DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 13
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan askep ini tepat pada waktunya
yang berjudul Atresia Ani. Askep ini kami buat untuk memenuhi tugas mata
kuliah dan dapat memberikan wawasan yang luas tentang Atresia Ani. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala
kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan tugas ini, kami terima
dengan senang hati.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Atresia ani merupakan salah satu kelainan kongenital yang terjadi
pada anak. Atresia ani (anus imperforate) merupakan suatu keadaan
dimana lubang anus tidak berlubang. Atresia ani berasal dari bahasa
Yunani, yaitu berarti tidak ada, dan trepsis yang artinya nutrisi atau
makanan. Menurut istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan yang normal (Rizema
Setiatava P, 2012).
Menurut WHO (World Healt Organization) diperkirakan bahwa
sekitar 7% dari seluruh kematian bayi di dunia disebabkan oleh kelainan
kongenital Di Eropa, sekitar 25% kematian neonatal disebabkan oleh
kelainan kongenital. Di Asia Tenggara kejadian kelainan kongenital
mencapai 5% dari jumlah bayi yang lahir (Verawati dkk, 2015).
Indonesia memiliki angka kejadian atresia ani sangat tinggi yaitu
90%. Masyarakat pada daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan
kepadatan penduduk dan lingkungan yang kumuh. Lingkungan yang
kumuh dapat menjadi factor pendukung terjadinya atresia ani. Tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah dan pola nutrisi yang kurang
baik memungkinkan bahwa keluarga dengan ibu hamil kurang
memperoleh informasi mengenai kesehatan, pertumbuhan dan
perkembangan bayi dalam kandungan. Lingkungan yang terpapar
dengan zat zat racun seperti asap rokok, alcohol dan nikotin dapat
mempengaruhi perkembangan janin. Prevalansi kelainan kongenital
antresia ani di Indonesia mencapai 5 per 1.000 kelahiran hidup. Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 mencatat salah satu penyebab kematian
bayi adalah kelainan kongenital pada usia 0-6 hari sebesar 1% dan pada
usia 7-28 hari sebesar 19%. (Verawati dkk, 2015,Maryunani, Anik
2014).
Populasi masyarakat Indonesia sebanyak 200 juta lebih, yang
memiliki standar angka kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir
setiap tahun dengan penyakit atresia ani sebanyak 1.400 kelahiran
(Haryono, 2012). Didapatkan data kasus atresia ani di Jawa Tengah,
khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam kurun waktu tahun
2007-2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien dengan
kasus atresia ani. Angka kejadian kasus atresia ani I RSUD Dr.
Moewardi Surakarta pada tahun 2012 terdapat 49 kasus, dan pada tahun
2013 terdapat 10 kasus. Angka kejadian kasus malformasi anorektal di
RSUD Dr.Moewardi
Manifestasi klinis pada atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam,
gejalanya dapat berupa perut kembung, muntah, pada mekonium tidak
keluar dalam 24 jam, dan tidak bisa buang air besar. Tanda dan gejala
yang membedakan antara penderita lakilaki dan perempuan adalah
terjadinya fistel, pada bayi perempuan sering terjadi fistel rectovaginal.
Sedangkan pada bayi laki-laki sering terjadi fistel rektourinal (Dewi,
2013).
Penatalaksanaan pada jenis kelainan bawaan atresia ani tergantung
klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi
terlebih dahulu. Pada penelitian sebelumnya penanganan atresia ani
menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang
lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 yang dikutip oleh
Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero
sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter
eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rectum dan pemotongan fistel (Faradilla, 2009). Keberhasilan
penatalaksanaan atresia ani dinilai dari hasilnya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk serta antisipasi
trauma psikis.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh
karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang
tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan
operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula (Faradilla, 2009).
Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi
atau TCD dahulu, setelah 6 – 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP) (atau berat BB > 10 kg). Atresia ani letak rendah dilakukan
perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan
stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus. Bila
terdapat fistula dilakukan cut back incicion. Pada stenosis ani cukup
dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi (Faradilla, 2009).
Kolostomi merupakan sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Lubang
kolostomi yang muncul dipermukaan yang berupa mukosa kemerahan
disebut dengan stoma. Kolostomi dapat dibuat secara permanen ataupun
temporer (sementara) yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
(Murwani, 2009).
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan
tindakan laparotomy (operasi pembukaan dinding perut). Luka
laparotomi sangat beresiko mengalami infeksi karena letaknya yang
bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak
mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka (Murwani, 2009).
Dalam hal ini, perawatan luka sangat penting untuk dilakukan, karena
masalah yang sering muncul setelah proses pembedahan adalah risiko
infeksi (Nurarif, Amin H dan Hardhi K, 2013).
