Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

H DENGAN RESIKO PERILAKU


KEKERASAN DI RUANG CENDRAWASIH RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2018

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Tugas


Stase Jiwa

Disusun Oleh :

1. Dedi Ismanto
2. Endra Maulana
3. Esa Riyolita
4. Ferdian Nugroho

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (SIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan : ASUHAN KEPERAWATAN PADATn.H DENGAN


RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CENDRAWASIH RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2018

Oleh : Dedi Ismanto


Endra Maulana
Esa Riyolita
Ferdian Nugroho

Institusi : Stikes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Program studi : Profesi Ners

Mengetahui, Mengesahkan,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Ns. Hartoto S.Kep Ns. Nuria Muliani, M.Kep.,S.Kep.J.


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
paling sempurna.Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Syukur Alhamdulillah, Penyusun panjatkan kehadirat Illahi Rabbi atas segala


Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan studi
kasus di Stase Jiwa dengan kasus “Resiko Perilaku Kekerasan”.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ns.Nuria Muliani,
M.Kep.,S.Kep.J.yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan
lebih mudah menulis laporan ini. Atas bimbingan yang telah berikan, kami juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu kami dalam
penyelesaian laporan ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan.Akhirnya penyusun hanya
dapat mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah SWT.Semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.Aamiin.

Bandar lampung, 25 Mei 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Menurut Stuart & Laraia (dalam Hidayati, 2012) Kesehatan adalah


keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan (WHO, 2011). Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek
dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis maupun sosial.
Fisiknya sehat, maka mental (jiwa) dan sosial pun sehat, jika mentalnya terganggu
atau sakit, maka fisik dan sosialnya pun akan sakit. Kesehatan harus dilihat secara
menyeluruh sehingga kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan yang tidak
dapat dipisahkan.

Kesehatan Jiwa menurut WHO ( World Head Organitation) adalah


berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan
kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadianya. Kesehatan Jiwa menurut
UU No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras
dengan keadaan orang lain (Direja, 2011).

Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah Skizofrenia.Skizofrenia adalah


suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada prosesfikir serta
disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi
(Direja, 2011). Menurut Sulistyowati (dalam Isnaeni, 2008) Prevalensi Skizofreniadi
Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu penduduk. Bila diperkirakan
jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan terdapat gangguan jiwa dengan
skizofreniakurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Hal ini merupakan angka
yang cukup besar serta perlu penanganan yang serius. Sedangkan
SkizofreniaKatatonik ditandai dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor
maupun gaduh gelisah katatonik (Direja, 2011)

Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia adalah suatu
sindrom yang mempengaruhi otak. menyebabkan timbulnya
pikiran,persepsi,emosi,gerakan,danperilakuyang aneh dan terganggu.Insiden puncak
awitannya adalah15sampai 25tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun untuk
wanita.Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk.Di
Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hamper tiga juta penduduk
yang sedang, telah,atau akan terkena gangguan tesebut.Insiden dan prevalensi seumur
hidup secara kasar sama diseluruh dunia(Videbeck,2008).

Gejala yang sering muncul pada skizofrenia adalah halusinasi dimana gejala ini
mencapai 70% dari seluruh gejala yang ada. Halusinasi didefinisikan hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal atau pikiran dan
rangsangan eksternal atau dunialuar.Seseorang memberpersepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yangnyata (Kusumawati,2010).

Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana


seseorang mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang
untuk kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi
dia hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau
verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri

Menurut WHO (World Head Organitation) ada satu dari empat orang di dunia yang
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekita 450 jutaorang di dunia
mengalamigangguan kesehatan jiwa. Masyarakat umum terdapat 0,2 –0,8%
penderita Skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira
–kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis dalam
Widiyatmoko, 2004).

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi Daerah Khusus


Ibu kota Jakarta 24,3%, diikuti Nanggroe Aceh Darussalam 18,5%, Sumatra Barat
17,7%, NTB 10,9%, Sumatra Selatan 9,2%, dan Jawa Tengah 6,8% (Depkes RI,
2010). Berdasarkan Riset Kebutuhan Dasar (2010), menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata
lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai
lima orang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data
pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat.

Gangguan jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah adanya gangguan pada fungsi
kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah proses pikir, emosi, kemauan dan perilaku
psikomotorik termasuk bicara, dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa adalah
kondisi terganggunya fungsi, mental, emosi, pikiran,kemauan, perilakupsikomotorik
dan verbal yang menjelma dalam kelompok gejala klinisyang disertai oleh
penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistic individu (Dalami,
2010).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah
ini dalam membuat analisa kasus dengan judul “Asuhan keperawatan jiwa pada
klien dengan Resiko perilaku Kekerasan di ruang Cendrawasih RSJ Provinsi
Lampung”.

2. Tujuan
a. Tujuan umum
 Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan
Resiko perilaku kekerasan
b. Tujuan khusus
 Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan prilaku
kekerasan.
 Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Resiko
perilaku Kekerasan
 Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan Resiko
perilaku Kekerasan
 Mampu membuat implementasi keperawatan pada klien dengan Resiko
perilaku Kekerasan
 Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Resiko
perilaku Kekerasan
3. Manfaat
a. Praktis
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam
memahami ilmu yang dipelajari yang telah diberikan khususnya dalam
melaksanakan proses keperawatan jiwa
b. Teoritis
Sebagai bahan dalam masukan atau referensi dalam keperawatan jiwa
khusunya berkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Resiko perilaku Kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama: Resiko Perilaku Kekerasan

1. Pengertian Perilaku Kekerasan


a. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis(keliat,2010)
b. American Psychological Association (2006 dalam Townsend, 2009)
mengemukakan bahwa kekerasan/kemarahan adalah keadaan emosional yang
bervariasi dalam intensitas ringan hingga kemarahan yang intens (berat), hal
ini disertai dengan perubahan fisiologis dan biologis, seperti peningkatan
denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormone epinerphrine dan
norepinerphine.
c. Stuart, (2009) mengemukakan perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana
seseorang mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus
berjuang untuk kepentingannya dan mengharapkan perilaku yang sama dari
orang lain, bagi dia hidup adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan
kekerasan fisik atau verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat kurang
kepercayaan diri.
d. Perilaku agresif adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada
klien dengan skizoprenia, gangguan mood, gangguan kepribadian borderline,
gangguan perilaku dan ketergantungan obat (Fontaine, 2009).
e. Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai tindakan kekuatan fisik
dimaksudkan untuk menyebabkan kerugian bagi seseorang atau obyek,
agresif dan perilaku kekerasan merupakan sebuah rentang kontinum dari
perilaku yang mencurigakan kepada tindakan ekstrim yang mengancam
keselamatan orang lain atau mengakibatkan cidera atau kematian
(Herper&Reimer, 1992 dalam videback, 2008).
f. Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan
individu tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual
kepada orang lain (NANDA-I, 20012-2014, Herdman, 2012)
Dari semua pertanyaan diatas maka perilaku kekerasan atau agresif dapat
didefisinikan sebagai perilaku mencederai orang lain, diri sendiri dan
lingkungan yang bervariasi dari intensitas ringan sampai berat/ intens,
dilakukan baik secara verbal, fisik, dan emosional yang akan mengakibatkan
perusakan harta benda, perampasan hak, kerugian dan bahkan kematian.
2. Tahapan Resiko Perilaku Kekerasan
Tahapan perilaku agresif atau resiko perilaku kekerasan: (Fontaine, 2009)
a. Tahap 1: Tahap memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir, menghindari kontak
Tindakan perawat: Mengidentifikasi factor pemicu, mengurangi
kecemasan, memecahkan masalah bila memungkinkan.

b. Tahap 2: Tahap Transisi


Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi meningkat
Tindakan perawat : Jangan tangani marah dengan amarah, menjaga
pembicaraan, menetapkan batas dan memberikan pengarahan, mengajak
kompromi, mencari dampak agitasi; meminta bantuan.

c. Tahap 3: Krisis
Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang
disekitar, berkata kotor; berteriak
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak
pribadi, hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk menjaga
komunikasi

d. Tahap 4: Perilaku merusak


Perasaan : Marah
Perilaku : Menyerang; merusak
Tindakan perawat : Lindungi klien lain, menghindar, melakukan
pengekangan fisik

e. Tahap 5: Tahap lanjut


Perasaan : Agresi
Perilaku : Menghentikan perilaku terang-terangan destruktif,
pengurangan tingkat gairah
Tindakan perawat : Tetap waspada karena perilaku kekerasan baru masih
memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam

f. Tahap 6: Tahap peralihan


Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir
Tindakan perawat : Lanjutkan fokus mengatasi masalah utama

3. Rentang Respon Resiko Perilaku Kekerasaan


Perilaku kekerasaan merupakan respon kemarahan.Respon kemarahan dapat
berfluktrusi dalam rentan adaptif sampai maladaptif (Keliat & Siaga, 1991).
Rntan respon marah menurut Stuart dn Sundeen (1995) dijelaskan dalam
skema 2.2 dimana agresif dan amuk (perilaku kekerasan) berada pada rentan
respon yang maladaptif.

Skema2.2 rentang respon marah menurut stuart dan sudden (1995)

Respon adaptif Respon mal


adaptif

asertif pasif frustasi agresif amuk

a. Asertif

Prilaku asertif adalah menyampaikan suatu persaan diri dengan paasti dan
merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain .individu yang asertif
berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat normal dari individu
lainnya dengantepat sesuai dengan setuasi pada saat berbicara kontak mata
langsung tapi tidak mengganggu,intonasi sura dalam berbicara tidak
mengancam ,postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalah bahwa
individu tersebut kuat tapi tidak mengancam. Permintaan masukan yang
positif juga termasuk perilaku asertif ( Stuart& Laraia, 2005; Stuart, 2009).

b. Pasif
Individu yang sering pasif sering menyampaikan haknya dari persepsinya
terhadap hak orang lain. Ketika seseorang yang pasif marah makan dia akan
berusaha menutupi kemarahannya sehingga meningkatkan tekanan pada
dirinya (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Perilaku pasif dapat
diekspresikan secara nonverbal, seseorang yang pasif biasanya bicara pelan,
sering dengan cara kekanak-kanakan dan kontak mata yang sedikit. Individu
tersebut mungkin dalam posisi membungkuk, tangan memegang tubuh
dengan dekat ( Stuart, 2009)

c. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang
realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart & Laraia,
2005).Frustasi adalah kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Frustasi akan bertambah berat jika keinginan yang tidak tercapai
memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan (Keliat & Sinaga, 1991).

d. Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu harus
merasa bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkanya seorang yang
agresif didalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan perbal
.berlaku agresif pada dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa
percaya diri ( bushman & baumeister,1998 dalam stuart &
laraia,2005;stuart,2009 ) prilaku agresif juga ditunjukkan secara non
perbal,seseorang yangagresif melanggar batas orang lain ,bicaranya keras
dan lantang,biasanya kontak mata yang berlebihan dan mengganggu ,postur
kaku dan tanpak mengancam ( stuart,2009)

e. Amuk
Amuk atau prilaku kekerasan adalah perasaan marah dan permusuhan yang
kuat dan disertai kehilangan control diri sehingga individu dapat merusak
diri,orang lain dan lingkungan( melihat keliat & sinaga,1991). Menurut stuart
dan laraya (2009)prilaku kekerasan berplukstuasi dari tingkat rendah sampai
tinggi yaiyu yang disebut dengan hirarki prilaku agresi dan kekerasan
(gambar 2.1 )
Gambar 2.1 hirarki prilaku pada klien dengan prilaku kekerasan

Tinggi Melukai dalam tingkat serius dan berbahaya

Melukai dalam tingkat tidak berbahaya

mengucapkan kata kata ancaman dengan rencana melukai

Menyentuh orang laindengan cara menakutkan

Mengucapkan kata kata ancaman tanpa melukai

Mendekati orang lain dengan ancaman

Bicara keras dan menuntut

RENDAH Memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah


Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa prilaku kekerasan
mempunyai tingkatberdasarkan prilakunya mulai dari yangterendah yaitu
memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah sampai pada tingkatan yang
tertiggi yaitu melukai dalam tingkat serius dan membahayakan.

