Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN (RPK)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Keperawatan Jiwa”

Di susun oleh :
Kelompok 4

1. Sekar Novia R (G2A218025)


2. Melisa Afiana (G2A218026)
3. Desy Dwi Noor (G2A218027)
4. Dina Madinatul M (G2A218028)
5. Ahmad Nuryadi (G2A218029)
6. Teguh Ariwibowo (G2A218030)
7. Puji Anugroho (G2A218031)
8. Rizal Gunawan U (G2A218082)

PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKLUTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang bertema Asuhan Keperawatan
Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas
kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa Program Studi S1 Keperawatan Lintas
Jalur Universitas Muhammadiyah Semarang.

Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan


dorongan dari pihak-pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan
yang diharapkan.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada dosen Keperawatan
Jiwa yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.

Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan
makalah ini. Saran dan kritik sangatlah kami harapkan demi kesempurnaan
makalah berikutnya. Kami harapkan semoga makalah ini dapat memberikan suatu
manfaat bagi kita semua dan memiliki nilai ilmu pengetahuan.

Semarang, 10 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Lembar sampul ..................................................................................i

Kata pengantar ..................................................................................ii

Daftar isi .............................................................................................iii

BAB I Pendahuluan ...........................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................1


B. Rumusan Masalah ..................................................................3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................3

BAB II Pembahasan ..........................................................................4

A. Pengertian .............................................................................4
B. Rentang Respon Marah ..........................................................4
C. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan .................................5
D. Manifestasi Klinis PK.............................................................8
E. Pohon Masalah........................................................................8
F. Strategi Pertemuan PK............................................................9
G. Pembagian Strategi Pertemuan PK.........................................11
H. Askep pada Pasien RPK.........................................................12

BAB III Penutup ................................................................................20

A. Simpulan ................................................................................20
B. Saran.......................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................21

Lampiran Naskah Role Play .............................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan bahasan yang menarik perhatian pada konferensi
tahunan The American Psychiatric Association di Miami, Florida, Amerika
Serikat, Mei 1995 lalu. Sebab di AS angka pasien skizofrenia cukup tinggi
mencapai 1/100 penduduk. Sebagai perbandingan, di Indonesia bila pada PJPT
I angkanya adalah 1/1000 penduduk maka proyeksinya pada PJPT II 3/1000
penduduk, bahkan bisa lebih besar lagi (Yosep, 2011).
Hasil penghitungan data jumlah pasien pada tahun 2010 di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Semarang dengan rumus jumlah diagnosa / jumlah
gangguan jiwa x 100% (jumlah gangguan jiwa: 3914). Pasien yang mengalami
perilaku kekerasan sebanyak 1534 jiwa atau sekitar 39,2%, yang menempati
peringkat kedua terbanyak setelah halusinasi. Pasien skizofrenia sendiri ada
3912 jiwa atau sekitar 99,99%, kemudian jumlah pasien laki-laki sekitar 2357
jiwa, sedangkan pasien yang perempuan sebanyak 1557 jiwa.
Berdasarkan hasil laporan periode bulan November 2011, pasien yang
dirawat di ruang X (Kresna) didapatkan dari 23 pasien yang mengalami
gangguan jiwa, terdapat 11 pasien atau sekitar 47,8% mengalami Perilaku
kekerasan, rata-rata umur pasien antara 18 – 40 tahun.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk di mana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi penyebab terjadinya perilaku
kekerasan yaitu dipengaruhi oleh faktor biologik, psikologik, sosio kultural,
dan religiusitas. Sedangkan faktor presipitasi dari perilaku kekerasan yaitu
adanya ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas,
ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi,
kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

