Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL


Yang dilaksanakan di
KLINIK HEWAN DAN RUMAH SAKIT HEWAN
FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA
OVARIOHYSTERECTOMY PADA ANJING DOMESTIK

Oleh:

AL MEISAR PRAMAYANTI, S.KH 190130100111048


AISYAH INAYATILLAH, S.KH 190130100111055
AULIA DYASTI MAURENDA, S.KH 190130100111085
NURFITRIYANA FIRSTY, S.KH 1901301001110
TRIYANA YULIKA ARMANTO, S.KH 190130100111008
YANURIYA YALA PUSPITA, S.KH 190130100111039

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 1
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Ovariohysterectomy ...................................................................................... 3
2.2 Prinsip Operasi ............................................................................................ 3
2.3 Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Anjing Betina ....................... 5
2.4 Kesembuhan Luka ...................................................................................... 6
2.5 Anestesi, Analgesi, Premedikasi dan Antibiotik ....................................... 7
2.6 Stadium Anestesi ....................................................................................... 11
2.7 Teknik Operasi .......................................................................................... 11
2.8 Terapi Cairan ............................................................................................ 13
2.9 Tindakan Gawat Darurat ......................................................................... 13
2.10 Perawatan Pasca Operasi ....................................................................... 16
BAB III MATERI DAN METODE ................................................................... 18
3.1 Alat dan Bahan .......................................................................................... 18
3.2 Prosedur Operasi ....................................................................................... 18
3.3 Persiapan Alat, Bahan, Ruangan, dan Tim Operasi .............................. 19

1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Organ reproduksi anjing betina (de Lahunta and Evan, 2013) .......... 5

2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi suatu masalah
tersendiri bagi kesehatan manusia. Terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing
karena hewan-hewan tersebut dapat menularkan dan membawa berbagai agen
penyakit. Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan di atas adalah
melakukan tindakan sterilisasi pada anjing maupun pada kucing jantan atau betina.
Sterilisasi pada betina dapat dilakukan dengan mengangkat ovarium atau
mengangkat ovarium beserta uterusnya. Pengangkatan ovarium beserta uterus ini
disebut Ovariohisterectomy.
Ovariohisterectomy merupakan tindakan pembedahan dengan membuang
ovarium dan uterus dari rongga abdomen. Sedangkan ovariectomy adalah tindakan
pembedahan yang hanya membuang ovarium saja (ACVS, 2011). Tujuan dari OH
ini yaitu untuk mengurangi populasi dari anjing, untuk mengoptimalkan
pertumbuhan berat badan pada hewan produktif, untuk mengurangi penyebaran
penyakit baik dari hewan ke hewan maupun dari hewan ke manusia serta dalam
tindakan lain dilakukan untuk mengatasi penyakit reproduksi yang sudah berat.
Keuntungan ovariohisterectomy adalah mencegah kelahiran anak hewan
yang tidak diinginkan dan menjaga populasi hewan tetap terkendali. Tindakan
bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti perubahan tingkah laku
dimana hewan tidak lagi mampu untuk bunting dan menyusui serta kebiasaan
birahi. Perubahan tingkah laku ini dapat terjadi akibat ketidakseimbangan
hormonal. Meskipun banyak keuntungan yang didapat, namun operasi ini memiliki
beberapa kelemahan yaitu hewan betina steril sudah tidak dapat birahi, tidak
bunting, dan tidak dapat menyusui.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur pre-operasi ovariohisterectomi pada anjing?
2. Bagaimana prosedur operasi ovariohisterectomi pada anjing?
3. Bagaimana perawatan yang dilakukan post-operasi ovariohisterectomi pada
anjing?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui prosedur pre-operasi ovariohisterectomi pada anjing.

1
2. Mengetahui prosedur operasi ovariohisterectomi pada anjing.
3. Mengetahui serta memahami perawatan yang dilakukan post-operasi
ovariohisterectomi pada anjing.
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari operasi ovariohisterectomi ini adalah
menekan populasi anjing liar, serta melatih dan mengasah kemampuan dari
mahasiswa PPDH dalam melakukan operasi ovariohisterectomi.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ovariohysterectomy
Ovariohysterectomy merupakan salah satu tindakan bedah dengan
mengangkat, mengamputasi atau mengeluarkan organ reproduksi betina sehingga
hewan kehilangan fungsi reproduksinya. Sterilisasi pada hewan betina dapat
dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah ovariektomi yaitu sterilisasi
dengan mengangkat ovarium saja dan yang kedua adalah ovariohisterektomi yaitu
mengangkat ovarium beserta dengan uterusnya (Laksana, 2013). Metode yang
efektif untuk sterilisasi pada anjing betina berupa ovariohysterectomy. Organ
reproduksi yang diangkat merupakan organ uterus dan ovarium.
Ovariohysterectomy dapat juga dilakukan untuk mengatasi kelainan pada ovarium
dan saluran reproduksi hewan betina. Keputusan untuk melakukan
ovariohisterektomi dipilih ketika berbagai jenis terapi lain sudah tidak
memungkinkan. Berbagai kasus yang memungkinkan diambilnya tindakan bedah
ini diantaranya adanya tumor atau kista pada ovarium dan pada kasus pyometra
yaitu penimbunan nanah pada uterus. Selain itu, tindakan operasi ini juga
dianjurkan dilakukan pada anjing betina yang sudah tua yang tidak ingin
dikawinkan lagi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tumor kelenjar mamae.

