KEKERASAN
Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan jiwa II
OLEH KELOMPOK 5 :
Natasya (1811313019)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
tugas Keperawatan jiwa yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada klien Resiko
perilaku kekerasan” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah bekontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang......................................................................................................1
2. Rumusan masalah...............................................................................................2
3. Tujuan.................................................................................................................2
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan .......................................................................................................33
2. Saran .................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..34
LAMPIRAN………………………………………………………………………..35
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Salah satu kendala dalam upaya penyembuhan pasien gangguan jiwa adalah
pengetahuan masyarakat dan keluarga. Keluarga dan masyarakat menganggap
gangguan jiwa adalah penyakit yang memalukan dan membawa aib bagi
keluarga. Kondisi ini diperberat dengan sikap keluarga yang cenderung
mengisolasi, mengucilkan bahkan memasung pasien (Wiyati et al., 2015).
Kemampuan mengontrol perilaku kekerasan merupakan kesanggupan (potensi)
1
menguasai persepsi sensori secara langsung. Ada beberapa cara yang bisa dilatih
kepada klien untuk mengontrol perilaku kekerasan (Keliat, 2015).
B. Rumusan masalah
8. Apakah asuhan keperawatan yang tepat pada klien denga resiko perilaku
kekerasan
C. Tujuan
2
4. Dapat dapat menyebutkan faktor predisposisi pada klien resiko perilaku
kekerasan
8. Dapat menentukan asuhan keperawatan yang tepat pada klien denga resiko
perilaku kekerasan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
4
2.1. Rentang respon Marah
Adaptif Maladaptif
1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam
keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa
tidak mampu mengungkapkan perasaat dan terlihat pasif.
3. Pasif adalah individu tidak mampu menungkapkan perasannya, klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan
merasa kurang mampu.
4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol, perilaku
yang tampak dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar,
disertai kekerasan.
5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
5
2.3. Proses Terjadinya Marah
Stressor
Internal & Distruption Personal Compensant
Resolution
Eksternal & Los Meaning ory act
Helplessness Guilt
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit
Painfull symptom hormonal,
Contrucrtive Action dendam, kesal
sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
Resolution 6
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal
tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu .
(Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut
(Personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah
melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
(olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka
akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu
akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan
keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive
action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan keluar
(Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis
(Poinful symptom) (Yosep, 2007).
7
1. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau
sanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia
dewasa atau remaja.
2. Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah
meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat.
Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
3. Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
4. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan diterima
(permissive).
5. Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi
ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.
8
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun
klien harus bersama – sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa
internal maupun eksternal, contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari
orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam
bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang menncetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni : 1) Klien : Kelemahan fisik,
keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. 2) Lingkungan : Ribut,
kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi sosial (Yosep, 2007).
2.6. Etiologi
2.7. Akibat
9
fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini
biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif .
1. Pengkajian Fokus
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu :
Fisik : Muka merah, berkeringat, pandangan tajam, sakit fisik, nafas
pendek, tekanan darah meningkat, penyalahgunaan obat.
Emosi : Tidak adekuat, rasa terganggu, tidak aman, marah / jengkel
dan dendam.
Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan
humor.
Spiritual : Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidak bermoral, kebejatan,
kebajikan / kebenaran diri dan kreatifitas terhambat karena tidak dapat
dipilih secara rasional. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme,
berdebat, dan meremehkan (Keliat B.A, 1996).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Masalah Keperwatan
1) Perilaku Kekerasan
Data – data yang mendukung menurut Towsend (1998) dan
Depkes RI (2006) :
a) Data Subjektif
Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang.
Klien membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
10
Klien mengungkapkan rasa permusuhan yang
mengancam, klien merasa tidak berdaya, ingin
berkelahi, dendam.
b) Data Objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar
barang – barang.
Melakukan tindakan kekerasan pada orang-
orang disekitarnya.
11
Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien
merasa bersalah, klien merasa tidak berguna, klien
merasa malu, pandangan hidup yang pesimis,
penolakkan terhadap kemampuan diri.
b. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
c. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Risiko Preilaku kekerasan
3. Harga diri rendah
d. Intervensi
12
Keperawata
n
Tujuan Kritaria Evaluasi
13
yang diilakukan untuk bermain peran dengan
perilaku kekerasan yang biasa
2. klien dapat dilakukan
bermain peran
dengan perilaku 3. bicarakan dengan klien apakah
kekerasan yang perilaku kekerasan yang biasa
biasa dilakukan dilakukan dapat menyelesaikan
masalah atau tidake.
3. klien dapat Mengidentifikasi
mengetahui perilaku
kekerasan yang
biasa dilakukan
dapat menyelesaikan
masalah atau tidak
14
mengetahui cara mengontrol
perilaku kekerasan secara
konstruktif
15
kegiatan yang telah dilakukan
ekdalam jadwal harian.
16
b. melatih cara 1. klien mau 1. motivasi klien untuk mengikuti
mengontrol mengikuti dan apa yang telah diajarkan
marah dengan mempraktikkan apa
cara verbal yang telah diajarkan 2. berikan contoh cara
mengontrol perilaku kekerasan
2. klien merasa lega dengan menolak, mengungkapkan
marah secara verbal “saya marah
kepada kamu”
17
c. meminta klien Klien bersedia 1. motivasi klien untuk
untuk memasukkan memasukkan kegiatan yang telah
memasukkan kegiatan yang telah dilakukan kedalam jadwal harian
kegiatan yang dilakukan kedalam
telah dilakukan jadwal harian 2. beri reinforcement positif atas
kedalam jadwal tindakan yang dilakukan klien
harian
18
a. mendiskusikan a. menjelaskan dengan keluarga :
masalah yang perasannya
dirasakan a. salam perkenalan
keluarga dalam b. menjelaskan cara
merawat klien merawat klien b. jelaskan tujuan
dengan perilaku perilaku kekerasan c. eksplorasi perasaan keluarga
kekerasan c. klien
b. menjelaskan mendemonstrasikan
pengertian cara perawatan klien
perilaku kekerasan 2. motivasi keluarga klien untuk
perilaku
menyetujui dan mengikuti
kekerasan, tanda d. berpartisipasi kontrak
dan gejala, serta dalam perawatan
proses klien perilaku
kejadiannya kekerasan
3. diskusikan dengan anggota
c. menjelaskan keluarga tentang ;
cara merawat
klien [erilaku 2. keluarga mengerti a. perilaku kekerasan
kekerasan dan menyebutkan
b. penyebab perilaku kekerasan
kembali pengertian,
tanda, dan gejala c. akibat yang akan terjadi jika
dan proses perilaku kekerasan tidak
terjadinya perilaku ditangani
kekerasan
19
mempraktikkan perilaku kekerasan
cara merawat
klien peprilaku 2. keluarga mampu 2. motivasi keluarga untuk
kekerasan melakukan cara mempraktikkan cara merawat
merawat langsung klien perilaku kekerasan
b. melatih klien perilaku
keluarga cara kekerasan
merawat 3. beri reinforcement positif pada
langsung pada keluarga untuk respon baik dari
klien perilaku anggota keluarga
kekerasan
20
21
No. Penulis/ Judul Tempat Usia, Sampel Metode Tujuan Hasil
Tahun Penelitian dan Jenis Penelitian Penelitian
Kelamin
1. Kandar & Faktor Dilakukan 5 pasien Menggunakan Memahami Ada 3 Faktor predisposisi
Dwi Indah Predisposisi penelitian dengan analisa data gambaran pada Pasien dengan
Iswanti dan pada bulan diagnosis kualitatif faktor Risiko Perilaku
(2019) Prestipitasi Maret 2019 keperawatan colaizzi. predisposisi Kekerasan di RSJD
Pasien di RSJD dr. resiko dan Dr. Amino
Resiko Amino perilaku presipitasi Gondohutomo Provinsi
Perilaku Gondohutomo kekerasan. pada Jawa Tengah yaitu :
Kekerasan Provinsi partisipan 1. Faktor genetik
Jawa Tengah. pasien resiko yang
perilaku menyebabkan
kekerasan pasien mengalami
risiko perilaku
kekerasan.
2. Faktor psikologis
yang
menyebabkan
pasien mengalami
risiko perilaku
kekerasan antara
lain yaitu:
Kepribadian yang
tertutup,
Kehilangan,
Aniayaseksual,
Kekerasan dalam
keluarga.
22
3. Faktor sosial
budaya yang
menyebabkan
pasien mengalami
risiko perilaku
kekerasan yaitu:
Pekerjaan,
Pernikahan.
23
perilaku
kekerasan.
3. Faktor sosial
budaya yaitu
ketidakharmonisa
n lingkungan
tempat tinggal
membuat diri
ingin marah dan
berbicara dengan
kasar.
24
sampel dan
penelitian jenis penelitian
Tahun kelamin
2 Resa Wiwit UPAYA RSJD dr. 3 orang Metode observasi Tujuan studi Hasil observasi pada
Arditia, PENURUNAN Arif pasien parsipasif, kasus ini Ny. S menujukkan
Weni RESIKO Zainudin berjenis wawancara, dan menyusun skor antara 0-2 yaitu
Hastuti, PERILAKU Surakarta, di kelamin dokumentasi resume resiko perilaku
Wijayanti / KEKERASAN bangsal perempuan. dengan asuhann kekerasan teratasi.
2019 DENGAN Srikandi Ny. S, menggunakan keperawatan Pada Ny. R
CARA FISIK : Ny.R dan format asuhan jiwa pada klien menunjukkan skor 0-
PUKUL Ny.L keperawatan pada perilaku 2 yaitu resiko
BANTAL pasien resiko kekerasan perilaku kekerasan
PADA PASIEN perilaku dengan teratasi. Pada Ny. L
DI RSJD dr. kekerasan, tindakan pukul menunjukkan skor 0-
ARIF lembar observasi, bantal dalam 2 yaitu resiko
ZAINUDIN alat tulis, lembar upaya perilaku kekerasan
SURAKARTA jadwal aktivitas melupakan teratasi.
terjadwal sebagai kemarahan di
Berdasarkan dari
instrumen rumah sakit
hasil tindakan
jiwa dr. Arif
25
Zainudin pelaksanaan cara
Surakarta dan fisik pukul bantal
mengetahui efektif untuk
manfaat menurunkan resiko
strategi perilaku kekerasan
pelaksanaan pada klien di RSJ dr.
pukul bantal Arif Zainudin
untuk Surakarta bahwa
mengurangi ketiga klien mampu
resiko perilaku mengontrol perilaku
kekerasan di kekerasan secara
rumah sakit mandiri.
jiwa dr.Arif
Zainudin
Surakarta
26
Kelamin
3 Sujarwo1 , STUDI Ruang rawat Populasi dalam Penelitian ini Penelitian ini Melihat hasil diatas
Livana FENOMENOLOG inap laki-laki penelitian ini menggunakan dilakukan dengan dilakukannya
PH2 / 2018 I : STRATEGI RSJD Dr. adalah semua pendekatan untuk pendekatan Spiritual
PELAKSANAAN Amino pasien dengan kualititatif, mengetahui dan Napas Dalama
YANG EFEKTIF masalah resiko penelitian yang SP perilaku dapat memberikan efek
Gondhutomo
UNTUK perilaku menghasilkan kekerasan menenangkan dan
Semarang.
