Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF

DI RUANG MERPATI RS BHAYANGKARA


MAKASSAR

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah 1

Disusun Oleh :

AKMAL LA UDI
14420212183

CI LAHAN CI INSTITUSI

________________ ______________

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
A. Konsep Medis
1. Definisi
Obstruksi Ileus adalah gangguan pasase dari isi usus akibat
sumbatan sehingga terjadi penumpukan cairan dan udara dibagian
proksimal dari sumbatan tersebut (Diktat Gastroenterohepatologi,
2020).
Ileus obstruktif adalah suatu keadaan dimana isi lumen saluran
cerna tidak dapat disalurkan ke distal karena adanya sumbatan atau
hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose
segmen usus tersebut (Rilianti & Oktarlina, 2017)
2. Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain
hernia inkarserata, adhesi atau perlekatan usus, invaginasi
(intususepsi), askariasis, volvulus ,tumor, batu empedu yang masuk
ke ileus (Wahyuni, Siswandi, & Purwaningrum, 2020).
Penyebab mekanik obstruksi usus yaitu (Makmun & Pribadi, 2020) :
 Pada dinding usus, Contohnya keganasan, IBD, atruktur
kongenital, dan penyakit divertikula
 Pada lumen, contohnya benda asing, fekalit, tumor polipoid
 Diluar dinding usus, contohnya adesi, hernia.
Ileus obstruksi (gangguan jalannya makanan di usus karena
sumbatan yang biasanya disebabkan oleh udara ataupun cairan) dan
perforasi (adanya udara bebas di rongga abdomen sebagai akibat
dari usus yang mengalami kebocoran). Kedua indikasi ini termasuk
indikasi kritis sehingga pemeriksaannya harus cepat dengan
penanganan yang hati-hati karena dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada pasien (Risaharti, Siahaan, & Erdiva, 2020)
3. Patofisiologi
Peristiwa patologis yang terjadi pada obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut disebabkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Lumen usus yang tersumbat
secara progresif yang teregang oleh cairan dan gas akibatnya
terjadi peningkatan tekanan intralumen yang menurunkan
pengaliran air dan d]natrium dari usus ke darah. Seiktar 8 liter
cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, dengan adanya
obstruksi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen yang cepat.
Perenggangan usus yang terus menerus dapat mengakibatkan
penurunan absorbsi cairan dan meningkatkan sekresi cairan
didalam usus. Akibat distensi dan permeabilitas sehingga usus
menjadi nekrosis disertai absorbsi toksin bakeri ke dalam rongga
peritonium (Diyono & Mulyanti, 2016).
4. Manifestasi Klinis
Gejala obstruksi usus adalah (Handaya, 2017) :
 Nyeri perut
 Perut membesar atau terasa penuh
 Mual dan muntah
 Tidak bisa buang angin dan buang air besar
 Tidak ada flatus
 Oliguri
5. Komplikasi
Obstruksi usus dapat berakibat fatal dan mengancam hidup yang
diakibatkan oleh (Handaya, 2017) :
 Kematian jaringan
Obstruksi jaringan dapat menghentikan aliran darah ke usus.
Kematian jaringan usus menimbulkan kebocoran usus dan
menimbulkan infeksi.
 Infeksi

Terjadinya peritonitis (radang dan infeksi pada rongga perut).


Peritonitis dapat mengancam jiwa dan memerlukan operasi
segera (emergency).

6. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai kelainan baik kongenital maupun didapat pada abdomen
dapat diperiksa dengan bantuan radiologi melalui beberapa macam
pemeriksaan yaitu, foto polos abdomen (FPA), ultrasonografi
(USG). Pemeriksaan penunjang radiologi menjadi penting untuk
membantu penegakkan diagnosis (Rilianti & Oktarlina, 2017).
Pada pemeriksaan radiologi, untuk memperlihatkan rongga
abdomen atas dan rongga abdomen bawah ada beberapa jenis
pemeriksaan salah satunya yaitu pemeriksaan abdomen 3 (tiga)
posisi. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan radiografi khusus
pada daerah abdomen dengan tujuan memperlihatkan kelainan
yang terjadi pada tracutus digestivus, hepar, tractus urinarius, ileus
obstruksi dan perforasi. Teknik pemeriksaan ini dilakukan dengan
3 (tiga) posisi pemotretan atau 3 (tiga) kali ekspose, yaitu foto
dengan posisi pasien supine (terlentang) proyeksi AP (Anterior
Posterior), posisi pasien erect (setengah duduk) AP, dan posisi
pasien LLD (Lateral Left Decubitus) atau tidur miring (Risaharti,
Siahaan, & Erdiva, 2020).
7. Penatalaksanaan
Berikut penatalaksanaan pada pasien dengan obstruksi ileus
(Ningsih, 2017).
1) Monitor :
a. Keseimbangan cairan dan elektrolit : mengoreksi defisit
atau kelebihan cairan dan mengganti dengan cairan
intravena.
b. Tanda-tanda vital : ada kenaikan, berarti ada kemungkinan
strangulasi atau peritonitis.

