Anda di halaman 1dari 91

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN

Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan jiwa II

OLEH KELOMPOK 5 :

Difabella melinda (1811313003)

Rhiana eviranita (1811313005)

Monica imanda (1811313007)

Laila sa’adah (1811313009)

Zela indriani (1811313011)

Zara aprilia (1811313013)

Beauty risha A. (1811313015)

Aisyah rahma D. (1811313017)

Natasya (1811313019)

Vebby fitri N. (1811313021)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
tugas Keperawatan jiwa yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada klien Resiko
perilaku kekerasan” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah bekontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi pera pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 20 Agustus 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang......................................................................................................1

2. Rumusan masalah...............................................................................................2

3. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II TINJUAN PUSTAKA

1. Definisi resiko perilaku kekerasan ......................................................................4

2. Rentang respon marah .........................................................................................5

3. Proses terjadinya marah ......................................................................................6

4. faktor presdisposisi pada klien resiko perilaku kekerasan..................................7

5. stresor prespitasi pada klien resiko perilaku kekerasan......................................8

6. etiologi dari resiko perilaku kekerasan...............................................................9

7. akibat dari resiko perilaku kekerasan ................................................................10

8. asuhan keperawatan pada klien denga resiko perilaku kekerasan.....................13

BAB III ANALISIS JURNAL ............................................................................22

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan .......................................................................................................33

2. Saran .................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..34

LAMPIRAN………………………………………………………………………..35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1998).
Menurut Patricia D. Barry (1998) Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi
yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2007).

Data WHO (2015)menunjukkan bahwa prevalensi pasien gangguan jiwa


mencapai hampir 450 juta orang, dimana sepertiganya berada di negara
berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sedangkan
di Indonesia, hasil Riskesdas (2018) menyebutkan bahwa prevalensi gangguan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala gangguan jiwa berat,
seperti schizophrenia adalah terjadi peningkatan dari 1,7 persen pada tahun 2013
dan meningkat menjadi 7 persen (Kemenkes, 2014). Di Provinsi jawa tengah
kunjungan pasien gangguan jiwa sebanyak 260.247 orang (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, 2014).

Salah satu kendala dalam upaya penyembuhan pasien gangguan jiwa adalah
pengetahuan masyarakat dan keluarga. Keluarga dan masyarakat menganggap
gangguan jiwa adalah penyakit yang memalukan dan membawa aib bagi
keluarga. Kondisi ini diperberat dengan sikap keluarga yang cenderung
mengisolasi, mengucilkan bahkan memasung pasien (Wiyati et al., 2015).
Kemampuan mengontrol perilaku kekerasan merupakan kesanggupan (potensi)

1
menguasai persepsi sensori secara langsung. Ada beberapa cara yang bisa dilatih
kepada klien untuk mengontrol perilaku kekerasan (Keliat, 2015).

Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan


“perawat utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah
sakit akan sia-sia jika tidak di teruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan
penderita harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal
perawatan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat
penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat di cegah.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan resiko perilaku kekerasan

2. jelaskan rentang respon marah

3. Jelaskan bagaimana proses terjadinya marah

4. Sebutkan faktor presdisposisi pada klien resiko perilaku kekerasan

5. Sebutkan stresor prespitasi pada klien resiko perilaku kekerasan

6. Sebutkan etiologi dari resiko perilaku kekerasan

7. Sebutkan akibat dari resiko perilaku kekerasan

8. Apakah asuhan keperawatan yang tepat pada klien denga resiko perilaku
kekerasan

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui apa itu resiko perilaku kekerasan

2. Dapat menjelaskan rentang respon marah

3. Dapat menjelaskan bagaimana proses terjadinya marah

2
4. Dapat dapat menyebutkan faktor predisposisi pada klien resiko perilaku
kekerasan

5. Dapat menyeebutkan stresor prespitasi pada klien resiko perilaku kekerasan

6. Dapat menyebutkan etiologi dari resiko perilaku kekerasan

7. Dapat menyebutkan akibat dari resiko perilaku kekerasan

8. Dapat menentukan asuhan keperawatan yang tepat pada klien denga resiko
perilaku kekerasan

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen, 1998). Menurut Patricia D. Barry (1998) Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci
atau marah. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan (Townsend, 1998). Resiko perilaku kekerasan adalah adanya
kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang dapat mencederai orang
lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara
konstruktif (CMHN, 2006). Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah
perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak
dalam bentuk destruktif dan masih terkontol (Yosep, 2007).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan


bahwa perilaku kekerasan adalah ungkapan perasaan marah dan bermusuhan
yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku
menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Sedangkan resiko perilaku kekerasan
adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan dalam bentuk
destruktif dan masih terkontol.

4
2.1. Rentang respon Marah

Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif


maladaptif, seperti rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007).

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam
keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa
tidak mampu mengungkapkan perasaat dan terlihat pasif.
3. Pasif adalah individu tidak mampu menungkapkan perasannya, klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan
merasa kurang mampu.
4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol, perilaku
yang tampak dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar,
disertai kekerasan.
5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.

5
2.3. Proses Terjadinya Marah

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang


harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan.

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : 1)


Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara
ini, cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah
destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat
diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai
depresi psikomatik atau agresi dan ngamuk. Secara skematis perawat penting
sekali memahami proses kemarahan.

Berikut Skema proses terjadinya marah

Stressor
Internal & Distruption Personal Compensant
Resolution
Eksternal & Los Meaning ory act

Helplessness Guilt

Anger & Agression

Expressed inward Expressed outward Destructive

Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit
Painfull symptom hormonal,
Contrucrtive Action dendam, kesal
sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,

Resolution 6
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal
tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu .
(Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut
(Personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah
melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
(olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka
akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu
akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan
keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive
action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan keluar
(Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis
(Poinful symptom) (Yosep, 2007).

2.4. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sundeen, 1995), berbagai


pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu :

7
1. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau
sanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia
dewasa atau remaja.
2. Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah
meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat.
Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
3. Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
4. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan diterima
(permissive).
5. Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi
ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.

2.5. Stressor Prespitasi

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa


dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau

8
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun
klien harus bersama – sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa
internal maupun eksternal, contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari
orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam
bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita.

Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang menncetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni : 1) Klien : Kelemahan fisik,
keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. 2) Lingkungan : Ribut,
kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi sosial (Yosep, 2007).

2.6. Etiologi

Penyebab terjadinya marah menurut Stuart & Sundeen (1995) : yaitu


harga diri rendah merupakan keadaan perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, gangguan
ini dapat situasional maupun kronik. Bila kondisi ini berlangsung terus tanpa
kontrol, maka akan dapat menimbulkan perilaku kekerasan.

2.7. Akibat

Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan


mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana
seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara

9
fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini
biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif .

2.8. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Fokus
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu :
 Fisik : Muka merah, berkeringat, pandangan tajam, sakit fisik, nafas
pendek, tekanan darah meningkat, penyalahgunaan obat.
 Emosi : Tidak adekuat, rasa terganggu, tidak aman, marah / jengkel
dan dendam.
 Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan
humor.
 Spiritual : Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidak bermoral, kebejatan,
kebajikan / kebenaran diri dan kreatifitas terhambat karena tidak dapat
dipilih secara rasional. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme,
berdebat, dan meremehkan (Keliat B.A, 1996).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Masalah Keperwatan
1) Perilaku Kekerasan
Data – data yang mendukung menurut Towsend (1998) dan
Depkes RI (2006) :
a) Data Subjektif
 Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang.
 Klien membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

10
 Klien mengungkapkan rasa permusuhan yang
mengancam, klien merasa tidak berdaya, ingin
berkelahi, dendam.

b) Data Objektif
 Klien mengamuk, merusak dan melempar
barang – barang.
 Melakukan tindakan kekerasan pada orang-
orang disekitarnya.

2) Risiko Perilaku Kekerasan


a). Data Subjektif

Klien menyatakan sering mengamuk, klien mengatakan


tidak puas bila tidak memecahkan barang, klien
mengungkapkan mengancam orang lain.

b). Data Objektif

Muka merah dan tegang, pandangan tajam, postur


tubuh yang kaku, mengatupkan rahang dengan kuat,
mengepalkan tangan, jalan mondar – mandir, bicara
kasar, suara tinggi, menjerit / berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik, nafas pendek, menolak.

3) Harga Diri Rendah


Menurut Depkes RI (2006)
a). Data Subjektif

11
Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien
merasa bersalah, klien merasa tidak berguna, klien
merasa malu, pandangan hidup yang pesimis,
penolakkan terhadap kemampuan diri.

b). Data Objektif

Selera makan kurang, tidak berani menatap lawan


bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dan nada
suara lemah.

b. Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan

Risiko Perilaku Kekerasan Core Problem

Harga Diri Rendah

c. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Risiko Preilaku kekerasan
3. Harga diri rendah
d. Intervensi

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan Intervensi

12
Keperawata
n
Tujuan Kritaria Evaluasi

Risiko 1. Sp1p Tanda – tanda Bina hubungan saling percaya


Perilaku percaya pada
Kekerasan a. Membina perawat: 1. beri salam setiap berinteraksi
hubungan saling
2. perkenalkan nama panggilan
percaya  Wajah cerah,
tersenyum perawat, dan tujuan perawat
 Mau berinteraksi
berkenalan
3. tanyakan dan panggil nama
 Ada kontak
mata kesukaan klien
 Bersedia
4. tunjukkan sikap empati jujur
menceritaka
n perasaan dan menepati janji setiap kali
berinteraksi

5. tanyakan perasaan klien dan


masalah yang dihadapi.

b.mengidentifika 1. klien dapat 1. beri kesempatan


si penyebab mengungkapkan mengungkapkan perasaannya
perilaku perasaannya
kekerasan 2. bantu klien dapat
2. klien dapat mengungkapkan penyebab marah.
mengungkapkan
penyebab persaan
jengkel atau kesal
(diri sendiri, orang
lain, lingkungan)

c. Klien dapat 1. anjurkan klien untuk


mengidentifikasi menyimpulkan mengungkapkan rasa
tanda dan gejala tanda dan gejala jengkel/marah yang dialami
perilaku kesal/jengkel yang
kekerasan dialami. 2. simpulkan bersama klien tanda
dan gejala marah.

Mengidentifikasi 1. klien dapat 1. tanyakan kebiasaan perilaku


perilaku mengungkapkan kekerasan yang dilakukan pasien
kekerasan yang perilaku kekerasan
dilakukan 2. beri kesempatan pada klien

13
yang diilakukan untuk bermain peran dengan
perilaku kekerasan yang biasa
2. klien dapat dilakukan
bermain peran
dengan perilaku 3. bicarakan dengan klien apakah
kekerasan yang perilaku kekerasan yang biasa
biasa dilakukan dilakukan dapat menyelesaikan
masalah atau tidake.
3. klien dapat Mengidentifikasi
mengetahui perilaku
kekerasan yang
biasa dilakukan
dapat menyelesaikan
masalah atau tidak

e. Klien dapat 1. bicarakan akibat/kerugian dari


mengidentifikasi menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang
akibat perilaku perilaku kekerasan dilakukan
kekerasan yang biasa
dilakukan oleh klien 2. bersama klien simpulkan
akibat/kerugian dari perilaku
kekerasan yang dilakukan klien

3. diskusikan dengan klien :

a. apakah klien mau


mempelajari cara baruu
mengungkapkan marah yang
sehat

b. jelaskan berbagain alernatif


pilihan untuk menngungkapkan
marah selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien.

f. mengajarkan Klien dapat 1. tanyakan pada klien apakah


cara mengontrol melakukan cara klien ingin mempelajari cara baru
perilaku mengontrol perilaku mengontrol perilaku kekerasan
kekerasan kekerasan secara secara konstruktif
konstruktif
2. berikan pujian jika klien

14
mengetahui cara mengontrol
perilaku kekerasan secara
konstruktif

3. diskusikan dengan klien cara


mengontrol perilaku kekerasan
secara konstruktif :

a. secara fisik : tarik nafas dalam


jika klien sedang kesal/marah,
olahraga atau pekerjaanyang
memerlukan tenaga

b. secara verbal : katakan bahwa


Anda sedang marah/kesal

c. secara sosial : lakukan dalam


kjelompok cara cara marah yang
sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan

d. secara spiritual: anjurkan klien


untuk smebahyang, berdo’a/atau
ibadah lain : minta kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

g. melatih klien Klien dapat 1. berikan reinforcement positif


cara mengontrol mendemonstrasikan atas keberhasilan dan usaha klien
perilaku cara mengontrol dalam mencoba melakukan
kekerasan fisik marah dengan mengontrol marah dengan
(nafas dalam) menarik nafas dalam menarik nafas dalam

2. motivasi klien untuk


melakukan tarik nafas dalam
sebanyak 5x atau lebih.

h. membimbing Klien mau 1. motivasi klien untuk


pasien memasukkan memasukkan kegiatan yang telah
memasukkan kegiatan yang telah dilakukan kedalam jadwal harian
kegiatan kedalam dilakukan kedalam
jadwal harian jadwal harian 2. beri reinforcement poditif
kepada klien setelah memasukkan

15
kegiatan yang telah dilakukan
ekdalam jadwal harian.

2. Sp2p Klien dapat 1. motivasi klien untuk


menyebutkan dan menyebutkan dan
a. memvalidasi mendemonstrasikan mendemonstrasikan ltihan
masalah dan latihan yang sebelumnya
latihan diajarkan
sebelumnya sebelumnya 2. beri pujian atas jawaban benar

b. melatih klien 1. klien dapat 1. motivasi klien untuk


cara mengontrol mendemonstrasikan melakukan cra mengontrol marah
marah dengan cara mengontrol dengan memukul bantal, atau
cara fisik II marah dengan cara kasur, atau benda lunak lainnya.
memukul bantal
atau kasur, atau 2. anjurkan klien untuk mengikuti
benda lunak lainnya lalu mempraktikkan cara
mengontrol marah (memukul
2. klien merasa lega bantal)

3. beri reinforcement positif atas


tindakan benar yang dilakukan
klien.

c. menganjurkan Klien bersedia untuk 1. motivasi klien untuk


klien untuk memasukkan memasukkan kegiatan yang telah
memasukkan kegiatan yang telah dilakukan kedalam jadwal harian
kegiatan yang dilakukan kedalam
telah dilakukan jadwal harian 2. beri reinforcement positif jika
kedalam jadwal melakukan tindakan yang benar
harian

3. Sp3p 1. Klien dapat 1. motivasi klien untuk


mengungkapkan apa mengungkapkan masalah dan
a. memvalidasi yang dirasakan mendemonstrasikan kembali
masalah dan latihan sebelumnya
latihan 2. klien dapat
sebelumnya menyebutkan dan 2. beri reinforcement positif atas
mendemonstrasikan tindakan yang dilakukan klien
latihan sebelumnya

16
b. melatih cara 1. klien mau 1. motivasi klien untuk mengikuti
mengontrol mengikuti dan apa yang telah diajarkan
marah dengan mempraktikkan apa
cara verbal yang telah diajarkan 2. berikan contoh cara
mengontrol perilaku kekerasan
2. klien merasa lega dengan menolak, mengungkapkan
marah secara verbal “saya marah
kepada kamu”

3. beri reinforcement positif atas


tindakan yang dilakukan klien.

c. meminta klien Klien bersedia 1. motivasi klien untuk


untuk memasukkan memasukkan kegiatan yang telah
memasukkan kegiatan yang telah dilakukan kedalam jadwal harian
kegiatan yang dilakukan kedalam
telah dilakukan jadwal harian 2. beri reinforcement positif atas
kedalam jadwal tindakan benar yang dilakukan
harian klien

4. Sp4p 1. klien dapat 1. motivasi klien untuk


mengungkapkan apa mengungkapkan masalah dan
a. memvalidasi yang dirasakan mendemonstrasikan latihan
masalah dan sebelumnya
latihan 2. klien dapat
sebelumnya menyebutkan dan 2. beri reinfkorcement positif atas
mendemonstrasikan tindakan benar yang dilakukan
kembali latihan klien
sebelumnya

b. melatih klien Klien dapat 1. diskusikan kembali bersama


mengontrol mengontrol perilaku klien latihan yang telah diberikan
perilaku kekerasan dengan sebelumnya
kekerasan secara salah satu cara yang
spiritual diajarkan. 2. bersama klien buat daftar
(berdo’a, shalat, efektif yang dapat dilanjutkan
wudhu) Contoh : wudhu pelaksanaannya

3. beri pujian atas usaha yang


te;ah dilakukan klien

17
c. meminta klien Klien bersedia 1. motivasi klien untuk
untuk memasukkan memasukkan kegiatan yang telah
memasukkan kegiatan yang telah dilakukan kedalam jadwal harian
kegiatan yang dilakukan kedalam
telah dilakukan jadwal harian 2. beri reinforcement positif atas
kedalam jadwal tindakan yang dilakukan klien
harian

5. Sp5p 1. klien dapat 1. motivasi klien untuk


mengungkapkan apa mengungkapkan masalah dan
a. memvalidasi yang dirasakan mendemonstrasikan latihan
masalah dan sebelumnya
latihan 2. klien dapat
sebelumnya menyebutkan dan 2. beri reinfkorcement positif atas
mendemonstrasikan tindakan benar yang dilakukan
kembali latihan klien
sebelumnya

b. menjelaskan Klien dapat minum 1. motivasi klien untuk


cara mengontrol obat sesuai dengan menyebutkan kembali latihan
perilaku aturan dan caraa mengontrol perilaku kekerasan
kekerasan yang telah diajarkan yang telah diajarkan
dengan minum
obat 2. diskusikan dengan klien
tentang latihn yang telah
diajarkan sebelumnya

3. ajarkan klien untuk minum


obat secara teratur

4. beri reinforcement positif atas


tindakan yang dilakukan klien

c. meminta klien Klien bersedia 1. motivasi klien untuk


untuk memasukkan memasukkan kegiatan yang telah
memasukkan kegiatan yang telah dilakukan kedalam jadwal harian
kegiatan yang dilakukan kedalam
telah dilakukan jadwal harian 2. beri reinforcement positif atas
kedalam jadwal tindakan yang dilakukan klien
harian