1
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik, ketidaksiapan seorang ibu dalam
merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa,
adanya riwayat perilaku anti sosial, kematian anggota keluarga yang
terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau
perubahan tahap perkembangan keluarga.
Energizing adalah salah satu dari fungsi positif dari marah atau amuk
yang didefinisikan oleh (Dalami, 2009 dalam Falahmawati 2013) adalah rasa
marah akan menambah energi atau tenaga seseorang karena emosi akan
meningkatkan adrenalin dalam tubuh yang mengakibatkan peningkatan
metabolisme tubuh sehingga terbentuk energi tambahan.
Oleh karena itu penulis ingin mengalihkan energi tambahan dari klien ke
hal yang positif. Ada 5 strategi penatalaksanaan yang bisa dilakukan/
diterapkan untuk merawat pasien Risiko Perilaku Kekerasan, antara lain
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik I (latihan napas dalam),
latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik II [pukul kasur dan
bantal], mengendalikan perilaku kekerasan dengan latihan mengungkapkan
rasa marah secara verbal [menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik], latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara spiritual, dan yang terakhir latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan obat.
Untuk pengendalian perilaku kekerasan tidak hanya melibatkan perawat
dan dokter saja, tetapi dukungan dan motivasi dari keluarga juga sangat
penting. Karena keluarga merupakan sumber kekuatan klien dalam
menghadapi segala masalah. Dan yang utama untuk kesembuhan adalah
motivasi dan kemauan untuk sembuh dari diri klien sendiri. Meskipun klien
dirawat oleh perawat yang profesional, namun tidak ada kemauan dan motivasi
dari klien sendiri maka tidak mungkin klien akan sembuh total. Oleh karena
itu, perawat, keluarga atau orang terdekat klien harus terus memotivasi untuk
kesembuhan klien.

2
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah
bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Perilaku Kekerasan.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pengertian perilaku kekerasan.
2) Untuk mengetahui rentang respon marah.
3) Untuk mengetahui proses terjadinya perilaku kekerasan.
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis perilaku kekerasan.
5) Untuk memahami pohon masalah dari perilaku kekerasan.
6) Untuk mengetahui strategi pertemuan perilaku kekerasan.
7) Untuk mengetahui pembagian strategi pertemuan perilaku kekerasan
8) Untuk mengetahui Asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
perilaku kekerasan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk di mana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku atau perilaku kekerasan yang
terdahulu (riwayat perilaku kekerasan) (Damaiyanti, 2012).
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain yaitu beresiko melakukan
perilaku, yakni individu menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan orang
lain secara fisik, emosional atau seksual (Diagnosa keperawatan Nanda 2009-
2011).
Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri yaitu berisiko melakukan
perilaku, yang individu menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan dirinya
sendiri secara fisik, emosional, atau seksual (Diagnosa keperawatan Nanda
2009- 2011).
B. Rentang Respon Marah
Gambar Rentang Respon Marah (Yosep, 2010 dalam Damaiyanti, 2012)
Adaptif Maladaptif
Asertif Kekerasan
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma- norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut, respon adaptif:

4
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma- norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon tidak norrmal (maladaptif) meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisis.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

C. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan


1. Faktor Predisposisi (Yosep, 2011)
a. Teori Biologik
1) Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti
synop, neurotransmiter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan- pesan yang
akan mempengaruhi sifalt agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
2) Genetik faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orangtua,
menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang
sedang tidur dan akan terbangun jika terstimulasi oleh faktor

5
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-
orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peran pada
individu. Menurut penelitian pada jam- jam tertentu manusia
mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam- jam sibuk seperti
menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar
jam 9 dan jam 13.
4) Biochemistry faktor, berbagai neurotransmitter (epinephrine,
norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
5) Brain area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,
sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis,
epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori psikoanalisis, teori inimenjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungan.
2) Imitation, modeling, and information processing theory, menurut teori
ini perilaku kekerasan bisa berkembang pada lingkungan yang
menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru
dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru
perilaku tersebut.
3) Learning theeory, perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan tedekatnya.

6
c. Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh,
sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual- ritual yang cenderung
mengarah kemusrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif
dan ingin menang sendiri.
d. Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan
dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar
manusia menyesal. Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan yang
melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital manuusia lain
yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kwbutuhan
dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal
dan norma agama.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.

