Anda di halaman 1dari 11

Tinjauan Pustaka

Anjing Domestik

Anjing domestik termasuk kedalam famili canidae yang berkerabat denga

serigala, rubah, dan jackal (Jackson, 2004). Anjing domestik mungkin merupakan

mamalia yang sangat polimorfik, yaitu hewan yang mempunyai keragaman yang

luas dalam hal bentuk, perilaku, dan temperamen. Menurut sistem penamaan

hewan, nama ilmiah yang diberikan kepada anjing domestik adalah Canis

familiaris (Puja, 2011).

Menurut Rumatiwi (2009), anjing dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Order : Carnivora
Family : Canidae
Genus : Canis
Species : Canis lupus
Subspecies : Canis lupus familiaris
Salmonellosis

Salmonella adalah bakteri yang termasuk mikroorganisme yang amat kecil dan

tidak terlihat oleh mata. Selain itu bakteri ini tidak meninggalkan bau maupun

rasa apapun pada makanan. Kecuali jika bahan makanan (daging ayam)

mengandung Salmonella dalam jumlah besar, barulah terjadi perubahan warna

dan bau (merah muda pucat sampai kehijauan, berbau busuk). Biasanya bakteri

dapat dideteksi melalui pemeriksaan Laboratorium.

Menurut Brooks (2001) bahwa “Salmonella sering bersifat patogen untuk manusia

atau hewan bila masuk melalui mulut”. Infeksi oleh bakteri genus Salmonella

(oleh sebab itu disebut Salmonellosis) menyerang saluran gastrointestin yang

mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon, yang dapat menyebabkan

enteritidis, infeksi sitonik dan demam enterik. Menurut Pelzar dan Chan (1988 :

692) bahwa “Spesies Salmonellasp yang dapat menyebabkan infeksi makanan

termasuk di dalamnya adalah Salmonellasp, Enteritidis var, Thypymuriumdan

varitas-varitas lain serta Salmonella choleraesuis”. Bakteri Salmonellasp

berbentuk gram negatif, motil, tidak membentuk spora, dapat memfermentasikan

glukosa, tetapi tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa.

Etiologi

Salmonella spp.adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang yang tidak

membentuk spora bersifat fakultatif anaerob motil, berkapsul dan berflagella

(bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup pada pH 6-8 pada suhu

15-410C (suhu optimal 37 0C ). Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan 54,4 0C

selama satu jam dan suhu 600C selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan

5
dan khlorinisasi. (Tumbelaka, 2003; WHO, 2003). . Bakteri ini bersifat patogen

yang berbahaya bagi manusia dan hewan. Habitat utamanya adalah saluran usus

hewan (burung, reptil, hama tanaman) dan manusia. Salmonelosis merupakan

penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi Salmonella melalui produk pangan

dan menjadi permasalahan di dunia.

Gejala Klinis

Fase akut dari infeksi terjadi pada hari ke 4 sampai ke 10. Diare kronis selama 3-4

minggu merupakan gejala selanjutnya. Kematian akibat salmonellosis tidak

melebihi dari 10 %, namun infeksi dari salmonella dapat menginfeksi anjing tanpa

gejala dan bersifat jangka panjang (Day et al 1963)

Pencegahan dan pengobatan

Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan dan sanitasi kandang

serta lingkungan, mengurangi kepadatan kandang, dan memisahkan antara hewan

tua dan muda serta hewan sehat dan sakit (Hasrawati 2017). Untuk pengobatan

salmonellosis dapat diberikan antibiotik seperti trimetropim, trimetropim-

sulfametoksasol, dan kloramfenikol (Kurniawati dkk 2011)