B. Proses terjadinya masalah


Prilaku kekerasan merupakan salah satu respon mal akdatif dari marah .
Marah adalah emosi yang kuat;ketika di tolak atau dipendam dapat memicu
masalah fisik seperti sakit kepala migren ,ulcer,radang usus bahkan penyakit
jantung koroner.marah dapat merubah menjadi kebencian yang sering
dimanifestasikan dengan prilaku diri yangnegatif dari pasif sampai agresif (
tounsend,2009).

Kemarahan terjadi ketika individu mengalami prustasi,terluka atau takut


(vidback,2008 ).
Kesulitan dalam jiwa (koh,kim & park,2002 dalam vidhback,2008).prilaku
kekerasan adalah akibat dari kemarahan yang ekstrim atau ketakutan (panic)
alas an khusus dari prilaku agresif berfariasi dari setiap orang( stuart &
laraya,2005;stuart,2009)

Penyebab kemarahan atau resiko prilaku kekerasan secara umum adalah :


kebutuhan yang tidak menyinggung harga diri dan harapan tidak sesuai
dengan kenyataan .model stress adaftasi stuart dari keperawatan jiwa
memandang prilaku manusia dalam perspektif yang holistic terdiri atas
biologis,psikologis dan sosio cultural dan aspek aspek tersebut saling
berintegrasi dalam keperawatan komponen biopsikososial dari model tersebut
termasuk dalam factor predisposisi,presipitasi,penilaian terhadap
stressor,sumber koping dan mekanisme koping ( stuar &
laraya,2005;sturt,2009). Menurut stuart( 2009 ),masalah prilaku kekerasan
dapat dijelaskan dengan menggunakan psikodinamika masalah keperawatan
jiwa seperti sekema 2.1 dibawah ini.

…………………………… Faktor presdiposisi ………………………….…………

Biologis psikososial sosialkultural

Stressor presipitasi

Nature origin Timing Number


Penilaian terhadap stressor

Kognitif afektif fisiologis prilaku social

Sumber koping

Kemampuan person dukungan social asset material keyakinan positif

Mekanisme koping

Konstruktif destruktif

Rentang respon koping

……………………………………………………..
………………………………………………………………

Respon adaptif Respon maladatif

1 faktor predisposisi

a. Faktor biologi
Faktor biologi secara alami dapat menjadi salah satu faktor penyebab
(predisposisi) atau menjadi faktor pencetus (presipitasi) terjadinya perilaku
kekerasan pada individu. Fraktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat
dilihat sebagai suatu keadaanatau faktor risiko yang dapat mempengaruhi peran
dalam menghadapi stressor adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini
adalah :

1). Struktur otak (neuroanatomi)

Penelitian telah di fokuskan pada tiga area otak yang diyakini terlibat dengan
perilaku agresif adalah sistem limbik ,lobus frontal,dan
hiphotalamus.Neurotransmiter juga di usulkan memiliki peran dalam munculnya
prilaku kekerasan atau penekanan prilaku kekerasan
(Niehoff,2002;Hoptman,2003 Stuart & Laraia ,2005;Stuart & laraia,2005;Stuart
,2009)
Kerusakan struktur pada limbik dan lobus frontal serta lobus temporal otak
dapat mengubah kemampuan individu untuk memodulasiagresif sehingga
menyebabkan perilaku agresif sehingga menyebabkan perilaku
agresif/kekerasan (Videback,2008).Penelitian telah menemukan bahwa pada
epilepsi pada daerah lobus temporal dan frontal ada pada klien episodik agresif
dan perilaku kekerasan (townsend,2009;Fontaine;2009)

Sistem limbik di kaitkan dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi emosi
serta tingkah laku manusia seperti :makan ,agresi,dan respon sexual,termasuk
proses pengolahan informasi dan memori. Sintesis informasi ke dan dari area
lain otak mempunyai pengaruh pada emosional dan perilaku .perubahan dalam
sistem limbik dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan perilaku agresif
.Secara khusus amigdala bagian dari sistem limbik menjadi mediasi ekpresi
kemarahan dan ketakutan (Stuart,2009).

Lobus Frontal berperan penting dalam mediasi tingkah laku yang berarti dan
berfikir rasional.Lobus ini merupakan bagian dari otak dimana pikiran dan emosi
beriinteraksi. Kerusakan pada lobus frontal dapat mengakibatkan gangguan
penilaian,perubahan kepribadian ,masalah pengambilan
keputusan,ketidaksesuaian dalam berhubungan dan ledakan
agresif.Hipotalamus di dasar otak berfungsi sebagai sistem alarm/peringatan
otak. Kondisi stress menaikan jumlah steroid,hormon yang di keluarkan oleh
kelenjar adrenal,saraf reseptor untuk hormon ini menjadi kurang sensitif dalam
upaya mengkompensasi peningkatan steroid dan hipotalamus merangsang
kelenjar pituitari untuk menghasilkan lebih banyak steroid. Setelah stimulasi
berulang sistem berespon lebih kuat terhadap provokasi. Ini menjadi salah satu
alasan mengapa stress traumatik pada anak secara permanen dapat
meningkatkan potensi seseorang untuk melakukan kekerasan (Stuart,2009).

2) Genetik

Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang


mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel,2007). Sedangkan
Buchana dan Carpenter (2000,dalam Stuart & Laraia,2005;Stuart,2009)
menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia
adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah
kromosom 4,8,15 dan 22,Craddok et al (2006 dalam Stuart,2009 ).

Penelitian lain juga menemukan gen GAD 1 yang bertanggung jawab


memproduksi GABA ,dimana pada klien skizofrenia tidak dapat meningkat
secara normal sesuai perkembangan pada daerah frontal,dimana bagian ini
berfungsi dalam proses berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al,(2007
dalam Stuart ,2009).

Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang
menunjukan anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar,
sedangkan pada kembar nonidentik/fraternal beresiko 15% mengalami
skizofrenia.Risiko 15% jika salah satu orang tua menderita skizofrenia. Angka ini
meningkat 40% - 50% jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia

(Cancro & Lehman,2000;Videback,2008;Stuart,2009;)

Semua penelitian ini menunjukan bahwa faktor genetik dapat menjadi


penyebab terjadinya skizofrenia dan perlu menjadi perhatian untuk mengetahui
risiko seseorang mengalami skizofrenia dilihat dari faktor keturunan.

3) Neurotransmiter

Neurotransmiter adalah zat kimia otak yang di transmisikan dari dan ke


seluruh neuron sinapsis,sehingga menghasilkan komunikasi antara otak dan
struktur otak lain. Peningkatan atau penurunan zat ini dapat mempengaruhi
prilaku ,perubahan keseimbanagn zat ini dapat memburuk atau menghambat
prilaku agresif . Beberapa penelitian menunjukan bahwa berbagai
neurotransmiter (epineprin,norepineprin,dopamine,acetylcolin dan serotinin)
berperan dalam fasilitasi dan inhibisi rangsangan agresif (Sadock&Sadock,2007
dalam Townsend,2009) Rendahnya neurotransmiter serotonin di kaitkan
dengan prilaku iritabilitas,Hipersensitifitas terhadap provokasi,dan prilaku amuk.
Individu dengan prilaku inpulsif, bunuh diri, dan melakukan
pembunuhan,mempunyai serotononin dengan jumlah rendah daripada rata-rata
jumlah asam 5-hidroxynoleacetik (5-HIAA)/produk serotonin (Stuart,2009).

Penelitian ini telah menunjukan adanya hubungan antara agresif inpulsif


dengan rendahnya level neurotransmiter serotonin Hasil temuan menyatakan
bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor utama prilaku agresif,dengan
demikian kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan peningkatan prilaku
agresif, selain itu peningkatan aktiitas dopamine dan norepineprin di otak di
kaitkan dengan prilaku kekerasan yang inpulsif (Kavousi et al.1997 dalam
Videback,2008;Frandle et al, 2005;. Perusse & Gendreu,2005; Pihl & Benkelfat
,2005 dalam Fontaine,2009).
Neurotransmiter lain yang berkaitan dengan prilaku agresif adalah
dopamine,norepineprin, dan acetylcolin serta asam amino Gamma-
aminobutyric acid (GABA). Korteks prefrontal juga berperan penting dalam
menghambat prilaku agresif.Area spesifik pada korteks prefrontal adalah Region
obitofrontal.Stimulasi pada area ini mencegah marah dan agresif. Lesi pada area
ini menyebabkan prilaku infilsiuf (stuart& laraia, 20005. Stuart 2009).

4. Imunovirologi

Karakteristik biologis lain yang berhubungan dengan prilaku kekerasan


adalah riayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi dirawat. Penggunaan
napza akan mempengaruhi fungsi otak, mempengaruhi terapi dan perawatan
yang diberikan (Dyha,2009). Frekuensi dirawat menunjukan seberapa sering
individu dengan prilaku kekerasan mengalami kekambuhan. Prilaku kekerasan
pada skezoprenia sering terjadi karena penyakit yang tidak terkontrol, putus
obat, kecemasan karena kegagalan dalam mengerjakan sesuatu atau situasi
yang menciptakan prilaku kekerasan (stuart& laraia, 2005; stuart, 2009). Secara
umum dua populasi klien akan meningkatkan resiko kekerasan yaitu klien
dengan gejala psikotik aktif dan penyalah gunaan zat (Nolan et al. 2003 dalam
stuart, 2009). Prilaku kekerasan juga meningkat pada klien penyalah gunaan zat,
skizoprenia dan tidak mengambil obat yang diresepkan, hidup bersama dalam
orang yang mengalami gangguan jiwa ( Citrome dan Volavka, 1999 dalam
Videback, 2008).

b. Faktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan salah satu predisposisi atau presipitasi


dalam proses terjadinya perilaku agresif/ kekerasan. Menurut stuart dan
Laraia (2005) yang termasuk dalam faktor psikologis diantaranya
kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi
diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan
psikologi.

1) Teori psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan bahwa
pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau
pengalaman hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilih
mekanisme yang bukan perilaku kekerasan. Faktor perkembangana atau
pengalaman hidup yang membatasi mekanisme koping nonviolence
menurut Stuart dan Laraia (2009) sebagai berikut:
gangg uan otak organik, mental reterdasi, ketidakmampuan belajar karena
kerusakan kapasitas bertindak secara efektif terhadap anak, orang tua
yang terlalu penyayang dan berkontribusi pada kurang rasa percaya dan
harga rendah diri; mengalami kekerasan bertahun-tahun, korban child
abuse atau sering melihat kekerasan dalam keluarga dapat menanamkan
pola oenggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.

