Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENCERNAAN PADA

KASUS ATRESIA ANI


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah:
Keperawatan Anak
Dosen Pengampu:

Disusun oleh ( KELOMPOK 8 ) :

Nama : NIM :
1. LIA AGUSTINA 013SYE20
2. MAISAH 014SYE20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JENJANG D3 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berkat dan hidayahnya. Kami
dapat menyelasaikan makalah ini dengan tepat waktu. Adapun judul dari makalah ini adalah
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENCERNAAN PADA
KASUS ATRESIA ANI
Makalah ini menyajikan materi yang mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca.
Makalah ini juga menjadi bahan ajar bagi dosen dan para mahasiswa untuk menggali ilmu secara
mandiri, mencari untuk menemukan aspirasi, motivasi dan dapat berkarya sehingga bermanfaat
bagi kita semua.
Kami menyadari bahawa makalah ini, memiliki banyak kekurangan sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga penyajian makalah selanjutnya dapat
kami tingkatkan. Semoga makalah ini dapat membantu pembaca untuk mencapai sukses dalam
pendidikan, dan kehidupan bermasyarakat serta bernegara.

Mataram, 19 April 2021


Hormat Kami

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................4
A. Pengertian Atresia Ani............................................................................................................4
B. Etiologi......................................................................................................................................4
C. Patofisiologi..............................................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis....................................................................................................................6
E. Komplikasi...............................................................................................................................7
F. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani.....................................................................................8
G. Penatalaksanaan......................................................................................................................9
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

A. Pengkajian..............................................................................................................................11
B. Diagnosis Keperawatan.........................................................................................................14
C. Intervensi Keperawatan Beradasarkan SDKI, SLKI, SIKI...............................................15
D. Implementasi Keperawatan..................................................................................................21
E. Evaluasi Keperawatan...........................................................................................................21
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................................................22
B. Saran.......................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit di jumpai adanya kelainan cacat konginetal pada anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum. (Kurniah, 2013).
Atresia ani merupakan kelainan konginetal yang tergolong rendah angka kejadiannya
dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di Amerika Serikat 600
anak lahir dengan atresia ani. Data yang dapatkan kejadian atresia ani timbul dengan
perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk indonesia 200 juta dan
tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit atresia ani. (Haryono, 2013)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukan keadaan tanpa anus atau
dengan anus yang tidak sempurna. Penyakit ini merupakan kelainan kongenital yang sering
kita jumpai pada kasus bedah anak. Diagnosis penyakit kongenital ini sangat mudah
ditegakkan melalui pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti sehingga hal ini harus diketahui
oleh tenaga kesehatan. (Lakonanta, 2016)
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rektal terjadi gangguan
pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Dengan kata lain tidak adanya
lubang pada anus atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena
bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperfota. Jika atresia terjadi maka hampir
memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. (Haryono,
2013)

B.Tujuan
Setelah dilakukan pembahasan, mahasiswa mampu memahami:
1. Definisi dari atresia ani
2. Embriologi dari atresia ani

4
3. Etiologi dari atresia ani
4. Patofisiologi dari atresia ani
5. Pathway dari atresia ani
6. Manifestasi Klinis dari atresia ani
7. Pemeriksaan penunjang dari atresia ani
8. Penanganan dari atresia ani
9. Konsep asuhan keperawatan dari atresia ani

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah in adalah :
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Teori Atresia Ani
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Atresia Ani

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Atresia Ani


Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang
seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus.
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum. (Kurniah, 2013)
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat spingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal, dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinari.
2. Anomali intermediate
Rektum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan spingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi
Ujung rektum diatas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau rektovaginaris
(wanita). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
(Nurarif & Kusuma, 2016)

6
B. Embriologi
Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens,
sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang ini juga membentuk
lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam
kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm
permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka.

Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal,
pada sudut antara allantois dan usus belakang.Sekat ini tumbuh kearah kaudal, karena itu
membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis primitif, dan bagian
posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal
mencapai membran kloaka, dan di daerah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran
kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di belakang, dan membran urogenitalis
di depan. (Kurniah, 2013)

C. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya embriologi di daerah usus, rectum bagian distal serta
traktur urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke 4 sampai ke 6 usia kehamilan.
(Nurarif & Kusuma, 2016)

D. Patofisiologi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada lakilaki umumnya

7
fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan
letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis). (Nurarif & Kusuma, 2016)

8
9
F. Manifestasi Klinis

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.


2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi terhadap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal tauce terdapat adanya membran anal
7. Perut kembung. (Nurarif & Kusuma, 2016).

G. Pemeriksaan penunjang

1. X-Ray. Ini menunjukkan adanya gas dalam usus.


2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktur urinarius, misalnya suatu
sitrouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektrourinarius dan kelainan
urinarius.
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium. (Nurarif
&Kusuma, 2016)

I. Penanganan

Penanganan Atresia Ani dibagi menjadi penatalaksanaan medis dan non medis
(Kurniah, 2013)

1.Penatalaksanaan Medis
a. Kolostomi
Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami malformasi
anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali operasi
untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang pertama dan biasa
dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi (High
Anomaly), rektovaginal fistula, rektovestibular fistula , rektouretral fistula, atresia
rektum, dan jika hasil jarak udara di ujung. distal rektum ke tanda timah atau logam
di perineum pada radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 :
transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah
stoma laras ganda. Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu)
sebelum dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu
10
setelah anoplasty atau bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah
dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi dilakukan pada periode
perinatal dan diperbaiki pada usia 12-15 bulan
b. Diltasi Anal (Secara Digital Atau Manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh
perawat. Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan
mandiri. Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x sehari selama 10-14
hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal
dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal.
Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa
minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan. Dilatasi anal dilakukan dua
kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan Hegar Dilator. Ukuran
dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh
ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup, namun dilatasi tetap
dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.
c. Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan tanpa
kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak
mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan rektoperineal fistula,
rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.
d. Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional
Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum kepembukaan anus.
(Kurniah, 2013)

2. Penatalaksanaan Nonmedis
a. Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yang sama
dengan anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk berlubang untuk eliminasi
dan atau penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak
ditopang oleh benda lain memungkinkan anak merasa aman.
Menjejakkan kaki le lantai juga memfasilitasi defekasi.
b. Bowel Management

11
Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.
c.Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu
panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar.Menghindari buah-buahan dan
sayuran mentah.Menghindari makanan yang memproduksigas/menyebabkan kram,
seperti minuman karbonat, permenkaret, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian
sedotan.
d.Diet Laksatif/Tinggi Serat
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsimakanan seperti
ASI, buah -buahan, sayuran, jus apel danapricot, buah kering, makanan tinggi
lemak, coklat, dankafein. (Kurniah, 2013)
J. Prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis.Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam.Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada
colok dubur (Hamami A.H, 2016). Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan
sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan
mental penderita (Hamami A.H, 2004). Hasil operasi atresia ani meningkat dengan
signifikan sejak ditemukannya metode PSARP (Levitt M, 2016).
H. Pencegahan
1. Melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga khususnya ibu hamil mengenai
informasi kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
kandungan.
2. Promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan.
3. Menjauhkan ibu hamil dari bahan beracun seperti asap rokok, nikotin, dan zat yang
berbahaya lainnya.

KONSEP ASUHAN KEPERWATAN KASUS ATRESIA ANI

12
A. Pengkajian

1. IDENTITAS PASIEN

Kondisi atresia ani lebih sering terjadi pada bayi berjenis kelamin laki- laki
dibandingkan dengan bayi perempuan.

