Anda di halaman 1dari 53

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN HIDROSEFALUS DI


RUANG AKUT IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP
DR. M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2023

Disusun oleh
Kelompok IV

1. Ayu Melani Putri 6. Nadiah Ulfa Rahayun


2. Elsa Eka Putri 7. Sella Pebrianti
3. Widiati Mawaddah 8. Cici Erlanda
4. Melsya Melenia
9. Pamela Yulandari
5. Ghelsi Anggra Monita
10. Vinna Wahyu Marsalina
11. Rahmadoni

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok panjatkan kepada Allah Subhanallah wa Ta’ala atas
berkat dan rahmat-Nyalah sehingga kelompok dapat menyelesaikan seminar kasus
keperawatan dalam rangka memenuhi tugas Profesi Ners STIKes Syedza Saintika
Padang dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An.R dengan Hidrosepalus di Ruang
Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2023”.

Pada kesempatan ini, kelompok hendak menyampaikan terima kasih kepada


semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga
seminar kasus ini dapat selesai. Ucapan terima kasih kami tujukan kepada:

1. Ibu Etry Yanti, S.Kp. M. biomed, ibu Ns. Nova Fridalni, S. Kep, M. Biomed, Ibu
Ns. Siti Aisyah Nur, M.Kep dan ibu Ns. Veoina Irman, M. Kep selaku
pembimbing akademik di STIKes Syedza Saintika Padang.
2. Ibu Ns. Rahmi Ramadhani, S. Kep. Dan ibu Ns.Elnofia, S. Kep selaku
pembimbing klinik diruang anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Kelompok menyadari bahwa seminar kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan seminar kasus
ini.

Padang, 14 Januari 2023

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................... 3
B. Tujuan.......................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................6
A. Konsep Dasar Hidrocepalus.....................................................................................6
B. Asuhan Keperawatan Teoritis pada Hidrocefalus...................................................22
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................................28
A. Pengkajian Keperawatan........................................................................................28
B. Analisa Data...........................................................................................................33
C. Diagnosa Keperawatan...........................................................................................34
D. Intervensi Keperawatan..........................................................................................35
E. Implementasi dan Evaluasi.....................................................................................37
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................................44
A. Pengkajian Keperawatan........................................................................................44
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................44
C. Intervensi Keperawatan..........................................................................................46
D. Implementasi Keperawatan....................................................................................46
E. Evaluasi Keperawatan............................................................................................47
BAB V PENUTUP................................................................................................................48
A. Kesimpulan.............................................................................................................48
B. Saran …………………………………………………………………………………………………………………48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................49

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu

hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan

teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia

semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu

penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan

terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah

Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga

kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan

hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan

keperawatan yang khusus. Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan

serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural

(Suriadi dan Yuliani, 2018).

Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak

pada bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran

normal. Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya

hydrosephalus juga biasa terjadi pada orang dewasa, hanya saja pada bayi

gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan

diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun- ubunnya masih terbuka,

sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan

melebarnya tulang-tulang tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang

tengkorak tidak mampu lagi melebar.

3
Hidrosefalus adalah suatu penyakit dengan ciri-ciri pembesaran pada

sefal atau kepala yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal

(CSS) dengan atau karena tekanan intrakranial yang meningkat sehingga

terjadi pelebaran ruang tempat mengalirnya cairan serebrospinal (CSS)

(Ngastiah,2019). Bila masalah ini tidak segera ditanggulangi dapat

mengakibatkan kematian dan dapat menurunkan angka kelahiran di suatu

wilayah atau negara tertentu sehingga pertumbuhan populasi di suatu daerah

menjadi kecil. Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah

penderita Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di

Singapura pada anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak

2-4 th 4%, di Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu

Kedokteran Universitas Indonesia terdapat 3%. Berdasarkan pencatatan dan

pelaporan yang diperoleh dari catatan register dari ruangan perawatan IKA

Akut RSUP M.Ddamil Padang dari bulan November - Januari tahun 2023

jumlah anak yang menderita dengan gangguan serebral berjumlah -/+ 89

anak dan yang mengalami Hidrosefalus berjumlah 18 anak dengan

persentase 20,22%.

Hasil penelitian Neila (2013) di ruang anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang, kepala ruang anak menyatakan rata-rata pasien yang di rawat pada tahun

2013 terdapat 1.200 orang pasien. Pada ruang bedah anak kasus yang sering

muncul dengan kelainan bawaan seperti, labioskhizis, hipospadia,

dan hidrosefalus. Data dari rekam medik RSUP Dr.M.Djamil pada tahun 2017

didapat 50 anak yang mengalami hidrosefalus, sedangkan pada tahun 2018

didapat 45 anak yang mengalami hidrosefalus.

4
Berdasarkan latar belakang itulah penulis tertarik untuk membuat Laporan

Studi Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien An.R Dengan

Hidrosefalus Di Ruang Rawat Inap Anak RSUP Dr. Mdjamil Padang 2022”.

B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran, pengalaman
dan menganalisa secara langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan
Keperawatan pada An. R dengan Hidrocefalus di Ruang Kronik IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2022.

2) Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada klien dengan
Hidrocefalus
b. Mampu merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan berdasarkan data
yang diperoleh pada klien dengan Hidrocefalus.
c. Mampu membuat intervensi sesuai dengan diagnosa pada klien dengan
Hidrocefalus
d. Mampu melaksanakan implementasi pada klien dengan Hidrocefalus
e. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien
Hidrocefalus

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hidrocepalus


1. Definisi
Menurut Suriadi (2018) Hidrocepalus adalah akumulasi cairan

serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang

subdural, Sedangkan menurut.

Darto Suharso,(2019) Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak

yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah

dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran

ventrikel.

Menurut Dwita( 2017) Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang

berarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan

penumpukan CSS yang secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih

ventrikel otak atau ruang subarachnoid yang dapat menyebabkan dilatasi

sistem ventrikel otak. Sedangkan menurut.

Suriadi, (2020) Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak

yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik

oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau

pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi

pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis.

Menurut pendapat lain Suharso (2019) Hidrosefalus adalah kelainan

patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal

6
dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga

terdapat pelebaran ventrikel.

7
Dari beberapa pendapat di atas, Jadi dapat disimpulkan Hidrosefalus

merupakan penumpukan CSS yang secara aktif dan berlebihan pada satu

atau lebih ventrikel otak atau ruang subrachnoid yang dapat menyebakan

dilatasi sistem ventrikel otak dimana keadaan patologis otak yang

mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal, disebabkan baik oleh

produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah

disertai tekanan intracranial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran di

ruangan – ruangan tempat aliran cairan serebrospinal.

2. Etiologi

Menurut Darsono,(2019) Cairan Serebrospinal merupakan cairan

jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus,

Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak dan

medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi(Cristine

Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem

ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah

melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh

susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam

suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa

normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-

60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang

tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml.

DeVito EE et al, (2017:32) Aliran CSS normal ialah dari ventrikel

lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui

8
saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen

Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna

magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan

resorbsi CSS oleh sistem kapiler.

Allan H. Ropper, (2019) Hidrosefalus terjadi bila terdapat

penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat

antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi

dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS

diatasnya).

Allan H. Ropper, (2019) Teoritis pembentukan CSS yang terlalu

banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan

terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab

penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :

1) Kelainan Bawaan (Kongenital)

a. Stenosis akuaduktus Sylvii

Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan

anak (60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu

sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya

gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat

pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.

b. Spina bifida dan kranium bifida

Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan

dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis

dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan

menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian

9
atau total.

c. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang

menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system

ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya

sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa

pascaerior.

d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma

sekunder suatu hematoma.

2) Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga

dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada

fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh

obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system

basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis.

Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa

bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat

pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan

daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen

terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan

interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya

lebih tersebar.

3) Neoplasma

10
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di

setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada

penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan

tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan pada

anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu

glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel

III disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan
Menurut Allan H. Ropper, 2019:360 Perdarahan sebelum dan

sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen

terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi

akibat organisasi dari darah itu sendiri.

3. Patofisiologi
Menurut pendapat Harsono (2015). Pembentukan cairan serebrospinal

terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut

dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih

sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan

cairan serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari,

kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun

anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke

foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus

sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi, hingga

akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis. Secara teoritis, terdapat

tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab

paling jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini

11
disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau

karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis

vitamin A.

2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus

hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau

tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di

ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab

terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:

a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor,

misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold

Chiari.

b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun

ekstrinsik saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor

para ventrikel, k ista arakhnoid, dan hematom.

c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti

mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal, fibrosis

leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.

d. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi

seperti sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat

mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis

ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor

serebri.

Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan

dalam beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan

adanya dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan

12
adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.

Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara

sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan

hidrosefalus non- komunikans yaitu suatu keadaan dimana terdapat blok

dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid.

Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana

aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat pula beberapa klasifikasi lain

yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa hari),

subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian

hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan

hidrosefalus asimtomatik.

4. Manifestasi Klinis

Harsono, (2015) mengatakan bahawa Tanda awal dan gejala

hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan

resorbsi CSS Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya

hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak

dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

1) Hidrosefalus terjadi pada masa neonates

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus

kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah

35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama

tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi

terutama pada daerah frontal. Tampak dorsumnasi lebih besar dari biasa.

Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang

13
kepala menjadi sangat tipis. Vena- vena di sisi samping kepala tampak

melebar dan berkelok.

2) Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak- kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai

manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat

disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan

visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien

hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang

progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu

tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas

ukuran normal.

14
5. Web Of Caution

WOC Hidrosefalus (Harsono 2019)

15
6. Komplikasi

Menurut Darsono(2019), komplikasi yang dapat terjadi dari hidrosepalus adalah:


1. Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak),

peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan

sepanjang selang Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko

terjadinya infeksi dan terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang

shunt.

2. Perdarahan subdural

(lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak duramater) Perdarahan

subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik (vena). Risiko

komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt yang baik.

3. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt

Yang terjadi pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus

ada atau timbulnya kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga

kasus hidrosefalus dengan pemasangan shunt memerlukan penggantian

dalam waktu 1 tahun. Sebagian besar kasus (80%) memerlukan revisi dalam

10 tahun.