7
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

D. Manifestasi Klinis Perilaku Kekerasan


Menurut (Yosep 2010, dalam Damaiyanti 2012) tanda dan gejala klien
dengan perilaku kekerasan, yaitu antara lain:
1. Muka merah dan tegang;
2. Mata melotot/ pandangan tajam;
3. Tangan mengepal;
4. Rahang mengatup;
5. Wajah memerah dan tegang;
6. Postur tubuh kaku;
7. Pandangan tajam;
8. Mengatupkan rahang dengan kuat;
9. Mengepalkan tangan;
10. Mondar- mandir.

E. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri


sendiri, orang lain, lingkungan, verbal)

(Effect)

Perilaku kekerasan

(core problem)

Harga Diri Rendah

(Causa)
Gambar 2.1 Pohon Masalah (Damaiyanti & Iskandar, 2012)

8
F. Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan
terjadwal yang diterapkan pada pasien dan keluarga pasien yang bertujuan
untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Purba dkk,
2008).
2. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
3. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
- Mengucapkan salam terapeutik.
- Berjabat tangan.
- Menjelaskan tujuan interaksi.
- Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.

9
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
- Sosial/verbal.
- Terhadap orang lain.
- Terhadap diri sendiri.
- Terhadap lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikkan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
- Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik napaas dalam.
- Obat.
- Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya.
- Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien.
g. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
- Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal.
- Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur bantal.
h. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal.
- Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik.
- Latihan mengungkapan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
- Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual.
- Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dan sosial/verbal.
- Latihan sholat dan berdoa.
- Buat jadwal latihan sholat/berdoa.
j. Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
- Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum
obat.
- Susun jadwal minum obat secara teratur.

10
k. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan
perilaku kekerasan (Keliat & Akemat, 2009).

G. Pembagian Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan


1. SP 1 pasien: membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
fisik I (latihan napas dalam).
2. SP 2 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik II (evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik II [pukul kasur dan bantal],
menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua).
3. SP 3 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara sosial/verbal (evaluasi jadwal kegiatan harian tentang kedua cara
fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal [menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik], susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal).
4. SP 4 pasien: Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara fisik dan sosial/ verbal, latihan beribadah dan berdoa,
buat jadwal latihan ibadah/ berdoa).
5. SP 5 pasien: Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar [benar nama pasien/ pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat] disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat
secara teratur).

11
H. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan
1. Pengkajian
Menurut Yosep (2009), pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku
kekerasan ditujukan pada semua aspek, yaitu:
a. Aspek biologis, respon fisiologis timbul karena kegiatan system saraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, takikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urin
meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflek cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional, individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa
tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain,
mengamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan dan menuntut. Untuk
itu perlu dikaji penyebab marah/ munculnya perasaan tersebut.
c. Aspek pola asuh, lingkungan, dan budaya juga penting untuk dikaji
karena akan mempengaruhi sifat seseorang dimasa yang akan datang.
d. Aspek intelektual, sebagian besar pengalaman hidup individu
didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting
untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagi suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji
cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi dan diintegrasikan.
e. Aspek sosial, meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya
dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata- kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

12
f. Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan
individu dan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditetapkan sebagai data yang didapat.
Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika pasien
saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan, tapi pernah melakukan
perilaku kekerasan dan belum mempunyai kemampuan mencegah/
mengedalikan perilaku kekerasan tersebut (Keliat dan Akemat, 2009).
Diagnosa keperawatan jiwa yang bisa diambil, yaitu (Damaiyanti dan
Iskandar, 2012):
a. Risiko perilaku kekerasan,
b. Harga diri rendah,
c. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal).
3. Intervensi
Intervensi keperawatan dirumuskan berdasarkan dengan tujuan khusus
(TUK) yang akan dicapai oleh klien untuk mengatasi masalah utama,
maka berdasakan pedoman proses keperawatan kesehatan jiwa menurut
Budi Anna Keliat (2006) dapat dirumuskan intervensi keperawatan sesuai
dengan diagnosa keperawatan diatas yaitu :
a. TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi keperawatan :
1) Beri salam dan panggil nama.
2) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan.
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi.
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan diambil.
5) Beri rasa aman dan sikap empati.
6) Lakukan kontak singkat tapi sering.