MENGONTROL kekerasan di data deskriptif yang paling merelaksasi pikiran ,
PERILAKU ruang Rawat berupa kata- efektif sehingga klien dapat
KEKERASAN Inap Laki laki kata tertulis menurut mengontrol emosiny,
MENURUT RSJD Dr. maupun lisan pendapat bahkan 5 informan
PASIEN DI Amino dari orang- responden. menyatakan lega
RUANG RAWAT Gondhutomo orang dan setelah melakukan cara
INAP LAKI LAKI Semarang. perilaku yang mengontrol emosi yang
diamati dilakukannya
(Meloang, sedangkan 3 lainnya
2007). menyatakan merasa
lega dan tenang setelah
mengontrol emosinya.
Cara mengontrol
perilaku kekerasan
yang menurut informan
efektif adalah pukul
bantal. Beberapa
penelitian tentang
aktivitas fisik dan
terapi olahraga
terhadap gangguan
27
kejiwaan
membuktikan, bahwa
aktivitas fisik tersebut
dapat meningkatkan
kepercayaan pasien
terhadap orang lain
(Campbell & Foxcroft,
2008), dan juga
membantu mengontrol
kemarahan pasien
(Hassmen, Koivula &
Uutela, 2000).
28
Tahun Penelitian dan Jenis Penelitian Penelitian
Kelamin
4 Ketut Penerapan Di Ruang Subjek dalam Desain Mengetahui Hasil penelitian yang
Tuning Terapi Musik Melati penelitian ini penelitian ini apakah dilakukan dari tanggal
Aprini, Pada Pasien Rumah Sakit ada 2 (dua) menggunakan Penerapan 03-06 Juli 2017
Anton Yang Jiwa Provinsi orang pasien terapi musik terapi musik menunjukan bahwa
Surya Mengalami Lampung yang klasik. Dengan klasik dapat klien Ny. A
Prasety / Resiko mengalami teknik mengurangi mengalami penurunan
2018 Perilaku risiko perilaku pengumpulan perilaku respons hari Senin
Kekerasan Di kekerasan data pengisian kekerasaan 60%, Selasa menjadi
Ruang Melati kuesioner dan pada pasien 42% mengalami
Rumah Sakit observasi yang penurunan katagori
Jiwa Provinsi mengalami sedang. Rabu 28%,
Lampung Resiko dan Kamis sebanyak
perilaku 25% masukkategori
kekerasaan ringan. Klien Ny. M
mengalami penurunan
respons pada hari
Senin 37%, Selasa
34% masuk kategori
sedang, Rabu 31%,
dan Kamis 20%
kategori ringan.
Penelitian ini
menunjukan bahwa
terapi musik klasik
29
efektif untuk
menurunkan risiko
perilaku kekerasaan
pada pasien
skizofrenia dengan
perilaku kekerasan.
5 Titik Suerni , Respon RSJD Dr. Sampel penelitian bertujuan Hasil penelitian
30
Livana PH pasien Amino penelitian ini kuantitatif untuk menunjukkan
(2019) perilaku Gondhohutom adalah pasien dengan mengetahui
bahwa mayoritas
kekerasan o Provinsi yang rancangan respons
responden berrespons
Jawa Tengah mempunyai penelitian pasien
kognitif berupa
masalah deskriptif dan dengan
perubahan isi pikir
keperawatan resiko
pendekatan dan menyalahkan
prilaku perilaku
survey. orang
kekerasan kekerasan.
lain, respons afektif
yang
berupa perasaan tidak
berjumlah 20
nyaman, respons
orang
fisiolofis berupa
pandangan tajam dan
tangan mengepal,
respons perilaku
berupa memukul
benda/ orang dan
agresif, respons
sosial berupa
31
sering
mengungkapkan
keinginannya dengan
nada mengancam.
32
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Sebagai seorang perawat hendak kita dapat memahami tentang perilaku
kekerasan dan resiko bunuh diri serta melaksanakan asuhan keperawatan yang baik
hingga tercapainya derajat kesehatan pasien sebagaimana yang diharapkan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Hermawan Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/16/24
http://ejournal.pancabhakti.ac.id/index.php/jkpbl/article/view/23
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/5405
Link : http://repository.itspku.ac.id/119/
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/16/24
Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (diterjemahkan oleh Yuni
A). Jakarta : EGC
Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan RS Jiwa Marzuki Mahdi, Bogor. 1997 SOP
dengan II Masalah Keperawatan. Bogor ; Carpenito, L.J.2000. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC
34
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149-156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149 – 156, November e-ISSN 2621-
2019 FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESTIPITASI PASIEN RESIKO
2978
Persatuan Perawat Nasional IndonesiaPERILAKU
Jawa Tengah KEKERASAN p-ISSN 2685-
9394
Kandar1*, Dwi Indah Iswanti2
1
RSJD dr. Amino GondohutomoProvinsiJawa Tengah
2
Stikes Karya Husada Semarang
*maskandar31@yahoo.com
ABSTRAK
Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien skizofrenia adalah perilaku kekerasan. Kondisi
ini harus segera ditangani karena perilaku kekerasan yang terjadi dapat membahayakan diri pasien,
orang lain dan lingkungan.Penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif yang bersifat
memahami gambaran faktor predisposisi dan presipitasi pada partisipan pasien resiko perilaku
kekerasan. Ada 3 Faktor predisposisi pada Pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah yaitu : Faktor genetik yang menyebabkan pasien
mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor psikologis yang menyebabkan pasien mengalami
risiko perilaku kekerasan antara lain yaitu: Kepribadian yang tertutup, Kehilangan, Aniayaseksual,
Kekerasandalamkeluarga. Faktor sosial budaya yang menyebabkan pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan yaitu: Pekerjaan, Pernikahan.Ada 3 Faktor Presipitasi pada Pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah yaitu ; Faktor
genetik; putus obat sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor psikologis
yaitu konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor sosial
budaya yaitu ketidakharmonisan lingkungan tempat tinggal membuat diri ingin marah dan
berbicara dengan kasar.
ABSTRACT
The main problem that often occurs in patient with schizofrenia is violent behaviour. This condition
must be overcome immediately because it could endanger patient itself, others abd the
environment. A qualitative research with a descriptive qualitative approach which is understand
the image of predisposing and precipitation factors in participant of patient with risk of violent
behaviour. There are 3 predisposing factors in patient with risk of violent behaviour at The Mental
Hospital of Dr Amino Gondohutomo Central Java Province, that is : Genetic factor, psychological
factor such as closed personality, lose experience, sexual abuse, domestic violence and
Sociocultural factors that is occupation and marriage. Then the 3 precipitatiobn factors in patient
with risk ov violent behaviour are : Genetic factor that is drop out of medicine, Psychological factor
that is body concept and Sociocultural factor namely environmental disharmony that makes
patient become angry and speak rudely.
35
(Videbeck, 2008). Menurut WHO orang diseluruh dunia mengalami gangguan
memperkirakan 450 juta mental, sekitar (10%) orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan (25%)
penduduk diperkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama
hidupnya (WHO, 2009).
36
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar secara fisik maupun psikologi (Keliat et al.,
(RISKESDAS) prevalensi gangguan jiwa 2011).
berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil,
dan gangguan mental emosional pada Menurut Kusumawati dan Hartono (2010)
penduduk Indonesia 6 persen. Gangguan jiwa kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, yang ektrem dari marah atau ketakutan atau
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. panik. Perilaku agresif dan perilaku
Proporsi rumah tangga yang pernah kekerasan sering dipandang sebagai rentang
memasung anggota rumah tangga gangguan dimana agresif verbal di suatu sisi dan
jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada perilaku kekerasan (violence)di sisi yang
penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), lain. Suatu keadaan yang menimbulkan
serta pada kelompok penduduk dengan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah.
kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Hal ini akan mempengaruhi perilaku
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental seseorang. Berdasarkan keadaan emosi
emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, secara mendalam tersebut terkadang perilaku
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, menjadi agresif atau melukai karena
dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes RI, penggunaan koping yang kurang bagus.
2013).
METODE
Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2013
Penelitian kualitatif dengan pendekatan
di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 121.962.
kualitatif deskriptif yang bersifat memahami
Sebagian besar kunjungan gangguan jiwa
gambaran faktor predisposisi dan presipitasi
adalah di rumah sakit (67,29%), sedangkan
pada partisipan pasien resiko perilaku
32,71% lainnya di Puskesmas dan sarana
kekerasan, dengan analisa data kualitatif
kesehatan lain (Dinkes Jateng,
colaizzi. Sampel 5 pasien dengan diagnosis
2013).Sebagian besar pasien dengan
keperawatan resiko perilaku kekerasan.
skizofrenia dan gangguan mental tidak
Dilakukan penelitian pada bulan Maret 2019
dengan kekerasan. Meskipun demikian,
di RSJD dr. Amino Gondohutomo Provinsi
risiko kekerasan pada pasien dengan
Jawa Tengah.
gangguan ini lebih besar dari pada populasi
umum. Risiko ini sangat tinggi di skizofrenia
HASIL
dan gangguan mental dengan gangguan
Faktor prediposisi
penggunaan zat adiktif, ketergantungan
a. Faktor genetik
alkohol, depresi, dan gangguan kepribadian,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
bahkan tanpa hal tersebut (Volavka, 2013).
faktor genetik tidak mempengaruhi partisipan
Permasalahan utama yang sering terjadi pada
mengalami perilaku kekerasan (RPK).
pasien skizofrenia adalah perilaku kekerasan.