4. Keadaan tekanan rendah

(low pressure) Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat

menjadi keadaan dengan tekanan rendah. Gejaala yang timbul berupa sakit

kepala dan muntah saat duduk atau berdiri. Gejala ini dapat membaik

dengan asupan cairan yang tinggi dan perubahan posisi tubuh secara

perlahan.

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi

16
dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau

perpindahan didalam ventrikel dari bahan–bahan khusus (jaringan /eksudat)

atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan.

Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi

klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis

buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi

umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu

meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt,

meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya

adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada

tekanan intrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah

peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter

atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen foto kepala, dengan prosedur ini dapat diketahui :

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya

pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik

berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka

dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan

intrakranial.

b. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,

pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa

beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi

17
dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan

terlihat lebih lebar 1-2 cm.

c. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan

lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis- garis kisi pada chart (jarak

antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang

besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena

hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika

hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan

sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

e. Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras

lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung

masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka

akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang

besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan

lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis.

Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di

rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah

ditinggalkan.

f. Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan

USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.

Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrose falus

ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem

18
ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan

anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT

Scan.

g. CT Scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya

pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas

ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel

IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena

terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans

gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem

ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

h. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis

dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk

membuat bayangan struktur tubuh.

4. Penatalaksanaan
a. Keperawatan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live

sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang

dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan

menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan

hidrocefalus harus dipenuhi yakni :

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak

pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan,

atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat

19
pembentukan cairan serebrospinal.

2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira

serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan

ventrikel dengan subarachnoid.

3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial,

yakni:

a) Drainase ventrikule-peritoneal.

b) Drainase Lombo-Peritoneal.

c) Drainase ventrikulo-Pleural.

d) Drainase ventrikule-Uretrostomi.

e) Drainase ke dalam anterium mastoid.

d. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung

melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang

memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini

merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti

sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi

sekunder dan sepsis.

Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan

setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan

kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan

selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat

sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang

pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan

selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.

20
e. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau

pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2

macam terapi pintas / “ shunting “:

1. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya

sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi

hidrosefalus tekanan normal.

2. Internal

a) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain

Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna(Thor-

Kjeldsen).

b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.

c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.

d) Ventrikulo-Mediastinal,CSS dialirkan ke mediastinum.

e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

3. “Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum

dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

a) Sebuah kateter ventrikular dimasukkan me lalui kornu oksipitalis

atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen

Monroe.

b) Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk

21
dilakukan analisis.

c) Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang

terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz,

Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk

celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar

antara 5-150 mm, H2O.

d) Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam

atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-

ray ujung distal setinggi 6/7).

e) Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan. Ujung distal kateter

ditempatkan dalam ruang peritoneum. Pada anak-anak dengan

kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan

adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang

22
B. Asuhan Keperawatan Teoritis pada Hidrocefalus
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien: meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, diagnosa medis (apabila mengetahui) dan
identitas orang tua/ penanggung jawab yang bertujuan untuk
mempermudah komunikasi serta menyesuaikan diri terhadap kebiasaan
(keyakinan dan adat istiadat) pasien.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama: Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus
pada peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri
kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan
kontriksi penglihatan perifer.
1) Riwayat penyakit saat ini: biasanya anak mengalami Pembesaran
tengkorak, adanya keluhan neurologi seperti mata yang mengarah ke
bawah, gangguan perkembangan motorik, gangguan penglihatan, kejang,
mual dan muntah, menangis, serta penurunan kesadaran.
2) Riwayat kesehatan dahulu: kaji apakah klien pernah dirawat sebelumnya,
kapan dan dimana dirawat, obat apa yang pernah digunakan, dan kaji
apakah klien ada alergi terhadap obat ataupun makanan.
3) Riwayat penyakit keluarga: Kaji apakah anggota keluarga lain ada yang
menderita penyakit hidrocefalus.
4) Riwayat tumbuh kembang: kaji riwayat prenatal, intranatal dan riwayat
tumbuh kembang klien sesuai usianya.

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum klien.
2) Tingkat kesadaran: klien biasanya sadar (composmentis).
3) Tanda-tanda vital: adanya perubahan ttv
4) Kepala : Sutura yang masih terbuka terlihat lingkar kepala yang fronto
oksipital yang makin membesar, Sutura yang makin merenggang
dengan fontanel cembung dan tegang Vena kulit kepala sering terlihat
menonjol, mengalami pembesaran pada bagian kepala.

23
Ukuran rata-rata linkar kepala
Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
Umur 18 bulan 48,5 cm

5) Mata: Terdapat papila edema, Bola mata terdorong ke bawah oleh


tekanan penipisan tulang supraorbital ,Skelera tampak diatas iris,
Pergerakan bola mata tidak teratur
6) Hidung: biasanya terjadi epistaksis.
7) Mulut: biasanya tidak ditemukan masalah.
8) Telinga: biasanya tidak ditemukan masalah pada telinga, telinga
simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi/ luka, tidak ada sekret, membran
timpani tidak ada masalah.
9) Leher: biasanya ditemukan pembesaran kelenjer getah bening.
10) Thoraks: biasanya tidak ada nyeri tekan pada dada.
11) Abdomen: biasanya hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, nyeri
abdomen.
12) Kulit: biasanya kulit tampak pucat.
13) Ekstremitas: Gangguan perkembangan motorik, seperti kelumpuhan.
d. Hasil pemeriksaan penunjang: meliputi hasil pada pemeriksaan yang
dilakukan.
e. Terapi yang diberikan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan HIDROCEFALUS berdasarkan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 2018 yaitu:
1. Resiko ketidakefektifan perfusi serebral b.d hidrosefalus
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan.