Beberapa indikasi dilakukannya ovariohysterectomy adalah:


1) Sterilisasi, agar tidak estrus, bunting
2) Terapi, yaitu tumor, cysta ovarium dan tumor uterus, pyometra
3) Modifikasi tingkah laku yaitu, lebih mudah dikendalikan, lebih jinak,
membatasi jumlah populasi
4) Penggemukan
Tipe-tipe ovariohisterektomi berdasarkan letak insisinya yaitu insisi pada
caudal midline dan flank. Insisi pada caudal midline biasa digunakan pada
ovariohisterektomi di hewan kecil, seperti anjing dan kucing. Sedangkan insisi
di bagian flank digunakan pada ovariohisterektomi di hewan besar.
2.2 Prinsip Operasi
Operasi yang baik memiliki beberapa peraturan. Peraturan yang ada berguna
untuk mencegah terjadinya infeksi, meminimalisir terjadinya trauma jaringan dan
menyediakan lingkungan yang baik untuk luka sehingga kesembuhan dapat terjadi.

3
Peraturan dalam operasi bedah dibuat oleh W.S Halsted yaitu seorang ahli bedah
yang menjadi seorang prioner dalam praktek bedah modern. Filosopi Halsted dalam
operasi biasa disebut dengan Halsted’s Principles (Yool, 2012):

1. Menerapkan operasi yang aseptis


Menerapkan operasi yang aseptis bertujuan untuk meminimalisir terjadinya
kontaminasi pada saat dilakukannya operasi. Tindakan aseptis meliputi
sterilisasi alat dan bahan, ruangan, operator bedah dan hewan.
2. Memperlakukan jaringan dengan lembut
Memperlakukan jaringan dengan lembut dilakukan untuk meminimalisir trauma
fisik yang terjadi sehingga rasa nyeri dapat berkurang.
3. Alat bedah yang tajam
Alat bedah yang digunakan untuk memotong jaringan haruslah tajam untuk
mempermudah jalannya operasi dan meminimalisir trauma karena benda
tumpul.
4. Menyedikan suplai darah ke jaringan
Vaskularisasi jaringan adalah yang penting pada saat operasi. Suplai darah ke
jaringan pada saat operasi harus diperhatikan karena jaringan membutuhkan
suplai nutrisi dan oksigen untuk dapat mencapai proses kesembuhan
5. Hemostasis
Pendarahan pada saat operasi juga harus dicegah dan jika terjadi pendarahan
operator harus mengupayakan untuk menghentikan pendarahan tersebut.
6. Menghindari dead space
Dead space atau ruang kosong harus dihindari untuk mencegah terbentuknya
ruang kosong pada daerah sekitar luka operasi karena hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya penimbunan cairan dan menghambat kesembuhan luka.
7. Menghindari Tensi
Tensi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat sesembuhan
luka. Kesembuhan luka dapat terjadi secara optimal jika aposisi luka tertaut
dengan baik tanpa adanya tensi yang dapat menyebabkan inversi dan
overlapping atau penumpukan jaringan.

4
2.3 Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Anjing Betina
Organ reproduksi anjing betina dari bagian dalam ke bagian luar terdiri dari
ovarium, tuba falopii, cornua uterus, corpus uterus, servix uteri, vagina, vulva dan
klitoris. Ovarium terdiri dari folikel folikel yang menghasilkan oosit. Oosit akan
diovulasikan secara periodik. Organ reproduksi anjing betina menempel pada
ligament. Ligament yang menggantung ovarium disebut dengan mesovarium dan
ligamentum suspensorius, ligamentum yang menggantung tuba falopii disebut
dengan mesosalpinx dan ligamentum yang menggantung uterus adalah
mesometrium dan ligamentum latum uteri (de Lahunta and Evan, 2013).

Gambar 2.1 Organ reproduksi anjing betina (de Lahunta and Evan, 2013)

Tuba falopii atau oviduk memiliki panjang kira-kira 4 hingga 7 cm dengan


diameter 1-3 mm. Tuba falopii terdiri empat bagian yaitu fimbrae, infundibulum,
ampula dan ismush. Fimbrae berfungsi untuk menangkap ovum yang diovulasikan
folikel, ovum kemudian akan diteruskan menuju infundibulum, ampula dan ismush.
Fertilisasi terjadi pada ampula ishmush junction jika terdapat sel sperma (de
Lahunta and Evan, 2013).
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu kornua uteri, korpus uteri dan servix
uteri. Pada anjing yang belum pernah bunting ukuran kornua uteri kira-kira 10
hingga 14 cm dan dengan diameter kira-kira 0,5 hingga 1 cm. Ukuran korpus uteri
anjing adalah sekitar 1,4 hingga 3 cm dan dengan diameter 0,8 hingga 1 cm. Servix
uteri memiliki panjang sekitar 1,5 hingga 2 cm dan diameter sekitar 0,8 cm. Vagina

5
adalah bagian yang dapat berdilatasi, pada bagian kranial vagina terbatasi oleh
fornix. Panjang vagina rata-rata adalah sekitar 12 cm dan diameter sekitar 1,5 cm.
Permukaan vagina terdiri dari lipatan-lipatan yang disebut rugae, lipatan tersebut
yang memungkinkan vagina untuk bertambah panjang dan lebar pada saat parturisi
terjadi. Vulva adalah bagian luar dari organ reproduksi betina yang homolog
dengan penis pada jantan (de Lahunta and Evan, 2013).

