Oleh :
Riska Syntia
AK2318942
2020
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas kuliah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Perilaku Kekerasan”. Meskipun banyak tantangan dan hambatan
yang saya alami dalam proses pengerjaannya, tetapi saya berhasil menyelesaikan
tugas ini tepat pada waktunya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
meluruskan penulisan ini, baik dosen maupun teman-teman yang secara langsung
maupun tidak langsung memberikan kontribusi positif dalam proses
pengerjaannya.
Saya menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan tulisan ini untuk ke
depannya. Semoga bermanfaat bagi peningkatan proses belajar mengajar dan
menambah pengetahuan kita bersama. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Depan
Kata Pengantar ................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................ iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................ 2
1.4 Manfaat ................................................................................ 2
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan........................................................... 3
2.2 Etiologi ................................................................................ 8
2.3 Tanda dan Gejala ................................................................................11
2.4 Pohon Masalah ................................................................................12
2.5 Penatalaksanaan Medis....................................................................... 12
2.6 Pengkajian Keperawatan..................................................................... 14
2.7 Diagnosa Keperawatan.......................................................................23
2.8 Intervensi Keperawatan.................................................................. 24
Lampiran SP ................................................................................28
Bab III Penutup
3.1 Simpulan ................................................................................ 34
3.2 Saran ................................................................................ 34
Daftar Pustaka ................................................................................35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang mendasari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apakah pengertian dari perilaku kekerasan?
1.2.2 Apakah etiologi dari perilaku kekerasan?
1.2.3 Bagaimanakah tanda dan gejala dari perilaku kekerasan?
1.2.4 Bagaimanakah pohon masalah dari perilaku kekerasan?
1.2.5 Bagaimanakah penatalaksanaan medis masalah perilaku kekerasan?
1.2.6 Bagaimanakah pengkajian dari perilaku kekerasan?
1.2.7 Apakah diagnosa yang dapat ditegakkan dari perilaku kekerasan?
1.2.8 Apa sajakah intervensi yang dapat dilaksanakan dari diagnosa perilaku
kekerasan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari perilaku kekerasan
1.3.3 Untuk mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
1.3.4 Untuk mengetahui pohon masalah dari perilaku kekerasan
1.3.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan medis masalah perilaku kekerasan
1.3.6 Untuk mengetahui pengkajian dari perilaku kekerasan
1.3.7 Untuk mengetahui diagnosa yang dapat ditegakkan dari perilaku
kekerasan
1.3.8 Untuk mengetahui intervensi yang dapat dilaksanakan dari diagnosa
perilaku kekerasan
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini ialah agar mahasiswa mampu
mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan perilaku
kekerasan agar memudahkan mahasiswa mengaplikasikannya dalam menyikapi
masalah yang didapat ketika praktik di Rumah Sakit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Sedangkan menurut
Depkes RI, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penyakit Jiwa
Jilid 1 edisi 1, halaman 52 tahun 1996, marah adalah pengalaman emosi yang kuat
dari individu dimana hasil / tujuan yang harus dicapai terhambat. Kemarahan yang
ditekan atau berpura-pura tidak marah akan mempersulit diri-sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung
dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang
lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula
mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan /
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen,1995).
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma social dan budaya lingkungannya.
Rentang kemarahan dapat berfluktasi dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Rentang respon kemarahan (Keliat, 2003) dapat digambarkan sebagai
berikut :
4
Assertif Mengungkapkan marah Karakter assertif sebagai berikut :
tanpa menyakiti, melukai 1. Moto dan Kepercayaan : yakni bahwa
perasaan orang lain, tanpa diri sendiri berharga demikian juga
merendahkan harga diri orang lain. Assertif bukan berarti selalu
orang lain menang, melainkan dapat menangani
situasi secara efektif. Aku punya hak,
demikian juga orang lain.
2. Pola komunikasi : efektif, pendengar
yang aktif. Menetapkan batasan dan
harapan. Mengatakan pendapat sebagai
hasil observasi bukan penilaian.
Mengungkapkan diri secara langsung
dan jujur. Memperhatikan perasaan
orang lain.
3. Karakteristik : tidak menghakimi.
Mengamati sikap daripada menilainya.
Mempercayai diri sendiri dan orang
lain. Percaya diri, memiliki kesadaran
diri, terbuka, fleksibel, dan akomodatif.
Selera humor yang baik, mantap,
proaktif, inisiatif. Berorientasi pada
tindakan. Realistis dengan cita-cita
mereka.
