Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CLAVICULA


DEXTRA DI RSUD TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH

A. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Fraktur Clavicula Dextra


Persiapan Praktek Ruang : IBS
Tanggal Praktek : 25 Juni – 14 Juli 2018
Nama Mahasiswa : IDA RATNASARI
NIM : G3A017103
Nama Pembimbing :MULYADI, S.Kep.Ns
Saran Pembimbing :

Tanda Tangan Pembimbing:

PROGRAM STUDI NERS (TAHAP PROFESI)


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018

B. LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CLAVICULA


1. PENGERTIAN
Clavikula (tulang selangka) adalah tulang menonjol di kedua sisi di bagian
depan bahu dan atas dada. Dalam anatomi manusia, tulang selangka atau clavicula
adalah tulang yang membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang
tubuh. serta memberikan perlindungan kepada penting yang mendasari pembuluh
darah dan saraf. Tulang clavicula merupakan tumpuan beban dari tangan, sehingga

1
jika terdapat beban berlebih akan menyebabkan beban tulang clavicula berlebih,
hal ini bias menyebabkan terputusnta kontinuitas tulang (Handerson, M. A, 2012).
Oswari E, 2013 berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas
tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Menurut
Apley, A. Graham, 2013 fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur adalah setiap retak atau patah pada
tulang yang utuh. Fraktur clavikula merupakan cedera yang sering terjadi akibat
jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada
sepertiga tengah atau proksimal clavikula (Reeves C.J,Roux G & Lockhart,2011).
Fraktur clavicula merupakan 5% dari semua fraktur sehingga tidak jarang
terjadi. Fraktur clavicula juga merupakan cedera umum di bidang olahraga seperti
seni bela diri, menunggang kuda dan balap motor melalui mekanisme langsung
maupun tidak langsung. Tidak menutup kemungkinan fraktur clavicula yang terjadi
disertai dengan trauma yang lain, karena letaknya yang berdekatan dengan leher,
setiap kejadian fraktur clavicula harus dilakukan pemeriksaan cervical. Fraktur
clavicula biasa bersifat terbuka atau tertutup, tergantung dari mekanisme terjadinya
(Carpnito, Lynda Juall, 2015).

2. ETIOLOGI
Penyebab utama/ primer dari fraktur adalah trauma, bisa karena kecelakaan
kendaran bermotor, olahraga, malnutrisi. Trauma ini bisa langsung/ tidak langsung
(kontraksi otot, fleksi berlebihan). Fraktur klavikula dapat terjadi sebagai akibat
dari jatuh pada tangan yang tertarik berlebihan, jatuh pada bahu atau injury secara
langsung. Sebagian besar fraktur klavikula sembuh sendiri, bidai atau perban
digunakan untuk immobilisasi yang komplit, walaupun tidak umum, mungkin
menggunakan ORIF.
Faktur Klavikula, menurut sejarah merupakan cedera yang sering terjadi akibat
jatuh dengan posisi lengan terputar/ tertarik keluar (outstreched hand) dimana
trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula, namun baru - baru
ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum patah tulang
klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke
bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras.
Patah tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar
(outstreched hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya karena
trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil dari
trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula termasuk kasus
2
yang palingsering dijumpai. Pada anak - anak sekitar 10 – 16% dari semua
kejadian patah tulang, sedangkan pada orang dewasa sekitar 2,6 – 5 % .
(Black, J.M, et al, 2013)

3. PATOFISIOLOGI
Patah Tulang selangka (Fraktur klavikula) umumnya disebabkan oleh cedera
atau trauma. Hal ini biasanya terjadi ketika jatuh sementara posisi tangan ketika
terbentur terentang atau mendarat di bahu. Sebuah pukulan langsung ke bahu juga
dapat menyebabkan patah tulang selangka/ fraktur klavikula. Hal ini mungkin
terjadi selama perkelahian, kecelakaan mobil, atau dalam olahraga, seperti sepak
bola dan gulat.
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP (Cardiac Out Put) menurun maka terjadi peubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka
atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai
tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
(Sylvia, 1995 : 1183, dalam keperawatan site, 2013)
4. MANIFESTASI KLINIK

