Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL


yang dilaksanakan di
RUMAH SAKIT HEWAN PENDIDIKAN &
KLINIK HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

“GASTROTOMI PADA ANJING”

Oleh:
Khusnul Khowatimi
170130100011030

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak digemari oleh masyarakat. Banyak
diantara anjing-anjing kesayangan tersebut mengalami gangguan penyakit sehingga harus menjalani
pembedahan. Salah satunya pembedahan di saluran pencernaan seperti pada gastrium.
Gastrium merupakan bagian dari alat pencernaan pada hewan non ruminansia.
Pada anjing terletak pada sisi kiri linea alba cranial abdominal, dibelakang diafragma dan hepar.
Letaknya bervariasi tergantung dari jumlah isi gastrium. Gastrotomi adalah operasi membuka gastrium
atau dinding lambung yang dilakukan untuk mengambil benda asing, inspeksi mukosa gastrium
terhadap kemungkinan ulcer, neoplasma atau hipertropi dan untuk mengambil spesimen biopsi.
Kasus gastrointestinal pada hewan kesayangan (anjing) yang mengharuskan dilakukannya gastrotomi
adalah kasus foreign body removal (pengangkatan benda asing) yang sering ditemukan pada hewan di
bawah umur 2 tahun.
Indikasi dilakukannya gastrotomi diantaranya adalah untuk mengeluarkan benda asing dan
tumor lambung (gastrointestinal lymphoma) dari gastrium dan oesophagus bagian bawah. Namun,
prosedur ini juga sering dilakukan terhadap pengambilan sampel biopsi lambung
(phycomycosis atau gastric carcinomas case), untuk mengurangi tekanan akibat gastrium terlalu
berdilatasi, distensi lambung serta penyempitan pylorus.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam proposal kegiatan gastrotomy pada
anjing adalah :
a. Bagaimana tindakan pre-operasi gastrotomi pada anjing?
b. Bagaimana tahapan operasi gastrotomi pada anjing?
c. Bagaimana penanganan pasca operasi gastrotomi pada anjing?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya kegiatan gastrotomi pada anjing adalah :
a. Mengetahui tindakan pre dan post operasi gastrotomi pada anjing.
b. Mengetahui tahapan operasi gastrotomi pada anjing.
c. Mengetahui penanganan pasca operasi gastrotomi pada anjing.
1.4 Manfaat
Manfaat dilakukannya kegiatan gastrotomi pada anjing adalah meningkatkan
keterampilan mahasiswa PPDH FKH UB khususnya dalam bidang ilmu bedah veteriner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Lambung Anjing


Klasifikasi Anjing :
Kingdom/kerajaan : Animalia
Phylum : chordata
Class : mamalia
family : camdae
ordo : carnivora
genus : canis
spesies : Canis lupus familiaris

Gambar 1. Saluran pencernaan dan organ dalam pada anjing

Saluran pencernaan makanan pada anjing terdiri dari rongga mulut (cavum oris), kerongkongan
(oesophagus), lambung (gastrium), usus halus (intestinum), usus besar (colon), rectum dan terakhir adalah
anus. Di dalam saluran tersebut, setiap makanan yang masuk akan mengalami proses pencernakan
makanan, baik secara mekanik maupun kimiawi. Lambung merupakan bagian dari sistem saluran
pencernaan makanan, berupa saluran yang mengalami dilatasi/ pelebaran hingga membentuk kantong dan
terdapat di dalam rongga abdomen sebelah kiri. Di dalam lambung, makanan yang masuk akan ditampung
selama beberapa jam dan mengalami proses pencernaan secara mekanik melalui gerakan peristaltik
lambung dan secara kimiawi melalui enzim-enzim dalam lambung seperti rennin, pepsin, dan HCl,
sehingga ketika makanan sampai di usus telah dalam bentuk yang halus dan telah terpecah atas partikel
yang lebih kecil sehingga akan mudah untuk diserap.

Gambar 2. Lambung dan vaskularisasi pada gastrium anjing

Gastrium anjing terletak pada sisi kiri abdomen di belakang hepar. Posisinya bervariasi tergantung
jumlah ingesta. Secara anatomis lambung anjing terletak pada sisi kiri rongga abdomen bagian depan dan
di belakang hepar, membentang dari vertebrae thorakalis ke-9 sampai vertebrae lumbalis yang pertama.
Lambung yang kosong akan sulit dipalpasi karena tertutup oleh hepar dan archus cranioventral serta
intestinum pada bagian belakangnya. Kurvatura mayor lambung (greater kurvature) terletak pada bagian
dorsal, pada sisi kiri intestinum dan permukaan ventral serta kaudalnya terletak pada intercostalis ke-11 dan
ke-12. Kebutuhan darah dilambung disuplai oleh arteria coeliaca, yaitu pembuluh darah cabang dari aorta
yang keluar dari crura diaphragmatika. Sampai pada bagian pertengahan terbagi menjadi 3, yaitu arteri
hepatica, arteri gastrika dan arteri splenika yang kesemuanya mensuplai nutrisi dari lambung (Archibald,
1974).
Gastrium merupakan saluran pencernaan yang dapat paling besar mengalami dilatasi, juga
merupakan suatu organ muskuloglandular yang terletak antara esophagus dan usus halus. Arteri yang
menginervasi gastrium adalah a. gastrika sinister dan dekter yang berjalan sepanjang kurvatura minor dan
arteri gastroepiploika sinister dan dekster yang berjalan sepanjang kurvatura mayor. Gastrium diinervasi
syaraf parasimpatis oleh nervus vagus dan syaraf simpatis oleh pleksus siliaka (Miller et all., 1969).Di
dalam lambung, makanan yang masuk akan ditampung selama beberapa jam dan mengalami proses
pencernaan secara mekanik melalui gerakan peristaltik lambung dan secara kimiawi melalui enzim-enzim
dalam lambung seperti rennin, pepsin, dan HCl, sehingga ketika makanan sampai di usus telah dalam
bentuk yang halus dan telah terpecah atas partikel yang lebih kecil sehingga akan mudah untuk diserap
(Frandson, 1992).
Secara histologis gastrium tersusun atas 4 lapisan sel, yaitu (dari dalam keluar) lapisan
mukosa gastrium, lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan lapisan serosa. Lapisan mukosa
gastrium terdiri dari lamina epithelial, lamina propria (mengandung serabut kolagen, sel lemak,
dan serabut syaraf submukosa). Tunika muskularis mempunyai 3 lapisan, yaitu lapisan dalam yang
mengulir, lapisan tengah yang melingkar dan lapisan luar yang longitudinal. Pleksus mientrikus
terdapat diantara lapisan tengah dan lapisan luar. Tunika serosa terdiri dari mesotel yang membalut
lapisan jaringan ikat longgar yang disebut subserosa (Fossum, 2012).