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Keluhan Utama : Bayi dengan aresia ani akan mengalami distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meonium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Bayi mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam
pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan congenital bukan kelainan/
penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh anggota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi
kejadian atresia ani

3. POLA FUNGSI KESEHATAN


a. Pola persepsi terhadap kesehatan: Bayi belum bisa mengungkapkan secara
verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan : Bayi belum bias melakukan aktifitas apapun
secara mandiri karena masih bayi
AKTIFITAS 0 1 2 3 4

Mandi 

Berpakaian 

Eliminasi 

Mobilitas di tempat tidur 

Pindah 

Ambulansi 

13
Makan 

Keterangan :

0 : Mandiri

1: Dengan menggunakan alat bantu

2 : dengan menggunakan bantuan dari orang lain

3 : dengan bantuan orang lain dan alat bantu

4 : tergantung total, tidak berpartisipsi dalam beraktifitas

f. Pola istirahat/tidur: diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain.
g. Pola nutrisi metabolic: Biasanya bayi hanya minum ASI atau susu kaleng
h. Pola eliminasi: bayi dengan atresia ani tidak dapat buang air besar karena tidak
adanya anus dan di dalam urinnya ada mekonium
i. Pola kognitif perceptual: Bayi belum mampu berkomunikasi, berespon, dan
berorientasi dengan baik pada orang lain

4. PEMERIKSAAN FISIK

Bayi dengan atresia ani, saat dilakukan pemeriksaan fisik akan ditemukan:
a. Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepalhematom.

b. Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ikterus, tidak nista gamus/ tidak
episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.

c. Hidung simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.

d. Mulut bibir simetris, tidak macrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.

e. Telinga memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna.

f. Leher tidak ada webbed neck.

14
g. Thorak bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal.

h. Jantung tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur.

i. Abdomen simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor,
tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, dapat teradi distensi abdomen.

j. Getalia terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.

k. Anus tidak ada, nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus
obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh
jaringan.Pada auskultasi terdengar peristaltik.

l. Ektrimitas atas dan bawah simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak
tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat.

m. Punggung tidak ada penonjolan spina gifids

n. Pemeriksaan Reflek

1) Suching +

2) Grip +

3) Rooting +

4) Plantar +

5) Moro +

B. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih
b. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingterrectal
c. Nyeri akut b.d trauma jaringan
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
e. Kerusakan integritas kulit b.d kolostomi

15
f. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit, vistel retrovaginal, dysuria,
trauma jaringan post operasi
g. Resiko infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
h. Ansietas orang tua b.d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Gangguan Setelah dilakukan Observasi


eliminasi tindakan 1. Identifikasi tanda 1. Mengidentifikasi
urine b.d dan geala retensi atau tanda dan gejala retensi
Penurunan keperawatan inkontenensia urine atau inkontenensia
kapasitas selama 1x 24 jam 2. identifikasi factor urine
kandung yang menyebabkan 2.Meng identifikasi
diharapkan
kemih retensi atau factor yang
eliminasi urine inkontenensia urine menyebabkan retensi
membaik dengan 3. Monitor eliminasi atau inkontenensia
urine urine
criteria hasil :
Terapeutik 3. Memonitor
1. Distensi kandung 4. Catat waktu waktu eliminasi urine
kemih menurun dan haluaran berkemih 4. Membatasi asupan
5. Batasi asupan cairan cairan
2. Berkemih tidak 6. Ambil sampel urine
tuntas menurun tengah atau kultur
Edukasi
3. Desakan
7. Ajarkan tanda dan
berkemih (urgensi) geala infeksi saluran
menurun kemih
8. Aarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran urine
9. Aarkan terapi
modalitas penguatan
otot otot
panggul/berkemihan
Kolaborasi
10. Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra

16
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor intake – 1. Dapat
kekurangan tindakan output cairan mengidentifikasi status
cairan b.d
menurunnya keperawatan cairan klien
intake muntah selama 1x 24 jam 2. Lakukan 2. Mencegah dehidrasi
Klien dapat pemasangan infus
mempertahankan dan berikan cairan
keseimbangan IV 3. Mengetahui
cairan 3. Observasi TTV kehilangan cairan
KH: Output urin melalui suhu tubuh
1-2 ml/kg/jam, yang tinggi
capill ary refill 3-
5 detik, trgor kulit 4. Mengetahui
4.Monitor status tandatanda dehidrasi
baik, membrane hidrasi (kelembaban
mukosa lembab
membran mukosa,
nadi adekuat,