13
b. TUK 2: Klien dapat mengeidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Intervensi keperawatan:
1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau
kesal.
c. TUK 3: Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
Intervensi keperawatan :
1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan apa yang dialami dan
dirasakannya saat jengkel / marah.
2) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.
3) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel / marah yan
dialami klien.
d. TUK 4: Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dlakukan.
1) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien ( verbal, pada orang ain, pada lingkungan, dan pada
diri sendiri ).
2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
3) Bicarakan bersama klien apakah cara yang klien lakukan
masalahnya    selesai.
e. TUK 5: Klien dapat menngidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
1) Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan klien.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh
klien.
3) Tanyakan kepada klien ”apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat.

14
f. TUK 6: Klien dapat mendemonstrasikan secara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan.
Intervensi keperawatan :
1) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dlakukan klien.
2) Beri pujian atas kegiatan fisik yang dlakukan.
3) Disksian dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk
mencegah perilaku kekerasan yaitu; tarik napas dalam dan pukul
kasur serta bantal.
4) Diskusikan cara melakukan napas dalam dengan klien.
5) Beri contoh kepada klien tentang cara menarik napas dalam.
6) Minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 (lima)
kali.
7) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara
menarik napas dalam.
8) Tanyakan perasaan klien setelah selesai.
9) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yan telah dipelajari saat  
marah/jengkel.
10) Lakukan hal yang sama untuk cara fisik lain di pertemuan lain.
11) Diskusikan dengan klien menegenai frekuensi latihan yang   akan
dilakukan sendiri oleh klien.
12) Susun jadwal kegiatan untuk melatihcara yang telah dipelajari.
13) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan perilaku
kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadwal kegiatan
harian ( self evaluation).
14) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
15) Berikan pujian atas keberhasilan klien.
16) Tanyakan kepada klien ”apakah kegiatan cara pencegahan perilaku
kekerasan dapat mengurangi parasaan marah”.

15
g. TUK 7: Klien dapat mendemonstasikan cara besosialisasi untuk
mencegah perilaku kekerasan.
Intervensi keperawatan :
1) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien.
2) Beri contoh cara bicara yang baik:
- Meminta dengan baik.
- Menolak dengan baik.
- Mengungkapkan perasaan dengan baik.
3) Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik:
- Meminta dengan baik : ”saya minta uang untuk beli makanan.
- Menolak dengan baik : ” maaf, saya tidak dapat melakukannya
kerena ada kegiatan lain.
- Mengungkapkan perasaan dengan baik : ”saya kesal karena
permintaan saya tidak dikabulkan ”disertai nada suara yang
rendah.
4) Meminta klien mengulang sendiri.
5) Beri pujian atas keberhasilan klien.
6) Diskusikan dengan klien waktu dan kondisi cara bicara yang dapat
dilatih di ruangan, misalnya: meminta obat, baju,dll; menolak
ajakan merokok, tidur pada waktunya, menceritakan kekesalan
kepada perawat.
7) Susun jadwal kegiatan melatih cara yang telah dipelajari.
8) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik
dengan mengisi jadwal kegiatan ( self evaluation ).
9) Validasi kemampuan klien melaksanakan latihan.
10) Berikan pujian atas keberhasilan klien.
11) Tanyakan kepada klien : ”Bagaimana perasaannya setelah latihan 
bicara yang baik? Apakah keinginan marah berkurang?”.