4. Isyarat bahasa tubuh (non-verbal cues),
terbuka, dan gerak-gerik alami. Atentif ,
ekspresi wajah yang menarik, kontak
mata yang langsung, percaya diri.
Volume suara yang sesuai. Kecepatan
bicara yang beragam.
5. Isyarat Bahasa (Verbal Cues)
a. “Aku memilih untuk...”
b. “Alternatif apa yang kita miliki?”
6. Konfrontasi dan Pemecahan Masalah
a. Bernegosiasi, menawar, menukar,
dan kompromi
5
b. Mengkonfrontir, masalah pada saat
terjadi
c. Tidak ada perasaan negatif yang
muncul.
7. Perasaan yang dimiliki, yaitu :
antusiame, mantap, percaya diri dan
harkat diri, terus termotivasi, tahu
dimana mereka berdiri (Keliat, 1996)
Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan terhadap
orang assertif orang-orang dengan karakter assertif ini
adalah :
1. Hargai mereka dengan mengatakan
bahwa pandangan yang akan kita
sampaikan barangkali telah pernah
dimiliki oleh mereka sebelumnya.
2. Sampaikan topik dengan rinci dan jelas
karena mereka adalah pendengar yang
baik.
3. Jangan membicarakan sesuatu yang
bersifat penghakiman karena mereka
adalah orang yang sangat menghargai
setiap pendapat orang lain.
4. Berikan mereka kesempatan untuk
meyampaikan pokok-pokok pikiran
dengan tenang dan runtun.
5. Gunakan intonasi suara variatif karena
mereka menyukai hal ini.
6. Berikan beberapa alternatif jika
menawarkan sesuatu karena mereka
tidak suka sesuatu yang berifat kaku.
7. Berbicaralah dengan penuh percaya diri
agar dapat mengimbangi mereka.
Frutasi Adalah respon yang timbul Frustasi dapat dialami sebagai suatu
akibat gagal mencapai tujuan ancaman dan kecemasan. Akibat dari
atau keinginan. ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
6
Pasif Sikap permisif / pasif adalah Salah satu alasan orang melakukan permisif
respon dimana individu tidak / pasif adalah karena takut / malas / tidak
mampu mengungkapkan mau terjadi konflik.
perasaan yang dialami , sifat
tidak berani mengemukakan
keinginan dan pendapat
sendiri, tidak ingin terjadi
konflik karena takut akan
tidak disukai atau menyakiti
perasaan orang lain.
Agresif Sikap agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat menghukum,
membela diri sendiri dengan kasar, menyalahkan, atau menuntut. Hal ini
melanggar hak orang lain termasuk mengancam, melakukan kontak
fisik, berkata-kata kasar, komentar
menyakitkan dan juga menjelek - jelekkan
orang lain dibelakang. Sikap agresif
merupakan perilaku yang menyertai marah
namun masih dapat dikontrol. Orang agresif
biasanya tidak mau mengetahui hak orang
lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri. Agresif
memperlihatkan permusuhan, keras dan
menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberi kata ancaman tanpa niat
melukai.Umumnya klien masih dapat
mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
Kekerasan Disebut sebagai gaduh Perilaku kekerasan ditandai dengan
gelisah atau amuk menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman melukai
disertai melukai di tingkat ringan dan yang
paling berat adalah melukai merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan
diri . mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
7
kontrol diri. Pada keadaan ini, individu
dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain (Keliat, 2002).
2.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-agression Theory : Teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi prilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi, hampir
semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif :
mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu
memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh
dari pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
8
Sosial Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi,
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa
internal atau eksternal. Contoh internal : orang yang mengalami
keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif
dibandingkan mereka yang tidak menonton, seorang anak yang marah
karena tidak boleh beli es krim kemudian ibunya memberinya es agar si
anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah,
maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal :
seorang anak menunjukkan prilaku agresif setelah melihat seseorang
dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah
boneka. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor Biologis
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan
prilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada impuls
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, mengeram, dan hendak
menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi, terjadi kerusakan
fungsi sistim limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indra
penciuman dan memori). Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan
perilaku agresif: serotonin, dolpamin, norepinefrin, asetilkoin, dan asam
amino GABA. Factor-factor yang mendukung adalah : 1) masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan, 2) sering mengalami kegagalan, 3)
9
kehidupan yang penuh tindakan agresif, dan 4) lingkungan yang tidak
kondusif (bising, padat).
d. Perilaku
Reinforcment yang terima pada saat melakukan kekerasan dan
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 1996).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila
merasa dirinya terancam. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia
tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh
karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama
mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal.