24
3. Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasif

25
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
No.
Keperawatan Keperawatan Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesia (SIKI)
1 resiko Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen penigkatan intrakranial (1.06194)
ketidakefektifan 3 x 24 jam, di harapkan perfusi b. Observasi:
perfusi serebral serebral meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
b.d hidrosefalus hasil : gangguan metabolism, odemaserebral)
Perfusi Serecral (L.02014) 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis.
1. Tingkat kesadaran meningkat Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
2. kognitif meningkat bradikardia, pola nafas ireguler, kesadaran
3. Gelisah menurun menurun)
4. Tekanan intrakranial memurun 3. Monitor intake ouput cairan
5. Sakit kepala menurun 4. Monitor cairan serebro spinalis (mis. Warna,
6. Refleka saraf membaik konsistensi)
5. Monitor CPP (cerebral perfusion pressure)
6. Monitor ICP (intra cranial pressure)
7. Monitor gelombang ICP
8. Monitor status pernafasan

c. Terapeutik:
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan

26
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Cegah terjadinya kejang
4. Pertahankan suhu tubuh normal
d. Edukasi:
1. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
2 Risiko defisit Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Nutrisi (1.03119)
nutrisi b. d 3 x 24 jam, diharapkan status nutrisi a. Observasi:
ketidakmampua membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi.
n mencerna Status Nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi terhadap
makanan 1. Porsi makanan yang dihabiskan makanan.
meningkat 3. Monitor asupan makanan.
2. Frekuensi makan membaik b. Terapeutik:
3. Nafsu makan membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
4. Berat badan membaik 2. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
5. Indek Masa Tubuh (IMT) c. Edukasi:
membaik Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi selama Pencegahan infeksi (1.14539)
b.d efek 3x24 jam, diharapkan kontrol resiko 1. Observasi:
prosedur invasif meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Kontrol Risiko (L.14128) sistemik
1. Kemampuan mencari informasi
27
tentang faktor resiko meningkat 2. Terapeutik:
2. Kemampuan melakukan strategi 1. Batasi jumlah pengunjung
kontrol resiko meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3. Kemampuan menghindari faktor pasien dan lingkungan pasien
resiko meningkat 3. Pertahankan teknik asepti pada pasien beresiko
4. Pemantauan perubahan status tinggi
kesehatan
3. Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan

28
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan insiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi pada individu.

29
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama : An. R
Tanggal Lahir/ : 13 Agustus 2022 / 5 bulan
Umur
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan Belum Sekolah
Tanggal Masuk : 08 Desember 2022
Tanggal Pengkajian : 16 Januari 2023
Diagnosa Medis : Hidrosepalus

2. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn. D Ny. I
Usia 42 Tahun 41 Tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Petani Ibu Rumah Tangga
Agama Islam Islam

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Ibu klien Masuk dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu,
batuk sejak 1 minggu yang lalu, berdahak, batuk semakin bertambah sejak
2 hari yang lalu, dahak suid di keluarkan disertai batuk pilek.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluarga mengatakan anak sudah tidak ada lagi demam, batuk masih ada
sesekali, sesak nafas tidak ada.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

30
Ibu klien mengatakan klien pernah masuk rumah sakit daerah solok
pada usia 4 hari karena anak tampak biru di sertai demam. Kemudian anak
di bawa keluarga ke rumah sakit BMC Padang untuk mendapatkan
perawatan lanjutan. Di BMC anak di curigai Hidrosepalus karena kepala
anak tampak membesar kemudian di lakukan pemeriksaan CT Scan di
dapatkan anak di diagnosa Hidrosepalus
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien dan tidak ada keluarga yang menderita
pemyakit keturunan lainnya.
e. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal: ibu klien mengatakan selama hamil memeriksakan
kehamilannya secara teratur. Ibu klien hamil pada usia 38 tahun.
2) Intranatal: ibu klien mengatakan melahirkan klien di tolong oleh bidan
dengan BBL 2,1 Kg.
3) Riwayat Imunisasi
Jenis Waktu Reaksi setelah
No. Frekuensi
Imunisasi Pemberian pemberian
1 BCG Setelah lahir 1 Ada
2 Hepatitis 12 jam setelah 2 Tidak ada
lahir dan usia 1
bulan
3 DPT Usia 6 minggu, 3 Tidak ada
4 bulan, dan 6
bulan
4 Polio Usia 0 bulan, 2 4 Tidak ada
bulan, 4 bulan,
dan 6 bulan
5 Campak Usia 9 bulan 1 Tidak ada

