BAB I
PENDAHULUAN
Toxocara. Terdapat tiga spesies Toxocara yaitu Toxocara canis menyerang pada
anjing, Toxocara cati menyerang pada kucing, dan Toxocara vitulorum menyerang
pada sapi, zebra, dan kerbau. Toxocara spp tidak saja berbahaya bagi hospes,
zoonosis dan kucing merupakan hospes definitif dari spesies ini (Sianturi et al.,
2016).
Toxocariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing gelang pada anjing
(Toxocara canis) atau pada kucing (Toxocara cati). Toxocara canis lebih sering
nematoda dari ordo Ascarida, Family Toxocaridae. Telur dari parasit-parasit ini dapat
ditemukan pada feses hewan yang terinfeksi. Feses bercampur dengan tanah, sehingga
mengkonsumsi sayuran yang tumbuh pada tanah yang terkontaminasi telur Toxocara cati
yang belum dimasak dengan sempurna. Anak kecil yang punya kebiasaan memakan
makanan yang tak seharusnya seperti pasir atau tanah memiliki resiko terinfeksi lebih
tinggi. Namun, orang dewasa juga tidak tertutup kemungkinan terinfeksi (Woodhall et al.,
2013).
/’
2
dari berbagai gejala klinis yang muncul. Peneguhan diagnosa dapat dipertegas
dengan ditemukannya cacing Toxocara cati dalam feses dan dari riwayat penyakit
yang pernah diderita oleh kucing tersebut. Telur Toxocara memiliki ciri-ciri yaitu
dinding luar yang tebal. Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan beberapa
Shiraz, Iran Selatan terinfeksi oleh cacing Toxocara. Anak kucing lebih rentan
mengalami infeksi dari pada kucing dewasa yang berhubungan dengan proses
penularan cacing ini. Toxocara cati hanya dapat menular pada kucing secara
peroral dengan menelan telur infektif dan hospes paratenic (cacing tanah, kecoa,
Telur cacing yang baru dikeluarkan Bersama feses belum infektif. Larva
larva tiga yang infektif. Larva infektif setelah tertelan oleh kucing akan bermigrasi
melalui vena porta menuju hati dan paru-paru dan kemudian dibatukkan sehingga
kembali ke saluran pencernaan dan dewasa di usus halus. Tidak semua larva akan
mencapai tahap dewasa terutama pada hewan betina. Larva akan dorman di otot
dan saat kucing hamil, larva akan kembali aktif dan ditularkan secara
dengan prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing 26% (Sariego, 2012).
Sedangkan angka kejadian Toxocara cati pada kucing liar di Surabaya adalah
sebesar 60,9% dan kejadiannya lebih tinggi pada jantan dibandingkan betina
(Kusnoto, 2005).
cati yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa
tingkat infeksi Toxocara cati pada kucing liar dan kucing peliharaan yang terjadi
berkeliaran sering dijumpai dalam kondisi kurus dan kotor, penyakit ini sangat
berbahaya bagi kesehatan hewan maupun manusia. Oleh karena itu, perlu
dilakukan “Prevalensi Toxocara cati pada Feses Kucing Liar dan Kucing
diuraikan rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : Bagaimanakah Prevalensi Toxocara cati pada feses kucing liar
Surabaya?
/’
4
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas,
maka, tujuan pada penelitian ini adalah : Untuk mengetahui prevalensi Toxocara
cati pada feses kucing liar dan kucing peliharaan di Perumahan Pantai Mentari
Prevalensi Toxocara cati pada feses kucing liar dan kucing peliharaan di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dipelihara oleh masyarakat. Kesehatan kucing merupakan salah satu aspek yang
perlu diperhatikan. Kucing yang dipelihara tidak terlepas dari penyakit infeksius
dan dapat berperan dalam penyebaran berbagai jenis penyakit. Beberapa penyakit
yang sering dijumpai pada kucing disebabkan oleh parasit cacing, seperti
Toxocariasis. Infeksi parasit ini dapat menyerang anak kucing dan kucing dewasa
gejala penyakit autisme jika penderita autisme sering berinteraksi dengan kucing
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Mamalia
Genus : Fellis
Kucing adalah hewan yang popular dan banyak dipelihara oleh manusia
karena dianggap sebagai sehabat bagi manusia, bahkan dijadikan sebagai anggota
yaitu Stray cats, Feral cats dan Domestic pet cats. Stray cats adalah kucing yang
hidup bebas tanpa pemilik di daerah perkotaan dan hanya mengandalkan makanan
dari manusia tetapi dengan cara mencari makanan sendiri. Feral cats adalah
kucing yang hidup liar di tempat yang sangat jauh dari kehidupan manusia seperti
di hutan, kucing dengan kategori ini mencari makanan dari hasil berburu.