Contoh stressor eksternal : serangan secara fisik, kehilangan hubungan yang
dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh
dari stressor eksternal : gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang
dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut
perawat klien, maka factor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua, yakni :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
b. Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga,
konflik interaksi sosial.
10
Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula pemicu perilaku
kekerasan (Keliat, 1996).
11
Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda-tanda marah adalah sebagai
berikut :
a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah
(dendam), jengkel.
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat,
sakit fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan.
d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan / kebenaran diri, keraguan,
tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat
e. Social : menarik diri, pengasingan , penolakan, kekerasan, ejekan,
dan humor.
12
a. Clormromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham dan gejala-gejala
lain yang biasanya terdapat pada penderita skizoprenia, mania depresif,
gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
13
Kemudian berteriak, menjerit untuk melepaskan perasaan marah. Bisa juga
mengatasi marah dengn dilakukan tiga cara, yaitu : mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar. Bantu melalui humor. Jaga humor tidak
menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran dan
diskusi cara umum yang sesuai.
14
kelompok yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara
bersosialisasi dengan orang lain, sesuai dengan kebutuhannya
memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang sederhana dan
memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan
dengan orang lain (Bayu, 2011).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Wilson dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri (Keliat, 2009).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah
wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi
marah yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering
diekspresikan secara tidak langsung (Sumirta, 2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang
respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah (Yosep, 2010).
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi ini
adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan
sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu
anggota kelompok lain.
15
2.6 Pengkajian Keperawatan
I. Identitas Klien
Tgl Pengkjian : 05 Juni 2020 Inisial :S
Umur : 25 Status : Lajang
Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMA
II. Alasan
Keluarga mengatakan sejak kejadian pelecehan klien sering marah –
marah, mudah tersinggung, sulit tidur, mengamuk, merusak alat rumah
tangga, ketawa sendiri, malas bekerja dan merasa dirinya tak berharga
III. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu? (ya/tidak)
2. Pengobatan sebelumnya? (berhasil/kurang berhasil/tidak berhasil)
3. Penolakan dari lingkungan : (ya / tidak)
Jelaskan :
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
( ya/tidak)
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (ya/tidak)
IV. Fisik
1. Tanda vital : TD :110/80 N: 72/Menit S: 37 P:20x/m
2. Ukuran : TB:157 BB: 50kg
3. Keluhan fisik (ya/tidak)
Jelaskan: Tidak ada keluhan fisik yang dirasakan klien
V. Psikososial
1. Dalam keluarga klien jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga
yang lain karena merasa malas dan senang menyendiri. Pengambilan
16
keputusan dalam keluarga diambil oleh ayahnya. Dalam pola asuh
klien diasuh oleh orang tua sendiri.
2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh :
Klien menganggap tubuhnya sebuah anugrah dari tuhan. Klien
merasa sedih dengtan ytang dialaaminya
b. Identitas Diri :
Sebelum sakit, klien pernah sekolah sampai dengan SMA. Setelah
klien tamat SMA klien tidak bisa melanjutkan.
c. Peran :
Klien berusia 25 tahun, klien belum menikah. Klien mengatakan
takut untuk berumah tangga karena klien masih trauma engtan apa
yang menimpanya.Dalam melaksanakan tugas dirumah klien
melakukannya bersama dengan ibunya seperti : menyapu, mencuci
piring, mencuci baju dan membantu memasak.
d. Ideal Diri :
Klien berharap agar bisa sembuh dan cepat pulang
e. Harga Diri :
Klien merasa diriya sudah tidak berharga
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat ibunya. Dalam
keluarga klien merasa enggan untuk berkomunikasi lebih senang
menyendiri di kamar.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien selalu menyendiri
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien merasa takut saat berhubungan dengan orang lain
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan:
17
Klien dan keluarganya beragama Islam, klien melakukan ibadah
sholat.
18
( ) Pengulangan pembicaraan / preservarasi
Jelaskan : Pada saat wawancara klien mengalami sirkumtansial.
Klien selalu berpikitr dirinya tiak berharga lagi
8. Isi pikir
( ) Obsesi ( ) Hipokondria ( ) Ide yang terkait
( ) Phobia ( ) Dipersonalisasi ( ) Pikiran magis
Waham
( ) Agama ( ) Somatik ( ) Kebesaran ( ) Curiga
( ) Nihilistic ( ) Sisip pikir ( ) Siar pikir ( ) Control pikir
Jelaskan : Klien selalu berpikitr dirinya tiak berharga lagi
9. Tingkat kesadaran
( ) Bingung ( ) Sedasi ( ) Stupor
Disorientasi
( ) Waktu ( ) Tempat ( ) Orang
Jelaskan : Klien tampak bingung dan tidak terfokus.