6. Sp1k 1. keluarga dapat : 1. bina hubungan saling percaya

18
a. mendiskusikan a. menjelaskan dengan keluarga :
masalah yang perasannya
dirasakan a. salam perkenalan
keluarga dalam b. menjelaskan cara
merawat klien merawat klien b. jelaskan tujuan
dengan perilaku perilaku kekerasan c. eksplorasi perasaan keluarga
kekerasan c. klien

b. menjelaskan mendemonstrasikan
pengertian cara perawatan klien
perilaku kekerasan 2. motivasi keluarga klien untuk
perilaku
menyetujui dan mengikuti
kekerasan, tanda d. berpartisipasi kontrak
dan gejala, serta dalam perawatan
proses klien perilaku
kejadiannya kekerasan
3. diskusikan dengan anggota
c. menjelaskan keluarga tentang ;
cara merawat
klien [erilaku 2. keluarga mengerti a. perilaku kekerasan
kekerasan dan menyebutkan
b. penyebab perilaku kekerasan
kembali pengertian,
tanda, dan gejala c. akibat yang akan terjadi jika
dan proses perilaku kekerasan tidak
terjadinya perilaku ditangani
kekerasan

4. dorong anggota keluarga untuk


mengikuti cara merawat klien
peprilaku kekerasan

5. beri reinforcement positif pada


keluarga

7. Sp2k 1. keluarga mampu 1. diskusikan bersama keluarga


mempraktikkan cara dalam mempraktikkan cara
a. melatih merawat klien merawat klien perilaku kekerasan
keluarga

19
mempraktikkan perilaku kekerasan
cara merawat
klien peprilaku 2. keluarga mampu 2. motivasi keluarga untuk
kekerasan melakukan cara mempraktikkan cara merawat
merawat langsung klien perilaku kekerasan
b. melatih klien perilaku
keluarga cara kekerasan
merawat 3. beri reinforcement positif pada
langsung pada keluarga untuk respon baik dari
klien perilaku anggota keluarga
kekerasan

8. Sp3k 1. keluarga mampu 1. diskusikan bersama keluarga


membuat jadwal dalam membuat jadwal aktivitas
a. membantu aktivitas dirumah dirumah
keluarga termasuk minum
membuat jadwal obat secara mandiri 2. motivasi keluarga dalam
aktivitas dirumah membuat jadwal aktivitas yang
termasuk minum 2. keluarga dibuat
obat (discharge mematuhi jadwal
planning) yang telah dibuat 3. beri reinforcement positif
untuk kesembuhan 4. motivasi keluarga untuk
b. menjelaskan klien
follow up klien menerima klien
sebelum pulang 3. keluarga mengerti 5. diskusikan follow up untuk
/ memahami follow keluarga
up yang telah
diarahkan pada klien

20
21
No. Penulis/ Judul Tempat Usia, Sampel Metode Tujuan Hasil
Tahun Penelitian dan Jenis Penelitian Penelitian
Kelamin
1. Kandar & Faktor Dilakukan 5 pasien Menggunakan Memahami Ada 3 Faktor predisposisi
Dwi Indah Predisposisi penelitian dengan analisa data gambaran pada Pasien dengan
Iswanti dan pada bulan diagnosis kualitatif faktor Risiko Perilaku
(2019) Prestipitasi Maret 2019 keperawatan colaizzi. predisposisi Kekerasan di RSJD
Pasien di RSJD dr. resiko dan Dr. Amino
Resiko Amino perilaku presipitasi Gondohutomo Provinsi
Perilaku Gondohutomo kekerasan. pada Jawa Tengah yaitu :
Kekerasan Provinsi partisipan 1. Faktor genetik
Jawa Tengah. pasien resiko yang
perilaku menyebabkan
kekerasan pasien mengalami
risiko perilaku
kekerasan.
2. Faktor psikologis
yang
menyebabkan
pasien mengalami
risiko perilaku
kekerasan antara
lain yaitu:
Kepribadian yang
tertutup,
Kehilangan,
Aniayaseksual,
Kekerasan dalam
keluarga.

22
3. Faktor sosial
budaya yang
menyebabkan
pasien mengalami
risiko perilaku
kekerasan yaitu:
Pekerjaan,
Pernikahan.

Ada 3 Faktor Presipitasi


pada Pasien dengan
Risiko Perilaku
Kekerasan di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah
yaitu :
1. Faktor genetik;
Putus obat
sebagai pencetus
pasien mengalami
resiko perilaku
kekerasan.
2. Faktor psikologis
yaitu Konsep diri;
tidak diterima
lingkungan
sekitar sebagai
pencetus pasien
mengalami risiko

23
perilaku
kekerasan.
3. Faktor sosial
budaya yaitu
ketidakharmonisa
n lingkungan
tempat tinggal
membuat diri
ingin marah dan
berbicara dengan
kasar.

No Penulis / Judul Tempat Usia, Metode penelitian Tujuan Hasil

24
sampel dan
penelitian jenis penelitian
Tahun kelamin

2 Resa Wiwit UPAYA RSJD dr. 3 orang Metode observasi Tujuan studi Hasil observasi pada
Arditia, PENURUNAN Arif pasien parsipasif, kasus ini Ny. S menujukkan
Weni RESIKO Zainudin berjenis wawancara, dan menyusun skor antara 0-2 yaitu
Hastuti, PERILAKU Surakarta, di kelamin dokumentasi resume resiko perilaku
Wijayanti / KEKERASAN bangsal perempuan. dengan asuhann kekerasan teratasi.
2019 DENGAN Srikandi Ny. S, menggunakan keperawatan Pada Ny. R
CARA FISIK : Ny.R dan format asuhan jiwa pada klien menunjukkan skor 0-
PUKUL Ny.L keperawatan pada perilaku 2 yaitu resiko
BANTAL pasien resiko kekerasan perilaku kekerasan
PADA PASIEN perilaku dengan teratasi. Pada Ny. L
DI RSJD dr. kekerasan, tindakan pukul menunjukkan skor 0-
ARIF lembar observasi, bantal dalam 2 yaitu resiko
ZAINUDIN alat tulis, lembar upaya perilaku kekerasan
SURAKARTA jadwal aktivitas melupakan teratasi.
terjadwal sebagai kemarahan di
Berdasarkan dari
instrumen rumah sakit
hasil tindakan
jiwa dr. Arif

25
Zainudin pelaksanaan cara
Surakarta dan fisik pukul bantal
mengetahui efektif untuk
manfaat menurunkan resiko
strategi perilaku kekerasan
pelaksanaan pada klien di RSJ dr.
pukul bantal Arif Zainudin
untuk Surakarta bahwa
mengurangi ketiga klien mampu
resiko perilaku mengontrol perilaku
kekerasan di kekerasan secara
rumah sakit mandiri.
jiwa dr.Arif
Zainudin
Surakarta

No. Penulis/ Judul Tempat Usia, Sampel Metode Tujuan Hasil


Tahun Penelitian dan Jenis Penelitian Penelitian

26
Kelamin
3 Sujarwo1 , STUDI Ruang rawat Populasi dalam Penelitian ini Penelitian ini Melihat hasil diatas
Livana FENOMENOLOG inap laki-laki penelitian ini menggunakan dilakukan dengan dilakukannya
PH2 / 2018 I : STRATEGI RSJD Dr. adalah semua pendekatan untuk pendekatan Spiritual
PELAKSANAAN Amino pasien dengan kualititatif, mengetahui dan Napas Dalama
YANG EFEKTIF masalah resiko penelitian yang SP perilaku dapat memberikan efek
Gondhutomo
UNTUK perilaku menghasilkan kekerasan menenangkan dan
Semarang.
MENGONTROL kekerasan di data deskriptif yang paling merelaksasi pikiran ,
PERILAKU ruang Rawat berupa kata- efektif sehingga klien dapat
KEKERASAN Inap Laki laki kata tertulis menurut mengontrol emosiny,
MENURUT RSJD Dr. maupun lisan pendapat bahkan 5 informan
PASIEN DI Amino dari orang- responden. menyatakan lega
RUANG RAWAT Gondhutomo orang dan setelah melakukan cara
INAP LAKI LAKI Semarang. perilaku yang mengontrol emosi yang
diamati dilakukannya
(Meloang, sedangkan 3 lainnya
2007). menyatakan merasa
lega dan tenang setelah
mengontrol emosinya.
Cara mengontrol
perilaku kekerasan
yang menurut informan
efektif adalah pukul
bantal. Beberapa
penelitian tentang
aktivitas fisik dan
terapi olahraga
terhadap gangguan

27
kejiwaan
membuktikan, bahwa
aktivitas fisik tersebut
dapat meningkatkan
kepercayaan pasien
terhadap orang lain
(Campbell & Foxcroft,
2008), dan juga
membantu mengontrol
kemarahan pasien
(Hassmen, Koivula &
Uutela, 2000).

No. Penulis/ Judul Tempat Usia, Sampel Metode Tujuan Hasil

28
Tahun Penelitian dan Jenis Penelitian Penelitian
Kelamin
4 Ketut Penerapan Di Ruang Subjek dalam Desain Mengetahui Hasil penelitian yang
Tuning Terapi Musik Melati penelitian ini penelitian ini apakah dilakukan dari tanggal
Aprini, Pada Pasien Rumah Sakit ada 2 (dua) menggunakan Penerapan 03-06 Juli 2017
Anton Yang Jiwa Provinsi orang pasien terapi musik terapi musik menunjukan bahwa
Surya Mengalami Lampung yang klasik. Dengan klasik dapat klien Ny. A
Prasety / Resiko mengalami teknik mengurangi mengalami penurunan
2018 Perilaku risiko perilaku pengumpulan perilaku respons hari Senin
Kekerasan Di kekerasan data pengisian kekerasaan 60%, Selasa menjadi
Ruang Melati kuesioner dan pada pasien 42% mengalami
Rumah Sakit observasi yang penurunan katagori
Jiwa Provinsi mengalami sedang. Rabu 28%,
Lampung Resiko dan Kamis sebanyak
perilaku 25% masukkategori
kekerasaan ringan. Klien Ny. M
mengalami penurunan
respons pada hari
Senin 37%, Selasa
34% masuk kategori
sedang, Rabu 31%,
dan Kamis 20%
kategori ringan.
Penelitian ini
menunjukan bahwa
terapi musik klasik

29
efektif untuk
menurunkan risiko
perilaku kekerasaan
pada pasien
skizofrenia dengan
perilaku kekerasan.

no Penulis / Judul Tempat Usia , Metode Tujuan Hasil


tahun penelitian sampel, dan penelitian penelitian
jenis kelamin

5 Titik Suerni , Respon RSJD Dr. Sampel penelitian bertujuan Hasil penelitian

30
Livana PH pasien Amino penelitian ini kuantitatif untuk menunjukkan
(2019) perilaku Gondhohutom adalah pasien dengan mengetahui
bahwa mayoritas
kekerasan o Provinsi yang rancangan respons
responden berrespons
Jawa Tengah mempunyai penelitian pasien
kognitif berupa
masalah deskriptif dan dengan
perubahan isi pikir
keperawatan resiko
pendekatan dan menyalahkan
prilaku perilaku
survey. orang
kekerasan kekerasan.
lain, respons afektif
yang
berupa perasaan tidak
berjumlah 20
nyaman, respons
orang
fisiolofis berupa
pandangan tajam dan

tangan mengepal,
respons perilaku
berupa memukul
benda/ orang dan
agresif, respons
sosial berupa

31
sering
mengungkapkan
keinginannya dengan
nada mengancam.

32
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perilaku kekerasan adalah ungkapan perasaan marah dan bermusuhan yang


mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang
atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Sedangkan resiko perilaku kekerasan adalah adanya
kemungkinan seseorang melakukan tindakan dalam bentuk destruktif dan masih
terkontol. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul antara lain prilaku kekerasan,
resiko perilaku kekerasan, dan harga diri rendah. Akibat dari resiko perilaku
kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai diri, orang lain dan merusak
lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya.
Kondisi ini biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif
.

B. SARAN
Sebagai seorang perawat hendak kita dapat memahami tentang perilaku
kekerasan dan resiko bunuh diri serta melaksanakan asuhan keperawatan yang baik
hingga tercapainya derajat kesehatan pasien sebagaimana yang diharapkan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Hermawan Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.

Keliat, B.A.2011. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/16/24

http://ejournal.pancabhakti.ac.id/index.php/jkpbl/article/view/23

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/5405

Link : http://repository.itspku.ac.id/119/

http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/16/24

Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (diterjemahkan oleh Yuni
A). Jakarta : EGC

Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan RS Jiwa Marzuki Mahdi, Bogor. 1997 SOP
dengan II Masalah Keperawatan. Bogor ; Carpenito, L.J.2000. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC

Keliat, B.A.1998. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

34
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149-156, November 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 2 No 3, Hal 149 – 156, November e-ISSN 2621-
2019 FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESTIPITASI PASIEN RESIKO
2978
Persatuan Perawat Nasional IndonesiaPERILAKU
Jawa Tengah KEKERASAN p-ISSN 2685-
9394
Kandar1*, Dwi Indah Iswanti2
1
RSJD dr. Amino GondohutomoProvinsiJawa Tengah
2
Stikes Karya Husada Semarang

*maskandar31@yahoo.com

ABSTRAK
Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien skizofrenia adalah perilaku kekerasan. Kondisi
ini harus segera ditangani karena perilaku kekerasan yang terjadi dapat membahayakan diri pasien,
orang lain dan lingkungan.Penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif yang bersifat
memahami gambaran faktor predisposisi dan presipitasi pada partisipan pasien resiko perilaku
kekerasan. Ada 3 Faktor predisposisi pada Pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah yaitu : Faktor genetik yang menyebabkan pasien
mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor psikologis yang menyebabkan pasien mengalami
risiko perilaku kekerasan antara lain yaitu: Kepribadian yang tertutup, Kehilangan, Aniayaseksual,
Kekerasandalamkeluarga. Faktor sosial budaya yang menyebabkan pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan yaitu: Pekerjaan, Pernikahan.Ada 3 Faktor Presipitasi pada Pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah yaitu ; Faktor
genetik; putus obat sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor psikologis
yaitu konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami risiko perilaku kekerasan. Faktor sosial
budaya yaitu ketidakharmonisan lingkungan tempat tinggal membuat diri ingin marah dan
berbicara dengan kasar.

Kata kunci: predisposisi, presipitasi, resiko perilkau kekerasan

PREDISPOSITION AND PRESTIPITATION FACTORS OF RISK OF VIOLENT BEHAVIOUR

ABSTRACT

The main problem that often occurs in patient with schizofrenia is violent behaviour. This condition
must be overcome immediately because it could endanger patient itself, others abd the
environment. A qualitative research with a descriptive qualitative approach which is understand
the image of predisposing and precipitation factors in participant of patient with risk of violent
behaviour. There are 3 predisposing factors in patient with risk of violent behaviour at The Mental
Hospital of Dr Amino Gondohutomo Central Java Province, that is : Genetic factor, psychological
factor such as closed personality, lose experience, sexual abuse, domestic violence and
Sociocultural factors that is occupation and marriage. Then the 3 precipitatiobn factors in patient
with risk ov violent behaviour are : Genetic factor that is drop out of medicine, Psychological factor
that is body concept and Sociocultural factor namely environmental disharmony that makes
patient become angry and speak rudely.

Keywords: Predisposing, Precipatation, Violent behaviour

PENDAHULUAN dari hubungan interpersonal yang memuaskan,


Kesehatan jiwa adalah kondisi sehat perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
emosional, psikologis dan sosial yang terlihat yang positif dan kesehatan emosional

35
(Videbeck, 2008). Menurut WHO orang diseluruh dunia mengalami gangguan
memperkirakan 450 juta mental, sekitar (10%) orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan (25%)
penduduk diperkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama
hidupnya (WHO, 2009).

36
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar secara fisik maupun psikologi (Keliat et al.,
(RISKESDAS) prevalensi gangguan jiwa 2011).
berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil,
dan gangguan mental emosional pada Menurut Kusumawati dan Hartono (2010)
penduduk Indonesia 6 persen. Gangguan jiwa kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, yang ektrem dari marah atau ketakutan atau
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. panik. Perilaku agresif dan perilaku
Proporsi rumah tangga yang pernah kekerasan sering dipandang sebagai rentang
memasung anggota rumah tangga gangguan dimana agresif verbal di suatu sisi dan
jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada perilaku kekerasan (violence)di sisi yang
penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), lain. Suatu keadaan yang menimbulkan
serta pada kelompok penduduk dengan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah.
kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Hal ini akan mempengaruhi perilaku
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental seseorang. Berdasarkan keadaan emosi
emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, secara mendalam tersebut terkadang perilaku
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, menjadi agresif atau melukai karena
dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes RI, penggunaan koping yang kurang bagus.
2013).
METODE
Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2013
Penelitian kualitatif dengan pendekatan
di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 121.962.
kualitatif deskriptif yang bersifat memahami
Sebagian besar kunjungan gangguan jiwa
gambaran faktor predisposisi dan presipitasi
adalah di rumah sakit (67,29%), sedangkan
pada partisipan pasien resiko perilaku
32,71% lainnya di Puskesmas dan sarana
kekerasan, dengan analisa data kualitatif
kesehatan lain (Dinkes Jateng,
colaizzi. Sampel 5 pasien dengan diagnosis
2013).Sebagian besar pasien dengan
keperawatan resiko perilaku kekerasan.
skizofrenia dan gangguan mental tidak
Dilakukan penelitian pada bulan Maret 2019
dengan kekerasan. Meskipun demikian,
di RSJD dr. Amino Gondohutomo Provinsi
risiko kekerasan pada pasien dengan
Jawa Tengah.
gangguan ini lebih besar dari pada populasi
umum. Risiko ini sangat tinggi di skizofrenia
HASIL
dan gangguan mental dengan gangguan
Faktor prediposisi
penggunaan zat adiktif, ketergantungan
a. Faktor genetik
alkohol, depresi, dan gangguan kepribadian,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
bahkan tanpa hal tersebut (Volavka, 2013).
faktor genetik tidak mempengaruhi partisipan
Permasalahan utama yang sering terjadi pada
mengalami perilaku kekerasan (RPK).
pasien skizofrenia adalah perilaku kekerasan.
Berdasarkan hasil wawancara bersama
Kondisi ini harus segera ditangani karena
kelima pasien RPK di ruang Brotojoyo RSJD
perilaku kekerasan yang terjadi dapat
Gondohutomo Jawa Tengah pasien
membahayakan diri pasien, orang lain dan
mengatakan bahwa“Tidak ada anggota
lingkungan (Saseno & Kriswoyo, 2013).
keluarga yang mengalami gangguan jiwa”
(R1, R2, R3, R4, dan R5).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang
b. Faktor psikologis
dapat membahayakan secara fisik, baik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kepada diri sendiri maupun orang lain
faktor psikologis yang mempengaruhi
(Afnuhazi, 2015). Menurut Erwina (2012)
partisipan mengalami perilaku kekerasan
perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk
antara lain:
kekerasan dan pemaksaan secara fisik
1) Kepribadian yang tertutup
maupun verbal ditunjukkan kepada diri
Partisipan mengungkapkan bahwa memiliki
sendiri maupun orang lain. Perilaku
kepribadian yang tertutup merupakan
kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku
penyebab dari seseorang mengalami
yang bertujuan untuk melukai seseorang
gangguan jiwa, kepribadian yang tertutup

37
yang tidak pernah mengungkapkan atau Partisipan mengatakan sebagai berikut:
menceritakan permasalahannya membuat
partisipan menyimpan seluruh beban-beban “Waktu itu saya minta uang jajan sama
permasalahan di jiwanya. Partisipan orangtua mba, tapi saya tidak di kasih uang.
menyatakan sebagai berikut:
Saya jadi sering marah –marah mba lalu
“Saya tidak pernah ceritake orang lain mba,
karna ga ada yang bisa dipercaya. Akhirnya
nggrundel-nggrundel nengati trus numpuk-
numpuk akhirnya marah, Paijo dan
Patimah yang suruh-suruh saya mba.” (P1).

