Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CLAVICULA DAN COSTA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Gawat Darurat Dan Kritis

OLEH:
Nurwulan Sari

Oleh :
Nurwulan Sari
14420202086

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
1. Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang atau patah tulang, biasanya
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Risnawati, 2021).
2. Klavikula dan costa
Klavikula adalah tulang penyokong yang memfiksasi lengan di bagian lateral,
sehingga dapat bergerak dengan bebas (Reyhan, 2018).
Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki
fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang
lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Costa terdiri dari
tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini sangat dekat
dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada
akan terjadi juga trauma costa yang akan membuat fungsi paru menjadi terganggu
(Brasel Kj, dkk, 2017).
3. Fraktur klavikula dan costa
Fraktur clavicula adalah terputusnya hubungan tulang clavicula yang
disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan terputus
atau tertarik keluar (outstretched hand) karena trauma berlanjut dari pergelangan
tangan sampai clavicula (Reyhan, 2018).
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang/tulang rawan
yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa.
Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi,
disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan
perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak, fraktur costa
sangat jarang dijumpai karena costa pada anak masih sangat lentur.
Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari
keduabelas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami
fraktur hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9
paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki
pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-
12 juga jarang mengalami fraktur karena sangat mobile (Brasel Kj, dkk, 2017).
B. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut (Surya M, 2019) ada 3 macam yaitu :
1. Cidera atau benturan
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur patogenik
Fraktur patogenik terjadi pada derah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan
bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.
fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh
dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstrechedhand) dimana trauma
dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula, Namun mekanisme secara
umum patah tulang klavikula disebabkan karena hantaman langsung ke bahu atau
adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras
(Rubino LJ, 2016).
Sedangkan penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu :
1. Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa
antara lain: Kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari
ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa: Luka tusuk
dan luka tembak.
Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas
permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.
Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa
adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila
terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus
neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis,
subklavia), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa, terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya
gerakan yang berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga :
Lempar martil, soft ball, tennis, golf. (Talbot Bs, dkk, 2017).
C. Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya
akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa
pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa
pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi
apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa
tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan
belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,dimana
pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau
bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai intercostalis,
pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung (Ruest S, dkk, 2020).
D. Manifestasi klinik
1. Sesak napas
Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga
pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada
rongga dada lalu dapat terjadi pneumothoraks dan hemothoraks yang akan
menyebabkan gangguan ventilasi sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas.
2. Tanda-tanda insuffisiensi pernapasan: Sianosis, takipnea
Pada fraktur costa terjadi gangguan pernapasan yang disertai meningkatnya
penimbunan CO2 dalam darah (hiperkapnia) yang bermanifestasi menjadi
sianosis.
3. Nyeri tekan pada dinding dada
Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga
pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada
rongga dada dan terjadi stimulasi pada saraf sehingga menyebabkan terjadinya
nyeri tekan pada dinding dada.
4. Kadang akan tampak ketakutan dan kecemasan
Rasa takut dan cemas yang dialami pada pasien fraktur costa diakibatkan
karena saat bernapas akan bertambah nyeri pada dada.
5. Adanya gerakan paradoksal
Proses bernapas yang melibatkan gerakan otot diafragma yang menekan ke
bawah untuk membuat paru-paru mengembang sehingga memungkinkan udara
dari luar terhirup masuk ke dalam (Talbot Bs, dkk, 2017).
E. Klasifikasi
1. Fraktur mid klavikula ( Fraktur 1/3 tengah klavikula)
a. Paling banyak ditemui
b. Terjadi medial ligament korako-klavikula (antara medial dan 1/3 lateral)
c. Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung (dari lateral
bahu)
2. Fraktur 1/3 lateral klavikula
a. Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
1) Type 1: undisplaced jika ligament intak
2) type 2 displaced jika ligamen korako-kiavikula rupture.
3) type 3 : fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.
b. Mekanisme trauma pada type 3 biasanya karena kompresi dari bahu.