Menyikapi kasus yang banyak terjadi pada anak-anak dan melihat
prosentase terjadinya penyakit malformasi anorektal, maka penulis
mengangkat kasus malformasi anorektal untuk lebih memahami
perawatan pada pasien dengan malformasi anorektal. Berdasarkan
berbagai masalah yang dihadapi klien, maka penulis tertarik untuk
mengambil Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Asuhan Keperawatan
Pada An. A dengan atresia ani post kolostomi Di Ruang HCU Neonatus
Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi Surakarta”.
A. PENGERTIAN
Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada beberapa
penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetic maupun factor
lingkungan yang terpapar oleh zat-zat beracun, lingkungan yang kumuh dan
pola nutrisi bayi selama dalam kandungan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :
1. Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna
karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua. Jika kedua orang tua
menjadi carier maka 25%-30% menjadi peluang untuk terjadinya atresia
ani, kemudian adanya kelainan sindrom genetic, kromosom yang tidak
normal dan kelainan congenital lainnya juga dapat beresiko menderita
atresia ani.
5. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali
pada gastrointestinal.
6. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus
urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital
pada minggu ke-5 sampai ke-7 pada usia kehamilan.
(Bets,2012, Purwanto, 2011)
C. MANINFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah, 2005, Betz. Ed 7. 2012 tanda dan gejala neonates
menglalami atresia ani atau anus imperforata antara lain:
1. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
2. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
3. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
4. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
5. Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.
6. Adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi
bertahap
7. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
8. Lebih dari 50% pasien dengan atresia ani mempunyai kelainan
congenital lain.
9. Perut kembung 4-8 jam setelah lahir.
D. PATHWAY
Terlampir
E. KLASIFIKASI
F. KOMPLIKASI
Menurut Ngastiyah, 2015 dan Betz, 2012 komplikasi yang dapat terjadi
karna atresia ani antara lain:
1. Asidosis hiperkloremia.
2. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
3. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
4. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
5. Obstruksi intestinal
6. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
7. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
8. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik
yang umum dilakukan pada gangguan ini. Pemeriksaan fisik rectum
kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel
epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan
jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan udara dalam usus berhenti
tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut. Tidak ada
bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-
tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum. Dibuat foto anterpisterior (AP)
dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada
anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda
radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
7. Sinar X terhadap abdomenDilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rectum dari sfingternya.
8. Ultrasound terhadap abdomen digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
9. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
10. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan
ureter.
11. Pemeriksaan fisik rectumKepatenan rectal dapat dilakukan colok
dubur dengan menggunakan selang atau jari.
12. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.
F. PENATALAKSANAAN
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa
hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Awalnya
BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang
frekuensinya dan agak padat.
d. Perawatan Postoperasi
Setelah menjalani operasi, dua minggu kemudian pasien
menjalani anal dilatasi dua kali setiap hari sampai ukuran busi
sesuai dengan umur pasien dan saat businasi terasa lancar dan tidak
terasa sakit. Kemudian dilakukan tappering businasi dengan
menurunkan frekuensi sampai beberapa bulan, biasanya sekitar 6
bulan. Orang tua pasien harus diikutsertakan dalam program ini
karena orang tua yang menjalankan dan orang yang paling dekat
dengan anak.
e. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
f. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk
mencegah infeksi pada pasca operasi.
g. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan
output ) dan ukur TTV tiap 3 jam.
b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor
kulit, bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.
c. Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada
produksi, jaga kulit tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
e. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy
dengan cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian
keringkan dan daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, colostomybag
diganti segera setiap ada produksi.
6. Jelaskan 6. Menjelaskan
(bayi) (bayi)
cairan cairan
mengungkapkan mengungkapkan
ASUHAN KEPERAWATAN
DATA BAYI
Nama Bayi :
Jenis kelamin : L/P BB/PB :
Tanggal lahir/usia : Apgar score menit ke 5 :
4. Mata :
Sclera : Ikterik ( ) Tidak ikterik ( )
Conjungtiva : Anemis ( ) Tidak anemis ( )
Palpebra : Edema ( ) Tidak Edema ( )
Bentuk : Normal ( ) Strabismus ( )
Cekung ( )
Nigtagmus ( )
Perdarahan : Ada ( ) Tidak Ada ( )
Lain-lain :
5. Hidung :
Bentuk hidung : simetris ( ) asimetris ( )
Nafas cuping hidung : Ada ( ) Tidak Ada ( )
6. Mulut
Bentuk : Normal ( ) Labio Skizis ( )
Labio palato skizis ( )
kebersihan : Bersih ( ) kotor ( )
Luka pada bibir : Ada ( ) Tidak ada ( )
Lidah : Kotor ( ) Tidak kotor( )
Pemasangan alat bantu :
7. Leher
Kelenjar thyroidea : Bengkak ( ) Tidak Bengkak ( )
Struma : Ada ( ) Tidak ada ( )
Torticolis : Ada ( ) Tidak ada ( )
8. Toraks
Bentuk simetris ( ) asimetris ( )
Retraksi ( )
a. Paru-paru :
Suara nafas kanan dan kiri: sama ( ) Tidak sama ( )
Bunyi nafas di semua lapang paru : terdengar ( ) tidak
terdengar ( ) Menurun ( )
Suara nafas : vesikuler ( ) ronchi ( ) cracles ( )
wheezing ( )
Respirasi : spontan ( ) alat bantu ( ) Sebutkan..........