2) Teori pembelajaran
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa perilaku agresif
dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari pembelajaran
internal dan eksternal. Pembelajaran internal terjadi selama individu
mendapat penguatan pribadi ketika melakukan perilaku agresif
kemungkinan sebagai kepuasan dalam mencapai tujuan atau pengalaman
merasa penting, mempunyai kekuatan dan control terhadap orang lain.
Pembelajaran eksternal terjadi selama observasi medel peran seperti
peran sebagai orang tua, teman sebaya, saudara, oleh raga dan tokoh
hiburan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
Menurut teori pembelajaran sosial, perilaku imitasi/meniru perilaku
agresif sebagai perilaku yang dapat diterima untuk memecahkan masalah
dan sesuai status sosial.Peran pemodelan merupakan salah satu bentuk
pembelajaran terkuat, model perilaku anak-anak pada fase awal adalah
orang tua, bagaimana orang tua atau orang terdekat mengekspresikan
marah menjadi contoh anak dalam ekspresi marahnya (Townsend, 2009)
Role model/contoh tidak selalu dirumah, penelitian membuktikan bahwa
acara kekersan ditelevisi sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
(American Psychological Assocation,2006, dalam Townsend, 2009).
Menurut American Psychological Assocation,, (2006, dalam Townsend,
2009) menyarankan pentingnya pengawasan terhadap apa yang anak lihat
dan peraturan tentang acara kekerasan dimedia untuk mencegah
pemodelan kekerasan. Faktor psikologis lain dapat berupa kegagalan,
kegagaglan dapat berakibat frustasi (Stuart & Laraia, 2005).
Kegagalan sering diartikan oleh individu oleh ketidakmampuan, respon
yang mucul pada saat individu mengalam kegagalan dapat berupa
penyalahan terhadap diri sendiri, atau orang lain yang ditunjukan dengan
perilaku kekerasan (Dyah, 2009).

c. Faktor Sosial Budaya


Faktor sosial, budaya juga merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku
kekerasan pada individu. Karakteristik yang termasuk pada sosial budaya
seperti: usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikilaku dan
tingkat sosial ekonomi (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009), riwayat
perilaku kekerasan di masa lalu (Stuart, 2009). Faktor lingkungan dan
situasi perawatan bias sebagai memicu perilaku kekerasan klien, faktor ini
meliputi fasilitas fisik, keberadaan petugas dank lien lain. Beberapa
penelitian telah menemukan bahwa jumlah inseden kekerasan lebih besar
terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang besar, penuh
sesak, kurang privasi atau tidak bebas.
1) Jenis kelamin
Berdasarkan pendapat diatas disampaikan bahwa jenis kelaim
merupakan salah satu karakteristik sosial budaya. Jenis kelamin
adalah ciri fisik, karakter dan sifat yang berbeda. Laki-laki lebih
sering melakukan perilaku agresif (Stuart & Laraia, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa karakteristik jenis
kelamin berhubungan dengan kejadian perilaku kekerasan verbal (p
value 0,001) dank lien laki-laki dua kali lipat lebih banyak dari klien
perempuan, serta usia yang paling banyak 30 tahun kebawah (Keliat,
2003).
Namun berdasarkan penelitian Keliat dkk, (2008) pada penelitian
karakteristik klien yang dirawat dibangsal MPKP menyebutkan ada
63,9% berjenis kelamin laki-laki, 82,5% terdapat pada golongan umur
dewasa yaitu umum33 tahun sampai 55 tahun.
2) Tingkat sosial ekonimi
Kondisi sosial lain yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan
seperti : kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutruuhan
hidup, masalah perkawinan, keluarga single parent, pengangguran,
kesulitan mempertahankan hubungan interpersonal dalam keluarga,
struktur keluarga, dan control sosial (Stuart & Laraia, 2005; Stuart,
2009; Tardiff, 2003 dalam Townsend, 2009).
Kepercayaan (spiritual), nilai dan moral mempengaruhi ungkapan
marah individu (Keliat & Sinaga, 1991). Aspek spiritual adalah
komponen kehidupan individu yang terkait dengan falsafah hidup,
nilai, keyakinan dan religi ( Rawlins, et. al, 1993 dalam keliat, 2003).
Faktor lain yang berhubungan dengan kekerasan secara sosial
termasuk kurangnya dukungan sosial, kesulitan pekerjaan, atau
masalah keuangan, akses yang mudah ke senjata dan kecenderungan
budaya Amerika Serikat untuk memanfaatkan perilaku kekerasan
sebagai solusi untuk pemecahan masalah (Woodside & McClum,
2006 dalam Fontaine, 2009).
3) Ras/ Suku
Faktor sosiokultural lainnya adalah norma budaya yang dapat
membantu mengartikan makna ekspresi marah dan dapat mendorong
untuk mengekspresikan marah secara asertif sehingga membantu
menjaga kesehatan diri. Norma yang mereinforcement perilaku
kekerasan akan berakibat ekspresi marah dan cara destruktif.
Sindroma ikatan dua budaya mencangkup perilaku agresif, Bouffee
delirantesuatu kondisi yang terlihat pada masyarakat Afrika Barat dan
Haiti, ditandai dengan ledakan perilaku agresif dan agitasi secara tiba-
tiba, kebingungan yang nyata dan psychomotor excitement,episode ini
dapat mencakup halusinasi pendengaran dan penglihatan serta pikiran
panaoid yang menyerupai episode psikotik singkat (Mezzich et al.,
2000 dalam videbeck, 2008)
2. Faktor Presipitasi

a. Faktor Biologi

Stressor presipitasi adalah stimuli yang di terima individu sebagai


tantangan,ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi prilaku kekerasan
dari faktor biologi dapat di sebabkan oleh gangguan umpan balik di otak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi.Stimuli
penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan
di kirim untuk di proses oleh lobus frontal dan bila informasi yang di
sampaikan terlalu banyak pada suatu atau jika informasi tersebut
salah,lobus frontal akan mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di
ingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus frontal
menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian
informasi yang menghasilkan proses informasi overload (Stuard &
Laraia,2005 ;Stuard,2009).

yang terjadi pada sistem syaraf.penurunan pintu mekanisme /gating proses


ini di tunjukan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli
secara selektif (Hong et al;2007 dalam Stuart, 2009). Menjadi faktor biologi
lainyayang merupakan predisposisi dapat menjadi presipitasi dengan
memperhatikan asal stressor,baik internal lingkungan eksternal
individu.waktu dan frekuensi terjadinya stressor prilaku untuk di kaji (Stuart
& Laraia ,2005).

b. Faktor Psikologis

Pemicu prilaku kekerasan dapat di akibatkan oleh toleransi terhadap frustasi


yang rendah ,koping individu yang tidak efektif,impulsive dan
membayangkan atau secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan
dirinya ,tubuh atau kehidupan .dalam ruang perawatan .prilaku kekerasan
dapat terjadi karena provokasi petugas, prilaku kekerasan terjadi pada
setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap otoriter dan cenderung
mengatur apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh klien ,menahan
klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk minum obat
,semua itu prilaku agresif /kekerasan dapat terjadi karena beberapa
perasaan seperti marah ,ansietas rasa bersalah ,frustasi atau kcurigaan
(Townsend,2009)
c. Faktor Sosial Budaya

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah insiden kekerasan


lebih besar terjadi ketika klien di pindahkan dalam kelompok besar terjadi
ketika klien di pindahkan dalam kelompok yang besar ,penuh sesak ,kurang
privasi atau tidak bebas .Menurut Fagan-Pyor et al .(2003 dalam
Stuart,2009) petugas mungkin secara sengaja atau tidak sengaja memicu
prilaku klien untuk melakukan kekerasan ,ketidak pengalaman
petugas,provokasi petugas ,menejemen lingkungan yang buruk ,ketidak
pahaman petugas ,pertemuan fisik yang terlalu dekat ,penetapan batasan
yag tidak konsisten dan budaya kekerasan mempengarungi prilaku
kekerasan klien .akhirnya pemahaman terhadap situasi dan penerimaan
lingkungan ,kognitif dan stess komunikasi serta respon afektif klien perlu di
identifikasi oleh petugas.selanjutnya perlu di kaji asal stressor sosiokultural
,waktu terjadinya stressor dan jumlah stressor psikologis yang terjadi dalam
suatu waktu (Stuart & Laraia ,2005 ) Dengan demikian banyak sekali stressor
sosiokultural yang dapat mempengaruhi dan menjadi penyebab ataupun
pencetus prilaku kekerasan.

3. Penilaian Stressor

Model stress Diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan
(1994) menjelaskan bahwa gejala sskizofrenia berkembang berdasarkan
pada hubungan antara jumlah stress dalam pengalaman seseorang dan
toleransi internal terhadap ambang stress. Ini adalah model penting karena
mengintegrasikan faktor budaya biologis ,psikologis,dan social ,cara ini mirip
dengan stress adaptasi model stuart yang di guinakan sebagai kerangka kerja
konseptual (Stuart ,2009). Menurut Wuerker (2000) model adaptasi ini
membantu menjelaskan hubungan stress dengan skizofrenia ,meskipun
tidak ada penelitian ilmiah telah menunjukan bahwa stress menyebabkan
skizofrenia ,namun semakin jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang
tidak hanya menyebabkan stress ,tetapi juga di perparah oleh stress (Jones
dan Fernyhougi ,2007 dalam Stuart ,2009). Penilaian seseorang tentang
stressor ,dan masalah yang terkait dengan koping untuk mengatasi stress
dapat memprediksi timbulnya gejala.

4. Sumber Koping

Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat


menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga
.Proses penyesuaian paska psikotik terdiri dari empat fase : (1). Disonansi
kognitif (psikosis aktif) ,(2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua
aspek kehidupan (ketetapan kognitif) dan (4) bergerak terhadap prestasi
kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian
dapat berlangsung 3 samapi 6 tahun ( Moller 2006 ,dalam stuart ,2009) :

a. Efikasi /kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi


gejala dan menstabilkan disonasi kognitif setelah episode pertama
memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan
pemerikasaan realitas yang dapat diandalkan .pencapaian keterampilan
ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan tergantung pada keberhasilan
pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan .
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight ,proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reengagingdalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja .fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari –
hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2
tahun.sumber daya keluarga,seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit , keuangan ,ketersediaan waktu dan energi,dan kemampuan
untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi
jalanya penyeseuaian postpsychotic.

5. Mekasnisme koping

Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme


pertahanan diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman
menakutkan yang di sebabkan oleh penyakit mereka. Regresi adalah
berkaitan dengan masalah informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah
besar energi dalam upaya untuk mengelola kegelisahan ,menyisakan sedikit
untuk aktivitas hidup sehari- hari. Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan
persepsi membingungkan dengan menetapkan reponsibility kepada
seseorang atau sesuatu .Penarikan diri ini berkaitan dengan masalah
membangun kepercayaan dan keasyikan dengan pengalaman internal.