2.4 Kesembuhan Luka


Proses penyembuhan luka secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu fase
inflamasi (reaktif), proliferasi (reparasi) dan maturasi (remodeling) yang akan
terjadi untuk semua jenis luka, namun dapat terjadi perbedaan durasi tiap fase
tergantung kondisi luka (Tiwari, 2012).
1. Fase Inflamasi
Respon inflamasi tubuh dimulai setelah terjadinya luka, dimana terdiri dari
komponen vaskular dan selular. Respon vaskular terjadi sesaat setelah terjadinya
luka bakar, dimana ditandai adanya vasodilatasi dengan ekstravasasi cairan ke
ruangan interstitial. Respon seluler ditandai dengan adanya sel neutrofil dan
monosit yang akan bermigrasi ke area inflamasi (Tiwari, 2012).
Fase inflamasi akan berakhir pada hari ke-5, dimana tujuan utamanya adalah
hemostasis, hilangnya jaringan yang mati dan pencegahan kolonisasi dan infeksi
oleh mikrobial patogen. Neutrofil berperan memfagositosis jaringan mati dan
mencegah infeksi. Makrofag juga akan menuju luka dan memfagositosis debris dan
bakteri, juga memproduksi growth factor yang dibutuhkan dalam produksi matriks
ekstraseluler oleh fibroblast dan pembentukan neovaskularisasi (Gurtner, 2007).
Pada akhir fase inflamasi, mulai terbentuknya jaringan granulasi yang
berwarna kemerahan, lunak dan granuler, dimana jaringan granulasi merupakan
jaringan kaya vaskuler, berumur pendek, kaya fibroblast, kapiler dan sel radang
namun tidak mengandung ujung syaraf (Anderson, 2000).
2. Fase Proliferasi
Fase proliferasi dimulai ketika luka telah bersih dari jaringan mati dan sisa
material tidak berguna. Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi
pada luka, dimana jaringan ini merupakan kombinasi elemen-elemen seluler
termasuk fibroblast dan sel inflamasi, diikuti dengan timbulnya kapiler baru.

6
Fibroblast sendiri merupakan elemen utama yang berperan dalam proses perbaikan
untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan
(Redjeki, 2001). Fibroblast menyediakan kerangka untuk migrasi keratinosit dan
membentuk matriks ekstraseluler dimana secara bertahap matriks ini akan
digantikan oleh kolagen.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi terdiri dari pembentukkan jaringan penghubung selular dan
penguatan epitel baru yang ditentukan oleh besarnya luka (Purnama dkk., 2017).
Fase ini dimulai saat kavitas luka telah terisi jaringan granulasi dan proses
reepitelisasi usai. Kontraksi luka akibat aktifitas myofibroblast dan remodeling
kolagen terjadi pada fase ini. Kolagen tipe III akan secara bertahap digantikan
menjadi kolagen tipe I dengan bantuan Matrix Metalloproteinase (MMP) yang
disekresi oleh fibroblast, makrofag dan sel endotel. Pada akhir fase ini, jaringan
yang baru terbentuk kekuatannya hanya akan mencapai 70% dari kekuatan jaringan
sebelum terjadinya luka (Gurtner, 2007).
2.5 Anestesi, Analgesi, Premedikasi dan Antibiotik
 Premedikasi

Atropin merupakan premedikasi termasuk golongan antikolinergik,


antimuskarinik atau parasimpatolitik yang menghambat kerja asetilkolin pada
syaraf post ganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat
reversible dan dapat diatasi dengan dalm pemberian asetilkolin dalam jumlah
yang berlebihan (Plumb, 2011). Atropin mencegah bradikardi dan
bradiaritmia, dilatasi pupil, dapat mengelola organofosfat dan toksisitas dari
carbamate, berhubungan dengan obat antikolinesterase selama syaraf di blok.
Atropin memiliki aksi onset yang lama yaitu 10 menit. Dosis yang digunakan
untuk anjing pre operasi adalah 0,025 mg/kg BB ( Ramsey, 2017).
 Anestesi
Pemberian obat anestesi dimaksudkan untuk menghilangkan kesadaran
dan rasa sakit serta mengurangi timbulnya konvulsi otot saat terjadinya
relaksasi otot, dengan demikian tindakan operasi dapat dilakukan pada pasien
dengan aman. Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-

7
obatan dan secara fisik melalui penekanan pada sensori saraf. Obat-obatan
anestetika yang digunakan adalah kombinasi ketamine xylazin.
Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama
pada pasien dengan kondisi khusus, seperti pada pasien tua, bayi, atau
penderita penyakit komplikasi. Selain itu, tujuan anestesi juga untuk membuat
hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus
(Sardjana dan Kusumawati, 2004).
1. Ketamin
Merupakan obat tunggal untuk tindakan operasi kecil pada hewan
penderita beresiko tinggi, biasanya ketamin juga dikombinasi dengan beberapa
obat sedatif (penenang). Obat ini dikenal sebagai agen anestesi umum non
barbiturat yang berefek atau bekerja cepat.
Ketamin merupakan disosiatif anestetikum yang mempunyai sifat
analgesik, anastetik, dan kataleptik dengan kerja singkat. Ketamin
diklasifikasikan sebagai anestesi disosiatif karena penderita tidak sadar dengan
cepat, namun mata tetap terbuka tapi sudah tidak memberikan respon
rangsangan dari luar.
Mentari (2013) mengemukakan bahwa pada hewan kucing, ketamin
tidak mengalami proses metabolisme dan dikeluarkan langsung tanpa
perubahan melalui ginjal. Obat ini menimbulkan efek analgesi yang sangat baik
dan dapat dikatakan sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superfisial atau
efek hipnotiknya kurang (tidur ringan). Ketamin mempunyai efek analgesi
yang kuat akan tetapi memberikan efek hipnotik yang ringan.
Ketamin telah terbukti dapat dipakai pada berbagai kasus gawat darurat
dan dianjurkan untuk pasien dengan sepsis atau pasien dengan sakit parah, hal
ini karena efek stimulasi ketamin terhadap kardiovaskuler. Ketamin akan
meningkatkan cardiac output dan systemic vascular resistance lewat stimulasi
pada sistem saraf simpatis akibat pelepasan dari katekolamin. Ketamin dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang ringan.
Efek terhadap kardiovaskular adalah peningkatan tekanan darah arteri paru dan
sistemik, laju jantung dan kebutuhan oksigen jantung (Plumb, 2006).