2) Kehilangan
Partisipan mengungkapkan bahwa perasaan
kehilangan yang sangat mendalam yang
dialami oleh partisipan merupakan penyebab
dari seseorang mengalami gangguan jiwa,
yang menyebabkan partisipan bisa dirawat di
rumah sakit jiwa. Partisipan menyatakan
sebagai berikut:

“saya cerai dengan suami pertama mas,


setelah itu saya menikah lagi. Tapi berapa
tahun kemudian suami saya yang kedua
meninggal mas. Rasanya sangat
menyakitkan. Saya suka marah-marah
keanak-anak” (R3).

3) Aniayaseksual
Berdasarkan hasil wawancara partisipan
mengungkapkan bahwa aniaya seksual
menyebabkan pasien mengalami risiko
perilaku kekerasan. Partisipan mengatakan
sebagai berikut:

“suami pertama saya dulu dating kerumah


hanya untuk berhubungan intim setelah
selesai suami saya meninggalkan saya mba.
Jadi, saya sangat kesal mba. Saya suka
bakar barang - barang di rumah dan suka
marah - marah. Waktu itu saya berumur 30
tahun.”(R3).

4) Kekerasandalamkeluarga
Berdasarkan hasil partisipan wawancara
mengungkapkan bahwa partisipan pernah
mengalami kekerasan dalam keluarga.

38
bapak pukul saya kaki dan paha saya biru.
Saya sering berantem sama keluarga” (R2). “sudah tiga kali saya di rawat di rumah sakit
sini mba. Keluarga saya yang bawa saya
kesini.” (R3)
c. Faktor sosial budaya
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
faktor sosial budaya yang mempengaruhi
partisipan mengalami perilaku kekerasan,
yaitu:
1) Pekerjaan
Pada saat dilakukan wawancara pasien
mengungkapkan bahwa:
“Dulu saya bekerja berpindah – pindah
mba, terakhir saya itu kerja di pabrik jamu,
tapi gajinya sedikit. Saya memilih untuk
buka toko sendiri. Jualan rokok-rokok, kopi
di pinggir jalan. Tempatnya itu saya sewa.
Kadang laku kadang juga ngga. Karena
capek saya suka marah-marah”. (R4)

2) Pernikahan
Pada saat dilakukan wawancara pasien
mengungkapka nbahwa:
“Suami saya yang pertama, dia hanya
dating untuk berhubungan intim dengan
saya. Setelah itu dia pergi meninggalkan
saya. Akhirnya saya minta cerai mba.
Waktu itu saya berumur 30 tahun. Sejak
saat itu saya suka membakar barang –
barang di rumah. Kemudian saya menikah
lagi, tapi beberapa tahun kemudian suami
saya meninggal mba” (R3).

Faktor presipitasi
a. Faktor genetik
Putus obat sebagai pencetus pasien
mengalami risiko perilaku kekerasan. Pasien
mengungkapkan bahwa penyebab putus obat
disebabkan berbagai faktor, seperti efek
samping obat yang membuat pasien pusing,
tidak ada yang mengingatkan untuk kontrol
dan minum obat serta keinginan untuk tidak
mengkonsumsi obat lagi. Partisipan
menyatakan sebagai berikut:

“ini perawatan yang kedua kali mba, dulu


itu saya tidak kontrol, trus sudah empat
bulan saya tidak minum obat mba, akhirnya
saya kumat seperti sekarang ini” (R1).
39
b. Faktor psikologis Menurut beberapa ahli faktor genetik tidak
Konsep diri sebagai pencetus pasien cukup untuk menurunkan gangguan jiwa pada
mengalami risiko perilaku kekerasan. generasi berikutnya, penyebab terjadinya
gangguan jiwa adalah interaksi antar faktor
“saya merasa tidak terima mba, tanah saya genetik dengan pola asuh yang dikembangkan
dimiliki oleh tetangga saya. Saya berantem dalam keluarga (Varcarolis
sama tetangga, kadang saya juga suka
marah-marah sama anak. Tapi kok saya di
bawa kesini mba?” (R5)

c. Faktor social budaya


Partisipan mengungkapkan bahwa konflikv
lingkungan yang menjadi stressor dan
penyebab seseorang mengalami gangguan
jiwa. Ketidakharmonisan membuat diri ingin
marah dan berbicara dengan kasar. Partisipan
menyatakan sebagai berikut:

“Saat tinggal dirumah lama banyak


tetangga saya yang tidak suka sama saya
mba. Mereka suka menceritakan saya. Saya
jadi suka adu mulut sama mereka yang
menceritakan saya mba. Kadang rasanya
mau pukul, tapi kalau mau pukul kayak
sayang juga mba”. (R4)

PEMBAHASAN
Faktor predisposisi
a. Faktor genetik
Berdasarkan hasil wawancara, tidak terdapat
partisipan yang mengungkapkan bahwa ada
anggota keluarga yang pernah dirawat di
rumah sakit Amino Gondohutomo namun
berdasarkan teori Faktor genetik mempunyai
peranan dalam terjadinya skizofrenia,
meskipun sulit dipisahkan apakah karena
faktor genetik atau lingkungan. Kembar
identi dipengaruhi oleh gen sebesar 50%
terjadinya skizofrenia, sedangkan kembar
monozygot sekitar 40% dan kembar dizygot
pengaruhnya sebesar 1,8 – 4,1 % (Stuart,
2013). Skizofrenia kemungkinan berkaitan
dengan kromosom 1,3,5,11 dan koromosom
X. penelitian genetic ini dihubungkan dengan
COMT (catechol-O-Methyl Transferase)
dalam enconding dopamine sehingga
mempengaruhi fungsi regulasi dopamine.

40
2010, dalam Wardayani, 2010). Sebuah
penelitian tentang “schizophrenia virus”
(Moreno et al, 2011) berdasarkan data
bahwa paparan virus influenza saat prenatal
selama trimester pertama kehamilan
memungkinkan menjadi salah satu faktor
terjadinya skizofrenia meskipun pada
kehamilan yang lain tidak terjadi.

b. Faktor psikologis
1) Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan dimana
seseorang merasa kekurangan atas
ketiadaan sesuatu yang tadinya ada.
Kehilangan disebabkan oleh berbagai
macam yaitu kehilangan orang yang
dicintai, barang maupun pekerjaan. Rasa
kehilangan akan menyebabkan seseorang
merasa cemas hingga mengalami
kecemasan yang berlebihan itulah yang
akan menyebabkan seseorang mengalami
gangguan kejiwaan (Saputri, 2016).
Menurut Potter & Perry (2005), kehilangan
merupakan keadaan seseorang yang
mengalami perpisahan dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada.
Sedangkan menurut Stuart & Sudeen
(1998), kehilangan merupakan perpindahan
keadaan seseorang yang awalnya memiliki
dari ada menjadi tidak ada. Seseorang yang
mengalami kehilangan, kegagalan dan
berduka akan merasakan perasaan yang
tidak enak dan tidak nyaman. Perasaan
yang berlebihan akan menyebabkan
seseorang tertekan dan terganggu
kejiwaannya. Perasaan cemas yang
berlebihan akan sangat mempengaruhi
seseorang mengalami gangguan jiwa dan
dapat mengakibatkan terjadinya risiko
perilaku kekerasan.

2) Kepribadian
Menurut Allport (1971 dalam Sobur, 2003)
kepribadian adalah organisasi-organisasi
dinamis sistem-sistem psikofisik dalam
individu yang turut menentukan cara-
caranya yang unik/khas dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Cattel (1965 dalam
Sobur, 2003) kepribadian adalah sesuatu
yang menentukan perilaku dalam ketetapan
situasi dan kesadaran jiwa. Menurut Stuart
(2009) faktor yang mendukung terjadinya
risiko perilaku kekerasan yaitu kepribadian
tertutup.
41
Kebanyakan pasien yang mengalami risiko mendapatkan gaji yang rendah namun
perilaku kekerasan memiliki tipe kepribadian dengan beban kerja yang tinggi. Rendahnya
introvert. Individu dengan tipe kepribadian tingkat sosial ekonomi atau kemiskinan,
introvert lebih tertuju kepada tenaga bersifat berhubungan dengan ketersediaan informasi
intuitif dan suka mengkhayal, merenung, dan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
ragu-ragu dalam mencapai keputusan akhir. pemenuhan kebutuhan yang lain termasuk
Selain itu, orang memiliki tipe kepribadian pelayanan kesehatan. Kondisi seperti ini akan
introvert tidak menyenangi keramaian menyebabkan keterbatasan dalam
sehingga tidak hanya datang untuk penyelesaian masalah dan akhirnya merasa
berkumpul bersama dengan orang lain tetapi frustasi dengan kondisinya serta merasa iri
lebih punya tujuan tertentu dan ketika jika melihat kemampuan yang dimiliki orang
menghadiri kegiatan mereka juga terlihat lain, seseorang merasa malu dan marah pada
kurang percaya diri sehingga tidak berani diri sendiri, orang lain dan lingkungan
dalam bertidak, dan cenderung pemalu (Nurwiyono, 2014).
(Yanuar, 2012). Menurut Putra (2015) orang
dengan kepribadian introvert cenderung 2) Pernikahan
hidup dalam dunianya sendiridan kurangnya Penderita risiko perilaku kekerasan yang
interaksi dengan dunia luar, memiliki pribadi dirawat dengan gangguan jiwa memiliki
yang tertutup, sulit untuk bersosialisasi
riwayat status perkawinan hampir
dengan orang lain, dan sering menarik diri setengahnya belum menikah atau bercerai.
dari suasana yang ramai. Mereka cenderung Status perkawinan dapat dikaitkan dengan
melakukan sesuatu dengan hati-hati dan tidak adanya teman dekat yakni pasangan dalam
mudah percaya dengan kata hati. kepribadian suka dan duka, yang menjadi pendukung atau
juga berperan besar dalam kejadian gangguan penyemangat bagi partisipan (Stuart, 2009).
jiwa pada seseorang (Fadli, 2016). Tidak terpenuhinya atau kegagalan dalam
memenuhi tugas perkembangan pada masa
c. Faktor sosial budaya
perkawinan merupakan stresor bagi individu.
1) Pekerjaan
Rasa malu dan marah dapat menimbulkan
Faktor status sosioekonomi yang rendah frustasi bagi penderita sehingga
menjadi penyumbang terbesar adanya mengakibatkan penderita cenderung
gangguan jiwa dan menyebabkan perilaku mengalami perilaku maladaptif (Nurwiyono,
agresif dibandingkan dengan pada seseorang 2014).
yang memiliki tingkat perekonomian tinggi.
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 1
bahwa kemiskinan dan kesehatan mental partisipan pada penelitian ini yang
ditemukan bahwa terdapat perbedaan risiko mengalami masalah status perkawinan yaitu
untuk mengalami gangguan jiwa antara perceraian. Kegagalan dalam membina
kelompok utama yang diukur dari strata hubungan rumah tangga akan memberikan
sosial dan kemiskinan (Townsend, 2014). stresor bagi individu yang berujung pada
Pada golongan dengan status sosioekonomi perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
yang rendah lebih rentan terhadap masalah partisipan. Partisipan mengalami kesedihan
kesehatan jiwa. Seseorang yang tidak dengan kondisi pada dirinya sendiri dan
memiliki pekerjaan mempengaruhi kejadian merasa iri jika melihat orang lain pacaran
perilaku kekerasan, masalah status atau menikah, partisipan merasa malu dan
sosioekonomi yang rendah berdampak pada marah pada diri sendiri, orang lain dan
status kesehatan jiwa seseorang dan lingkungan (Nurwiyono, 2014).
berpotensi menyebabkan gangguan jiwa dan
menyebabkna perilaku agresif atau risiko
Faktor presipitasi
perilaku kekerasan (Keliat, 2003).
a. Faktor biologis
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 2
Penelitian ini partisipan mengalami risiko
partisipan yang mengungkapkan bahwa
perilaku kekerasan karena adanya tuntutan
selama di rumah tidak rutin meminum obat.
masalah dari pekerjaannya yang yaitu
Penyakit yang tidak terkontrol, putus obat,

42
kecemasan karena kegagalan dalam c. Faktor sosial budaya
mengerjakan sesuatu akan menimbulkan Pada umumnya seseorang akan marah
perilaku kekerasan (Stuart, 2005). Penyakit apabila dirinya merasa terancam, baik
yang tidak terkontrol dan putus obat akan berupa kekerasan secara fisik, psikis maupun
menyebabkan ketidakseimbangan kembali ancaman terhadap konsep dirinya. Seseorang
komponen kimia dalam otak yang akhirnya akan mengalami peningkatan emosional jika
memicu kembali individu utuk melakukan mendapatkan penghinaan, kekerasan,
perilaku kekerasan. Hal ini menjelaskan kehilangan seseorang yang berarti, konflik
bahwa peran obat disini penting dalam dengan teman maupun keluarga, dan ketika
mengontrol perubahan-perubahan kimia yang merasa terancam baik permasalahan internal
terjadi didalam otak sehingga pemantauan maupun eksternal (Hardiyanti, 2016).
akan penggunaan obat sangat diperlukan Konflik lingkungan ini sering menjadi salah
dalam mengatasi perilaku kekerasan. satu faktor presipitasi bagi penderita untuk
kembali dirawat di Rumah Sakit Jiwa atau
Frekuensi masuk rumah sakit pada pasien meningkatkan kekambuhan risiko perilaku
perilaku kekerasan rata-rata pernah dirawat kekerasan seseorang. Kondisi seseorang
lebih dari 2 kali. Waktu atau lamanya seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
terpapar stessor akan berdampak terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
adanya keterlambatan dalam mencapai yang kurang dapat menjadi penyebab
kemampuan dalam kemandirian pasien perilaku kekerasan. Berbeda dengan kritikan
(Stuart, 2013). Kepatuhan pengobatan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
merupakan tantangan utama dalam perawatan orang yang dicintai atau pekerjaan dan
pasien dengan skizofrenia sehingga dapat kekerasan merupakan faktor penyebab dari
mengurangi kejadian masuk rumah sakit. risiko peralaku kekerasan (Hardiyanti, 2016).
Seringnya mengalami kekambuhan membuat
kondisi pasien semakin bertambah parah Berdasarkan hasil wawancara terdapat 2
karena setiap mengalami penurunan partisipan yang mengalami konflik
kemampuan sehingga berpengaruh terhadap lingkungan yaitu berkelahi dengan teman,
fungsi kualitas hidup pasien. Kualitas hidup mendapatkan penghinaan dari teman, dan
dan fungsi sosial merupakan hal utama yang konflik dengan keluarga. Interaksi sosial
harus diperhatikan pada pasien gangguan yang provokatif dan konflik lingkungan
jiwa (Galupi, 2010). Berdasarkan penjelasan dapat memicu timbulnya perilaku kekerasan
diatas dapat dilihat bahwa pentingnya (Hardiyanti, 2016). Pengalaman sosial yang
menjaga kepatuhan pasien terhadap tidak menyenangkan seperti mendapatkan
pengobatan gangguan jiwa untuk mencegah kritikan yang mengarah penghinaan, interaksi
kekambuhan dan perawatan berulang di sosial yang provokatif atau konflik, dan sulit
rumah sakit guna meningkatkan fungsi memperhatikan hubungan interpersonal dapat
pasien dalam kehidupan keluarga dan mempengaruhi mencetuskan perilaku
bermasyarakat.\ kekerasan terjadi kembali (Afifah, 2017).
b. Faktor psikologis SIMPULAN DAN SARAN
Kondisi pasien yang tidak diterima oleh Simpulan
lingkungan sekitar sebagai salah penyebab
pasien melakukan tindakan resiko perilaku Ada 3 Faktor predisposisi pada Pasien
kekerasan. Senada dengan Teori dengan Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD
psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat Tengah yaitu : Faktor genetik yang
mengakibatkan tidak berkembangnya ego menyebabkan pasien mengalami risiko
dan membuat konsep diri yang rendah. perilaku kekerasan. Faktor psikologis yang
Agresif dan kekerasan dapat memberikan menyebabkan pasien mengalami risiko
kekuatan dan meningkatkan citra diri perilaku kekerasan antara lain yaitu:
(Nuraenah, 2012: 30). Kepribadian yang tertutup, Kehilangan,
Aniayaseksual, Kekerasandalamkeluarga.
Faktor sosial budaya yang menyebabkan
43
pasien mengalami risiko perilaku kekerasan Keliat BA, Akemat& Helena C.D, Nurhaeni,
yaitu: Pekerjaan, Pernikahan. H (2012)
KeperawatanKesehatanJiwaKomunitas
Ada 3 Faktor Presipitasi pada Pasien dengan :CMHN (Basic Course) Jakarta :
Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD Dr. PenerbitBukuKedokteran EGC.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
yaitu; faktor genetik; Putus obat sebagai Kemenkes RI (2013) RisetKesehatanDasar
pencetus pasien mengalami resiko perilaku (Riskesdas) 2013, LaporanNasional
kekerasan. Faktor psikologis yaitu Konsep 2013.
diri; tidak diterima lingkungan sekitar
sebagai pencetus pasien mengalami risiko Nurheni H (2011)
perilaku kekerasan. Faktor sosial budaya KeperawatanKesehatanJiwa : CMHN,
yaitu ketidakharmonisan lingkungan tempat Jakarta, EGC
tinggal membuat diri ingin marah dan
berbicara dengan kasar. Saputri,A.I (2016).
AnalisisFaktorPredisposisi Dan
Saran PresisipitasiGangguanJiwa di
Bagi pasien yang memiliki faktor RuangInstalasiGawatdarurat RSJD
predisposisi, erpikir positif bahwa didalam Surakarta, NaskahPublikasi, 1-11.
dirinya ada gen yang menyebabkan resiko Diterimadarihttp://eprints.ums.ac.id/44
perilaku kekerasan, menceritakan kepada 990/
profesional tentang permasalahan yang
dihadapi, membina keluarga dengan Saseno&Kriswoyo PG (2013)
harmonis lewat memahami peran dan fungsi PengaruhTindakan Restrain
dari tiap anggota keluarga. Bagi pasien yang denganmansetterhadapSkizofrenia
memiliki faktor presipitasi, kesadaran pada .JurnalKeperawatanMersi, 4 (2)
pasien bahwa pasien masih membutuhkan
terapi yang salah satunya adalah obat untuk Subagyo,W.,Wahyuningsih,D,,&Mukhad,M.
mengontrol rasa marah, membantu pasien (2013) Stres Management Of Client
untuk mampu memahmi orang lain bukan With Mental Disorder After
dipahami orang lain. Hospitalization. JurnalRisetKesehatan
Vol 2,No 1 (ISSN:2252-5068 e-
DAFTAR PUSTAKA ISSN:2461-1026),288-291
Ashturkar,M.D., &Dixit,J.V.(2013).Selected
Epidemiological Aspects of Waters, F (2014). Schizophrenia. Retrieved
Schizophrenia: Across Sectional Study Desember 20, 2017, from
At Terityary Care Hospital http://www.psychiatrictimes.com/schiz
Maharashra. National Journal of ophrenia/auditory-hallucinations-adult-
Community Medicine, 65-69 populations.