Keluarga sering mengekspresikan penolakan ketika mereka mempelajari


pertama kali diagnosis relatif mereka. Ini sama dengan penolakan yang
terjadi ketika seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut
dan kecemasan .hal ini memungkinkan waktu seseorang untuk
mengumpulkan sumber daya internal dan eksternal dan kemudian
beradaptasi dengan stressor secara bertahap. Pada klien penyesuaian
postpsychikotik proses aktif menggunakan mekanisme koping adaptif juga.
Ini termasuk kognitif, emosi,interpersonal,fisiologis,dan spiritual strategi
penanggulangan yang dapat berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan
intervensi keperawatan ( Stuart ,2009).

C. Daftar Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan: Diagnosis Keperawatan NANDA-I rentang respon
neurobilogis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart, 2009):
 Anxiety
 Imperaide Verbal Communication *
 Confusion,Acute
 Compromised family coping
 Ineffective coping
 Decisional
 Hopelessness
 Impaired memory
 Noncompliance
 Disturbed personal identity
 Ineffective role performance
 Self care deficit (bathing/ hygiene, dressing/ grooming)
 Disturbed sensory perception*
 Impaired social interaction*
 Social isolation
 Risk for suicide
 Ineffective therapeutic regiment management
 Disturbed thought processes*
 (*Diagnosis keperawatan primer rentang respon neurobiologis,
skizofrenia dan gangguan psikotik)
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan
pasien dan dukungan hasil observasi
a. Data Subjektif:
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul/ melukai

b. Data objektif:
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak (Kemenkes RI, 2012)
D. Pohon masalah
Menurut keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :

Resiko menciderai diri sendiri resiko mencederai orang


lain dan lingk

Resiko prilaku kekerasan

Harga diri rendah

Pohon masalah pada masalah prilaku kekerasan (keliat 2005 )

E. Diagnosis
1.diagnosis keperawatan : risiko prilaku kekerasan
2. diagnosa medis : skizoprenia

F. Rencana tindakan

1. Rencana tindakan keperawatan generalis

Diagnosa Sp/kemampuan klien Sp/kemampuan keluarga


keperawatan
Resiko prilak Sp 1. Sp.1
u kekerasan  Identifikasi penyebab tanda  Diskusikan masalah yang
dan gejala ,pk yang di dirasakan dalam merawat
lakukan ,akibat pk klien
 Jelaskan cara mengontrol  Jelaskan pengertian ,tanda
pk : dan gejala dan proses
fisik,obat,verbal,spiritual terjadinya pk (gunakan
 Latihan cara mengontrol pk booklet)
secara fisik : tarik napas  Jelaskan cara merawat pk
dalam dan pukulkasur dan  Latih satu cara merawat pk
bantal. dengan melakukan kegiatan
 Masukan pada jadwal Fisik :tarik nafas dalam dan
kegiatan untuk latihan fisik. pukul bantal
 Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
Sp.2 Sp.2
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga
fisikn,beri pujian dalam merawat / melatih
 Latih cara mengontrol pk  Jelaskan 6 benar member
dengan obat jelaskan 6 obat
benar obat : jenis,guna  Latih cara memberikan
dosis,frekuensi /membimbing minum obat
,cara,kointuinitas minum  Anjurkan membantu pasien
obat sesuai jadwal dan beri
 Masukan pada jadwal pujian
kegiatan untuk latihan fisik
dan minum obat.
Sp.3 Sp.3
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga
fisik & obat,beri pujian dalam merawat/melatih
 Latih cara mengontrol pk pasien fisik dan
secara verbal ( 3 cara yaitu memberikan obat,beeri
mengungkapkan pujian
,meminta,menolak dengan  Latih cara membimbing
benar) ,cara bicara yang baik.
 Memasukkan pada jadwal  Latih cara membimbing
kegiatan untuk latihan fisik kegiatan spiritual
,minum obat dan verbal  Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan member
pujian

Sp.4 Sp.4
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarha
fisik dan obat,verbal,beri dalam merawat
pujian /melatihpaisen
 Latihan cara mengontrol ,fisik,memberikan
spiritual ( 2 kegiatan ) obat,latihan bicara yang
 Masukkan pada jadwal baik dan kegiatan spiritual ,
kegiatan beri pujian
untuk latihan fisik minum  Jelaskan follow up ke RSJ
,obat,verbal dan spiritual /pkm ,tanda kambuh
,rujukan
 Anjurkan membanntu
pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian

2.Rencana tindakan keperawatan spesialis :

 Therapy individu : terapi prilaku ,CBT,REBT,RECBT,ACT.


 Therapy kelompok : psikoedukasi kelompok ,terapi suportif ,SHG
 Therapy keluarga : Triangle terapi,psikoedukasi keluarga
 Therapy komunitas : assertive community therapy

G. Rencana tindakan medis/psikofarmaka :


a.Anti spikotik
 Chlorpromazine (promactile,largactile )
 Haloperidol (Haldol,serenace,lodomer)
 Stelazine
 Clozapine (clozaril )
 Risperidon (risperdal )

b.Anti parkingson

 Trihexyphenidile
 Arthan

Prinsip Titrasi/Model Pengobatan Psikofarmaka: (Maslim, R, 2007)

 Respon terhadap obat bersifat individualdan perlu pengaturan


secara empiric (theraupetic trail)
 Pengaturan dosis biasanya dimulai dengan dosis awal (dosis
anjuran), dinaikkan secara cepat sampai mencapai dosis efektif
(dosis mulai berefek supresi gejala sasaran), dinaikan secara
gradual sampai mencapai dosis optimal (dosis mampu
mengendalikan gejala sasaran) dan dipertahankan untuk jangka
waktu tertentu sampai disertai terapi lain (non medikamentosa)<
kemudian diturunkan secara gradual sampai mencapai dosis
peralihan (maintenance dose) yaitu dosis terkecil yang masih
mampu mencegah kambuhnya gejala.
 Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap
hasil terapinya, dosis dapat diturunkan secara gradual sampai
berhenti pemberian obat (tapering off)

Prinsip Pemilihan Antipsikotik: (Maslim, R, 2007)

 Anti spikotik APG 1 (CPZ ,Trifluoperazine,Heloperidol)


memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaps neuron di otak
khususnya disistem limbik dan system ekstrapimidal ( dopamine
D2 receptors antagonis) sehingga efektif untuk gejala positif
 Antipsikotik APG II (clozapine,resperidon,olazapine,qutiapine,zot
epine,ariparizole ziprasidone-( di Indonesia belum ada )
memblokade dopamine D2 reseptor terhadap serotonin 5 HT
reseptors sehingga efektif untuk gejala positif dan negative.
BAHAN BACAAN

Dyah W (2009) .pengaruh assertive training terhadap perilaku Kekerasan pada klien
skizoprenia,tesis.jakarta.FIK UI.tidak dipublikasikan

Keliat,B.A,(2005).Modul Basic Course Community Mental Health Nursing.kejasama


FIK UI dan WHO

Keliat,B.A,&Akemat.(2005).keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.jakarta


:EGC
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN RESIKO PRILAKU KEKERASAN
DI RUANG KUTILANG RS JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG

1. IDENTITAS PASEN
Nama : Tn.H
Alamat : Gading Rejo
Umur : 30 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Suku/Bahasa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Informan : List dan Pasien
Tanggal Masuk RS : 4 Mei 2018
Tanggal Pengkajian : 21 Mei 2018
Nomor Register : 03.38.19

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. S
Alamat : Gading Rejo
Umur : 50 Tahun
Pendikan : SD
Pekerjaan : Tani
Suku/bbahasa : Jawa /Indonesia
Agama : Islam
Hubungan dgn klien : Kakak kandung

2. ALASAN MASUK
Klien masuk ke RS dengan diantar oleh keluarganya karna 2 minggu terakhir
klien gelisah, marah-marah dan membanting barang-barang, meresahkan warga dan
orang lain. Klien berbicara sndiri, sulit tidur.Klien langsung dibawa ke rumah sakit
jiwa.
3. FAKTOR PREDISPOSISI
a) Gangguan jiwa dimasa lalu
Ds :
- Klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu

Do:

- Keadaan klien sekarang lebih tenang

b) Pengobatan sebelumnya
Ds:
- Klien tidak pernah berobat klien baru pertama kali masuk rsj
Do:
-

Masalah keperawatan: -

c) Penganiayaan
Ds:
- Klien mengatakan sering marah
- Klien mengatakan sering marah kalau ada yang
mengganggunya
Do:
- Suara klien keras
- Klien tampak tegang

Masalah keperawatan: Resiko perilaku kekerasan

d) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


Ds:
- Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti klien.
e) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Ds:
- Klien mengatakan dirinya pernah mengalami masa lalu yang
tidak menyenangkan seperti mabuk-mabukan, judi dan
berantem
Masalah keperawatan:

4. Pemeriksaan fisik
1. TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
S : 36,2oC
P : 20 x/menit
TB : 173 cm
BB : 60 KG
Masalah Keperawatan : Tidak ada keluhan fisik
5. PSIKSOSIAL
1. Genogram

X X X X

Keterangan :
: Perempuan

: Laki-laki

: Klien
: Hubungan Pernikahan
: Tinggal Serumah
X : Meninggal

Penjelasan:
B. Komunikasi keluarga baik dan harmonis, Pengambilan keputusan keluarga
yaitu orangtua, Pola asuh dekmokratif
MK : Tidak ditemukan masalah
2. Konsep diri
A. Gambaran diri
Ds:
- Klien mengatakan tidak ada bagian/atau salah satu anggota
tubuh yang tidak disukai, klien mengatakan menyukai dengan
apa yang diberikan oleh allah swt

Do:

- Keadaan klien tampak tegang


- Klien terkadang bersuara keras

Masalah keperawatan : -

B. Identitas diri
Ds:
- Klien mengatakan anak ke tujuh dari 7 bersaudara dan belum
menikah
- Klien mengatakan bekerja sebagai petani
- Klien mengatakan puas terlahir sebagai laki – laki

Do:

- Keadaan klien tampak tegang dan kooperatif

C. Peran
Ds:
- Klien mengatakan dia dirumah sebagai anak laki – laki satu –
satu nya yang berada dirumah
- Klien mengatakan dirumah bertugas membantu orang tua
mencari nafkah

Do:

Masalah Keperawatan :-

D. Ideal dri
Ds:
- Klien mengatakan berharap bisa cepat sembuh dan keluar dari
rumah sakit, sehingga dapat membantu orang tuanya dirumah.
- Klien mengatakan masyarakat dapat menerima keberadaannya

Do:

E. Harga diri
Ds:
- Klien mengatakan suka membereskan rumah
- Klien mengatakan senang bila banyak teman

Do:

Masalah keperawatan :-

3. Hubungan sosial
a. Orang yang terdekat
Ds:
- Klien mengatakan orang yang sangat dekat adalah
keluarganya.
.
b. Peran serta kegiatan kelompok
Ds:
- Klien mengatakan saat dirumah tidak pernah mengikuti
kegiatan-kegiatan dalam masyarakat
- Klien mengatakan saat di RSJ, klien mengikuti kegiatan
seperti rehabilitasi, TAK, dan lain-lain.

