Anda di halaman 1dari 72

PROTOZOLOGI

Rizophoda (Entamoeba colly) anisa

Rhizopoda adalah organisme uniseluler dari Kingdom Protista.


Dilansir dari Online Biology Notes, rhizopoda adalah organisme tingkat protoplasma di mana sel
tunggalnya melakukan semua aktivitas vital hingga sel tunggal bertindak sebagai seluruh tubuh.
Rhizopoda termasuk protista mirip hewan. Rhizopoda bergerak dan menangkap makanannya
dengan kaki semu (pseudopodia). Tubuh Rhizopoda bersel tunggal dan bentuk selnya dapat
berubah-ubah. Hewan dari filum ini hidup bebas di air tawar, air laut, atau tempat berlumpur.
Rhizopoda ada yang bersifat parasit pada manusia dan hewan.

Rhizopoda termasuk protista mirip hewan. Rhizopoda bergerak dan menangkap makanannya
dengan kaki semu. Tubuh Rhizopoda bersel tunggal dan bentuk selnya dapat berubah-ubah.
Hewan dari filum ini hidup bebas di air tawar, air laut, atau tempat berlumpur. Rhizopoda ada
yang bersifat parasit pada manusia dan hewanRhizopoda termasuk protista mirip hewan.
Rhizopoda bergerak dan menangkap makanannya dengan kaki semu. Tubuh Rhizopoda bersel
tunggal dan bentuk selnya dapat berubah-ubah. Hewan dari filum ini hidup bebas di air tawar, air
laut, atau tempat berlumpur. Rhizopoda ada yang bersifat parasit pada manusia dan hewan

ENTAMOEBA HISTOLYTICA

Entamoeba histolytica adalah sejenis parasit golongan protozoa usus, yang sering hidup
sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di jaringan usus besar manusia, namun
pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Kelainan yang
ditimbulkan bervariasi tergantung lokasi dan beratnya infeksi. Manifestasi klinis yang muncul
dapat berupa asimptomatik (carrier), amebiasis intestinal ringan-berat,
amebiasis ekstraintestinal (terutama di hati) dan amebiasis lain yang lebih jarang ditemukan
misalnya amebiasis kulit, paru, otak, dan organ lainnya. Penyakit ini ditularkan secara fekal
oral baik secara langsung (melalui tangan), maupun tidak langsung (melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi dengan tinja). Diagnosis amebiasis intestinal ditegakkan dengan
menemukan ameba baik stadium tropozoit atau kista dalam tinja penderita, sedangkan
untuk abses hati ameba diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan organisme dari
bahan aspirasi hati. Diagnosis dan pengobatan yang tepat, serta kepekaan ameba terhadap obat
yang diberikan sangat mempengaruhi prognosis penyakit ini. Pada umumnya prognosis
amebiasis tanpa komplikasi adalah baik, dan prognosis yang kurang baik biasanya terjadi
pada kasus abses otak ameba. Pencegahan penyakit amebiasis terutama ditujukan pada
peningkatan kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan (enviromental
sanitation). (JKS 2008; 1:39-46)
Sejarah dan fisik
Mayoritas infeksi E. histolytica tidak menunjukkan gejala; namun, hingga 10% orang yang
terinfeksi tanpa gejala dapat mengembangkan penyakit ini seiring berjalannya waktu. [8] E.
histolytica paling sering menyebabkan amoebiasis usus tetapi juga dapat mempengaruhi hati,
saluran pernapasan, jantung, dan otak.

Gastrointestinal: Gejala biasanya timbul secara bertahap, biasanya selama satu hingga tiga
minggu. Gejala umumnya meliputi diare, tinja berdarah, penurunan berat badan, dan sakit perut.
[2]

Hati: Pembentukan abses hati amuba adalah komplikasi ekstraintestinal yang paling umum. Hal
ini dapat dilihat dalam beberapa bulan hingga bertahun-tahun setelah seseorang terpapar ke
daerah endemik. Gejalanya berupa demam dan nyeri kuadran kanan atas. Temuan pemeriksaan
mungkin termasuk hepatomegali dengan nyeri tekan hati. Kurang dari 10 persen pasien
menderita penyakit kuning. Temuan laboratorium yang umum termasuk leukositosis tanpa
eosinofilia, peningkatan alkali fosfatase, transaminitis, dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit.

Saluran pernapasan: Keterlibatan pleuropulmoner merupakan komplikasi langka yang


menyebabkan atelektasis dan efusi pleura transudatif. Dalam kasus yang jarang terjadi, abses hati
amuba dapat pecah ke dalam rongga pleura sehingga menyebabkan empiema atau fistula
hepato-bronkial yang menyebabkan demam, batuk, dan gangguan pernapasan. [2]

Infeksi jantung: Infeksi jantung adalah komplikasi yang lebih jarang terjadi dibandingkan penyakit
pleuropulmoner dan terjadi dengan pecahnya abses hati ke dalam perikardium dan muncul
dengan gejala perikarditis atau tamponade jantung.

Infeksi otak: Abses otak amuba sangat jarang terjadi dengan gejala yang muncul tiba-tiba seperti
sakit kepala, muntah, dan perubahan status mental yang berkembang pesat hingga kematian. [2]

Protozoa Apatogen Entamoeba coli atila


Hospes

Hospes Entamoeba coli adalah manusia, monyet dan babi Distribusi Geografik Ameba ini
ditemukan kosmopolit. Di Indonesia frekuensinya antara 8-18%.

Morfologi dan Daur Hidup

Ameba ini hidup sebagai komensal di rongga usus besar. Dalam daur hidup- nya terdapat
stadium vegetatif dan stadium kista. Morfologinya mirip Entamoeba histolytica. Stadium
trofozoit 15-30 mikron, berbentuk lonjong atau bulat. Stadium ini mempunyai sebuah inti
entamoeba, dengan kariosom kasar dan biasanya letaknya eksentrik.2 Butir-butir kromatin
perifer juga kasar dan letaknya tidak merata. Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak bila
pseudopodium dibentuk. Pseudopodium lebar, dibentuk perlahan- lahan sehingga
pergerakannya lambat. Endoplasma bervakuol, mengandung bakteri dan sisa makanan tidak
mengan- dung sel darah merah. Stadium ini tidak dapat dibedakan dari bentuk minuta
Entamoeba histolytica. Cara berkembang biaknya dengan belah pasang. Stadium trofozoit
biasanya ditemukan dalam tinja lembek atau cair.2 Stadium kista bula atau lonjong berukuran
15-22 mikron
Dinding kista tebal berwarna hitam. Dalam tinja biasanya kista berinti 2 atau 8. Kista yang
berinti 2 mempunyai vakuol glikogen yang besar dan benda kromatoid yang halus. Biasanya
benda kromatoid dari kista Entamoeba coli tersebut ramping dengan ujung runcing. atau tidak
teratur jadi berbeda dengan benda kromatoid yang berbentuk cerutu atau lisong pada
Entamoeba histolytica. Kista matang yang berinti dan biasanya tidak lagi mengandung vakuol
glikogen dan benda kromatoid. Kista Entamoeba coli tidak mudah mati oleh kekeringan.
Resistensi terhadap kekeringan ini mungkin bertanggung jawab atas tingginya insiden infeksi.
Infeksi terjadi dengan menelan kista matang. 12

Patologi dan Gejala Klinik

Entamoeba coli tidak patogen, tetapi penting untuk dipelajari untuk mem- bedakan dengan
Entamoeba histolytica

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan me- nemukan stadium trofozoit atau stadium kista dalam tinja.