c. Pasang kateter urin untuk menghitung balance cairan. Bila


urine output berkurang, waspadai syok.
2) Dekompresi atas dan bawah

a. Dekompresi dengan NGT, penderita dipuasakan.

b. Lavement adalah memasukkan cairan kedalam kolon untuk

merangsang peristaltik untuk BAB.

3) Obat-obatan :

a. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob

b. Analgesik apabila nyeri.

4) Tindakan bedah

Pengobatan dengan cara pembedahan pada penderita ileus

obatruktif adalah yang paling rasional. Pembedahan dilkukan

dengan cara melakukan sayatan pada dinding abdominal yang

cukup lebar untuk mendapatkan organ yang bermasalah.

Dilakukannya pembedahan tersebut akan beresiko terjadinya

kerusakan integritas kulit pasca pembedahan (Khirfiyah &

Musta'in, 2019)

5) Prognosis

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi

mempunyai angka kematian 5%. Kebanyakan pasien yang

meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus

halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian

sekitar 8% jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam


sesudah timbulnya. Gejal-agejala, dan 25% jika operasi

diundurkan lebih dari 36 jam. Pada onstruksi usus besar,

biasanya angka kematian berkisar antara 15-30%. Perfrasi sekum

merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat

dihindarkan (Holijah, 2018).

B. Konsep Keperawatan
I. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari pendekatan
proses keperawatan dan dilakukan secara sistematika mencakup
aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari pengkajian
ini adalah pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara
dengan klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi
dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali
catatan medis ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus
paralitis adalah sebagai berikut :
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
alamat, status perkawinan, suku bangsa.
2. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan
klien saat pengkajian
2) Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang
diderita, apakah sebelumnya pernah sakit sama.
3) Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga
ada yang menderita penyakit yang sama.
3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola
pertahanan diri, pola kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan
klien.
4. Kondisi lingkungan

Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung


kesehatan klien
5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi,
pola eliminasi, personal hygiene, pola aktivitas sehari – hari
dan pola aktivitas tidur.
6. Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi, yaitu :
a. Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung.
Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya
adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor,
invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain itu, dapat juga
melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
1) Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata
normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal
atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau
anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2) Sistem Pendengaran : Daun telinga, serumen, cairan
dalam telinga
3) Sistem Pernafasan : Kedalaman pernafasan dalam atau
dangkal, ada atau tidak batuk dan pernafasan sesak atau
tidak.
4) Sistem Hematologi : Ada atau tidak perdarahan, warna
kulit
5) Sistem Saraf Pusat : Tingkat kesadaran, ada atau tidak
peningkatan tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan : Keadaan mulut, gigi, stomatitis,
lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.
7) Sistem Urogenital : Warna BAK