Do:

-
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Ds:
- Klien mengatakan tidak minder untuk berkomunikasi dengan
orang lain.
- Klien mengatakan senang bila kumpul dengan kawan

Do:

- Klien tampak berbincang – bincang dengan temannya

Masalah keperawatan :-

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Ds:
- Klien mengatakan semua yang terjadi pada dirinya saat ini
adalah cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa

Do:
-
b. Kegiatan ibadah
Ds:
- Klien mengatakan jarang melakukan sholat 5 waktu maupun
kegiatan ibadah lainnya

Do:

- Klien tampak tidak pernah melakukan kegiatan ibadah

6. STATUS MENTAL
a) Penampilan
Do:
- Klien tampak kurang rapih karena kumis dan jenggot belum di
cukur
- Gigi klien tampak kotor
- Rambut klien tampat tidak disisir
- Klien mandi bila harus disuruh oleh petugas

Masalah keperawaan : Defisit perawatan diri.

b) Pembicaraan
Do:
- Klien berbicara dengan nada yang keras
- Klien terkadang berbicara sendiri

Masalah keperawatan :-Resiko Prilaku Kekerasan, Halusinasi

c) Aktivitas motorik
Do:
- Klien tampak gelisah dan sering mondar-mandir diruangan

Masalah keperawatan :Intoleransi Aktivitas

d) Alam perasaan
Ds:
- Klien mengatakan gembira jika yang mengajak ngobrol adalah
perempuan

Masalah keperawatan : -

e) Afek
Do:
- Saat diberi stimulasi cerita lucu klien ikut tertawa
- Saat diberi stimulasi cerita sedih klien tampak sedih

Masalah keperawatan : -

f) Interaksi selama wawancara

Do:

- Selama wawancara klien cukup kooperatif


- Klien tampak tidak mudah tersinggunng+
- Klien mau menatap lawan bicara
- Klien tidak mempunyai rasa curiga terhadap orang lain

Masalah keperawatan :-

g) Persepsi
Ds:
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang
membuat klien kesal dan ingin marah
- Klien mengatakan suara-suara itu sering muncul ketika klien
melamun dan menyendiri.
- Klien mengatakan mendengar suara tersebut dengan frekuensi
3 – 4 kali sehari dan durasi kurang lebih 5 menit.

Do:

Masalah keperawatan : Halusinasi Pendengaran

h) Proses pikir
Do:
- Klien berbicara sesuai dengan keadaan pasien sampai pada
tujuan pembicaraan

Masalah keperawatan : -

i) Isi pikir
Ds:
- Klien mengatakan ingin cepat menikah
- Klien mengatakan selalu memikirkan pacar nya.

Do:

- Klien tampat terobsesi ingin menikah

Masalah keperawatan :

j) Tingkat kesadaran
Ds:
- Klien tidak tampak bingung
- Kesadaran klien baik

Do:

- Klien mampu mengingat dengan keluarganya, hari dan waktu

Masalah keperawatan :-
k) Memori
Ds:
- Klien mampu mengingat ke RS. Dibawa oleh kakak laki – laki
nya.
Do:
- Ingatan klien tampak bagus
Masalah keperawatan :-

l) Tingkat konsentrasi dan berhitung


Ds:
- Klien mengatakan 50 – 5 = 45, 45 – 5 = 40 dan seterusnya

Do:

- Konsentrasi klien cukup baik


- Klien mampu berhitung pengurangan walaupun harus di bantu

Masalah keperawatan : -

m) Kemampuan penilaian
Ds:
- klien mengatakan memilih mandi dulu sebelum makan

Do:

- Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil


keputusan

Masalah keperawatan :-

n) Daya tilik diri


Ds:
- Klien mengatakan bahwa dirinya baik – baik saja dan tidak
memiliki gangguan jiwa.

Do:

- Klien tampak percaya diri


- Klien menganggap dirinya sudah sembuh

Masalah keperawatan :
7. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien tampak mandiri saat makan 3 x sehari, 1 porsi yang diberikan selalu
habis, tidak ada makanan / pantangan makanan, klien tampak tidak cuci
tangan saat sebelum dan setelah makan.
Masalah keperawatan :-

2. BAB / BAK
Klien mengatakan BAB ±1 x sehari, BAK ± 4 x sehari, klien bisa BAB dan
BAK secara mandiri tanpa bantuan.
Masalah keperawatan :-

3. Mandi
Ds:
- Klien mengatakan mandi 1x sehari tidak menggunakan sabun
dan shampo, jarang sikat gigi.

Do:

- Klien tampak mandiri tanpa bantuan


- Klien mandi bila di suruh terlebih dahulu oleh petugas
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri

4. Berpakaian

Ds:

- Klien mengatakan jarang mengganti pakaian yang disediakan


rumah sakit.

Do:

- klien tidak dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik


dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
- Klien dapat memakai baju secara mandiri

Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri


5. Istirahat dan tidur

Ds:

- Klien mengatakan tidurnya nyenyak


- Klienmengatakan tidur 6-8 jam perhari, baik malam maupun
siang.

Do:

- Kualitas tidur klien baik

Masalah keperawatan :-

6. Penggunaan obat
Do:
- Klien minum obat Trihexyphenidyl 2x2mg,CPZ 1x50 mg,
resperidhone 2x2mg.
Masalah keperawatan :-

7. Pemeliharaan kesehatan
Ds:
- Klien mengatakan setelah pulang nanti klien akan berusaha
kontrol rutin ke RSJ.

Do: -

Masalah keperawatan :-

8. Kegiatan didalam rumah


Ds:
- Klien mengatakan bekerja membantu orang tuanya dirumah
- Klien mengatakan dirumah sering kesawah/pergi ke ladang

Do:

Masalah keperawatan :-
9. Kegiatan diluar rumah
Ds:
- Klien mengatakan bekerja sebagai petani
Do:
-

Masalah keperawatan :-

8. MEKANISME KOPING

Ds:
- Klien mengatakan jika ada masalah, klien sering
memendamnya dan tidak mau menceritakan dengan orang lain
- Klien mengatakan pernah meminum minuman alkohol saat
ada masalah
Do:
-

Masalah keperawatan : Koping individu inefektif

9. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


 Masalah dengan dukungan kelompok spesifik : Klien tidak ada masalah
dengan teman – teman yang lain.
 Masalah berhubungan dengan lingkungan spesifik : Klien mengatakan tidak
ada masalah
 Masalah berhubungan dengan pendidikan spesifik : Klien mengatakan tidak
ada masalah
 Masalah dengan Pekerjaan spesifik : Klien mengatakan tidak ada masalah
 Masalah ekonomi spesifik : Klien mengatakan keadaan ekonomi keluarganya
baik dan tidak ada masalah, namun saat ini ekonomi keluarganya kurang baik
karena banyak harta benda keluarganya yang dijual untuk berobat klien.
 Masalah dengan pelayanan kesehatan spesifik : Klien mengatakan tidak ada
masalah
10. KURANG PENGETAHUAN TENTANG
Klien mengatakan mengerti bagaimana tanda orang sakit jiwa, tidak seperti
orang biasanya, jalan terus, berbicara sendiri, marah-marah dan mengamuk,
namun klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit jiwa, obat yang
diminum dan cara menghindari kekambuhan, terbukti saat ditanya tentang
penyebab, tata cara minum obat yang baik dan cara menghindari kekambuhan
klien tampak tidak bisa menjawab.
Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa

11. ASPEK MEDIS


Diagnosa medik : Skizofrenia
Terapi medik :
- Trihexyphenidyl 3x2 mg,
- CPZ 1 x 50 mg,
- resperidone 2x 2 mg,

12. DATA FOKUS

Data Subyektif :

- Klien mengatakan sering marah – marah dan mengamuk


- Klien mengatakan marah jka ada yang mengganggu
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membuat klien kesal
- Klien mengatakan mandi 1x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan jarang gosok
gigi.
- Klien mengatakan jarang menggati pakaian
- Klien mengatakan pernah minum minuman ber alkohol
- Klien mengatakan jika ada masalah, klien sering memendamnya dan tidak mau menceritakan
dengan orang lain.
- Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit jiwa, obat yang diminum dan cara
menghindari kekambuhan

Data Obyektif :

- Suara klien keras


- Klien tampak tegang
- Pandangan mata tajam
- Klien tampak sering berbicara sendiri
Klien tampak mondar – mandir
- Klien mandi jika disuruh oleh petugas kesehatan
- Emosi klien tampak labil
- Saat membicarakan tentang kemarahannya klien tampak sedikit kasar, pandangan tajam dan
raut muka agak tegang.
- Saat ditanya tentang penyebab, tata cara minum obat yang baik dan cara menghindari
kekambuhan klien tampak tidak bisa menjawab.
13. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1 DS :
- Klien mengatakan sering marah – marah dan
mengamuk Resiko Perilaku Kekerasan
- Klien mengatakan marah jka ada yang mengganggu

DO :
- Suara klien keras
- Klien tampak tegang
- Pandangan mata tajam

2
Gangguan sensori persepsi
: Halusinasi pendengaran

3 DS :
- Klien mengatakan mandi 1x sehari, namun tidak Defisit perawatan diri
memakai sabun, shampo dan jarang gosok gigi.
- Klien mengatakan jarang menggati pakaian

DO :
- Klien mandi jika disuruh oleh petugas kesehatan
4 DS :
- Klien mengatakan pernah minum minuman ber Koping individu in efektif
alkohol
- Klien mengatakan jika ada masalah, klien sering
memendamnya dan tidak mau menceritakan dengan
orang lain.
DO :
- Emosi klien tampak labil
- Saat membicarakan tentang kemarahannya klien
tampak sedikit kasar, pandangan tajam dan raut muka
agak tegang.
5 DS :
- Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit Kurang pengetahuan
jiwa, obat yang diminum dan cara menghindari tentang penyakit jiwa
kekambuhan,

DO :
- Saat ditanya tentang penyebab, tata cara minum obat
yang baik dan cara menghindari kekambuhan klien
tampak tidak bisa menjawab.
14.Pohon Masalah
CP Resiko perilaku kekerasan

GSP :Halusinasi pendengaran DPD

Koping individu in efektif

Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa

15. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko Perilaku Kekerasan


2. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
3. Defisit Perawatan Diri
4. Koping Individu In Efektif
5. Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit Jiwa

16. Prioritas Masalah

1. Resiko Prilaku Kekerasan


2. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
3. Defisit Perawatan Diri
RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa SP /Kemampuan SP / Kemampuan