Berdasarkan hasil wawancara bersama
Kondisi ini harus segera ditangani karena
kelima pasien RPK di ruang Brotojoyo RSJD
perilaku kekerasan yang terjadi dapat
Gondohutomo Jawa Tengah pasien
membahayakan diri pasien, orang lain dan
mengatakan bahwa“Tidak ada anggota
lingkungan (Saseno & Kriswoyo, 2013).
keluarga yang mengalami gangguan jiwa”
(R1, R2, R3, R4, dan R5).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang
b. Faktor psikologis
dapat membahayakan secara fisik, baik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kepada diri sendiri maupun orang lain
faktor psikologis yang mempengaruhi
(Afnuhazi, 2015). Menurut Erwina (2012)
partisipan mengalami perilaku kekerasan
perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk
antara lain:
kekerasan dan pemaksaan secara fisik
1) Kepribadian yang tertutup
maupun verbal ditunjukkan kepada diri
Partisipan mengungkapkan bahwa memiliki
sendiri maupun orang lain. Perilaku
kepribadian yang tertutup merupakan
kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku
penyebab dari seseorang mengalami
yang bertujuan untuk melukai seseorang
gangguan jiwa, kepribadian yang tertutup
37
yang tidak pernah mengungkapkan atau Partisipan mengatakan sebagai berikut:
menceritakan permasalahannya membuat
partisipan menyimpan seluruh beban-beban “Waktu itu saya minta uang jajan sama
permasalahan di jiwanya. Partisipan orangtua mba, tapi saya tidak di kasih uang.
menyatakan sebagai berikut:
Saya jadi sering marah –marah mba lalu
“Saya tidak pernah ceritake orang lain mba,
karna ga ada yang bisa dipercaya. Akhirnya
nggrundel-nggrundel nengati trus numpuk-
numpuk akhirnya marah, Paijo dan
Patimah yang suruh-suruh saya mba.” (P1).
2) Kehilangan
Partisipan mengungkapkan bahwa perasaan
kehilangan yang sangat mendalam yang
dialami oleh partisipan merupakan penyebab
dari seseorang mengalami gangguan jiwa,
yang menyebabkan partisipan bisa dirawat di
rumah sakit jiwa. Partisipan menyatakan
sebagai berikut:
3) Aniayaseksual
Berdasarkan hasil wawancara partisipan
mengungkapkan bahwa aniaya seksual
menyebabkan pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan. Partisipan mengatakan
sebagai berikut:
4) Kekerasandalamkeluarga
Berdasarkan hasil partisipan wawancara
mengungkapkan bahwa partisipan pernah
mengalami kekerasan dalam keluarga.
38
bapak pukul saya kaki dan paha saya biru.
Saya sering berantem sama keluarga” (R2). “sudah tiga kali saya di rawat di rumah sakit
sini mba. Keluarga saya yang bawa saya
kesini.” (R3)
c. Faktor sosial budaya
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
faktor sosial budaya yang mempengaruhi
partisipan mengalami perilaku kekerasan,
yaitu:
1) Pekerjaan
Pada saat dilakukan wawancara pasien
mengungkapkan bahwa:
“Dulu saya bekerja berpindah – pindah
mba, terakhir saya itu kerja di pabrik jamu,
tapi gajinya sedikit. Saya memilih untuk
buka toko sendiri. Jualan rokok-rokok, kopi
di pinggir jalan. Tempatnya itu saya sewa.
Kadang laku kadang juga ngga. Karena
capek saya suka marah-marah”. (R4)
2) Pernikahan
Pada saat dilakukan wawancara pasien
mengungkapka nbahwa:
“Suami saya yang pertama, dia hanya
dating untuk berhubungan intim dengan
saya. Setelah itu dia pergi meninggalkan
saya. Akhirnya saya minta cerai mba.
Waktu itu saya berumur 30 tahun. Sejak
saat itu saya suka membakar barang –
barang di rumah. Kemudian saya menikah
lagi, tapi beberapa tahun kemudian suami
saya meninggal mba” (R3).
Faktor presipitasi
a. Faktor genetik
Putus obat sebagai pencetus pasien
mengalami risiko perilaku kekerasan. Pasien
mengungkapkan bahwa penyebab putus obat
disebabkan berbagai faktor, seperti efek
samping obat yang membuat pasien pusing,
tidak ada yang mengingatkan untuk kontrol
dan minum obat serta keinginan untuk tidak
mengkonsumsi obat lagi. Partisipan
menyatakan sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Faktor predisposisi
a. Faktor genetik
Berdasarkan hasil wawancara, tidak terdapat
partisipan yang mengungkapkan bahwa ada
anggota keluarga yang pernah dirawat di
rumah sakit Amino Gondohutomo namun
berdasarkan teori Faktor genetik mempunyai
peranan dalam terjadinya skizofrenia,
meskipun sulit dipisahkan apakah karena
faktor genetik atau lingkungan. Kembar
identi dipengaruhi oleh gen sebesar 50%
terjadinya skizofrenia, sedangkan kembar
monozygot sekitar 40% dan kembar dizygot
pengaruhnya sebesar 1,8 – 4,1 % (Stuart,
2013). Skizofrenia kemungkinan berkaitan
dengan kromosom 1,3,5,11 dan koromosom
X. penelitian genetic ini dihubungkan dengan
COMT (catechol-O-Methyl Transferase)
dalam enconding dopamine sehingga
mempengaruhi fungsi regulasi dopamine.
40
2010, dalam Wardayani, 2010). Sebuah
penelitian tentang “schizophrenia virus”
(Moreno et al, 2011) berdasarkan data
bahwa paparan virus influenza saat prenatal
selama trimester pertama kehamilan
memungkinkan menjadi salah satu faktor
terjadinya skizofrenia meskipun pada
kehamilan yang lain tidak terjadi.
b. Faktor psikologis
1) Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan dimana
seseorang merasa kekurangan atas
ketiadaan sesuatu yang tadinya ada.
Kehilangan disebabkan oleh berbagai
macam yaitu kehilangan orang yang
dicintai, barang maupun pekerjaan. Rasa
kehilangan akan menyebabkan seseorang
merasa cemas hingga mengalami
kecemasan yang berlebihan itulah yang
akan menyebabkan seseorang mengalami
gangguan kejiwaan (Saputri, 2016).
Menurut Potter & Perry (2005), kehilangan
merupakan keadaan seseorang yang
mengalami perpisahan dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada.
Sedangkan menurut Stuart & Sudeen
(1998), kehilangan merupakan perpindahan
keadaan seseorang yang awalnya memiliki
dari ada menjadi tidak ada. Seseorang yang
mengalami kehilangan, kegagalan dan
berduka akan merasakan perasaan yang
tidak enak dan tidak nyaman. Perasaan
yang berlebihan akan menyebabkan
seseorang tertekan dan terganggu
kejiwaannya. Perasaan cemas yang
berlebihan akan sangat mempengaruhi
seseorang mengalami gangguan jiwa dan
dapat mengakibatkan terjadinya risiko
perilaku kekerasan.
2) Kepribadian
Menurut Allport (1971 dalam Sobur, 2003)
kepribadian adalah organisasi-organisasi
dinamis sistem-sistem psikofisik dalam
individu yang turut menentukan cara-
caranya yang unik/khas dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Cattel (1965 dalam
Sobur, 2003) kepribadian adalah sesuatu
yang menentukan perilaku dalam ketetapan
situasi dan kesadaran jiwa. Menurut Stuart
(2009) faktor yang mendukung terjadinya
risiko perilaku kekerasan yaitu kepribadian
tertutup.
41
Kebanyakan pasien yang mengalami risiko mendapatkan gaji yang rendah namun
perilaku kekerasan memiliki tipe kepribadian dengan beban kerja yang tinggi. Rendahnya
introvert. Individu dengan tipe kepribadian tingkat sosial ekonomi atau kemiskinan,
introvert lebih tertuju kepada tenaga bersifat berhubungan dengan ketersediaan informasi
intuitif dan suka mengkhayal, merenung, dan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
ragu-ragu dalam mencapai keputusan akhir. pemenuhan kebutuhan yang lain termasuk
Selain itu, orang memiliki tipe kepribadian pelayanan kesehatan. Kondisi seperti ini akan
introvert tidak menyenangi keramaian menyebabkan keterbatasan dalam
sehingga tidak hanya datang untuk penyelesaian masalah dan akhirnya merasa
berkumpul bersama dengan orang lain tetapi frustasi dengan kondisinya serta merasa iri
lebih punya tujuan tertentu dan ketika jika melihat kemampuan yang dimiliki orang
menghadiri kegiatan mereka juga terlihat lain, seseorang merasa malu dan marah pada
kurang percaya diri sehingga tidak berani diri sendiri, orang lain dan lingkungan
dalam bertidak, dan cenderung pemalu (Nurwiyono, 2014).
(Yanuar, 2012). Menurut Putra (2015) orang
dengan kepribadian introvert cenderung 2) Pernikahan
hidup dalam dunianya sendiridan kurangnya Penderita risiko perilaku kekerasan yang
interaksi dengan dunia luar, memiliki pribadi dirawat dengan gangguan jiwa memiliki
yang tertutup, sulit untuk bersosialisasi
riwayat status perkawinan hampir
dengan orang lain, dan sering menarik diri setengahnya belum menikah atau bercerai.
dari suasana yang ramai. Mereka cenderung Status perkawinan dapat dikaitkan dengan
melakukan sesuatu dengan hati-hati dan tidak adanya teman dekat yakni pasangan dalam
mudah percaya dengan kata hati. kepribadian suka dan duka, yang menjadi pendukung atau
juga berperan besar dalam kejadian gangguan penyemangat bagi partisipan (Stuart, 2009).
jiwa pada seseorang (Fadli, 2016). Tidak terpenuhinya atau kegagalan dalam
memenuhi tugas perkembangan pada masa
c. Faktor sosial budaya
perkawinan merupakan stresor bagi individu.
1) Pekerjaan
Rasa malu dan marah dapat menimbulkan
Faktor status sosioekonomi yang rendah frustasi bagi penderita sehingga
menjadi penyumbang terbesar adanya mengakibatkan penderita cenderung
gangguan jiwa dan menyebabkan perilaku mengalami perilaku maladaptif (Nurwiyono,
agresif dibandingkan dengan pada seseorang 2014).
yang memiliki tingkat perekonomian tinggi.