8
Ketamin meningkatkan tekanan darah sistol dan diastol kira-kira 20-25%
karena adanya aktivitas saraf simpatik meningkat dan depresi baroreseptor
serta menyebabkan terjadinya peningkatan denyut jantung. Pemberian
anestetikum ketamin secara tunggal (dosis 10-15mg/kg BB secara IM) pada
anjing menimbulkan kekejangan otot dan hipersalivasi serta durasi kerja
anestesi yang sangat pendek. Untuk mengatasi kelemahan penggunaan ketamin
secara tunggal, ketamin sering dikombinasikan dengan obat lain (Mentari,
2013).
Ketamin sering menimbulkan disorientasi, gelisah, halusinasi, dan
kurang terkendali. Efek lainnya adalah depresi pernafasan kecil yang bersifat
sementara pada sistem respirasi dan menyebabkan adanya dilatasi bronkus.
Kontradiksi obat ini biasanya pada hewan penderita penyakit jantung dan
hipertensi (Agustiangsih, 2012). Adapun dosis ketamin untuk kucing adalah
10-30mg/kgBB (Kusumawati dan Sardjana, 2004).
2. Xylazin
Menyebabkan penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi
kemudian pada dosis yang lebih tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga
akhirnya hewan menjadi tidak sadar atau teranestesi. Dalam anestesi hewan,
xylazin biasanya paling sering dikombinasikan dengan ketamin. Obat ini
bekerja pada reseptor presinaptik dan postsinaptik dari sistem saraf pusat dan
perifer sebagai agonis sebuah adrenergik. Xylazin menimbulkan efek relaksasi
muskulus sentralis. Selain itu, xylazin juga mempunyai efek analgesia, xylazin
dapat menimbulkan kondisi tidur yang ringan sampai kondisi narkosis yang
dalam, tergantung dari dosis yang diberikan untuk masing-masing spesies
hewan (Mentari, 2013).
Xylazin dapat menyebabkan gejala bradikardia, aritmia, peningkatan
tekanan sistem saraf pusat, pengurangan sistem sistolik, depresi respirasi
(pengurangan frekuensi respirasi dan volume respirasi permenit) serta
hipertensi yang dapat diikuti dengan hipotensi. Selain itu, xylazin memiliki
efek farmakologis yang sebagian besar terdiri dari penurunan cardiac output
dimana terjadi penurunan setelah kenaikan awal pada tekanan darah, dalam
perjalanan efeknya vasodilatasi tekanan darah (menyebabkan bradikardia),

9
vomit, tremor, motilitas menurun, tetapi kontraksi uterus meningkat (pada
betina) bahkan dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal seperti
menghambat produksi insulin dan antidiuretic hormone (ADH).
 Analgesik
Obat-obat analgesik digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi
rasa sakit tanpa menghilangkan kesadaran. Obat analgesik digunakan pasca
operasi sehingga dapat mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan akibat
pembedahan yang dilakukan. Analgesik yang digunakan pada operasi ini
adalah ketoprofen.
Ketoprofen merupakan obat golongan non steroid anti-inflamatory drugs
NSAID turunan asam propionat yang memiliki khasiat analgetik, antiinflamasi,
dan antipiretik dengan mekanisme kerja menghambat sintesa prostaglandin
(Plumb, 2005).
Ketoprofen memiliki waktu paruh eliminasi yang relatif pendek sekitar
1,5-4 jam, sehingga diperlukan pemakaian berulang untuk mempertahankan
kadar terapetiknya. Penggunaan ketoprofen pada dosis tinggi dapat
menyebabkan iritasi pada lambung dan usus. Terapi secara oral menggunakan
ketoprofen memang sangat efektif dilakukan, tetapi ketoprofen dapat
menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan berupa peradangan,
pendarahan, ulserasi, dan perforasi.
 Antibiotik
Pemberian antibiotika pada kasus operasi adalah terapi tambahan yang
melengkapi terapi utama yaitu pembedahan. Tujuan dari pemberian antibiotik
adalah untuk mencegah atau mengobati infeksi yang dapat terjadi pada saat
berlangsungnya operasi maupun pasca operasi.
Antibiotika yang digunakan dalam operasi ovariohisterectomi ini adalah
menggunakan amoxicillin. Amoksisilin adalah salah satu senyawa antibiotik
golongan beta-laktam dan memiliki nama kimia alfa-amino-hidroksilbenzil-
penisilin. Obat ini dapat diabsorpsi lebih baik di traktus gastrointestinal
dibandingkan ampicillin. (Plumb, 2005). Amoksisilin berspektrum luas dan
sering diberikan pada pasien untuk pengobatan beberapa penyakit seperti

10
pneumonia, otitis, sinusitis, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan penyakit
lainnya. Dosis penggunaannya adalah
2.6 Stadium Anestesi
Stadium anestesi terbagi menjadi 4 menurut Mangku dan Senapathi (2010),
yaitu:
1) Stadium 1
Merupakan stadium analgesia yang dimulai dari induksi sampai hilangnya
kesadaran. Terjadi peningkatan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, serta
dapat terjadi pula urinasi dan defekasi.
2) Stadium 2
Dimulai saat kesadaran hilang yang ditandai dengan pernafasan yang irregular,
pupil midriasis, muntah, hipertensi, pergerakan bola mata tidak teratur dan
takikardia serta diakhiri dengan hilangnya reflek menelan dan kelopak mata.
3) Stadium 3
Mulai dari akhir stadium 2 dimana pernafasan mulai teratur dan dibagi menjadi
3 plana yaitu:
 Plane I : yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota
gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata
bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
 Plane II: ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro
medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
 Plane III: ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke
tengah dan otot perut relaksasi.
4) Stadium 4
Paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan
gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.
2.7 Teknik Operasi
Menurut Fossum, (2012) teknik operasi ovariohisterecktomy sebagai
berikut :
1. Bagian area pembedahan pada ventral abdomen dipersiapkan, mulai dari xyphoid
sampai pubis.

