DI SUSUN OLEH :
JAYAPURA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR SCAPULA
A. Definisi
B. Klasifikasi
1. Trauma langsung
2. Dislokasi bahu dapat menyebabkan glenoid fracture
3. Otot atau ligamen dapat menyebabkan fraktur avulsion
4. Cedera tidak langsung terjadi melalui aksial loading pada lengan terentang
Penyebab fraktur scapula menurut Stover (2012), yaitu:
1. Trauma atau benturan
Adanya 2 trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu:
a. Benturan langsung (karena adanya suatu benda yang terjatuh ).
b. Benturan tidak langsung (benda metal).
2. Tekanan atau stress yang terus menerus dan berlangsung lama
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan fraktur yang kebanyakan terjadi pada tulang tibia, fibula atau
mentatarsal pada olahragawan, militer maupun penari. .
3. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang
Kelemahan tulang yang abnormal karena proses patologis seperti tumor
maka dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur
yang pada orang normal belum dapat menimbulkan fraktur.
D. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,2002). Trauma pada tulang dapat
menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat
berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah
(Smeltzer dan Bare, 2001).
Tulang scapula terletak di sebelah posterior tulang kostal yang berbentuk pipih
seperti segitiga dan merupakan tempat melekatnya otot yang berfungsi untuk
menggerakkan lengan atas dan lengan bawah. Kondisi anatomis ini memberikan
dampak terjadinya fraktur tertutup lebih sering dibandingkan dengan terjadinya
fraktur terbuka pada tulang scapula. Bahkan menurut Gibson (2002) fraktur
scapula tidak lazim karena terlindungi oleh otot, dan terletak mendatar pada
dinding dada.
Cedera pada tubuh atau pada tulang skapula merupakan akibat dari pukulan
langsung dengan kekuatan yang signifikan, seperti dari kecelakaan kendaraan
bermotor atau jatuh. Fraktur scapula ini juga dapat terjadi karena osteoporosis
sehingga kekuatan tulang dapat menurun.
Fraktur scapula paling sering disebabkan oleh pukulan langsung posterior.
Merupakan akibat dari jatuh dengan tangan keluar dan diregangkan atau jatuh
pada aspek lateral bahu. Kondisi tersebut mungkin juga dapat mengakibatkan
patah glenoid atau leher. Sedangkan jatuh yang terjadi di ujung bahu mungkin
akan menyebabkan patah akromion atau coracoid dan sering dikaitkan dengan
cedera pada sendi acromioclavicular. Kecelakaan kendaraan bermotor dan jatuh
adalah penyebab paling umum dari fraktur scapula (Gustilo, 1993).
Badan scapula mengalami fraktur akibat dari daya penghancur yang biasanya
juga mengakibatkan fraktur pada tulang rusuk dan dapat mengakibatkan dislokasi
pada sendi sternoclavikularis. Leher scapula dapat mengalami fraktur akibat
pukulan atau jatuh pada bahu. Prosesus korakoideus dapat mengalami fraktur
pada dasarnya atau mengalami avulse pada ujungnya. Fraktur pada acromion
adalah akibat kekuatan langsung. Fraktur pada pinggir glenoid dapat terjadi
bersama dislokasi bahu.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang terjadi pada fraktur scapula sebagai berikut (Gustilo 1993) :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan pada scapula ( loksi yang terjadi kerusakan tulang)
3. Pembengkakkan
4. Hilangnya fungsi tulang
F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan
tes diagnostik seperti:
1. Scan Computed Temography (CT)
CT scan merupakan salah satu alat pencitraan di bidang radiologi 1t yang
cukup sensitif dalam menegakkan diagnosa. CT scan kadang-kadang
digunakan untuk mendiagnosa fraktur intra-artikular atau stress fraktur pada
AC joint. Meskipun demikian CT scan terbatas untuk menilai sekitar jaringan
lunak termasuk kapsula, ligament dan sendi sinovial.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk fraktur scapula menurut Kneale (2011) yaitu:
1. Jika klien mengalami patah tulang karena kecelakaan , hal pertama yang
harus diperhatikan adalah posisi lurus dan sejajarkan seperti bentuk tubuh
yang seharusnya. Hindari posisi menekuk karena hal ini justru akan
memperparah adanya fraktur tulang scapula.