Keperawatan Klien Keluarga
Risiko SP 1: SP 1 :
Perilaku  Idantifikasi penyebab, tanda  Diskusikan masalah yang
Kekerasan & gejala, PK yang dirasakan dalam merawat
dilakukan, akibat PK pasien
 Jelaskan cara mengontrol  Jelaskan pengertian, tanda &
PK : fisik, obat, verbal, gejala dan proses terjadiriya
spiritual PK (gunakan booklet)
 Latihan cara mengontrol PK  Jelaskan cara merawat PK
secara fisik : tarik nafas  Latih satu cara merawat PK
dalam dan pukul kasur dan danganmelakukan kegiatan
bantal fisik : tarik nafas dalam dan
 Masukan pada jadwal pukul kasur dan bantal
kegiatan untuk latihan fisik  Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
SP 2: SP 2:
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga
fisik, beri pujian dalam merawat/melatih
 Latih cara mengontrol PK pasien fisik, beri pujian
dangan obat (jelaskan 6  Jelaskan 6 benar cara
benar : jenis, guna, dosis, memberikan obat
frekuensi, cara, kontinuitas  Latih cara memberikan/
minum obat membimbing minum obat
 Masukan pada jadwal  Anjurkan membantu pasien
kegiatan untuk latihan fisik sesuai jadwal dan beri pujian
dan minum obat
SP 3: SP 3:
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga
fisik & obat, beri pujian dalam merawat/ melatih
 Latih cara mengontrol PK pasien fisik dan memberikan
secara verbal (3 cara yaitu : obat, beri pujian
mengungkapkan, meminta,  Latih cara membimbing:
menolak dangan benar) cara bicara yang baik
 Memasukan pada jadwal  Latih cara membimbing
kegiatan untuk latihan fisik, kegiatan spiritual
minum obat dan verbal.  Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
SP 4: SP 4:
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga
fisik & obat & verbal, beri dalam merawat/melatih
pujian pasien fisik, memberikan
 Latih cara mengontrol obat latihan bicara yang baik
spiritual (2 kegiatan) & kegiatan spiritual, beri
 Masukan pada jadwal pujian
kegiatan untuk latihan fisik,  Jelaskan follow up ke
minum obat, verbal dan RSJ/PKM, tanda kambuh,
spiritual rujukan
 Anjurkan membantu pasien
sesuaijadwal dan
memberikan pujian

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Diagnosa SP /Kemampuan SP / Kemampuan


Keperawatan Klien Keluarga
Gangguan SP 1: SP 1 :
Persepsi  Membantu pasien mengenal  Diskusikan masalah yang
Sensori : Halusinasi (isi, frekuensi, dirasakan dalam merawat
Halusinasi waktu terjadiriya, situasi klien
pencetus, perasaan saat  Jelaskan pengertian, tanda &
terjadi halusinasi) gejala, dan proses terjadiriya
 Menjelaskan cara halusinasi
mengontrol halusinasi:  Jelaskan cara merawat
hardik, obat, bercakap- halusinasi
cakap, melakukan kegiatan  Latih cara merawat
harian. halusinasi: hardik
 Mengajarkan pasien  Anjurkan membantu klien
mengontrol halusinasi sesuai jadwal dan memberi
dangan cara menghardik pujian
halusinasi
 Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik

SP 2: SP 2:
 Evaluasi kegiatan  Evaluasi kegiatan keluarga
menghardik beri pujian dalam merawat/ melatih
 Latih cara mengontrol klien menghardik, beri
halusinasi pujian
 Latih cara mengontrol  Jelaskan 6 benar cara
halusinasi dangan obat memberikan obat
(jelaskan 5 benar : jenis,  Latih cara memberikan/
guna, dosis, frekuensi, cara membimbing minum obat
kontinuitas minum obat  Anjurkan membantu klien
Masukkan pada jadwal sesuai jadwal dan memberi
kegiatan untuk latihan pujian
menghardik dan minum
obat
SP 3: SP 3:
 Evaluasi kegiatan harian  Evaluasi kegiatan keluarga
menghardik & obat, beri dalam merawat/ melatih
pujian klien menghardik dan
 Latih cara mengontrol memberikan obat, beri
halusinasi dangan bercakap- pujian
cakap saat terjadi halusinasi  Jelaskan cara bercakap-
 Masukan pada jadwal cakap dan melakukan
kegiatan untuk latihan kegiatanuntuk mengontrol
menghardik, minum obat, halusinasi
dan bercakap-cakap  Latih dan sediakan waktu
bercakap-cakap dangan klien
terutama pada saat halusinasi
Anjurkan membantu klien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian
SP 4: SP 4:
 Evaluasi kegiatan harian  Evaluasi kegiatan keluarga
menghardik, minum obat & dalam merawat/ melatih
bercakap-cakap beri pujian klien menghardik,
 Latih cara mengontrol memberikan obat, dan
halusinasi dangan bercakap-cakap, berikan
melakukan kegiatan harian pujian
(mulai 2 kegiatan)  Jelaskan follow up ke
 Masukan pada jadwal RSJ/PKM, tanda kambuh,
kegiatan untuk latihan rujukan
menghardik, minum obat,  Anjurkan membantu klien
bercakap-cakap dan sesuai jadwal dan
kegiatanharian memberikan pujian

Defisit Perawatan Diri

Tujuan Kriteria evalusi Intervensi


Pasien mampu : Setelah 3x Sp1
Melakukan kebersihan Pertemuan,pasien -Identifikasi kebersihan
diri sendiri secara dapat menjelaskan diri,berdandan,makan,dan
mandiri. pentingnya: BAB atau BAK
- Melakukan behias - Kebersihan diri - Jelaskan pentingnya
atau berdandan - Berdandan atau kebersihan diri
secara baik berhias - Jelaskan alat dan cara
- Melakukan makan - Makan kebersihan diri
dengan baik - BAB atau BAK - Masukkan dalam jadwal
- Melakukan BAB - Dan mampu kegiatan pasien
atau BAK secara melakukan cara
mandiri merawat diri

Sp2
- Evaluasi kegiatan yang
lalu (Sp1)
- Jelaskan pentingnya
berdandan
- Latih cara berdandan
untuk pasien laki-laki
meliputi cara “Berpakaian,
Menyisir rambut,
Bercukur”
- Untuk pasien perempuan
“berpakaian, menyisir
rambut, berhias”
- masukkan jadwal kegiatan
pasien.

Sp3
- Evaluasi kegiatan yang
lalu (sp1 dan sp2)
- Jelaskan cara dan alat
makan yang benar
- Jelaskan cara menyiapkan
makanan
- Jelaskan cara merapikan
peralatan makan setelah
makan
- Praktek makan sesuai
dengan tahapan makan
yang baik
- Latih kegiatan makan
- Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien.

Sp4
- Evaluasi
kemampuanPasien
yangLalu(sp1,sp2 dan sp3)
- Latih cara BAB dan BAK
yang baik
- Menjelaskan cara
membersihkan berdiri
setelah BAB atau BAK

Keluarga Setelah 4x Sp1


MampuMerawatAnggota pertemuan,keluarga - Identifikasi masalah
keluarga yang mampu meneruskan keluarga dalam merawat
mengalami masalah
melatih pasien dan pasien dengan masalah
kurang perawatan diri.
mendukung agar kebersihan
kemampuan dalam diri,berdandan,makan,BA
perawatan pasien B atau BAK
dirinya meningkat - Jelaskan defisit perawatan
diri
- Jelaskan cara merawat
kebersihan
diri,berdandan,makan,BA
B atau BAK
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga atau jadwal
keluarga untuk merawat
pasien

Sp2
- Evaluasi sp1
- Latih keluarga
- Merawat langsung ke
pasien,kebersihan diri dan
berdandan
- RTL keluarga atau jadwal
keluarga untuk merawat
pasien

Sp3
- Evaluasi kemampuanSp2
- Latih keluarga merawat
langsung pasien cara
makan
- RTL keluarga atau jadwal
keluarga untuk merawat
pasien

Sp4
- Evaluasi kemampuan
keluarga
- Evaluasi kemampuan
keluarga
- Rencana tindak lanjut
keluarga
- Follow up
- Rujukan
DOKUMENTASI KEPERAWATAN

DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP PENGKAJIAN

Nama : Tn. H Dx. Medis : Skizofrenia

Umur : 30 tahun No. RM : 03.38.19

IMPLEMENTASI EVALUASI
Hari / Tanggal : senin, 21 Mei 2018
jam: 9.00 S:
Data : - Klien mengatakan masih sulit
mengontrol emosinya
- Klien mengatakan masih merasa
mendengar suara-suara yang tidak
ada wujudnya
- Klien mengatakan merasa nyaman
dan segar setelah mandi
menggunakan sabun

O:
- Klien mampu latihan cara tarik
napas dalam, pukul bantal / pukul
kasur
- Klien mampu menghardik
- Klien mandi menggunakan sabun
Diagnosa :
-

Tindakan : - Mengidentifikasi Masalah


pada klie A :
- Resiko Perilaku Kekarasan (+)
Rencana Tindak Lanjut : - GSP : halusinasi pendengaran (+)
- Lakukan SP 1 RPK dengan tarik - Defisit Perawatan diri (+)
nafas dalam dan pukul bantal kasur

- Lakukan SP 1 halusinasi P : - Klien mampu mengungkapan masalah


menghardik

- Lakukan SP 1 defisit perawatan


diri dengan cara mandi
Tanda tangan

Nama : kelompok
DOKUMENTASI KEPERAWATAN

DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP I

Nama : Tn. H Dx. Medis : Skizofrenia

Umur : 30 tahun No. RM : 08.38.19

IMPLEMENTASI EVALUASI
Hari / Tanggal : selasa, 22 Mei 2018
Data : S:
- Klien mengatakan dulu sering - Klien mengatakan masih sulit
marah – marah dan mengamuk. mengontrol emosinya
- Klien mengatakan masih merasa
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak
mendengar suara-suara yang ada wujudnya
- Klien mengatakan merasa nyaman
membuat klien kesal dan ingin dan segar setelah mandi
menggunakan sabun
marah.
O:
- Klien mengatakan mandi 2x - Klien mampu latihan cara tarik
sehari, namun tidak memakai napas dalam, pukul bantal / pukul
kasur
sabun, shampo dan jarang gosok - Klien mampu menghardik
gigi. - Klien mandi menggunakan sabun

Diagnosa : A :
- Resiko Perilaku Kekerasan - Resiko Perilaku Kekarasan (+)
- GSP : halusinasi pendengaran - GSP : halusinasi pendengaran (+)
- Defisit Perawatan diri - Defisit Perawatan diri (+)

Tindakan : P :
- 09.00 : mengajarkan klien - Latihan tarik nafas dalam dan
mengidentifikasimasalah RPK dan pukul bantal kasur 2x sehari
latihan tark nafas dalam dan pukul - Latihan menghardik halusinasi 2x
bantal/pukul kasur sehari
- 11.00 mengajarkan klien - Latihan mempraktekkan mandi
mengidentifikasi masalah minimal 2x/hari
halusinasi dan latihan menghardik - Latih dan masukan ke Rencana
- 13.00 : mengajarkan klien untuk Kegiatan Harian pasien
mengidentifikasi kebersihan
diri,berdandan,makan,dan BAB
atau BAK, mengajarkan cara
menjaga kebersihan diri(mandi)
Tanda tangan
Rencana Tindak Lanjut :
- Evaluasi SP 1
Nama : kelompok
- Latih mengontrol PK dengan cara
mengenal obat
- Latih mengontrol halusinasi
dengan mengenal obat
- Latih pasien cara berdandan
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP II