16
h. TUK 8 :  Klien dapat mendemonstrasikan cara mendekatkan diri pada
Tuhan untuk mencegah perilaku kekerasan.
Intervensi keperawatan:
1) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan .
2) Bantu klien menilai kegiatan yang dapat dilakukan di ruang rawat.
3) Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang dapat dilakukan.
4) Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
5) Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan
ibadah.
6) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
7) Klien mengevaluasi pelaksanaan ibadah dengan mengisi jadwal
kegiatan harian ( self evaliation ).
8) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan .
9) Berikan pujian atas keberhailan klien.
10) Tanyakan kepada klien ”bagaimana perasannya setelah teratur
melakukan ibadah? Apakah keinginan marah berkuran?”.

i. TUK 10  : Klien dapat mengikuti TAK: Stimulasi persepsi 


pencegahan perilaku kekerasan.
Intervensi keperawatan:
1) Anjurkan klien untuk ikut TAK : Stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan.
- Klien mengikuti TAK : Stimulasi persepsi pencegahan perilaku
kekerasan ( kegiatan sendiri ).
- Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK.
- Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK dan
beri pujian atas keberhasilanya.
- Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK.
- Masukkan jadwal TAK ke jadwal kegiatan harian klien.
- Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal
kegiatan harian ( self-evaluation).
- Validasi kemampuan klien dengan mengikuti TAK.

17
- Beri pujian atas kemampuan klien mengikuti TAK.
- Tanyakan kepada klien : ’’ Bagaimana perasaan klien setelah
mengikuti TAK.

j. TUK 11: Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan cara


pencegahan perilaku kekerasan.
Intervensi keperawatan:
1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai  
dengan yang  telah dilakukan keluarga terhadapklien selama ini.
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien.
- Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara
konstruktif.
- Sikap dan cara bicara.
- Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan
cara pencegahan perilaku kekerasan. 
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
6) Anjurkan keluarga mempraktikkannya pada klien selama di rumah 
sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.

4. Evaluasi Keperawatan
Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat
mengobservasi perilaku klien. Di bawah ini beberapa perilaku yang
dapat mengindikasikan evaluasi yang positif (Yosep, 2011):
a. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien.
b. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang
tersebut.
c. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya
pada yang lain.
d. Buatlah komentar yang kritikal.

18
e. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang
berbeda.
f. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk
mengurangi perasaan marahnya.
g. Mampu mentoleransi rasa marahnya.
h. Konsep diri klien sudah meningkat.
i. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat.

BAB III
PENUTUP

19
A. Simpulan
Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan adalah suatu perilaku yang dapat membahayakan atau melukai baik
fisik ataupun psikologis terhadap diri sendiri maupun orang lain. Untuk
penatalaksanaan pasien dengan resiko perilaku kekerasan ada 5 strategi yang
dapat digunakan antara lain mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
fisik I (latihan napas dalam), latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik II [pukul kasur dan bantal], mengendalikan perilaku
kekerasan dengan latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal [menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik],
latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual, dan yang terakhir
latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat.
Peran keluarga juga tidak kalah penting untuk proses kesembuhan
pasien, keluarga yang kooperatif dan selalu mendukung proses perawatan
pasien akan sangat membantu dalam proses pengobatan yang dilakukan
pasien. Oleh karena itu sebagai seorang perawat kita wajib melibatkan
keluarga dalam proses apapun yang berhubungan dengan perawatan pasien.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini kelompok menyadari bahwa banyak
kekurangan yang perlu dibenahi. Sehingga sangat diharapkan kritik dan saran
yang membangun demi meningkatkan kualias dan manfaat makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