Damaiyanti, Mukhripah&Iskandar (2012) WHO. (2017, Februari 23). Mental


AsuhanKeperawatanJiwa. Bandung. Disorders. Retrieved April 03,2017,
PT.RefikaAditama. from
http://www.who.int/mental_health/ma
DinkesJateng (2013) nagement/depression/prevalence_glob
ProfilKesehatanJiwaJawa Tengah.74. al_helath_estimates/en/.

EkoPrabowo (2014) Wibowo,S (2016) PenderitaGangguanJiwa di


Konsep&AplikasiAsuhanKeperawatan Jawa Tengah Terus Meningkat.
Jiwa. Yogyakarta, NuhaMedika. Retrieved April
18,2017,fromTempo.co:http://gaya.te
Keliat BA &Akemat (2009) Model mpo.co/read 811005/penerita-
PraktekProfesionalJiwa. Jakarta. gangguan-jiwa-di-jawa-tengah-terus-
PenerbitBukuKedokteran EGC.
44
meningkat. Diaksespadatanggal 23
April 2017

Yosep. L. Puspawati,N.N., &Sirait,A. (2017)


PengalamanTraumatikiPenyebabGang
guanJiwa ( Skizofrenia) Pasien di RSJ
Cimahi .MajalahKedokteran Bandung
Volume 41 No.4 tahun 2009
http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v41n4.
253,194-200

45
UPAYA PENURUNAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN CARA FISIK :
PUKUL BANTAL PADA
PASIEN DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

JURNAL PUBLIKASI

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir


Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Program
Diploma III Keperawatan

Oleh :

RESA WIWIT ARDITIA


2016.011.953

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN PKU


MUHAMMADIYAH SURAKARTA
46
2019

47
PROFESI (Profesi Islam)
Media Publikasi Penelitian; 2017; Volume 15; No 1.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

UPAYA PENURUNAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN CARA


FISIK : PUKUL BANTAL PADA PASIEN DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN
SURAKARTA

Resa Wiwit Arditia1* , Weni Hastuti2 ,Wijayanti3


1
Mahasiwa DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta
2
Dosen DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta
3
Dosen DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta
JL.Tulang Bawang Selatan No.26 Tegalsari RT 02 RW 32, Kadipiro, Surakarta

*Email: wiwitarditia123@gmail.com

Kata Kunci Abstrak


Pukul Kekerasan Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat melukai diri
bantal, sendiri, orang lain, maupun lingkungan dan psikologisnya. Berdasarkan studi pendahuluan
resiko pada tanggal Januari 2019 Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta pada
perilaku bulan Januari sampai dengan bulan November, ditemukan masalah keperawatan pada klien
resiko perilaku kekerasan sebesar 1.616 Klien. Salah satu masalah dari gangguan jiwa yang
menjadi penyebab di bawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan yang ditunjukkan
dengan perilaku aktual melakukan kekerasan pada diri sendiri dan lingkungan. Pelaksanaan
resiko perilaku kekerasan adalah dengan cara hubungan saling percaya dan pukul bantal.
Tujuan studi kasus ini menyusun resume asuhan keperawatan jiwa pada klien perilaku
kekerasan dengan tindakan pukul bantal dalam upaya melupakan kemarahan di rumah sakit
jiwa dr. Arif Zainudin Surakarta dan mengetahui manfaat strategi pelaksanaan pukul bantal
untuk mengurangi resiko perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa dr. Arif Zainudin
Surakarta.Metode dalam studi kasus ini menggunakan metode pengumpulan data melalui
metode observasi, wawancara dan dokumentasi yang meliputi data primer dan sekunder
serta ditambah menggunakan instrumen studi kasus yang menerapkan format asuhan
keperawatan jiwa meliputi : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
yang dilakukan selama 3x pertemuan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali
pertemuan, ketiga klien mengatakan mampu mendemonstrasikan teknik pukul bantal ketika
ingin marah dan merasakan puas dengan melampiaskan marahnya dengan cara pukul
bantal, sehingga tidak merugikan orang lain ataupun diri sendiri. Strategi pelaksanaan
dengan cara pukul bantal efektif menurunkan resiko
perilaku kekerasan.

EFFORTS TO REDUCE RISK OF VIOLENCE BEHAVIOR WITH PHYSICAL WAY:


PILLOW PILLOWS IN RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Keywords Abstract
Hit the Violent behavior is a form of behavior that can hurt yourself, others, and the environment and
pillow, psychological. Based on a preliminary study on January 2019 Regional Mental Hospital, dr.
risk Arif Zainudin Surakarta in January to November, found nursing problems for clients the risk
violent of violent behavior was 1,616 Clients. One of the problems of mental disorders that are the
behavior cause of being brought to the hospital is violent behavior which is shown by actual behavior of
violence on oneself and the environment. The implementation of the risk of violent behavior is
by means of mutual trust and pillow hits.Objective to compile a mental nursing care resume
on clients of violent behavior with pillow hit actions in an effort to forget anger in the
psychiatric hospital of Dr. Arif Zainudin Surakarta and find out the benefits of implementing a
pillow pillow hits strategy to reduce the risk of violent behavior in mental hospitals Dr. Arif
Zainudin Surakarta. Methods in this case study uses data collection methods through
observation, interview and documentation methods which include primary and secondary data
and added using case study instruments that apply the mental nursing care format including:
assessment, diagnosis, intervention, implementation and evaluation conducted during 3x
meetings.Results after nursing actions for 3 meetings, the three clients said they were able to
demonstrate the technique of pillow cushions when they wanted to be angry and feel

48
satisfied by venting their anger by
beating the pillow, so as not to harm other people or themselves. Conclusion the strategy of
implementing pillow cushions effectively reduces the risk of violent behavior.
PENDAHULUAN kekerasan. Diperkirakan sekitar 60% menderita
resiko perilaku kekerasan di Indonesia
Sehat menurut World Health
Organization (WHO) yaitu kesehataraan fisik
lengkap, mental dan kesejahteraan sosial dan
bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan. Sehat adalah kondisi normal
seseorang yang merupakan hak individunya.
Sehat berhubungan dengan hukum alam yang
mengatur tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa
udara segar, sinar matahari, santai, kebersihan
serta pikiran, kebiasaan dan gaya hidup yang
baik.
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 pasal 1
tentang kesehatan jiwa dijelaskan bahwa
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana
seseorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya.
Menurut World Health Organization
(WHO), kesehatan jiwa merupakan suatu
keadaan dimana seseorang yang terbebas dari
gangguan jiwa, dan memiliki sikap positif
untuk menggambarkan tentang kedewasaan
serta kepribadiannya. Menurut data WHO pada
tahun 2012 angka penderita gangguan jiwa
secara global, sekitar 450 juta orang menderita
gangguan mental (Kemenkes RI, 2014).
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan
dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan
mental yang disebabkan oleh kegagalan
mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-
fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksternal
dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul
gangguan fungsi atau gangguan struktur dari
suatu bagian, suatu organ atau sistem kejiwaan
dan mental (Erlinafsiah, 2010). Gangguan jiwa
menurut PPDGJ III adalah sindrom pola
perilaku seseorang yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) didalam satu atau lebih
fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi
psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan
itu tidak hanya terletak didalam hubungan
antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maramis, 2010).
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2017, menyatakan jumlah
penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai
2,5 juta yang terdiri dari pasien resiko perilaku

49
(Winarta, 2015). Menurut Dinas Kesehatan depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun
Kota Jawa Tengah (2012), mengatakan keatas mencapai 14 juta orang atau 6% dari
angka kejadian penderita gangguan jiwa di jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
Jawa Tengah berkisar antara 3.300 orang prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
hingga skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang
9.300 orang. atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk
Perilaku kekerasan adalah suatu (Kemenkes
keadaan hilangnya kendali perilaku RI, 2016).
seseorang yang diharpkan pada diri sendiri, Berdasarkan data yang diperoleh dari
orang lain, atau lingkungan. Perilaku RSJD dr.Arif Zainudin Surakarta pada bulan
kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk Januari pasien yang terdiagnosa perilaku
melukai diri sendiri untuk bunuh diri atau kekerasan ada 140 klien, Februari 135 klien,
membiarkan diri dalam bentuk penelantaran Maret 144 klien, April 148 klien, Meii 168
diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah klien, Juni 123 klien, Juli 129 klien, Agustus
tindakan agresif yang ditujukan untuk 158 klien, September 173 klien, Oktober 173
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku klien, November 125 klien (Rekam Medik,
kekerasan dapat berupa perilaku merusak 2018). Salah satu masalah dari gangguan jiwa
lingkungan, melempar kaca, dan semua yang yang menjadi penyebab di bawa ke rumah sakit
ada dilingkungan (Yusuf, 2015). adalah perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan merupakan respon Resiko perilaku kekerasan salah satunya
terhadap sensor yang dihadapi oleh sesorang yaitu membina hubungan saling percaya,
yang ditunjukkan dengan perilaku aktual membantu klien mengenal kerugian dan
melakukan kekerasan baik pada diri sendiri, keuntungan perilaku kekerasan, latih cara
orang lain, maupun lingkungan secara verbal mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
maupun non verbal, bertujuan untuk melukai yaitu tarik nafas dalam dan pukul bantal
orang lain secara fisik maupun psikologis masukkan kejadwal harian klien. Karena
(Yosep, 2011). Menurut Riskesdas 2013 mengontrol marah dengan cara melatih pasien
menujukkan prevalensi gangguan mental pukul bantal bertujuan untuk meluapkan
emosional yang ditunjukkan dengan gejala perasaan marahnya dengan mengalihkan objek
pada sebuah benda atau dalam hal ini bantal, Studi Kasus didapatkan data yang diperoleh
pukul bantal bertujuan mengalihkan apa yang dari wawancara dengan pasien, observasi
klien rasakan dengan perumpamaan, hal ini langsung dan dari status pasien yang ada di
supaya tidak terjadi adanya risiko mencederai rumah sakit, didapatkan data Ny. S, Ny. R, Ny. L,
pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan dapat disimpulkan bahwa ketiga klien tersebut
sekitar (Soekarno, 2015). ditegakkan diagnosa resiko perilaku kekerasan
Berdasarkan latar belakang dan hasil dan dilakukan tindakan keperawatan selama 3
pengkajian penulis terhadap kontrol perilaku kali pertemuan dengan tujuan, dan perencanaan
kekerasan, penulis tertarik untuk melakukan yaitu tujuan umum antara lain klien dapat
studi kasus dengan judul “ Upaya Penurunan mengontrol perilaku kekerasan. Intervensi antara
Resiko Perilaku Kekerasan dengan Cara Fisik : lain membina hubungan saling percaya,
Pukul Bantal pada pasien di RSJD dr.Arif mengidentifikasi penyebab perilaku
Zainudin Surakarta”. kekerasannya, mengidentifikasi tanda-tanda saat
terjadi perilaku kekerasan, mengidentifikasi jenis
METODE PENELITIAN perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya,
Studi kasus ini menggunakan metode mengidentifikasikan akibat perilaku kekerasan,
observasi parsipasif, wawancara, dan mengidentifikasikan cara efektif dalam
dokumentasi dengan menggunakan format mengungkapkan kemarahannya,
asuhan keperawatan pada pasien resiko mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
perilaku kekerasan, lembar observasi, alat tulis, kekerasan, memperagakan cara mengontrol
lembar jadwal aktivitas terjadwal sebagai perilaku kekerasan yaitu, cara fisik : nafas dalam,
instrumen dan dilaksanakan di RSJD dr. Arif pukul bantal. Dibuktikan dengan hasil observasi
Zainudin Surakarta, di bangsal Srikandi, yang pada Ny. S menujukkan skor antara 0-2 yaitu
diambil 3 pasien berjenis kelamin perempuan, resiko perilaku kekerasan teratasi. Pada Ny. R
Studi Kasus dilaksanakan pada tanggal 22 Mei menunjukkan skor 0-2 yaitu resiko perilaku
2019 sampai 24 Mei 2019. kekerasan teratasi. Pada Ny. L

HASIL DAN PEMBAHASAN


50
menunjukkan skor 0-2 yaitu resiko perilaku jengkel. Data pasien III : Ny. L dari hasil
kekerasan teratasi. pengkajian didapatkan data subyektif : klien
Tabel 4.1. Skor Perilaku Kekerasan mengatakan dipaksa kontrol oleh kakaknya dan
Nama Sebelum
Jenis
Sesudah mengakibatkan marah-marah, mengamuk,
dilakukan dilakukan pasien mengatakan jengkel jika ingat tidak
Pasien tindakan
tindakan tindakan dinafkahi suaminya, klien mengatakan ingin
Ny. S 4 Pukul Bantal 0 kabur dari rumah.
Ny. R 5 Pukul Bantal 2 Menurut Fitria (2009) perawat dapat
Ny. L 4 Pukul Bantal 1 mengidentifikasi dan mengobservasi data
Menurut Fitria (2009) perawat dapat obyektif perilaku kekerasan, yaitu : secara
mengindentifikasi data subyektif perilaku fisik: muka merah dan tegang, mata
kekerasan, yaitu : klien mengancam, klien melotot/pandangan tajam, tangan mengepal,
mengumpat dengan kata-kata kotor, klien rahang mengatup, wajah memerah dan tegang,
mengatakan dendam dan jengkel, klien postur tubuh kaku, suara keras, ketus. Hal ini
mengatakan ingin berkelahi, klien sesuai dengan hasil pengkajian data pasien I :
menyalahkan dan menuntut, klien Ny. S dari hasil pengkajian didapatkan data
meremehkan. Teori ini sesuai dengan hasil obyektif : klien berbicara ketus dan keras,
pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 wajah klien cepat berubah senang kadang
April 2019, data pasien I : Ny. S dari hasil berubah sedih. Data pasien II : Ny. R dari hasil
pengkajian didapatkan data subyektif : klien pengkajian didapatkan data obyektif : klien
mengatakan marah-marah dengan ibunya tampak buang muka saat diajak ngobrol, klien
setelah ditinggal suami pertamannya tampak kontak mata kosong, klien tampak
selingkuh. Data pasien II : Ny. R dari hasil berbicara ketus. Data pasien III : Ny. L dari
pengkajian didapatkan data subyektif hasil pengkajian didapatkan data obyektif :
: klien mengatakan ingin marah-marah, ingin klien tampak berbicara ketus, pandangan tajam.
mengamuk jika ingat suaminya pernah Hasil temuan Keliat (2009) yang
menganiaya, klien mengatakan merasa menyatakan pukul bantal juga dapat diartikan
memberikan cara menyalurkan fisik, atau
digunakan untuk melepaskan perasaan yang pada Ny. S mengatakan di tinggal suami pertama
tertekan biasanya beermusuhan, pada objek selingkuh sehingga menyebabkan ia marah –
yang tidak begitu berbahaya seperti pada marah dengan ibunya, berbicara kasar terhadap
mulanya yang membangkitkan emosi hal ini tetangga, berteriak – teriak, Data objektif antara
dapat disebut dengan istilah displacement. lain klien berbicara ketus dan keras, wajah klien
Selain itu pukul bantal sangat mudah untuk cepat berubah senang kadang berubah sedih. Data
dilakukan kapanpun, dan dengan pukul bantal Subyektif pada Ny. R (38 tahun) yaitu Ny. R
bisa semua amarah dan ekspresi yang mengatakan mengamuk, dan menampar salah
dirasakan oleh klien tersalurkan. satu pegawai di URS Estu Utomo, ia merasa
Berdasarkan hal ini dibuktikan setelah 3 jengkel dan tidak suka dengan petugas yang
kali pertemuan dengan peneliti ke 3 klien ditamparnya, data obyektif antara lain klien
mengatakan sudah dapat mendemonstrasikan tampak buang muka saat diajak ngobrol, klien
teknik pukul bantal ketika ingin marah dan tampak kontak mata kosong, klien tampak
merasakan puas. Faktor pengalaman yang berbicara ketus. Data Subyektif pada Ny. L (35
dialami tiap orang merupakan faktor tahun), yaitu Ny. L mengatakan tidak pernah
predisposisi, artinya secara biologis klien dinafkahi oleh suami, ingin marah
menjadikan perkembangan sistem saraf yang – marah terus, jengkel, mengatakan ingin kabur
berhubungan dengan respon neurobiologis dari rumah, data obyektif didapatkan data klien
yang maladaptif baru mulai dipahami, secara tampak bicara ketus. Maka didapatkan diagnosa
psikologis terjadi pengalaman masa lalu yang keperawatan resiko perilaku kekerasan. Evaluasi
tidak menyenangkan yang didapatkan ke 3 klien mampu melakukan
pukul bantal secara mandiri saat emosi mulai
SIMPULAN muncul dan mengatakan merasa lebih tenang
Dari hasil yang telah menguraikan setelah melakukan pukul bantal. Mereka juga
tentang asuhan keperawatan pada klien Resiko mengatakan bahwa pukul bantal
Perilaku Kekerasan, maka dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut : Berdasarkan dari
hasil pengkajian didapatkan tiga klien yaitu
Ny. S, Ny. R, Ny. L. Didapatkan data subyektif
51
efektif untuk melmpiaskan emosinya sebab Wijayaningsih, K.S. 2015. Panduan Lengkap
tidak merugikan diri sendiri ataupun orang Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.
lain. Berdasarkan dari hasil
Jakarta : Trans Info Media.
tindakan pelaksanaan cara fisik
pukul bantal efektif untuk menurunkan
Yosep, I.H & Sutini, T. 2014. Buku Ajar
resiko perilaku kekerasan pada klien di RSJ
dr. Arif Zainudin Surakarta bahwa ketiga Keperawatan Jiwa dan Advance
klien mampu mengontrol Mental Health Nursing. Bandung :
perilaku Refika Aditama
kekerasan secara mandiri.
Yusuf, A.H & Fitryasari, P.K. 2015. Buku Ajar
REFERENSI Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Salemba Medik
Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta :
Graha Ilmu.