Nama : Tn. H Dx. Medis : Skizofrenia

Umur : 30 tahun No. RM : 08.38.19

IMPLEMENTASI EVALUASI
Hari / Tanggal :Rabu,23 Mei 2018
Data : S:
- Klien mengatakan dulu sering - Klien mengatakan masih sulit
marah – marah dan mengamuk. mengontrol emosinya
- Klien mengatakan masih merasa
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak
mendengar suara-suara yang ada wujudnya
- Klien mengatakan merasa nyaman
membuat klien kesal dan ingin dan segar setelah mandi
menggunakan sabun
marah.
O:
- Klien mengatakan mandi 2x - Klien mampu latihan cara tarik
sehari, namun tidak memakai napas dalam, pukul bantal / pukul
kasur
sabun, shampo dan jarang gosok
- Klien mampu menghardik
gigi. - Klien mandi menggunakan sabun
Diagnosa :
- Resiko Perilaku Kekerasan A :
- GSP : halusinasi pendengaran - Resiko Perilaku Kekarasan (+)
- Defisit Perawatan diri - GSP : halusinasi pendengaran (+)
- - Defisit Perawatan diri (+)
Tindakan :
- 09.00 mengajarkan klien untuk
minum dan mengenal obat P :
- 11.00 mengajarkan klien untuk - Latihan mium obat dengan 6 benar
minum dan mengenal obat obat 2x sehari
- 13.00 mengajarkan cara berdandan - Latihan minum obat dengan 6
benar halusinasi 2x sehari
Rencana Tindak Lanjut : - Latihan cara berdandan minimal
- Evaluasi SP 2 2x/hari
- latih mengontrol prilaku kekerasan - Latih dan masukan ke Rencana
dengan latihan verbal (meminta, Kegiatan Harian pasien
- latih mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain
- menolak, dan mengungkapkan
dengan cara yang baik)
- latih cara makan dan minum yang Tanda tangan
benar
Nama : kelompok
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP III

Nama : Tn. H Dx. Medis : Skizofrenia

Umur : 30 Tahun No. RM : 03.38.19

IMPLEMENTASI EVALUASI
Hari / Tanggal :kamis, 24 Mei 2018
Data : S:
- Klien mengatakan dulu sering - Klien mengatakan masih sulit
marah – marah dan mengamuk. mengontrol emosinya
- Klien mengatakan masih merasa
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak
mendengar suara-suara yang ada wujudnya
- Klien mengatakan mencuci tangan
membuat klien kesal dang ingin sebelum makan dan sesudah makan
marah.
O:
- Klien mengatakan mandi 2x - Klien mampu meninta, menolak,
sehari, namun tidak memakai dan mengungkapkan dengan baik
- Klien mampu bercakap – cakap
sabun, shampo dan jarang gosok dengan baik
gigi.. - Klien mencuci tangan sebelum
makan dan sesudah makan
Diagnosa : A :
- Resiko Perilaku Kekerasan - Resiko Perilaku Kekarasan (+)
- GSP : halusinasi pendengaran - GSP : halusinasi pendengaran (+)
- Defisit Perawatan diri - Defisit Perawatan diri (+)

Tindakan :
- 09.00 : mengajarkan mengontrol P :
prilaku prilaku kekerasan dengan - Latihan cara meminta,menolak dan
belajar bicara yang baik/ meminta, mengunkapkan dengan baik
menolak dan mengungkap 3x/hari
mengajarkan mengontrol halusinasi - Latihan bercakap-cakap dengan
dengan bercakap cakap dengan orang lain 3x/hari
orang lain. - Latihan cara makan dan minum
- 11.00 : mengajarkan mengontrol dengan baik
halusinasi dengan bercakap cakap - Latih dan masukan ke dalam
dengan orang lain. rencana kegiatan harian klien
- 13.00 : mengajarkan cara makan
dan minum yang benar
Rencana Tindak Lanjut : Tanda tangan
- Evaluasi SP 3
- Latih cara mengontrol RPK dengan
spiritual Nama : kelompok
- Latih cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan harian
terjadwal
- Latih cara BAK dan BAB yang
baik
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP IV

Nama : Tn. H Dx. Medis : Skizofrenia

Umur : 30 Tahun No. RM : 03.38.19

IMPLEMENTASI EVALUASI
Hari / Tanggal :Jumat, 25 Mei 2018
Data : S:
- Klien mengatakan dulu sering - Klien mengatakan masih sulit
marah – marah dan mengamuk. mengontrol emosinya
- Klien mengatakan masih merasa
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak
mendengar suara-suara yang ada wujudnya
- Klien mengatakan jarang cuci
membuat klien kesal dang ingin tangan setelah BAB dan BAK
O:
marah.
- Klien mampu sholat dan istigfar
- Klien mengatakan mandi 2x - Klien mampu mengontrol
sehari, namun tidak memakai halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan membereskan tempat
sabun, shampo dan jarang gosok tidur
gigi. - Klien mengerti BAB dan BAK
yang benar
Diagnosa :
- Resiko Perilaku Kekerasan A :
- GSP : halusinasi pendengaran - Resiko Perilaku Kekarasan (+)
- Defisit Perawatan diri - GSP : halusinasi pendengaran (+)
- Defisit Perawatan diri (+)
Tindakan : P :
- 09.00 : Mengajarkan klien - Latihan sholat 5 waktu
mengontrol prilaku kekerasan - Latihan membereskan tempat tidur
secara spiritual ( sholat dan 2x/sehari
istigfar) - Latihan BAB dan BAK dengan
- 11.00 : Mengajarkan klien baik 1x sehari
mengontrol halusinasi dengan cara - Masukan ke dalam jadwal rencana
melakukan kegiatan harian secara kegiatan harian klien
terjadwal ( merapihkan tempat
tidur)
- 13.00 : melatih cara melakukan Tanda tangan
BAB dan BAK yang baik

Rencana Tindak Lanjut : Nama : kelompok


- Evaluasi SP 4
- Evaluasi mengontrol emosi SP 1,
2, 3
- Evaluasi mengontrol halusinasi SP
1, 2, 3
- Evaluasi cara defisit perawatan diri
SP 1, 2, 3
DOKUMENTASI KEPERAWATAN SP EVALUASI

Nama : Tn. H Dx. Medis : Skizofrenia

Umur : 30 tahun No. RM : 03.38.19

IMPLEMENTASI EVALUASI
Hari / Tanggal :Sabtu,26 Mei 2018
Data : S:
- Klien mengatakan dulu sering - Klien mengatakan lebih tenang dan
marah – marah dan mengamuk tidak mudah marah
- Klien suara – suara bisikannya
- Klien mengatakan sering sudah mulai berkurang
mendengar suara-suara yang - Klien mengatakan merasa nyaman

membuatklien kesal dan ingin O :


- Klien mampu mempraktekkan 4
marah.
cara mengontrol RPK
- Klien mengatakan mandi 2x sehari, - Klien mampu mempraktekkan 4
namun tidak memakai sabun, cara mengontrol halusinasi
shampo dan jarang gosok gigi. - Klien mampu menjaga kebersihan
diri.
Diagnosa :
A :
- Resiko Perilaku Kekerasan
- Resiko Perilaku Kekarasan (+)
- GSP : halusinasi pendengaran
- GSP : halusinasi pendengaran (+)
- Defisit Perawatan diri
- Defisit Perawatan diri (-)

P :
Tindakan :
- Latih mengontrol PK dengan tarik
- 09..00 : mengevaluasi cara
nafas dalam, pukul bantal/pukul
mengontrol resiko prilaku
kasur, obat, verbal/bicara yang
kekerasan
baik, dan spiritual/ibadah
- 11.00 : mengevaluasi cara
mengontrol halusinasi
- Latih mengontrol halusinasi
- mengevaluasi cara mengontrol
dengan menghardik, obat,
halusinasi
bercakap-cakap, dan melakukan
- 13.00 : mengevaluasi cara menjaga
kegiatan harian
kebersihan diri
- Latih menjaga kebersihan diri
dengan mendi, berdandan, makan
Rencana Tindak Lanjut : -
minum yg baik, BAB dan BAK
yang baik
- Masukan kedalam jadwal rencana
kegiatan harian klien

Tanda tangan

Nama : kelompok
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis yang penulis dapatkan antara
konsep dasar teori dan kasus nyata Tn.H di ruang Cendrawasih RSJ Provinsi
Lampung. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009)pengkajian merupakan
pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk
menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan
komunitas.Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan
masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan
pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan
aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara
dengan Tn.H , observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. H
serta dari status Tn. H. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang
mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn. H.

Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan


jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor
presipitasi dapat meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis,
dan genetik.Faktor predisposisi yaitu adanya stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya.sejak saat itu klien sering merasa mendengar bisikan-bisikan
yang menyuruhnya berjalan jalan, mengamuk dan memukuli orang dan klien
mengatakan merasa selalu ingin marah dengan semua orang karena dendam dalam
dirinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi pasien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan,
dan juga suasana sepi atau terisolasi, adanya masalah yang tak terungkapkan, sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi (Nita Fitria, 2009).Dalam kasus ini
sebelumnya Tn.M memiliki perilaku kekerasan, mengisolasi diri dari lingkungan
karena banyak orang yang takut dengan klien karena klien sering marah-marah dan
menampakkan perilaku kekerasan, sehingga hal ini mungkin yang menjadi pencetus
munculnya halusinasi seperti yang dijelaskan dalam teori tersebut.

Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien yang


mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis,
seperti dokter dan apoteker. Mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan dalam minum
obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang
dilakukan (Sugiyarti, 2012).Menurut teori (Direja, 2011) sesorang mengalami
kekambuhan adalah ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah, stimulus
lingkungan, konflik interpersonal, status mental, putus obat, penyalahgunaan
narkoba atau alkohol, ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.

Menurut Keliat dkk (2011) terapi farmakologi gangguan halusinasi adalah


dengan menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol, chlorpromazine,
triheksilfenidil, dan obat antipsikotik lainnya.Menurut ISO atau Informasi Spesialite
Obat (2010-2011) haloperidol atau haldol merupakan golongan antipsikosis yang
digunakan sebagai terapi gangguan cemas, gagap, skizofrenia akut dan kronik,
halusinasi, dan paranoid dengan sediaan tablet 0,5 mg, 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg
per ml. Terapi chlorpromazine adalah golongan antipsikotik yang mengurangi
hiperaktif, agresif atau obat penenang dan agitasi dengan sediaan tablet 25 mg, 50
mg, 100 mg, injeksi: 25 mg per ml. Perawat perlu memahami efek samping yang
sering ditimbulkan oleh obat psikotik seperti: mengantuk, tremor, kaku otot, dan
hipersaliva. Untuk mengatasi ini biasanya dokter memberikan obat parkinsonisme
yaitu triheksilfenidil, untuk obat anti parkinson dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg,
injeksi: 25 mg per ml. Terapi yang sama juga diperoleh Tn. H setelah
dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat Trihexyphenidyl 3x2 mg,
Risperidone 3 x 50 mg, cpz 1x 50 mg.

Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu


tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain
(NANDA-I, 2012-2014, Herdman, 2012).Dalam kasus Tn.H klien menunjukkan
perilaku kekerasan berupa marah-marah, mengamuk, berkelahi dengan saudaranya
dan merusak lingkungan.Perilaku kekerasan yang dialami klien tersebut
kemungkinan disebabkan karena adanya masalah yang tak terungkapkan sehingga
menimbulkan halusiansi yang menuruhnya berbuat prilaku kekerasan sebagai
dampak mekanisme koping yang in efektif.