20
Afiana, Melisa. (2014). Managemen Fisik Ii (Konversi Energi) Untuk Kontrol
Marah Pada Tn. A Dengan Perilaku Kekerasan Di Rsjd Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. KTI tidak dipublikasikan. Semarang: Prodi
DIII Keperawatan Semarang, Poltekkes Semarang.
Damaiyanti, Mukripah., & Iskandar. (2012). Asuhan keperawatan jiwa. Bandung:
PT Refika Aditama.
Falahmawati, Adien Nurma. (2013). Laporan kasus mengontrol emosi dengan
energizing pada pasien perilaku kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondo
Hutomo Semarang. KTI tidak dipublikasikan. Semarang: Prodi DIII
Keperawatan Semarang, Poltekkes Semarang.
Herdman, T. Heather. (2012-2014). Nanda international diagnosis keperawatan.
Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna & Akemat (Eds). (2009). Model praktik keperawatan
profesional jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna., Ria Utami Panjaitan., & Novy Helena C.D. (2005). Proses
keperawatan kesehatan jiwa edisi 2. Jakarta: EGC.
Niken. (2013). SP 2 Prilaku kekerasan strategi pelaksanaan (Prilaku Kekerasan
II. http://antifuckcyn.blogspot.com/2012/12/sp-2-prilaku-
kekerasan.html#.UwQNIc6L3IU diakses tanggal 26 Mei 2019.
Raharjo, Sarkum Setyo, dkk (Eds). (2013-2014). Buku panduan penyusunan
karya tulis ilmiah (Laporan kasus). Semarang: Prodi DIII Keperawatan
Semarang, Poltekkes Semarang.
Razak, Nurcholis. (2013). Sigmund Freud psikoanalisa teori id, ego dan super
ego. http://juergenkollink.blogspot.com/2013/04/sigmund-freud-
psikoanalisa-teori-id-ego.html diakses tanggal 26 Mei 2019.
Ridzwan, Muhammad. (2012). Askep jiwa perilaku kekerasan.
http://iwhanme.blogspot.com/2012/05/prilaku-kekerasan.html diakses
tanggal 26 Mei 2019.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Anonim. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27602/Chapter
%20II;jsessionid=1C6FD8AB30BC58C52A0D3D6566ECC43B?
sequence=4 diakses 26 Mei 2019.

Lampiran
Naskah Role Play

21
Kasus :
Seorang Pasien begitu impulsiv, sehingga keluarga membawanya ke RSJ,
sesampainya di RSJ pasien mengamuk membabi buta dan hendak memukul
orang-orang di sekitarnya karena merasa tidak gila.
Pasien : Kenapa aku dibawa kesini mak? (Sembari membaca tulisan
bertuliskan RSJ)  Rumah Sakit Jiwa , Aku kan nggak gila mak?
Keluarga : Sudah nurut saja, biar kamu itu sembuh.
Pasien : Kamu pikir aku gila ta mak?
Keluarga : Mak cuma pengen kamu ketemu dokter sama perawat sebentar

Sesampainya di UGD, seorang perawat yang melihat kedatangan mereka langsung


memepersilahkan mereka duduk

Tahap pre interaksi

Perawat A : Selamat pagi, Mari Silahkan duduk


Keluarga : (Sembari memegangi tangan pasien keluarga menjelaskan maksud
kedatangannya) Begini bu, anak saya ini sejak 1bulan yang lalu
mengalami putus cinta dan sejak itu juga, anak saya jadi sering
ngamuk dan memukul orang sampai meresahkan warga, jadi pak
RT menyarankan saya untuk membawanya kesini
Perawat A : Perkenalkan, nama saya perawat A, Nama mas siapa?
(bertanya (Mengulurkan tangan dengan memberi senyum)
pd pasien)
Pasien : Sumanto (menjawab sinis)
Perawat A : Ada apa di rumah?? Apa yang membuat mas sumanto marah dan
sering memukul orang ?
Pasien : Lha aku kan cuma membela diri, (menoleh pada keluarga) sudah
aku mau pulang mak, aku ndak mau disini. (Berusaha berlalu)

Keluarga : Heh, kowe mau kemana?


Pasien : Muleh!!!! (dengan nada tinggi dan melotot, sambil memukul
ibunya)
Melihat itu perawat pun mulai menyiapkan alat restrain

Tahap Orientasi

Perawat A : Mas, Ibu (pada keluarga) saya akan melakukan pengamanan

22
(berbicara kepada mas sumanto, dengan cara menggunakan baju ini, tangan
pd mas sumanto akan terikat kebelakang agar mas sumanto tidak
keluarga) memukul orang lagi. Ketika nanti mas sudah tidak memukul orang
lagi maka akan saya lepas. Cara ini tidak menyakitkan dan aman
Pasien : Enggak!!!!!! Awas nyedek tak hajar samean!!!!!