10. Memori
( ) Gangguan daya ingat jangka panjang
( ) Gangguan daya ingat jangka pendek
( ) Gangguan daya ingat saat ini ( ) Konfabulasi
Jelaskan : Klien mengalami gangguan daya ingat kaarena ingin
melupakan kejadianyag tragis
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
( ) Mudah beralih
( ) Tidak mampu berkonsentrasi
( ) Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : Klien mampu berkomunikasi, tidak mampu berkonsentrasi
lama dan sering memutuskan pembicaraan secara sepihak, mampu
berhitung.
12. Kemampuan penilaian
( ) Gangguan ringan ( ) Gangguan bermakna
Jelaskan : Gangguan bermmakna
19
13. Daya tilik diri
( ) Mengingkari penyakit yang diderita
( ) Menyalahkan hal-hal di luar dirinya
Jelaskan : Menyalahkan dirinya sendiri
VII. Mekanisme Koping
Klien jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri dikamar, marah -
marah. Jika sudah tidak tahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk
atau merusak barang-barang yang ada
VIII. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Menurut keluarga semenjak klien marah-marah dan mengamuk,
lingkungan tidak mau menerima klien dan hal ini membuat klien menjadi
lebih menarik diri.
IX. Pengetahuan Kurang Tentang
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya, tanda dan gejala
kekambuhan, obat yang diminum dan cara menghindari kekambuhan.
Pemahaman tentang sumber koping yang adaptif dan manajemen hidup
sehat kurang.:
X. Aspek Medik
Diagnosa medik : Skizofrenia tak terinci
Terapi medik : Chlorpromazine 1 x 100 mg
Haloperidole 2 x 5 mg
Triheksifenidile 2 x 2 mg
20
Fokus pengkajian :
Alasan utama klien adalah perilaku kekerasan di rumah.
1. Data Subyektif :
- Keluarga mengatakan klien mengamuk
- Keluarga mengatakan klien marah-marah
- Keluarga mengatakan klien merusak barang-barang (memecah piring,
membanting gelas, dll)
- Keluarga mengatakan klien mengancam ataupun sampai melukai orang
lain, dsb.
- Keluarga mengatakan klien memiliki trauma pelecehan seksual.
- Keluarga mengatakan klien tidak mampu menerima keadaan dirinya
akibat sakit yang diderita, kecelakaan, kecacatan.
2. Data obyektif :
- Pada hasil observasi ditemukan adanya pandangan tajam, muka merah,
otot tegang, mengatupkan rahang dengan kuat, nafas pendek.
- Agitasi motoric : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam,
mengepalkan tangan , melempar barang, memukul dengan tinju kuat,
merampas, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas
motoric tiba-tiba (katatonia)
- Verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata mengaau minta
perhatian, berdebat, meremehkan, bicara keras-keras, menunjukkan
adanya delusi pikiran paranaoid.
- Afek : marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah
terangsang, euphoria tidak sesuai atau berlebihan.
- Tingkat kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tiba,
disorientasi, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.
21
2.7 Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi : Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali
secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan / atau merusak
lingkungan.
Penyebab :
1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Perubahan status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan zat / alcohol
22
Kondisi Klinis Terkait :
1. Attetion deficit / hyperactivity disorder (ADHD)
2. Gangguan perilaku
3. Oppositional defiant disorder
4. Gangguan Tourette
5. Delirium
6. Demensia
7. Gangguan amnestic
(SDKI, 2016)
23
2.8 Intervensi Keperawatan
PERENCANAAN
NO DX KEP.
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 Risiko Perilaku TUM: Setelah dilakukan ...x 20 menit interaksi
kekerasan Klien dapat melanjutkan diharapkan klien dapat mencegah tindakan
hubungan peran sesuai kekerasan pada diri sendiri, orang lain,
tanggung jawab. maupun lingkungan.
Kriteria Evaluasi :
TUK 1: a. Klien mau membalas salam.