Menurut Townsend (2009), halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau


pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya,
halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu
dari kelima panca indera. Hal ini menunjukkan bahwa halusinasi dapat bermacam-
macam yang meliputi halusinasi pendangaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan. Dalam kasus ini Tn.H mengalami halusinasi pendengaran dimana klien
merasa mendengar suara-suara yang menyuruhnya berjalan jalan , mengamuk, dan
memukul orang lain, suara-suara itu sering muncul ketika klien tersinggung dengan
orang lain atau ada seseorang yang membuat klien jengkel atau kesal.

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau


menyelesaikan aktifitas perawatan diri untuk diri sendiri : mandi, berpakaian dan
berhias untuk diri sendiri. aktifitas makan sendiri dan aktifitas eliminasi sendiri
(Herdman, 2012).Dalam kasus ini klien mengalami defisit perawtan diri yang
ditunjukkan dengan penampilan klien yang kurang rapi, kuku kotor, gigi kuning, dan
saat sebelum dan setelah makan klien tidak cuci tangan serta saat BAK klien tampak
tidak di kloset dan tidak disiram.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa diagnosa
keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan
adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi
fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa
keperawatan.Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respon pasien baik aktual maupun potensial (Stuart & Laraia, 2001). Sedangkan
Keliat, (2005) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai penilaian tehnik
mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual maupun potensial. Dalam kasus Tn.H terdapat sepuluh
diagnosa keperawatan jiwa, yaitu;Resiko Perilaku Kekerasan,Gangguan Sensori
Persepsi : Halusinasi Pendengaran, Defisit Perawatan Diri, Koping Individu In
Efektif, Kurang Pengetahuan Tentang Penyakit Jiwa.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan merupakan
serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.Perencanaan
keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama
dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai
dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.Dalam kasus
Tn.H melakukan intervensi keperawatan fokus pada tiga diagnosa, yaitu Resiko
perilaku kekerasan, Gangguan sensori persepsi; halusinasi, dan Defisit perawatan
diri.

4. Implementasi Keperawatan
Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2005) implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri (independent),
saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan atau
ketergantungan (dependent). Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan
jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan.Implementasi keperawatan pada
Tn.H dilakukan dari tanggal 13 sampai dengan 18 november 2017.

Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan Resiko perilaku


kekerasan dilakukan dengan tindakan SP 1 (Mengidentifikasi perilaku kekerasan,
dan mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik napas dalam
dan pukul bantal atau kasur), SP 2 (Menajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara verbal) SP 4 (Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara spiritual)dan melakukan evaluasi SP1, 2, 3, dan 4.Sedangkan Pada diagnosa
keperawatan Gangguan sensori persepsi:halusiansi meliputi SP 1 (mengidentifikasi
halusinasi dan mengajarkan cara menghardik), SP 2 (mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan cara mengontrol halusinasi
dengan cara verbal), SP 4 (Mengajarkan cara mengontol halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan positif yang terjadwal), dan evaluasi SP 1,2,3,dan 4. Sedangkan
pada Pada diagnose keperawatan defisit perawatan diri, perawat melakukan
implementasi keperawatan berupa tindakan SP 1 (Mengidentifikasi masalah
perawatan diri, melatih cara menjaga kebersihan diri;mandi, sikat gigi, cuci rambut,
dan potong kuku), SP 2 (Melatih cara berdandan setelah kebersihan diri;berpakaian,
menyisir rambut, bercukur), SP 3 (melatih cara makan dan minum yang baik), SP 4
(Melatih cara BAK dan BAB yang baik), dan evaluasi SP 1,2,3 dan 4 defisit
perawatan diri.

5. Evaluasi
Menurut Kurniawati (dalam Nurjannah, 2005) evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan. Pada kasus ini, penulis menggunakan evaluasi formatif dan sumatif.

Resiko perilaku kekerasan, implementasi SP 1 dilakukan pada 21 Mei 2018pukul


10.00, klien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dialami meliputi
‘penyebab, tanda dan gejala, RPK yang dilakukan, serta akibat RPK” dan klien
mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik napas
dalam dan pukul bantal atau kasur. SP 2 dilakukan pada 22Mei 2018 pukul 10.00,
klien mampu menjelaskan dan mengerti tentang obat setelah dijelaskan oleh perawat.
SP 3 dilakukan pada tanggal 23Mei 2018 pukul 10.00, klien mampu melakukan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal. SP 4 halusinasi dilakukan pada
24Mei 2018 pukul 10.00, klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual. Evalusai cara mengontrol perilaku kekerasan
dilakukan pada 25 Mei 2018 pukul 10.00, klien masih mampu mengingat cara-cara
yang sudah diajarkan untuk mengontrol perilaku kekerasan namun dibantu oleh
perawat, khususnya mengenai masalah obat.

Gangguan sensori persepsi;halusinasi, implementasi SP 1 dilakukan pada


21Mei2018 pukul 09.00, klien mampu mengidentifikasi halusinasi yang dialami
meliputi ‘isi, frekuensi, waktu, pencetus, perasaan, respon” dan klien mampu
melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. SP 2 Halusinasi
dilakukan pada 22 Mei 2018 pukul 09.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti
tentang obat setelah dijelaskan oleh perawat. SP 3 Halusinasi dilakukan pada tanggal
23Mei 2018 pukul 09.00, klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap. SP 4 halusinasi dilakukan pada 24Mei 2018 pukul
09.00, klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan positif yang terjadwal. Evalusai cara mengontrol halusinasi dilakukan pada
25Mei 2018 pukul 09.00, klien masih mampu mengingat cara-cara yang sudah
diajarkan untuk mengontrol halusinasi namun dibantu oleh perawat, khususnya
mengenai masalah obat.

Defisit perawatan diri, implementasi SP 1 dilakukan pada 21 Mei 2018 pukul


11.00, klien mampu mengidentifikasi masalah perawatan diri, mengerti tentang cara
menjaga kebersihan diri;mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku. SP 2
dilakukan pada 22Mei 2018 pukul 11.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti
tentang cara berdandan setelah kebersihan diri;berpakaian, menyisir rambut, dan
bercukur. SP 3 dilakukan pada tanggal 23Mei 2018 pukul 11.00, klien mampu
menjelaskan dan mengerti tentang cara makan dan minum yang baik . SP 4
dilakukan pada 24mei 2018 pukul 11.00, klien mampu menjelaskan dan mengerti
tentang caraBAB dan BAK yang baik. Evalusai cara perawatan diri dilakukan pada
25mei 2018 pukul 11.00, klien masih mampu mengingat cara-cara yang sudah
diajarkan untuk melakukan perawatan diri yang baik dan benar.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn.H dengan gangguan


Resiko Prilaku Kekerasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada pengkajian,diperoleh data subyektif bahwa :


- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya marah-
marah, mengamuk, dan memukul orang lain.
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya berjalan
jalan, mengamuk, dan memukul orang lain, suara-suara itu sering muncul
ketika klien tersinggung dengan orang lain atau ada seseorang yang membuat
klien jengkel/kesal.
- Klien mengatakan mandi 2x sehari, namun tidak memakai sabun, shampo dan
jarang gosok gigi.

Dari data objektif didapatkan :


- Saat membicarakan tentang kemarahannya klien tampak sedikit kasar,
pandangan tajam dan raut muka agak tegang.
- Klien tampak sering berbicara sendiri Klien tampak sering menggerakkan
bibirnya seperti orang berbicara namun tidak bersuara, klien juga tampak
sering memandang dan mengarahkan telinganya ke sudut ruangan.
- klien tampak pernah berkelahi sebanyak 2x dengan sesama pasien jiwa gara-
gara saat meminta rokok dengan temannya klien tidak dikasih.
- Klien tampak mudah tersinggung, dan klien cenderung mempertahankan
pendapatnya
- Emosi klien tampak cepat berubah – ubah
- Klien tampak gelisah dan sering mondar-mandir diruangan serta tatapan
tajam.
- Penampilan klien kurang rapi, kuku tampak panjang dan kotor, tampak tidak
cuci tangan sebelum dan setelah makan, saat BAK klien tampak tidak di
kloset dan tidak disiram.
2. Dalam kasus Tn.M terdapat enam diagnosa keperawatan jiwa, yaitu; Resiko
Perilaku Kekerasan,Gangguan Sensori Persepsi :Halusinasi endengaran,
Defisit Perawatan Diri, Koping Individu In Efektif, Kurang Pengetahuan
Tentang Penyakit Jiwa.
3. Rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada Tn.H yaitu dengan Dalam
kasus Tn.H melakukan intervensi keperawatan fokus pada tiga diagnosa,
yaitu Resiko Prilaku Kekeran, Gangguan sensori persepsi; halusinasi, dan
Defisit perawatan diri
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 6 hari kepada Tn.H,
Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatanResiko perilaku
kekerasan dilakukan dengan tindakan SP 1 (Mengidentifikasi perilaku
kekerasan, dan mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
tarik napas dalam dan pukul bantal atau kasur), SP 2 (Menajarkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal) SP 4 (Mengajarkan
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual)dan melakukan
evaluasi SP1, 2, 3, dan 4. Sedangkan pada diagnose Gangguan sensori
persepsi:halusiansi meliputi SP 1 (mengidentifikasi halusinasi dan
mengajarkan cara menghardik), SP 2 (mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan cara minum obat), SP 3 (Mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap), SP 4 (Mengajarkan cara mengontol
halusinasi dengan cara melakukan kegiatan positif yang terjadwal), dan
evaluasi SP 1,2,3,dan 4. Pada diagnose keperawatan defisit perawatan diri,
perawat melakukan implementasi keperawatan berupa tindakan SP 1
(Mengidentifikasi masalah perawatan diri, melatih cara menjaga kebersihan
diri;mandi, sikat gigi, cuci rambut, dan potong kuku), SP 2 (Melatih cara
berdandan setelah kebersihan diri;berpakaian, menyisir rambut, bercukur), SP
3 (melatih cara makan dan minum yang baik), SP 4 (Melatih cara BAK dan
BAB yang baik), dan evaluasi SP 1,2,3 dan 4 defisit perawatan diri.

5. Evaluasi tindakan yang dilakukan penulis bahwa Tn. H mampu melaksanakan


strategi pelaksanaan untuk Resiko Prilaku Kekerasan halusinasi, dan Defisit
perawatan diri sesuai dengan yang telah direncanakan yaitu dari SP 1-4 untuk
tiap-tiap Diagnosa Keperawatan.
B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan untuk
perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah
1. Bagi Tenaga keperawatan
a. Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien khusus nya pada masalah resiko prilaku
kekerasan.
b. Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan SOP(Standart Operasional Prosedure)
yang ditetapkan.
2. Bagi rumah sakit
a. Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan keperawatan
khususnya pada klien dengan resiko prilaku kekerasan.
b. Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional
Prosedure dan dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan
resiko prilaku kekerasan
3. Bagi klien dan keluarga
a. Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan
oleh dokter dan perawat untuk mempercepat proses kesembuhan klien.
b. Keluarga diharapkan mampu memberi dukungan pada klien dalam
porses pengobatan baik dirumah sakit maupun di rumah

Anda mungkin juga menyukai