11
2. Identifikasi umbilikal, dan secara visual bagilah abdomen menjadi 3 bagian
(cranial, medial dan caudal).Badan uterus pada kucing terletak lebih caudal dan
lebih sulit untuk dijangkau, untuk itu sayatan yang dilakukan pada kucing yaitu
pada 1/3 bagian caudal abdomen.
3. Penyayatan 4-8 cm dilakukan didaerah orientasi yaitu daerah lineaalba
(laparotomi medianus). Pertama kali penyayatan dilakukan pada kulit, subkutan,
kemudianlinea alba dan peritoneum.
4. Setelah rongga abdomen terbuka dilakukan eksplorasi uterus. Masukkan
spyhook/telunjuk ke sepanjang dindingabdomen, setelah itu putar ke arah medial
untuk mendapatkan cornua uteri sebelah kanan dan ligament ligament kemudian
angkat dari ruang abdomen.
5. Eksplorasi cornua uteri yang didapatkan sampai didapatkan ovarium. Jika
ovarium sudah ditemukan ditarik perlahan kearah caudoventral.
6. Bagian mesovarium dijepit dengan dua arteri clamp dibagian proksimal ovarium
kemudian diikat melingkar dengan kuat menggunakan benang diantara dua arteri
clamp tersebut. Bagian distal ovarium dijepit juga dengan satu arteri clamp.
7. Diligasi menggunakan jarum round, ditusukkan pada bagian tengah ligament
kemudian diputar mengelilingi setengah bagian lalu kembali ke tusukkan awal
dan benang diputar kembali mengelilingi setengah bagian lainnya. Dilakukan
ikatan ini dua kali.
8. Potong ligamen antara ikatan yang mengikat ligamen suspensory dengan artery
clamp yang menjepit ovarium. Apabila tidak terjadi pendarahan, arteri clamp
dilepas. Prosedur ini dilakukan pada masing-masing ovarium kanan dan kiri
9. Bagian uterus dicek hingga mencapai bifurcatio dan corpus uteri. Bagian corpus
uteri dijepit dengan arteri clamp, kemudian dilanjutkan untuk dicekcornua uteri
yang satu lagi. Lakukan penjepitan dan pemotongan ovarium seperti
sebelumnya.
10. Angkat dua cornua uteri yang telah di potong tadi sampai didapatkan corpus
uteri. Diligasi dan corpus uteri dijepit dengan arteri clamp seperti yang
dilakukan pada pemotongan ovarium, pada bagian cranial dari servik.
Menggunakan tiga arteri clamp, dua dibagian proksimal dan satu dibagian
distal.

12
11. Diantara dua arteri clamp dibagian distal, corpus uteri diikat menggunakan
metode ikatan yang sama seperti sebelumnya. Buatlah dua ikatan dan corpus
uteri dipotong. Setelah yakin tidak terjadi pendarahan, klem dilepas. Reposisi
uterus dan omentum ke dalam abdomen.
12. Tutup bagian abdomen dengan menjahit tiga lapisan. Lapisan linea alba,
subkutan, dan kulit.
2.9 Tindakan Gawat Darurat
Gawat darurat pada ovariohysterectomy terjadi 1% sampai 30%.
Komplikasi pada saat operasi dapat dibagi menjadi komplikasi intraoperasi dan
postoperasi. Komplikasi intraoperasi terjadi 6-20% kasus terdiri dari haemorraghi
dan kerusakan yang tidak sengaja untuk organ abdomen lainnya seperti ureter atau
kandung kemih. Komplikasi intraoperasi yang paling sering terjadi pada anjing
betina yaitu haemorraghi biasanya dari penggantung ovarium kanan karena terletak
lebih cranial dan lebih sering terjadi apabila insisi lebih ke caudal. Komplikasi ini
sering terjadi pada anjing betina besar dengan berat badan >22 kg. Apabila
haemorraghe terjadi dari penggantung ovarium kanan, ambil duodenum lalu
pindahkan ke midline sehingga organ abdomen lainnya akan terperangkap seperti
mesoduodenum. Pada anjing betina, lepasnya ligasi jarang terjadi. Tipe komplikasi
yang terjadi setelah neutering dapat dibagi menjadi komplikasi postoperasi dan side
effect berupa gangguan hormaon reproduksi. Komplikasi postoperasi yang sering
terjadi yaitu haemorraghi, infeksi, gagal mengangkat jaringan ovarium seluruhnya,
ovarian pedicle granuloma, cervical granuloma, kerusakan organ pada organ
abdomen. Postoperasi yang jarang terjadi yaitu seroma, wound swelling dan
discharge, dan trauma (Niles and John, 2015).
2.8 Terapi Cairan
Terapi cairan adalah pengobatan essensial yang dilakukan pada pasien
dengan kondisi kritis maupun memerlukan perawatan yang intensif. Tujuan utama
dari dilakukannya terapi cairan adalah untuk mengatasi dehidrasi, memulihkan
volume darah pada sirkulasi saat keadaan hipovolemia, mengembalikan dan
mempertahankan elektrolit dan asam basa tubuh. Kehilangan cairan tubuh dapat
terjadi pada kondisi normal seperti melalui respirasi, kulit, feses serta urin.