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 1
bahwa kemiskinan dan kesehatan mental partisipan pada penelitian ini yang
ditemukan bahwa terdapat perbedaan risiko mengalami masalah status perkawinan yaitu
untuk mengalami gangguan jiwa antara perceraian. Kegagalan dalam membina
kelompok utama yang diukur dari strata hubungan rumah tangga akan memberikan
sosial dan kemiskinan (Townsend, 2014). stresor bagi individu yang berujung pada
Pada golongan dengan status sosioekonomi perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
yang rendah lebih rentan terhadap masalah partisipan. Partisipan mengalami kesedihan
kesehatan jiwa. Seseorang yang tidak dengan kondisi pada dirinya sendiri dan
memiliki pekerjaan mempengaruhi kejadian merasa iri jika melihat orang lain pacaran
perilaku kekerasan, masalah status atau menikah, partisipan merasa malu dan
sosioekonomi yang rendah berdampak pada marah pada diri sendiri, orang lain dan
status kesehatan jiwa seseorang dan lingkungan (Nurwiyono, 2014).
berpotensi menyebabkan gangguan jiwa dan
menyebabkna perilaku agresif atau risiko
Faktor presipitasi
perilaku kekerasan (Keliat, 2003).
a. Faktor biologis
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 2
Penelitian ini partisipan mengalami risiko
partisipan yang mengungkapkan bahwa
perilaku kekerasan karena adanya tuntutan
selama di rumah tidak rutin meminum obat.
masalah dari pekerjaannya yang yaitu
Penyakit yang tidak terkontrol, putus obat,
42
kecemasan karena kegagalan dalam c. Faktor sosial budaya
mengerjakan sesuatu akan menimbulkan Pada umumnya seseorang akan marah
perilaku kekerasan (Stuart, 2005). Penyakit apabila dirinya merasa terancam, baik
yang tidak terkontrol dan putus obat akan berupa kekerasan secara fisik, psikis maupun
menyebabkan ketidakseimbangan kembali ancaman terhadap konsep dirinya. Seseorang
komponen kimia dalam otak yang akhirnya akan mengalami peningkatan emosional jika
memicu kembali individu utuk melakukan mendapatkan penghinaan, kekerasan,
perilaku kekerasan. Hal ini menjelaskan kehilangan seseorang yang berarti, konflik
bahwa peran obat disini penting dalam dengan teman maupun keluarga, dan ketika
mengontrol perubahan-perubahan kimia yang merasa terancam baik permasalahan internal
terjadi didalam otak sehingga pemantauan maupun eksternal (Hardiyanti, 2016).
akan penggunaan obat sangat diperlukan Konflik lingkungan ini sering menjadi salah
dalam mengatasi perilaku kekerasan. satu faktor presipitasi bagi penderita untuk
kembali dirawat di Rumah Sakit Jiwa atau
Frekuensi masuk rumah sakit pada pasien meningkatkan kekambuhan risiko perilaku
perilaku kekerasan rata-rata pernah dirawat kekerasan seseorang. Kondisi seseorang
lebih dari 2 kali. Waktu atau lamanya seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
terpapar stessor akan berdampak terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
adanya keterlambatan dalam mencapai yang kurang dapat menjadi penyebab
kemampuan dalam kemandirian pasien perilaku kekerasan. Berbeda dengan kritikan
(Stuart, 2013). Kepatuhan pengobatan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
merupakan tantangan utama dalam perawatan orang yang dicintai atau pekerjaan dan
pasien dengan skizofrenia sehingga dapat kekerasan merupakan faktor penyebab dari
mengurangi kejadian masuk rumah sakit. risiko peralaku kekerasan (Hardiyanti, 2016).
Seringnya mengalami kekambuhan membuat
kondisi pasien semakin bertambah parah Berdasarkan hasil wawancara terdapat 2
karena setiap mengalami penurunan partisipan yang mengalami konflik
kemampuan sehingga berpengaruh terhadap lingkungan yaitu berkelahi dengan teman,
fungsi kualitas hidup pasien. Kualitas hidup mendapatkan penghinaan dari teman, dan
dan fungsi sosial merupakan hal utama yang konflik dengan keluarga. Interaksi sosial
harus diperhatikan pada pasien gangguan yang provokatif dan konflik lingkungan
jiwa (Galupi, 2010). Berdasarkan penjelasan dapat memicu timbulnya perilaku kekerasan
diatas dapat dilihat bahwa pentingnya (Hardiyanti, 2016). Pengalaman sosial yang
menjaga kepatuhan pasien terhadap tidak menyenangkan seperti mendapatkan
pengobatan gangguan jiwa untuk mencegah kritikan yang mengarah penghinaan, interaksi
kekambuhan dan perawatan berulang di sosial yang provokatif atau konflik, dan sulit
rumah sakit guna meningkatkan fungsi memperhatikan hubungan interpersonal dapat
pasien dalam kehidupan keluarga dan mempengaruhi mencetuskan perilaku
bermasyarakat.\ kekerasan terjadi kembali (Afifah, 2017).
b. Faktor psikologis SIMPULAN DAN SARAN
Kondisi pasien yang tidak diterima oleh Simpulan
lingkungan sekitar sebagai salah penyebab
pasien melakukan tindakan resiko perilaku Ada 3 Faktor predisposisi pada Pasien
kekerasan. Senada dengan Teori dengan Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD
psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat Tengah yaitu : Faktor genetik yang
mengakibatkan tidak berkembangnya ego menyebabkan pasien mengalami risiko
dan membuat konsep diri yang rendah. perilaku kekerasan. Faktor psikologis yang
Agresif dan kekerasan dapat memberikan menyebabkan pasien mengalami risiko
kekuatan dan meningkatkan citra diri perilaku kekerasan antara lain yaitu:
(Nuraenah, 2012: 30). Kepribadian yang tertutup, Kehilangan,
Aniayaseksual, Kekerasandalamkeluarga.
Faktor sosial budaya yang menyebabkan
43
pasien mengalami risiko perilaku kekerasan Keliat BA, Akemat& Helena C.D, Nurhaeni,
yaitu: Pekerjaan, Pernikahan. H (2012)
KeperawatanKesehatanJiwaKomunitas
Ada 3 Faktor Presipitasi pada Pasien dengan :CMHN (Basic Course) Jakarta :
Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. PenerbitBukuKedokteran EGC.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
yaitu; faktor genetik; Putus obat sebagai Kemenkes RI (2013) RisetKesehatanDasar
pencetus pasien mengalami resiko perilaku (Riskesdas) 2013, LaporanNasional
kekerasan. Faktor psikologis yaitu Konsep 2013.
diri; tidak diterima lingkungan sekitar
sebagai pencetus pasien mengalami risiko Nurheni H (2011)
perilaku kekerasan. Faktor sosial budaya KeperawatanKesehatanJiwa : CMHN,
yaitu ketidakharmonisan lingkungan tempat Jakarta, EGC
tinggal membuat diri ingin marah dan
berbicara dengan kasar. Saputri,A.I (2016).
AnalisisFaktorPredisposisi Dan
Saran PresisipitasiGangguanJiwa di
Bagi pasien yang memiliki faktor RuangInstalasiGawatdarurat RSJD
predisposisi, erpikir positif bahwa didalam Surakarta, NaskahPublikasi, 1-11.
dirinya ada gen yang menyebabkan resiko Diterimadarihttp://eprints.ums.ac.id/44
perilaku kekerasan, menceritakan kepada 990/
profesional tentang permasalahan yang
dihadapi, membina keluarga dengan Saseno&Kriswoyo PG (2013)
harmonis lewat memahami peran dan fungsi PengaruhTindakan Restrain
dari tiap anggota keluarga. Bagi pasien yang denganmansetterhadapSkizofrenia
memiliki faktor presipitasi, kesadaran pada .JurnalKeperawatanMersi, 4 (2)
pasien bahwa pasien masih membutuhkan
terapi yang salah satunya adalah obat untuk Subagyo,W.,Wahyuningsih,D,,&Mukhad,M.
mengontrol rasa marah, membantu pasien (2013) Stres Management Of Client
untuk mampu memahmi orang lain bukan With Mental Disorder After
dipahami orang lain. Hospitalization. JurnalRisetKesehatan
Vol 2,No 1 (ISSN:2252-5068 e-
DAFTAR PUSTAKA ISSN:2461-1026),288-291
Ashturkar,M.D., &Dixit,J.V.(2013).Selected
Epidemiological Aspects of Waters, F (2014). Schizophrenia. Retrieved
Schizophrenia: Across Sectional Study Desember 20, 2017, from
At Terityary Care Hospital http://www.psychiatrictimes.com/schiz
Maharashra. National Journal of ophrenia/auditory-hallucinations-adult-
Community Medicine, 65-69 populations.
45
UPAYA PENURUNAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN CARA FISIK :
PUKUL BANTAL PADA
PASIEN DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA
JURNAL PUBLIKASI
Oleh :
47
PROFESI (Profesi Islam)
Media Publikasi Penelitian; 2017; Volume 15; No 1.
Website: ejournal.stikespku.ac.id
*Email: wiwitarditia123@gmail.com
Keywords Abstract
Hit the Violent behavior is a form of behavior that can hurt yourself, others, and the environment and
pillow, psychological. Based on a preliminary study on January 2019 Regional Mental Hospital, dr.
risk Arif Zainudin Surakarta in January to November, found nursing problems for clients the risk
violent of violent behavior was 1,616 Clients. One of the problems of mental disorders that are the
behavior cause of being brought to the hospital is violent behavior which is shown by actual behavior of
violence on oneself and the environment. The implementation of the risk of violent behavior is
by means of mutual trust and pillow hits.Objective to compile a mental nursing care resume
on clients of violent behavior with pillow hit actions in an effort to forget anger in the
psychiatric hospital of Dr. Arif Zainudin Surakarta and find out the benefits of implementing a
pillow pillow hits strategy to reduce the risk of violent behavior in mental hospitals Dr. Arif
Zainudin Surakarta. Methods in this case study uses data collection methods through
observation, interview and documentation methods which include primary and secondary data
and added using case study instruments that apply the mental nursing care format including:
assessment, diagnosis, intervention, implementation and evaluation conducted during 3x
meetings.Results after nursing actions for 3 meetings, the three clients said they were able to
demonstrate the technique of pillow cushions when they wanted to be angry and feel
48
satisfied by venting their anger by
beating the pillow, so as not to harm other people or themselves. Conclusion the strategy of
implementing pillow cushions effectively reduces the risk of violent behavior.
PENDAHULUAN kekerasan. Diperkirakan sekitar 60% menderita
resiko perilaku kekerasan di Indonesia
Sehat menurut World Health
Organization (WHO) yaitu kesehataraan fisik
lengkap, mental dan kesejahteraan sosial dan
bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan. Sehat adalah kondisi normal
seseorang yang merupakan hak individunya.
Sehat berhubungan dengan hukum alam yang
mengatur tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa
udara segar, sinar matahari, santai, kebersihan
serta pikiran, kebiasaan dan gaya hidup yang
baik.
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 pasal 1
tentang kesehatan jiwa dijelaskan bahwa
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana
seseorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya.
Menurut World Health Organization
(WHO), kesehatan jiwa merupakan suatu
keadaan dimana seseorang yang terbebas dari
gangguan jiwa, dan memiliki sikap positif
untuk menggambarkan tentang kedewasaan
serta kepribadiannya. Menurut data WHO pada
tahun 2012 angka penderita gangguan jiwa
secara global, sekitar 450 juta orang menderita
gangguan mental (Kemenkes RI, 2014).
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan
dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan
mental yang disebabkan oleh kegagalan
mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-
fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksternal
dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul
gangguan fungsi atau gangguan struktur dari
suatu bagian, suatu organ atau sistem kejiwaan
dan mental (Erlinafsiah, 2010). Gangguan jiwa
menurut PPDGJ III adalah sindrom pola
perilaku seseorang yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) didalam satu atau lebih
fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi
psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan
itu tidak hanya terletak didalam hubungan
antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maramis, 2010).
