OLEH:
ALVINA DAMAYANTI
ASMITA AZIS
GERESYA TALAKUA
KAMSINAR
NANCY LODAR
PUTRI LA ENI
YOSEPINA LEREBULAN
MAKASSAR
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kelompok kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan karunia–Nya kepada kami, sehingga laporan ini bisa terselesaikan walau di dalamnya
masih ada kekurangan.
Adapun maksud dan tujuan laporan ini dibuat yaitu untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan kepada kami yakni tugas seminar profesi dan untuk dipelajari secara bersama.
Dalam proses pembuatan laporan ini kami mempunyai hambatan, namun berkat dukungan
berbagai pihak, akhirnya kami dapat merampungkannya dengan cukup baik. Oleh karena itu,
kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu
menyelesaikan tugas ini.
Segala sesuatu yang kurang dalam laporan ini mohon dimaafkan baik isi, ketikannya
dan kata – katanya. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang membangun dari
bapak/ibu dan saudara saudari yang bermanfaat bagi laporan kami.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah berbagai
karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Kesehatan jiwa menurut UU No.
18 tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Prevalensi ganguan jiwa di Indonesia berdasarkan KEMENKES 2019 di urutan
pertama Provinsi Bali 11,1% dan nomor dua disusul oleh Provinsi DI Yogyakarta
10,4%, NTB 9,6%, Provinsi Sumatera Barat 9,1%, Provinsi Sulawesi Selatan 8,8%,
Provinsi Aceh 8,7%, Provinsi Jawa Tengah 8,7%, Provinsi Sulawesi Tengah 8,2%,
Provinsi Sumatera Selatan 8%, Provinsi Kalimantan Barat 7,9%. Sedangkan
Provinsi Sumatera Utara berada pada posisi ke 21 dengan privalensi 6,3%
(KEMENKES, 2019).
Riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018) menunjukkan angka prevalensi rumah
tangga yang memiliki anggota keluarga yang menderita skizofrenia/psikosis yaitu
sebesar 7/1000 dengan cakupan pengobatan 84,9%. Selain itu, prevalensi remaja
berusia >15 tahun yang menderita skizofrenia/psikosis mengalami peningkatan yaitu
pada tahun 2013 (6%) menjadi 9,8% pada tahun 2018. Provinsi dengan penyebaran
skizofrenia/psikosis tertinggi yaitu Bali (11,1%) disusul DI Yogyakarta (10,4%),
dimana Sulawesi Selatan berada diurutan ke-5 sebanyak 8,8%.
Berdasarkan hasil survey awal di RSKD Dadi Provinsi Sulawesi Selatan tahun
2018, jumlah pasien dirawat sebanyak 13.292 orang dengan distribusi yang
mengalami halusinasi 6.586 (49,54%), menarik diri 1.904 (14,32%), deficit self care
1.548 (11,65%), harga diri rendah 1.318 (9,92%), mengalami perilaku kekerasan
1.145 (8,61%), waham 451 (3,39%), gangguan fisik 336 (2,53%) dan yang
mengalami percobaan bunuh diri sebanyak 5 orang (0,04%) (Sahabuddin et al,
2020).
Tanda dan gejala yang timbul akibat gangguan psikotik berupa gejala positif
dan negatif seperti perilaku kekerasan. Resiko perilaku kekerasan merupakan salah
satu respon marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri
sendiri maupun orang lain. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi
dan pernapasan meningkat, marah, mudah tersinggung, mengamuk dan bisa
mencederai diri sendiri. Perubahan pada fungsi kognitif, fisiologis, afektif, hingga
perilaku dan sosial hingga menyebabkan resiko perilaku kekerasan. Berdasarkan
data tahun 2017 dengan resiko perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari 10.000
orang menunjukkan resiko perilaku kekerasan sanggatlah tinggi (Pardede,2020).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan definisi dari Resiko perilaku kekerasan
2. Menjelaskan teori perilaku dari Resiko perilaku kekerasan
3. Menjelaskan rentang respon marah dari Resiko perilaku kekerasan
4. Menjelaskan penyebab dari Resiko perilaku kekerasan
5. Menjelaskan proses terjadinya Resiko perilaku kekerasan
6. Menjelaskan mekanisme koping dari Resiko perilaku kekerasan
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari Resiko perilaku kekerasan
2. Menjelaskan teori perilaku dari Resiko perilaku kekerasan
3. Menjelaskan rentang respon marah dari Resiko perilaku kekerasan
4. Menjelaskan penyebab dari Resiko perilaku kekerasan
5. Menjelaskan proses terjadinya Resiko perilaku kekerasan
6. Menjelaskan mekanisme koping dari Resiko perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Adaptasi Maldaptif
ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial :Tn.N
Tgl. Pengkajian: 2 6 - 0 2 - 2 0 2 3
Umur : 17 thn
No. RM : 209555
Gelisah
Seorang laki-laki usia 17 tahun dibawa keluarga ke IGD RS dadi untuk pertama
kalinya dengan keluahan gelisah sejak 3 hari yang lalu, dan memberat pada saat
pasien dibawa keluarga ke RS, Keluarga mengatakan pasien mondar-mandir di
dalam rumah, selalu naik turun tangga.
Jelaskan no. 1, 2, 3 :
……………………………………………………………………
……………………………………………………………
………
Masalah keperawatan :
……………………………………………………………………
……………………………………………………………
………
Masalah keperawatan :
……………………………………………………………………
……………………………………………………………
………
……………………………………………………………………………………………..
Masalah keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV Andi
Offset.
Nurhalimah. 2016. “Modul Bahan Ajar Cetak Keperatawan: Keperawatan Jiwa”. Hlm162-
171. Jakarta: Kemenkes RI.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
Stuart and Sundeen. 1995. Buku Keperawatan (Alih Bahasa) Achir Yani S. Hamid. Edisi 3.
Jakarta: EGC.