Klien dapat membina b. Klien mau berjabat tangan
hubungan saling percaya c. Klien menyebutkan Nama
d. Klien tersenyum
e. Klien ada kontak mata
f. Klien tahu nama perawat
g. Klien menyediakan waktu untuk kontrak
TUK 2: a. Klien dapat mengungkapkan
Klien dapat perasaannya.
mengidentifikasi penyebab b. Klien dapat menyebutkan perasaan
marah / amuk marah / jengkel
TUK 3: a. Klien dapat mengungkapkan perasaan
Klien dapat saat marah /jengkel.
mengidentifikasi tanda b. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda
marah jengkel / kesal
TUK 4: a. Klien mengungkapkan marah yang biasa
Klien dapat dilakukan
mengungkapkan perilaku b. Klien dapat bermain peran dengan
marah yang sering perilaku marah yang dilakukan
dilakukan c. Klien dapat mengetahui cara marah yang
dilakukan menyelesaikan masalah atau
tidak
TUK 5: a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara
Klien dapat yang digunakan
mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan
24
Klien mengidentifikasi cara terhadap kemarahan secara konstruktif.
konstruksi dalam berespon
terhadap perilaku kekerasan
TUK 7: a. Klien dapat mendemonstrasikan cara
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan :
mendemonstrasikan cara Tarik nafas dalam
mengontrol marah Mengatakan secara langsung
tanpa menyakiti
Dengan sholat / berdoa
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
25
bersama klien terfokus
penyebab marah, tanda A: dapat terbina hubungan
dan gejala PK, PK yang saling percaya
dilakukan saat marah, P: lanjutkan intervensi 2
akibat PK, cara kontrol
PK
3. mengajarkan cara
kontrol PK dengan
Fisik I ( tarik nafas
dalam )
4. membimbing
pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan
harian
6 Juni SP II: S: klien mengatakan
20 1. Memvalidasi pernah memukul ibunya
09.00 masalah. ketika meminta di timang
2. melatih cara – timang seperti bayi.
kontrol PK dengan Klien merasa bersalah dan
Fisik II ( pukul bantal ) meminta diajari cara
3. membimbing mengontrol marah,
pasien memasukkan O: klien kooperatif,
dalam jadwal kegiatan tatapan mata tajam,
harian tampak tegang, klien
dapat memahami perilaku
SP II : kekerasan
1. memvalidasi A: PK dapat terpahami
masalah. oleh klien
2. Melatih cara P: lanjutkan intervensi 3
control PK dengan cara
fisik II (pukul bantal)
26
3. Mengikutsertakan
klien dalam jadwal
kegiatan sehari-hari.
27
3. Membimbing O: raut muka tegang,
pasien memasukkan kontak mata baik, tampak
dalam jadwal kegiatan gelisah
harian A: SP II belum optimal
P: optimalkan SP II,(cara
control marah dengan cara
fisik II pukul bantal)
28
kontak mata baik, klien
bersedia membicarakan
dengan baik – baik ketika
marah
A: SP III tercapai
P: lanjutkan SP IV
(dengan cara spiritual)
Juni S : klien mengatakan
20 sudah dapat mengontrol
09.00 emosi, dan akan mencoba
cara control marah dengan
berdo’a dan shalat
O: klien tampak senang
A: SP II belum optimal
P: lanjutkan SP V (dengan
cara minum obat teratur)
Juni S : klien mengatakan
20 sudah teratur dalam
09.00 meminum obat
O: klien tampak tenang
dan senang, klien
kooperatif
Juni S : klien mengatakan
20 sudah teratur dalam
09.00 meminum obat
O: klien tampak tenang
dan senang, klien
kooperatif
A: dapat menggunakan
obat secara teratur
P: pertahankan kondisi
pasien
29
Lampiran
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
a. Data Subjektif
· Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan
· Klien mengatakan sering merasa marah tanpa sebab
b. Data Objektif
· Klien tampak tegang saat bercerita
· Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan marahnya
30
· Mata melotot, pandangan tajam
· Nada suara tinggi
· Tangan mengepal
· Berteriak
2. Diagnosa Keperawatan :
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Tindakan Keperawatan :
a. Tujuan Umum
b. Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik
c. Tujuan Khusus
· Klien dapat membina hubungan saling percaya
· Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi tanda gejala perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
· Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
· Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
· Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan
fisik 1: teknik nafas dalam
· Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan :
· Bina hubungan saling percaya
· Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya
· Bantu klien mengungkapkan penyebab perilaku kekerasan
· Bantu klien mengungkapkan tanda gejala perilaku kekerasan yang
dialaminya
· Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini
· Diskusikan dengan klien akibat negative (kerugian) cara yang dilakukan
pada diri sendiri, orang lain/keluarga, dan lingkungan
· Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik : teknik napas dalam
· Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan didalam jadwal kegiatan
harian
31
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Mbk. Perkenalkan nama saya Riska, Saya adalah
mahasiswa dari AKPER ALKAUTSAR TEMANGGUNG
Hari ini Saya yang akan merawat Mbk
Nama Mbk siapa dan suka dipanggil siapa? Baiklah mulai sekarang saya
akan panggil Mbk S saja, ya”
b. Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaan Mbk saat ini? Saya lihat Mbk sering tampak marah
dan kesal, sekarang Mbak masih merasa kesal atau marah ?”