Isolasi dan Identifikasi Salmonella sp

Beberapa uji mikrobioogi yang digunakan untuk membedakan beberapa

genus dalam famili Enterobacteriaceae dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan

identifikasi spesies dari genus Salmonella sp. dapat dilihat pada Tabel 2.2

6
Ctenocephalides canis

Ctenochepalides canis atau pinjal anjing merupakan ektoparasit yang terdapat

pada tubuh anjing. Pinjal anjing memiliki kemiripan dengan pinjal kucing

(Ctenochepalides felis) tetapi lebih jarang ditemukan. Pinjal kucing dapat

ditemukan pada anjing karena pinjal kucing dapat hidup di tubuh anjing (Zentko

dan Richman, 2011). Pinjal ini sangat mengganggu anjing karena dapat

menyebabkan Dipylidium caninum. Meskipun mereka memakan darah anjing,

kadang-kadang juga dapat menggigit manusia. Mereka dapat bertahan hidup tanpa

makanan selama beberapa bulan, tetapi spesies betina harus memakan darah

sebelum menghasilkan telur (Hadi et al 2013)

Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Soulsby (1982) pinjal Ctenocephalides canis diklasifikasikan sebagai

berikut:

Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Siphonaptera
Famili : Pulicidae
Genus : Ctenocephalides
Spesies : Ctenocephalides canis

Siklus Hidup

Pinjal mengalami metamorfosis sempurna, yang didahului dengan telur, larva,

pupa, kemudian dewasa. Pinjal betina akan meninggalkan inangnya untuk

meletakan telurnya pada tempat-tempat yang dekat dengan inangnya, seperti

7
sarang tikus atau anjing, celah-celah lantai atau karpet, di antara debu dan kotoran

organik, atau kadang-kadang di antara bulu-bulu inangnya. Telurnya menetas

dalam waktu 2-24 hari tergantung kondisi lingkungannya. Larva pinjal sangat

aktif, makan berbagai jenis bahan organik disekitarnya termasuk feses inangnya.

Larvanya terdiri atas 3-4 instar (mengalami 2-3 kali pergantian kulit instar)

dengan waktu berkisar antara 10-21 hari. Larva instar terakhir bisa mencapai

panjang 4-10 mm, setelah itu berubah menjadi pupa yang terbungkus kokon.

Kondisi pupa yang berada dalam kokon seperti itu merupakan upaya

perlindungan terhadap sekelilingnya. Tahap dewasa akan keluar 7-14 hari setelah

terbentuknya pupa. Lamanya siklus pinjal dari telur sampai dengan dewasa

berkisar antara 2-3 minggu pada kondisi lingkungsn yang baik. Pinjal dewasa

akan menghindari cahaya, dan akan tinggal diantara rambut-rambut inang, pada

pakaian atau tempat tidur manusia. Baik pinjal betina maupun jantan keduanya

menghisap darah beberapa kali pada siang atau malam hari. (Hadi, 2010).

Patogenesa

Ctenochepalides canis dapat menjadi host intermedier untuk cacing pita pada

anjing (Dipylidium caninum). Larva pinjal dapat menelan telur cacing pita di

lingkungan. Dimana telur cacing dapat menetas dan berkembang juga di dalam

usus kucing. Cacing pita berlanjut bertahan dalam tubuh pinjal sampai pinjal

menjadi tahap dewasa. Hewan atau manusia dapat memperoleh infeksi cacing pita

ketika menelan pinjal yang mengandung kista cacing pita (Hamrick, et al 1983).

8
Infestasi pinjal Ctenochepalides canis pada anjing bertanggung jawab dalam

produksi hipersensitifitas dan flea allergy dermatitis. Beberapa iritasi pada kulit

dapat juga ditemukan akibat dari garukan, menyebabkan rambut rontok,

peradangan, infeksi sekunder dan terjadinya pigmentasi pada beberapa kasus.

Infestasi pinjal pada anjing lebih mungkin diperoleh dari lingkungan daripada

kontak dengan anjing lain (Wall and David, 2001). Kejadian dipylidiasis pada

manusia dapat terjadi ketika sedang merawat atau memandikan hewannya sendiri

atau ketika anak-anak bermain dengan hewan peliharaannya dimana pinjal yang

mengandung kista cacing pita yang tidak sengaja tertelan. Adapun tanda klinis

yang muncul ketika manusia terinfeksi Dipylidium caninum kondisi ini sering

dikenal dengan istilah dipylidiasis, termasuk termasuk cepat marah, gelisah,

penurunan berat badan, insomnia, dan sakit perut (Hamrick, et al 1983).