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2017, menyatakan jumlah
penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai
2,5 juta yang terdiri dari pasien resiko perilaku
49
(Winarta, 2015). Menurut Dinas Kesehatan depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun
Kota Jawa Tengah (2012), mengatakan keatas mencapai 14 juta orang atau 6% dari
angka kejadian penderita gangguan jiwa di jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
Jawa Tengah berkisar antara 3.300 orang prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
hingga skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang
9.300 orang. atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk
Perilaku kekerasan adalah suatu (Kemenkes
keadaan hilangnya kendali perilaku RI, 2016).
seseorang yang diharpkan pada diri sendiri, Berdasarkan data yang diperoleh dari
orang lain, atau lingkungan. Perilaku RSJD dr.Arif Zainudin Surakarta pada bulan
kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk Januari pasien yang terdiagnosa perilaku
melukai diri sendiri untuk bunuh diri atau kekerasan ada 140 klien, Februari 135 klien,
membiarkan diri dalam bentuk penelantaran Maret 144 klien, April 148 klien, Meii 168
diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah klien, Juni 123 klien, Juli 129 klien, Agustus
tindakan agresif yang ditujukan untuk 158 klien, September 173 klien, Oktober 173
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku klien, November 125 klien (Rekam Medik,
kekerasan dapat berupa perilaku merusak 2018). Salah satu masalah dari gangguan jiwa
lingkungan, melempar kaca, dan semua yang yang menjadi penyebab di bawa ke rumah sakit
ada dilingkungan (Yusuf, 2015). adalah perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan merupakan respon Resiko perilaku kekerasan salah satunya
terhadap sensor yang dihadapi oleh sesorang yaitu membina hubungan saling percaya,
yang ditunjukkan dengan perilaku aktual membantu klien mengenal kerugian dan
melakukan kekerasan baik pada diri sendiri, keuntungan perilaku kekerasan, latih cara
orang lain, maupun lingkungan secara verbal mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
maupun non verbal, bertujuan untuk melukai yaitu tarik nafas dalam dan pukul bantal
orang lain secara fisik maupun psikologis masukkan kejadwal harian klien. Karena
(Yosep, 2011). Menurut Riskesdas 2013 mengontrol marah dengan cara melatih pasien
menujukkan prevalensi gangguan mental pukul bantal bertujuan untuk meluapkan
emosional yang ditunjukkan dengan gejala perasaan marahnya dengan mengalihkan objek
pada sebuah benda atau dalam hal ini bantal, Studi Kasus didapatkan data yang diperoleh
pukul bantal bertujuan mengalihkan apa yang dari wawancara dengan pasien, observasi
klien rasakan dengan perumpamaan, hal ini langsung dan dari status pasien yang ada di
supaya tidak terjadi adanya risiko mencederai rumah sakit, didapatkan data Ny. S, Ny. R, Ny. L,
pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan dapat disimpulkan bahwa ketiga klien tersebut
sekitar (Soekarno, 2015). ditegakkan diagnosa resiko perilaku kekerasan
Berdasarkan latar belakang dan hasil dan dilakukan tindakan keperawatan selama 3
pengkajian penulis terhadap kontrol perilaku kali pertemuan dengan tujuan, dan perencanaan
kekerasan, penulis tertarik untuk melakukan yaitu tujuan umum antara lain klien dapat
studi kasus dengan judul “ Upaya Penurunan mengontrol perilaku kekerasan. Intervensi antara
Resiko Perilaku Kekerasan dengan Cara Fisik : lain membina hubungan saling percaya,
Pukul Bantal pada pasien di RSJD dr.Arif mengidentifikasi penyebab perilaku
Zainudin Surakarta”. kekerasannya, mengidentifikasi tanda-tanda saat
terjadi perilaku kekerasan, mengidentifikasi jenis
METODE PENELITIAN perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya,
Studi kasus ini menggunakan metode mengidentifikasikan akibat perilaku kekerasan,
observasi parsipasif, wawancara, dan mengidentifikasikan cara efektif dalam
dokumentasi dengan menggunakan format mengungkapkan kemarahannya,
asuhan keperawatan pada pasien resiko mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
perilaku kekerasan, lembar observasi, alat tulis, kekerasan, memperagakan cara mengontrol
lembar jadwal aktivitas terjadwal sebagai perilaku kekerasan yaitu, cara fisik : nafas dalam,
instrumen dan dilaksanakan di RSJD dr. Arif pukul bantal. Dibuktikan dengan hasil observasi
Zainudin Surakarta, di bangsal Srikandi, yang pada Ny. S menujukkan skor antara 0-2 yaitu
diambil 3 pasien berjenis kelamin perempuan, resiko perilaku kekerasan teratasi. Pada Ny. R
Studi Kasus dilaksanakan pada tanggal 22 Mei menunjukkan skor 0-2 yaitu resiko perilaku
2019 sampai 24 Mei 2019. kekerasan teratasi. Pada Ny. L
09.30 WIB.
Riyadi, S. & Purwanto, T. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
52
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
Jurnal Keperawatan Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018 ISSN 2338-2090 (Cetak)
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
ABSTRAK
Hemodialisis (cuci darah) merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah rusak. Pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami masalah psikologis salah satunya yaitu ansietas. Ansietas terjadi
dikarenakan kurangnya pengetahuan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat ansietas,
pasien dan keluarga pasien hemodialisis di RS Kendal. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif
kuantitatif.Alat ukur menggunakan 14 pertanyaan terkait ansietas pada kuesioner DASS (Depression Anxiety
Stress Scale).Sampel penelitian berjumlah 60 pasien dan 60 keluarga pasien.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas pasien dan keluarga pasien mengalami ansietas pada tingkat berat. Hasil penelitian ini
direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya agar dapat memberikan intervensi yang efektif untuk
mengatasi ansietas pasien dan keluarga pasien hemodialisis.
ABSTRACT
Hemodialysis (dialysis) is an action therapy for kidney replacement that has been damaged. Patients who
undergo hemodialysis experience psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety occurs due to lack
of knowledge. The study aims to describe the level of anxiety, patients and families of hemodialysis patients
in Kendal Hospital. The research method used a quantitative descriptive survey. Measuring instruments
used 14 questions related to anxiety on the DASS questionnaire (Depression Anxiety Stress Scale). The
research samples were 60 patients and 60 patient families. The results showed that the majority of patients
and families of patients experienced anxiety at a severe level. The results of this study were recommended
to future researchers in order to be able to provide effective interventions to overcome the anxiety of
patients and families of hemodialysis patients.
55
34,7% perempuan. Sedangkan pada bulan Januari
keempat SP yang digunakan untuk mengontrol
sampai Juli 2016 sebanyak 2294 orang,
perilaku kekerasan, peneliti ingin mengetahui SP
diantaranya 1162 halusinasi (50,65%), menarik
nomor berapa yang paling efektif digunakan pada
diri 462 orang (20,13%), harga diri rendah 374
pasien perilaku kekerasan.
orang (5,66%), perilaku kekerasan 128 orang
(5,58%), defisit perawatan diri 21 orang (0,91%),
kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), METODE
percobaan bunuh diri 1 orang (0,40%). Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualititatif, penelitian yang menghasilkan data
Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan
gangguan psikotik dengan gejala curiga dari orang-orang dan perilaku yang diamati
berlebihan, galak, dan bersikap bermusuhan. (Meloang, 2007). Penelitian ini dilakukan untuk
Gejala ini merupakan tanda dari pasien yang mengetahui SP perilaku kekerasan yang paling
mengalami perilaku kekerasan (Medikal Record, efektif menurut pendapat responden. Populasi
2009). Masalah yang sering muncul pada klien dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan
gangguan jiwa khususnya dengan kasus perilaku masalah resiko perilaku kekerasan di ruang Rawat
kekerasan salah satunya adalah tindakan marah. Inap Laki laki RSJD Dr. Amino Gondhutomo
Tindakan yang dilakukan perawat dalam Semarang. Adapun kriteria inklusi dari penelitian
mengurangi resiko perilaku kekerasan salah ini antara lain pasein sehat secara fisik, pasien
satunya adalah dengan menggunakan strategi dengan resiko perilaku kekerasan, mampu
pelaksanaan (SP). SP merupakan pendekatan yang berkomunikasi dengan baik, pasien kooperatif dan
bersifat membina hubungan saling percaya antara dapat mengungkapkan perasannya secara verbal
klien dengan perawat, dan dampak apabila tidak dengan baik. Teknik pengambilan sampel dalam
diberikan SP akan membahayakan diri sendiri penelitian ini menggunakan teknik purposive
maupun lingkungannya. Dari hasil observasi yang sampling (judgment sampling). Peneliti mengkaji
telah dilakukan oleh perawat, kami tertarik untuk faktor predisposisi, kondisi fisik dan status mental
melakukan studi kasus mengenai penerapan klien dengan resiko perilaku kekerasan dan
stategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan yang menetapkan sampel berdasarkan kriteria inklusi.
paling efektif di ruang rawat inap laki laki RSJD Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini
Dr. Amino Gondohuttomo Semarang. sebanyak 6 penderita skizofrenia dengan resiko
perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki
Strategi pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh laki RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Alat
klien dengan perilaku kekerasan adalah diskusi penelitian yang digunakan meliputi, lembar
mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan observasi, kertas dan recorder. Cara pengumpulan
secara fisik, obat, verbal, dan spiritual. data pada penelitian dilakukan dengan melakukan
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat kontrak waktu, melakukan indeept interview,
dilakukan dengan cara nafas dalm, dan pukul menvalidasi dan menyimpulkan jawaban
bantal atau kasur. Mengontrol secara verbal yaitu informan informan, mendokumentasikan respon
dengan cara menolak dengan baik, meminta informan, dan mengakhiri dengan penutupan serta
dengan baik, dan mengungkapkan dengan baik. salam.
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
dengan cara shalat dan berdoa. Serta mengontrol HASIL
perilaku kekerasan dengan minum obat secara Hasil penelitian berupa transkip wawancara yang
teraturdengan prinsip lima benar (benar klien, telah peneliti buat kemudian dikategorikan sesuai
benar nama obat, benar cara minum obat, benar dengan kata kunci yang telah disajikan dalam
waktu minum obat, dan benar dosis obat). Dari tabel dan skema berikut :
56
Tabel 1. Kategori dan kata kunci
Kategori Kata Kunci
Marah Marah secara verbal seperti berbicara kasar dan keras
Marah secara tindakan seperti mengamuk, memukul, merusak barang
Penyebab marah Diri sendiri : merasa curiga ada yang ingin jahat pada dirinya
Orang lain : kata-kata yang menyinggung dan membuat marah, diacuhkan dan
diabaikan orang lain, dikhianati
Yang dilakukan Secara verbal : berbicara kasar dan ngomel-ngomel
ketika marah Secara fisik :berkelahi, membanting barang, membakar barang
Kategori Kata Kunci
Marah berhenti jika Secara verbal : ketika dimarahin orang lain, ketika lelah sendiri
Secara tindakan : ketika merasa uas dengan tindakan yang dilakukan seperti
membacok, menghancurkan barang
Mengontrol PK Sudah : sudah pernah diajarkan SP minimal SP 1
Belum : belum diajarkan SP sama sekali
Efektivitas SP Nafas dalam
Pukul bantal
Verbal dengan menolak dan meminta sesuatu secara baik
Spiritual : berdoa, dzikir, calming teknique,
Obat
Perassaan Lega : tidak ada beban didalam hati
Tenang : hati adem
Pelaksanaan SP Mandiri : dilakukan secara mandiri
Diingatkan : harus ada orang yang mengingatkan saat pelaksanaan SP
Selalu : >3x sehari
Kuantitas : 2x sehari
Kadang : 1x sehari
Jarang Tidak pernah : 0
57
Tabel 2.