2.2 Gastrotomi
Gastrotomy adalah operasi membuka gastrium atau dinding lambung yang dilakukan untuk
mengambil benda asing, inspeksi mukosa gastrium terhadap kemungkinan ulcer, neoplasma atau
hipertropi dan untuk mengambil spesimen biopsi. Sebelum prosedur pembedahan harus dilakukan
pemeriksaan lengkap traktus gastrointestinalis, baik pemeriksaan fisik maupun radiologi, selain
itu juga harus dilakukan evaluasi keseimbangan fluid dan elektrolit yang harus dikoreksi sebelum
operasi.
Gastrotomy merupakan suatu pembedahan dengan penyayatan untuk menghasilkan atau
memberikan pemeriksaan yang akurat dalam lambung. Oleh ahli bedah pemeriksaan dapat
dilakukan dengan uji X-ray, Endoscopy, uji-uji tersebut merupakan langkah-langkah dalam
mencegah masalah yang terdapat pada gastrointestinal. Pemeriksaan praoperasi gastrotomy
dengan radiograpy (x-ray) bertujuan untuk melakukan diagnosa yang akan membantu apabila
benda asing itu cukup padat. Uji ini merupakan pokok yang mendasari untuk melakukan
pembedahan, yang pada dasarnya sering terjadi komplit dengan uji jumlah darah, uji serum
biokemikal, uji urinalysis dan kemungkinan melakukan Electrokardiograf (EKG) sebelum
pembedahan (Fazio, 2006).
Kasus gastrointestinal pada hewan kesayangan (anjing) yang mengharuskan dilakukannya
gastrotomi adalah kasus foreign body removal (pengangkatan benda asing) yang sering ditemukan
pada hewan di bawah umur 2 tahun. Indikasi dilakukannya gastrotomi diantaranya adalah untuk
mengeluarkan benda asing dan tumor lambung (gastrointestinal lymphoma) dari gastrium dan
oesophagus bagian bawah. Namun, prosedur ini juga sering dilakukan terhadap pengambilan
sampel biopsi lambung (phycomycosis atau gastric carcinomas case), untuk mengurangi tekanan
akibat gastrium terlalu berdilatasi, distensi lambung serta penyempitan pylorus.
2.3 Obat- obatan
Atropin sulfat
Atropin sulfat merupakan antikolinergik yang paling sering digunakan. Obat-obat golongan ini
disebut juga anti muskarinik atau parasimpatolitik. Mekanisme kerjanya pada umumnya menghambat pada
tempat yang disarafi oleh serabut postganglion kolinergik, dimana asetilkolin sebagai neurotransmiter.
Atropin digunakan sebagai premedikasi anastesi dengan tujuan utama untuk menekan produksi air liur dan
sekresi jalan nafas dan juga mencegah reflek yang menimbulkan gangguan jantung atau mencegah
timbulnya bradikardia. Meskipun demikian pemberian atropin berpengaruh pada susunan syaraf pusat yang
kemudian merangsang medula oblongata, pada mata menimbulkan midriasis, mengurangi sekret hidung,
mulut, faring dan bronkus. Pada sistem kardiovaskuler atropin berpengaruh terhadap jantung yang bersifat
menghambat peristaltik lambung dan usus.
Atropin sulfat bersifat reversibel dan pada pemberiannya dapat dimetabolisir oleh semua
spesies. Keuntungan antikolinergik sebagai premedikasi adalah menurunkan sekresi saliva, menurunkan
motilitas intestinal, menurunkan keasaman cairan gastrium, menghambat bradikardi oleh stimulasi vagal,
menurunkan motilitas intestinal. Dan menyebabkan bronkodilatasi. Sedangkan kerugiannya adalah
peningkatan kecepatan metabolisme, peningkatan denyut jantung, dapat menyebabkan bradikardia atau
takikardia dan dilatasi pupil.
Ketamin HCl
Ketamin HCl merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman
(batas keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anastetik dan kataleptik dengan kerja singkat.
Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin HCL
(ketalar,vetalar) adalah dl-2-(0-klorofenil)-2-9metilamino) sikloheksan HCL. Konsentrasi efektifnya 10,
50, dan 100 mg/ml dan cocok untuk injeksi secara intra muskuler atau inta vena. Pemberian anastesi secara
intra vena sering digunakan untuk mendapatkan induksi anastesi yang cepat, yang kemudian dipertahankan
dengan obat inhalasi yang tersedia.
Ketamin bersifat lipofilik, dan dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ yang
mempunyai banyak vaskularisasi, termasuk otak. Selanjutnya akan didistribusikan kembali kejaringan
bersama metabolisme hati, urin, dan sekresi empedu. Ketamin akan memasuki sirkulasi ke otak, namun
pada saat bersamaan seperti halnya barbiturat, diredistribusikan ke organ dan jaringan lain. Dosis yang
dianjurkan untuk anjing dan kucing adalah 10-20 mg/kg BB secara intramuskuler. Ketika digunakan
sebagai obat tunggal, ketamin tidak menghasilkan relaksasi muskulus skeletal yang baik, dan dapat
mencapai recovery dengan segara dan biasanya dapat menyebabkan konvulsi pada anjing dan terkadang
kucing. Untuk menghindari efek tersebut, banyak dokter hewan yang menggunakan ketamin bersama-sama
dengan diazepam, acepromazin, xylazine thiobarbiturat atau anastesi inhalasi.
Xylazine
Nama lain xylazine adalah 2(2,6-dimethylphenylamino)-4H-5,6-dyhidro-1,3-thiazine-
hydrocloride). Merupakan sedativa non narkotik yang poten dan analgesik serta merupakan relaksan
muskulus yang baik. Efek sedativa dan analgesia bekerja mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi
muskulus karena terhambatnya transmisi intraneural dari impuls pada sistem saraf pusat.
Xylazine diklasifikasikan sebagai analgesika juga mirip sedativa, namun bukan neuroleptik
atau transquilizer. Xylazine menghambat efek adrenergik dan kolinergik neuron sehingga terjadi analgesia
dan sedasi, efek samping yang bisa terjadi pada anjing yaitu muntah. Dosis untuk anjing adalah 1-2 mg/kg
BB diberikan secara intramuskuler.
Ketamin-Xylazine
Kombinasi antara ketamin dan xylazine merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini
untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranastesi secara baik dengan menggunakan
kombinasi ini. Anastesi dengan ketamin-xylazine memiliki efek lebih pendek jika dibandingkan denga
pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konfulsi.
Emesis sering terjadi pasca pemberian ketamin-xylazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian
atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin-xylazine. Efek anastesi akan timbul setelah 10-30 menit, dan
kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2 jam.
Amoxicilin
Obat yang digunakan sebagai antibiotik adalah Amoxicillin. Amoxicillin diabsorbsi
dengan baik pada saluran gastrointestinal. Derivat Amoxicilline yaitu Penisilin semisintetik dengan
aktivitas sebagai antibakteri sepktrum luas yang bersifat bakteriosidal, efektif terhadap sebagian
besar bakteri gram positif dan beberapa gram negatif yang patogen. Amoxicillin sama dengan
pencillin yang memiliki aksi sebagai bakterisida terhadap bakteri yang rentan selama tahap
multifikasi aktif. Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel yang
menyebabkan matinya bakteri. Resistensi terhadap Amoxicillin dimediasi melalui enzim beta –
laktam yang memotong cincin beta – laktam Amoxicillin sehingga menjadi inaktif. Pemberian
peroral mencapai puncak konsentrasi serum dalam jangka waktu 2 jam. Didistribusikan ke seluruh
tubuh meskipun hanya sebagian kecil yang masuk ke cairan cerebrospinal dan dalam konsentrasi
tinggi terdapat dalam hati dan ginjal (Eldredge et al., 2008). Dosis pemberian Amoxicillin secara
peroral untuk kucing 10-22 mg/kg BB.
Amoxicilin
Ketoprofen dan Tolfenamic Acid
Terdapat dua jenis obat analgesik antiinflamasi yang digunakan meliputi analgesik
antiinflamasi non – steroid (NSAID) dan analgesik antiinflamasi steroid (SAID). Obat yang biasa
digunakan sebagai NSAID meliputi Ketoprofen dan Tolfenamid acid. Ketoprofen dan Tolfenamic
acid merupakan obat dari kelas non – steroid anti inflammatory drugs (NSAID) yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit. Ketoprofen memiliki dua aksi antara lain hambatan enzim
cyclooxygenase (COX – 1) menurunkan produksi prostaglandin, sedangkan hambatan enzim
lypooxygenase memiliki efek yang kuat terhadap pembuluh darah dan fase selular dari inflamasi.
selain itu, memiliki efek antipiretik, analgesik, dan anti – inflamasi. Tolfenamic acid bekerja
melalui hambatan COX. Namun, tidak pasti apakah hambatan COX – 1 atau COX – 2. Hambatan
COX membatasi produksi prostaglandin yang terlibat dalam proses inflamasi. selain itu,
dilaporkan memiliki aksi antagonis pada reseptor prostaglandin.