Iodamoeba Butschlii azhifa


Morfologi
Organisme Iodamoeba butschlii menunjukkan dirinya sebagai kista mononuclear atau berinti
sel tunggal. Keunikan dari morfologis organisme ini adalah vakuola dengan masa glikogen
(iodophylic body) yang besar dan tampak pada pewarnaan dengan lugol (Jawetz,
1998; Jawetz, 2004; Soedarto, 2016) Kista. Iodamoeba jauh lebih khas dari pada
stadium tropozoitnya. Kista mengandung satu inti dengan karyosom besar
dan kromamen periferal yang tidak mencolok. Ukuran kista bervariasi tetapi sebagian besar
berdiameter 5 sampai 20 µm dan juga mengandung vakuola glikogen dengan karakteristik
dan didefinisikan dengan baik, namun tidak ada batang kromatiodal yang dapat dilihat
dengan jelas (Jawetz, 1998; Jawetz, 2004; Safar, 2010; Soedarto, 2016). Vakuola glikogen
berukuran besar dengan warna cokelat kemerahan di dalam kista dengan adanya noda
yodium, nukleus tunggal tidak mudah terlihat, tidak dapat disentuh, dan
sebuah kariosom besar terletak secara eksentrik di nukleus. Seperti halnya protozoa usus
lainnya, infeksi terjadi melalui jalur fecal-oral. Tropozoit berukuran sedikit lebih besar dari
pada kista yaitu 10 sampai 20 µm dan struktur dalamnya serupa dengan kista kecuali
sitoplasma granularyang mengandung vakuola mantel. Selain itu, kotoran puing, bakteri, dan
ragi dapat terlihat di sitoplasma dengan karyosombesar yang bisa mengisi sebagian besar
ruang nuklir di dalam sitoplasma. Tidak ada kromatin perifer yang terlihat
serta motilitas yang tidak progresif dan lambat adalah karakteristik dari spesies ini. (Jawetz,
1998; Jawetz, 2004; Soedarto, 2016).
1.Tropozoit jarang ditemukan dalam tinja, memiliki ukuran 8 – 20 mikron,
2. Gerak aktif progresif pada feses segar dan lamban pada feses yang lama
3. Batas ektoplasma dan endoplasma tidak jelas
4. Endoplasma penuh granula
5.Tidak mengandung RBC
6.Vakuola makanan mengandung bakteri/yeast.
7.Nukleus:
a) Memiliki ukuran 2 - 3,5 µ,
b) Kariosom besar
c) Kariosom sentral/eksentrik
d) Kariosom dikelilingi globules yang refraktil
e) Benang akromatik dari sentral ke perifer

Gambar : Bagian-Bagian

Siklus hidup
Iodomoeba buctschlii umumnya dianggap nonpathogen dan berada di usus
besar host manusia. Makanan dan minuman yang terkontaminasi kista dewsa, masuk ke usus
halus dan trofozoit dilepaskan, yang bermigrasi ke usus besar. Trophozoites berkembang biak
dengan pembelahan dan menghasilkan kista. Kista biasanya ditemukan pada tinja yang
terbentuk, sedangkan trofozoit biasanya ditemukan di tinja diare. Karena perlindungan yang
diberikan oleh dinding sel kista, sehingga dapat bertahan beberapa hari sampai berminggu-
minggu di lingkungan luar. Trophozoites yang dilewati dalam tinja cepat hancur begitu
berada di luar tubuh, dan jika tertelan tidak akan bertahan dalam paparan lingkungan
lambung.

Habitat

Organisme Iodamoeba butschlii hidup di dalam usus besar manusia,


tepatnya Iodamoeba butschlii hidup sebagai komensal di rongga usus besar manusia terutama
di sekumdan makan flora yang terdapat dalam usus (Jawetz, 1998; Jawetz, 2004

Patologi dan Gejala Klinik

Umumnya tidak ditemukan adanya gejala khusus yang terkait dengan adanya organisme ini,
tetapi pada beberapa kasus dilaporkan menyebabkan abses ektopik seperti yang terjadi pada
Entamoeba histolytica
. Organisme juga ditemukan dengan pemeriksaan lain atau pemeriksaan lebih lanjut
(Schmidt and Roberts, 2005).

Penyebaran Penyakit

Penularan Iodamoeba butschlii


melalui rute fecal-oral, sama seperti sebagian besar amoeba di usus, yaitu dengan cara
menelan kista. Selain itu, dapat juga melalui hygine pribadi dan konsumsi makanan dan air
dari sumber yang tidak aman dan tidak terjaga kebersihannya akan memungkinkan terkena
infeksi dari
Iodamoeba butschili (Jawetz, 1998;Jawetz, 2004).

Protozologi
• Endolimax nana
-Hospes
Hospes definitif Endolimax nana ada- lah manusia dan tidak mempunyai hospes reservoar.

-Distribusi
Geografik Kosmopolit

-Morfologi dan Daur Hidup


Ameba ini hidup sebagai komensal di rongga usus besar manusia terutama dekat sekum dan
memakan bakteri.2 Dalam daur hidupnya terdapat stadium vegetatif dan stadium kista.
Stadium vegetatif (trofozoit) berukuran 6-15 mikron (umumnya <10 mikron). Mempunyai
inti endolimax, ektoplasma tampak dalam keadaan diam dan pseudopodium pendek.
Endoplasma mempunyai vakuola dan mengandung bakteri. Pergerakan parasit ini sangat
lambat. Stadium kista berukuran 5-14 mikron, sebesar sel darah merah. Dalam tinja kista
biasanya berinti 4.2 Intinya kecil dan mengandung kariosom yang besar yang letaknya sentris
atau eksentris. Kro- matin letaknya di bagian tepi, mempunyai membran tipis dan terdapat
vakuola glikogen yang besar dengan vakuola makanan yang mengandung bakteri, sel- sel
tanaman dan debris.² Endolimax nana penting dipelajari untuk membedakan dari parasit yang
patogen misalnya E histolytica. Parasit apatogen ini biasanya bersama parasit lainnya yang
patogen. Endolimax nana dapat dibedakan dengan E. histolytica dan E. coli berdasarkan
ukurannya yang lebih kecil. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.