13
Sedangkan secara abnormal seperti muntah dan diare. Kebutuhan cairan tubuh
secara normal pada anjing dan kucing adalah sebanyak 40-60 ml/kgBB/hari.
Selama proses operasi untuk mengganti cairan yang hilang diberikan cairan
infus Ringer Laktat (RL). Pemberian cairan RL selama tindakan operasi bertujuan
untuk menjaga kestabilan cairan tubuh dari dehidrasi, pendarahan dan shock saat
operasi (Fossum, 2012). Pemilihan cairan Ringer Laktat sebagai cairan infus yang
digunakan selama proses operasi OH kucing dikarenakan RL merupakan golongan
cairan kristaloid yang memiliki komponen elektrolit yang mirip dengan cairan
plasma tubuh, dan RL merupakan cairan yang efektif untuk terapi resusitasi pasien
dengan kondisi dehidrasi dan syok jika dibandingkan dengan cairan NaCl. Ringer
Laktat aman diberikan dalam jumlah besar pada pasien dengan kondisi
hypovolemia dengan asidosis metabolic dan sindroma syok dikarenakan komponen
bikarbonat dalam ringer laktat memberikan efek yang dibutuhkan untuk mengatasi
asidosis (Schott, 2010).
Selama tindakan pembedahan pada anjing Molly diberikan terapi cairan
berupa Ringer lactat. Pemilihan Ringer Lactat sebagai cairan infus yang
dipergunakan selama tindakan bedah anjing Molly dikarenakan ringer lactat
merupakan golongan cairan kristaloid yang memiliki komponen elektrolit yang
lengkap yakni terdiri dari Natrium, Kalium, Klorida, Kalsium serta dekstrose.
Pemilihan cairan kristaloid dikarenakan perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid
dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di
ruang interstitial. Cairan kristaloid mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler
(CES = CEF). Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit.
Elektrolit pada ringer laktat digunakan untuk menggantikan cairan pda
kasus syok hipovolemik maupun asidosis metabolik. Syok hipovolemik merupakan
suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh atau darah yang
menyebabkan jantung tidak mampu memompakan cukup darah ke seluruh tubuh
sehingga perfusi jaringan tubuh menjadi terganggu. Sedangkan asidosis metabolik
merupakan keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya
kadar bikarbonat dalam darah (Schott, 2010).

14
Komponen dari masing-masing ringer laktat memiliki fungsi yang berbeda
dalam tubuh yakni Kalsium merupakan zat yang penting bagi integritas fungsional
sistem saraf, otot dan tulang. Kalsium berperan dalam mengatur fungsi jantung,
fungsi ginjal, respirasi, koagulasi darah, permeabilitas kapiler dan membran sel
(Sherwood, 2001). Fungsi lain dari kalsium ialah membantu dalam pelepasan dan
penyimpanan neurotransmitter, peningkatan asam amino, absorpsi vitamin B12 dan
sekresi lambung (Guyton, 2006). Adanya komponen ion ini penting dibutuhkan
mengingat pada saat pembedahan hingga post operasi yang berada pada pengaruh
anastesi sehingga fungsi organ belum mampu bekerja optimal fungsi jantung,
respirasi dan adanya vitamin K dapat mempercepat terjadinya koagulasi darah pada
daerah luka incisi.
Adanya kandungan natrium dalam infus ringer laktat dapat berperan sebagai
kompensasi terhadap dehidrasi pada anjing Molly akibat puasa sebelum operasi dan
pada saat pelaksanaan operasi dengan adanya terapi cairan ringer lalktat dengan
komponen natrium dan kalium akan menyeimbangkan cairan didalam tubuh.
Natrium merupakan salah satu ion yang mempengaruhi volume kompartemen
cairan. Volume kompartemen cairan terdiri dari cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler yang terbagi atas cairan interstitial dan cairan intervaskular. Natrium
paling banyak terdapat di dalam cairan ekstraseluler dengan kadar yang hampir
sama antara cairan interstisial dan intravaskuler. Membran sel bersifat
semipermeabel yang hanya dapat dilalui air. Natrium merupakan elektrolit paling
penting sebagai mekanisme transpor aktif pompa NaK (Scott, 2006).
Salah satu fungsi pompa Na-K adalah mengontrol volume cairan sel.
Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran
semipermeabel yang terjadi apabila kadar total solut (zat terlarut) pada kedua sisi
membran berbeda. Air akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan
osmolalitas. Pergerakan air ini akan dilawan oleh tekanan osmotik. Masuknya
cairan ke dalam ruang vaskuler akibat pemberian infus dalam waktu singkat akan
meningkatkan tonisitas (Fink, 2005). Cairan akan berpindah dari intraseluler,
pertama eritrosit kemudian sel endotel dan sel jaringan, ke dalam kompartemen
ekstraseluler sehingga pemberian ringer laktat akan menguntungkan dalam

15
resusitasi cairan karena dapat memperbaiki hemodinamik dengan volume kecil
(Heitz, 2005).
Pemberian ringer lactat juga berperan sebagai sumber energi bagi anjing
yang dipuasakan guna menghindari defisit energi selama operasi dan post operasi.
Kandungan dalam infus yang berfungsi sebagai sumber energi ialah kandungan
laktatnya. Laktat dalam cairan infus ringer laktat merupakan suatu metabolik
fisiologis yang secara aktif teroksidasi oleh sel mitokondria, khususnya di dalam
organ yang memiliki aktifitas tinggi seperti otak, ginjal, jantung dan otot. Hasil
oksidasi energi hampir mendekati glukosa (4 kkal/g laktat). Dalam keadaan
teranastesi ketamin tubuh anjing akan mengalami depresi sistem pernafasan
sehingga akan menurunkan pasokan oksigen yang penting dalam metabolisme
enrergi (Hardman, 2006). Pemilihan laktat sebagai sumber energi sementara
dikarenakan laktat sebagai sumber substrat energi melebihi glukosa karena
merupakan substrat energi siap pakai dan tidak memerlukan ATP dalam proses
oksidasi. Selain itu, laktat dapat diubah menjadi glukosa melalui jalur
glukoneogenesis paling sering terjadi di hati dan ginjal sehingga dapat menyuplai
energi anjing selama dan setelah operasi (Eri, 2012).