Damaiyanti, M. & Iskandar. 2014. Asuhan


Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi


Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi


Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.

Nurawaludin. 2016. Upaya Peningkatan


Kemampuan Mengontrol Emosi
dengan Cara Fisik.
http//eprints.ums.ac.id/
45460/13/fix%20perpus.pdf diakses
pada tanggal 30 Desember 2018 jam

09.30 WIB.
Riyadi, S. & Purwanto, T. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Graha Ilmu.

Soekarno, C.R.D. Pramudanignsih, I.N. 20015.


Pemberian Strategi Pelakanaan Pada
Klien Gangguan Jiwa dengan
Perilaku Kekerasan.
http://jurnal.akperkridahusada.ac.id/
ind ex.php/jpk/article/view/7 diakses
pada tanggal 10 januari 2019 jam
23.00 WIB.

52
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
Jurnal Keperawatan Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018 ISSN 2338-2090 (Cetak)
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

STUDI FENOMENOLOGI : STRATEGI PELAKSANAAN YANG EFEKTIF UNTUK


MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN MENURUT PASIEN
DI RUANG RAWAT INAP LAKI LAKI

Sujarwo1, Livana PH2


1
RSJD Dr Amino Gondhohutomo Semarang
2
Program studi Ners, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
jarfafafin@gmail.com

ABSTRAK
Hemodialisis (cuci darah) merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah rusak. Pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami masalah psikologis salah satunya yaitu ansietas. Ansietas terjadi
dikarenakan kurangnya pengetahuan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat ansietas,
pasien dan keluarga pasien hemodialisis di RS Kendal. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif
kuantitatif.Alat ukur menggunakan 14 pertanyaan terkait ansietas pada kuesioner DASS (Depression Anxiety
Stress Scale).Sampel penelitian berjumlah 60 pasien dan 60 keluarga pasien.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas pasien dan keluarga pasien mengalami ansietas pada tingkat berat. Hasil penelitian ini
direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya agar dapat memberikan intervensi yang efektif untuk
mengatasi ansietas pasien dan keluarga pasien hemodialisis.

Kata kunci: Ansietas, Pasien dan Keluarga pasien hemodialisis

DESCRIPTION OF PATIENT ANSIETAS LEVELS AND FAMILY OF HEMODIALYSIS PATIENTS

ABSTRACT
Hemodialysis (dialysis) is an action therapy for kidney replacement that has been damaged. Patients who
undergo hemodialysis experience psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety occurs due to lack
of knowledge. The study aims to describe the level of anxiety, patients and families of hemodialysis patients
in Kendal Hospital. The research method used a quantitative descriptive survey. Measuring instruments
used 14 questions related to anxiety on the DASS questionnaire (Depression Anxiety Stress Scale). The
research samples were 60 patients and 60 patient families. The results showed that the majority of patients
and families of patients experienced anxiety at a severe level. The results of this study were recommended
to future researchers in order to be able to provide effective interventions to overcome the anxiety of
patients and families of hemodialysis patients.

Keywords: Anxiety, Patients and Families of hemodialysis patients

PENDAHULUAN Varcarolis, 2006). Menurut (Townsend, 2005)


Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola mengungkapkan gangguan jiwa adalah respon
psikologis atau perilaku yang penting secara klinis maladaptive terhadap stressor dari lingkungan
yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan internal dan eksternal yang ditunjukkan dengan
adanya distress atau disabilitas disertai pikiran, perasaan, tingkah laku yang tidak sesuai
peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, dengan norma local dan budaya setempat, dan
nyeri, disabilitas, atau kehilangan kebebasan mengganggu fungsi sosial, pekerja, dan fisik
(American Psychiatric Association 2000 dalam
54
individu. Salah satu gangguan jiwa yang menjadi
penyebab penderita dibawa ke rumah sakit
adalah perilaku kekerasan. Peilaku kekerasan
(PK) adalah suatu bentuk perilaku agresi atau
kekerasan yang ditunjukkan secara verbal, fisik,
atau keduanyakepada suatu subyek, orang atau
diri sendiri yang mengarah pada potensial untuk
destruktif atau secara aktif menyebabkan
kesakitan, bahaya, dan penderitaan (Bernstein &
Saladino, 2007).

Menurut rekam medic RSJD Dr. Amino


Gondohutomo Semarang tahun 2015 , presentase
penderita gangguan jiwa selama tahun 2014 yaitu
klien rawat inap laki-laki sebanyak 65,3% dan

55
34,7% perempuan. Sedangkan pada bulan Januari
keempat SP yang digunakan untuk mengontrol
sampai Juli 2016 sebanyak 2294 orang,
perilaku kekerasan, peneliti ingin mengetahui SP
diantaranya 1162 halusinasi (50,65%), menarik
nomor berapa yang paling efektif digunakan pada
diri 462 orang (20,13%), harga diri rendah 374
pasien perilaku kekerasan.
orang (5,66%), perilaku kekerasan 128 orang
(5,58%), defisit perawatan diri 21 orang (0,91%),
kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), METODE
percobaan bunuh diri 1 orang (0,40%). Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualititatif, penelitian yang menghasilkan data
Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan
gangguan psikotik dengan gejala curiga dari orang-orang dan perilaku yang diamati
berlebihan, galak, dan bersikap bermusuhan. (Meloang, 2007). Penelitian ini dilakukan untuk
Gejala ini merupakan tanda dari pasien yang mengetahui SP perilaku kekerasan yang paling
mengalami perilaku kekerasan (Medikal Record, efektif menurut pendapat responden. Populasi
2009). Masalah yang sering muncul pada klien dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan
gangguan jiwa khususnya dengan kasus perilaku masalah resiko perilaku kekerasan di ruang Rawat
kekerasan salah satunya adalah tindakan marah. Inap Laki laki RSJD Dr. Amino Gondhutomo
Tindakan yang dilakukan perawat dalam Semarang. Adapun kriteria inklusi dari penelitian
mengurangi resiko perilaku kekerasan salah ini antara lain pasein sehat secara fisik, pasien
satunya adalah dengan menggunakan strategi dengan resiko perilaku kekerasan, mampu
pelaksanaan (SP). SP merupakan pendekatan yang berkomunikasi dengan baik, pasien kooperatif dan
bersifat membina hubungan saling percaya antara dapat mengungkapkan perasannya secara verbal
klien dengan perawat, dan dampak apabila tidak dengan baik. Teknik pengambilan sampel dalam
diberikan SP akan membahayakan diri sendiri penelitian ini menggunakan teknik purposive
maupun lingkungannya. Dari hasil observasi yang sampling (judgment sampling). Peneliti mengkaji
telah dilakukan oleh perawat, kami tertarik untuk faktor predisposisi, kondisi fisik dan status mental
melakukan studi kasus mengenai penerapan klien dengan resiko perilaku kekerasan dan
stategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan yang menetapkan sampel berdasarkan kriteria inklusi.
paling efektif di ruang rawat inap laki laki RSJD Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini
Dr. Amino Gondohuttomo Semarang. sebanyak 6 penderita skizofrenia dengan resiko
perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki
Strategi pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh laki RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Alat
klien dengan perilaku kekerasan adalah diskusi penelitian yang digunakan meliputi, lembar
mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan observasi, kertas dan recorder. Cara pengumpulan
secara fisik, obat, verbal, dan spiritual. data pada penelitian dilakukan dengan melakukan
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat kontrak waktu, melakukan indeept interview,
dilakukan dengan cara nafas dalm, dan pukul menvalidasi dan menyimpulkan jawaban
bantal atau kasur. Mengontrol secara verbal yaitu informan informan, mendokumentasikan respon
dengan cara menolak dengan baik, meminta informan, dan mengakhiri dengan penutupan serta
dengan baik, dan mengungkapkan dengan baik. salam.
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
dengan cara shalat dan berdoa. Serta mengontrol HASIL
perilaku kekerasan dengan minum obat secara Hasil penelitian berupa transkip wawancara yang
teraturdengan prinsip lima benar (benar klien, telah peneliti buat kemudian dikategorikan sesuai
benar nama obat, benar cara minum obat, benar dengan kata kunci yang telah disajikan dalam
waktu minum obat, dan benar dosis obat). Dari tabel dan skema berikut :

56
Tabel 1. Kategori dan kata kunci
Kategori Kata Kunci
Marah Marah secara verbal seperti berbicara kasar dan keras
Marah secara tindakan seperti mengamuk, memukul, merusak barang
Penyebab marah Diri sendiri : merasa curiga ada yang ingin jahat pada dirinya
Orang lain : kata-kata yang menyinggung dan membuat marah, diacuhkan dan
diabaikan orang lain, dikhianati
Yang dilakukan Secara verbal : berbicara kasar dan ngomel-ngomel
ketika marah Secara fisik :berkelahi, membanting barang, membakar barang
Kategori Kata Kunci
Marah berhenti jika Secara verbal : ketika dimarahin orang lain, ketika lelah sendiri
Secara tindakan : ketika merasa uas dengan tindakan yang dilakukan seperti
membacok, menghancurkan barang
Mengontrol PK Sudah : sudah pernah diajarkan SP minimal SP 1
Belum : belum diajarkan SP sama sekali
Efektivitas SP Nafas dalam
Pukul bantal
Verbal dengan menolak dan meminta sesuatu secara baik
Spiritual : berdoa, dzikir, calming teknique,
Obat
Perassaan Lega : tidak ada beban didalam hati
Tenang : hati adem
Pelaksanaan SP Mandiri : dilakukan secara mandiri
Diingatkan : harus ada orang yang mengingatkan saat pelaksanaan SP
Selalu : >3x sehari

Kuantitas : 2x sehari
Kadang : 1x sehari
Jarang Tidak pernah : 0

57
Tabel 2.
Tema, Sub tema dan Kategori
Tema Sub tema Kategori
1. Tindakan : mengamuk
2. Verbal : marah-marah
Penyebab masuk RSJ
3. Tindakan : memukul
4. Tindakan : merusak barang
1. Orang lain : Tersinggung
2. Orang lain : Tidak diperhatikan
Penyebab mengamuk
3. Diri sendiri : Curiga
4. Orang lain : Dikhianati
1. Fisik : Berkelahi
2. Fisik : Membanting barang-barang
Yang dilakukan ketika marah
3. Verbal : Bicara kasar
4. Fisik : Membakar
Marah berhenti, jika melakukan 1. Tindakan : membacok
Pengetahuan pasien 2. Verbal : dimarahin
tentang perilaku 3. Verbal : ketika klien merasa lelah
kekerasan 4. Tindakan : menghancurkan barang
Diajarkan cara mengontrol 1. Sudah : SP1-SP 4
Perilaku Kekerasan 2. Sudah : SP1-SP 4
3. Sudah : SP1-SP 4
4. Sudah : SP1-SP 4
1. Spiritual : Berdoa dan ikhlas
Paling efektif mengontrol 2. Napas dalam dan berdoa / shalat
marah 3. Nafas dalam
4. Nafas dalam dan Pukul bantal
Perasaan setelah melakukan 1. Lega
cara mengontrol marah 2. Tenang
3. Tenang
4. Lega
Melakukan SP secara mandiri 1. Mandiri
atau diingatkan 2. Mandiri
3. Mandiri
4. Mandiri
Kuantitas 1. Kadang-kadang : 1x sehari
2. Kadang-kadang : 1x sehari
3. Kadang-kadang : 1x sehari
4. Kadang-kadang : 1x sehari
Masing-masing tema yang didapat dari hasil dibawa RSJ karena memukul orang
penelitian akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengetahuan pasien tentang perilaku kekerasan
Tema ini terdari dari sub tema antara lain :
a. Penyebab masuk RSJ
1) Marah : 5 dari 6 informan
menyatakan dibawa ke RSJ karena marah-
marah
“Marah-marah”

2) Mengamuk : 4 dari 6 informan menyatakan


dibawa ke RSJ karena mengamuk.
“Mengamuk”
3) Memukul : 2 dari 6 informan menyatakan

58
Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
ngamuk mbak, suka marah juga sama
mukul- mukul orang”

4) Merusak barang : 1 dari 6 informan


dibawa ke RSJ karena merusak barang
“Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
ngamuk mbak, suka mukul kaca jendela juga.
Ya kaca jendelanya sampai pecah gitu.”

b. Penyebab prilaku kekerasan


1) Tersinggung : 5 dari 6 informan
menyatakan mengamuk karena tersinggung
“Biasanya karena saya nggak tidur, terus
pusing terus ada yang menyinggung atau

59
membuat saya marah, itu saya langsung mengatakan yang paling efektif mengontrol
ngamuk” marah adalah dengan nafas dalam
“Kadang juga nafas dalam sambil istigfar”
2) Tidak diperhatikan : 4 dari 6 informan
mengatakan mengamuk karena tidak 3) Pukul bantal : 2 dari 6 informan mengatakan
diperhatikan keluarganya yang paling efektif mengontrol marah adalah
“Soalnya saya kesel sama ibu saya, yang ga dengan pukul bantal
“Saya sering melakukan pukul bantal mba.
merhatiin saya”
Saya latihan pukul bantal 10-15 menit.”
3) Curiga : 2 dari 6 informan mengatakan
mengamuk karena curiga terhadap orang yag
berniat jahat padanya
“Saya merasa ada orang yang ingin jahat
kepada saya, yang akan membunuh saya”
4)Dikhianati / tidak dihargai : 4 dari 6
informan mengatakan mengamuk karena
telah dikhianati “Saya ngamuk kayak gini
gara-gara diselingkuhi istri mbak. Dia
selingkuh coba dengan teman kerjanya”

c. Yang dilakukan ketika marah


1) Berkelahi : 2 dari 6 informan mengatakan
ketika marah akan berperang (bertengkar).
“Perang, tawuran sama orang kecamatan
lain, bacok-bacokan”
2) Membanting barang-barang :3
dari 6 informan mengatkan ketika marah akan
membanting barang-barang
“Kadang mbanting barang juga.”, saya

membakar sepeda”

3)Berbicara kasar : 5 dari 6 informan


mengatakan ketika marah bicara kasar
“Ya saya biasanya ngomel gitu mbak,”

d. Diajarkan cara mengontrol marah


1) Sudah : Semua informan menyatakan sudah
pernah diajari cara mengontrol marah
“Sholat dan berdoa, iklas menerima”

e.Paling efektif mengontrol marah


1) Berdoa dan iklas menerima kenyataan : 5
dari 6 informan mengatakan yang paling
efektif mengontrol marah adalah dengan
berdoa atau sholat dan menerima semuanya
dengan iklas
“Sholat dan berdoa, iklas menerima”

2) Nafas dalam : 5 dari 6 informan


60
f. Perasaan setelah melakukan cara mengontrol orang atau objek yang berharga dan konflik
marah interaksi sosial (Yosep, 2007).
1) Lega : 5 dari 6 informan mengatakan
merasa lega setelah melakukan cara Hasil penelitian diatas menunjukkan dari 6
mengontrol marah informan menyatakan yang paling efektif
“Ya perasaan saya sedikit lega, soalnya bisa mengontrol marah adalah : dengan berdoa
dan ikhlas menerima kenyataan yang sudah
marah tanpa melukai orang lain. saya kalau terjadi 5. Hal ini sesuai dengan penelitian
ngontrol PK itu sendiri mbak” sebelumnya yang mengatakan bahwa mengontrol
marah dapat dilakukan dengan menggunakan
2) Tenang : 3 dari 6 informan mengatakan pendekatan spiritual melalui calming
merasa tenang setelah melakukan cara technique dan saling memaafkan pada pasien
mengontrol marah skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan
“Ya perasaan saya lebih tenang mba setelah (Padma,S & Dwidiyanti, M, 2014).Selain
nafas dalam. Jadi lebih adem aja hatinya. itu penelitian psikiatrik membuktikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara komitmen agama
dan kesehatan, yaitu seseorang yang taat
PEMBAHASAN menjalankan ajaran agama relatif lebih sehat dan
Hasil penelitian diatas didapatkan dari 6 mampu mengatasi penyakitnya sehingga proses
informan menyatakan melakukan Prilaku penyembuhan penyakit lebih cepat (Zainul, 2007).
kekerasan karena tersinggung 5, karena tidak Menurut (Sulistyowati & Prihantini, 2015)
dihargai / diperhatikan 4, dan hanya 2 informan menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi
curiga terhadap orang yag berniat jahat padanya. psikoreligius terhadap penurunan perilaku
Faktor pencetus terjadinya perilaku kekerasan kekerasan pada pasien skizofrenia di RSJD
terbagi dua yaitu dari dalam diri klien sendiri dan Surakarta.
dari lingkungan. Faktor di dalam diri seperti
kelemahan fisik, keputusasaan, Hasil penelitian juga menunjukkan 5 informan
ketidakberdayaan, dan kurang percaya diri. menyatakan yang paling efektif untuk
Selain itu faktor lingkungan yang menjadi mengontrol perilaku kekerasan adalah dengan
penyebab perilaku kekerasan seperti kehilangan nafas dalam. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zelianti (2011)
tentang pengaruh tehnik relaksasi nafas dalam membuktikan, bahwa aktivitas fisik tersebut dapat
terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan di meningkatkan kepercayaan pasien terhadap orang
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino lain (Campbell & Foxcroft, 2008), dan juga
Gondohutomo yang menyatakan ada pengaruh membantu mengontrol kemarahan pasien
yang signifikan antara tehnik relaksasi nafas (Hassmen, Koivula & Uutela, 2000). Oleh karena
dalam terhadap tingkat emosi klien perilaku itu klien perlu dilatih mengontrol amarahnya
kekerasan. Selain itu penelitian lain menyebutkan dengan melakukan kegiatan fisik sehingga dapat
bahwa, ada pengaruh pemberian tehnik relaksasi berperilaku lebih adaptif dalam situasi-situasi
nafas dalam terhadap kemampuan pasien dalam hidupnya berikutnya.
mengendalikan perilaku kekerasan di Ruang
Bratasena RSJ Provinsi Bali.
SIMPULAN DAN SARAN
Melihat hasil diatas dengan dilakukannya Simpulan
pendekatan Spiritual dan Napas
Dalama dapat memberikan efek menenangkan 1. Penerapan stategi pelaksanaan (SP) perilaku
dan merelaksasi pikiran , sehingga klien kekerasan yang paling efektif menurut pasien
dapat mengontrol emosiny, bahkan 5 informan perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki laki
menyatakan lega setelah melakukan cara RSJD Dr. Amino Gondohuttomo
mengontrol emosi yang dilakukannya sedangkan Semarangadalah dengan cara Spiritual dan
3 lainnya menyatakan merasa lega dan tenang Napas Dalam.
setelah mengontrol emosinya. 2. Penerapan strategi pelaksanaan (SP) spiritual
yang paling efektif tersebut menurut menurut
Cara mengontrol perilaku kekerasan yang pasien perilaku kekerasan di ruang rawat inap
menurut informan efektif adalah pukul laki laki RSJD Dr. Amino Gondohuttomo
bantal. Beberapa penelitian tentang aktivitas fisik Semarang karena memberikan ketenangan dan
dan terapi olahraga terhadap gangguan kejiwaan
61
rasa lega.
DAFTAR PUSTAKA
Saran Bernstein, K.S & Saladino, J.P. 2007. Clinical
Perawat dapat lebih melatih kemampuan pasien assessment and management of psychiatric
perilaku kekerasan mengotrol perilaku kekerasan patient’s violent and aggressive behaviors
dengan mengajari Relaksasi Napas Dalam dan in general hospital. Medsurg, 16 (5), 301-9,
cara spiritual seperti sholat, mengaji dan 331. PMID: 18072668.
berdzikir.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Diagnosa
Keperawatan. Editor Monica Ester. EGC :
Jakarta.