(Bentuk trofozoit) (Bentuk kista)

-Siklus hidup

Kista tertelan - Manusia - Trofozoit - Telur keluar bersama tinja - Kista

-Patologi dan Gejala Klinis

Endolimax nana diketahui bersifat komensal (non patogen), tetapi parasit ini penting
diketahui untuk membedakan dengan E. histolytica yang bersifat patogen.

-Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukkan pe- nyebaran Endolimax nana cukup tersebar di dunia,
seperti di wilayah Turki selatan s yang merupakan wilayah endemik Ame- biasis, ditemukan
sekitar 9 (2,3%) dari 380 pasien yang diperiksa. Pengamatan dari masyarakat di wilayah
Thailand barat E. nana ditemukan 10% dari 398 pasien. Di Chicago hasil penelitian pada
kaum homoseksual yang menderita diare, prevalensi E. nana ditemukan paling banyak yaitu
106 (39%) dari 372 sampel tinja dare bersama sama dengan parasit patogen lainnya seperti E.
histolytica dan Giardia

HELMINOTOLOGI fella

Trematoda hati

•Clonorchis sinensis
1. Sejarah
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connell tahun 1874 di saluran empedu pada
seorang Cina di Kalkuta.

2. Hospes dan Nama Penyakit


Manusia, kucing, anjing, beruang kutub dan babi merupakan hospes parasit ini. Penyakit yang
disebabkannya disebut klonorkiasis.

3. Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Cina, Jepang, Koreadan Vietnam. Penyakit yang ditemukan di
Indonesia bukan infeksi autokton

4. Morfologi dan daur hidup


Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran pankreas.
Ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, menyerupai daun.
Telur ber- ukuran kira-kira 30 x 16 mikron, bentuk- nya seperti bola lampu pijar dan berisi
mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu.

Telur dikeluarkan dengan tinja. Telur menetas bila dimakan keong air (Bulinus,
Semisulcospira). Dalam keong air, mirasi- dium berkembang menjadi sporokista, redia lalu
serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari hospes perantara 11, yaitu ikan (Famili
Cyprinidae). Setelah menembus tubuh ikan, serkaria me- lepaskan ekornya dan membentuk
kista Idi dalam kulit di bawah sisik. Kista ini disebut metaserkaria.

Perkembangan larva dalam keong air sebagai berikut:


M-S-R- SK

Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang di- masak kurang
matang. Ekskistasi terjadi di duodenum. Kemudian larva masuk ke duktus koledokus, lalu
menuju ke saluran empedu yang lebih kecil dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan.
Seluruh daur hidup berlangsung selama tiga bulan.

Telur keluar bersama tinja → telur dimakan hospes perantara 1 (keong air) → menetas
menjadi mirasidium → berkembang menjadi sporokista → redia → cercaria → keluar dari
hospes perantara 1 → cercaria berenang bebas di air → masuk ke hospes perantara 2
(ikan) → menjadi metaserkaria di dalam hospes perantara 2 → ikan dimakan manusia →
ekskistasi dalam duodenum → larva masuk ductus choledochus → masuk saluran empedu
dan menjadi dewasa.

5. Patologi dan Gejala Klinis


Sejak larva masuk di saluran empedul sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan
iritasi saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan
jaringan hati berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati
disertai asites. dan edema.
Luasnya organ yang mengalami ke- rusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat
di saluran empedu dan iamanya infeksi.
Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium. Pada stadium ringan tidak di- temukan gejala.
Stadium progresif ditandai dengan menurunnya napsu makan, perut rasa penuh, diare, edema
dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri
atas pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosis hepatis. Kadang-kadang dapat
menimbulkan keganasan dalam hati.

6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan me- nemukan telur yang terbentuk khas dalam tinja atau dalam
cairan duodenum.

7. Pengobatan
Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel.

8. Epidemiologi
Kebiasaan makan ikan yang diolah kurang matang merupakan faktor penting dalam
penyebaran penyakit. Selain itu cara pemeliharaan ikan dan cara pem- buangan tinja di kolam
ikan penting dalam penyebaran penyakit.
Kegiatan pemberantasan lebih ditunjukan untuk mencegah infeksi pada manusia Misalnya
penyuluhan kesehatan agar orang makan ikan yang sudah dimasak dengan baik serta
pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai.bang nala
•Opistorchis felineus

1. Hospes dan Nama Penyakit Kucing, anjing dan manusia merupa. kan hospes penyakit ini.
Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut opistorkiasis

2. Penyebaran Geografik
Parasit ini ditemukan di Eropa Tengah, Selatan dan Timur, Asia, Vietnam dan India.

3. Morfologi dan Daur Hidup


Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu dan saluran pankreas. Cacing dewasa berukuran
7-12 mm, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut. Bentuknya seperti lanset, pipih
dorso- ventral. Telur Opistorchis mirip telur C.sinensis, hanya bentuknya lebih langsing.
Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria dan di- masak kurang
matang

Telur berembrio keluar bersama tinja → tertelan hospes perantara 1 (keong air) → menetas
menjadi mirasidium → berkembang menjadi sporokista → redia → cercaria → keluar dari
hospes perantara 1 → berenang bebas di air → melekatkan diri pada sisik atau masuk ke
dalam kulit hospes perantara 2 (ikan) → menjadi metaserkaria → ikan dimakan manusia →
ekskistasi dalam duodenum hospes definitif → kemudian masuk saluran empedu dan hati →
menjadi dewasa dalam waktu 3 – 4 minggu. Umur cacing dewasa bisa sampai 2 tahun.

4. Patologi dan Gejala Klinis


Kelainan yang ditimbulkan cacing in sama dengan yang ditimbulkan Csinensis

5. Morfologi Opisthorchis felineus

Ciri-ciri cacing dewasa :


● Cacing berbentuk seperti lancet
● Ukuran : panjang 7 – 12 mm dan lebar 2 – 3 mm
● Ujung anterior meruncing, sedangkan posteriornya membulat
● Berwarna kuning kemerahan, cuticula licin Batil isap mulut sama besar dengan
● batil isap perut (diameter 0,025 mm) yang terletak pada seperempat anterior tubuhnya.
● Testis 2 buah berlekuk dan tersusun miring
● Ovarium kecil terletak didepan vesica urinair pada batas sepertiga bagian posterior
● Kelenjer vitelaria meluas di bagian tengah lateral terbentang garis-garis halus

Ciri-ciri telur :
● Ukuran : panjang ± 30 μm dan lebar ± 20 μm
● Dinding luar lebih jelas
● Telur mengalami embrionisasi berwarna kuning kecoklatan

•Opistorchis viverrini
Daerah endemi ditemukan di Muangthai.
Morfologi dan daur hidup cacing ini mirip Opistorchis felineus. Infeksi terjadi dengan makan
ikan mentah yang mengandung metaserkaria.
Di daerah Muangthai timur laut di- temukan banyak penderita kolangio- karsinoma dan
hepatoma pada penderita opistorkiasis. Hal ini diduga karena ada peradangan kronik saluran
empedu. Selain itu berhubungan juga dengan cara pengawetan ikan yang menjadi hospes
perantara O.viverrini,

•Fasciola hepatica
1. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes cacing ini adalah kambing dan sapi. Kadang-kadang parasit ini dapat ditemukan
pada manusia. Penyakit yang ditimbulkan disebut fasioliasis

2. Penyebaran Geografik
Di Amerika Latin, Perancis dan negara- negara sekitar Laut Tengah banyak di- temukan
kasus fasioliasis pada manusia.