2.4 Prinsip – Prinsip Utama Keberhasilan Operasi


Menurut pakar paktisi, keberhasilan operasi ditentukan oleh penerapan 7 prinsip utama
dalam tindakan operasi:
1. Penanganan jaringan secara hati-hati: tindakan operasi selalu menimbulkan kerusakan
jaringan, radang dan rasa sakit. Tindakan operasi yang halus akan dapat menekan rasa sakit
dan mempercepat kesmebuhan luka. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menggunakan
alat yang sesuai dengan fungsi tindakan, tidak memotong/memisahkan jaringan tanpa tujuan,
memisahkan searah dengan lokasi jaringan, menjaga jeringan tetap lembab dan tidak
terkontaminasi.
2. Hemostasis secara efektif, meliputi: visualisasi yang baik, pelaksanaan operasi dengan durasi
yang cepat, tidak banyak mengeluarkan volume darah, tidak terjadi hematoma yang
merupakan sumber infeksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menekan dan mengikat
pembuluh darah dengan tepat, penggunaan elektrokauterisasi untuk pembuluh darah
kecil/sedang, dan menghindari perlukaan pembuluh darah besar.
3. Pertahankan vaskularisasi : menjaga vaskularisasi agar mempercepat kesembuhan luka karena
meminimalisir kontaminasi dan tidak ada hambatan terhadap migrasi fibroblas. Hal tersebut
dapat dicapai melalui penguasaan anatomi regional, menghindari pangikatan jaringan terlalu
erat, menggunakan tehnik dan peralatan yang mendukung vaskularisai.
4. Aseptik total, meliputi : aseptik total yang ditinjau dari alat, ruang operasi, pasien, dan
operator. Kemudian menghidari infeksi pada luka operasi untuk mengurangi kontaminasi
bakteri dan gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Selanjutnya menekan infeksi pada luka
tertutup. Apabila pada saat operasi tidak aseptik maka akan terjadi infeksi jaringan nekrosis,
bekuan darah, dan adanya rongga, dan gangguan vaskularisasi.
5. Kurangi tegangan jaringan yang dijahit: dengan cara menjahit luka dan mengurangi tegangan
pada jahitan dengan cara menggunakan alat dan tehnik menjahit yang tepat.
6. Aposisi jaringan secara baik: dengan penautan lapisan jaringan yang benar akan mempercepat
kesembuhan luka dan perbaikan fungsi jaringan. Hal tersebut dapat dilakukan dnegan
menghindari terbentuknya seroma, memulihkan fungsi otot, dan menggunakan tehnik jahitan
yang benar.
7. Menghindari terbentuknya rongga: berkaitan dengan penjahitan otot dan kulit setelah
laparotomi. Adanya rongga/dead space dapat terisi darah atau eksudat sehingga proses
perlekatan lapisan jaringan terhambat dan rentan infeksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
melakukan tehnik jahitan yang benar, menggunakan “presure bandage”, dan menggunakan
drainase.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan


Kegiatan bedah gastrotomi pada rotasi Interna Hewan Kecil (IHK), bedah, dan radiologi
dilaksanakan di Laboratorium Bedah Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH UB.

3.2 Peserta dan Pembimbing


Peserta Koasistensi bedah Rumah Sakit Hewan Pendidikan UB adalah mahasiswa
Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya (FKH UB).
Nama : Khusnul Khowatimi, S.KH
NIM : 170130100011030
Yang berada di bawah bimbingan drh. Ahmad Fauzi, M.Si