Frekuensi: ........................x/menit
b. Jantung : murmur ( ) gallop ( )
Reguler ( ) irreguler ( )
Frekuensi : .............x/mt
Ictus Cordis: teraba / tidak, jelaskan........
9. Punggung
Bentuk : Normal ( ) Lordosis ( )
Kiposis ( ) Skoliosis ( )
Spina bifida : Ada ( ) Tidak ada ( )
Meningocele : Ada ( ) Tidak ada ( )
10. Abdomen :
Bentuk : Normal ( ) Skapoid ( ) Distensi ( )
Omfalokel ( )
Bising usus : Tidak terdengar ( ) Ada : …………x/mnt
Perkusi abdomen : Tympany ( ) Hypertimpany ( )
Pekak ( )
Tali pusat Normal ( ) Layu ( ) Omphalitis
( )
Cubitan kulit perut : normal ( ) 2 detik ( ) >2 detik
( )
11. Genital
GENETALIA LAKI-LAKI
Penis : Normal ( ) Hipospadia ( ) Epispadia
( )
Hermaprodite ( )
Scrotum : Ada ( ) Tidak ada ( ) Hidrokel
( )
Lain-lain
: .........................................................................
.....
GENETALIA PEREMPUAN
Labia mayora : Ada ( ) Tidak ada ( )
Labia minora : Ada ( ) Tidak ada ( )
Hemaprodite : Ya ( ) Tidak ( )
Lain-lain
: .........................................................................
................
12. Anus : Ada ( ) Atresia ani ( )
13. Ekstremitas Atas dan Bawah
Jumlah jari tangan Lengkap ( ) Tidak
lengkap................buah
Jumlah jari kaki : Lengkap ( ) Tidak lengkap…………buah
Polidaktili : Ada ( ) Tidak ada ( )
Sindaktili : Ada ( ) Tidak ada ( )
Paralisis ...............................................................: Ada ( ) Tida
Fraktur ...............................................................: Ada ( ) Tida
14. Kulit
a. Warna : pink ( ) jaundice ( ) biru/pucat
( )
b. Kramer : Ada ( ), Sebutkan Tidak Ada (
)
c. Sianosis pada kuku ( ) sirkumoral ( )
seluruh tubuh ( )
d. Waktu pengisian kapiler : .......... dtk
15. Suhu :
a. lingkungan : penghangat radian ( ) inkubator ( )
suhu ruang ( ) boks terbuka (
)
b. suhu kulit : ................................................ 0C
C. PEMERIKSAAN KEHAMILAN
Rubella ( ) Hepatitis ( ) Chlamidia ( ) VDRL ( ) GO ( )
Herpes ( ) HIV ( )
F. NUTRISI
ASI, on demand : Ya Tidak
Colostrums : Ya Tidak,
Alasan…………………………………………..
PASI : Ya Tidak,
Alasan : ..........................................
Jenis
: ..............................................................................................
G. ELEMINASI
Miksi : Belum Sudah …………x/24
jam
Mekonium : Belum Sudah …………x/24
jam
Konsistensi : ...
Warna : ...
G. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
1. Penerimaan ibu terhadap kehadiran bayinya: menerima/menolak
2. Penerimaan suami dan keluarga terhadap kelahiran bayinya:
menerima/menolak
3. Hubungan ibu dengan suami dan keluarga: kurang baik/baik/tidak
baik
4. Keluarga yg masih tinggal serumah: mertua/kakak kandung/orang
tua sendiri/lainnya sebutkan.....................
I. Test Diagnostik
= Laboratorium
………………………………………………………………………………………
…………
………………………………………………………………………………………
…………
………………………………………………………………………………………
…………
………………………………………………………………………………………
…………
............................,.....................................20....
Pemeriksa
Ruang : Alamat :
JAM
RENCANA TINDAKAN
Ruang : Alamat :
Ruang : Alamat :
Hari Pertama
Dx TTD
Hari Ke Dua
Dx TTD
Hari Ke Tiga
Dx TTD
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
ANALISA JURNAL
BAB VI
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediarik”
Carpenito, Lynda Juall. 2017. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC
Medika
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/malformasi_anorektal_file
s_of_drsmed.pdf
Kenner, C., & McGrath.,J.M. (2004). Developmental Care of Newborn & Infants:
Vol.2. Ed.6. Alih Bahasa: Brahm U. Pedit et al; editor: Huriawati Hartanto
Smeltzer dan Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta:EGC.
Sri Kurnianingsih (ed), Monica Ester (Alih bahasa). 2015 Pedoman Klinis
Surasmi A., Handayani S., Kusuma H.(2005). Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: EGC.