Domestic pet cats adalah kucing yang hidup satu rumah bersama pemiliknya,
Kucing yang dipelihara tidak lepas dari penyakit yang infeksius. Faktor yang
dan faktor internal kucing (Nealma, 2013). Telur infektif Toxocara cati
cati menunjukan gejala pembesaran perut, muntah, diare, dan kekurusan. Pada
negara tropis, kucing yang terinfeksi Toxocara cati dapat dilihat melalui gejala
Kucing yang terinfeksi dapat mengeluarkan telur Toxocara cati melalui feses
membutuhkan waktu 10-15 hari untuk menjadi telur dewasa yang infektif,
kemudian mengalami proses migrasi melalui pembuluh darah vena porta hati dan
sehingga kembali ke saluran pencernaan dan dewasa di usus halus. Tidak semua
larva akan mencapai tahap dewasa terutama pada hewan betina. Larva akan
dorman di otot dan saat kucing bunting, larva akan kembali aktif dan ditularkan
(VLM) yaitu keadaan dimana larva Toxocara cati yang masuk ke dalam tubuh
pancreas, mata, paru-paru dan saluran pernafasan. Selain itu, Toxocariasis juga
mengakibatkan Ocular Larva Migran (OLM) yang disebabkan oleh migrasi larva
hingga mengakibatkan peradangan pada mata (Woodhall et al., 2013). VLM dan
OLM umumnya diderita oleh anak-anak yang mudah terpapar Toxocariasis karena
sering bermain di tempat kotor yang terkontaminasi oleh kotoran kucing atau
/’
8
akibat kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan. Namun, dapat juga dapat
diderita oleh orang dewasa. Organ yang paling sering mengalami kerusakan akibat
infeksi Toxocara cati adalah paru-paru, hati, dan sistem saraf pusat (Wees et al.,
2011). Tidak semua penderita Toxocariasis akan mengalami gejala serupa sebab
tanda klinis Toxocariasis tergantung pada bagian tubuh yang terinfeksi (Sing et
al., 2015).
infeksi Toxocara cati pada manusia khususnya pemilik kucing (Nealma et al.,
2013). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
kandang atau pasir, mencuci tangan setelah bermain dengan kucing serta pemilik
dimiliki oleh pemilik kucing. Mencuci tangan setelah membersihkan kandang atau
pasir dengan menggunakan sabun atau desinfektan memiliki resiko lebih kecil
2013). Membuang kotoran atau feses kucing sebaiknya dilakukan terpisah dengan
sampah rumah atau dibuatkan lubang khusus untuk pembuangan kotoran atau
pemilik kucing dan juga dibutuhkan peran dan dukungan pemerintah setempat
Siklus hidup cacing Toxocara cati hanya dapat berlangsung secara sempurna
di tubuh kucing. Larva tidak dapat berkembang menjadi dewasa jika berada
/’
9
di dalam tubuh hospes paratenic termasuk manusia (Sariego, 2012). Larva akan
merupakan faktor utama dalam penyebaran infeksi nematoda usus yang ditularkan
melalui tanah. Suhu dan kelembaban yang tinggi penting bagi perkembangan larva
dalam tanah. Suhu optimal untuk perkembangan Toxocara cati yaitu 30°C dengan
kelembaban ± 80%. Indonesia yang beriklim tropis memiliki suhu dengan rata-
rata 27°C hingga 32°C dengan kelembaban 70-95% sehingga optimal untuk
Gejala pulmonary berupa batuk, sesak nafas, gejala abdominal berupa nyeri
paru-paru atau organ abdominal. Toxocara juga dapat bermigrasi ke sistem saraf
dan menimbulkan gejala neurologis yang tidak jelas seperti pusing, mual,
dilaporkan oleh Wilder pada tahun 1950 setelah melakukan pemeriksaan pada
mata hasil eunkleasi dari seorang anak yang didiagnosa mengalami retinoblastoma
yang diidentifikasi pada tahun 1956 sebagai larva Toxocara cati (Woodhall et al.,
2013).