3.3 Metode Kegiatan


3.3.1 Pre Operasi
Sebelum operasi dilakukan perlu persiapan yang matang pada hewan agar berjalan dengan
sukses dan lancar tanpa adanya hal-hal yang menggangu jalannya operasi dan menghambat
kesembuhan hewan tersebut. Persiapan yang perlu dilakukan meliputi persiapan alat, bahan dan
obat, persiapan ruang operasi, persiapan pasien, dan persiapan operator.
A. Persiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah scalpel, pisau bedah, gunting, arteri clamp, Allis Forceps,
needle holder, pinset sirugis dan anatomis, spuit, jarum operasi tapper dan blund, benang silk dan
chromic cut gut, surgical drapes, towel clamp, iv cath dan infus set. Sebelum menggunakan alat
tersebut harus di sterilisasi terlebih dahulu dengan sterilisasi panas kering. Sedangkan bahan-bahan
yang digunakan adalah tampon, alkohol 70%, Iodium Tincture 10%, NaCl fisiologi, sabun
chlorhexidine, flush antibiotik, sarung tangan, penutup kepala, masker operasi dan lampu
penerangan. Obat-obat yang dipersiapkan adalah premedikasi yaitu Atropine Sulfat, anestesi
umum adalah Ketamine dan Xylazine, Vitamin K atau epineprine, pehacain, antibiotika dan anti
inflamasi.
B. Persiapan Ruang Operasi
Pelaksanaan operasi OH dilakukan di laboratorium bedah FKH UB. Sebelum operasi,
maka dilakukan terebih dahulu pembersihan ruangan, meliputi pengepelan menggunakan karbol
dan penyapuan kotoran yang ada pada lantai. Setelah lantai kering dilakukan penyemprotan
dengan desinfektan, yang digunakan adalah larutan bayclin. Persiapan selanjutnnya adalah
memasukkan meja operasi yang selanjutnya meja tersebut dibersihkan dan didesinfeksi. Persiapan
selanjutnya adalah setting lampu penerangan dan meja obat.
C. Persiapan Pasien atau Hewan
Sebelum melakukan pembedahan pada hewan kita harus melakukan pemeriksaan fisik
yang meliputi ; Signalemen, berat badan, umur, pulsus, frekuensi nafas, suhu tubuh, system
digestivus, respirasi, sirkulasi, syaraf, reproduksi, perubahan anggota gerak dan perubahan kulit
yang telah dicatat semua pada ambulatory yang telah terlampir. Sebelum anjing dibedah maka
anjing tersebut diberikan suntikan antibiotic amoxycilin terlebih dahulu secara intramuscular
(pehitungan dosis dapat dilihat pada lampiran). Pasca pemberian antibiotik, 15 menit kemudian
dilakukan pemberian premedikasi berupa atropine sulfat secara subkutan. Apabila hewan merasa
tenang dapat dilakukan pemasangan iv cath pada vena cephalica untuk pemberian terapi cairan
selama proses operasi, setelah 15 menit dari pemberian premedikasi kemudian diberikan xylazine
dan ketamine yang dikombinasikan dengan perbandingan satu banding satu dan diberikan secara
intramuscular.
D. Persiapan Operator dan asisten operator
Seorang operator dan asisten harus memahami prosedur operasi, dapat memprediksi hal-
hal yang akan terjadi selama operasi berlangsung, dapat memperkirakan hasil operasi, operator
harus dalam keadaan sehat dan bersih. Sebelum memulai proses operasi diharuskan mencuci
tangan dengan sabun desinfektan terlebih dahulu kmudian memakai peralatan operasi (seperti
masker operasi, sarung tangan, sandal khusus, penutup kepala dan baju operasi).
3.3.2 Metode Operasi
Gastrotomy diawali dengan eksplorasi abdomen dengan prosedur yang aseptis. Incisi
abdomen biasanya dimulai pada xipoideus memanjang ke arah caudal menuju umbilicus.
Memperpanjang incisi ke arah cranial dapat menyebabkan perforasi diafragma dan memungkinkan
terjadinya pneumothoraks. Indikasi dilakukannya gastrotomy paling sering yaitu untuk
mengeluarkan benda asing. Berikut merupakan langkah-langkahnya (Tobias, 2010; Fossum,
2013):
1. Setelah laparotomi dan eksplorasi gastrik dilakukan, maka dapat ditempatan stay suture untuk
retraksi lambung dengan melewatkan jarum dalam submukosa.
2. Lambung yang terekspos ditempatkan pada kasa lembab yang dibasahi NS untuk mengurangi
kontaminasi.
3. Lakukan incisi menggunakan scalpel blade secara paralel pada badan lambung yang minim
pembuluh darah.

Gambar 3.1 Pemasangan stay suture menembus lapisan submukosa (kiri) dan letak incisi
lambung pada bagian yang minim pembuluh darah (kanan) (Fossum,2013)