3. Fraktur 1/3 medial klavikula
a. Insiden jarang, hanya 5% dan seluruh fraktur klavikula.
b. Mekanisme trauma dapat berupa trauma langsung dan trauma tak langsung
pada bagian
c. Lateral bahu yang dapat menekan klavikula ke sternum . Jatuh dengan tangan
terkadang dalam posisi abduksi
Sedangkan klasifikasi fraktur costa dibedakan menjadi beberapa
macam yaitu :
1. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :
a. Fraktur simple
b. Fraktur multiple
2. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dibedakan menjadi :
a. Fraktur segmental
b. Fraktur simple
c. Fraktur comminutif
3. Menurut letak fraktur dibedakan :
a. Superior (costa 1-3 )
1) Akibat dari tenaga yang besar
2) Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh
darah besar
3) Mortalitas sampai 35%.
b. Median (costa 4-9)
1) Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa
komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan
2) MRS jika pada observasi
3) Penderita dispneu
4) Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
5) Penderita berusia tua
6) Memiliki preexisting lung function yang buruk.
c. Inferior (costa 10-12 ).
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
4. Menurut posisi :
a. Anterial
b. Lateral
c. Posterior
5. Berdasarkan jenisnya fraktur dibedakan menjadi :
a. Fraktur terbuka
b. Fraktur tertutup
c. Fraktur kompresi
d. Fraktur stress
e. Fraktur avulsi
f. Fraktur lentuk
g. Fraktur transversal
h. Fraktur komunikatif
i. Fraktur impaksi (Marrow A, dkk, 2019).
F. Komplikasi
Komplikasi fraktur tulang rusuk dapat berupa komplikasi langsung dari patah
tulangnya sendiri, atau komplikasi akibat penatalaksanaan yang diberikan kepada
pasien. Beberapa komplikasi langsung fraktur tulang rusuk adalah pneumonia, gagal
napas, hemotoraks, dan pneumotoraks. Sementara komplikasi dari tindakan antara
lain empyema, fraktur non-union, nyeri kronis, dan disabilitas (Dennis BM, dkk,
2017).
G. Pemeriksaan penunjang
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera
2. Rontgen standar
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis
hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis
dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada
orang dewasa.
3. EKG
4. Monitor laju nafas, analisis gas darah
5. Pulse oksimetri
6. Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, Laju endap darah (LED) meningkat apabila terjadi kerusakan
jaringan lunak yang sangat luas (Marrow A, dkk, 2019).
H. Penatalaksanaan
1. Berdasarkan letak fraktur maka dapat dibagi menjadi :
a. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
b. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
2. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
a. Analgetik yang adekuat (oral/ iv/ intercostal block)
b. Bronchial toilet
c. Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, dan analisa gas darah
d. Cek Foto rontgen berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot
merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan
rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan
pengisapan endotrakeal (Dugrol BN, dkk, 2020).
3. Berdasarkan tahapan penatalksanaan :
a. Primary survey
1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
a) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing.
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian :
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,
pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
Management:
a) Pemberian oksigen
b) Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu
pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang
dikombinasi denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
c) Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat
akibat fraktur costae, Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml,
diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis pada costa yang fraktur serta
costa-costa di atas dan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di
bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus.
Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim
paru.
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
Penilaian :
a) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b) Mengetahui sumber perdarahan internal
c) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
d) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e) Periksa tekanan darah
Management :
a) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-
match serta Analisis Gas Darah (BGA).
c) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat
d) Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap
pemberian cairan awal
e) Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan
4) Disability
a) Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
b) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi
5) Exposure/environment
a) Buka pakaian penderita
b) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan
yang cukup hangat
Tambahan primary survey :
a. Pasang monitor EKG
b. Kateter urin dan lambung
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
e. Pemeriksaan rontgen standar
f. Lab darah
Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi :
a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta
awasi tanda-tanda syok
b. Secondary survey
1) Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan maksilofasial
b) Vertebra servikal dan leher
c) Thorax
d) Abdomen
e) Perineum
f) Musculoskeletal
g) Neurologis
h) Reevaluasi penderita
c. Rujuk
1) Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk
2) Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan
yang dituju
4. Penatalaksanaan medis fraktur costa
a. Konservatif
1) Pemberian analgetik
2) Pemasangan plak/plester
3) Pemberian antibiotik, jika perlu
4) Fisiotherapy
b. Operatif/invasif
1) Pemasangan WSD
2) Pemasangan alat bantu napas
3) Aspirasi (thoracosintesis)
4) Operasi (Bedah thorax)
5. Penatalaksanaan umum untuk fraktur
Prinsip penanganan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau mengembalikan
fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak asalnya. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk reduksi fraktur
bergantung pada sifat frakturnya.
Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna yang
digunakan dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan
operatif untuk menghindari cacat permanen. Alat fiksasi interna yang
digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada
flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain seperti
hematotoraks.
b. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan
fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan, untuk itu pasien dengan fraktur iga dianjurkan untuk tidak
melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat berpartisipasi
membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada fraktur iga tidak
dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme
bernapas.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan serta
stabilisasi fungsi organ selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi
secara bertahap dilakukan aktifitas fisik yang ringan hingga tahap pemulihan
fungsi organ terjadi (Brasel KJ, dkk, 2017).