Tema, Sub tema dan Kategori
Tema Sub tema Kategori
1. Tindakan : mengamuk
2. Verbal : marah-marah
Penyebab masuk RSJ
3. Tindakan : memukul
4. Tindakan : merusak barang
1. Orang lain : Tersinggung
2. Orang lain : Tidak diperhatikan
Penyebab mengamuk
3. Diri sendiri : Curiga
4. Orang lain : Dikhianati
1. Fisik : Berkelahi
2. Fisik : Membanting barang-barang
Yang dilakukan ketika marah
3. Verbal : Bicara kasar
4. Fisik : Membakar
Marah berhenti, jika melakukan 1. Tindakan : membacok
Pengetahuan pasien 2. Verbal : dimarahin
tentang perilaku 3. Verbal : ketika klien merasa lelah
kekerasan 4. Tindakan : menghancurkan barang
Diajarkan cara mengontrol 1. Sudah : SP1-SP 4
Perilaku Kekerasan 2. Sudah : SP1-SP 4
3. Sudah : SP1-SP 4
4. Sudah : SP1-SP 4
1. Spiritual : Berdoa dan ikhlas
Paling efektif mengontrol 2. Napas dalam dan berdoa / shalat
marah 3. Nafas dalam
4. Nafas dalam dan Pukul bantal
Perasaan setelah melakukan 1. Lega
cara mengontrol marah 2. Tenang
3. Tenang
4. Lega
Melakukan SP secara mandiri 1. Mandiri
atau diingatkan 2. Mandiri
3. Mandiri
4. Mandiri
Kuantitas 1. Kadang-kadang : 1x sehari
2. Kadang-kadang : 1x sehari
3. Kadang-kadang : 1x sehari
4. Kadang-kadang : 1x sehari
Masing-masing tema yang didapat dari hasil dibawa RSJ karena memukul orang
penelitian akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengetahuan pasien tentang perilaku kekerasan
Tema ini terdari dari sub tema antara lain :
a. Penyebab masuk RSJ
1) Marah : 5 dari 6 informan
menyatakan dibawa ke RSJ karena marah-
marah
“Marah-marah”
58
Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
ngamuk mbak, suka marah juga sama
mukul- mukul orang”
59
membuat saya marah, itu saya langsung mengatakan yang paling efektif mengontrol
ngamuk” marah adalah dengan nafas dalam
“Kadang juga nafas dalam sambil istigfar”
2) Tidak diperhatikan : 4 dari 6 informan
mengatakan mengamuk karena tidak 3) Pukul bantal : 2 dari 6 informan mengatakan
diperhatikan keluarganya yang paling efektif mengontrol marah adalah
“Soalnya saya kesel sama ibu saya, yang ga dengan pukul bantal
“Saya sering melakukan pukul bantal mba.
merhatiin saya”
Saya latihan pukul bantal 10-15 menit.”
3) Curiga : 2 dari 6 informan mengatakan
mengamuk karena curiga terhadap orang yag
berniat jahat padanya
“Saya merasa ada orang yang ingin jahat
kepada saya, yang akan membunuh saya”
4)Dikhianati / tidak dihargai : 4 dari 6
informan mengatakan mengamuk karena
telah dikhianati “Saya ngamuk kayak gini
gara-gara diselingkuhi istri mbak. Dia
selingkuh coba dengan teman kerjanya”
membakar sepeda”
62
63
Varcarolis, E.M. 2006. Psychiatric nursing clinical assament tools and diagnosis. Philadelphia: W.B Sounders
Co.
65
Zelianti. 2011. Pengaruh Tehnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Emosi Klien Perilaku Kekerasan
di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semrang.
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
Jurnal Keperawatan Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018 ISSN 2338-2090 (Cetak)
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
ABSTRAK
Hemodialisis (cuci darah) merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah rusak. Pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami masalah psikologis salah satunya yaitu ansietas. Ansietas terjadi
dikarenakan kurangnya pengetahuan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat ansietas,
pasien dan keluarga pasien hemodialisis di RS Kendal. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif
kuantitatif.Alat ukur menggunakan 14 pertanyaan terkait ansietas pada kuesioner DASS (Depression Anxiety
Stress Scale).Sampel penelitian berjumlah 60 pasien dan 60 keluarga pasien.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas pasien dan keluarga pasien mengalami ansietas pada tingkat berat. Hasil penelitian ini
direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya agar dapat memberikan intervensi yang efektif untuk
mengatasi ansietas pasien dan keluarga pasien hemodialisis.
ABSTRACT
Hemodialysis (dialysis) is an action therapy for kidney replacement that has been damaged. Patients who
undergo hemodialysis experience psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety occurs due to lack
of knowledge. The study aims to describe the level of anxiety, patients and families of hemodialysis patients
in Kendal Hospital. The research method used a quantitative descriptive survey. Measuring instruments
used 14 questions related to anxiety on the DASS questionnaire (Depression Anxiety Stress Scale). The
research samples were 60 patients and 60 patient families. The results showed that the majority of patients
and families of patients experienced anxiety at a severe level. The results of this study were recommended
to future researchers in order to be able to provide effective interventions to overcome the anxiety of
patients and families of hemodialysis patients.
66
maladaptive terhadap stressor dari lingkungan individu. Salah satu gangguan jiwa yang menjadi
internal dan eksternal yang ditunjukkan dengan penyebab penderita dibawa ke rumah sakit adalah
pikiran, perasaan, tingkah laku yang tidak sesuai perilaku kekerasan. Peilaku kekerasan (PK)
dengan norma local dan budaya setempat, dan adalah suatu bentuk perilaku agresi atau
mengganggu fungsi sosial, pekerja, dan fisik kekerasan yang ditunjukkan secara verbal, fisik,
atau keduanyakepada suatu subyek, orang atau
diri sendiri yang mengarah pada potensial untuk
destruktif atau secara aktif menyebabkan
kesakitan, bahaya, dan penderitaan (Bernstein &
Saladino, 2007).
67
34,7% perempuan. Sedangkan pada bulan Januari
keempat SP yang digunakan untuk mengontrol
sampai Juli 2016 sebanyak 2294 orang,
perilaku kekerasan, peneliti ingin mengetahui SP
diantaranya 1162 halusinasi (50,65%), menarik
nomor berapa yang paling efektif digunakan pada
diri 462 orang (20,13%), harga diri rendah 374
pasien perilaku kekerasan.
orang (5,66%), perilaku kekerasan 128 orang
(5,58%), defisit perawatan diri 21 orang (0,91%),
kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), METODE
percobaan bunuh diri 1 orang (0,40%). Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualititatif, penelitian yang menghasilkan data
Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan
gangguan psikotik dengan gejala curiga dari orang-orang dan perilaku yang diamati
berlebihan, galak, dan bersikap bermusuhan. (Meloang, 2007). Penelitian ini dilakukan untuk
Gejala ini merupakan tanda dari pasien yang mengetahui SP perilaku kekerasan yang paling
mengalami perilaku kekerasan (Medikal Record, efektif menurut pendapat responden. Populasi
2009). Masalah yang sering muncul pada klien dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan
gangguan jiwa khususnya dengan kasus perilaku masalah resiko perilaku kekerasan di ruang Rawat
kekerasan salah satunya adalah tindakan marah. Inap Laki laki RSJD Dr. Amino Gondhutomo
Tindakan yang dilakukan perawat dalam Semarang. Adapun kriteria inklusi dari penelitian
mengurangi resiko perilaku kekerasan salah ini antara lain pasein sehat secara fisik, pasien
satunya adalah dengan menggunakan strategi dengan resiko perilaku kekerasan, mampu
pelaksanaan (SP). SP merupakan pendekatan yang berkomunikasi dengan baik, pasien kooperatif dan
bersifat membina hubungan saling percaya antara dapat mengungkapkan perasannya secara verbal
klien dengan perawat, dan dampak apabila tidak dengan baik. Teknik pengambilan sampel dalam
diberikan SP akan membahayakan diri sendiri penelitian ini menggunakan teknik purposive
maupun lingkungannya. Dari hasil observasi yang sampling (judgment sampling). Peneliti mengkaji
telah dilakukan oleh perawat, kami tertarik untuk faktor predisposisi, kondisi fisik dan status mental
melakukan studi kasus mengenai penerapan klien dengan resiko perilaku kekerasan dan
stategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan yang menetapkan sampel berdasarkan kriteria inklusi.
paling efektif di ruang rawat inap laki laki RSJD Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini
Dr. Amino Gondohuttomo Semarang. sebanyak 6 penderita skizofrenia dengan resiko
perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki
Strategi pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh laki RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Alat
klien dengan perilaku kekerasan adalah diskusi penelitian yang digunakan meliputi, lembar
mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan observasi, kertas dan recorder. Cara pengumpulan
secara fisik, obat, verbal, dan spiritual. data pada penelitian dilakukan dengan melakukan
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat kontrak waktu, melakukan indeept interview,
dilakukan dengan cara nafas dalm, dan pukul menvalidasi dan menyimpulkan jawaban
bantal atau kasur. Mengontrol secara verbal yaitu informan informan, mendokumentasikan respon
dengan cara menolak dengan baik, meminta informan, dan mengakhiri dengan penutupan serta
dengan baik, dan mengungkapkan dengan baik. salam.