4. Pegang mukosa dengan forceps atraumatik dan perforasi dengan scalpel blade. Perluas insisi
sesuai kebutuhan dengan gunting dan lanjutkan dengan pengeluaran benda asing, biopsi, atau
eksplorasi mukosa.
5. Sayatan dapat ditutup menggunakan benang absorbable 2.0 atau 3.0 dengan jahitan dua lapis.
6. Lapisan mukosa ditutup dengan jahitan menerus sederhana untuk mengurangi perdarahan post
operasi.
7. Lapisan submukosa, muskularis, dan serosa dapat ditutup dengan jahitan cushing atau lambert.
8. Lepas stay suture, pindahkan lambung secara perlahan dari kasa lembab dan basahi dengan
NS. Pastikan tidak ada kasa yang tertinggal. Letakkan lambung kembali ke rongga abdomen.
Gambar 3.2 Penjahitan bagian mukosa lambung dengan tipe jahitan menerus sederhana (kiri)
dan penjahitan bagian submukosa, muskularis, dan serosa dengan tipe jahitan
cushing (kanan) (Fossum,2013).
9. Penutupan rongga abdomen dimulai dari penjahitan lapisan muscularis dengan tipe jahitan
terputus sederhana dan dilanjutkan dengan penutupan subkutan dengan jahitan menerus
sederhana menggunakan catgut chromic 2.0, lalu diakhiri dengan penjahitan kutan dengan
tipe jahitan terputus sederhana menggunakan benang silk.
10. Kemudian luka dioles dengan iodine dan salep antibiotik lalu ditutup dengan kasa steril.
3.3.3 Post Operasi
Selama pemulihan pasca operasi, kepala hewan sebaiknya dijaga agar tetap lebih tinggi
dari badan untuk mengurangi refluks lambung. Pemberian obat-obatan post operasi meliputi
antibiotik amoxycilin dan ketoprofen secara oral. Evaluasi hematokrit perlu dilakukan jika terjadi
hematomesis, pucat, anemia atau melena yang signifikan. Anjing dapat diberi makan 12 hingga 24
jam setelah operasi jika hewan tidak muntah atau mual. Muntah atau mual muntah pasca operasi
dapat terjadi akibat ileus, kelainan elektrolit (terutama hipomagnesemia), nyeri, maupun iritasi
lambung. Terapi yang dapat diberikan termasuk pmberian cairan intravena, gastroprotektan
(sucralfate), penghambat asam lambung (misalnya, omeprazol atau famotidin), obat peningkat
motilitas untuk ileus (misalnya, metoclopramide), atau antiemetik (misalnya, klorpromazin,
ondansetron, dolasetron, atau maropitan). Pemberian analgesik dan antibiotik juga juga diperlukan
untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi serta mencegah infeksi bakteri (Tobias, 2010).
Komplikasi yang paling umum terjadi yaitu muntah, yang dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi. Jika mukosa belum tertutup, hewan dapat memuntahkan darah yang dicerna sebagian,
yang terlihat seperti bubuk kopi. Hewan yang terus-menerus muntah harus dievaluasi dengan
radiografi biasa atau dengan bahan kontras. Endoskopi juga dapat dilakukan untuk mengetahui
kemungkinan obstruksi. Kebocoran dari jahitan gastrotomy jarang terjadi karena lambung mampu
sembuh dengan cepat dan memiliki suplai darah yang sangat baik. Hal tersebut dapat mengurangi
jumlah bakteri (yang disebabkan oleh keasaman lambung), epitelium lambung mampu
beregenerasi dengan cepat, dan lambung memiliki mekanisme pertahanan yang disediakan oleh
omentum dapat memungkinkan sayatan dapat sembuh dengan cepat. Penjahitan gastrotomy
dengan benang yang tidak dapat diserap seperti polipropilen dapat menyebabkan obstruksi pilorus.
Obstruksi pilorus juga dapat terjadi akibat inversi jaringan yang berlebihan atau distorsi dari
antrum selama penutupan sayatan (Tobias, 2010; Fossum, 2013).
3.3.4 Proses Kesembuhan Luka
Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan oleh kontak
fisika (dengan sumber panas), hasil dari tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis.
Ketika terjadi luka, tubuh secara alami melakukan proses penyembuhan luka melalui kegiatan
bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Proses penyembuhan luka dibagi
ke dalam lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan maturasi
(Purnama, 2016).
a. Homeostasis memiliki peran protektif yang membantu dalam penyembuhan luka.
Pelepasan protein yang mengandung eksudat ke dalam luka menyebabkan vasodilatasi
dan pelepasan histamin maupun serotonin. Hal ini memungkinkan fagosit memasuki
daerah yang mengalami luka dan memakan sel-sel mati (jaringan yang mengalami
nekrosis). Eksudat adalah cairan yang diproduksi dari luka kronik atau luka akut, serta
merupakan komponen kunci dalam penyembuhan luka, mengaliri luka secara
berkesinambungan dan menjaga keadaan tetap lembab. Eksudat juga memberikan luka
suatu nutrisi dan menyediakan kondisi untuk mitosis dari sel-sel epitel. Pada tahap
inflamasi akan terjadi edema, ekimosis, kemerahan, dan nyeri.
b. Inflamasi terjadi karena adanya mediasi oleh sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan, dan
efek terhadap reseptor.
c. Migrasi yang merupakan pergerakan sel epitel dan fibroblas pada daerah yang mengalami
cedera untuk menggantikan jaringan yang rusak atau hilang. Sel ini meregenerasi dari
tepi, dan secara cepat bertumbuh di daerah luka pada bagian yang telah tertutup darah
beku bersamaan dengan pengerasan epitel. Tahap proliferasi terjadi secara simultan
dengan tahap migrasi dan proliferasi sel basal, yang terjadi selama 2-3 hari.
d. Proliferasi terdiri dari neoangiogenesis, pembentukan jaringan yang tergranulasi, dan
epitelisasi kembali. Jaringan yang tergranulasi terbentuk oleh pembuluh darah kapiler dan
limfatik ke dalam luka dan kolagen yang disintesis oleh fibroblas dan memberikan
kekuatan pada kulit. Sel epitel kemudian mengeras dan memberikan waktu untuk kolagen
memperbaiki jaringan yang luka. Proliferasi dari fibroblas dan sintesis kolagen
berlangsung selama dua minggu.
e. Tahap maturasi berkembang dengan pembentukkan jaringan penghubung selular dan
penguatan epitel baru yang ditentukan oleh besarnya luka. Jaringan granular selular
berubah menjadi massa aselular dalam waktu beberapa bulan sampai 2 tahun
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Sinyalement

Nama hewan : Ronald


Jenis hewan : Anjing
Ras/Breed : Mongrel / anjing kampung
Warna bulu dan kulit : Hitam dan putih
Jenis kelamin : Jantan
Berat badan : 11,35 kg
Umur : ± 1 tahun

4.1.2 Pemeriksaan Fisik

Berat badan : 11,35 kg


Habitus / tingkah : Aktif
Sikap Berdiri : Tegak
Gizi : Baik
Pertulangan kepala : Normal
Frekuensi denyut jantung : 120x / menit
Frekuensi nafas : 36x / menit
Suhu tubuh : 380 C
Capilary refill time : < 2 detik
Kulit dan Rambut
Aspek rambut : Bersih dan halus
Kerontokan : Negatif
Kebotakan : Negatif
Turgor kulit : <2 detik
Permukaan kulit : Normal tidak ditemukan abnormalitas
Bau kulit : Bau khas anjing
Jenis bulu : short hair
Mata dan Orbita
Palpebrae : Membuka dan menutup dengan sempurna
Cilia : Melengkung normal
Conjungtiva : Normal
Membrana nictitan : Normal
Hidung dan Sinus
Cairan hidung : Basah, discharege negatif
Aliran udara : Normal
Bentuk pertulangan : Simetris
Telinga
Posisi : Tegak
Bau : Negatif
Permukaan daun telinga : Bersih
Refleks panggilan : Ada , positif
Leher
Perototan : Simetris
Trakhea : Teraba, refleks batuk negatif
Esofagus : Tidak teraba
Sistem digesti
Defek bibir : Negatif
Mukosa : Pink normal
Lidah : Normal
Rongga abdomen : Normal
Anus : Bersih
Sistem Urogenital
Ginjal : Normal
Vesica urinaria : Normal
Genital Betina : Mukosa normal, bersih
Kelenjar Mamae
Ukuran : Kecil
Bentuk : Puting kecil
Letak : Ventral thoraks dan ventral abdomen
Konsistensi : Lunak
Alat Gerak Dan Ekstremitas
Peorotan ekstremitas cranial : Simetris
Perototan ekstremitas caudal : Simetris
Spasmus, tremor : Negatif
Cara berjalan : Normal
Struktur pertulangan : Normal
4.2 Pembahasan