Sedangkan pada anjing dan kucing hypersensitif, biasanya menunjukkan

kerontokkan pada rambutnya dan terjadinya kebengkakan pada area tersebut serta

berkonsentrasi pada punggung (Werner, 2010). Ctenocephalides canis lebih

berpeluang dapat menginfestasi anjing yang berada di luar ruangan, di kandang,

atau di daerah pedesaan (Boushira, et al 2011) daripada anjing di daerah perkotaan

yang berada dalam ruangan

9
Rhipicephalus sanguineus

Rhipicephalus sanguineus adalah ektoparasit penghisap darah yang mempunyai

peranan penting dalam bid ang kesehatan hewan. Caplak dari spesies

Rhipicephalus sanguineus disebut juga “the brown dog tick” dan merupakan jenis

caplak yang paling sering pada anjing (Gambar 3). Secara umum tubuh caplak

terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma (kepala dan toraks) dan idiosoma

(abdomen) (Wijayanti 2007). Penyebaran R. sanguineus pada umumnya di sekitar

perkotaan dan pinggiran kota (Shimada et al. 2003), dimana caplak hidup

berhubungan erat dengan anjing dan manusia. Di daerah sekitar perkotaan dan

pinggiran kota, infestasi caplak pada anjing biasanya berat, khususnya anjing yang

mendiami daerah terbatas dan tidak sistematis diobati dengan antiektoparasit

(Lorusso et al. 2010). Menurut Williams et al. (1985), klasifikasi caplak anjing (R.

sanguineus) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Chelicerrata
Kelas : Arachnida
Sub kelas : Acari
Ordo : Parasitiformes
Sub ordo : Metastigmata
Super famili : Ixodoidae
Famili : Ixodidae
Genus : Rhipicephalus
Spesies : R. Sanguineus

10
Siklus Hidup

Caplak anjing merupakan caplak sejati dan metamorfosis caplak ini tidak lengkap

(Livine 1994). Caplak anjing memiliki siklus hidup yang terdiri dari empat tahap

yaitu telur, larva, nimfa, dan dewasa. Masing-masing stadium caplak harus

menemukan inang. Caplak dewasa yang telah kawin kenyang darah akan jatuh ke

tanah dan bertelur. Caplak betina kenyang darah dapat bertelur sampai 4000 butir.

Telur akan menetas setelah 17 sampai 30 hari menjadi larva. Larva akan segara

mencari inang pertamanya dengan pertolongan benda-benda sekitarnya dan juga

dengan bantuan alat olfaktoriusnya. Larva caplak memiliki tiga pasang tungkai.

Larva akan mengisap darah sampai kenyang sekitar 2 sampai 4 hari dan akan

menjatuhkan diri untuk berganti kulit menjadi nimfa dalam waktu 5 sampai 23

hari. Nimfa dan caplak dewasa memiliki empat pasang tungkai. Nimfa akan

segera mencari inang kedua untuk mengisap darah sampai kenyang selama 4

sampai 9 hari. Nimfa kenyang darah akan menjatuhkan diri ke tanah untuk ganti

kulit untuk menjadi caplak dewasa setelah 11 sampai 73 hari. Caplak dewasa juga

akan segera mencari inang ketiga untuk mengisap darah. Pada tubuh inang ini

caplak betina akan melakukan perkawinan dengan caplak jantan untuk

meneruskan keturunan. Caplak jantan akan mati setelah terjadi kopulasi. Caplak

betina bertelur di tanah dan kemudian mati (Gunandini 2006). Caplak jantan

mengisap darah dalam waktu yang lebih singkat. Caplak jantan tidak mengisap

darah sebanyak caplak betina, tetapi caplak jantan mengisap darah hanya untuk

melanjutkan spermatogenesis dan menyelesaikan proses perkawinan (Sanches et

al. 2012). Periode makan caplak secara langsung dipengaruhi oleh faktor biotik
11
(misalnya inang) dan faktor abiotik (misalnya cahaya dan kelembaban) (Dantas

Torres et al. 2011 ). Pada lingkungan domestik, caplak bisa hidup pada anjing

yang sama, tetapi bisa juga memiliki kesempatan untuk bisa hidup pada beberapa

hewan yang berbeda. R. sanguineus dapat hidup pada kelinci pada stadium larva

dan stadium nimfa dapat hidup pada hewan lain yaitu domba dan sapi (Astyawati

2008 ). Menurut Lord (2008), banyaknya telur yang diproduksi dipengaruhi oleh

ukuran caplak dan jumlah darah yang diisap. Waktu yang diperlukan pada tiaptiap

tahap mengisap darah, untuk tumbuh dan berganti stadium dipengaruhi oleh

temperatur. Waktu makan dan berkembang akan lebih cepat pada suhu yang lebih

hangat. Caplak terkenal sebagai longlived, dan dapat hidup selama tiga sampai

lima bulan di masing-masing stadium tanpa makanan. Tempat yang potensial

adalah pada garasi, sela-sela dan retakan di dinding kandang. Caplak meletakkan

telur di atas porose area (tempat khusus di belakang dari basis capituli), untuk

melindungi telur dari kondisi yang kering. Telur akan menetas mejadi larva.

Caplak betina akan mati setelah bertelur.

Gejala Klinis

Menurut Matzigkeit (1990) gejala klinis yang dapat dilihat pada pada anjing yang 

terinfeksi caplak Rhipicephalus sanguineusdiantaranya kerusakan mekanis pada

kulit inang (integumen), dermatosis (kerusakan kulit), peradangan (kemerahan

kulit), gatal, kebengkakan dan ulserasi akibat infeksi sekunder. Caplak melekat

pada inang dengan hipostom yang terbenam di dalam kulit, sehingga gigitan atau

bekas gigitan caplak akan mengiritasi dan dapat menyebabkan peradangan pada

kulit serta menimbulkan rasa gatal. Bila bagian yang gatal digaruk, digigit atau

dijilat, dapat menyebabkan kulit lecet, luka dan kadang-kadang bernanah akibat
12
infeksi sekunder oleh bakteri. Infestasi caplak dan iritasi kulit, merusak tubuh

yang dapat menurunkan keindahan rambut anjing.

Anemia hemolitik pada infestasi caplak merupakan anemia yang cukup parah.

Seekor R. sanguineus betina dapat menghisap 1 sampai 3 ml darah dalam

melengkapi siklus hidup selama berada  pada inang. Bila infestasi caplak dalam

jumlah banyak, maka akan membuat hewan yang dihinggapi dengan cepat

kehilangan banyak darah dan hewan akan lemah, dengan selaput lendir yang

sangat pucat. Caplak merupakan vektor (pembawa) protozoa Babesia sp. yang

merusak eritrosit hewan sehingga memperparah anemia. Kerusakan sistemik dapat

menimbulkan paralisis (kejang) akibat caplak (tick paralysis). Gejala yang dapat

diamati antara lain peningkatan suhu tubuh, kesulitan bernafas, jantung ang

berdetak cepat dan keras sebagai kompensasi memompa darah keseluruh tubuh

dan kadang-kadang kematian akibat paralisis pernafasan atau jantung (Matzigkeit

1990). Bila dibiarkan lama (kondisi kronis) maka hewan akan mengalami

kekurusan (kaheksia) akibat dari kurangnya suplai nutrisi ke seluruh tubuh

Pengendalian

Pengendalian caplak secara kimia yaitu dengan penggunaan akarisida. Cara

penggunaan akarisida yang dilaporkan efektif antara lain spraying (penyemprotan)

dengan fipronil, collar dengan amitraz, dan shampoo dengan permetrin, dan

deltametrin (Lord 2008). Akarisida yang juga biasa digunakan dalam

pengendalian caplak adalah pyriproxifen, deltametrin, ivermectin (Morsy dan

Haridy 2000).

13
14

Anda mungkin juga menyukai