4. Pemeriksaan Fisik

31
1) Keadaan umum : Sedang
2) Tanda-tanda vital : Suhu: 36,6o C
Pernapasan: 30x/ menit
Nadi:92x/ menit
TB: 50 cm, BB: 3,3 Kg
3) Pernapasan : Irama: regular
Retraksi dinding dada: tidak ada
Alat bantu napas: spontan
4) Mata : Simetris kiri kanan, tidak ada sekresi,
tidak ada purulen, tidak ada edema,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
5) Hidung : Bersih, tidak ada secret, tidak ada polip.
6) Mulut dan : Mulut bersih, tidak ada edema, tidak ada
tenggorokan peradangan, tidak ada kesulitan menelan,
gigi belum tumbuh.
7) Telinga : Bentuk normal, bersih, pendengaran baik,
tidak ada edema, tidak ada sekresi.
8) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesaran JVP.
9) Thorak : Inspeksi: bentuk dada simetris, tidak ada
pembengkakan.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: sonor.
Auskultasi: vesikuler, tidak ada bunyi
napas tambahan. BJ I dan BJ II normal,
irama jantung teratur.
10) Abdomen : Inspeksi: normal, tidak ada asites, tidak
ada lesi.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: timpani.
Auskultasi: bising usus terdengar 22x/
menit.
11) Sirkulasi : Tidak ada sianosis, pucat, CRT < 3 detik,
32
akral teraba hangat. Turgor kulit buruk
12) Neurologi : Kesadaran komposmentis, GCS 15
(E4V5M6).
13) Gastrointestinal : Mulut: mukosa lembab, tidak ada
stomatitis, tidak ada perdarahan gusi.
Mual: tidak Muntah: tidak.
14) Eliminasi : Ibu mengatakan anak BAB 1 kali sehari.
BAK spontan dengan konsistensi warna
kekuningan dan berbau khas.
15) Integumen : Warna kulit normal, tidak ada luka.
16) Muskuloskletal : Tidak ada kelainan tulang.
17) Genitalia : Labia mayora dan minora tampak normal,
tidak ada edema, tidak ada kemerahan.
18) Ektremitas : Klien tidak ada masalah pada ekstremitas.
Klien mampu menggenggam.
19) Skrining nyeri : Tidak ada nyeri.

5. Kebutuhan Dasar Manusia

1) Nutrisi : Klien hanya mengkonsumsi diit mc


peptijunior 8 x 50 cc via NGT

2) Tidur : Pola tidur: siang 8 jam/ hari, malam 9


jam/ hari

3) Personal Hygiene : Mandi 1x sehari


dengan bantuan keluarga
kebersihan kuku: bersih

4) Aktivitas bermain : Dengan orang tua

33
6. Pemeriksaan penunjang

No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

1 Hemoglobin 8,3 g/ Dl 10,4-16,0

2 Leukosit 11,15 10^3/mm^3 6,0-18,0

3 Trombosit 541 10^3/mm^3 150-450

4 Eritrosit 3,06 10^3/mm^3 3,65-5,05

7. Terapi
1) Diet mc peptijunior 50cc /3 jam
2) Vancomisin 4x 50mg
3) Ceftazidim 3x 220 mg
4) Paracetamol 3x 40 mg
5) Diamox 3x 25 mg
6) Bicnat 3x1/3 tab
7) Euthirax 1x 25 mg

34
B. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Problem
1 Data Subjektif: Gangguan aliran darah ke Risiko Ketidakefektifan
Ibu klien mengatakan klien tidak demam tetapi gelisah. otak akibat peningkatan TIK Perfusi Serebral
Ibu mengatakan kepala anaknya semakin membesar

Data Objektif:
Adanya tanda tanda peningkatan tekanan Intrakranial
Lingkar Kepala 47,5 Cm
Keadaan umum klien sedang
Suhu: 36,3 C
Pernapasan: 20x/ menit
Nadi: 92x/ menit
Akral teraba hangat
2 Data Subjektif: Ketidakmampuan mencerna Defisit nutrisi
Ibu klien mengatakan anak hanya mengkonsumsi diit Mc makanan
peptijunior dari RS
Ibu klien mengatakan anak sering rewel

Data Objektif:
Klien tampak lemah
Badan anak tampak kecil

35
Elstisitas kulit anak buruk
Konjungtiva anemis
HB 8,3 Mg/dl
Crt >3 detik
3 Data Subjektif: Tindakan infasif Resiko infeksi
Ibu klien mengatakan klien lemah, gelisah dan rewel.

Data Objektif:
Keadaan umum klien sedang
Klien tampak lemah
Hemoglobin 8,3 g/dl
Anak terpasang Vp shunt

C. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
.
1 Resiko ketidakefektifan perfusi serebral b.d hidrosefalus
2 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan.
3 Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif

36
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
. Keperawatan Keperawatan Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesia (SIKI)
1 resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, Manajemen penigkatan intrakranial
perfusi serebral b.d maka tingkat resiko ketidakefektifan perfusi (1.06194)
hidrosefalus serebral dengan kriteria hasil: b. Observasi:
1. Tingkat kesadaran kognitif meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan
2. Gelisah menurun TIK
3. Tekanan intrakranial membaik 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan
TIK

c. Terapeutik:
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Cegah terjadinya kejang
4. Pertahankan suhu tubuh normal
d. Edukasi:
1. Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu
2 Risiko defisit nutrisi b. Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, Manajemen Nutrisi (1.03119)
d ketidakmampuan maka status nutrisi membaik dengan kriteria a. Observasi:

37
mencerna makanan hasil: 1. Identifikasi status nutrisi.
1. Frekuensi makan dipertahankan pada 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
sedang (3) ditingkatkan ke membaik (5). terhadap makanan.
2. Nafsu makan dipertahankan pada cukup 3. Monitor asupan makanan.
memburuk (2) ditingkatkan ke cukup b. Terapeutik:
membaik (4). 1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu.
2. Dukung keluarga dalam pemberian
diit secara teratur
3. Sajikan diit di konsumsi dalam
keadaan hangat.
4.
c. Edukasi:
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
3 Resiko infeksi b.d efek Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, Pencegahan infeksi (1.14539)
prosedur invasif diharapkan kontrol resiko meeningkat dengan 4. Observasi:
kriteria hasil: 2. Monitor tanda dan gejala infeksi
Kontrol Resiko (L.14128) lokal dan sistemik
1. Kemampuan mencari informasi tentang 5. Terapeutik:
faktor resiko dipertahankan pada cukup 4. Batasi jumlah pengunjung
menurun (2) ditingkatkan ke cukup 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah
meningkat (4). kontak dengan pasien dan lingkungan

38
2. Kemampuan melakukan strategi kontrol pasien
resiko dipertahankan pada cukup menurun 6. Pertahankan teknik asepti pada pasien
(2) ditingkatkan ke cukup meningkat (4). beresiko tinggi
3. Kemampuan menghindari faktor resiko
dipertahankan pada cukup menurun (2) 6. Edukasi:
ditingkatkan ke cukup meningkat (4). 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
6. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
7. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

E. Implementasi dan Evaluasi


No Hari/ Paraf
. Tanggal/ Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Perawat
DX Jam

39
1 Senin 1. mengidentifikasi penyebab peningkatan Data Subjektif: Kel.4
15/01/2023 TIK Keluarga klien mengatakan klien tidak
Jam 09.00 2. Memonitor tanda dan gejala peningkatan demam
TIK Keluarga klien mengatakan klien gelisah
Data Objektif:
3. Meminimalkan stimulus dengan Keadaan umum klien sedang
menyediakan lingkungan yang tenang Suhu: 36, 6o C
4. memberikan posisi semi fowler Pernapasan: 32x/ menit
5. mencegah terjadinya kejang Nadi: 120x/ menit
6. mempertahankan suhu tubuh normal Analisa: masalah belum teratasi
7. berkolaborasi pemberian pelunak tinja, Planning: pertahankan intervensi
jika perlu (monitor peningkatan TIK)
2 Jam 12.00 1) Mengidentifikasi status nutrisi. Subjektif: Kel.4
2) Mengidentifikasi alergi dan intoleransi Keluarga klien mengatakan nafsu makan
terhadap makanan. klien masih kurang
3) Melakukan oral hygiene sebelum makan. Objektif:
4) Memberikan makanan. Keadaaan umum klien sedang
5) Menganjurkan posisi duduk. Klien tampak lemah
6) Memonitor asupan makanan. Turgor kulit klien masih buruk
Analisa: masalah belum teratasi
Planning: pertahankan intervensi

40
(monitor asupan makanan)
3 Jam 14.00 1) memonitor tanda dan gejala infeksi lokal Subjektif: Kel.4
dan sistemik Keluarga klien mengatakan tidak ada
2) membatasi jumlah pengunjung tanda dan gejala infeksi pada an.R
3) mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan Objektif:
pasien Keadaan umum klien sedang
4) mempertahankan teknik asepti pada Klien tampak lemah
pasien beresiko tinggi Analisa: masalah teratasi sebagian
5) menjelaskan tanda dan gejala infeksi Planning: pertahankan intervensi
6) mengajarkan cara mencuci tangan dengan (anjurkan untuk selalu mengobservasi
benar tanda dan gejala infeksi)
7) mengajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
8) menganjurkan meningkatkan asupan
cairan

1 Selasa 1. mengidentifikasi penyebab Data Subjektif: Kel.4


16/01/2023 peningkatan TIK Keluarga klien mengatakan klien tidak
Jam 08.00 2. Memonitor tanda dan gejala demam
peningkatan TIK Keluarga klien mengatakan klien sudah

41
tidak gelisah
3. Meminimalkan stimulus dengan Data Objektif:
menyediakan lingkungan yang Keadaan umum klien sedang
tenang Suhu: 36, 7o C,
4. memberikan posisi semi fowler Pernapasan: 32x/ menit
5. mencegah terjadinya kejang Nadi: 97x/ menit
6. mempertahankan suhu tubuh normal Analisa: masalah teratasi sebagian
7. berkolaborasi pemberian pelunak Planning: pertahankan intervensi
tinja (monitor peningkatan TIK)
2 Jam 12.00 1) Mengidentifikasi status nutrisi. Subjektif: Kel.4
2) Melakukan oral hygiene sebelum makan. Keluarga klien mengatakan
3) Memberikan makanan. Keluarga klien mengatakan klien
4) Menganjurkan posisi duduk. menghabiskan diit dari Rumah Sakit
5) Memonitor asupan makanan. Objektif:
Keadaaan umum klien sedang
Turgor kulit masih buruk
Analisa: masalah teratasi sebagian
Planning: pertahankan intervensi
(monitor asupan makanan)