c. Kontrak :
· Topik
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang hal-hal yang
membuat Mbak S marahh dan bagaimana cara mengontrolnya? Ok.
Mbak?”
· Waktu
Berapa lama Mbak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan
saya? Bagaimana kalau 15 menit saja?
· Tempat
Mbak senangnya kita berbicaranya dimana?. Dimana saja boleh kok,
asal Mbak merasa nyaman. Baiklah, berarti kita berbicara di teras
ruangan ini saja ya, Mbak”
· Tujuan
Agar Mbak dapat mengontrol marah dengan kegiatan yang positif
yaitu dengan latihan fisik 1 : teknik nafas dalam dan tidak
menimbulkan kerugian untuk diri sendiri maupun orang lain.
2. Fase Kerja
“Nah, sekarang coba Mbak ceritakan, Apa yang membuat Mbak
merasa marah? ”
32
Apakah sebelumnya Mbak pernah marah? Terus, penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?”
“Lalu saat Mbak sedang marah apa yang Mbak rasakan? Apakah Mbak
merasa sangat kesal, dada berdebar-debar lebih kencang, mata melotot,
rahang terkatup rapat dan ingin mengamuk? ”
“Setelah itu apa yang Mbak lakukan? ”
“Apakah dengan cara itu marah/kesal Mbak dapat terselesaikan? ” Ya tentu
tidak, apa kerugian yang Mbak alami?”
“Menurut Mbak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Mbak belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”
”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Mbak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik, rasa marah Mbaak
dapat tersalurkan.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu? Namanya
teknik napas dalam”
”Begini Mbak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak
rasakan, maka Mbak berdiri atau duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut”
“Ayo Mbak coba lakukan apa yang saya praktikan tadi, mbak berdiri atau
duduk dengan rileks tarik nafas dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. “
“Bagus sekali, Mbak sudah bisa melakukannya”
“ Nah Mbak tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi nafas
dalam, sebaiknya latihan ini Mbak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Mbak sudah terbiasa melakukannya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
· Subyektif
“Bagaiman perasaan Mbak setelah kita berbincang-bincang
dan melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam tadi? Ya...betul,
dan kelihatannya Mbak terlihat sudah lebih rileks”.
33
· Obyektif
”Coba Mbak sebutkan lagi apa yang membuat Mbak marah, lalu apa
yang Mbak rasakan dan apa yang akan Mbak lakukan untuk
meredakan rasa marah”. Coba tunjukan pada saya cara teknik nafas
dalam yang benar.
“Wah...bagus, Mbak masih ingat semua...”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Bagaimana kalau kegiatan ini rutin dilakukan 5 kali dalam 1 hari dan di
tulis dalam jadwal kegiatan harian Mbak.
c. Kontrak yang akan datang
· Topik :
“ Nah, Mbak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah 1 nya saja.
Masih ada cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Mbak.
Cara yang ke-2 yaitu dengan teknik memukul bantal .
· Waktu :
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang ke-2 ini besok, Bagaimana
kalau 15 menit lagi saja?
· Tempat :
“Kita latihannya dimana, Mbak? Di teras ruangan ini saja lagi ,
Mbak”. “ok, Mbak.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perilaku kekerasan merupakan respon emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, ungkapan
perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa, keinginan tidak
tercapai, tidak puas), serta perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam baik berupa
ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan marah berfluktuasi sepanjang
rentang adaptif dan maladaptif.
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya.
35
3.2 Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku
kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan,
intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat
meredam kemarahannya.
36
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/35272180/TERAPI_AKTIVITAS_KELOMPO
K_TAK_PADA_PASIEN_DENGAN_RESIKO_PERILAKU_KEKERAS
AN
Stuart, GW dan SJ Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. St Louis : Mosby Year Book
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Yusuf, Ah. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Diunduh pada
tanggal 13 September 2018 dari :
https://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/buku%20ajar%20keperawatan
%20kesehatan%20jiwa.pdf
37