3. Morfologi dan Daur Hidup


Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya +30 x 13 mm. Bagian
anterior berbentuk seperti kerucut dan pada puncak kerucut terdapat batil isap mulut yang
besarnya + 1 mm, sedang- kan pada bagian dasar kerucut terdapatbatil isap perut yang
besarnya ± 1,6 mm. Saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum.
Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang.
Telur cacing ini berukuran 140 x 90 mikron, dikeluarkan melalui saluran empedu ke dalam
tinja dalam keadaan belum matang Telur menjadi matang dalam air setelah 9-15 hari dan
berisi mirasidium. Telur kemudian menetas dan mirasidium keluar mencari keong air
(Lymnaea spp). Dalam keong air terjadi perkembangan:
M→S RI→ R2 → SK
Serkaria keluar dari keong air dan berenang mencari hospes perantara II, yaitu tumbuh-
tumbuhan air dan pada per- mukaan tumbuhan air membentuk kista berisi metaserkaria. Bila
ditelan, metaser- karia menetas dalam usus halus binatang yang memakan tumbuhan air
tersebut, menembus dinding usus dan bermigrasi dalam ruang peritoneum hingga menembus
hati. Larva masuk ke saluran empedu dan menjadi dewasa. Baik larva maupun cacing dewasa
hidup dari jaringan parenkim hati dan lapisan sel epitel saluran empedu.
Infeksi terjadi dengan makan tum- buhan air yang mengandung metaserkaria

4. Patologi dan Gejala Klinis


Migrasi cacing dewasa muda ke saluran empedu menimbulkan kerusakan parenkim hati.
Selama migrasi (fase akut) dapat tidak bergejala atau menimbulkan gejala seperti demam,
nyeri pada bagian kanan atas abdomen, hepatomegali, malaise, urtikaria, eosinofilia. Saluran
empedu mengalami peradangan, penebalan dan sumbatan, sehingga menimbulkan sirosis
periportal. Sekresi prolin oleh cacing dewasa diduga menjadi penyebab penebalan dinding
saluran empedu.12 Migrasi cacing dewasa muda dapat terjadi di luar hati (ektopik) seperti
pada mata, kulit, paru, otak. Gejala yang timbul bergantung pada organ tempat migrasi larva.
Di daerah Timur Tengah terdapat kebiasaan memakan hati kambing atau domba mentah
yang dapat menimbulkan penyakit "Halzoun", yaitu faringitis dan edema laring karena
penempelan cacing dewasa pada mukosa faring posterior. kasa penuh,

5.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan me- nemukan telur dalam tinja, cairan duo- denum atau cairan
empedu. Reaksi sero- logi (ELISA) sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.
Imunodiagnosis yang lebih sensitif dan spesies-spesifik telah dikembangkan untuk
mendeteksi antigen ekskretori-sekretori yang dikeluarkan parasit.2 Ultrasonografi digunakan
untuk menegakkan diagnosis fasioliasis bilier.

6.Pengobatan
Albendazol dan praziquantel me- rupakan obat pilihan.

CHILIATA Gina

Balantidium Coli

Hospes dan Nama Penyakit

Hospes parasit ini adalah babi, tikusdan beberapa spesies kera yang hidup didaerah
tropik.Parasit ini kadang-kadangditemukan pada manusia dan dapat menye-babkan
balantidosis atau disentri balan-tidium.

Distribusi Geografik

Parasit ini ditemukan di seluruh duniayang beriklim subtropik dan tropik, tetapifrekuensinya
rendah,juga di Indonesia.Parasit ini jarang ditemukan pada manusia.

Morfologi dan Daur Hidup


Balantidium coli adalah protozoayang terbesar pada manusia. Parasit inihidup di selaput
lendir usus besar terutamadi daerah sekum dan mempunyai duastadium yaitu stadium
vegetatif dan stadiumkista. Stadium vegetatif lonjong,besar-nya 60-70 mikron. Pada bagian
anterioryang agak menyempit,terdapat sitostomyang berfungsi sebagai mulut. Bagianposterior
bentuknya agak melebar,padadaerah ini ditemukan sitopig (cytopyge)yang berfungsi untuk
mengeluarkan zat
yang tidak diperlukan lagi. Pada seluruhpermukaan badan terdapat bulu getar(silium) yang
tersusun dalam baris-barislongitudinal.Pada sitostom terdapat bulugetar yang agak panjang.
Fungsi bulugetar adalah untuk bergerak dan mengambilmakanan.Di sitoplasma terdapat dua
buahinti yang khas yaitu satu makronukleusbesar yang berbentuk seperti ginjal dansatu
mikronukleus kecil yang bulat.Selain inti ditemukan juga 1-2 buah vakuolkontraktil dan
banyak vakuol makanan.Stadium vegetatifjuga merupakan stadiumyang berfungsi untuk
berkembangbiakdengan cara belah pasang transversal.Mula-mula mikronukleus yang
membelah,diikuti oleh makronukleus dan sitoplasmasehingga menjadi dua organisme
baru.Kadang-kadang tampak pertukaran kro-matin(konjugasi).Trofozoit akan
langsungmembentuk kista (enkistasi) di dalamlumen usus atau segera setelah keluarbersama
tinja.Kista,berukuran kira-kira60 mikron, lonjong dan berdinding tebal.Kista hanya
mempunyai makronukleus.Kista yang hidup, mempunyai bulu getaryang masih bergerak.
Kista tidak untuk ber-kembangbiak: fungsinya hanya untuk ber-tahan.Kista dalam tinja dapat
bertahan 1-2hari pada suhu kamar. Kista merupakanbentuk infektif. Bila kista tertelan,terjadi
ekskistasi di usus halus. Dari satu kista keluar satu stadium vegetatif yang segera
berkembangbiak dan membentuk koloni di selaput lendir usus besar. Stadium kista dan
stadium vegetatif keluar bersama tinja hospes. Infeksi terjadi bila kista tertelan