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
dengan cara shalat dan berdoa. Serta mengontrol HASIL
perilaku kekerasan dengan minum obat secara Hasil penelitian berupa transkip wawancara yang
teraturdengan prinsip lima benar (benar klien, telah peneliti buat kemudian dikategorikan sesuai
benar nama obat, benar cara minum obat, benar dengan kata kunci yang telah disajikan dalam
waktu minum obat, dan benar dosis obat). Dari tabel dan skema berikut :
68
Tabel 1. Kategori dan kata kunci
Kategori Kata Kunci
Marah Marah secara verbal seperti berbicara kasar dan keras
Marah secara tindakan seperti mengamuk, memukul, merusak barang
Penyebab marah Diri sendiri : merasa curiga ada yang ingin jahat pada dirinya
Orang lain : kata-kata yang menyinggung dan membuat marah, diacuhkan dan
diabaikan orang lain, dikhianati
Yang dilakukan Secara verbal : berbicara kasar dan ngomel-ngomel
ketika marah Secara fisik :berkelahi, membanting barang, membakar barang
Kategori Kata Kunci
Marah berhenti jika Secara verbal : ketika dimarahin orang lain, ketika lelah sendiri
Secara tindakan : ketika merasa uas dengan tindakan yang dilakukan seperti
membacok, menghancurkan barang
Mengontrol PK Sudah : sudah pernah diajarkan SP minimal SP 1
Belum : belum diajarkan SP sama sekali
Efektivitas SP Nafas dalam
Pukul bantal
Verbal dengan menolak dan meminta sesuatu secara baik
Spiritual : berdoa, dzikir, calming teknique,
Obat
Perassaan Lega : tidak ada beban didalam hati
Tenang : hati adem
Pelaksanaan SP Mandiri : dilakukan secara mandiri
Diingatkan : harus ada orang yang mengingatkan saat pelaksanaan SP
Selalu : >3x sehari
Kuantitas : 2x sehari
Kadang : 1x sehari
Jarang Tidak pernah : 0
69
Tabel 2.
Tema, Sub tema dan Kategori
Tema Sub tema Kategori
1. Tindakan : mengamuk
2. Verbal : marah-marah
Penyebab masuk RSJ
3. Tindakan : memukul
4. Tindakan : merusak barang
1. Orang lain : Tersinggung
2. Orang lain : Tidak diperhatikan
Penyebab mengamuk
3. Diri sendiri : Curiga
4. Orang lain : Dikhianati
1. Fisik : Berkelahi
2. Fisik : Membanting barang-barang
Yang dilakukan ketika marah
3. Verbal : Bicara kasar
4. Fisik : Membakar
Marah berhenti, jika melakukan 1. Tindakan : membacok
Pengetahuan pasien 2. Verbal : dimarahin
tentang perilaku 3. Verbal : ketika klien merasa lelah
kekerasan 4. Tindakan : menghancurkan barang
Diajarkan cara mengontrol 1. Sudah : SP1-SP 4
Perilaku Kekerasan 2. Sudah : SP1-SP 4
3. Sudah : SP1-SP 4
4. Sudah : SP1-SP 4
1. Spiritual : Berdoa dan ikhlas
Paling efektif mengontrol 2. Napas dalam dan berdoa / shalat
marah 3. Nafas dalam
4. Nafas dalam dan Pukul bantal
Perasaan setelah melakukan 1. Lega
cara mengontrol marah 2. Tenang
3. Tenang
4. Lega
Melakukan SP secara mandiri 1. Mandiri
atau diingatkan 2. Mandiri
3. Mandiri
4. Mandiri
Kuantitas 1. Kadang-kadang : 1x sehari
2. Kadang-kadang : 1x sehari
3. Kadang-kadang : 1x sehari
4. Kadang-kadang : 1x sehari
Masing-masing tema yang didapat dari hasil dibawa RSJ karena memukul orang
penelitian akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengetahuan pasien tentang perilaku kekerasan
Tema ini terdari dari sub tema antara lain :
e. Penyebab masuk RSJ
1) Marah : 5 dari 6 informan
menyatakan dibawa ke RSJ karena marah-
marah
“Marah-marah”
70
Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
ngamuk mbak, suka marah juga sama
mukul- mukul orang”
71
membuat saya marah, itu saya langsung mengatakan yang paling efektif mengontrol
ngamuk” marah adalah dengan nafas dalam
“Kadang juga nafas dalam sambil istigfar”
2) Tidak diperhatikan : 4 dari 6 informan
mengatakan mengamuk karena tidak 6) Pukul bantal : 2 dari 6 informan mengatakan
diperhatikan keluarganya yang paling efektif mengontrol marah adalah
“Soalnya saya kesel sama ibu saya, yang ga dengan pukul bantal
“Saya sering melakukan pukul bantal mba.
merhatiin saya”
Saya latihan pukul bantal 10-15 menit.”
3) Curiga : 2 dari 6 informan mengatakan
mengamuk karena curiga terhadap orang yag
berniat jahat padanya
“Saya merasa ada orang yang ingin jahat
kepada saya, yang akan membunuh saya”
4)Dikhianati / tidak dihargai : 4 dari 6
informan mengatakan mengamuk karena
telah dikhianati “Saya ngamuk kayak gini
gara-gara diselingkuhi istri mbak. Dia
selingkuh coba dengan teman kerjanya”
membakar sepeda”
74
PENERAPAN TERAPI MUSIK PADA PASIEN YANG MENGALAMI RESIKO
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MELATI
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG
Ketut Tuning Aprini, Anton Surya Prasetya
Akademi Keperawatan Panca Bhakti Bandar Lampung
Email : anton@pancabhakti.ac.id
ABSTRAK
Terapi musik bermanfaat untuk mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, pendidikan moral, dan
bermanfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. pada tahun 2010 memperkirakan 450 juta, bahkan
berdasarkan data study wold bank di beberapa negara menunjukan penderita skizofrenia sebanyak
8,1% dari kesehatan global masyarakat menderita gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa di Indonesia
diperkirakan sebanyak 246 dari 1.000 anggota rumah tangga. Tujuan penelitian ini mengetahui
apakah penerapan terapi musik klasik dapat mengurangi perilaku kekerasaan pada pasien yang
mengalami resiko perilaku kekerasaan. Desain penelitian ini menggunakan terapi musik klasik.
Dengan teknik pengumpulan data pengisian kuesioner dan observasi. Hasil penelitian yang dilakukan
dari tanggal 03- 06 Juli 2017 menunjukan bahwa klien Ny. A mengalami penurunan respons hari Senin
60%, Selasa menjadi 42% mengalami penurunan katagori sedang. Rabu 28%, dan Kamis sebanyak 25%
masuk kategori ringan. Klien Ny. M mengalami penurunan respons pada hari Senin 37%, Selasa 34%
masuk kategori sedang, Rabu 31%, dan Kamis 20% kategori ringan. Penelitian ini menunjukan bahwa
terapi musik klasik efektif untuk menurunkan risiko perilaku kekerasaan pada pasien skizofrenia
dengan perilaku kekerasan. Diharapkan pasien yang mengalami perilaku kekerasan dapat mengontrol
tanda dan gejala dengan terapi musik klasik agar tidak sampai terjadi gangguan pada jiwa.
ABSTRACT
Music theraphy has the advantages of reduce aggresivel, make a sense of calm, moral education abd
also beneficial to the physical and mental. in 2010 estimated 450 million even based on world bank
study data in some countries shows that 8,1% of the global health of people suffering from mental
disorders. Psychiatric patients in indonesia is estimated as many as 246 of 1000 house hold members.
The purpose of this research is to find ast whether the application of classical music therapy can
reduce the violent behavior in patients who have experiencing the risk of violent behavior. The design
of this research is using classical music therapy. With data collection techiques of questionnaire filling
and observation the results of research conducted on 3-6 july 2017 showed that the client Mrs.A
descreased response on Monday 60% , Tuesday became 42% desreased of middle category,
Wednesday 28% and Thursday as many as 25% was undemanding category. The client Mrs. M
decrease response on Monday 37%, Tuesday 34% desreased of middle category Wednesday 31% and
76
Thursday 20% was unde manding category. This research shows that the classical music therapy is
effective to resude the risk of violent behavior in schizophrenic patients with violent behavior. It is
expected that the patients who experiencing violent behavior can control the signs and symptoms
with clasical music therapy so as not to occur mental disorders.
79
Hari/ tanggal Keterangan
Senin 3 juli 2017 21 x100= 60 %
Ny. A 35
katagori sedang
Senin 3 juli 2017 13 x100= 37%
Ny. M 35
katagori sedang
Resiko perilaku kekerasan pada responden yang holistik terdiri atas biologis, psikologis,
82
Candra wayan,2013, Terapi Musik Klasik
Terhadap Perubahan Gejala Perilaku
Agresif Pasien
Skizofrenia. Keperawatan
politeknik kesehatan.
83
Jurnal Penelitian Perawat Profesional
Volume 1 Nomor 1, November 2019
p-ISSN 2714-9757
2
Program Studi Sarjana Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Jl. Laut 31A Ngilir Kendal, Jawa
Tengah, Indonesia 51311
*livana.ph@gmail.com (+6289667888978)
ABSTRAK
Perilaku kekerasan yang terjadi pada pasien gangguan jiwa memiliki batasan karakteristik yang
berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pasien dengan resiko perilaku
kekerasan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif
dan pendekatan survey. Sampel penelitian ini adalah pasien yang mempunyai masalah keperawatan
prilaku kekerasan diruang Madrim RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Provinsi Jawa Tengah yang
berjumlah 20 orang. Data dianalisis secara univariat berupa distribusi frekuensi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas responden berrespons kognitif berupa perubahan isi pikir dan
menyalahkan orang lain, respons afektif berupa perasaan tidak nyaman, respons fisiolofis berupa
pandangan tajam dan tangan mengepal, respons perilaku berupa memukul benda/ orang dan agresif,
respons sosial berupa sering mengungkapkan keinginannya dengan nada mengancam. Perlu
intervensi keperawatan yang tepat untuk mengurangi respons kognitif, afektif, fisiologi, perilaku,
sosial pada pasien perilaku kekerasan.
ABSTRACT
Violent behavior that occurs in patients with mental disorders have different characteristics limits.
This study aims to determine responses in patients at risk of violent behavior. This research is a
quantitative study with a descriptive research design and survey approach. The sample of this study
were patients who had nursing problems of violent behavior in Madrim Hospital Dr. Amino
Gondhohutomo, Central Java Province, amounting to 20 people. Data were analyzed univariately in
the form of frequency distributions. The results showed that the majority of respondents responded
cognitively in the form of changes in thought content and blaming others, affective responses in the
form of uncomfortable feelings, physiological responses in the form of sharp eyes and clenched fists,
behavioral responses in the form of hitting objects / people and aggressively, social responses in the
84
form of often expressing their desires with threatening tone. Need appropriate nursing intervention
to reduce cognitive, affective, physiological, behavioral, social responses in violent behavior patients.
85
agresif. Menurut Keliat (2005) ada beberapa muncul selama 3 bulan terakhir adalah resiko
tanda gejala terjadinya perilaku kekerasan perilaku. Berdasarkan latar belakang tersebut
diantaranya yaitu, bicara kasar, muka merah, perlu dilakukan penelitian terkait respons
otot tegang, pandangan tajam, berdebat, nada kognitif, afektif, fisiologi, perilaku, dan sosial
suara tinggi, memaksakan kehendak seperti pada pasien resiko perilaku kekerasan di RSJD
merampas makanan dan memukul jika Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
menemui hal-hal yang tidak disenangi.