Dossey, M. 2008. Holistic nursing: a handbook


for practice. Janes & Bartlitt publisher,
Canada: Missisauga.

Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Jiwa.


Jakarta: EGC

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian


Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya
Offset, Bandung

Padma,Sri & Dwidiyanti, Meidiana. 2014. Studi


kasus: mindfulness dengan pendekatan
spiritual pada pasien skizofrenia dengan
resiko perilaku kekerasan. Program studi
ilmu keperawatan, fakultas kedokteran
Universitas Diponegoro. Konas Jiwa XI
Riau: Hal 290-294.

Pramudaningsih I, Soekarno C, Susilowati Y.


Pemberian Strategi pelaksanaan pada klien
gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan
di ruang citro anggodo RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. 2014. Jurnal
profesi keperawatan: vol 1 no.1, hal 1-116,
ISSN 2355-8040

Sulistyowati, D & Prihantini. 2015. Pengaruh


terapi psikoreligi terhadap penurunan
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Jurnal terpadu ilmu kesehatan, Vol 4, No. 1,
Hal: 72-77. Kementrian kesehatan
politeknik kesehatan Surakarta jurusan
keperawatan.

Sumirta, Nengah I, Githa, Wayan I & Sariasih,


Nengah Ni. 2013. Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Marah Klien Dengan Perilaku
Kekerasan. Denpasar

Townsend, C.M. 2005. Essentials of psychiatric


mental health nursing. Philadelphia: F.A
Davis Company.

62
63
Varcarolis, E.M. 2006. Psychiatric nursing clinical assament tools and diagnosis. Philadelphia: W.B Sounders
Co.

65
Zelianti. 2011. Pengaruh Tehnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Emosi Klien Perilaku Kekerasan
di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semrang.
Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 6 No 1 Hal 29- 35, Mei 2018
Jurnal Keperawatan Volume 6 No 1, Hal 29 - 35, Mei 2018 ISSN 2338-2090 (Cetak)
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

STUDI FENOMENOLOGI : STRATEGI PELAKSANAAN YANG EFEKTIF UNTUK


MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN MENURUT PASIEN
DI RUANG RAWAT INAP LAKI LAKI

Sujarwo1, Livana PH2


1
RSJD Dr Amino Gondhohutomo Semarang
2
Program studi Ners, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
jarfafafin@gmail.com

ABSTRAK
Hemodialisis (cuci darah) merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah rusak. Pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami masalah psikologis salah satunya yaitu ansietas. Ansietas terjadi
dikarenakan kurangnya pengetahuan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat ansietas,
pasien dan keluarga pasien hemodialisis di RS Kendal. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif
kuantitatif.Alat ukur menggunakan 14 pertanyaan terkait ansietas pada kuesioner DASS (Depression Anxiety
Stress Scale).Sampel penelitian berjumlah 60 pasien dan 60 keluarga pasien.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas pasien dan keluarga pasien mengalami ansietas pada tingkat berat. Hasil penelitian ini
direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya agar dapat memberikan intervensi yang efektif untuk
mengatasi ansietas pasien dan keluarga pasien hemodialisis.

Kata kunci: Ansietas, Pasien dan Keluarga pasien hemodialisis

DESCRIPTION OF PATIENT ANSIETAS LEVELS AND FAMILY OF HEMODIALYSIS PATIENTS

ABSTRACT
Hemodialysis (dialysis) is an action therapy for kidney replacement that has been damaged. Patients who
undergo hemodialysis experience psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety occurs due to lack
of knowledge. The study aims to describe the level of anxiety, patients and families of hemodialysis patients
in Kendal Hospital. The research method used a quantitative descriptive survey. Measuring instruments
used 14 questions related to anxiety on the DASS questionnaire (Depression Anxiety Stress Scale). The
research samples were 60 patients and 60 patient families. The results showed that the majority of patients
and families of patients experienced anxiety at a severe level. The results of this study were recommended
to future researchers in order to be able to provide effective interventions to overcome the anxiety of
patients and families of hemodialysis patients.

Keywords: Anxiety, Patients and Families of hemodialysis patients

PENDAHULUAN peningkatan resiko kematian yang menyakitkan,


Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola nyeri, disabilitas, atau kehilangan kebebasan
psikologis atau perilaku yang penting secara klinis (American Psychiatric Association 2000 dalam
yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan Varcarolis, 2006). Menurut (Townsend, 2005)
adanya distress atau disabilitas disertai mengungkapkan gangguan jiwa adalah respon

66
maladaptive terhadap stressor dari lingkungan individu. Salah satu gangguan jiwa yang menjadi
internal dan eksternal yang ditunjukkan dengan penyebab penderita dibawa ke rumah sakit adalah
pikiran, perasaan, tingkah laku yang tidak sesuai perilaku kekerasan. Peilaku kekerasan (PK)
dengan norma local dan budaya setempat, dan adalah suatu bentuk perilaku agresi atau
mengganggu fungsi sosial, pekerja, dan fisik kekerasan yang ditunjukkan secara verbal, fisik,
atau keduanyakepada suatu subyek, orang atau
diri sendiri yang mengarah pada potensial untuk
destruktif atau secara aktif menyebabkan
kesakitan, bahaya, dan penderitaan (Bernstein &
Saladino, 2007).

Menurut rekam medic RSJD Dr. Amino


Gondohutomo Semarang tahun 2015 , presentase
penderita gangguan jiwa selama tahun 2014 yaitu
klien rawat inap laki-laki sebanyak 65,3% dan

67
34,7% perempuan. Sedangkan pada bulan Januari
keempat SP yang digunakan untuk mengontrol
sampai Juli 2016 sebanyak 2294 orang,
perilaku kekerasan, peneliti ingin mengetahui SP
diantaranya 1162 halusinasi (50,65%), menarik
nomor berapa yang paling efektif digunakan pada
diri 462 orang (20,13%), harga diri rendah 374
pasien perilaku kekerasan.
orang (5,66%), perilaku kekerasan 128 orang
(5,58%), defisit perawatan diri 21 orang (0,91%),
kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), METODE
percobaan bunuh diri 1 orang (0,40%). Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualititatif, penelitian yang menghasilkan data
Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan
gangguan psikotik dengan gejala curiga dari orang-orang dan perilaku yang diamati
berlebihan, galak, dan bersikap bermusuhan. (Meloang, 2007). Penelitian ini dilakukan untuk
Gejala ini merupakan tanda dari pasien yang mengetahui SP perilaku kekerasan yang paling
mengalami perilaku kekerasan (Medikal Record, efektif menurut pendapat responden. Populasi
2009). Masalah yang sering muncul pada klien dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan
gangguan jiwa khususnya dengan kasus perilaku masalah resiko perilaku kekerasan di ruang Rawat
kekerasan salah satunya adalah tindakan marah. Inap Laki laki RSJD Dr. Amino Gondhutomo
Tindakan yang dilakukan perawat dalam Semarang. Adapun kriteria inklusi dari penelitian
mengurangi resiko perilaku kekerasan salah ini antara lain pasein sehat secara fisik, pasien
satunya adalah dengan menggunakan strategi dengan resiko perilaku kekerasan, mampu
pelaksanaan (SP). SP merupakan pendekatan yang berkomunikasi dengan baik, pasien kooperatif dan
bersifat membina hubungan saling percaya antara dapat mengungkapkan perasannya secara verbal
klien dengan perawat, dan dampak apabila tidak dengan baik. Teknik pengambilan sampel dalam
diberikan SP akan membahayakan diri sendiri penelitian ini menggunakan teknik purposive
maupun lingkungannya. Dari hasil observasi yang sampling (judgment sampling). Peneliti mengkaji
telah dilakukan oleh perawat, kami tertarik untuk faktor predisposisi, kondisi fisik dan status mental
melakukan studi kasus mengenai penerapan klien dengan resiko perilaku kekerasan dan
stategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan yang menetapkan sampel berdasarkan kriteria inklusi.
paling efektif di ruang rawat inap laki laki RSJD Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini
Dr. Amino Gondohuttomo Semarang. sebanyak 6 penderita skizofrenia dengan resiko
perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki
Strategi pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh laki RSJD Dr. Amino Gondohutomo. Alat
klien dengan perilaku kekerasan adalah diskusi penelitian yang digunakan meliputi, lembar
mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan observasi, kertas dan recorder. Cara pengumpulan
secara fisik, obat, verbal, dan spiritual. data pada penelitian dilakukan dengan melakukan
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat kontrak waktu, melakukan indeept interview,
dilakukan dengan cara nafas dalm, dan pukul menvalidasi dan menyimpulkan jawaban
bantal atau kasur. Mengontrol secara verbal yaitu informan informan, mendokumentasikan respon
dengan cara menolak dengan baik, meminta informan, dan mengakhiri dengan penutupan serta
dengan baik, dan mengungkapkan dengan baik. salam.
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
dengan cara shalat dan berdoa. Serta mengontrol HASIL
perilaku kekerasan dengan minum obat secara Hasil penelitian berupa transkip wawancara yang
teraturdengan prinsip lima benar (benar klien, telah peneliti buat kemudian dikategorikan sesuai
benar nama obat, benar cara minum obat, benar dengan kata kunci yang telah disajikan dalam
waktu minum obat, dan benar dosis obat). Dari tabel dan skema berikut :

68
Tabel 1. Kategori dan kata kunci
Kategori Kata Kunci
Marah Marah secara verbal seperti berbicara kasar dan keras
Marah secara tindakan seperti mengamuk, memukul, merusak barang
Penyebab marah Diri sendiri : merasa curiga ada yang ingin jahat pada dirinya
Orang lain : kata-kata yang menyinggung dan membuat marah, diacuhkan dan
diabaikan orang lain, dikhianati
Yang dilakukan Secara verbal : berbicara kasar dan ngomel-ngomel
ketika marah Secara fisik :berkelahi, membanting barang, membakar barang
Kategori Kata Kunci
Marah berhenti jika Secara verbal : ketika dimarahin orang lain, ketika lelah sendiri
Secara tindakan : ketika merasa uas dengan tindakan yang dilakukan seperti
membacok, menghancurkan barang
Mengontrol PK Sudah : sudah pernah diajarkan SP minimal SP 1
Belum : belum diajarkan SP sama sekali
Efektivitas SP Nafas dalam
Pukul bantal
Verbal dengan menolak dan meminta sesuatu secara baik
Spiritual : berdoa, dzikir, calming teknique,
Obat
Perassaan Lega : tidak ada beban didalam hati
Tenang : hati adem
Pelaksanaan SP Mandiri : dilakukan secara mandiri
Diingatkan : harus ada orang yang mengingatkan saat pelaksanaan SP
Selalu : >3x sehari

Kuantitas : 2x sehari
Kadang : 1x sehari
Jarang Tidak pernah : 0

69
Tabel 2.
Tema, Sub tema dan Kategori
Tema Sub tema Kategori
1. Tindakan : mengamuk
2. Verbal : marah-marah
Penyebab masuk RSJ
3. Tindakan : memukul
4. Tindakan : merusak barang
1. Orang lain : Tersinggung
2. Orang lain : Tidak diperhatikan
Penyebab mengamuk
3. Diri sendiri : Curiga
4. Orang lain : Dikhianati
1. Fisik : Berkelahi
2. Fisik : Membanting barang-barang
Yang dilakukan ketika marah
3. Verbal : Bicara kasar
4. Fisik : Membakar
Marah berhenti, jika melakukan 1. Tindakan : membacok
Pengetahuan pasien 2. Verbal : dimarahin
tentang perilaku 3. Verbal : ketika klien merasa lelah
kekerasan 4. Tindakan : menghancurkan barang
Diajarkan cara mengontrol 1. Sudah : SP1-SP 4
Perilaku Kekerasan 2. Sudah : SP1-SP 4
3. Sudah : SP1-SP 4
4. Sudah : SP1-SP 4
1. Spiritual : Berdoa dan ikhlas
Paling efektif mengontrol 2. Napas dalam dan berdoa / shalat
marah 3. Nafas dalam
4. Nafas dalam dan Pukul bantal
Perasaan setelah melakukan 1. Lega
cara mengontrol marah 2. Tenang
3. Tenang
4. Lega
Melakukan SP secara mandiri 1. Mandiri
atau diingatkan 2. Mandiri
3. Mandiri
4. Mandiri
Kuantitas 1. Kadang-kadang : 1x sehari
2. Kadang-kadang : 1x sehari
3. Kadang-kadang : 1x sehari
4. Kadang-kadang : 1x sehari
Masing-masing tema yang didapat dari hasil dibawa RSJ karena memukul orang
penelitian akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengetahuan pasien tentang perilaku kekerasan
Tema ini terdari dari sub tema antara lain :
e. Penyebab masuk RSJ
1) Marah : 5 dari 6 informan
menyatakan dibawa ke RSJ karena marah-
marah
“Marah-marah”

2) Mengamuk : 4 dari 6 informan menyatakan


dibawa ke RSJ karena mengamuk.
“Mengamuk”
3) Memukul : 2 dari 6 informan menyatakan

70
Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
ngamuk mbak, suka marah juga sama
mukul- mukul orang”

4) Merusak barang : 1 dari 6 informan


dibawa ke RSJ karena merusak barang
“Saya dibawa kesini karena suka ngamuk-
ngamuk mbak, suka mukul kaca jendela juga.
Ya kaca jendelanya sampai pecah gitu.”

f. Penyebab prilaku kekerasan


1) Tersinggung : 5 dari 6 informan
menyatakan mengamuk karena tersinggung
“Biasanya karena saya nggak tidur, terus
pusing terus ada yang menyinggung atau

71
membuat saya marah, itu saya langsung mengatakan yang paling efektif mengontrol
ngamuk” marah adalah dengan nafas dalam
“Kadang juga nafas dalam sambil istigfar”
2) Tidak diperhatikan : 4 dari 6 informan
mengatakan mengamuk karena tidak 6) Pukul bantal : 2 dari 6 informan mengatakan
diperhatikan keluarganya yang paling efektif mengontrol marah adalah
“Soalnya saya kesel sama ibu saya, yang ga dengan pukul bantal
“Saya sering melakukan pukul bantal mba.
merhatiin saya”
Saya latihan pukul bantal 10-15 menit.”
3) Curiga : 2 dari 6 informan mengatakan
mengamuk karena curiga terhadap orang yag
berniat jahat padanya
“Saya merasa ada orang yang ingin jahat
kepada saya, yang akan membunuh saya”
4)Dikhianati / tidak dihargai : 4 dari 6
informan mengatakan mengamuk karena
telah dikhianati “Saya ngamuk kayak gini
gara-gara diselingkuhi istri mbak. Dia
selingkuh coba dengan teman kerjanya”

g. Yang dilakukan ketika marah


1) Berkelahi : 2 dari 6 informan mengatakan
ketika marah akan berperang (bertengkar).
“Perang, tawuran sama orang kecamatan
lain, bacok-bacokan”
2) Membanting barang-barang :3
dari 6 informan mengatkan ketika marah akan
membanting barang-barang
“Kadang mbanting barang juga.”, saya

membakar sepeda”

3)Berbicara kasar : 5 dari 6 informan


mengatakan ketika marah bicara kasar
“Ya saya biasanya ngomel gitu mbak,”

h. Diajarkan cara mengontrol marah


1) Sudah : Semua informan menyatakan sudah
pernah diajari cara mengontrol marah
“Sholat dan berdoa, iklas menerima”

e.Paling efektif mengontrol marah


4) Berdoa dan iklas menerima kenyataan : 5
dari 6 informan mengatakan yang paling
efektif mengontrol marah adalah dengan
berdoa atau sholat dan menerima semuanya
dengan iklas
“Sholat dan berdoa, iklas menerima”