Sebelum dilakukan operasi dilakukan persiapan ruangan untuk operasi bedah, sesuai
standart dan mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Selanjutnya hewan diperiksa
kembali status kesehatannya untuk menentukkan apakah hewan layak untuk dilakukan
prosedur operasi atau tidak. Prosedur ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kondisi yang
memburuk pasca operasi. Setelah hewan dinyatakan layak untuk dilakukan operasi, Hewan
dipuasakan selama 6-8 jam sebelum operasi. Lambung yang terisi penuh dapat menyebabkan
muntah sehingga menimbulkan terjadinya aspirasi yang dikhawatirkan berakibat slik
pneumonia, selain itu lambung yang penuh akan mengurangi pergerakan diafragma sehingga
mengganggu respirasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Sebelum memasuki tahap operasi,
anjing terlebih dahulu ditimbang berat badannya untuk menentukan dosis berbagai sediaan
obat yang akan diberikan pada saat pre operasi, operasi dan post operasi.
Pada tahap pre operasi, hewan dilakukan premedikasi anestesi yang bertujuan untuk
pemberian substansi yang terdiri dari sedative dan tranqualiser sebagai penenang dan
substansi antikolinergik yang berguna menekan produksi air liur agar hewan tidak mengalami
gangguan bernafas selama pembiusan. Pada tahap ini anjing Ronald diberikan premedikasi
menggunakan Atropin Sulfat secara subkutan. Atropin merupakan agen antimuskarinik yang
menghambat asetilkolin, dengan dosis yang tinggi atropin dapat memblokir reseptor nikotin.
Atropin digunakan sebagai premedikasi anestesi dengan tujuan utama adalah menekan
produksi air liur dan sekresi jalan nafas juga mencegah reflek yang menimbulkan gangguan
jantung atau mencagah timbulnya bradikardi dan menurunkan keasaman cairan gastrium serta
menurunkan motilitas intestinal (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Anestesi yang digunakan yaitu anastesi umum. Anestesi umum dilakukan untuk
menghilangkan kesadaran hewan, menghilangkan rasa sakit, memudahkan pelaksanaan
operasi dan menjaga keselamatan operator maupun hewan itu sendiri. Anestesi umum yang
digunakan kombinasi ketamin dan xylazine. Dosis ketamin yang diberikan yaitu 10 mg/kg
BB, sedangkan dosis xylazine yaitu 2 mg/kg BB. Ketamin merangsang sistem kardiovaskuler
yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan meningkatkan curah
jantung, yang dimediasi terutama melalui sistem saraf simpatik (Hall, 2001). Ketamin
memiliki efek minimal terhadap pusat pernapasan dan menghasilkan relaksasi pernapasan
dengan cara mempengaruhi berbagai reseptor dan otot bronkhial. Pembiusan dengan
menggunakan ketamin mengakibatkan terjadinya peningkatan salivasi dan tonus otot
(Cornick, 2001). Di dalam anestesi hewan, xylazine biasanya paling sering digunakan dengan
kombinasi ketamin. Xylazine menimbulkan efek relaksasi muskulus centralis. Selain itu,
xylazin juga mempunyai efek analgesi. Xylazine menimbulkan kondisi tidur yang ringan
bahkan sampai kondisi narkosis yang dalam, tergantung dari dosis untuk masing-masing
spesies hewan (Adams, 2001).
Teknik operasi gastrotomi dilakukan dengan melakukan teknik laparotomy terlebih
dahulu. Insisi abdominal dibuat pada ventral midline caudal xiphoideus menuju umbilicus,
menembus kulit, subcutan, lalu linea alba pada muskulus hingga menemukan rongga
peritoneum. Insisi dibagian dinding abdomen dikuakan, yang juga berfungsi untuk
memberikan pandangan yang lebih lapang pada saluran gastrointestinal. Inspeksi dan palpasi
dilakukan untuk menemukan lambung. Lambung ditarik perlahan keluar dari rongga
abdomen, kemudian dialasi dengan alas tampon yang telah dibasahi dengan NaCl fisiologis .
Hal ini dilakukan untuk menghindarkan lambung dari kontaminasi dari kulit serta menjaga
kelembaban organ. Untuk mengurangi iritasi dinding organ akibat sentuhan jari serta
mencegah tumpahnya isi lambung menuju rongga peritoneum, dibuat stay suture (Gambar
4.2) (Fossum, 2014).
Gastrotomi dilakukan dengan melakukan insisi pada caput gastrium di antara curvatura
mayor dan minor. Insisi tidak boleh dilakukan terlalu dekat dengan pylorus karena lipatan
dinding yang dijahit nantinya dapat mengobstruksi saluran tersebut. Insisi dilakukan dengan
menusukan scalpel pada dinding organ. Incisi dilakukan mulai dari Pengambilan object dari
dalam lumen organ dapat dilakukan dengan pinset, penghisapan (suction), atau metode lain
yang dapat menghindari tumpahnya isi lumen ke peritoneum (Fossum, 2014).
Gambar 4.1 Insisi pada area hypovascular di antara lesser dan greater curvature
(Dokumentasi Pribadi)

Penutupan luka insisi pada lambung dilakukan menggunakan benang absorbable


Polyglycolic acid coated 2-0 with tapperpoint needle, dengan pola simple continuous pada
lapisan submukosa. Benang absorbable Polyglycolic acid (PGA) dapat diserap oleh tubuh
selama 40 – 60 hari. Jahitan kedua dilakukan menggunakan absorbable Polyglycolic acid
coated 2-0 with tapperpoint needle (PGA) , dengan pola menembus lapisan serosa dan
muscularis, dengan pola Cushing.

Gambar 4.2. Penutupan gastrium. Simple continuous pada lapisan sub mukosa; dan Cushing
suture pada serosa dan muskularis (Dokumentasi Pribadi).

Sebelum dilakukan penutupan dinding abdomen, lambung dibasahi menggunakan normal


saline untuk membersihkan sisa- sisa perdarahan dan untuk kelembaban kemudian lambung
dimasukkan kembali kedalam rongga abdomen. Penutupan dinding abdomen dilakukan
dengan tiga pola jahitan. Jahitan pertama dilakukan pada muskulus dengan pola interrupted
suture menggunakan benang absorbable Polyglycolic acid (PGA) 2.0. Jahitan kedua pada
subkutan dilakukan dengan pola simple continuous suture menggunakan benang absorbable
Catgut Chromic 3.0. Jahitan pada kulit dilakukan dengan pola intradermal dengan benang
yang sama serta diperkuat dengan pola simple interrupted suture menggunakan benang non-
absorbable Silk 3.0. Luka yang telah selesai dijahit dibersihkan dengan povidone iodine 10%
dan diolesi salep Bonti sebelum ditutup dengan kassa steril dan plester Hypafix®.
A B

Gambar 4.3 A. Simple interrupted pada lapisan musculus; dan B. intradermal suture pada
lapisan subcutan (Dokumentasi Pribadi)