17
3. Cemas Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg 1. Agar orang tua
tindakan istilah yg dimengerti
orang tua b/d mengerti kondisi klien
keperawatan
kurang tentang anatomi dan
selama 1x 24 jam
pengetahuan
Kecemasan orang fisiologi saluran
tentang
tua dapat
penyakit dan pencernaan normal.
berkurang KH:
prosedur
Klien tidak lemas 2. Gunakan alat, 2. Pengetahuan
perawatan
media dan gambar tersebut diharapkan
Beri jadwal studi dapat membantu
diagnosa pada menurunkan
orang tua kecemasan
3. Beri informasi 3. Membantu
pada orang tua tentang mengurangi kecemasan
operasi kolostomi klien

1. Diagnosa post oprasi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
integritas tindakan keperawatan pada tempat tidur perlukaan pada
kulit b/d selama kulit
kolostomi. 1 x 24 jam 2. Jaga kebersihan 2. Menjaga
diharapkan integritas
kulit agar tetap ketahanan kulit
kulit dapat dikontrol.
KH : -temperatur bersih dan kering
jaringan dalam batas
3. Monitor kulit akan 3. Mengetahui
normal, sensasi
dalam batas normal, adanya kemerahan adanya tanda
elastisitas dalam kerusakan
batas normal,
jaringan kulit
4. Oleskan 4. Menjaga
lotion/baby oil kelembaban
pada daerah yang
kulit

18
hidrasi dalam bats tertekan
normal, pigmentasi 5.Monitor status nutrisi 5.Menjaga
dalam batas normal, klien keadekuatan
perfusi jaringan baik. nutrisi guna
penyembuhan luka

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. mengetahui tanda


b/d prosedur tindakan keperawatan gejala infeksi infeksi lebih dini
pembedaha selama sistemik dan lokal 2. menghindari
n 1 x 24 jam 2. Batasi pengunjung kontaminasi dari
diharapkan klien pengunjung
bebas dari 3. mencegah
tandatanda infeksi 3. Pertahankan teknik penyebab infeks
KH : bebas dari cairan asepsis pada
tanda dan gejala klien yang beresiko
infeksi
4. Inspeksi kondisi 4. mengetahui
luka/insisi bedah kebersihan luka
dan tanda infeksi
5. Gejala infeksi
5. Ajarkan keluarga dapat di deteksi
klien tentang tanda lebih dini
dan gejala infeksi 6. Gejala infeksi
6. Laporkan kecurigaan dapat segera
infeksi teratasi

19
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi
mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil
yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Price & Wilson.
2013). Menurut Price & Wilson (2013), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan. Berorientasi
pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan
tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau
ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan.
Adapun kriteria prosesnya:
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan
terus-menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur kearah pencapaian tujuan
Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat
c. Bekerja sama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi perencanaan keperawatan
d. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan melalui aplikasi standar
asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan diharapkan akan menjadi lebih
terarah.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal. Dengan kata lain tidak adanya lubang pada anus atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau
terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika
atresia terjadi, maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran
seperti keadaan normalnya.

B. Saran

Sebagai pemula dibangku perkuliahan,kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Karenasaran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk lebih
memperbaiki atau memperdalam kajian ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif & Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Sdki, Slki, Siki Dalam
Berbagai Kasus.Jogjakarta: MediAction

Haryono, Rudi. 2013. Penanganan Atresia Ani Pada Anak. Jurnal Keperawatan Notokusuma
Vol 1 No 1

Kurniah, Ade. Analisis Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Klien
Atresia Ani di III Utara RSUP Fahmawati. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu
Keperawatan

Lokananta, Irene & Rokhadi. 2016 Malformasi Anorekta. Universitas Gajahmada: Fakultas
Kedokteran

22

Anda mungkin juga menyukai