Patologi dan Gejala Klinis

Penyakit yang ditimbulkan oleh parasit ini hampir sama dengan penyakit yang ditimbulkan
oleh Entamoeba histolytica. Penderita yang imunokompeten biasanya tidak memberikan
gejala (asimtomatik) namun pada penderita dengan imuno- kompromais dapat menjadi berat
bahkandapat menimbulkan kematian. B. coli meng-hasilkan enzim hialuronidase yang memu-
dahkan parasit untuk menginvasi mukosausus. Infeksi ringan berlangsung tanpagejala, bila
parasit hidup di rongga ususbesar. Di selaput lendir usus besar, stadiumvegetatif membentuk
abses kecil yangkemudian pecah, menjadi ulkus yangmenggaung.Penyakit dapat
berlangsungakut dengan ulkus yang merata pada selaputlendir usus besar. Pada kasus berat,
ulkusdapat menjadi gangren yang berakibatfatal. Biasanya disertai dengan
sindromdisentri.Penyakit dapat menjadi menahundengan diare yang diselingi konstipasi,sakit
perut, tidak nafsu makan, muntah dankakeksia (cachexia).
B.coli kadang-kadang dapat menimbul-kan infeksi ekstraintestinal, misalnya peri-tonitis,
uretritis. Pada tahun 1983 dilapor-kan 1 kasus di Italia dengan B.coli dalamsediaan apus
sekret servikovaginal, pasienini setiap hari kontak dengan babi. DariSpanyol dilaporkan 2
kasus dengan diarekarena B.coli,sedangkan dari Venezueladilaporkan 1 kasus yang fatal dan
parasitditemukan dalam usus dan paru. Di EkuadorB.coli ditemukan sebagai penyebab
sindromdisentri dan abses hepar.
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemu-kan trofozoit dalam tinja encer atau kistadalam tinja,atau
trofozoit ditemukan melaluisigmoidoskopi. Bila diperlukan dapat dilaku-kan colonoscopy.
Pada penderita dengankomplikasi paru dapat dilakukan broncho-alveolar lavage (BAL):

Pengobatan
Obat pilihan untuk balantidiasis ada-lah tetrasiklin 4x 500 mgr/hari selama 10hari. Obat lain
adalah metronidazol 3 x750 mgr/hari. Evaluasi hasil pengobatandilakukan sampai 1 bulan
setelah peng-obatan.Pengobatan pada hewan denganmetronidazol atau albendazol.

Prognosis
Penderita dengan infeksi ringan danmenahun dapat sembuh dengan peng-obatan.Pada
penderita yang lemah, infeksiB.coli dapat menjadi fatal.

Epidemiologi
Parasit ini banyak ditemukan padababi yang dipelihara(60-90%).Penularanantara babi mudah
terjadi, sekali-sekalidapat menular pada manusia (zoonosis).Penularan pada manusia terjadi
dari tanganke mulut atau melalui makanan yang ter-kontaminasi, misalnya pada orang
yangmemelihara babi dan yang membersihkankandang babi. Bila tangan orang terkon-
taminasi dengan tinja babi yang mengandungkista dan kista tertelan,maka terjadilahinfeksi.
Kista tidak mati dengan klorinasiair minum. Kebersihan perorangan dansanitasi lingkungan
dapat mempengaruhipenularan.

MATERI HELMI NOTOLOGI

Trematoda Paru Paragonimus westermani

Hospes dan Nama Penyakit

Manusia dan binatang yang memakan ketam/udang batu, seperti kucing,


musang,anjing,harimau,serigala dan lain lain merupakan hospos cacing ini.

Penyebaran Geografik
Cacing ini ditemukan di RRC, Taiwan, Korea, Jepang, Filipina, Vietnam, Thailand, India,
Malaysia, Afrika dan Amerika Latin. Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang,
sedangkan pada manusia hanya sebagai kasus impor saja.

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong menye- rupai biji kopi,
dengan ukuran 8-12 x 4-6 mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut hampir sama besar
dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak ber- dampingan antara batil isap perut dan
ekor. Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong ber- ukuran 80-
118 mikron x 40-60 mikron dengan operkulum agak tertekan ke dalam. Telur keluar bersama
tinja atau sputum, dan berisi sel telur.

Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 16 hari, lalu menetas. Mirasidium mencari
keong air dan dalam keong air terjadi perkembangan :

M -SR1- R2 -SK

Serkaria keluar dari keong air, be- renang mencari hospes perantara II, yaitu ketam atau
udang batu, lalu membentuk metaserkaria di dalam tubuhnya.

Infeksi terjadi dengan makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.

Dalam hospes definitif, metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum.


Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, me-
nembus diafragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga
cacing dewasa ter- bungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor di dalamnya.ab o sbrigod
one slill good

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemu- kan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-
kadang telur juga ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk
menegakkan diagnosis.

Pengobatan
Prazikuantel dan bitionol merupakan obat pilihan.

Epidemiologi

Penyakit ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan ketam yang tidak di- masak dengan
baik. Penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan cara masak ketam dan pemakaian
jamban yang tidak mencemari air sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi
paragonimiasis.

Ciliata indah

● Balantidium Coli

a. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes parasit ini adalah babi, tikus dan beberapa spesies kera yang hidup di daerah
tropik. Parasit ini kadang-kadang ditemukan pada manusia dan dapat menye- babkan
balantidosis atau disentri balan- tidium.

b. Distribusi Geografik
Parasit ini ditemukan di seluruh dunia yang beriklim subtropik dan tropik, tetapi
frekuensinya rendah, juga di Indonesia. Parasit ini jarang ditemukan pada manusia.