3
Kemungkinan akan mengalami sakit, nyeri, pembengkakan, memar, atau
benjolan pada daerah bahu atau dada atas. Tulang dapat menyodok melalui kulit,
tidak terlihat normal. Bahu dan lengan bisa terasa lemah, mati rasa, dan kesemutan.
Pergerakan bahu dan lengan juga akan terasa susah. Pasien mungkin perlu untuk
membantu pergerakan lengan dengan tangan yang lain untuk mengurangi rasa sakit
atau ketika ingin menggerakan.
Gambaran klinis pada patah tulang klavikula biasanya penderita datang
dengan keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan
diperparah dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan
terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang - kadang terdengar krepitasi
pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat desakan dari
fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai perubahan warna
lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti
fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 2015)
5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan
bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau konsevatif.
Pada orang dewasa dan anak-anak biasanya pengobatannya konservatif tanpa
reposisi, yaitu dengan pemasangan mitela. Reposisi tidak diperlukan, apalagi pada
anak karena salah-sambung klavikula jarang menyebabkan gangguan pada bahu,
baik fungsi maupun keuatannya. Kalus yang menonjol kadang secara kosmetik
mengganggu meskipun lama-kelamaan akan hilang dengan proses pemugaran.
yang penting pada penggunaan mitela ialah letak tangan lebih tinggi dari pada
tingkat siku, analgetik, dan latihan gerak jari dan tangan pada hari pertama dan
latihan gerak bahu setelah beberapa hari.
Pada umumnya, metode pengobatan yang digunakan sebagai berikut:
1) Penatalaksanaan konservatif. Penatalaksanaan konservatif merupakan
penatalaksanaan non pembedahan agar imobilisasi pada patah tulang dapat
terpenuhi.
a. Proteksi. Proteksi fraktur terutama mencegah trauma lebih lanjut dengan
cara memberikan sling (mitela).
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai
eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan
balut elastis.

4
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan
alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi. Traksi yang digunakan untuk
meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan, dan
mengimobilisasi fraktur; dan untuk mengurangi deformitas.
2) Penatalaksanaan pembedahan sangat penting diketahui oleh perawat sebagai
dasar pemberian asuhan keperawatan. Jika ada keputusan bahwa klien
diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan dalam
memberikan asuhan keperawatan perioperatif. Penatalaksanaan pada klien
fraktur meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-
Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak
stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-Wire perkutan.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi inetrnal. Perawat perlu mengenal tindakan
medis operasi reduksi terbuka, baik fiksasi internal/ORIF (Open Reduction
Internal Fixation) maupun fiksasi eksternal/OREF (Open Reduction
External Fixation) karena suhan keperawatan yang diperlukan berbeda.
Implikasi keperawatan yang perlu dikenal perawat setelah operasi adalah
adanya nyeri dan risiko infeksi yang merupakan masalah utama. Beberapa
indikasi keadaan klien yang mengalami fraktur dan dislokasi perlu
diketahui untuk menjelaskan kemungkinan tindakan medis dan masalah
keperawatan yang akan timbul dari tindakan medis ORIF dan OREF.

6. KONSEP TEORI TENTANG ORIF


a. Pengertian ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Pasien yang memiliki masalah di bagian musculoskeletal memerlukan
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan gerahan, stabilisasi, mengurangi nyeri, dan mencegah
bertambah parahnya gangguan musculoskeletal. Salah satu prosedur
pembedahan yang sering dilakukan yaitu dengan fiksasi interna atau disebut
juga dengan pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi), open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang

5
patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi
biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu
intramedulary (IM) untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi dengan
pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat
direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk mempertahankan posisi
yang tepat pada fragmen fraktur (John C. Adams, 1992 dalam Potter & Perry,
2005). Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap
menyatu dan tidak mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra
medullary nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur transvers.
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah sebuah prosedur bedah
medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang,
seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu
pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi
penyembuhan (Brunner & Suddart, 2003).
b. Tujuan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
1) Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas
2) Mengurangi nyeri.
3) Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan dalam
lingkup keterbatasan klien.
4) Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang terkena
5) Tidak ada kerusakan kulit
c. Indikasi dan Kontraindikasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Indikasi tindakan pembedahan ORIF:
1) Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan
metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.
2) Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur
intraartikular disertai pergeseran.
3) Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada
struktur otot tendon
Kontraindikasi tindakan pembedahan ORIF:
1) Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan
2) Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk
3) Terdapat infeksi
4) Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.
5) Pasien dengan penurunan kesadaran
6) Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
7) Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
d. Keuntungan dan kerugian ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
6
Keuntungan dilakukan tindakan pembedahan ORIF:
1) Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
2) Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.
3) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
4) Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai
5) Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.
6) Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta
kekuatan otot selama perawatan fraktur
Kerugian dilakukan tindakan pembedahan ORIF:
1) Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan
kematian akibat dari tindakan tersebut
2) Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan
pemasangan gips atau traksi.
3) Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat
itu sendiri.
4) Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan
struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong
atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
7. KONSEP ASKEP FRAKTUR CLAVICULA DENGAN ORIF CLAVICULA
a. Pengkajian Fokus
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji

7
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 2011)
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos.
Marilynn E, 2009).
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
2015).
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 2015).
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 2015).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 2015).
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2015).
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D,
2015).

8
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 2015)
b. Pemeriksaan Fisik
a) Gambaran Umum
1) Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
2) Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang
bergantung pada keadaan klien.
3) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun
bentuk.
5) Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan
keadaan proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status
neurovaskuler
b) Persiapan dan prosedur diruang operasi

nform concent
1) Inform Consent : Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai
pemeriksaan sebelum operasi,alasan, tujuan, keuntungan, kerugian
tindakan operasi
2) Diit : Pasien dipuasakan 8 jam sebelum operasi
3) Persiapan kebersihan kulit : Untuk membebaskan daerah operasi dari
mikroorganisme, persiapan yang dilakukanadalah pencukuran rambut
pada daerah perut , daerah sekitar anus dan alat reproduksi
4) Terapi pharmacologic : Narkotik dihindari karena dapat menghilangkan
tanda dan gejala, antibiotik untukmenanggulangi infeksi
5) Pengecekan status : Mengecek status pasien sudah tepat dilakukan
operasi orif, dengan menyesuaikandiagnosanya. Apabila sudah tepat
diagnosanya maka segera diantar ke ruang operasiuntuk dilakukan operasi
6) Persiapan alat dan ruangan

9
c. Pathways Keperawatan

FRAKTUR CLAVIKULA

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi Patologis

FRAKTUR

Diskointunitas tulang pergeseran fragmen tulang Nyeri

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Pergeseran fragmen tulang Tekanan sumsum tulang tinggi dari

kapiler

Deformitas

Gangguan fungsi Reaksi stres klien

Gg mobilitas fisik Melepaskan katekolamin

Metabolisme asam lemak

Laserasi kulit Bergabung dengan trombosit

Gg integritas kulit Emboli

Putus Vena/ laserasi menyumbat pembuluh

10
darah perdarahan spasme otot

11
kehilangan volume cairan peningkatan tekanan kapiler

syok hipovolemik pelepasan histamin

protein plasma hilang

edema

penekanan pembuluh darah

penurunan perfusi jaringan

Gg perfusi jaringan

d. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi :
1. Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur.
2. Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi
Intra Operasi:
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan akibat pembedahan
Post Operasi :
1. Resiko infeksi b/d tempat masuknya organisme sekuder akibat adanya jalur invasif
2. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan proses pemindahan pasien
e. Fokus Intervensi
Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Nyeri Akut NOC : NIC :
1. Observasi tanda- 1. Tingkat nyeri
- Pain Level tanda vital dapat diketahui
- Pain control, 2. Lakukan pengkajian dari vital sign
- Comfort level
nyeri secara 2. Mengetahui
S setelah dilakukan
tindakan keperawatan komprehensif tingkat nyeri
selama 1x1 jam termasuk lokasi, 3. Mengurangi nyeri
diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
berkurang dengan frekuensi, kualitas
kriteria hasil : dan faktor presipitasi
1. Mampu
mengontrol nyeri 3. Pilih dan lakukan 4. Mengetahui nyeri
(tahu penyebab penanganan nyeri non pasien dan
nyeri, mampu farmakologi (terapi menyusun
menggunakan relaksasi nafas rencana
tehnik dalam) selanjutnya bila
nonfarmakologi 4. Kolaborasi nyeri tidak bisa
untuk mengurangi farmakologi diatasi dengan
nyeri, mencari pemberian analgetik analgesik
bantuan)
untuk mengurangi
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang nyeri
dengan

