur belia teman sebayanya menempuh pendidikan sekolah
sedangkan remaja tersebut harus turun ke jalanan untuk mendapatkan
kehidupan.Sedangkan untuk remaja panti asuhan dalam penelitian yang
dilakukan yang dilakukan oleh Kristanti (2013) mengatakan bahwa remaja
panti asuhan hanya mengalami stress yang ringan/sedang dikarenakan mereka
masih mendapatkan pengasuhan dari pengasuh panti asuhan.Akan tetapi,
stress yang dialami remaja panti asuhan berasal dari aturan-aturan di panti
asuhan yang terlalu ketat sehingga para remaja merasa tidak bebas atau
terkekang.Sedangkan pada umur-umur remaja mereka perlu bersosialisasi
dengan lingkungan mereka terutama teman-teman sebayanya. Dalam
penelitian ini menggunakan uji statistik Independent T-test yang mana
diperoleh p = 0,743. Hal ini berarti p lebih besar dari nilai α (0,05) dan dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan respon stress adaptasi
pada remaja jalanan Komunitas Dinding dan remaja panti asuhan Bakti Mulia
Manado.
3) Literatur Review/Referensi
Ditampilkan sebanyak 10 literatur, penelitian-penelitian sebelumnya dan
artikel terkait sehingga penelitian ini berkesinambungan dan saling
melengkapi.
4) Kesimpulan dan saran
Presentasi remaja jalanan yang memiliki
stres-adaptasi berat lebih tinggi dibandingkan dengan remaja di panti asuhan
yang hanya memiliki stress-adaptasi ringan dan sedang. Stress berat lebih
rentan terjadi pada remaja jalanan dibandingkan dengan remaja panti asuhan.
Remaja dengan umur 12-16 tahun keatas dan remaja yang masih menempuh
pendidikan SMP lebih rentan terkena stres.Tidak ada perbedaan respon stres
adaptasi pada Remaja Jalanan Komunitas Dinding Pasar Bersehati dan Remaja
Panti Asuhan Di Panti Asuhan Bakti Mulia Manado.
5) Referensi

31
Referensi dalam jurnal tersebut sudah memenuhi unsur-unsur dalam daftar
pustaka atau referensi yang meliputi nama penulis, tahun terbit karya ilmiah
yang bersangkutan, judul dari sebuah karya ilmiah, dan data publikasi yang
berisi tempat (kota) dan nama penerbit karya yang dikutip. Referensi yang
diambil sudah cukup baik mewakili semua teori yang menjadi dasar analis
ilmiah yang diperlukan.

32
BAB 1V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Sebenarnya stres memiliki dampak positif dan negatif.Tergantung bagaimana kita
mengatasinya dalam kehidupan sehari-hari. Kita juga perlu mengatasi stress
dengan langkah –langkah diatas. Cobalah untuk menjadi seseorang yang selalu
berfikiran positif.Jadi, stress bisa berdampak positif maupun negatif, tergantung
bagaimana kita mengatasinya dalam kehidupan kita sehari- hari. Stres tidak untuk
dihindari tetapi dikelola dan dioptimalkan dengan cara dan waktu yang tepat.

Tanamkan pada diri anda bahwa anda dapat mengatasi segala sesuatu dengan baik
daripada hanya memikirkan betapa buruknya segala sesuatu yang terjadi. Stress
sebenarnya dapat membantu ingatan, terutama pada ingatan jangka pendek dan
tidak terlalu kompleks. Stress dapat menyebabkan peningkatan glukosa yang
menuju otak, yang memberikan energi lebih pada neuron. Hal ini, sebaliknya,
meningkatkan pembentukan dan pengembalian ingatan.

2. SARAN

Saran- saran yang dapat saya berikan yaitu :


1. Jangan terlalu menganggap hal- hal sepele menjadi hal- hal yang berat,
karena akan menambah beban pikiran bagi kita.
2. Jagalah kesehatan dengan rajin berolahraga agar tubuh tetap sehat dan bugar
3. Apabila anda merasa stress, hindari aktivitas yang dapat menyebabkan
kejenuhan dalam berfikir, dan sebaiknya anda harus melakukan liburan bersama
orang- orang terdekat anda
4. Hindari mengkonsumsi obat- obatan yang dapat mempengaruhi system kerja
saraf otak yang akan menimbulkan stress.
5. Anda harus memiliki dukungan yang bagus terhadap karir atau pekerjaan
anda.

33
DAFTAR PUSTAKA

https://www.dictio.id/t/bagaimana-model-stres-adaptasi-dalam-
keperawatan-jiwa/13819/2
http://repositori.kemdikbud.go.id/12985/1/2.%20MODUL
%202%20Keperawatan.pdf
http://journals.ums.ac.id/index.php/indigenous/article/download/4970/
3307
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/5262/477

34

Anda mungkin juga menyukai