c. Morfologi dan Daur Hidup


Balantidium coli adalah protozoa yang terbesar pada manusia. Parasit ini hidup di
selaput lendir usus besar terutama di sekum dan mempunyai dua stadium yaitu stadium
vegetatif dan stadium kista. Stadium vegetatif lonjong, besar- nya 60-70 mikron. Pada bagian
anterior yang agak menyempit, terdapat sitostom yang berfungsi sebagai mulut. Bagian
posterior bentuknya agak pada daerah ini ditemukan sitopig (cytopyge) yang berfungsi untuk
mengeluarkan zat yang tidak diperlukan lagi. Pada seluruh permukaan badan terdapat bulu
getar (silium) yang tersusun dalam baris-baris longitudinal. Pada sitostom terdapat bulu getar
yang agak panjang. Fungsi bulu getar adalah untuk bergerak dan mengambil makanan. Di
sitoplasma terdapat dua buah inti yang khas yaitu satu makronukleus besar yang berbentuk
seperti ginjal dan satu mikronukleus kecil yang bulat. Selain inti ditemukan juga 1-2 buah
vakuol kontraktil dan banyak vakuol makanan. Stadium vegetatif juga merupakan stadium
yang berfungsi untuk berkembangbiak dengan cara belah pasang transversal. Mula-mula
mikronukleus yang membelah, diikuti oleh makronukleus dan sitoplasma sehingga menjadi
dua organisme baru Kadang-kadang tampak pertukaran kro matin (konjugasi). Trofozoit akan
langsung membentuk kista (enkistasi) di dalam lumen usus atau segera setelah keluar bersama
tinja. Kista, berukuran kira-kir 60 mikron, lonjong dan berdinding tebal Kista hanya
mempunyai makronukleus Kista yang hidup, mempunyai bulu get yang masih bergerak. Kista
tidak untuk ber kembangbiak: fungsinya hanya untuk ber tahan. Kista dalam tinja dapat
bertahan 12 hari pada suhu kamar. Kista merupakan bentuk infektif. Bila kista tertelan, terjadi
ekskistasi di usus halus. Dari satu kista keluar satu stadium vegetatif yang segera
berkembangbiak dan membentuk koloni di selaput lendir usus besar. Stadium kista dan
stadium vegetatif keluar bersama tinja hospes. Infeksi terjadi bila kista tertelan.
d. Patologi dan Gejala Klinis
Penyakit yang ditimbulkan oleh parasit ini hampir sama dengan penyakit yang
ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica. Penderita yang imunokompeten biasanya tidak
memberikan gejala (asimtomatik) namun pada penderita dengan imunokompromais dapat
menjadi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. B. coli meng- hasilkan enzim
hialuronidase yang memu- dahkan parasit untuk menginvasi mukosa usus. Infeksi ringan
berlangsung tanpa gejala, bila parasit hidup di rongga usus besar. Di selaput lendir usus besar,
stadium vegetatif membentuk abses kecil yang kemudian pecah, menjadi ulkus yang
menggaung. Penyakit dapat berlangsung akut dengan ulkus yang merata pada selaput lendir
usus besar. Pada kasus berat, ulkus dapat menjadi gangren yang berakibat fatal. Biasanya
disertai dengan sindrom disentri. Penyakit dapat menjadi menahun dengan diare yang
diselingi konstipasi, sakit perut, tidak nafsu makan, muntah dan kakeksia (cachexia). B.coli
kadang-kadang dapat menimbulkan infeksi ekstraintestinal, misalnya peri- tonitis, uretritis.
Pada tahun 1983 dilapor- kan 1 kasus di Italia dengan B.coli dalam sediaan apus sekret
servikovaginal, pasien ini setiap hari kontak dengan babi. Dari Spanyol dilaporkan 2 kasus
dengan diare ke karena B.coli, sedangkan dari Venezuela dilaporkan 1 kasus yang fatal dan
parasit ditemukan dalam usus dan paru. Di Ekuador B.coli ditemukan sebagai penyebab
sindrom dan abses hepar.
e. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan trofozoit dalam tinja encer atau kista dalam tinja,
atau trofozoit ditemukan melalui sigmoidoskopi. Bila diperlukan dapat dilakukan
colonoscopy. Pada penderita dengan komplikasi paru dapat dilakukan bronchoalveolar lavage
(BAL):
f. Pengobatan
Obat pilihan untuk balantidiasis ada- lah tetrasiklin 4 x 500 mgr/hari selama 10 hari.
Obat lain adalah metronidazol 3 x 750 mgr/hari. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan sampai
1 bulan setelah peng- obatan. Pengobatan pada hewan dengan metronidazol atau albendazol.
g. Prognosis
Penderita dengan infeksi ringan dan menahun dapat sembuh dengan peng- obatan. Pada
penderita yang lemah, infeksi B.coli dapat menjadi fatal.
h. Epidemiologi
Parasit ini banyak ditemukan pada babi yang dipelihara (60-90%). Penularan antara babi
mudah terjadi, sekali-sekali dapat menular pada manusia (zoonosis). Penularan pada manusia
terjadi dari tangan mulut atau melalui makanan yang ter kontaminasi, misalnya pada orang
yang memelihara babi dan yang membersihkun kandang babi. Bila tangan orang terkon
taminasi dengan tinja babi yang mengandung kista dan kista tertelan, maka terjadilah infeksi.
Kista tidak mati dengan klorinası air minum. Kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan
dapat mempengaruhi penularan.

Mastigophora melviana
Protozoa yang termasuk dalam kelas Mastigophora mempunyai flagel sebagai alat
untuk bergeraknya. Berdasarkan tempat hidupnya, terdapat 4 kelompok flagelata, yaitu
hemoflagelata, flagelata usus, flagelata mulut, dan flagelata genital. Hemoflagelata
adalah jenis flagelata yang hidup di sistem peredaran darah dan jaringan.
Selain berfungsi sebagai alat gerak, flagel juga dapat digunakan untuk mengetahui
keadaan lingkungannya atau dapat juga digunakan sebagai alat indera karena
mengandung sel-sel reseptor di permukaan flagel dan alat bantu untuk menangkap
makanan.
Beberapa organel flagelata menyerupai struktur amuba, namun dengan tambahan
struktur lain yang unik. Flagelata memiliki 1 inti atau lebih dari 1 inti dan alat
pergerakan (alat neuromotor) yang terdiri dari kinetoplas dan flagel. Kinetoplas terdiri
dari blefaroplas, kadang-kadang ada benda parabasal. Aksonema merupakan bagian
flagel yang terdapat di dalam badan parasit. Kadang-kadang ada struktur yang nampak
sebagai satu garis mulai dari anterior sampai ke posterior yang disebut aksostil. Di
samping badan parasit terdapat membran bergelombang dan kosta yang merupakan
dasarnya. Beberapa spesies flagelata mempunyai sitostoma.
Berdasarkan struktur morfologinya, Flagellata dibedakan menjadi dua kelompok
besar, yaitu Fitoflagellata dan Zooflagellata. Fitoflagellata merupakan kelompok
flagellata yang memiliki ciri seperti tumbuhan, sedangkan Zooflagellata merupakan
kelompok flagellata yang memiliki ciri seperti hewan.
Anggota golongan hemoflagellata adalah Typhonosoma dan Leishmania, sedangkan untuk
flagellata usus
adalah Chilomastix mesnili, Trichomonas hominis, Enteromonas hominis, Embadomonas inte
stinalis dan Giardia lamblia.Anggota flagellata genital adalah Trichomonasvaginalis dan
anggota flagellata mulut adalah Trichomonas tenax.
Pada umumnya, flagellata mempunyai dua bentuk, yaitu berbentuk trofozoit dan
bentuk kista, kecuali Trichomonas yang hanya mempunyai bentuk trofozoit. Trofozoit
adalah bentuk atay stadium protozoa yang aktif bergerak dan bersifat invasif, dapat
tumbuh dan berkembang biar, aktif mencari makanan dan mampu memasuki organ
dan jaringan . Karena selalu bergerak menggunakan pseudopodia, maka bentuk
tropozoit tidaklah tetap. Pseudopodia adalah alat pergerakan pada Rhizopoda.
Setiap spesies flagellata mempunyai inti yang khas bentuknya. Proses reproduksi
flagellata berlangsung dengan cara membelah diri (binari fision). Stadium infektif
flagellata yang dapat ditularkan adalah bentuk kista. Daur hidup lengkap flagellata
hanya membutuhkan satu jenis tuan rumah(single host). Pada kelompok flagellata usus
dan genital hanya Giardia lamblia dan Trichomonas vaginalis yang dapat
menyebabkan penyaki pada manusia.
Di dalam usus manusia terdapat beberapa spesies flagelata tidak patogen yang harus
dapat dibedakan morfologinya dari flagellata patogen.Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi salah menetapkan diagnosis sehingga pengobatan dan pencegahan flagellata
patogen dapat dilaksanakan dengan tepat. Flagellata yang tidak patogen tersebut
adalah Enteromonas hominis, Embadomonas intestinalis, dan Chilomastix mesnili yang
hidup di dalam usus manusia.

