PENDAHULUAN • Dipylidiasis adalah infeksi cacing pita umum pada anjing dan kucing yang disebabkan oleh Dipylidium caninum Linnaeus • Pertama kali ditemukan dipylidiasis pada manusia pada 1758. Dipylidiasis terdistribusi di seluruh dunia. • Manusia terinfeksi oleh tertelannya pinjal anjing atau kucing yang mengandung D. caninum cysticercoids (larva) EPIDEMIOLOGI • Dipylidiasis paling banyak terjadi pada anak-anak • Mereka paling sering terinfeksi karena tertelan pinjal anjing atau kucing • Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, terdistribusikan di setidaknya 24 negara (349 kasus); lebih dari 100 kasus di Italia, 86 kasus di AS, 81 kasus di Jepang, 30 kasus di Cina, 18 kasus di Chili, 6 kasus di Polandia, 5 kasus di India, 3 kasus di Meksiko, masing-masing 2 kasus di Brasil, Kanada, Sri Lanka, dan Uruguay, 1 kasus di Argentina, Australia, Bulgaria, Kuba, Jerman, Guatemala, Puerto Rico, Romania, Afrika Selatan, Spanyol, Turki, dan Inggris (w eb of Science database, and Chinese National Knowledge Infrastructure (accessed till July 17, 2016) • Lebih dari 2/3 dari kasus yang dilaporkan adalah anak-anak kecil. KASUS DIPYLIDIASIS • Kasus dipylidium caninum (Eucestoda: Diplidiidae) dilaporkan di Cina pada seorang anak laki-laki berusia 17 bulan. • Pada anak tersebut terindikasi terdapat cacing putih kecil dan aktif selama satu bulan dalam kotorannya, tetapi anak itu tidak menunjukkan gejala kecuali diare ringan. • Mereka menemukan ada 3 proglotoid cacing pita yang menyerupai biji mentimun dalam sampel tinja. • Keluarganya memiliki anjing peliharaan rumah tangga selama beberapa tahun, dan ia mungkin telah terinfeksi dengan menelan pinjal (Ctenocephalides felis, Ctenocephalides canis ) yang terinfeksi dari anjing peliharaannya (Jiang 2017). KASUS DIPYLIDIASIS • Dipylidiasis adalah serangan parasit zoonosis yang disebabkan oleh cacing pita anjing Dipylidium caninum. • Anak-anak kecil sebagian besar berisiko tertular infeksi karena hubungan dekat mereka dengan anjing dan kucing. • Naramsimham (2013) melaporkan kasus infeksi Dipylidium caninum yang jarang terjadi di India pada anak laki-laki berusia 4 tahun. • Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan tinja secara mikroskopis. • Konfirmasi segmen proglottid dilakukan dengan pemeriksaan histopatologis. KASUS DIPYLIDIASIS • Di Karimnagar India dilaporkan kasus infeksi Dipylidium caninum yang jarang terjadi pada seorang gadis berusia 9 tahun. • Keluhan yang terjadi adalah mual, muntah dan dan diare dan demam selama 3 hari serta nyeri perut. • Sampel tinja diperiksa dan ditemukan segmen putih berbentuk biji ketimun yang merupakan bagian dari cacing dewasa serta pada tinja ditemukan telur cacing dengan adanya cluster (diidentifikasi sama dengan yang ada di cacing dewasa) (Ramana et al. 2011). Siklus hidup D . caninum MORFOLOGI CACING • Cacing dewasa bersifat hermafrodit http://www.emedicine.com/med/topic573.htm
• panjang rata-rata 30cm (10-70cm) dan diameter 2-3mm.
• Parasit memiliki rostellum berbentuk kerucut dan dapat ditarik pada skoleks dengan rata-rata 4-6 baris kait, • Kait ini berfungsi dalam mengamankan cacing pita pada http://www.emedicine.com/med/topic573.htm
dinding usus halus.
• Selain itu, terdapat empat pengisap yang terletak pada scolex. • Memiliki proglotid yang khas (segmen cacing pita), yang www.emedicine.com
memiliki dua set organ reproduksi yang terletak di ujung
yang berlawanan. MORFOLOGI CACING Telur: Telur dilepaskan dari Larva cysticercoid berkembang proglottid gravid dalam jumlah 5- di dalam perut inang perantara 30 telur. Setiap proglottid gravid larva (pinjal anjing dan kucing). dapat berisi hingga 50 atau lebih Larva cysticercoid menjadi paket telur. Paket telur terbentuk infektif ketika inang perantara setelah reproduksi seksual saat menjadi dewasa dan tinggal di lapisan rahim merangkum telur. rongga tubuh pinjal. Preferensi D.caninum Pada Anjing Dan Kucing • Pada penelitian ini dikonfirmasi keberadaan dua genotipe yang berbeda pada cacing pita anjing yaitu genotip D.caninum anjing dan genotip D. caninum kucing • D. caninum di infeksi ke pinjal kucing (C. Felis) kemudian pinjal di infeksi pada anjing dan kucing • Infeksi campuran juga dilakukan untuk kedua genotip ini pada anjing dan kucingm • hasilnya menunjukkan, frekuendi genotip C.caninum anjing lebih tinggi pada anjing dengan periode prepaten lebih pendek dan umur lebih lama • hasilnya menunjukkan, frekuensi genotip C.caninum anjing lebih tinggi pada anjing dengan periode prepaten lebih pendek dan umur lebih lama (Beugnet 2018). Prevalensi Cacing pita pada Anjing • Prevalensi dari infeksi endoparasit diukur dari 20.991 anjing yang melakukan pemeriksaan tinja setelah presentasi ke Rumah Sakit Hewan Universitas Pennsylvania antara tahun 1984 dan 2007. • Pada periode 1984 hingga 1991prevalensi cacing pita (Dipylidium caninum) pada anjing yaitu 1,84% . Tetapi ditemukan secara signifikan lebih rendah pada periode 2000 hingga 2007 yaitu 0,29% • Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa pencegahan kutu memiliki efek kaskade pada prevalensi endoparasit pada populasi anjing yang dirawat dengan baik (Gates & Nolan 2014) SIKLUS HIDUP PINJAL • Holometabolous (telur, larva, pupa, dan dewasa). • Telur menetas menjadi larva (3-4 hari) dan memakan serasah organik di lingkungan. J • jumlah instar larva bervariasi di antara spesies. • Menjadi pupa dengan cara menutup diri dengan puing-puing dari lingkungan (pasir, kerikil, dll) (3-4 minggu) • dewasa akan mencari inang untuk menghisap darah. • Inang utama untuk Ctenocephalides felis (anjing) dan C. canis (kucing dan anjing) sedangkan Pulex irritans inang nya adalah manusia. Epidemiologi C. canis dan C.felis di eropa
• Spesies Ctenocephalides menginfeksi karnivora, edentate, lagomorphs, marsupial, primata,
tikus dan juga bisa ditemukan di sarang, lubang, jejak dan jejak inang mereka, serta di dalam ruangan, di mana mereka. Spesies inang Brasil dicatat untuk spesies Ctenocephalides termasuk tujuh pesanan dan 41 spesies mamalia, serta satu spesies burung yang diserang oleh C. felis felis (Tabel 2). Meskipun karnivora dapat dianggap benar atau primer host, infestasi pada karnivora dan tikus Brasil mewakili masing-masing 26,8% dan 43,9% dari temuan. Kutu kucing itu umumnya dikumpulkan pada opossum karena habitat yang bervariasi yang mereka gunakan (LINARDI, 2006). Sebaliknya, C. canis hanya terlihat di karnivora domestik. PULEX IRRITANS • Iritasi Pulex telah ditemukan di seluruh dunia kecuali Arktik. • Spesies ini kemungkinan berasal dari Amerika Tengah atau Selatan, tetapi tumbuh subur di daerah beriklim sedang. (Buckland dan Sadler, 1989) • P. iritans dewasa berwarna coklat kemerahan, dengan betinaberukuran 2,5 hingga 3,5 mm dan jantan berjenis 2 hingga 2,5 mm. Tubuh berbentuk pipih horizontal dan tidak memiliki sayap. Perut dan dada (hampir kontinu) jauh lebih besar dari kepala. Kepala itu sendiri sangat pendek dan memiliki sepasang antena kecil yang ditemukan di alur kecil di belakang ocelli. Antena masing-masing memiliki lima segmen. • P. iritans adalah telmophagus, sehingga bagian mulutnya khusus untuk menusuk dan mengisap. Tidak seperti kebanyakan spesies pinjal ini tidak memiliki anal ctenidia atau pronotal. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN VEKTOR mekanik atau fisik kimiawi • dengan membersihkan karpet, alas • menggunakan insektisida : Repelen kandang, daerah di dalam rumah seperti dietil toluamide (deet) atau yang biasa disinggahi tikus atau benzilbenzoat bisa melindungi orang dari hewan piaraan. gigitan pinjal. l, formulasi serbuk (dust) • menjaga sanitasi kandang dan dapat diaplikasikan pada lantai rumah dan lingkungan sekitar hewan piaraan, tempat jalan lari tikus. Insektisida fogs atau aerosol yang mengandung malation • member nutrisi yang bergizi tinggi 2% atau fenklorfos 2% kadang-kadang untuk meningkatkan daya tahan juga digunakan untuk fumigasi rumah hewan juga perlindungan dari kontak yang mengandung pinjal. hewan peliharaan dengan hewan liar atau tidak terawat lain di sekitarnya • bahan pengatur perkembangan serangga (IGR). DAFTAR PUSTAKA • Adam AA, Saeed OM, Ibrahim HM, Malik HYE, Ahmed ME. 2012. D. caninum infection in a 41 year old sudanese man in Nyala, Sudan: the first reported case in Sudan in 2006. Al Neelain Medical Journal 2:37–42 • Beugnet F, Labuschagne M, de Vos C, Crafford D, Fourie J. 2018. Analysis of Dipylidium caninum tapeworms from dogs and cats, or their respective fleas. Part 2. Distinct canine and feline host association with two different Dipylidium caninum genotypes. Parasite: 25(31). https://doi.org/10.1051/parasite/2018029. • Beugnet F, Labuschagneb M, Fourieb J, Guillotc J, Farkasd R, Cozmae V, Halosa L, Hellmannf K, Knausg M, Rehbeing S. 2014. Occurrence of Dipylidium caninum in fleas from client-owned cats and dogs in Europe using a new PCR detection assay. Veterinary Parasitology. 205: 300–306. dx.doi.org/10.1016/j.vetpar.2014.06.008. • CDC [Center for Disease Control and Prevention]. 2019. Dipylidium caninum. Diaskes dari https://www.cdc.gov/dpdx/dipylidium/index.html. Pada hari Senin tanggal 9 Oktober 2019. • Gates M, Nolan TJ. 2014. Declines in canine endoparasite prevalence associated with the introduction of commercial heartworm and flea preventatives from 1984 to 2007. Veterinary Parasitology 204 (2014) 265–268. http://dx.doi.org/10.1016/j.vetpar.2014.05.003. • Hadi UK. 2006. Pinjal. Dalam Sigit H.S dan Hadi U.K. Hama Permukiman Indonesia, Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Bogor (ID) : Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB. • Liang et al. 2017. A Human Case of Zoonotic Dog Tapeworm, Dipylidium caninum (Eucestoda: Dilepidiidae), in China. Korean J Parasitol Vol. 55, No. 1: 61-64, February 2017. doi. 10.3347/kjp.2017.55.1.61 • Narasimham MV, Panda P, Mohanty I, Sahu S, Padhi S, Dash M. 2013. Dipylidium caninum infection in a child: A rare case report. Indian J Med Microbiol. 31:82-4. DOI: 10.4103/0255-0857.108738 • Pedro ML, Santos JLC. 2012. Ctenocephalides felis felis vs. Ctenocephalides canis (Siphonaptera: Pulicidae): some issues in correctly identify these species. Rev. Bras. Parasitol. Vet. 21(4):345-354 Klik ikon untuk menambahkan gambar