Pengamatan post operasi dilakukan setiap hari meliputi pemeriksaan Suhu, Heart Rate,
Respiration Rate, Mucosa, Capillary Rafille Time, Turgor, Appetite, Urinasi, Defekasi dan Vomit.
Perawatan post operasi meliputi pemberian cairan RL secara intravena selama 14-24 jam. Hewan
dipuasakan terlebih dahulu selama 14-24 jam untuk mengistirahatkan lambung. Selanjutanya
hewan diberikan pakan wet food selama 7 hari. Pengobatan post operasi yang diberikan adalah
antibiotic sirup Amoxicillin (20 mg/kgBB, S.2.d.d PO) selama 7 hari. Amoxicillin merupakan
antibiotik betalaktam dan bekerja dengan menghambat enzim betalaktamase. Digunakan pada
kasus infeksi saluran urinasi, infeksi kulit, dan jaringan lunak lainnya. Pemberian antiinflasi
ketoprofen post operasi ketika suhu normal, ketoprofen diberikan pada dosis 1 mg/kg BB dengan
pemberian S.1.d.d. Ketoprofen memiliki mekanisme kerja farmakologis yang mirip dengan
aspirin. Zat tersebut memiliki potensi menginhibisi atau menghambat cyclooxygenase (COX),
dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin. Ketoprofen juga memiliki sifat penghambatan
secara langsung pada reseptor-reseptor prostaglandin. Ketoprofen mempunyai sifat anti-
tromboksan yang signifikan sehingga tidak dianjurkan penggunaan pada pre-operasi karena dapat
mengganggu fungsi dari platelet (Plumbs, 2013).
Terapi supportif lainnya yaitu pemberian sucralfate dengan dosis 500mg/dog BB up to 20kg
selama 5 hari S.2.d.d sebagai gastroprotektan, peningkat motilitas untuk ileus misalnya,
metoclopramide dengan dosis 0,25mg/kg BB P.O selama 5 hari dengan pemberian S.2.d.d.
Sukralfat bekerja dengan cara membentuk kompleks polimer yang dapat melapisi jaringan
lambung dengan cara mengikat eksudat protein pada lokasi ulkus. Kompleks polimer yang
terbentuk berfungsi sebagai barrier yang mencegah keluarnya asam, pepsin dan bile salts,
sehingga dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan lebih lanjut. Metoclopramid akan
meningkatkan motilitas saluran cerna bagian atas tanpa menstimulus sekresi pada gaster, saluran
empedu dan pankreas. Selain itu obat ini juga tidak menimbulkan efek pada saluran cerna bagian
bawah. Aksi ini dapat terjadi melalui mekanisme. antagonis reseptor D2 di spingter esofagus dan
lambung, stimulus reseptor 5HT4 dan Antagonis reseptor muskarinik.
Tujuan utama dalam pengobatan post operasi gastrotomi adalah menghilangkan rasa nyeri,
menghilangkan inflamasi, dan mencegah terjadinya ulkus gastrikus serta komplikasi. Berdasarkan
patofisiologinya terapi farmakologi post operasi gastrotomi ditujukan untuk menekan faktor
agresif dan memperkuat faktor defensif. Sampai saat ini pengobatan ditujukan untuk mengurangi
asam lambung yakni dengan cara menetralkan asam lambung dan mengurangi sekresi asam
lambung. Selain itu pengobatan post gastrotomi juga dilakukan dengan memperkuat mekanisme
defensif mukosa lambung dengan obat-obatan sitoproteksi (Dipiro, 2018). Telah banyak obat yang
beredar untuk pengobatan post gastrotomi. Disamping itu yang tidak kalah penting yaitu mengatur
pola makanannya dan menghindari faktor-faktor yang dapat memperparah penyakitnya.
Penggantian penutup luka atau perban dilakukan 3 hari sekali. Sebelumnya luka dibersihkan
menggunakan NaCl steril dan diolesi dengan salep Bonti, kemudian ditutup menggunakan kassa
steril dan Hypafix®. Selama perawatan post operasi, kondisi luka jahitan anjing Ronald kering,
namun mulai mengalami inflamasi pada hari ke-6 post operasi. Inflamasi (peradangan) merupakan
reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun
endogen. Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan
untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang
diakibatkan oleh kerusakan sel. Respon inflamasi pada setiap individu berbeda-beda (Robbins,
2004). Inflamasi terjadi p[ada hari kjedua saja dan semakin hari ke hari jahitan anjing Ronald
semakin membaik.
A B

Gambar 4.1 Perkembangan kondisi Luka jahitan Anjing Ronald A. Hasil jahitan post operasi
gastrotomi. B. Hasil jahitan post operasi hari ke-13.
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gastrostomi adalah pembentukan lubang (apertura) secara operasi kedalam lambung
melalui dinding abdomen. Pada tahap pre operasi, hewan dilakukan premedikasi anestesi yang
bertujuan untuk pemberian substansi yang terdiri dari sedative dan tranqualiser sebagai
penenang dan substansi antikolinergik yang berguna menekan produksi air liur agar hewan
tidak mengalami gangguan bernafas selama pembiusan. Teknik operasi gastrotomi dilakukan
dengan melakukan teknik laparotomy terlebih dahulu. Insisi abdominal dibuat pada ventral
midline caudal xiphoid menuju umbilicus, menembus kulit, subcutan, lalu muskulus hingga
menemukan rongga peritoneum. Inspeksi dan palpasi dilakukan untuk menemukan lambung.
Pengamatan post operasi dilakukan setiap hari meliputi pemeriksaan Suhu, Heart Rate,
Respiration Rate, Mucosa, Capillary Rafille Time, Turgor, Appetite, Urinasi, Defekasi dan
Vomit. Obat-obatan yang diberikan berupa antibiotik dan analgesik. Anjing dipuasakan
selama 14 - 24 jam pasca operasi, kemudian diberikan makanan basah (wet food) selama 7
hari.

4.2 Saran
Sebaiknya sebelum melakukan gastrotomi diperlukan pemahaman mengenai anatomi
organ lambung dan teknik pembedahan gastrotomi yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, R.H., 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics 8nd edition. IOWA State
University Press Ames.

Archibald, J. and Blakely, C. L. 1974. Healing and repair, dalam K. Mayer (ed.), Canine Surgery.
4 th. ed., American Veterinary Pub., Easton, Illionis: 189-197.

Chase, W.H. 2003. Gastrotomi on a Dog. Journal of Comparative Pathology and Therapeutics.
Vol 15: 269-271.
Cornick, Seahorn dan Janyce, L. 2001. Veterinary Anesthesia. ButterworthHeinemann Press :
USA.
Dipiro, J.T, Robert, L.T, Gary, C.Y, Gary, R.M., Barbara, G.W, Michael Posey, 2008,
Pharmacotherapy; A pathophysiologycal approach, Seventh Edition, Mc Graw Hill
Companie.

Evans, D., V. Butković. 2013. On the etiology of foreign body induced ileus in dogs. Vet. arhiv
61, 297-306.
Fossum, T.W. 2013.Small Animal Surgery 4th Edition.Elsevier Mosby.Missouri.
Fossum, T.W., C.V Dewey, A.L. Johnson and W.D Will. 2012. Small Animal Surgery 4th
Ed. Elsevier Mosby. Missouri.
Fossum, Theresa. 2007. Small Animal Surgery 3rd Edition. Mosby Elsevier: Missouri, USA.
Hall, L.W., Clarke, A.W., Trim, C. M., 2001. Veterinary Anaesthesia 10th edition. WB Saunders
Company.
Herman, R. B, 2018. Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran, Andalas University Press, Padang.

Ian Ramsey, 2011. BSAVA Small Animal Formulary 7th Edition. British Small Animal Veterinary
association.

Mann, J. J., 2005. The Medical Management of Depressi. The New England Journal of Medicine,
number 17, volume 353: 1819 – 1834.
Martindale, 2007. The Complete Drug Reference, Great Britain : Pharmaceutical Press.