/’
10
mata dan mata kemerahan (Woodhall et al., 2013). Perbedaan antara larva cacing
Toxocara cati dan Toxocara canis yaitu berdasarkan diameter. Diameter larva
induk jantan daripada induk betina karena induk betina yang terinfeksi larva kedua
tidak akan berkembang menjadi larva ketiga dan akan berkembang menjadi
dormansi dan tetap tinggal didalam jaringan. Larva ketiga akan berkembang
dalam jaringan pada saat induk betina bunting dan pada masa menjelang kelahiran
akan terjadi transplasental infection. Jenis kelamin tidak akan menjadi faktor
resiko sebab tidak ada perbedaan yang mencolok dalam kucing jantan maupun
sebagai berikut:
Filum : Aschelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Ascarida
Famili : Ascarididae
Genus : Toxocara
Gambar 2.2 Telur Toxocara cati berbagai tahap perkembangan (Weese, 2011)
2.3 Morfologi
Toxocara cati secara makroskopis pada cacing jantan berukuran 3 hingga 10
cacing betina dewasa memiliki ukuran bervariasi dari 10 hingga 15 cm dan daerah
posterior yang meruncing. Cacing dewasa berwarna krem, memiliki tiga bibir
besar disekitar mulut dan adanya dua cervical alae berbentuk sirip (Machado et
al., 2017). Tubuh cacing jantan memiliki panjang 19-73 mm dan lebar 0,42-0,83
(Gallas, 2013).
Telur yang keluar bersama kotoran kucing akan berkembang menjadi telur
infektif ditanah yang cocok. Hospes defenitif dapat tertular baik dengan menelan
telur infektif atau dengan memakan hospes paratenik yang tinggal ditanah seperti
cacing tanah dan semut. Penularan larva pada anak anjing atau kucing dapat
terjadi secara transplasenta dari induk anjing yang terinfeksi atau melalui air susu
dari induk kucing yang terinfeksi telur tertelan hewan lain (Soedarto, 2008).
Manusia dapat terinfeksi dengan menelan telur infektif atau daging atau jeroan
yang kurang matang dari inang paratenik yang terinfeksi. Telur menetas dan larva
menembus dinding usus dan dibawa oleh sirkulasi ke berbagai jaringan (hati,
jantung, paru-paru, otak, otot, mata). Larva tidak mengalami perkembangan lebih
lanjut, tetapi dapat menyebabkan reaksi lokal dan kerusakan (CDC, 2019).
Gambar 2.4 Siklus Hidup Toxocara cati (Pappas and Wardrop, 2003).
/’
13
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan menginfestasikan organ
dalam, khususnya di hati. Penyakit yang disebabkan larva yang menggembara ini
hepatomegali. Dapat disebabkan oleh larva nematoda lain (Gunn et al., 2012).
belakangan ini cenderung menyerang orang dewasa disebabkan oleh migrasi larva
Strongyloides cat.
rata 2,8 mm). Ekor dari parasit betina menyempit dan tumpul pada bagian ujung,
dapat ditemukan pada feses segar hewan yang terinfeksi. Ukuran larva
rhabditiform 380x20 µm, esofagus pendek, genital primordium besar dan ovoid di
ventral dekat intestinal serta berekor runcing. Larva filariform berukuran 630x16
µm, esofagus setengah panjang badan, ujung ekor bercabang dua pendek atau fork
Siklus hidup Strongyloides cati bergantian antara siklus hidup langsung atau
siklus parasitik dan tidak langsung. Siklus langsung atau siklus parasitik dimulai
darah kapiler, ke paru-paru, kemudian trakea, laring dan tertelan menuju usus
halus dan cacing menjadi dewasa. Siklus tidak langsung terjadi ketika
rhabditiform dapat berkembang menjadi cacing jantan dan betina dewasa, setelah
kopulasi cacing betina bertelur dan menetaskan larva stadium rhabditiform. Larva
berkembang dalam dua hari menjadi larva filaform bersifat infektif, jika kondisi
besar dapat menyebabkan peradangan dengan edema dan erosi epitel sehingga
(Digiulio, 2019).
secara in vitro menjadi larva filariform di tanah yang hangat dan lembab dengan
yang hidup di dalam usus halus kucing, penyebaran secara kosmopolitan. Cacing
terdapat tiga buah gigi pada tiap sisi pada bagian ventral. Dasar bukal kapsul
terdapat sepasang gigi dorsal berbentuk segitiga dan sepsang gigi ventrolateral.