Perawatpun mulai memegangi pasien, agar pasien tidak kabur. Sesegera


satpampun datang untuk memeberikan bantuan.

Satpam : Saya boleh membantu untuk memegang?


Perawat A : Silahkan pak
Perawat B : Untuk ibu mari ikut saya ke ruang perawat
(Perawat B dan keluarga berjalan menuju ruang perawat)
Perawat B :  Ibu, perawat A tadi sudah menjelaskan tindakan yang akan kami
  lakukan untuk mengamankan mas sumanto, bila ibu setuju tindakan
itu dilakukan silahkan ibu tanda tangan di lembar Inform Consent
ini
Keluarga : Iya saya setuju saja yang penting anak saya sembuh
Perawat B : Baik ibu, kalau begitu kami akan melakukan tindakan restrain
untuk anak ibu
Pasien meraung – raung agresif sambil berkata “Aku nggak gila, kalian semua
yang gila”, satpam dan para perawat pun melakukan tahap kerja dalam
pemasangan restrain setelah mendapat persetujuan keluarga.

Tahap Kerja

 Memulai kegiatan dengan cara yang baik

 Memilih alat restrain yang tepat

 Memasang restrain pada klien dg cepat dan tepat

 Pegang pundak pasien dan tangan yang agresif, berjalan dibelakang pasien
dan tetap waspada

 Buka baju dalam posisi "menyerbu"

 Pakaikan baju dengan cepat

23
 Handle tangan pasien ke belakang, seperti orang diborgol.

 Mengamankan restrain dari jangkauan pasien

 Menyediakan keamanan dan kenyamanan sesuai kebutuhan

 Melakukan pemeriksaan tanda vital

 Memeriksa bagian tubuh yang direstrain

 Memberikan obat anti cemas

 Memperhatikan respon pasien

Setelah tindakan restrain dilakukan pasien mulai tenang dan perawat mulai
menyimpulkan kegiatan

Tahap Terminasi

Perawat A : Mas sumanto & ibu, ini merupakan metode restrain, ini metode
keluarga kami sebagai tenaga kesehatan untuk menenangkan mas sumanto
agar mas sumanto tidak memukul orang lagi. Jadi mas sumanto
terutama ibu tidak perlu khawatir.
Perawat B : Nanti restrain ini akan dilepas, apabila mas sumanto tidak memukul
orang lagi. (Berbicara dengan sumanto)
Perawat B : Bu, sejenak saya akan mengajak ibu untuk melengkapi data – data
mas sumanto yang belum tuntas tadi.
(Seusai perawat B melengkapi pengumpulan data tentang pasien)
Keluarga : Terima kasih, sudah membantu saya menangani anak saya, nanti
kalau anak saya mulai dirawat disini, saya titip
Perwat B : Iya bu, karena itu memang tugas kami, terima kasih juga atas
kepercayaan ibu pada kami
Selanjutnya perawat mulai melakukan tindakan dokumentasi mencacat tindakan
yang telah dilakukan pasien dan mencatat respon pasien.

Hari berikutnya setelah pasien sudah tenang, perawat A membuat kontrak untuk
bertemu pasien dalam Strategi Pelaksanaan 1 yaitu latihan nafas dalam.

24
Prolog : Pagi hari pukul 09:30 di rumah sakit jiwa, tepatn ya di ruang
perawatan pasien , sebelum masuk ke dalam ruangan, perawat yang beranjak
(dinas) di ruang tersebut sedang bekerja untuk berhadapan langsung dengan
pasien, yaitu kesiapan fisik, mental, pengetahuan serta teknis.  

ORIENTASI      

Perawat: “Selamat pagi Mas, perkenalkan nama saya Perawat A, mas bisa
memanggil saya A. Saya adalah perawat di rumah sakit ini, jadi jika mas meminta
bantuan, saya akan siap membantu. Nama mas siapa, senangnya dipanggil apa? ”

Pasien: "Sumanto"

Perawat: “Iya mas Sumanto, Bagaimana perasaan mas saat ini? Apakah masih ada
perasaan kesal atau marah? ”

Pasien:            (Diam)

Perawat: “sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah mas.