A. MASTIGOPHORA SECARA UMUM


Mastigophora atau flagellata adalah protozoa yang mempunyai flagel (cambuk)
terdiri dari 2 golongan :
a. Flagelata traktus digestivus yang hidup dirongga usus ( Chilomastix mesnili, Trichomonas
hominis, Enteromonas hominis, Embadomonas intestinalis dan Giardia lamblia), dirongga
mulut (Trichomonas tenax) dan flagelata traktus urogenital yang hidup di vagina, uretra
dan prostat (Trichomonas vaginalis).
b. Hemoflagelata, adalah Flagelata darah dan jaringan yang hidup dalam darah dan dijaringan
tubuh. Contohnya Typanosoma danLeishmania .
Flagelata pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk trofozoit dan bentuk
kista, kecuali Trichomonas yang hanya mempunyai bentuk trofozoit. Flagelata
mempunyai satu inti atau lebih dari satu inti dan alat pergerakan (alat neuromotor) yang
terdiri dari kinetoplas dan flagel. Kinetoplas terdiri dari blefaroplas ,kadang-kadang
ada benda parabasal.Aksonema merupakan bagian flagel yang terdapat didalam
badan parasit. Kadang-kadang ada struktur yang tampak sebagai satu garis mulaidari
anterior sampai ke posterior disebutaksotil. Disamping badan parasit
terdapatmembrane bergelombang dan kosta merupakan dasarnya. Beberapa spesies
flagelata mempunyai sitostoma. Proses reproduksi flagelata berlangsung
dengan cara membelah diri (binary fission). Stadium infeketif flagelata yang dapat
ditularkan adalah bentuk kista. Daur hidup lengkap flagelata hanya membutuhkan satu
jenis tuan rumah (single host). Pada kelompok flagelata usus dan genital
hanya Giardia
4

15

lamblia dan Trichomonas vaginalis yang dapat menyebabkan penyakit pada


manusia.
B. Giardia lamblia (lamblia intestinalis)
a. Sejarah.
Parasit ini ditemukan oleh Antoni Van Leewenhoek (1681), sebagai
mikroorganisme yang bergerak-gerak didalam tinjanya. Tetapi flagelata ini pertama
kali dikenal dan dibahas oleh Lambl (1859), yang memberinya nama“intestinalis”.
Kemudian Stiles (1915) memberikan nama baru, Giardia lamblia, untuk
menghormati Prof.A.Giard dari Paris dan Doktor F.Lambl dari Prague.
b. Hospes dan nama penyakit
Manusia adalah hospes alamiah G.lamblia.Spesies Giardia dengan morfologi
yang samaditemukan pada berbagai hewan. Penyakit yang disebabkan parasite ini
disebut giardiasis.
c. Distribusi geografik
Giardia lamblia adalah parasite yang tersebar kosmopolit dan lebih sering
ditemukan didaerah beriklim panas daripada didaerah beriklim dingin. Parasite ini
juga ditemukan di Indonesia.
d. Morfologi
Parasit ini mempunyai bentuk trofozoit dan bentuk kista.
Bentuk Trofozoit
a) Berbentuk bilateral simetris seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat
dan bagian posteriornya meruncing.
b) Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih disebelah vental.
c) Terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menepati setengah bagian
anterior badan parasite.
d) Berukuran 12-15 mikron.
e) Mempunyai sepasang inti yang letaknya dibagian anterior bentuknya ovak dengan kariosom
ditengah.
f) Butir-butir kromatin yang tersebar diplasma inti.
g) Trofozoit mempunyai 4 pasang flagel yang berasal dari 4 pasang blefaroplas.
h) Sepasang aksonema yang agak tebal disebut aksotil.
i) Dua batang yang agak tegak melengkung dianggap sebagai benda parabasal.
Bentuk Kista
a) Berbentuk oval
b) Berukuan 8-12 mikron
c) Mempunyai dinding yang tipis dan kuat.
d) Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding kista.
e) Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti, yang matang 4 inti letaknya pada satu kutub
(Gambar 2.1Bentuk Trofozoit dan Kista G.lamblia

e. Siklus Hidup
Parasit ini hidup dirongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal
yeyenum dan kadang-kadang disaluran dan kandung empedu. Bila kista matang
tertelan oleh hospes, maka terjadi ekskitasi di duodenum, kemudian sitoplasmanya
membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuk 2 tropozoit.
Dengan pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang berada diantara vili usus
bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Bila berada pada villi, tropozoit dengan
batil isap akan meletakan diri pada epitel usus. Tropozoit kemudian
berkembang biak dengan cara belah pasang longitudinal.
Bila jumlahnya banyak sekali maka tropozoit yang melekat pada mukosa
dapat menutupi permukaan mukosa usus halus.Tropozoit yang tidak melekat pada
mukosa usus, akan mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke usus bagian distal
yaitu usus besar. Enkistasi (pembentukan kista) terjadi dalam perjalanan ke
kolon, bila tinja mulai menjadi padat, sehingga stadium kista dapat ditemukan dalam
tinja padat. Dalam tinja cair atau lunak biasanya ditemukan trofozoit.