Tidak mempunyai dorsal cone. Terdapat dua spikula pada bursa kopulatrik,
panjangnya mencapai 0,8 - 0,95 mm. Bagian anterior tubuh terdapat vulva.
yang terdiri dari dua lapisan, . Telur yang dikeluarkan tampak bersegmen terdiri
Siklus hidup terjadi ketika stadium infektif mendapat temperatur yang cocok
dalam waktu satu minggu kemudian masuk ke dalam tubuh induk semang secara
peroral atau melalui kulit. Larva yang telah masuk ke dalam tubuh inang akan
masuk ke pembuluh darah dan ikut dalam aliran darah dari jantung menuju ke
lambung dan usus halus sehingga sering menginfeksi dinding lambung atau usus
dengan cara penetrasi kemudian tinggal selama beberapa hari sebelum kembali ke
anoreksia, dan anemia akut. Infeksi pada usu halus akan menimbulkan perubahan
secara patologi pada usus halus yaitu anemia, radang usus ringan sampai berat,
(Mahlevi, 2017).
Trichuris trichuria atau yang biasa dikenal cacing cambuk termasuk diantara
primate serta mamalia seperti rumansia, marsupial dan hewan pengerat, berfungsi
lebar dan seperti pegangan. Pada kutikula terdapat lurik yang melintang halus,
serta terletak pita basilaris di bagian lateral di anterior tubuh. Cacing jantan
/’
18
mempunyai tabung kloaka pada bagian proximal dan dilanjutkan dengan tabung
kloaka distal yang berisi spikula. Pada spikula terdapat dua zona kitin ekstrim dan
lebih ringan pada bagian tengah, selubung spikula berbentuk silinder dan tiga
spikula didistribusi dari proksimal kearah distal, sedangkan pada betina terdapat
vulva protrusif yang terletak di persimpangan esofagus sampai usus. Betina pada
spesies ini memiliki vulva yang tidak menonjol (Rivero et al, 2018).
kutub jernih yang menonjol. (Soedarto, 2011). Kutub yang menonjol disebut
operculum dan dinding telur terdiri atas dua lapis, bagian dalam berwarna jernih
bagian luar berwarna kecoklatan. Dalam sehari seekor cacing dewasa betina dapat
Telur keluar berssama feses dalam keadaan tidak infektif, yang memerlukan
perkembangan dalam tanah selama 3-5 minggu hingga terbentuk telur infektif
yang berisi embrio didalamnya. Jika telur tertelan telur akan pecah di dinding usus
halus dan larva keluar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa.
/’
19
Waktu yang diperlukan sejak telur infektif tertelan sampai cacing betina
menghasilkan telur adalah 30-90 hari dan dapat hidup lama pada usus (Ketzis et
al., 2016).
tangan dengan sabun setelah memegang tanah atau sebelum makan. Selanjutnya
bermain dari kotoran kucing maupun hewan lain, terutama di daerah perkotaan di
kompleks perumahan. Kucing diberikan obat cacing mulai dari usia tiga minggu,
diulangi kembali sebanyak tiga kali berturut-turut dengan interval dua minggu dan
diulang setiap enam bulan sekali. Begitu juga binatang peliharaan yang sedang
menyusui anaknya diberikan obat cacing. Kotoran hewan baik yang diobati
maupun yang tidak hendaknya dibuang dengan cara yang saniter (Entjang, 2010)
sayuran. Pemberian obat cacing merupakah salah satu upaya untuk menjaga
kesehatan kucing terhadap infeksi Toxocara cati. Pemberian obat cacing yang
al., 2007). Kucing yang tidak dilakukan pengulangan pemberian obat cacing
memiliki risiko terinfeksi Toxocara cati 1,8 kali dibandingkan yang dilakukan
pengulangan pemberian obat cacing. Hal ini diduga obat cacing yang diberikan
hanya membunuh cacing dewasa saja, akan tetapi tidak berefek terhadap larva
/’
20
yang bermigrasi maupun telur tersebut, oleh karena itu dianjurkan untuk
Kecamatan Bulak dibagi menjadi empat kelurahan yang terdiri dari kelurahan
Baru. Pantai Mentari Kecamatan Bulak merupakan daerah dataran rendah dengan
luas wilayah 50 hektardan jumlah penduduk berjumlah kurang lebih 10.000 jiwa.