I. Prognosis
Prognosis pada fraktur tergantung pada tingkat keparahan serta tata laksana
dari tim medis terhadap pasien fraktur. Jika penanganannya cepat, maka
prognosisinya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat
keparahan, jika fraktur yang dialami ringan, maka proses penyembuhan akan
berlangsung dengan cepat dengan prognosis yang baik. Tapi jika pada kasus yang
berat prognosis juga akan buruk (Suriya M, 2019).
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian harus menggerakan semua indra dan tenaga
untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik untuk menggali data akurat, Adapun langkah-langkah pengkajian
yang dapat dilakukan yaitu :
1. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, bangsa,
pendidikan, pekerjaan tanggal masuk rumah sakit, diagnose medis, dan nomor
registrasi
2. Keluhan utama yang dialami pasien atau dapat dikatakan masalah utama yang
dirasakan oleh pasien dalam kasus fraktur biasanya pasien mengeluhkan nyeri
(nyeri akut ataupun kronik tergantung dari lamanya serangan yang dirasakan)
pengkajian yang lengkap untuk mengetahui masalah pada nyeri pasien digunakan
pengkajian PQRST yaitu :
a. Provoking inciden : Apa ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of pain : Bagaimana adanya rasa nyeri saat di rasakan pasien (apakah :
panas, berdenyut ataupun menusuk)
c. Region Radiation, Relief : Apakah sakit bisa reda dalam sekejap, apakah rasa
sakit menjalar dan dimana posisi rasa sakitnya.
d. Saverity / scale of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
berdasarkan skala nyeri.
e. Time : Berapakah waktu nyeri berlangsung, atau bertambah buruk pada malam
hari atau pada pagi hari.
3. Riwayat penyakit sekarang pada pasien fraktur kaji penyebab dari fraktur
4. Riwayat kesehatan dahulu kaji apakah pasien memiliki penyakit patah tulang
dahulu atau apakah pasien pernah mengalami kecelakaan sebelumnya
5. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi hidup sehat
Pada pasien fraktur apakah terjadi perubahan pada perubahan personal
haygine seperti mandi
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji apakah terjadi penurunan nafsu makan akibat fraktur yang dialaminya
c. Pola eliminasi
Kaji apakah terdapat perubahan pola BAK ataupun BAB dalam sehari-hari
akibat dari fraktur yang dialaminya
d. Pola Istirahat
Kaji apakah terjadi kesulitan untuk tidur akibat nyeri yang dialami pasien
e. Pola aktifitas dan latihan
Kaji apakah kebutuhan pasien perlu dibantu akibat dari fraktur yang
dialaminya
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien fraktur mengalami gangguan diri sebab tubuhnya mengalami
perubahan maka pasien akan berfikir akan takut catat atau tidak dapat bekerja
lagi.
g. Pola kognitif
Apakah terjadi perubahan pada pola berfikir atau kognitif yang disebabkan
karena fraktur
h. Pola hubungan peran
Kaji apakah terjadi perubahan hubungan peran ataukah pasien merasa tidak
berguna dan akhirnya menarik diri akibat penyakitnya
i. Pola penanggulangan stress
Penting untuk ditanyakan apakah pasien merasa depresi akibat penyakit yang
dialaminya
j. Pola reproduksi seksual
Pada pasien yang telah berkeluarga biasanya akan mengalami perubahan pola
seksual dan reproduksi akibat penyakit yang dialaminya
J. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pasien akan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT untuk mengurangi
kecemasan atau stress yang dialaminya
6. Pemeriksaaan fisik secara umum
a. Keadan umum
b. Kesadaran pasien apakah apatis, koma, gelisah, komposmentis yang
bergantung pada klien
c. Keadaan penyakit apakah akut, kronik, ringan, sedang, ataupun berat
d. Tanda-tanda vital tidak normal karena adanya gangguan, baik fisik mapun
bentuk.