8) Sistem Integumen : Turgor kulit, ptechiae, warna kulit,


keadaan kulit, keadaan rambut.
b. Palpasi
1) Sistem Pcncernaan : Abdomen, hepar, nyeri tekan di
daerah epigastrium
2) Sistem Kardiovaskuler : Pengisian kapiler
3) Sistem Integumen : Ptechiae
c. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi.
Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai
hilang.
d. Perkusi : Hipertimpani
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau
usus besar dengan gambaran anak tangga dan air – fluid
level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi – peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi.
b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang dapat muncul pada Obstruksi Ileus antara lain
(PPNI, 2016) :
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakitnya
2. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah dan anoreksia
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak
adekuat
III. Intervensi
No. Diagnosa Rencana Tindakan Rasional
1. Nyeri akut b/d proses Manajemen Nyeri Observasi 1. Mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi
patologis penyakitnya. 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Mengetahui tingkat nyeri
kualitas, intensitas nyeri 3. Melihat respon nyeri klien
2. Identifikasi skala nyeri 4. Untuk pemberian intervensi yang tepat
3. Identifikasi respons nyeri non verbal 5. Meningkatkan relaksasi
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
6. Memberikan kenyamanan klien
nyeri
7. Membantu klien dalam melakukan teknik
Terapeutik
relaksasi secara mandiri
5. Berikan teknik nonfarmakologis yntuk mengurangi rasa
8. Analgetik dapat mengurangi nyeri
nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
6. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Edukasi
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Konstipasi b/d Manajemen Eliminasi Fekal Observasi 1. Untuk mengetahui masalah yang terjadi didalam usus
ketidakcukupan asupan 1. Identifikasi masalah usus dan sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat, serta
serat penggunaan obat pencahar obat pencahar yang digunakan untuk mengatasi
2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada konstipasi
kondisi gastrointestinal 2. Untuk meminimalisir mual muntah
3. Monitor buang air besar (misal. Warna, frekuensi, 3. Bertujuan untuk mengjasi secara dasar untuk mengetahui
konsistensi, volume) adanya masalah bowel
Terapeutik : 4. Air hangat diberikan dengan tujuan untuk membantu
4. Berikan air hangat setelah makan melunakkan feces dan mempercepat proses absorbsi
5. Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien pada usus halus
6. Sediakan makanan tinggi serat Edukasi 5. Bertujuan untuk memfasilitasi refleks defekasi
7. Anjurkan pengurangan asupan makanan yang 6. Makanan tinggi serat adalah makanan yang dapat
meningkatkan pembentukan gas melancarkan eliminasi fekal contohnya buah-buahan
Kolaborasi : 7. Asupan yang mengandung gas dapat berpengaruh
8. Kolaborasi pemberian obat supositoria terhadap nafsu makan/pencernaan dan membatasi dalam
masukan nutrisi
8. Supositoriaadalah salah satu jenis obat yang diberikan
melalui anus atau rektum yang berfungsi untuk
melunakkan feces sehingga mudah untuk dikeluarkan
3. Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan keperawatan 3x 24 jam 1. Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui status
mual, muntah dan diharapkandefisit nutrisi dapat teratasi nutrisi klien sehingga dapat menentukan
anoreksia.
dengan kriteria hasil : intervensi yang diberikan
2. Supaya dapat dilakukan intervensi dalam
1. Porsi makan dihabiskan
pemberian makanan
2. Nafsu makan membaik
3. Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
3. Frekuensi makan membaik
4. Makan dsedikit demi sedikit dapat
4. Perasaan cepat kenuang menurun
meningkatkan intake nutrisi
5. Membran mukosa membaik
5. Untuk mengetahui diet apa yang tepat untuk
klien
4. Gangguan Dukungan Mobilisasi Observasi 1. Untuk mengetahui adanya nyeri pada pasien
mobilitas fisik b/d 1. Observasi adanya nyeri atau keluhan fidsik 2. Agar frekuensi jantung dan tekanan darah pasien teratasi
penurunan lainnya 3. Untuk mengetahui kondisi umum pasien
kekuatan otot 2. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah 4. Untuk memfasilitasi kebutuhan alat yang
sebelum melakukan mobilisasi diperlukan pasien
3. Monitor kondisi umum selama 5. Agar keluarga berperan dalam membantu proses
melakukan mobilisasi penyembuhan
Terapeutik 6. Agar pasien mengetahui tujuan dan prosedur
4. Fasilitasi aktivitas mobilitas fisik dengan alat bantu mobilisasi
(pagar tempat tidur)
5. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