setelah dibuat Taman Hiburan Pantai (THP). Kawasan Bulak yang dekat dengan
Pantai Kenjeran mempunyai pemandangan dan udara laut yang menyegarkan, juga
lengkap fasilitas dan tak jauh dari pusat kota. Temperatur di wilayah ini tiap
/’
21
bulannya tidak mengalami fluktuasi yang besar, dengan nilai diurnal 12.5 C. Nilai
yang kecil bila dibandingkan dengan iklim yang lain. Pada bulan Agustus, nilai
bulan yang lain dalam satu tahun, yaitu 26.8 C. Sedangkan Bulan Oktober dan
November tercatat sebagai bulan yang paling panas dalam satu tahun, dengan
suhu 28.9 C. Dari sini dapat dilihat bahwa bulan Agustus adalah bulan terdingin,
dan bulan November adalah bulan terpanas yang tidak terkena matahari secara
langsung. Kelurahan Kenjeran sendiri merupakan salah satu wilayah yang kurang
bersih sehingga banyak bakteri yang tercemar baik itu di pasar maupun
merupakan inang utama Toxocara cati dan hewan yang sangat dekat dengan
Bulak).
/’
22
BAB III
MATERI DAN METODE
Bulak Kota Surabaya dengan mengambil 60 sampel feses kucing yang masing-
Pengambilan 10 sampel feses pada kucing peliharaan dan 10 sampel feses pada
reaksi, rak tabung, tabung sentrifus, gelas ukur, batang pengaduk (lidi),
objek glass, cover glass, Mikroskop, pot plastik dan kandang kucing.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses kucing lokal
kemudian dikandangkan kurang lebih satu malam, setelah itu diambil feses
yang masih basah dan segar dimasukan ke dalam botol plastik kecil atau pot
menganalisis semua data yang ada dalam penelitian sesuai variable yang
diteliti.
perbesaran 100x-400x.
feses disaring dengan saringan teh (kain kasa) dimasukan larutan feses
sentrifus pada rak tabung, tambahkan gula jenuh sampai penuh dan
gelas penutup dan biarkan selama 5 menit, ambil gelas penutup dan
perbesaran 100x-400x.
lebih satu malam untuk mendapatkan fesesnya yang masih basah dan
/’
25
Menentukan
wilayah survei
Pemeriksaan menggunakan
metode apung dan metode natif
Hasil Pemeriksaan
Analisis Data
/’
26
berikut:
Keterangan :
Data yang diperoleh dari hasil semua sampel yang diamati dari pemeriksaan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebanyak 60 sampel feses kucing dengan 30 sampel feses kucing liar dan 30
sampel kucing peliharaan telah diteliti dimana yang berasal dari kucing yang ada
sampel feses dilakukan dengan menggunakan metode natif dan metode apung.
Tabel 4.1 Prevalensi Toxocara cati pada Feses Kucing Peliharan dan Kucing Liar
di Perumahan Pantai Mentari Kecamatan Bulak Kota Surabaya
Peliharaan 12 18 30 40%
Liar 22 8 30 73,3%
Total 32 53,3%
/’
28
4.2 Pembahasan
Hasil prevalensi terhadap Toxocara cati pada feses kucing peliharaan dan
kucing liar yang dilakukan dengan menggunakan metode apung dan metode natif
dan hasil yang diperoleh bahwa dengan menggunakan metode apung lebih akurat
mengikat Toxocara cati yang terdapat pada feses kucing peliharaan dan feses
kucing liar. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang ditunjukkan bahwa
dengan prevalensi 40% dan 22 sampel feses kucing liar yang terindikasi Toxocara
cati dengan prevalensi 73,7%. Kucing liar memiliki angka terindikasi Toxocara
terdapat pada feses kucing peliharaan dan kucing liar disebabkan karena keadaan
lingkungan dari masing-masing kucing lokal dan kucing peliharaan itu berada.