Purnama, Handi, 2016. Review Sistematik: Proses Penyembuhan dan Perawatan Luka. Unpad.
Robbins. 2004. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Sardjana, I. Komang Wirasa dan Kusumawati, D., 2004. Anastesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Tobias KM. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. USA: Wiley and Blackwell.
LAMPIRAN

- Observasi rawat inap


Tanggal Status Pasien Keterangan

20 feb 2019 T: 38° C T/


Amoxicillin 20 mg P.O
HR: 120x/menit S.2.d.d
Ketoprofen 1 mg P.O
RR: 30x/menit
S.1.d.d
CRT : <2 detik Metoclorperamide 0,25
mg P.O S.2.d.d
Turgor: <2 detik Sukralfat 500 mg P.O
S.2.d.d
Mukosa: pink
Defekasi: -
Urinasi: ++
Minum: ++
Makan: +++

21 feb 2019 T: 37,8° C T/


Amoxicillin 20 mg P.O
HR: 100x/menit S.2.d.d
Ketoprofen 1 mg P.O
RR: 36x/menit
S.1.d.d
CRT : <2 detik Metoclorperamide 0,25
mg P.O S.2.d.d
Turgor: <2 detik Sukralfat 500 mg P.O
S.2.d.d
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: ++
Minum: ++
Makan: +++
22 feb 2019 T: 37,8° C T/
Amoxicillin 20 mg P.O
HR: 100x/menit S.2.d.d
Ketoprofen 1 mg P.O
RR: 36x/menit
S.1.d.d
CRT : <2 detik Metoclorperamide 0,25
mg P.O S.2.d.d
Turgor: <2 detik Sukralfat 500 mg P.O
S.2.d.d
Mukosa: pink
Treat luka dengan NS
Defekasi: +++ lalu diberikan salep
bonti
Urinasi: ++
Minum: ++
Makan: +++

23 feb 2019 T: 37,8° C T/


Amoxicillin 20 mg P.O
HR: 98x/menit S.2.d.d
Ketoprofen 1 mg P.O
RR: 28x/menit
S.1.d.d
CRT : <2 detik Metoclorperamide 0,25
mg P.O S.2.d.d
Turgor: <2 detik Sukralfat 500 mg P.O
S.2.d.d
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: +++
Minum: +++
Makan: +++

24 feb 2019 T: 37,8° C T/


Amoxicillin 20 mg P.O
HR: 104x/menit S.2.d.d
Ketoprofen 1 mg P.O
RR: 36x/menit
S.1.d.d
CRT : <2 detik Metoclorperamide 0,25
mg P.O S.2.d.d
Turgor: <2 detik Sukralfat 500 mg P.O
S.2.d.d
Mukosa: pink
Defekasi: ++
Urinasi: +++
Minum: ++
Makan: +++
25 feb 2019 T: 37,9° C T/
Amoxicillin 20 mg P.O
HR: 104x/menit S.2.d.d
Treat luka dengan NS
RR: 40x/menit
dan diberikan salep
CRT : <2 detik bonti

Turgor: <2 detik


Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: +++
Minum: +++
Makan: +++

26 feb 2019 T: 37,8° C T/


Amoxicillin 20 mg P.O
HR: 96x/menit S.2.d.d
RR: 36x/menit
CRT : <2 detik
Turgor: <2 detik
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: +++
Minum: +++
Makan: ++

27 feb 2019 T: 38° C T/


Treat luka dengan NS
HR: 100x/menit dan salep bonti
RR: 40x/menit
CRT : <2 detik
Turgor: <2 detik
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: +++
Minum: +++
Makan: +++

28 feb 2019 T: 38,3 ° C -


HR: 80x/menit
RR: 48x/menit
CRT : <2 detik
Turgor: <2 detik
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: ++
Minum: ++
Makan: +++

01 mar 2019 HR: 120x/menit -


RR: 36x/menit
CRT : <2 detik
Turgor: <2 detik
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: +++
Minum: ++
Makan: +++

02 mar 2019 HR: 86x/menit T/


Treat luka dengan NS
RR: 44x/menit dan salep bonti
CRT : <2 detik
Turgor: <2 detik
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: ++
Minum: ++
Makan: +++

03 mar 2019 HR: 100x/menit


RR: 36x/menit
CRT : <2 detik
Turgor: <2 detik
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: +++
Minum: ++
Makan: +++

04 mar 2019 HR: 80x/menit


RR: 34x/menit
CRT : <2 detik
Turgor: <2 detik
Mukosa: pink
Defekasi: +++
Urinasi: ++
Minum: ++
Makan: +++
- Observasi luka post operasi
Gambar Keteranangan

Luka post operasi hari ke 3.


Terlihat adanya fase inflamasi
dimana bagian disekitar luka
mengalami kebengkakan dan
kemerahan.

Luka post operasi hari ke 6.


Terlihat bagian disekitar luka
masih mengalami fase
inflamasi namun kemerahan
sudah mulai membaik dan
jahitan mulai mengering.

Luka post operasi hari ke 8.


Jahitan pada luka incisi mulai
menutup dan kering namun
masih terdapat inflamasi.

Luka post operasi hari ke 10.


Pelepasan benang silk pada
jahitan kulit, luka sudah
menutup dengan baik.
Luka post operasi hari ke 13.
Penutupan luka sudah
menutup dengan baik.
Penyembuhan luka memasuki
pada fase remodeling.
- Perhitungan Volume Pemberian Obat

Amoxicillin (IM)

Volume pemberian = 10 mg/kg x 11,35 kg = 0,9 ml


125 mg/ml

Ketoprofen (SC)

Volume pemberian = 2 mg/kg x 11,35 kg = 0.4 ml


50 mg/ml

Atropine Sulfate (SC)

Volume pemberian = 0.04 mg/kg x 11,35 kg = 1,8 ml


0.25 mg/ml

Ketamine 10% (IM)

Volume pemberian = 10 mg/kg x 11,35 kg = 1,135 ml


100 mg/ml

Xylazine 2% (IM)

2 mg/kg x 11,35 kg = 0.135 ml


Volume pemberian =
20 mg/ml
Amoxcillin sirup

10 mg/kg x 11,35 kg = 4,54 ml


Volume pemberian =
125 mg/5ml
Diberikan selama 7 hari s.2.d.d
Ketoprofen tab

1 mg/kg x 11,35 kg = 11,35 mg


Volume pemberian =

Diberikan selama 3 hari s.1.d.d

Sukralfat

250 mg/dog = 2,5 ml


Volume pemberian =
500 mg/5ml
Diberikan selama 5 hari s.2.d.d

Metoclorperamide

0,25 mg/kg x 11,35 kg = 0,2 mg


Volume pemberian =
10 mg
Diberikan selama 5 hari s.2.d.d

Anda mungkin juga menyukai