2.10 Perawatan Pasca Operasi


Dalam suatu kegiatan atau prosedur bedah ada tiga hal yang penting untuk
diperhatikan yakni, anastesi, bedah dan pengobatan pasca operasi. Jika salah satu
dari ketiga prosedur ini tidak dijalankan dengan baik maka pasien mengalami
komplikasi dan bahkan kematian. Salah satu dari ketiga aspek itu yakni pengobatan
pasca operasi, hal ini menjadi penting karena lama kesembuhan dan berhasil
tidaknya operasi ditentukan dari tahap terakhir yakni pengobatan. Pengobatan yang
dimaksudkan disini berupa manajemen nutrisi, manajemen kesehatan, manajemen
kebersihan dan restrain terhadap luka pasca operasi. Keempat aspek ini saling
berkaitan satu sama lain dan juga menentukan lama, dan keberhasilan dari operasi.
Manajemen nutrisi berupa pemberian pakan yang seseuai dengan kondisi
pasien. Jika pasian mengalami gangguan metabolit maka, nutrisi hanya diberikan
pada takaran atau massa tertentu dan pemilihan makanan yang tidak berefek negatif
pada kesembuhan. Selain itu, tekstur pakan baik keras, lembut atau berupa cairan
yang di injeksikan. Ini dilakukan jika organ tertentu dari pasien tidak dapat

16
menjalankan fungsi normalnya dan perlu jangka waktu untuk mengembalikan
fungsinya semula.
Manajemen kesehatan berupa pemberian obat-obatan baik secara injeksi,
oral, topikal, dll. Ini juga membantu proses kesembuhan dari pasien menjadi cepat
dan maksimal. Aplikasi pengobatan bertujuan menghindarkan dari infeksi sekunder
berupa bakteri dan juga untuk mendukung proses menutupnya luka.
Manajemen kebersihan yakni berupa kebersihan pasien, luka, badan pasien
dan kebersihan kandang. Ini juga bertujuan mencegah dari infeksi bakteri, jamur
dan agen penyebab infeksi lainnya.
Restrain terhadap luka atau pengendalian terhadap luka pasca operasi
merupakan hal yang juga sangat penting, karena menjelang kesembuhan atau pasca
operasi bekas luka menjadi sangat gatal dan hewan tersebut berusaha untuk
menggaruk hingga akhirnya luka bahkan jahitannya terlepas. Untuk itu perlu teknik
khusus dan tahu kondisi seperti apa perlu digunakan alat restrain dan jenis alat
restrain yang dibutuhkan

17
BAB III MATERI DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
Gunting mayo (tumpul tumpul, tajam tumpul), pinset anatomis dan chirurgis,
scalpel handle no 4, blade no 21, clipper, towel clamp, needle holder, needle tapper
point ½ circle panjang 20 mm No. 6, allis tissue forceps, mosquito forceps,
rochester pean, spay hook, groove director, benang catgut chromic, kateter
intravena biru 22G, kain drape, tampon steril, perlengkapan alat bedah steril
(surgical dress, cap, gloves, masker), syringe 1cc 26G dan syringe 3cc 23G.
Bahan yang digunakan dalam tindakan operasi ialah larutan desinfektan
(alkohol 70% dan iodine 1%), cairan infus Lactat Ringer, Amoxicillin injeksi,
Ketoprofen, Atropin sulfat, Xylazine 2%, Ketamine 10%, Normal saline 0,9%.

3.2 Prosedur Operasi


 Daerah orientasi yaitu linea alba diinsisi di kaudal umbilikal sepanjang 4-8
cm. Urutan penyayatan dimulai dari kulit, subkutan, linea alba, dan
peritoneum.
 Sayatan dikuakkan dengan menggunakan alice forceps. Kedua sisi sayatan
dijepit untuk menahan agar tetap terbuka.
 Setelah rongga abdomen terbuka dilakukan eksplorasi terhadap uterus dan
ovarium, kemudian diangkat dari ruang abdomen.
 Setelah ditemukan ovarium, bagian mesovarium dijepit dengan mosquito
 forceps kemudian diikat melingkar dengan kuat menggunakan benang
catgut chromic 2-0. Penjepitan dilakukan dengan menggunakan dua
mosquito forceps di kaudal, kemudian dilakukan pemotongan diantara
kedua mosquito forceps tersebut.
 Pada ligamen di bagian kaudal ovarium dibuat lubang kemudian diletakkan
dua mosquito forceps dengan posisi di bawah pembuluh darah. Kedua
mosquito forceps menjepit pedikel ovarium proximalis.
 Dibuat dua ikatan menggunakan benang catgut chromic 2-0 pada pedikel
ovarium yang sudah di jepit dengan mosquito forceps tersebut.
 Pemotongan ligamen dilakukan diantara ikatan yang mengikat ligamen
suspensorius dengan forceps yang menjepit ovarium.

18
 Setelah yakin tidak terjadi pendarahan, mosquito forceps yang mengikat
ligamen suspensorius bagian proximal dilepas.
 Bagian uterus ditelusuri sampai mencapai bifurkasio dan korpus uteri.
Bagian korpus uteri dijepit dengan forceps, kemudian dilanjutkan untuk
menelusuri kornua uteri yang satu lagi.
 Dilakukan penjepitan dan pemotongan seperti sebelumnya.
 Kedua kornua uteri yang sudah dipotong kemudian diangkat sampai
didapatkan korpus uteri.
 Korpus uteri dijepit menggunakan 2 forceps kemudian diligasi pada bagian
kaudal forceps dengan cara penjahitan dan pengikatan melingkar pada
korpus uteri menggunakan benang catgut chromic 2-0. Ikatan terakhir
dikaitkan pada korpus uteri agar ikatan lebih kuat.Pemotongan uterus
dilakukan menggunakan blade pada area diantara 2 forceps.
 Setelah yakin tidak terjadi pendarahan, forceps yang menjepit uterus bagian
proximal dapat dilepas. Uterus dan omentum direposisi kembali ke dalam
abdomen.
 Rongga abdomen dibersihkan dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis.
 Dengan menggunakan catgut chromic 2-0 dilakukan penjahitan aponeurose
;m. obliqous abdominis externus dan m. abdominis externus. Penjahitan
peritoneum. Karena hewan mempunyai lapisan lemak yang banyak maka
dilakukan penjahitan dengan simple interupted suture. Selanjutnya
dilakukan jahitan simple interupted suture.
 Dengan menggunakan catgut chromic 2-0 dilakukan penjahitan subkutan
 Dengan menggunakan silk dilakukan penjahitan kulit
 Jahitan dibersihkan dan kemudian ditutup menggunakan gentamicin dan
Hypafix®.