Keadaan suatu lingkungan yang bersih dan aman ternyata belum menjamin
/’
29
kesehatan pada kucing peliharaan bila tidak memberikan obat cacing atau
pengobatan dengan rutin kucing peliharaan bisa terinfeksi Toxocara cati. Keadaan
lingkungan pada kucing liar sangat tidak terurus mulai dari tempat tinggal dan
makan makanan yang berasal dari sampah yang sudah terkontaminasi oleh
Toxocara cati sehingga menyebabkan beberapa jenis bakteri dan parasit dapat
berkembang biak dalam usus kucing. Toxocara cati dapat bertahan hidup sampai
satu tahun dalam tanah yang lembab, sehingga Toxocara cati dengan mudah
Toxocara cati tidak hanya tertular melalui kucing saja tetapi melalui makan dan
sayuran yang sudah terkontaminasi dengan telur Toxocara cati (Gunn and sarah,
2012).
Pengambilan sampel ini sangat cocok dengan lingkungan dimana banyak kucing
liar berkeliaran. Tempat tinggal kucing liar di Perumahan Pantai Mentari ialah
dirumah-rumah yang sudah lama tidak berpenghuni, kotor, dan lembab menjadi
salah satu faktor yang memungkinkan berkembang biakannya telur Toxocara cati.
Jenis parasit bersel satu sangat cocok hidup di daerah yang kotor dan lembab,
kondisi ini sesuai dengan habitat hidup dari Toxocara cati dapat hidup di musim
panas ataupun musim hujan. Bertahannya Toxocara cati pada lingkungan tertentu
Kucing sebagai inang utama berkembang biakkan Toxocara cati pada wilayah
tertentu. Kucing liar yang tidak bertuan dan tidak diperhatikan secara khusus,
dilingkungan tertentu yang ada dalam feses kucing akan berkembang biak dan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Prevalensi Toxocara cati pada kucing peliharaan dan kucing liar yang terjadi
53,3%.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlunya diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Borji, H., Razmi G., Ahmadi A., Karami H., Yaghfoori S., and Abedi N., 2011.
Survey on Edoparasit and Ectoparasot of stray Cats from Mashad (Iran) and
Associatin with Risk Factors. J parasite Dis. 35(1) : 202-206.
Bowman, D. D., Hendrix, C. M., Lindsay, D. S., and Barr, S. C., 2002. Feline
Clinical Parasitology. Lowa State University Press, Lowa.
Digiulio, M., 2019. Strongyloidiasis. The J for Nurse Practitioners 15. Elsevier.
438-443.
Effendi, C., Budiana, N. S., 2014. Complete Guide Book for Your Cat. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Elfred., Heny A., dan Suwarno. 2016. Gambaran Basofil, TNF-α, dan IL-9 Pada
Petani Terinfeksi STH di kabupaten Kediri. Jurnal Biosains Pascasarjana,
18(3),230-254.
Ketzis JK, Shell L, and Chinault S. The prevalence of Trichuris spp. infection in
indoor and outdoor cats on St. Kitts. J Infect Dev Ctries. 2015;9(1):111–
113.
Kusnoto. 2005. Pravelensi Toxocariasi pada Kucing Liar di Surabaya Melalui
Saluran Pencernaan. Media Kedokteran Hewan 21; 7-11 Toxocara canis to
diagnostic development of toxocariasis. Dissertation Doctoral Program of
Medical Sciences, Gradute, School, University of Airlangga, Surabaya.
Lawrence GJ. 2014. Control of Scabies, Skin Sores And Haematuria in Children
in the Solomon Island : Another role for ivermectin. Bull. Who. 83(1) : 34-
42.
Machado, E., de Araujo, L., and A. M., d. 2017. Human Toxocariasis:
Secondary Data Analysis. Ann Clin Cytol Pathol, 3(6): 1075.
Mase, J., M.T. Furqon dan B. Rahayudi. 2018. Penerapan Algoritme Support
Vector Machine (SVM) pada Pengklasifikasian Penyakit Kucing. J.
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. 2(10): 3648-3654.
Nealma, S., Dwinata, I. M., dan Oka, I. B. M. 2013. Prevalensi Infeksi Cacing
Toxocara cati Pada Kucing Lokal di Wilayah Denpasar.Indonesia
Medicus Viterinus.2 (4), 431-432.
Noviastuti, A. R. 2015. Infeksi Soil Transmitted Helminths. Majority
Universitas Lampung. 4(8), 109-110 Sing, A. 2015. Zoonosis-Infection
Afecting Human and Animals. Focus on Public Health Aspects.
Oakley, A. 2009. Scabies Diagnosis and Management. Best Practice Journal.
(19): 12-16.
Page, W., J.A. Judd, and R.S. Bradbury. 2018. The Unique Life Cycle of
Strongyloides stercoralis and Implications for Public Health Action. Trop.
Med. Infect. Dis. 3(2): 53.
Palmer, C.S., J.T. Rebecca, D.R. Ian DR, P.H. Rusell, E. Aileen, W. Lyndon, R.
Robert, and T. Andrew. 2007. The veterinary and public significance of
hookworm in dogs and cats in Australia and the status of A.ceylanicum. Vet.
Parasitol. 145:304-313.
Pappas P.W. and Wardrop S.M. 2003. Journal of Toxocariasis
Purbawaesa, R. 2010. Penyakit Kucing yang Menular pada
Manusia.
Ratmus, S. 2000. Sembilan Penyakit Utama pada Kucing Berdasarkan Frekuensi
Kejadian, Tingkat Infeksius, Zoonosisdan Nilai Ekonomi. Skripsi.
/’
34
Rivero, J., Angela M.G.S., Anthonio Z., Cristina C., and Rocio C. 2020.
Trichuris trichiura isolated from Macaca sylvanus: Morphological,
biometrical, and molecular study. BMC veterinary research, 16(1), 1- 19.
Rui, Jie, Lingxi and Yajun. 2019. A Half-Century Studies on Epidemiological
Features of Ancylostomiasis in China: A Review Article. Iran J Public
Health. 48(9): 1555-1565.
Sariego. 2012. Toxocariasis in Cuba: A literature Review. PMC journal.
Sianturi, C., Priyanto, D., dan Astuti, N. 2016. Identifikasi Toxocara cati dari
Feses Kucing di Kecamatan Banjanegara, Bawang dan Purwareja Klampok
Kabupaten Banjarnegara. Medsains, 2(1): 25 – 30.
Soedarto. 2008. Pengobatan Penyakit Parasit. Jakarta: Anggota IKAPI.
Symeonidou, I., Gelasakis, A.I., Arsenopoulos, K., Angelou,. Beugnet, F,
and
Papadopoulos, E. 2018. Feline Gastrointestinal Parasitis in Greece
Emergent Zoonotic Speciesand Associated Risk Factors. Parasites Vectors,11,
227.
Taylor, M.A., R.L. Coop and R.L. Wall. 2016. Veterinary Parasitology. 4th.
Ed.Oxford: Blackwell Publishing.
Uga, S., T. Matsumara., K. Fujisawa., K. Okubo., N. Kataoka and K.
Kondo.1990. Incidence of Seropositivity to Human Toxocariasis in Hyogo
Prefecture, Japanand Its Possible Role in Ophthalmic Disease. Jpn. J.
Parasitol. 39(5) : 500-502.
Weese, J. S., Peregrine, A. A., Andersen, M. E. C., and Fulford, M. B. 2011.
Companion Animal Zoonosis. Weese JS, Fulford MB, editor. Wiley-
Blackwll: Ontario (Canada).
Woodhall, D.M., and Fiore. A. E. 2013. Toxocariasis A Review for Pediatrician.
Journal of the Pediactric Infectios Disease Society.
Xie, Y., Bo Z., 2018. Genetic characterisation and phylogenetic status of
whipworms (Trichuris spp.) from captive non-human primates in China,
determined by nuclear and mitochondrial sequencing. Parasites & vectors,
11(1), 1-16.
35
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian
Kucing Peliharaan
Kucing Liar
37
1 + +
2 - +
3 - +
4 - +
5 + +
6 - -
7 - -
8 + +
9 - +
10 - +
11 + +
12 + -
13 + +
14 - -
15 - +
16 - +
17 - +
18 - -
19 + +
20 - -
21 - +
22 + +
23 + -
24 - +
25 - +
26 - -
27 + +
28 - +
29 + +
30 + +
Keterangan :
(-) : Tidak ditemukan Toxocara cati
(+) : Ditemukan Toxocara cati
38