METODE
Data WHO (2015)menunjukkan bahwa
Penelitian kuantitatif menggunakan rancangan
prevalensi pasien gangguan jiwa mencapai
penelitian deskriptif dengan pendekatan survei
hampir 450 juta orang, dimana sepertiganya
yaitu penelitian yang dilakukan untuk
berada di negara berkembang. Indonesia
mendiskripsikan respons kognitif, afektif,
merupakan salah satu negara yang memiliki
fisiologi, perilaku, dan sosial pasien dengan
Sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas (2018)
perilaku kekerasan. Populasi dalam penelitian
menyebutkan bahwa prevalensi gangguan
ini adalah semua pasien di ruang Madrim yang
mental emosional yang ditunjukkan dengan
muncul diagnosis prilaku kekerasan di RSJD
gejala-gejala gangguan jiwa berat, seperti
Dr. Amino Gondhohutomo provinsi jawa
schizophrenia adalah terjadi peningkatan dari
tengah. Cara mengambil sampel menggunakan
1,7 persen pada tahun 2013 dan meningkat
metode total Sampling. Jumlah sampel yaitu 20
menjadi 7 persen (Kemenkes, 2014). Di
orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Provinsi jawa tengah kunjungan pasien
Februari 2019. Data dianalisis secara univariat
gangguan jiwa sebanyak
berupa distribusi frekuensi.
260.247 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah, 2014). Hasil studi pendahuluan yang
HASIL
dilakukan di Ruang Madrim RSJD Amino
Hasil penelitian terkait respons pasien disajikan
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
pada tabel berikut.
didapatkan bahwa mayoritas diagnosis
keperawatan yang
Tabel 1.
Respons kognitif pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1-2
f %
Subjektif
Mengungkapkan ketidakmampuan mengontrol PK 19 95
Merasa berpikir negative dalam menghadapi stressor 15 75
Mengungkapkan keinginan untuk memukul orang lain 17 85
Mengungkapkan ketidakmampuan dalam berkomunikasi 15 75
Objektif
Mendominasi pembicaraan
Flight of idea 17 85
Perubahan isi pikir 20 100
Menyalahkan orang lain 20 100
Kurang konsentrasi 19 95
Mudah putus asa 13 65
Kepribadian tertutup 16 80
Agresif 6 30
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas respons hingga ke 2 pada pasien perilaku kekerasan
kognitif yang muncul hai ke 1 secara subyektif mengungkapkan
86
ketidakmampuannya mengontrol perilaku mayoritas responden terjadi perubahan isi pikir
kekerasan sedangkan secara obyektif dan menyalahkan orang lain.
Tabel 2.
Respons afektif pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1-2
f %
Subjektif
Afek labil 11 55
Mengungkapkan perasaan curiga 18 90
Merasa mudah tersinggung 13 65
Merasa tidak nyaman 20 100
Merasa jengkel 17 85
Mengungkapkan keinginan untuk memukul orang 7 35
Obyektif
Marah 18 90
Frustasi 17 85
Pemurung 9 45
Menunjukkan ketidakpedulian dengan lingkungan/ acuh 17 85
Sering meremehkan sesuatu 15 75
Kurang percaya diri 8 40
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas respons secara subyektif mengungkapkan perasaan tidak
afektif yang muncul hai ke 1 hingga ke 2 pada nyaman, sedangkan secara obyektif mayoritas
pasien perilaku kekerasan responden tampak marah.
Tabel 3.
Respons fisiologi pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala 1-2
f %
Subjektif
Mengatakan pusing 17
Merasa berdebar-debar 18
Mengungkapkan keluhan mual, tidak enak di perut 18
Obyektif
Muka merah 17
Pandangan tajam 20
Rahang mengatup dengan kuat 18
Tangan mengepal 20
Wajah tegang dan kewaspadaan meningkat 1
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas
respons fisiologis yang muncul hai ke 1 hingga respons perilaku yang muncul hai ke 1 hingga
ke 2 pada pasien perilaku kekerasan secara ke 2 pada pasien perilaku kekerasan secara
subyektif merasa berdebar-debar dan merasa subyektif mengungkapkan selalu curiga,
mual serta tidak enak di perut, sedangkan sedangkan secara obyektif merusak benda/
secara obyektif mayoritas responden tampak menciderai orang lain serta berperilaku agresif.
pandangan tajam dan tangan mengepal.
Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas respons
sosial yang muncul hai ke 1 hingga
87
ke 2 pada pasien perilaku kekerasan secara obyektif mayoritas responden
subyektif mengungkapkan keinginannya mengasingkan diri.
dengan nada mengancam, sedangkan secara
Tabel 4.
Respons perilaku pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1 -2
f %
Subjektif
Mengatakan selalu curiga 17
Mengungkapkan keinginan untuk melukai diri sendiri/ orang 11
lain
Obyektif
Mondar-mandir 15
Memukul benda/ orang 20
Merusak barang 15
Nada suara tinggi/ keras 19
Agresif 20
Suka membentak orang lain 18
Bersikap sinis terhadap orang lain 15
Tabel 5.
Respons sosial pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1-2
f %
Subjektif
Sering mengungkapkan keinginannya dengan nada mengancam 20
Secara verbal sering mengejek, mengolok-olok 15
Obyektif
Menarik diri dalam pergaulan lingkungan sekitar 17
Mengasingkan diri 19
Penolakan 3
PEMBAHASAN marah. Respons tersebut terjadi karena
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas keinginannya tidak terpeuhi, sehingga keluarga
responden menunjukkan respons kognitif sebagai orang terdekat pasien hendaknya dapat
berupa perubahan isi pikir dan menyalahkan berupaya untuk mengatasi ataupun mencegah
orang lain. Respons tersebut juga merupakan agar respons marah dapat dihindari yaitu
salah satu faktor yang menyebabkan pasien dengan memenuhi keinginan pasien. Hasil
dirawat di RSJ. Hasil penelitian ini sesuai penelitian ini sejalan dengan penelitian
dengan penelitian Hidayati (2012) bahwa Wuryaningsih dan Hamid (2013) bahwa salah
perilaku kekerasan merupakan kasus yang satu upaya untuk mengendalikan marah pasien
paling banyak terjadi di RSJ sehingga keluarga dilakukan keluarga melalui sikap permisif
memutuskan untuk merawat klien di RSJ. kepada pasien seperti menuruti keinginan
pasien dan membiarkan pasien melakukan
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas apapun yang diinginkan oleh pasien.
responden mengungkapkan perasaan tidak
nyaman dan menunjukkannya dengan
88
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas
Dinkes Provinsi Jawa Tengah, (2014).
responden memiliki respons fisiologis dengan
tangan mengepal dan pandangan tajam. Hasil Profil Kesehatan Provinsi Jawa
ini sejalan dengan penelitian Pratama (2012) Tengah Tahun 2014. Hal
bahwa salah satu dari beberapa tanda pasien
marah yaitu tangan mengepal. Penelitian 102. Diakses tanggal 1 April 2019.
Mariyati, Hamid, Daulima (2018) menunjukkan darihttp://www.dinkesjatengprov.go.i
bahwa dampak fisik dan psikososial dari d/v2015/dokumen/profil2014/Profil_2
penggunaan pembatasan keinginan pasien 014.pdf
gangguan jiwa dapat ditunjukkan dengan
perilaku agresif sebagai salah satu alasan utama Hidayati, E. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok
menahan diri. Suportif terhadap Kemampuan Mengatasi
Perilaku Kekerasan pada Klien
Tabel 4 menunjukkan mayoritas responden Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Dr.
memiliki respons perilaku berupa perasaan Amino Gondohutomo Kota
curiga, merusak alat, dan menciderai orang lain. Semarang. In PROSIDING SEMINAR
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Mats, NASIONAL &
Joakim, Henrik, Marianne (2017). bahwa INTERNASIONAL (Vol. 1, No. 1).
individu yang memiliki ide kekerasan dalam
hidup mereka secara signifikan lebih rentan http://rs-
untuk melakukan tindakan kekerasan. amino.jatengprov.go.id/?q=content/la
poran-10-besar-penyakit
Tabel 5 menunjukkan bahwa pasien perilaku
kekerasan memiliki respons sosial ditunjukkan Keliat. ( 2005 ). Proses Keperawatan Kesehatan
dengan sikap yang sering mengasingkan diri Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
ataupun mengungkapkan keinginan dengan
nada mengancam. Hasil ini sesuai dengan Leslie J. Sattler, Kristie A. Thomas, Michael G.
penlitian Leslie, Kristie, Thomas, Michael, Vaughn, Joanna Almeida, Lori A. White,
Joanna, Lori, White, Waldam (2019) bahwa Marcus R. Waldman. (2019) Community
kontrol lingkungan sosial yang rendah memicu matters: GxE interactions predicting
terjadinya perilaku kekerasan. childhood aggression and violent
behavior, Journal of Criminal
Justice,Volume 61,2019,Pages 58-
SIMPULAN 71,ISSN 0047-
Mayoritas responden berrespons kognitif 2352,
berupa perubahan isi pikir dan menyalahkan https://doi.org/10.1016/j.jcrimjus.201
orang lain, respons afektif berupa perasaan 9.03.002.(http://www.sciencedirect.co
tidak nyaman, respons fisiolofis berupa m/science/article/pii/S004723521930 0339)
pandangan tajam dan tangan mengepal, respons
perilaku berupa memukul benda/ orang dan Mariyati Achir Yani Syuhaimie Hamid, Novy
agresif, respons sosial berupa sering Helena Catharina Daulima, (2018). The
mengungkapkan keinginannya dengan nada experience of restraint- use among
mengancam patients with violent behaviors in mental
health hospital, Enfermería
DAFTAR PUSTAKA Clínica,Volume 28,
Depkes RI. ( 2007 ). Standart Asuhan Supplement 1,2018,Pages 295-299,
Keperawatan Jiwa. Magelang RSJ Prof. ISSN 1130-
Dr. Soeroyo Magelang. 8621,https://doi.org/10.1016/S1130-
8621(18)30173-
6.(http://www.sciencedirect.com/scie
nce/article/pii/S1130862118301736)
89
Mats Persson, Joakim Sturup,
Henrik Belfrage, Marianne
Kristiansson. (2017). Self-
reported violent ideation
and its link to interpersonal
violence among offenders
with mental disorders and
general psychiatric
patients, Psychiatry
Research, Volume 261,
2018, Pages 197-203,
ISSN 0165-1781,
https://doi.org/10.1016/j.ps
ychres.201 7.12.079.
(http://www.sciencedirect.
co
m/science/article/pii/S0165
17811730 5358)
Surakarta (Doctoral
dissertation, Universitas
Muhammadiyah
Surakarta).
90
tanggal 28
Maret
2016
darihttp://www.who.int/m
ediacentre/f
actsheets/fs396/en/
91