3 Jam 14.00 1) mencuci tangan sebelum dan sesudah Subjektif: Kel.4


kontak dengan pasien dan lingkungan Keluarga klien mengatakan keluarga

42
pasien selalu mencuci tangan ketika akan
2) mempertahankan teknik asepti pada berinteraksi dengan klien)
pasien beresiko tinggi Objektif:
3) menjelaskan tanda dan gejala infeksi Keadaan umum klien sedang
4) mengajarkan cara mencuci tangan dengan Analisa: masalah teratasi sebagian
benar Planning: pertahankan intervensi
5) mengajarkan cara memeriksa kondisi luka (ajarkan cara menjelaskan tanda dan
atau luka operasi gejala infeksi)
6) menganjurkan meningkatkan asupan
cairan

1 Rabu, 1. mengidentifikasi penyebab peningkatan Data Subjektif: Kel.4


17/01/2023 TIK Keluarga klien mengatakan klien tidak
Jam 08.00 2. Memonitor tanda dan gejala peningkatan demam
TIK Keluarga klien mengatakan klien tidak
3. Meminimalkan stimulus dengan gelisah
menyediakan lingkungan yang tenang Data Objektif:
4. memberikan posisi semi fowler Keadaan umum klien sedang
5. mencegah terjadinya kejang Suhu: 36, 7o C
6. mempertahankan suhu tubuh normal Pernapasan: 30x/ menit

43
7. berkolaborasi pemberian pelunak tinja Nadi: 102x/ menit
Analisa: masalah teratasi
Planning: hentikan intervensi
2 Jam 12.00 1) Mengidentifikasi status nutrisi. Subjektif: Kel.4
2) Melakukan oral hygiene sebelum makan. Keluarga klien mengatakan nafsu makan
3) Memberikan makanan. klien membaik
4) Menganjurkan posisi duduk. Keluarga klien mengatakan mual dan
5) Memonitor asupan makanan. muntah tidak ada
Keluarga klien mengatakan klien
menghabiskan 1porsi makanannya
Objektif:
Keadaaan umum klien sedang
Klien tampak menghabiskan 1 porsi
makanannya
Klien tampak tidak ada mual muntah
Analisa: masalah teratasi sebagian
Planning: pertahankan intervensi
(monitor asupan makanan)
3 Jam 14.00 1) mencuci tangan sebelum dan sesudah Subjektif: Kel.3
kontak dengan pasien dan lingkungan Keluarga klien mengatakan tidak ada
pasien tanda dan gejala infeksi pada an.R
2) mempertahankan teknik asepti pada
44
pasien beresiko tinggi Objektif:
3) menjelaskan tanda dan gejala infeksi Keadaan umum klien baik
4) mengajarkan cara mencuci tangan Klien lebih tenang
dengan benar Ibu bisa mengulangi cara mencuci tangan
5) mengajarkan cara memeriksa kondisi yang benar
luka atau luka operasi Analisa: masalah teratasi
6) menganjurkan meningkatkan asupan Planning: hentikan intervensi
cairan

45
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pada saat pengkajian tanggal 15 januari 2023, klien dengan hidrosefalus hari
pertama. Ibu mengatakan klien tidak deman tetapi klien gelisah dan ibu juga
mengatakan kepala anaknya yang semakin membesar.Ibu klien mengatakan
anaknya sering rewel dan ibu klien mengatakan klien kurang aktif dan sering
menangis bahkan kurang tidur .Ibu klien juga mengatakan anaknya mengkonsumsi
makanan cair peptijunior dari RS melalui NGT.
Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum klien sedang, kesadaran
komposmentis dengan GCS 15 (E4V5M6) , nadi: 92x/ menit, suhu: 36,6 °C, RR:
30x/ menit. leukosit: 11,15 ,10^3/mm^3, BB: 3,3 kg, TB: 50 cm, IMT: 0,00132,
Akral teraba hangat, klien tampak lemah, gelisah, rewel dan turgor kulit buruk.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien adalah pemberian diet MC
peptijunior 500cc/jam,vancomicin 4x50mg,ceftazidim 3x220mg,paracetamol
3x40mg,diamox 3x25mg ,dan bicnat 3x1/33 tab.
Asumsi kelompok pada kasus An. R ditemukan klien tampak lemas,
rewel,susah untuk tidur,bahkan turgor kulit buruk.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Carpento 2019) diagnosa keperawatan yang akan mucul pada
anak dengan hidrosefalus yaitu,resiko ketidakefektifan perfusi serebral,resiko
defisitt nutrisi,dan keletihan.
Berdasarkan hasil pengkajian, kelompok menemukan tiga masalah
keperawatan pada An. R yaitu:
1. Risiko ketidakefektifan perfusi serebral
Menurut SDKI (2018), batasan karakteristik untuk menegakkan
diagnosa resiko ketidakefektifan serebral yaitu penyakit akut seperti
hidrosefalus, yang beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
Faktor resikonya sendiri bisa berupa cidera kepala, tumor otak ,dan kondisi
klinis terkait yaitu dengan hidrosefalus.
Menurut analisa kelompok pada kasus An. R ditemukan beberapa
batasan karakteristik tersebut yaitu: ibu klien mengatakan klien tidak demam
tetapi gelisah, ibu klien mengatakan klien sudah menjalani pengobatan dengan