e. Keadaan local pemeriksaan pada system musculoskeletal yaitu :
f. Inspeksi (look) pada inspeksi dapat diperhatikan wajah pasien kemudian
warna kulit yang di curigai terjadi fraktur, inspeksi saraf, tendon, ligament,
dan jaringan lemak, otot, kelenjar limfe, tulang dan sendi, apakah ada
jaringan parut, warna kemerahan, ataupun kebiruan, amati apakah terjadi
hiperpigmentasi, apakah ada benjolan dan pembengkakan dan bigan yang
tidak normal dari pasien
g. Palpasi (feel), palapasi suhu pada kulit, apakah teraba denyut arteri, raba
apakah terjadi pembengkakan, palapasi derajat jaringan lunak agar dapat
mengetahui apakah terdapat spasme otot, apakah ada penebalan jaringan
senovia, apakah terdapat cairan didalam ataupun diluar sendi.
h. Pergerakan (move) perhatikan pergerakan pada sendi baik secara aktif
ataupun pasif, apakah pergerakan sendi diikuti krepitasi, lakukan pemeriksaan
stabilitas sendi, apakah pergerakan menimbulakan rasa nyeri, pemeriksaan
ROM (Rage Of Motion), dan pemeriksaan batas gerakan sediaktif ataupun
pasif (Yanuar, 2018).
B. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri Akut
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
bersintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab:
1) Agen pencedera fisiologis
2) Agen pencedera kimiawi
3) Agen pencedera fisik
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif :
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diafronesis
2. Gangguan mobilitas fisik
a. Definisi
Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
b. Penyebab
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolisme
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penentuan kendali otot
5) Penurunan massa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekuatan sendi
9) Kontraktur
10) Malnutrisi
11) Gangguan muskuloskeletal
12) Gangguan neuromuskuler
13) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14) Efek agen farmakologis
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18) Kecemasan
19) Gangguan kognitif
20) Keengganan melakukan pergerakan
21) Gangguan sensoripersepsi
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif :
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentan gerak (ROM) menurun
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
Objektif :
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
3. Resiko Infeksi
c. Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
d. Faktor resiko
1) Penyakit kronis (mis. diabetes. melitus)
2) Efek prosedur invasi
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
a) Gangguan peristaltik
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Status cairan tubuh
6) Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder :
a) Penurunan homolobin
b) Imununosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamas
e) Vaksinasi tidak adekuat
e. Gejala dan tanda mayor
Subjektif-
Objektif: Kerusakan jaringan atau lapisan kulit
f. Gejala dan tanda minor
Subjektif:-
Objektif :
1) Nyeri
2) Perdarahan
3) Kemerahan
4) Hematoma
4. Resiko Syok
a. Definisi
Risiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh yang
dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
b. Faktor risiko
a) Hipoksemia
b) Hipoksia
c) Hipotensi
d) Kekurangan Volume Cairan
e) Sepsis
f) Sindrom Respons Inflamasi Sistemik
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
C. Intervensi keperawatan
1. Manajemen Nyeri
a. Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas intensitas nyeri
Rasional : untuk mempermudah perawat dalam memberikan intervensi
yang cocok dan dapat dievaluasi secara cepat
2) Identifikasi skala nyeri
Rasional : untuk mengukur tingkatan nyeri
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingati nyeri
Rasional: untuk mngetahui apakah bisamemperburuk ataupun mengurangi
rasa nyeri
b. Terapeutik :
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mnegurangi rasa nyeri
Rasional : Untuk meminimalkan terjadinya efek samping yang merugikan
manusia
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional : Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri
c. Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional : Agar pasien mengetahui faktor penyebab, periode dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional: Agar pasien mampu meredakan nyeri secara mandiri.
d. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Dukungan mobilisasi
a. Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Rasional: Untuk mengetahui lokasi serta skala nyeri atau keluhan fisik
dari pasien.
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Rasional: Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.
3) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Rasional: Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan tekanan darah.
b. Teraupetik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
Rasional: Membantu dalam peningkatan aktifitas dengan menggunkan alat
bantu.
2) Fasilitasi melakukan pergerakan
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah
terjadinya kontraktur.
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
Rasional: Mengajarkan ke keluarga agar dapat membantu melakukan
aktivitas pasien.
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Rasional: Memberikan pemahaman mengenai manfaat tindakan yang
didahulukan.
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah
terjadinya kontraktur
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan seperti duduk
ditempat tidur duduk di sisi tempat tidur pindah dari tempat tidur ke kursi
Rasional: Membantu kembali jaras saraf, meningkatkan respon
propioseptif dan motorik.
3. Pencegahan infeksi
a. Observasi: Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b. Teraupetik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

c. Edukasi
2. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3. Ajarkan cara memeriksa luka
4. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Pencegahan Syok
a. Observasi
1) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, tekanan darah)
Rasional : Untuk mengeahui/memantau kondisi pasien
2) Monitor status oksigenasi
Rasional : Bertujuan untuk memasikan kadar oksigen pasien masih baik
3) Monitor status cairan masukan dan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui pemasukan dan engel’uaran pasien
4) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil berikan oksigen untuk
mempertahankan saluran oksigen lebih 95%
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kesadaran klien
b. Trapeutik
Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Rasional: untuk mengetahui obat yang diberikan cocok atau tidak untuk
pasien.
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab atau faktor resiko syok
Rasional: Agar pasien dan keluarga pasien mengeahui penyebab resiko
syok
2) Jelaskan tanda dan gejala awal
Rasional : Agar pasien memahami t’anda dan gejala syok
3) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Rasional : Agar pasien tidak mengalami dehidrasi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian transfusi darah
Rasional : Untuk mempertahankan daya tahan tubuh pasien terhadap
infeksi.
2) Kolaborasi pemberian anti inflamasi
Rasional : Untuk anti peradangan dan meredakan nyeri (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2019).
D. Implementasi
Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari intervensi
keperawatan antara lain adalah :
1. Mempertahankan daya tahan tubuh
2. Mencegah komplikasi
3. Menemukan perubahan sistem tubuh
4. Menetapkan klien dengan lingkungan
5. Implementasi pesan dokter
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru sedangkan keterampilan yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan adalah keterampilan kognitif, interpersonal dan psikomotor
(Yanuar, 2018).
E. Evaluasi
1. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka tingkat
nyeri menurun dengan kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Gelisah menurun
d) Kesulitan tidur menurun
e) Frekuensi nadi membaik
f) Pola napas membaik
2. Gangguan mobilitas fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka mobilitas
fisik meningkat dengan kriteria hasil :
a) Pergerakan ekstremitas meningkat
b) Kekuatan otot meningkat
c) ROM meningkat
d) Nyeri menurun
e) Kelemahan menurun
3. Resiko Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan tingkat
infeksi menurun dengan kriteria hasil :
a) Demam menurun
b) Nyeri menurun
c) Kemerahan menurun
d) Bengkak menurun
e) Kadar sel darah putih menurun
4. Resiko syok
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
tingkat syok menurun dengan kriteria hasil :
a) Tingkat kesadaran meningkat
b) Akral dingin menurun
c) Pucat menurun
d) Tekanan nadi membaik
e) Frekuensi nafas membaik (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Brasel KJ, Moore EE, Albrecht RA, deMoya M, Schreiber M, Karmy-Jones R, et al. (2017).
Western Trauma Association Critical Decisions in Trauma: Management of rib
fractures. J Trauma Acute Care Surg; 82:200–3.
Dennis BM, Bellister SA, Guillamondegui OD. (2017). Thoracic Trauma. Surg Clin North
Am; 97:1047–64.
Dogrul BN, Kiliccalan I, Asci ES, Peker SC. (2020). Blunt trauma related chest wall and
pulmonary injuries: An overview. Chinese J Traumatol = Zhonghua Chuang Shang Za
Zhi; 23:125–38.
Kasiati, & Rosmalawati, N. W. D. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta Selatan:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Marro A, Chan V, Haas B, Ditkofsky N. (2019). Blunt chest trauma: classification and
management. Emerg Radiol; 26:557–66. 
Risnawati. (2021). Modul ajar keperawatan medikal bedah (sistem perkemihan dan sistem
muskuloskeletal). Penerbit media sains indonesia : Jawa Barat.
Ruest S, Kanaan G, Moore JL, Goldberg AP. (2020). Pediatric Rib Fractures Identified by
Chest Radiograph: A Comparison Between Accidental and Nonaccidental Trauma.
Pediatr Emerg Care.
Suriya, M., & Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
pada Muskuloskeletal Aplikasi NANDA NIC & NOC. Sumbar: Pustaka Galeri
Mendiri.
Talbot BS, Gange CPJ, Chaturvedi A, Klionsky N, Hobbs SK, Chaturvedi A. Traumatic Rib
Injury: Patterns, Imaging Pitfalls, Complications, and Treatment. Radiogr a Rev Publ
Radiol Soc North Am Inc 2017;37:628–51.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Yanuar, C. T. S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Pre Op Close Fraktur Femur
Dengan Masalah Ketidak Efektifan Perfusi Jarinagn Perifer Di Ruangan Melati Rsud
Bangil Pasuruan. Stikes Insan Cendekia Medika Medika Jombang.

Anda mungkin juga menyukai