2. Hampir sama pada setiap fraktur, jika terjadi nyeri berikan obat-obatan yang
dapat diberikan untuk meringankan rasa sakit. Pasien mungkin perlu obat
antibiotic atau suntikan tetanus jika terdapat luka robek di kulit.
3. Pertahankan gerakan lengan seminimal mungkin. Untuk mengurangi adanya
inflamasi .Pemberian analgesic seperti Aspirin , ibuprofen (Motrin, Advil),
dan acetaminophen (Tylenol) efektif menghilangkan rasa nyeri pada orang
dewasa, hindari penggunaan aspirin pada anak-anak.
4. Penanganan lanjutan dilakukan dengan cara pembedahan . Penanganan
tergantung pada derajat pergeseran. Fraktur sederhana memerlukan mitela
lebar untuk jangka pendek sebelum mobilisasi. Fraktur lainnya mebutuhkan
manipulasi tertutup, dilanjutkan dengan pemakaian mitela. Pada fraktur
displaced lebih berat, yang melibatkan permukaan artikular, diperlukan
reduksi terbuka dan fiksasi internal.
5. Setelah dilakukan penanganan lanjutan, klien dengan fraktur scapula
disarankan pergi ke dokter untuk memeriksa kemajuan penyembuhannya dan
menentukan adanya komplikasi atau tidak.
6. Modifikasi spika bahu (gips Clavikula) atau balutan berbentuk angka delapan
atau strap klavikula.
Metode ini dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu
ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap
klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera
kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan
saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa
pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan
pembatasan gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan
terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi pergeseran, yang harus
ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna. (gayle 2001)
7. Manajemen Keperawatan (ROM)
Latihan ROM dapat dibedakan antara pasif dan aktif. Latihan ROM pasif
adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat pada
setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak
sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan
beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah
baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total ,sedangkan latihan
ROM aktif adalah perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien
dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang
gerak sendi normal. (Suratun 2008).
Pada fraktur scapula bentuk latihan Perawatan untuk pasien aktif adalah
memperingatkan klien untuk mengangkat lengan di atas bahu sampai ujung
tulang yang fraktur telah bersatu (sekitar 5 minggu). Latihan bahu dilakukan
supaya bahu dapat bergerak bebas. Aktivitas yang kuat dibatasi selama 3
bulan. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
setelah pasca nyeri akut lewat untuk pasien yang sadar.
Adapun cara melakukan ROM secara aktif adalah sebagai berikut .
Bagian Tubuh Jenis Jenis Pergerakan Derajat Otot Primer
Sendi
Bahu Sendi bola Fleksi : Angkat lengan 180 Korakobraki
lesung dari posisi samping ke 45-60 alis, bisep
atas kepala dengan brakii,
arah ke depan deltoid,
pektoralis
mayor
Ekstensi : Kembalikan 180 Dorsi
lengan ke posisi latisimus,
disamping tubuh teres mayor,
trisep brakii
Hiperekstensi : 45-60 Dorsi
Gerakkan lengan ke latisimus,
belakang tubuh, teres mayor,
pertahankan siku lurus deltoid
Abduksi : Naikkan 180 Deltoid,
lengan ke arah samping supraspinat
ke atas kepala dengan us
telapak tangan
menjauhi kepala
Aduksi : Rendahkan 320
lengan ke samping dan Pektoralis
melewati tubuh sejauh mayor
mungkin
Rotasi internal : 90
Dengan siku Pektoralis
difleksikan, rotasikan mayor,
bahu dengan Dorsi
menggerakan lengan latisimus,
hingga ibu jari teres mayor,
bergerak menghadap subskapular
ke depan dan belakang. 90 is
Rotasi eksternal :
Dengan siku
difleksikan, gerakan Infraspinatu
lengan hingga ibu jari s, teres
bergerak ke atas dan ke Infraspinatu
samping kepala 360 s, teres
mayor,
Sirkumduksi : Gerakan deltoid
lengan dalam satu
lingkaran penuh Deltoid,
(Sirkumduksi adalah korakobraki
kombinasi dari semua alis, dorsal
pergerakan sendi ball- latisimus ,
and-socket) brakoradioa
li
Gambar 14 : Latihan ROM untuk pasien dengan fraktur scapula dan klavikula.
(Carpenito 2009).