12
menggunakan
manajemen nyeri
(skala nyeri : <4)
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal
(TD: 90-120
mmHg, Nadi : 85-
90x/menit, RR :
17-24x/menit,
Suhu : 36,5ºC –
37ºC)
Kecemasan b/d NOC : Cemas NIC :
ancaman integritas terkontrol 1. Kaji tingkat ansietas 1. Sebagai acuan
biologis sekunder Koping meningkat membuat strategi
2. Beri kenyamanan tindakan
akibat operasi Setelah dilakukan dan perlihatkan rasa 2. Agar pasien lebih
tindakan keperawatan empati tenang
selama 1x1jam menghadapi
diharapkan rasa cemas 3. Bila ansietas operasi
berkurang berkurang beri 3. Bila keadaan
dengan kriteria hasil penjelasan tentang klien akan lebih
operasi serta mudah menerima
a.Klien melaporkan persiapan yang penjelasan yang
dapat tidur nyenyak, harus dilakukan. diberikan
rileks
b.Klien mampu
mempertahankan
ADL meskipun ada
kecemasan
c.Klien mampu
memfokuskan
perhatian saat
berinteraksi
d.Klien mampu
menggunakan koping
yang konstruktif
e.Klien menunjukkan
keterampilan
interaksi sosial yang
efektif
f.Klien mampu
mengungkapkan
perasaan negatif
secara tepat

Resiko syok NOC : NIC :


hipovolemik 1.Monitor perdarahan 1. Agar tidak terjadi
13
berhubungan Syok prevention pada daerah perdarahan yang
dengan perdarahan Syok management pembedahan setelah hebat
akibat a. Nadi dalam batas dilakukan insisi 2. Mengantisipasi
yang diharapkan 2. Ingatkan operator dan terjadinya
pembedahan.
b. Irama jantung dalam bila terjadi perdarahan.
batas yang perdarahan hebat. 3. Untuk mengganti
diharapkan 3. Berikan cairan cairan darah yang
c. Frekuensi nafas Ringer laktat (RL) banyak keluar dan
dalam batas yang Untuk resusitasi mengantisipasi
diharapkan cairan monitor tanda- terjadinya
d. Irama pernapasan tanda syok dehidrasi.
dalam batas yang hipovolemik
diharapkan
e. Demam tidak
ditemukan
f. Tekanan darah dalam
batas normal
Resiko infeksi b/d NOC : NIC :
tempat masuknya Immune Status 1. Jaga kebersihan daerah 1. Mencegah
organisme sekuder Knowledge : Infection pemasangan eksternal kolonisasi kuman
control fiksasi 2. Mencegah infeksi
akibat adanya
Risk control 2. Lakukan perawatan kuman melalui
jalur invasif diharapkan tidak luka secara aseptik di pin
terjadi tanda-tanda daerah pin. 3. Menemukan
infeksi, dengan kriteria 3. Observasi vital sign tanda-tanda
hasil : dan tanda infeksi infeksi secara dini
1. Integritas kulit sistemik maupun lokal
pasien baik (demam,nyeri,kemerah
2. Klien bebas dari an, keluar cairan, 4. Untuk mencegah
tanda dan gejala pelonggaran pin) atau mengobat
infeksi 4. Kolaboratif pemberian infeksi.
3. Menunjukkan antibiotik
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit
dalam batas normal
5. Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
6. Tidak ada lesi pada
kulit
Resiko tinggi NOC : NIC :
cidera b/d proses Setelah dilakukan 1. Perhatikan posisi 1. Keamanan pasien
pemindahan pasien asuhan keperawatan pasien tetap terjaga
pasca operasi selama 15 2. Menjaga
2. Dekatkan bed keamanan
menit diharapkan resiko
disamping
cedera tidak pasien 3. Mencegah cidera
terjadi.Dengan kriteria 3. Lindungi organ vital
hasil: pasien 4. Mempermudah
4. Kolaborasi dengan 2-3 pengangkatan
a. Tidak terjadi perawat yang ada 5. Mempermudah
abserasi kulit 5. Angkat pasien secara pengangkatan
14
bersamaan

karena pemindahan 6. Berikan penyangga 6. Memberikan rasa


pasien. ditempat tidur pasien nyaman pada
b. Pasien dapat pasien
dipindahkan
dengan aman dan
nyaman.

15

Anda mungkin juga menyukai