Berapa lama mas mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit? ”

Pasien: “Jangan lama-lama, bosan saya di sini,”

Perawat: “Baik mas, mas maunya kita bincang-bincang di mana? Bagaimana


kalau di sana saja? ”  (Pindah duduk dari dalam kamar pasien menuju tempat
duduk di luar kamar sambil menggiring pasien)

Pasien: "Iya,"

KERJA

Perawat: "Apa yang menyebabkan mas marah?"

Pasien: “Saya jengkel kenapa pacar saya tega mutusin saya hanya demi laki-laki
kayak dia. Padahal selama pacaran saya sudah kasih apa aja yang dia mau. Saya
uda inta mati sama pacar saya, tapi dia malah selingkuh sama orang lain”

Perawat: "Jadi mas diputusin pacar mas, karena pacar mas punya selingkuhan?"

25
Pasien: "Iya, dia memang tidak punya hati mbk, saya sakit hati sekali sama dia..."

Perawat: “Apakah sebelumnya mas pernah marah?Apakah penyebabnya sama


dengan sekarang? ”

Pasien: “Iya”

Perawat: "Oh ... Jadi mas marah karena tidak berhasil dalam cinta. Pada saat mas
marah, apa yang mas rasakan? Apakah mas mengalami kesal kemudian dada mas
berdebar-debar, mata melotot, rapat terang, dan tangan mengepal? ”

Pasien: “Ya iya lah, namanya juga lagi marah, gimana sih kamu ini” (muka
meremehkan)

Perawat: “Setelah itu apa yang dilakukan mas”

Pasien: “apa yang saya lihat, saya lempar dan saya pecahkan,”

Perawat: "Oh..iya, jadi mas memecahkan barang-barang yang ada di sekitar mas,
apakah dengan cara ini pacar mas bisa kembali lagi mas?"

Pasien: “Tidak, tapi rasanya puas,”

Perawat: “Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang dilakukan mas? ”

Pasien: “Mereka pikir saya pasti akan memukuli mereka berdua, ”

Perawat: “Betul, keluarga takut kepada mas, barang pecah, harus mengeluarkan
uang untuk membeli barang baru lagi. Menurut mas adakah cara lain yang lebih
baik? Maukah mas belajar cara mengendalikan marah dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian? ”

Pasien: "Bagaimana?"

Perawat: ”Ada beberapa cara untuk mengendalikan, mas. Bagaimana kalau kita


belajar satu cara dulu? ”

Pasien: "Iya,"

26
Perawat: "Begini mas, jika tanda-tanda marah tadi sudah ada mas rasakan maka
mas berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan / tiupkan
dengan cepat-cepat melalui lubang yang ada sekarang." Ayo coba lagi, tarik dari
hidung, bagus .., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
mas sudah bisa dilakukan. Bagaimana perasaannya? "

Pasien: “Agak lebih tenang,”

Perawat: “Nah, cobalah latihan yang dilakukan mas, lakukanlah saat-saat rasa
yang muncul”

TERMINASI

Perawat: "Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang


pemulihan mas?"

Pasien: ”Lumayan lebih tenang,”

Perawat: "Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi menyebabkan marah mas
yang lalu, apa yang mas lakukan jika marah yang belum kita bahas dan jangan
lupa latihan bernapas menggunakan ya mas? Sekarang kita buat jadwal latihannya
ya mas, berapa kali sehari mas mau latihan napas dalam? ”

Pasien: "3 kali,"

Perawat: "Jam berapa saja mas?"

Pasien: ”jam 9 pagi, Jam 12, dan jam 4 sakit,”

Perawat: ”Baik mas, bagaimana jika 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara
lain untuk mencegah / mengendalikan marah. Tempatnya di sini saja ya mas,
Selamat pagi, ”

27

Anda mungkin juga menyukai