K. WOC
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
e. Psikososialspiritual
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang digunakan klien
diperlukan untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya, perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat,
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam keluarga maupun masyarakat. Kaji apakah ada dampak yang
timbul pada klien, seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmamupuan melakukan aktivitas normal, dan gangguan citra
diri. Kaji apakah klien yang menjalani riwayat rawat inap akan
berdampak pada status ekonomi klien karena perawatan dan
pengobatan memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan
perawatan. Hal ini dapat menganggu keuangan keluarga sehingga
memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klin dan keluarga. Perawat
juga memasukkan pengkajian fungsi neurologis mengenai dampak
gangguan neurologis terhadap gaya hidup.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan system pernapasan didapatkan bahwa klien fraktur
klavikula mengalami gangguan pernapasan seperti pneumothorax,
karena letak tulang clavicula dan scapula berdekatan dengan paru-
paru. Biasanya pergerakan dada pada pasien akan bergerak tertinggal
pada lokasi yang terjadi trauma.
b. B2 (Blood)
Pemeriksaan fisik yang mengacu pada pengkajian organ bagiandengn
sirkulasi darah
c. B3 (Brain)
Pemeriksaan saraf cranial:
1) Saraf I. biasanya tidak ada kelainan pada klien fraktur klavikula
dan tidak ada kelainan dan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam
kondisi normal.
3) Saraf III, IV, VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata dan pupil isokor
4) Saraf V. umumnya, klien fraktur klavikula tidak mengalami
paralisis pada otot wajah. Selain itu, refleks kornea tidak ada
kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajh
simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada defesiasi pada satu sisi dan
tidak ada vasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urin yang meliputi warna, jumlah dan karakterikstik
urin termasuk berat jenis urin. Biasanya klien fraktur klavikula tidak
mengalami kelainan pada system ini.
e. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi dan bising usus normal.bila tidak disertai nyeri
hebat, mual dan muntah. Pada defekasi tidak ada kelainan.
f. B6 (Bone)
1) Look : Pada fase awal cidera klien terlihat menggendong lengan
pada dada untuk mencegah gerakan. Suatu benjolan besar atau
deformitas pada bahu depan terlihat dibawah kulit dan kadang-
kadang fragmen yang tajam mengancam kulit.
2) Feel : Didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu depan.
3) Move:Ketidakmampuan mengantar bahu ke atas, keluar, dan
kebelakang toraks. (Zairin 2012).
3. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang sering dikeluhkan klien adalah sebagi berikut:
a. Nyeri yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal.
c. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entre luka
operasi
e. Gangguan mobilitas fisik
4. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera fisik perawatan selama …JAM, Observasi
nyeri akut klien berkurang
1. Identifikasi lokasi
dengan kriteria hasil: karakteristik durasi,
frekuensi, kualitas dan
Kontrol Nyeri intensitas nyeri
Melaporkan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
terkontrol meningkat 3. Identifikasi factor yang
Kemampuan mengenali memperberat dan
onset nyeri memperingan nyeri
Klien mampu mengurangi Terapeutik
rasa nyeri Teknik non 4. Berikan tekik non
farmakologis farmakologis untuk
Keluhan nyeri menurun mengurangi nyeri
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan
tidur
7. Pertimbangkan jensi dan
sumber nyeri dalama
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
8. Jelaskan penyebab
periode dan pemivu
nyeri
9. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan Teknik non
farmaklogis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
5. Pemberian analgesic
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
fisik b.d kerusakan perawatan selama … jam, (1.05173)
integritas struktur tulang mobilitas fisik meningkat
membaik dengan kriteria Observasi:
hasil: - Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas fisik atau keluhan fisik
meningkat lainnya
- Identifikasi toleransi
1. Pergerakan ekstremitas fisik melakukan
2. Kekuatan otot pergerakan
3. ROM - Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisas
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (missal pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan, Jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
Edukasi :
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang diharapkan dari tindakan yang diberikan
antara lain :
Gibson, John.2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC
Gustilo RB. Fracture dislocation of the hip In: Fractures and Dislocations.
Philadelphia: Mosby
Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskletal. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika
Henderson, M.2002. Ilmu Bedah untuk Perawat Alih Bahasa : Dr. Andry
Hartono.Jakarta :EGC
Price S.A. and Wilson L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
ProsesPenyakit (Edisi 6) Buku II.Jakarta: EGC