5. Gangguan pola tidur Dukungan pola tidur


b/d nyeri Observasi :
1. Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
keperawatan
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
2. Meningkatkan kualitas tidur
Terapeutik
3. Memberikan kenyamanan klien saat tidur
3. Modifikasi lingkungan
4. Mningkatkan tidur\
4. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
5. Mengurangi gangguan tidur
5. Tetapkan jadwal tidur rutin
6. Pasien merasa nyaman
6. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
7. Sklus tidur pasien teratur
8. Meningkatkan pengetahuan tentang tidur cukup
kenyamanan
9. Menghindari gangguan tidur
7. Sesuaikan jadwal pemberian obat atau tindakan
10. Meningkatkan pola tidur
untuk menunjang siklus tidur yang – terjaga
Edukasi :
8. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
9. Anjukan menepati kebiasaan waktu tidur
10. Anjurkan menghindari makanan/minuman
yang mengganggu tidur
6. Resiko infeksi b/d Pencegahan infeksi 1. Mengetahui adanya tanda dan gejala infeksi
pertahanan tubuh
Observasi 2. Edema dapat disebabkan oleh adanya infeksi
tidak adekuat
1. Monitor tanda dan gejala infeksi 3. Mengurangi adanya kontaminasi dengan
Terapeutik penyebab infeksi
2. Berikan perawatan kulit pada area edema 4. Untuk mencegah infeksi
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan 5. Memberikan pengetahuan kepada pasien tentang tanda
pasien dan lingkungan pasien dan gejala infeksi
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko 6. Pasien dapat mengetahui cara cuci tangan yang benar
tingga
Imunitas tubuh sehingga terhindar dari infeksi

Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Sumber : (PPNI T. P., 2018)
Konstpasi

Deifst Nutr

Gangguan
mobilitas fisik

Resko infeksi
IV. Implementasi
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2018
bahwa pelaksanaan atau tindakan keperawatan yang dikenal
dengan implementasi keperawatan merupakan suatu perilaku atau
aktivitas spesifik yang dilakukan oleh perawat dalam
mengimplementasikan intervensi keperawatan (Yusuf, Saini, &
Awaluddi, 2019).
V. Evaluasi
Evaluasi dari intervensi diatas sebagai berikut (PPNI T. P., 2019) :
1. Nyeri menurun
2. Eliminasi fekal membaik
3. Defisit nutrisi membaik
4. Mobilitas fisik meningkat
5. Pola tidur membaik
6. Resiko infeksi menurun
DAFTAR PUSTAKA

Diktat Gastroenterohepatologi. (2020).


Dhillon, J. (2016). Tantangan Diagnostik dan Penanganan PPOK yang
Tumpang Tindih dengan Gagal Jantung. CDK.
Diyono, & Mulyanti, S. (2016). Buku ajar kepeawatan medikal bedah
sistem pencernaan. Jakarta: Kencana.
Handaya, A. Y. (2017). Deteksi dini atasi 31 penyakit bedah saluran cerna
(digestif). Yogyakarta: Rapha Publishing.
Holijah, Y. (2018). Analisa praktik klinik keperawatan pada pasien post
laparatomi indikasi ileus obstruktif mobilisasi dengan intervensi
inovasi terapi massage punggung VCO terhadap penurunan resiko
ulkus decubitus diruang icu Rsud Abdul Wahab Sjahranie
samarinda tahun.
Khirfiyah, I., & Musta'in, M. (2019). Pengelolaan kerusakan integritas
kulit pada Tn. P dengan post laparatomi atas indikasi ileus
obstruktif di Ruang Bougenvile Ungaran.
Makmun, D., & Pribadi, R. R. (2020). Sistem Gastrointestinal
Hepatobilier dan Pankreas. Singapur: Elsevier.
Ningsih, A. R. (2017). Asuhan keperawatan pada klien Ny. F dengan ileus
obstruksi parsial di ruang rawat inap bedah wanita Rsud Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi .
PPNI, T. P. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia.
Rilianti, D., & Oktarlina, Z. (2017). Radiografi Abdomen 3 Posisi pada
Kasus Neonatus dengan Meteorismus. J Medula Unila.
Risaharti, Siahaan, S., & Erdiva, R. M. (2020). Gambaran Nilai Densitas
Radiografi dengan Klinis Ileus Obstruksi dan Perforasi pada
Pemeriksaan Abdomen 3 (Tiga) Posisi di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Tahun 2019. Jurnal Aceh Medika.
Wahyuni, A., Siswandi, A., & Purwaningrum, R. (2020). A ngka Ke j ad i
an Ileu s Obstruktif Pada Pemeriksaan BNO 3 Posisi Di RSUD
Abdul Moeloek. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada.
Yusuf, A. H., Saini, S., & Awaluddi, S. W. (2019). Asuhan keperawatan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien asma bronkhial di
RSUD. Haji Makassar. Jurnal Media Keperawatan: Politeknik
Kesehatan Makassar.

Anda mungkin juga menyukai