46
pemberian vancomicin,bicnatdamox dan ceftazidim, keadaan umum klien
sedang, suhu: 36,6o C, pernapasan: 30x/ menit, nadi: 92x/ menit, leukosit:
11,15 10^3/mm^3, akral teraba hangat.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (potter
perry,2017), dimana dalam penelitian tersebut peneliti mengangkat diagnosa
risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke otak akibat peningkata TIK yaitu monitor adanya daerah tertentu yang
hanya peka terhadap panas /dingin//tajam/tumpul,monitor adanya presetese,
instruksikan kepada keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
turgor kulit yaang buruk.
2. Defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan mencerna makanan
Menurut SDKI (2018), batasan karakteristik untuk menegakkan
diagnosa defisit nutrisi yaitu ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien,
peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi (mis. finansial tidak
mencukupi), faktor lainnya (mis. Gizi buruk).
Menurut analisa kelompok pada kasus An. R ditemukan beberapa
batasan karakteristik tersebut yaitu: ibu klien mengatakan berat badan klien
tidak bertambah dan badan klien terlihat kecil dengan usia nya yang sudah 5
bulan, BB: 3,3 kg, TB: 50 cm, IMT: 0,0013.
Menurut (Budi Utomo,2017) hidrosefalus merupakan salah satu kelainan
kongenital tersering pada anak yang dapat menyebabkan penurunan kualitas
hidup anak bahkan bisa menyebabkan anak terdiagnosis gizi buruk dan
menimbulkan berat pada bayi atau anak kurang.

3. Resiko Infeksi
Menurut SDKI (2018), batasan karakteristik untuk menegakkan diagnosa
resiko infeksi yaitu kerusakan integritas kulit, penurunan hemoglobin,
vaksinasi tidak adekuat, dan gangguan peristaltik.
Menurut analisa kelompok pada kasus An. R ditemukan beberapa batasan
karakteristik tersebut yaitu: anak terpasang longline, anak terpasang vp shunt
( kerusakan integritas kulit), penurunan HB (8,3 g/dl), ivu juga mengatakan
imunisasi anak tidak lengkap.
47
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi merupakan suatu strategi untuk mengatasi masalah klien yang
perlu ditegakkan diagnosa dengan tujuan yang akan dicapai serta kriteria hasil.
Umumnya perencanaan yang ada pada tinjauan teoritis dapat diaplikasikan dan
diterapkan dalam tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau
sesuai dengan prioritas masalah. (Ayu, 2019)
Intervensi merupakan suatu strategi untuk mengatasi masalah klien yang
perlu ditegakkan diagnosa dengan tujuan yang akan dicapai serta kriteria hasil.
Umumnya perencanaan yang ada pada tinjauan teoritis dapat diaplikasikan dan
diterapkan dalam tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau
sesuai dengan prioritas masalah. (Ayu, 2019)
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu monitor tanda tanda
vital pada klien dan mengobservasi adanya lesi ataupun turgor kulit yang buruk ,
anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu identifikasi status
nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi terhadap makanan, monitor MC yang
diberikan.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu identifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima informasi, sediakan materi dan media pengaturan
aktivitas dan istirahat, jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan, berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya,
anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat, anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas bermain, dan aktivitas lainnya, ajarkan cara
mengidentifikasi kebutuhan istirahat.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan harus sesuai dengan perencanaan keperawatan
yang telah ditetapkan pada teori SDKI, SLKI, dan SIKI. Implmentasi pada
masalah keperawatan risiko perfusi serebral yang dilakukan perawat pada An. R
sudah sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Menurut kelompok
implementasi sudah sesuai dengan teori ulang yang ada pada SLKI SIKI (2018)

48
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan
didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi
pada individu. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
klien. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan.

49
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An.R dengan Hidrosefalus
didapatkan kesimpulan:
2. Hasil pengkajian hari pertama pada tanggal 16 Januari 2023 ibu mengatakan
anak gelisah, Ibu mengatakan kepala anaknya semakin membesar, ibu
mengatakan BB anak tidak ada peningkatan, ibu mengatakan anak post op
pemasangan Vp shunt.
3. Diagnosa yang muncul pada anak yaitu resiko Ketidakefektifan Perfusi
Serebral,defisit nutrisi,dan resiko infeksi.
4. Rencana keperawatan yang disusun berdasarkan pada masalah keperawatan
yang ditemukan yang sesuai dengan teori yang ada berdasarkan buku SDKI,
SLKI, dan SIKI.
5. Implementasi keperawatan mengacu pada rencana keperawatan yang telah
disusun. Implementasi dilakukan selama 3 hari pada tanggal 16-18 Januari
2023. Sebagian rencana keperawatan dapat kelompok laksanakan pada
implementasi keperawatan.
6. Evaluasi yang dilakukan pada masalah keperawatan yang muncul pada An. R
diperoleh hasil evaluasi yang menunjukan masalah keperawatan teratasi pada
hari ke-3 yaitu risiko infeksi.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya laporan seminar kasus ini pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang Asuhan
Keperawatan dengan hidrosepalus . Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber
literatur yang layak digunakan untuk mahasiswa.

50
51
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Ratih Okfyta. 2019. Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Nutrisi pada
Anak Prasekolah dengan Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) di Yayasan
Kaih Anak Kanker Indonesia Kota Semarang. Semarang: Poltekkes Kemenkes
Semarang.
Harsono. 2015. Buku Ajaran Neurulogi Klinis (6th ed). Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
Ningsih, Yosi Oktavia. 2017. Asuhan Keperawatan pada An. K dengan Leukemia di
Ruangan Kronis IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Padang: Poltekkes Kemenkes Padang.
Tim Pokja SDKI PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai