Sejarah
Spesies ini ditemukan oleh Bilharz pada tahun 1851 dalam usus halus seorang anak
asli di Kairo. Grasee dan Rovell (1887, 1892), pertama kali memperkenal- peran daur
hidup yang tidak mempunyai hopes perantara.
Distribusi Geografik
Penyebarannya kosmopolit, lebih banyak didapat di daerah dengan iklim panas
daripada iklim dingin dan juga ditemukan di Indonesia.
Dari golongan Cestoda yang di- temukan pada manusia, cacing ini mem- punyai ukuran
terkecil. Panjangnya 25-40 mm dan lebarnya 1 mm. Ukuran strobila biasanya
berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam hospes, Skoleks berbentuk
bulat kecil, mempunyai 4 buah batil isap dan rostelum yang pendek dan berkait-kait
Bagian leher panjang dan halus. Strobila dimulai dengan proglotid imatur yang
sangat pendek dan sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan luas. Pada ujung
distal strobila membulat.
Telur keluar dari proglotid paling distal yang hancur. Bentuknya lonjong ukurannya
30-47 mikron, mempunyai lapisan yang jernih dan lapisan dalam yang mengelilingi
sebuah onkosfer dengan penebalan pada kedua kutub. Dari masing-masing kutub keluar
4- 8 filamen. Dalam onkosfer terdapat 3 pasang duri (kait) yang berbentuk lanset.
Cacing dewasa hidup dalam usus halus untuk beberapa minggu. Proglotid gravid
melepaskan diri dari badan, telurnya dapat ditemukan dalam tinja. Cacing ini tidak
memerlukan hospes perantara. Bila telur tertelan kembali oleh manusia atau tikus,
maka di rongga usus halus telur menetas, larva keluar dan masuk ke selaput lendir
usus halus dan membentuk larva sistiserkoid, kemudian keluar ke rongga usus dan
menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu atau lebih. Pada infeksi percobaan, berbagai
pinjal dan kutu beras dapat menularkan murine strain.
Orang dewasa kurang rentan diban dingkan dengan anak. Kadang-kadang telur ini
disebut autoinfeksi interna. Hal ini dapat menetas di rongga usus halus se belum
dilepaskan bersama tinja. Keadaan memberi kemungkinan terjadi infeksi berat sekali
yang disebut hiperinfeksi, sehingga cacing dewasa dapat mencapai 2000 ekor pada
seorang penderita.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja
Pengobatan
Obat yang efektif adalah prazikuantel dan niklosamid, tetapi saat ini oba obat
tersebut sulit didapat di Indonesi Obat yang efektif adalah amodiakuin Hiperinfeksi
sulit diobati, tidak semu cacing dapat dikeluarkan dan sistiserkoid masih ada di
mukosa usus.
Prognosis
Prognosis baik, tetapi diperlukan pengobatan yang lama.
Epidemiologi
H. nana tidak memerlukan hospes perantara. Infeksi kebanyakan terjadi secara
langsung dari tangan ke mulut. Hal ini sering terjadi pada anak-anak umur 15 tahun
ke bawah. Kontaminasi dengan tinja tikus perto mendapat perhatian.
Infeksi pada manusia selalu disebab kan oleh telur yang tertelan dari benda-benda
yang terkena tanah, dari tempat buang air atau langsung dari anus ke mulut.
Kebersihan perorangan terutama pada keluarga besar dan di perumahan panti asuhan
harus diutamakan.
2. Hymenolepis diminuta
Hospes
Tikus dan manusia merupakan hospes cacing ini.
Distribusi Geografik
Penyebaran cacing ini kosmopolit, juga ditemukan di Indonesia
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus. Hospes perantaranya adalah serangga
berupa pinjal dan kumbang tepung. Dalam pinjal, telur berubah menjadi larva sisti-
serkoid. Bila serangga dengan sistiser- koid tertelan oleh hospes definitif maka
larva menjadi cacing dewasa di rongga usus halus.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan me- nemukan telurnya dalam tinja. Sekali- sekali cacing
dapat keluar secara spontan setelah purgasi.
Pengobatan
Prazikuantel merupakan obat yang efektif.
Epidemiologi
Hospes definitif mendapat infeksi bila hospes perantara yang mengandung parasit
tertelan secara kebetulan.