3.3 Persiapan Alat, Bahan, Ruangan, dan Tim Operasi


a. Persiapan Ruang Operasi
Ruangan operasi harus dalam keadaan steril maka sebelum melakukan
operasi ruang operasi dibersihkan menggunakan desinfektan, sedangkan
meja operasi didesinfeksi menggunakan alkohol 70 % untuk membuang

19
semua material yang tampak kemudian dilanjutkan menggunakan
desinfektan dan dikeringkan.
b. Persiapan Alat Dan Bahan
Alat bedah yang digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Setelah di
cuci bersih dan dikeringkan, peralatan dimasukkan ke dalam wadah
stainlees stell dan dibungkus dengan menggunakan kertas. Untuk tampon,
kasa, kain drape dan surgical dress dibungkus dengan kertas. dilakukan
sterilisasi kering menggunakan oven dengan suhu 1210C selama 15-30
menit.
c. Persiapan Hewan
Sebelum dilaksanakan operasi dilakukan pemeriksaan kondisi tubuh
hewan secara umum. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah hewan
memenuhi persyaratan untuk melakukan operasi atau tidak. Adapun
persiapan hewan meliputi :
a. Puasa makan 8-12 jam sebelum dilakukan operasi yang sebelumnya
sudah dilakukan pemeriksaan fisik dengan tujuan mengosongkan isi
lambung agar tidak terjadi emesis pada hewan pasca pemberian
anastesi.
b. Diberikan injeksi antibiotik Amoxicillin secara subkutan (SC) 30 menit
sebelum induksi anestesi
c. Diinjeksikan Atropin sulfat dosis 0,04 mg/kg secaa SC sebagai
premedikasi setelah 30 menit administrasi antibiotik untuk memberikan
waktu antibiotik bekerja secara sistemik dan mencegah reaksi antar
obat.
d. Pemasangan IV kateter no. 24 G, pada Vena Cephalica antebrachii
dengan infus Ringer Laktat berguna sebagai maintance dan saat
emergency ketika membutuhkan obat yang disuntik melalui intravena
e. Diinjeksikan anastesi dengan menggunakan kombinasi xylazine dengan
dosis 2mg/kgBB dan ketamine dengan dosis 10mg/kgBB secara IM
f. Hewan ditunggu sampai teranastesi
g. Hewan diposisikan dorsal recumbency, fiksasi keempat kaki pada meja
operasi.

20
h. Lakukan pencukuran rambut pada area abdomen, area yang sudah
dicukur diberi iodine kesemua area operasi.
i. Daerah disekitar orientasi operasi ditutup menggunakan drape steril
dan dijepit dengan towel clamp.
d. Persiapan Operator Dan Asisten Operator
Tim bedah terdiri operator yang melakukan kegiatan bedah dan asisten
operator yang membantu operator dalam melakukan kegiatan operasi.
Sebelum melakukan operasi operator dan asisten operator harus
membersihkan diri dan mempersiapkan diri terlebih dahulu. Operator dan
asisten operator menggunakan cap dan masker supaya tidak
mengkontaminasi pasien dan mulai membersihkan diri dengan melepaskan
perhiasan seperti jam dan cincin, kemudian membersihkan diri dengan
mencuci tangan dari jari tangan hingga ke siku. Selanjutnya dikeringkan
menggunakan handuk kering yang sudah disterilisasi. Setelah kering dan
bersih, baju operasi khusus dan glove yang steril selanjutnya asisten
operator menyiapkan peralatan bedah yang steril.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. M. 2000. The Cellular Cascades of Wound Healing. In J. E. Davies


(Ed.), Bone Engineering. Em squared inc, Toronto. 81–93.
Fossum, T. W. 2014. Small Animal Surgery. Fourth Edition. China: Mosby
Elsevier.

Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing, Normal and Abnormal. In: Grabb and
Smith’s Plastic Surgery 6th edition. Lippincott Williams and Wilkins,
Philadelphia. p:15-22.
Nainggolan, IB. 2011. Stadium Anestesi. Universitas Sumatera Utara: Medan
Niles, J., D., John M., W. 2015. BSAVA Manuall of Canine and Feline Abdominal
Surgery second edition. British Small Animal Veterinary Association. UK.
Plumb, DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing.
Plumb, Donald C. 2006. Veterinary Drug Handbook. Iowa State University Press :
Iowa
Redjeki, S. I. 2001. Pengelolaan Nyeri Pascabedah. 1st National Congress
Indonesian Pain Society. 58 – 62.
Sardjana IKW, Kusumawati D. 2011. Bedah veteriner. Cetakan 1.Surabaya
(ID):Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP).
Sardjana IKW. 2003. Penggunaan Zoletil dan Ketamin untuk Anestesi pada Felidae
[penelitian]. Surabaya (ID): Unair.
Tiwari, V. K. 2012. Burn Wound: How it Differs From Other Wounds?. Indian J
Plast Surg. 45(2): 364–373.
Yool, D. (2012). Small Animal Soft Tissue Surgery. Scotland: CABI.

22

Anda mungkin juga menyukai