5) Nafas dalam : 5 dari 6 informan


72
g. Perasaan setelah melakukan cara mengontrol orang atau objek yang berharga dan konflik
marah interaksi sosial (Yosep, 2007).
1) Lega : 5 dari 6 informan mengatakan
merasa lega setelah melakukan cara Hasil penelitian diatas menunjukkan dari 6
mengontrol marah informan menyatakan yang paling efektif
“Ya perasaan saya sedikit lega, soalnya bisa mengontrol marah adalah : dengan berdoa
dan ikhlas menerima kenyataan yang sudah
marah tanpa melukai orang lain. saya kalau terjadi 5. Hal ini sesuai dengan penelitian
ngontrol PK itu sendiri mbak” sebelumnya yang mengatakan bahwa mengontrol
marah dapat dilakukan dengan menggunakan
2) Tenang : 3 dari 6 informan mengatakan pendekatan spiritual melalui calming
merasa tenang setelah melakukan cara technique dan saling memaafkan pada pasien
mengontrol marah skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan
“Ya perasaan saya lebih tenang mba setelah (Padma,S & Dwidiyanti, M, 2014).Selain
nafas dalam. Jadi lebih adem aja hatinya. itu penelitian psikiatrik membuktikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara komitmen agama
dan kesehatan, yaitu seseorang yang taat
PEMBAHASAN menjalankan ajaran agama relatif lebih sehat dan
Hasil penelitian diatas didapatkan dari 6 mampu mengatasi penyakitnya sehingga proses
informan menyatakan melakukan Prilaku penyembuhan penyakit lebih cepat (Zainul, 2007).
kekerasan karena tersinggung 5, karena tidak Menurut (Sulistyowati & Prihantini, 2015)
dihargai / diperhatikan 4, dan hanya 2 informan menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi
curiga terhadap orang yag berniat jahat padanya. psikoreligius terhadap penurunan perilaku
Faktor pencetus terjadinya perilaku kekerasan kekerasan pada pasien skizofrenia di RSJD
terbagi dua yaitu dari dalam diri klien sendiri dan Surakarta.
dari lingkungan. Faktor di dalam diri seperti
kelemahan fisik, keputusasaan, Hasil penelitian juga menunjukkan 5 informan
ketidakberdayaan, dan kurang percaya diri. menyatakan yang paling efektif untuk
Selain itu faktor lingkungan yang menjadi mengontrol perilaku kekerasan adalah dengan
penyebab perilaku kekerasan seperti kehilangan nafas dalam. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zelianti (2011)
tentang pengaruh tehnik relaksasi nafas dalam membuktikan, bahwa aktivitas fisik tersebut dapat
terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan di meningkatkan kepercayaan pasien terhadap orang
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino lain (Campbell & Foxcroft, 2008), dan juga
Gondohutomo yang menyatakan ada pengaruh membantu mengontrol kemarahan pasien
yang signifikan antara tehnik relaksasi nafas (Hassmen, Koivula & Uutela, 2000). Oleh karena
dalam terhadap tingkat emosi klien perilaku itu klien perlu dilatih mengontrol amarahnya
kekerasan. Selain itu penelitian lain menyebutkan dengan melakukan kegiatan fisik sehingga dapat
bahwa, ada pengaruh pemberian tehnik relaksasi berperilaku lebih adaptif dalam situasi-situasi
nafas dalam terhadap kemampuan pasien dalam hidupnya berikutnya.
mengendalikan perilaku kekerasan di Ruang
Bratasena RSJ Provinsi Bali.
SIMPULAN DAN SARAN
Melihat hasil diatas dengan dilakukannya Simpulan
pendekatan Spiritual dan Napas
Dalama dapat memberikan efek menenangkan 3. Penerapan stategi pelaksanaan (SP) perilaku
dan merelaksasi pikiran , sehingga klien kekerasan yang paling efektif menurut pasien
dapat mengontrol emosiny, bahkan 5 informan perilaku kekerasan di ruang rawat inap laki laki
menyatakan lega setelah melakukan cara RSJD Dr. Amino Gondohuttomo
mengontrol emosi yang dilakukannya sedangkan Semarangadalah dengan cara Spiritual dan
3 lainnya menyatakan merasa lega dan tenang Napas Dalam.
setelah mengontrol emosinya. 4. Penerapan strategi pelaksanaan (SP) spiritual
yang paling efektif tersebut menurut menurut
Cara mengontrol perilaku kekerasan yang pasien perilaku kekerasan di ruang rawat inap
menurut informan efektif adalah pukul laki laki RSJD Dr. Amino Gondohuttomo
bantal. Beberapa penelitian tentang aktivitas fisik Semarang karena memberikan ketenangan dan
dan terapi olahraga terhadap gangguan kejiwaan
73
rasa lega.
DAFTAR PUSTAKA
Saran Bernstein, K.S & Saladino, J.P. 2007. Clinical
Perawat dapat lebih melatih kemampuan pasien assessment and management of psychiatric
perilaku kekerasan mengotrol perilaku kekerasan patient’s violent and aggressive behaviors
dengan mengajari Relaksasi Napas Dalam dan in general hospital. Medsurg, 16 (5), 301-9,
cara spiritual seperti sholat, mengaji dan 331. PMID: 18072668.
berdzikir.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Diagnosa
Keperawatan. Editor Monica Ester. EGC :
Jakarta.

Dossey, M. 2008. Holistic nursing: a handbook


for practice. Janes & Bartlitt publisher,
Canada: Missisauga.

Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Jiwa.


Jakarta: EGC

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian


Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya
Offset, Bandung

Padma,Sri & Dwidiyanti, Meidiana. 2014. Studi


kasus: mindfulness dengan pendekatan
spiritual pada pasien skizofrenia dengan
resiko perilaku kekerasan. Program studi
ilmu keperawatan, fakultas kedokteran
Universitas Diponegoro. Konas Jiwa XI
Riau: Hal 290-294.

Pramudaningsih I, Soekarno C, Susilowati Y.


Pemberian Strategi pelaksanaan pada klien
gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan
di ruang citro anggodo RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. 2014. Jurnal
profesi keperawatan: vol 1 no.1, hal 1-116,
ISSN 2355-8040

Sulistyowati, D & Prihantini. 2015. Pengaruh


terapi psikoreligi terhadap penurunan
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Jurnal terpadu ilmu kesehatan, Vol 4, No. 1,
Hal: 72-77. Kementrian kesehatan
politeknik kesehatan Surakarta jurusan
keperawatan.

Sumirta, Nengah I, Githa, Wayan I & Sariasih,


Nengah Ni. 2013. Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Marah Klien Dengan Perilaku
Kekerasan. Denpasar

Townsend, C.M. 2005. Essentials of psychiatric


mental health nursing. Philadelphia: F.A
Davis Compan

74
PENERAPAN TERAPI MUSIK PADA PASIEN YANG MENGALAMI RESIKO
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MELATI
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG
Ketut Tuning Aprini, Anton Surya Prasetya
Akademi Keperawatan Panca Bhakti Bandar Lampung

Email : anton@pancabhakti.ac.id

ABSTRAK

Terapi musik bermanfaat untuk mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, pendidikan moral, dan
bermanfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. pada tahun 2010 memperkirakan 450 juta, bahkan
berdasarkan data study wold bank di beberapa negara menunjukan penderita skizofrenia sebanyak
8,1% dari kesehatan global masyarakat menderita gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa di Indonesia
diperkirakan sebanyak 246 dari 1.000 anggota rumah tangga. Tujuan penelitian ini mengetahui
apakah penerapan terapi musik klasik dapat mengurangi perilaku kekerasaan pada pasien yang
mengalami resiko perilaku kekerasaan. Desain penelitian ini menggunakan terapi musik klasik.
Dengan teknik pengumpulan data pengisian kuesioner dan observasi. Hasil penelitian yang dilakukan
dari tanggal 03- 06 Juli 2017 menunjukan bahwa klien Ny. A mengalami penurunan respons hari Senin
60%, Selasa menjadi 42% mengalami penurunan katagori sedang. Rabu 28%, dan Kamis sebanyak 25%
masuk kategori ringan. Klien Ny. M mengalami penurunan respons pada hari Senin 37%, Selasa 34%
masuk kategori sedang, Rabu 31%, dan Kamis 20% kategori ringan. Penelitian ini menunjukan bahwa
terapi musik klasik efektif untuk menurunkan risiko perilaku kekerasaan pada pasien skizofrenia
dengan perilaku kekerasan. Diharapkan pasien yang mengalami perilaku kekerasan dapat mengontrol
tanda dan gejala dengan terapi musik klasik agar tidak sampai terjadi gangguan pada jiwa.

Kata kunci : Terapi musik klasik, Risiko perilaku kekerasan, Skizofrenia

ABSTRACT

Music theraphy has the advantages of reduce aggresivel, make a sense of calm, moral education abd
also beneficial to the physical and mental. in 2010 estimated 450 million even based on world bank
study data in some countries shows that 8,1% of the global health of people suffering from mental
disorders. Psychiatric patients in indonesia is estimated as many as 246 of 1000 house hold members.
The purpose of this research is to find ast whether the application of classical music therapy can
reduce the violent behavior in patients who have experiencing the risk of violent behavior. The design
of this research is using classical music therapy. With data collection techiques of questionnaire filling
and observation the results of research conducted on 3-6 july 2017 showed that the client Mrs.A
descreased response on Monday 60% , Tuesday became 42% desreased of middle category,
Wednesday 28% and Thursday as many as 25% was undemanding category. The client Mrs. M
decrease response on Monday 37%, Tuesday 34% desreased of middle category Wednesday 31% and

76
Thursday 20% was unde manding category. This research shows that the classical music therapy is
effective to resude the risk of violent behavior in schizophrenic patients with violent behavior. It is
expected that the patients who experiencing violent behavior can control the signs and symptoms
with clasical music therapy so as not to occur mental disorders.

Keyword: Classical music therapy, Risk of violent behavior, Skizofrenia

PENDAHULUAN riwayat perilaku kekerasan. (Muhith,


Kesehatan jiwa menurut UU No. 18 tahun 2014 2015:178).
adalah kondisi dimana seseorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spritual Penyebab gangguan jiwa yang dapat
dan sosial sehingga individu tersebut menimbulkan risiko perilaku kekerasan salah
menyadari kemampuan sendiri, dapat satunya adalah agresi. Perilaku kekerasan
mengatasi tekanan, dapat berkerja secara adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
produktif dan mampu memberikan campuran perasaan frustasi dan benci atau
kontribusi untuk marah (Yosep,2013:145). Hal ini didasari
komunitasnya. keadaan emosi secara mendalam dari setiap
orang sebagai bagian penting dari keadaan
Gangguan jiwa adalah gejala-gejala patologik emosional kita yang dapat diproyeksikan ke
dominan berasal dari unsur psike. Hal ini tidak lingkungan, ke dalam diri atau secara
berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. destruktif.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku
manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar
dan jenis kelamin, keadaan badaniah, keadaan 2013, jumlah penderita gangguan jiwa di
psikologik, keluarga, adat istiadat, kebudayaan Indonesia mencapai 1,7 per 1000 penduduk.
dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan Prevalensi tinggi terjadi di Yogyakarta dan
kehamilan, kehilangan dan kematian orang Aceh masing- masing 2,7% sedangkan
yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, terendah di Kalimantan Barat, yaitu sebesar
hubungan antara manusia, dan sebagainya. 0,7%. Untuk Provinsi Lampung jumlah
penderita gangguan jiwa didapatkan sebesar
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk 0,8% (Badan Peneliti dan Pengembangan
perilaku yang bertujuan untuk melukai Kesehatan Kementrian Kesehatan, RI, 2013).
seseorang secara fisik maupun psikologis. Sedangkan berdasarkan data rekam medik RS
Berdasarkan definisi ini maka perilaku Jiwa Daerah Provinsi Lampung diketehui
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, bahwa pasien gangguan jiwa pada periode
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan bulan Januari sampai dengan Mei 2015 sudah
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi tercatat sebanyak 469 pasien yang terbagi
dalam dua bentuk, yaitu saat sedang dalam 3 ruang, yaitu Ruang Melati sebanyak
berlangsung perilaku kekerasan atau 136 pasien, Ruang Cendrawasih terdapat 98
pasien dan paling
77
banyak terdapat di Ruang Kutilang, yaitu 245 sebagai suatu bentuk pikiran maupun perasaan
pasien (Medical Record RSJ Daerah Provinsi dendam atau ancaman yang memancing
Lampung, 2015). amarah yang dapat membangkitkan suatu
perilaku kekerasan sebagai suatu cara untuk
Penatalaksanaan pasien dengan perilaku melawan ataumenghukum yang berupa
kekerasan juga banyak dikaji keakuratannya. tindakan menyerang, merusak, hingga
Dari mulai memotivasi, terapi TAK (terapi membunuh.
aktivitas kelompok), mengkomsumsi obat,
dan pemberian perhatian lebih dari pihak Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari
keluarga. Salah satunya keabnormalan teknik relaksasi yang bertujuan untuk
gangguan jiwa dapat dibantu juga dalam mengurangi agresif, memberikan rasa tenang,
proses penyembuhkan dengan terapi musik. sebagai pendidikan moral, mengendalikan
Menurut Association For Prefesional Music emosi, pengembangan spritual dan
Therapist In Great Bratain tahun 2009, terapi menyembuhkan gangguan psikologis. Terapi
musik adalah bentuk rawatan dengan musik juga digunakan oleh psikolog maupun
hubungan timbal balik antara pasien dengan psikiater untuk mengatasi berbagai macam
terapi yang memungkinkan terjadinya gangguan kejiwaan dan gangguan psikologis
perubahan dalam kondisi pasien selama terapi (Campbell, 2010). Manfaat musik untuk
berlangsung. kesehatan dan fungsi kerja otak telah diketahui
sejak zaman dahulu. Para dokter yunani dan
Terapi musik merupakan salah satu bentuk romawi kuno mengajurkan metode
dari teknik relaksasi yang bertujuan untuk penyembuhan dengan
mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, mendengarkan permainan alat musik seperti
sebagai pendidikan moral, mengendalikan harpa secara psikologis pengaruh penyembuhan
emosi dan menyembuhkan gangguan musik pada tubuh adalah pada kemampuan
psikologis. saraf dalam menangkap efek terapi musik pada
sistem kerja tubuh.
Kekerasan (Violence) merupakan suatu
bentuk perilaku agresi yang menyebabkan Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf
atau dimaksudkan untuk menyebabkan otonom adalah menciptakan suasana rileks,
penderita atau menyakiti orang lain, termasuk aman dan menyenangkan sehingga merangsang
terhadap hewan atau benda- benda. Ada pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic
perbedaan antara agresi Acid (GABA).

Enkefallin atau beta endorphin yang dapat


mengeliminasi neurotransmiter rasa tertekan, Musik yang dapat digunakan untuk terapi musik
cemas dan memperbaiki suasana hati (mood) pada umumnya musik yang lembut, memiliki
pasien (Djohan, 2016) irama dan nada-nada teratur seperti instumental
dan musik klasik. Musik klasik mempunyai
78
perangkat musik yang beraneka ragam resiko perilaku kekerasan. Terapi musik klasik
sehingga didalamnya terangkum warna-warni diberikan selama 30 menit. Setelah responden
suara yang rentang variasinya sangat luas. diberikan terapi musik klasik selama 30 menit
Dengan kata lain variasi bunyi pada musik selanjutnya dilakukan kembali pengamatan tanda
klasik jauh lebih kaya daripada variasi bunyi dan gejala resiko perilaku kekerasan yang terdiri
yang lainya, karena musik klasik menyediakan dari 35 item dengan pilihan jawaban yaitu masuk
variasi stimulasi yang sedemikian luasnya bagi dalam 3 kategori katagori ringan
pendengar ( Campbell,2010). <11, katagori sedang 12-24 , katagori berat
>24. Lembar kuesioner tanda dan gejala
METODOLOGI resiko perilaku kekerasan meliputi respon
Desain penelitian yang digunakan dalam fisiologik, respon emosi, respon perilaku,
penelitian ini adalah study dalam bentuk respon sosial, respon verbal, respon fisik,
intervensi, yaitu penerapan terapi musik pada respon spritual.
pasien gangguan jiwa yang mengalami risiko
perilaku kekerasan dengan diberikan intervensi HASIL DAN PEMBAHASAN
keperawatan terapi musik. Subjek dalam Tingkat resiko perilaku kekerasan sebelum
penelitian ini ada 2 (dua) orang pasien yang dilakukan pemberian terapi musik
mengalami risiko perilaku kekerasan responden dilakukan pengamatan dengan
kuesioner tanda dan gejala resiko perilaku
Teknik pengumpulan data ini yaitu dengan cara kekerasan dengan katagori ringan <11, kategori
Hari/ tanggal Keterangan
Pengamat dan memberikan tanda check list pada sedang 12-24, katagori berat >24 Tabel 4.1
Selasa 4 juli 15 x100= 42 %
daftar kuesioner yang berisi 35 poin tanda dan kuesioner sebelum dilakukan
2017 35
gejala terapi musik
Selasa 4 juli 12 x100= 34%
2017 35

79
Hari/ tanggal Keterangan
Senin 3 juli 2017 21 x100= 60 %
Ny. A 35
katagori sedang
Senin 3 juli 2017 13 x100= 37%
Ny. M 35
katagori sedang

Resiko perilaku kekerasan pada responden yang holistik terdiri atas biologis, psikologis,

sebelum dilakukan tarapi musik, perawat dan berintegrasi

melakukan kuesioner pada kedua


responden pada tanggal 3-4 juli 2017 dan
didapatkan sebagian besar dalam katagori
sedang Ny. A 60% menjadi 42% dan Ny. M
37% menjadi 34%. Penelitian belum
menemukan hasil penelitian yang sama persis,
tetapi hasil penelitian yang serumpun ada, yaitu
hasil penelitian yang dilakukan oleh candra,
wayan. Dkk (2013) yang meneliti tentang terapi
musik klasik terhadap perubahan gejala
perilaku agresif pasien skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukan sebelum diberikan
terapi musik klasik sebagian besar dalam
kategori sedang sebanyak 11 orang ( 73%)
sebelum pre-test diberikan terapi musik klasik

Kemarahan terjadi ketika Individu


mengalami frustasi, terluka atau takut,
kesulitan dalam mengekspresikan
kemarahan sering dikaitkan dengan
gangguan jiwa, perilaku kekerasan adalah akibat
dari kemarahan yang ekstrem atau ketakutan.
Penyebab kemarahan atau risiko perilaku
kekerasaan secara umum adalah kebutuhan yang
tidak terpenuhi, menyinggung harga diri, dan
harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Model
stress adaptasi stuart dari keperawatan jiwa
memandang perilaku manusia dalam perspektif
80
dalam perawatan. Komponen biosikososial dari Kamis 6 juli 9 x100= 25 %
model tersebut termasuk dalam faktor 2017 35
predisposisi, presipitasi, penilain terhadap
Kamis 6 juli 7 x100= 20%
stressor, sumber koping, dan mekanisme koping.
2017 35

Tabel 4.2 tingkat tanda dan gejala Setelah


Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, terdapat
diberikan terapi musik
penurunan perilaku kekerasan pada kedua
Hari/ tanggal Keterangan
subjek penelitian sesudah diberikan terapi
Rabu 5 juli 2017 10 x100= 38 %
Ny. A 35 musik klasik pada tanggal 05 Ny. A sebanyak
katagori ringan 28% mengalami penurunan perilaku kekerasan
Rabu 5 juli 2017 11 x100= 31%
dan pada tanggal 06 menjadi 25
Ny. M 35
katagori ringan %, dari perilaku kekerasaan sedang menjadi
ringan, sedangkan Ny. M dari tanggal 05-06
mengalami penurunan perilaku kekerasaan dari

Hari/ tanggal Keterangan respon kuesioner resiko perilaku kekerasan


31% menjadi
20%.
Hasil uji yang dilakukan pada tanggal 3-6 juli Penelitian ini menunjukan bahwa terapi musik
2017 diruang melati rumah sakit jiwa provinsi klasik efektif untuk menurunkan resiko
lampung didapatkan pengaruh terapi musik perilaku kekerasan pada responden
klasik terhadap perubahan gejala perilaku skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan.
kekerasan ada pengaruh yang sangat signifikat. Di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Pemberian terapi musik klasik terhadap Lampung 2017. Hasil penelitian ini dapat
perubahan gejala resiko perilaku kekerasan di digunakan sebagai suatu alternatif dalam
Ruang Melati rumah sakit jiwa provinsi menurunkan gejala perilaku kekerasan pada
lampung 2017 terapi musik klasik dapat responden diberbagai tatanan
menurunkan gejala perilaku kekerasan pada pelayanan kesehatan jiwa
kedua responden. yang ada.

