DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8 ( TINGKAT 2B )
1. ROSINA KOLOHUWEY
2. WA SITI SANIA KARIM
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
HISPRUNG DAN ATRESIA ANI”, tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah KEPERAWATAN ANAK.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam pembuatan makalah
ini dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan
makalah ini, serta rekan-rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat
penulis masih tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak kesalahan
dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
Konsep Medis
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah atresia berasal dari yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
B. Tujuan
PEMBAHASAN
Konsep Medis
Istilah atresia berasal dari yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Jadi kesimpulannya, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
B. Klasifikasi Atresia Ani
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu :
a Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina
atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan
bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate
sementara waktu.
b Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar
tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.
Klasifikasi menurut Melbourne yang membagi berdasarkan garis
pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii :
a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus
pubokoksigeus)
b. Letak intermediate apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir di bawah muskulus levator ani.
ATRESIA ANI
iritasi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa pre operasi :
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
Diagnosa post operasi :
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan/ insisi luka.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme terhadap luka
kolostomi.
d. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kolostomi.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
3. Perencenaan keperawatan
Perencanaan keperawatan pada diagnosa pre operasi :
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
Tujuan : klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
Kriteria hasil :
1. Penurunan distensi abdomen.
2. Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1. Lakukan enema atau irigasi rectal.
2. Kaji bising usus dan abdomen.
3. Ukur lingkar abdomen.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunya intake,
muntah.
Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil :
1. Output urin 1-2 ml/kg/jam.
2. Capillary refill 3-5 detik
3. Turgor kulit baik
4. Membrane mukosa lembab
Intervensi :
1. Pantau TTV
2. Monitor intake-output cairan
3. Lakukan pemasangan infuse dan berikan cairan IV
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
Tujuan : kecemasan orang tua dapat berkurang.
Kriteria hasil : klien tidak lemas
Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi
dan fisiologi saluran pencernaan normal.
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua.
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi.
Perencanaan keperawatan pada diagnosa post operasi :
a. Nyeri berhubungan dengan teruma pembedahan/insisi luka.
Tujuan : rasa nyeri teratasi/berkurang.
Kriteria hasil :
1. Klien tampak tenang dan merasa nyaman
2. Klien tidak meringis kesakitan.
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri
2. Kaji lokasi, waktu dan intensitas nyeri
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Atur posisi klien
5. Kolaborasi dalam pemberian anibiotik
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
Tujuan : tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Kriteria hasil :
1. Penyembuhan luka tepat waktu
2. Tidak terjadi kerusakan didaerah sekitar anoplasti
Intervensi :
1. Kaji area stoma
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar
pada area stoma
3. Tanyakan apakah ada keluhan gatal sekitar stoma
4. Kosongkan kantong kolostomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong.
5. Lakukan perawatan luka kolostomi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder
terhadap luka kolostomi.
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. TTV normal
3. Leukosit normal
Intervensi :
1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
2. Pantau TTV
3. Pantau hasil laboratorium
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
5. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
d. Perubahan eliminasi berhubungan dengan kolostomi.
Tujuan : gangguan pola eliminasi teratasi.
Kriteria hasil :
1. BAB normal
2. Frekuensi buang air besar 1-2x/ hari
Intervensi :
1. Kaji pola kebiasaan buang air besar
2. Kaji factor penyebab konstipasi/diare
3. Anjurkan orang tua banyak dan mengandung tinggi serat jika
konstipasi.
4. Lakukan perawatan kolostomi.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perawatan dirumah.
Kriteria hasil : menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan
kolostomi dirumah.
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai
mereka dapat melakukan perawatan.
2. Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan
dilatasi pada anal secara tepat.
4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit ( misalnya serat ).
Konsep Medis
A. Definisi Hisprung
Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus, yang diperkenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun
1886. Zuelser dan Wilson, 1984 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang
menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus ke
arah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi
membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.
B. Klasifikasi Hisprung
C. Epidemiologi Hisprung
D. Patofisiologi Hisprung
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di
sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot otot yang melapisi usus
(kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltic). Kontraksi otot otot tersebut
dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah
lapisan otot. Pada penyakit hirschsprung, ganglion atau/pleksus yang memerintahkan
gerakan peristaltic tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltic tidak dapat mendorong bahan
bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan( Dasgupta, 2004).
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan manifestasi
gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi
usus spontas. Selain itu sfingter rectum tudak dapat berelaksaksi secara optoman,
kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus kemuadian
terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses di daerah tersebut
sehingga memberikan manifestasi klisin dilastasi usus pada bagian proksimal.
Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel
gangliondalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalanatau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi
usus spontan.Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya
feses secaranormal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul
di daerah tersebut,menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah itu. Penyakithirscprung diduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor
lingkungan, namun etiologisebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat
muncul pada sembarang usia,walaupun sering terjadi pada neonatus.
Diduga terjadi karena faktor genetic sering terjadi pada anak dengan down
syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (budi, 2010)
1. Pengkajian
b. Keluhan utama
e. Riwayat nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
f. Riwayat psikologi
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita hisprung
h. Riwayat social
2. Pemeriksaan Fisik
a. System integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat
dilihat capillary refill, warna kulit, edema kulit.
b. System respirasi
c. System kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung ( mur-mur, gallop ), irama denyut nadi
apical, frekuensi denyut nadi/apical.
d. System penglihatan
e. System gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
( frekuensi dan karakteristik muntah ) adanya keram, tendemes.
3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhungan dengan spastic usus dan tidak
adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
4. Intervensi Keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastic usus dan tidak
adanya distensi abdomen.
Tujuan : klien tidak mengalami gangguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal,
tidak distensi abdomen.
Intervensi :
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai
kebutuhan secara parenteral atau per oral.
Intervensi ::
Tujuan : kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi,
turgor kulit normal.
Intervensi :
Tujuan : kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,
tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
Rasional : mengurangi persepsi terhadap nyeri yang kerjanya pada system saraf
pusat.
Post operasi
Tujuan : kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis,
tidak mengalami gangguan pola tidur.
2.Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dan sentuhan.
Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan dirumah dan
pengebotan.
5. Evaluasi
Post operasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan.
Penyakit ini ( Hisprung ) merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak
mempunyai persarafan (aganglionik). Karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus ke arah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi
membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.