Menurut Djohan, 2016 Musik merupakan


KEPUSTAKAAN
terapi utama, aktivitas musik digunakan untuk
menumbuhkan hubungan saling percaya,
Pribadi T, Nurhayati. T I 2012. Jurnal
mengembangkan fungsi fisik, dan mental klien
kesehatan. Pemberian terapi
secara teratur serta terprogram. Contoh
relaksasi musik dan aromaterapi
intervensi bisa berupa bernyanyi,
terhadap perilaku kekerasaan dan
mendengarkan musik, bermain alat musik,
menciptakan musik, mengikuti gerakan musik resiko perilaku kekerasaan klien
dan melatih imajinasi.
skizofrenia, III(2), hal 101-203
81
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Yosep, Iyus, 2013. Keperawatan jiwa
keperawatan jiwa. Yogyakarta: (edisi
Andi offset.

revisi). PT Refika Aditama:


KESIMPULAN Bandung.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk Campbell,2010,EfekMozart:Memanfaatka
perilaku yang bertujuan untuk melukai n kekuatan musik untuk
seseorang secara fisik maupun psikologis. mempertajam pikiran,
meningkatkan kreativitas dan
Berdasarkan definisi ini maka perilaku
menyehatkan tubuh. Jakarta:
kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
Gramedia Pustaka Utama
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Dhojan, 2016, psikologi musik. Yogyakarta:

Penerbit indonesia cerdas.

82
Candra wayan,2013, Terapi Musik Klasik
Terhadap Perubahan Gejala Perilaku
Agresif Pasien
Skizofrenia. Keperawatan
politeknik kesehatan.

Kusumawati, Farida. & Hartono, Yudi.


2010. Buku ajar keperawatan jiwa.
Jakarta: Selemba Medika

Profil Rumah Sakit Jiwa Provinsi


Lampung, Tahun 2010.
Kusumo, S. 2015. Buku ajar keperawatan
jiwa.

Pusat penelitian dan penerbitan


LP2M Institut Agama Islam Negeri Raden
Intan Lampung: Lampung.

83
Jurnal Penelitian Perawat Profesional
Volume 1 Nomor 1, November 2019
p-ISSN 2714-9757

RESPONS PASIEN PERILAKU KEKERASAN


Titik Suerni1, Livana PH2*
1
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, Jl. Brigjen Sudiarto No.347, Gemah, Kec. Pedurungan,
Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia 50246

2
Program Studi Sarjana Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Jl. Laut 31A Ngilir Kendal, Jawa
Tengah, Indonesia 51311

*livana.ph@gmail.com (+6289667888978)

ABSTRAK
Perilaku kekerasan yang terjadi pada pasien gangguan jiwa memiliki batasan karakteristik yang
berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pasien dengan resiko perilaku
kekerasan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif
dan pendekatan survey. Sampel penelitian ini adalah pasien yang mempunyai masalah keperawatan
prilaku kekerasan diruang Madrim RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Provinsi Jawa Tengah yang
berjumlah 20 orang. Data dianalisis secara univariat berupa distribusi frekuensi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas responden berrespons kognitif berupa perubahan isi pikir dan
menyalahkan orang lain, respons afektif berupa perasaan tidak nyaman, respons fisiolofis berupa
pandangan tajam dan tangan mengepal, respons perilaku berupa memukul benda/ orang dan agresif,
respons sosial berupa sering mengungkapkan keinginannya dengan nada mengancam. Perlu
intervensi keperawatan yang tepat untuk mengurangi respons kognitif, afektif, fisiologi, perilaku,
sosial pada pasien perilaku kekerasan.

Kata kunci: respons pasien, resiko perilaku kekerasan

IMPROVEMENT OF CADER KNOWLEDGE ABOUT EARLY DETECTION OF SOUL


HEALTH THROUGH MENTAL HEALTH EDUCATION

ABSTRACT
Violent behavior that occurs in patients with mental disorders have different characteristics limits.
This study aims to determine responses in patients at risk of violent behavior. This research is a
quantitative study with a descriptive research design and survey approach. The sample of this study
were patients who had nursing problems of violent behavior in Madrim Hospital Dr. Amino
Gondhohutomo, Central Java Province, amounting to 20 people. Data were analyzed univariately in
the form of frequency distributions. The results showed that the majority of respondents responded
cognitively in the form of changes in thought content and blaming others, affective responses in the
form of uncomfortable feelings, physiological responses in the form of sharp eyes and clenched fists,
behavioral responses in the form of hitting objects / people and aggressively, social responses in the

84
form of often expressing their desires with threatening tone. Need appropriate nursing intervention
to reduce cognitive, affective, physiological, behavioral, social responses in violent behavior patients.

Keywords: patient response, risk of violent behavior

PENDAHULUAN disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor


Perilaku kekerasan merupakan suatu kemarahan predisposisi ataupun presipitasi yang keduanya
yang diekspresikan oleh individu secara dapat memicu terjadinya perilaku kekerasan.
berlebihan sehingga tidak dapat dikendalikan Perilaku kekerasan terjadi karena adanya hasil
baik secara verbal maupun non dan dapat akumulasi frustasi yang berulang dan
mencederai diri, orang lain serta merusak dikarenakan keinginan individu yang tidak
lingkungan (Depkes, 2007). Perilaku kekerasan tercapai atau bahkan gagal, sehingga individu
dapat berperilaku

85
agresif. Menurut Keliat (2005) ada beberapa muncul selama 3 bulan terakhir adalah resiko
tanda gejala terjadinya perilaku kekerasan perilaku. Berdasarkan latar belakang tersebut
diantaranya yaitu, bicara kasar, muka merah, perlu dilakukan penelitian terkait respons
otot tegang, pandangan tajam, berdebat, nada kognitif, afektif, fisiologi, perilaku, dan sosial
suara tinggi, memaksakan kehendak seperti pada pasien resiko perilaku kekerasan di RSJD
merampas makanan dan memukul jika Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
menemui hal-hal yang tidak disenangi.
METODE
Data WHO (2015)menunjukkan bahwa
Penelitian kuantitatif menggunakan rancangan
prevalensi pasien gangguan jiwa mencapai
penelitian deskriptif dengan pendekatan survei
hampir 450 juta orang, dimana sepertiganya
yaitu penelitian yang dilakukan untuk
berada di negara berkembang. Indonesia
mendiskripsikan respons kognitif, afektif,
merupakan salah satu negara yang memiliki
fisiologi, perilaku, dan sosial pasien dengan
Sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas (2018)
perilaku kekerasan. Populasi dalam penelitian
menyebutkan bahwa prevalensi gangguan
ini adalah semua pasien di ruang Madrim yang
mental emosional yang ditunjukkan dengan
muncul diagnosis prilaku kekerasan di RSJD
gejala-gejala gangguan jiwa berat, seperti
Dr. Amino Gondhohutomo provinsi jawa
schizophrenia adalah terjadi peningkatan dari
tengah. Cara mengambil sampel menggunakan
1,7 persen pada tahun 2013 dan meningkat
metode total Sampling. Jumlah sampel yaitu 20
menjadi 7 persen (Kemenkes, 2014). Di
orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Provinsi jawa tengah kunjungan pasien
Februari 2019. Data dianalisis secara univariat
gangguan jiwa sebanyak
berupa distribusi frekuensi.
260.247 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah, 2014). Hasil studi pendahuluan yang
HASIL
dilakukan di Ruang Madrim RSJD Amino
Hasil penelitian terkait respons pasien disajikan
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
pada tabel berikut.
didapatkan bahwa mayoritas diagnosis
keperawatan yang

Tabel 1.
Respons kognitif pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1-2
f %
Subjektif
Mengungkapkan ketidakmampuan mengontrol PK 19 95
Merasa berpikir negative dalam menghadapi stressor 15 75
Mengungkapkan keinginan untuk memukul orang lain 17 85
Mengungkapkan ketidakmampuan dalam berkomunikasi 15 75
Objektif
Mendominasi pembicaraan
Flight of idea 17 85
Perubahan isi pikir 20 100
Menyalahkan orang lain 20 100
Kurang konsentrasi 19 95
Mudah putus asa 13 65
Kepribadian tertutup 16 80
Agresif 6 30
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas respons hingga ke 2 pada pasien perilaku kekerasan
kognitif yang muncul hai ke 1 secara subyektif mengungkapkan

86
ketidakmampuannya mengontrol perilaku mayoritas responden terjadi perubahan isi pikir
kekerasan sedangkan secara obyektif dan menyalahkan orang lain.

Tabel 2.
Respons afektif pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1-2
f %
Subjektif
Afek labil 11 55
Mengungkapkan perasaan curiga 18 90
Merasa mudah tersinggung 13 65
Merasa tidak nyaman 20 100
Merasa jengkel 17 85
Mengungkapkan keinginan untuk memukul orang 7 35
Obyektif
Marah 18 90
Frustasi 17 85
Pemurung 9 45
Menunjukkan ketidakpedulian dengan lingkungan/ acuh 17 85
Sering meremehkan sesuatu 15 75
Kurang percaya diri 8 40
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas respons secara subyektif mengungkapkan perasaan tidak
afektif yang muncul hai ke 1 hingga ke 2 pada nyaman, sedangkan secara obyektif mayoritas
pasien perilaku kekerasan responden tampak marah.

Tabel 3.
Respons fisiologi pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala 1-2
f %
Subjektif
Mengatakan pusing 17
Merasa berdebar-debar 18
Mengungkapkan keluhan mual, tidak enak di perut 18
Obyektif
Muka merah 17
Pandangan tajam 20
Rahang mengatup dengan kuat 18
Tangan mengepal 20
Wajah tegang dan kewaspadaan meningkat 1
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas
respons fisiologis yang muncul hai ke 1 hingga respons perilaku yang muncul hai ke 1 hingga
ke 2 pada pasien perilaku kekerasan secara ke 2 pada pasien perilaku kekerasan secara
subyektif merasa berdebar-debar dan merasa subyektif mengungkapkan selalu curiga,
mual serta tidak enak di perut, sedangkan sedangkan secara obyektif merusak benda/
secara obyektif mayoritas responden tampak menciderai orang lain serta berperilaku agresif.
pandangan tajam dan tangan mengepal.
Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas respons
sosial yang muncul hai ke 1 hingga

87
ke 2 pada pasien perilaku kekerasan secara obyektif mayoritas responden
subyektif mengungkapkan keinginannya mengasingkan diri.
dengan nada mengancam, sedangkan secara

Tabel 4.
Respons perilaku pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1 -2
f %
Subjektif
Mengatakan selalu curiga 17
Mengungkapkan keinginan untuk melukai diri sendiri/ orang 11
lain
Obyektif
Mondar-mandir 15
Memukul benda/ orang 20
Merusak barang 15
Nada suara tinggi/ keras 19
Agresif 20
Suka membentak orang lain 18
Bersikap sinis terhadap orang lain 15

Tabel 5.
Respons sosial pasien perilaku kekerasan (n=20)
Tanda dan gejala Hari ke 1-2
f %
Subjektif
Sering mengungkapkan keinginannya dengan nada mengancam 20
Secara verbal sering mengejek, mengolok-olok 15
Obyektif
Menarik diri dalam pergaulan lingkungan sekitar 17
Mengasingkan diri 19
Penolakan 3
PEMBAHASAN marah. Respons tersebut terjadi karena
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas keinginannya tidak terpeuhi, sehingga keluarga
responden menunjukkan respons kognitif sebagai orang terdekat pasien hendaknya dapat
berupa perubahan isi pikir dan menyalahkan berupaya untuk mengatasi ataupun mencegah
orang lain. Respons tersebut juga merupakan agar respons marah dapat dihindari yaitu
salah satu faktor yang menyebabkan pasien dengan memenuhi keinginan pasien. Hasil
dirawat di RSJ. Hasil penelitian ini sesuai penelitian ini sejalan dengan penelitian
dengan penelitian Hidayati (2012) bahwa Wuryaningsih dan Hamid (2013) bahwa salah
perilaku kekerasan merupakan kasus yang satu upaya untuk mengendalikan marah pasien
paling banyak terjadi di RSJ sehingga keluarga dilakukan keluarga melalui sikap permisif
memutuskan untuk merawat klien di RSJ. kepada pasien seperti menuruti keinginan
pasien dan membiarkan pasien melakukan
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas apapun yang diinginkan oleh pasien.
responden mengungkapkan perasaan tidak
nyaman dan menunjukkannya dengan

88
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas
Dinkes Provinsi Jawa Tengah, (2014).
responden memiliki respons fisiologis dengan
tangan mengepal dan pandangan tajam. Hasil Profil Kesehatan Provinsi Jawa
ini sejalan dengan penelitian Pratama (2012) Tengah Tahun 2014. Hal
bahwa salah satu dari beberapa tanda pasien
marah yaitu tangan mengepal. Penelitian 102. Diakses tanggal 1 April 2019.
Mariyati, Hamid, Daulima (2018) menunjukkan darihttp://www.dinkesjatengprov.go.i
bahwa dampak fisik dan psikososial dari d/v2015/dokumen/profil2014/Profil_2
penggunaan pembatasan keinginan pasien 014.pdf
gangguan jiwa dapat ditunjukkan dengan
perilaku agresif sebagai salah satu alasan utama Hidayati, E. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok
menahan diri. Suportif terhadap Kemampuan Mengatasi
Perilaku Kekerasan pada Klien
Tabel 4 menunjukkan mayoritas responden Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Dr.
memiliki respons perilaku berupa perasaan Amino Gondohutomo Kota
curiga, merusak alat, dan menciderai orang lain. Semarang. In PROSIDING SEMINAR
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Mats, NASIONAL &
Joakim, Henrik, Marianne (2017). bahwa INTERNASIONAL (Vol. 1, No. 1).
individu yang memiliki ide kekerasan dalam
hidup mereka secara signifikan lebih rentan http://rs-
untuk melakukan tindakan kekerasan. amino.jatengprov.go.id/?q=content/la
poran-10-besar-penyakit
Tabel 5 menunjukkan bahwa pasien perilaku
kekerasan memiliki respons sosial ditunjukkan Keliat. ( 2005 ). Proses Keperawatan Kesehatan
dengan sikap yang sering mengasingkan diri Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
ataupun mengungkapkan keinginan dengan
nada mengancam. Hasil ini sesuai dengan Leslie J. Sattler, Kristie A. Thomas, Michael G.
penlitian Leslie, Kristie, Thomas, Michael, Vaughn, Joanna Almeida, Lori A. White,
Joanna, Lori, White, Waldam (2019) bahwa Marcus R. Waldman. (2019) Community
kontrol lingkungan sosial yang rendah memicu matters: GxE interactions predicting
terjadinya perilaku kekerasan. childhood aggression and violent
behavior, Journal of Criminal
Justice,Volume 61,2019,Pages 58-
SIMPULAN 71,ISSN 0047-
Mayoritas responden berrespons kognitif 2352,
berupa perubahan isi pikir dan menyalahkan https://doi.org/10.1016/j.jcrimjus.201
orang lain, respons afektif berupa perasaan 9.03.002.(http://www.sciencedirect.co
tidak nyaman, respons fisiolofis berupa m/science/article/pii/S004723521930 0339)
pandangan tajam dan tangan mengepal, respons
perilaku berupa memukul benda/ orang dan Mariyati Achir Yani Syuhaimie Hamid, Novy
agresif, respons sosial berupa sering Helena Catharina Daulima, (2018). The
mengungkapkan keinginannya dengan nada experience of restraint- use among
mengancam patients with violent behaviors in mental
health hospital, Enfermería
DAFTAR PUSTAKA Clínica,Volume 28,
Depkes RI. ( 2007 ). Standart Asuhan Supplement 1,2018,Pages 295-299,
Keperawatan Jiwa. Magelang RSJ Prof. ISSN 1130-
Dr. Soeroyo Magelang. 8621,https://doi.org/10.1016/S1130-
8621(18)30173-
6.(http://www.sciencedirect.com/scie
nce/article/pii/S1130862118301736)

89
Mats Persson, Joakim Sturup,
Henrik Belfrage, Marianne
Kristiansson. (2017). Self-
reported violent ideation
and its link to interpersonal
violence among offenders
with mental disorders and
general psychiatric
patients, Psychiatry
Research, Volume 261,
2018, Pages 197-203,
ISSN 0165-1781,
https://doi.org/10.1016/j.ps
ychres.201 7.12.079.
(http://www.sciencedirect.
co
m/science/article/pii/S0165
17811730 5358)

PRATAMA, S. A. (2012). Asuhan

Keperawatan Pada Sdr.


Y Dengan Gangguan
Perilaku Kekerasan Di
Ruang Amarta Rumah
Sakit Jiwa Daerah

Surakarta (Doctoral
dissertation, Universitas
Muhammadiyah
Surakarta).

RSJD Dr. Amino


Gondohutomo
Semarang Prov. Jateng,
(2016). Laporan 10
Besar Penyakit. Diakses
tanggal 29 Maret 2018
dari

WHO, (2015). Mental


Disorders. Diakses

90
tanggal 28
Maret
2016

darihttp://www.who.int/m
ediacentre/f
actsheets/fs396/en/

Wuryaningsih, E. W., & Hamid,


A. Y. S. (2013). Studi
Fenomenologi:
Pengalaman Keluarga
Mencegah Kekambuhan
Perilaku Kekerasan Pasien Pasca
Hospitalisasi
RSJ. Jurnal Keperawatan
Jiwa, 1(2).

91

Anda mungkin juga menyukai