(Gambar 2.2 siklus hidup Giardia lamblia)


f. Patologi dan Gejala Klinis
Adanya G.lamblia pada hospes yang dengan batil isapnya melekat pada mukosa
duodenum dan yeyenum tidak selalu menimbulkan gejala.Bila timbul kelainan,
hanya berupa iritasi yang disebkan oleh melekatnya parasit pada mukosa dengan
batil isapnya. Infeksi ringan umumnya jarang menimbulkan gejala klinis. Akibat
pengaruh toksin, iritasi usus dan kerusakan jaringan usu terjadi radang kataral
yangmenyebabkan terjadinya gejala klinis dan keluhan berupa demam, nyeri perut,
gangguan perut didaerah epigastrium, mual, muntah dan kembung. Penderita juga
mengalami diare, sindrom malabsorpsi vitamin A dan lemak serta anemia. Akibat
infeksi Giardia lamblia penderita juga menunjukan gejala alergi terhadap parasite
ini. Pada umunya anak-anak yang menderita giardiasis menunjukan keluhan dan
gejala klinis yang lebih berat daripada giardiasis pada orang dewasa.
g. Diagnosis
Diagnostik ditegakan dengan menemukan bentuk trofozoit dalam tinja encer dan
cairan duodenum dan bentuk kista dalam tinja padat. Dalam sediaan basah dengan
larutan iodin atau dalam sediaan yang dipulas dengan trikrom
morfologi G.lamblia dapat dibedakan dengan jelas dari protozoa lain. Trofozoit
hanya dapat ditemukan dalam tinja segar, sebelum trofozoit mengalami
desintegrasi. Teknik konsentrasi dapat meningkatkan penemuan kista. Dengan
enterotest harus ditelan kapsul gelatin kemudian mukus usus yang menempel pada
kapsul dapat diperiksa secara mikroskopik.

Pengobatan
Metronidazol dan tinidazol sering diberikan untuk memeberantas Giardia
lamblia.Metronidazole dengan dosis dewasa 3x250 mg sehari diberikan selama 10
hari atau 2 gram sehari selama 3 hari. Dosis untuk anak adalah 3x5 mg/kg berat
badan yang diberikan selama 5 hari. Tinidazole diberikan pada orang dewasa dalam
bentuk dosis tunggal 2 gram, sedangkan dosis tunggal 2 gram, sedangkan dosis
untuk anak adalah 25-50 mg/kg berat badan yang juga diberikan dalam bentuk dosis
tunggal.
Obat antigiardiasis lain yang dapat diberikan adalah ornidazole (tiberal),
nimorazol dan klorokuin. Tiberal diberikan dengan dosis 2x1 gram sehari selama 5
hari. Pemberian klorokuin untuk memeberantas Giardia lamblia adalah dengan
dosis 300 mg sekalu sehari selama 5 hari.
h. Pencegahan
Karena manusia merupakan sumber infeksi utama giardiasis, maka mengobati
penderita dan karier giardiasis dengan baik juga merupakan salah
satu cara mencegah penularan penyakit ini. Memasak makanan dan minuman
dengan baik serta mencegah tercemar oleh tinja yang dibawa oleh lalat, lipas dan
tikus. Membuat kakus higienis, serta melarang pemakaian tinja segar untuk
memupuk tanaman dapat mencegah penyebaran giardiasis pada masyarakat.

C. TRICHOMONAS
Terdapat tiga spesies Trichomonas yang hidup pada manusia, yaitu Trichomonas
vaginalis yang hidup disaluran urogenital, Trichomonas hominis yang hidup
diusus, Trichomonas tenax yang hidup di rongga mulut. Trichomonas vaginalis dapat
menyebabkan trikomoniasis pada manusia.
Parasit Trichomonas hanya mempunyai satu stadium yaitu bentuk trofozoit,
sedangkan bentuk kista tidak pernah dijumpai. Trichomonasmempunyai bentuk seperti
buah pir, dengan panjang badan antara 10-12 mikron. Hanya terdapat satu inti yang
bentuknya lonjong. Inti ini terletak dibagian tubuh anterior yang membulat, berada
didekat mulut. Terdapat 3-5 flael bebas didaerah anterior tubuh, membentuk undulating
membrane, lalu keluar dengan bebas dibagian posterior tubuh parasite. Aksotil berjalan
dari tengah tubuh parasite dan berakhir diujung tubuh posterior sehingga berbentuk
ekor.
Dengan pemeriksaan mikroskopis spesies-spesies Trichomonas sulit dibedakan
satu dengan lainnya. Untuk menetapkan spsesies masing-masing parasite, tempat hidup
parasite dapat digunakan sebagai patokan.

(Gambar 2.3 Bagian flagel Trichomonas)


(A) Trichomonas vaginalis (B) T.tenax (C)T.hominis.
Trichomonas Tenax
Trichomonas tenax berukuran 5-12 mikron, lebih kecil dari T.vaginalis
mempunyai sitostom kecil, 4 flagel anterior, 1 flagel posterior sepanjang membrane
bergelombang, dan benda parabasal. Parasite ini hidup dala rongga mulut, terutama
mulut yang kotor, gigi yang berlubang dan pada penyakit piore ginggivalis. Parasit ini
apatogen. Infeksi terjadi dengan bentuk trofozoit secara kontak langsung atau melalui
alat makan dan minum (piring,sendok,gelas). Diagnosis ditegakan dengan menemukan
parasite dalam bahan kerokan mulut.
Trichomonas hominis
Parasite ini berukuran 5-14 mikron, mempunyai stostom 3-5 flagel anterior, 1
flagel posterior yang melekat pada tepi membrane bergelombang dengan ujungnya
yang begerak bebas dan tidak mempunyai benda parabasal. Parasite ini apatogen, hidup
dirongga usus besar terutama didaerah sekum. Parasit ini dikeluarkan bersama
tinja. Infeksi terjadi dengan menelan bentuk trofozoit. Diagnosis ditegakan dengan
menemukan parasite dalam tinja lembek/encer.
Trichomonas vaginalis
a. Sejarah
Donne pada tahun 1836 pertama kali menemukan parasite ini dalam secret vagina
seorang penderita wanita vaginitis. Pada tahun berikutnya ia menamakan parasite
ini Trichomonas vaginalis.
b. Hospes dan nama penyakit
Manusia merupakan hospes parasit ini.Parasit ini menyebabkan trikomoniasis
vagina dan pada pria prostatitis.
c. Distribusi geografik
Parasit ini dapat ditemukan secarakosmopolit, termasuk Indonesia.

d. Morfologi

• Trichomonas vaginalis tidak mempunyai bentuk kista.


• Bentuk trofozoit berukuran 7-25 mikron (kira0kira 17 mikron),.
• Mempunyai 4 flagel anterior dan 1 flagel posterior yang melekat pada tepi membrane
bergelombang. Membrane ini pendek bentuknya dan ujungnya tidak keluar badan sel.
• Membrane bergelombang ini mempunyai kosta yang halus. Intinya berbentuk lonjong dan
sitoplasmana berbutir halus dengan butir-butir kromatin tersebar rata sepanjang kosta dan
aksotil.
• Sitostom tidak nyata. Aksotil halus bentuknya dan menonjol keluar badan.
(Gambar 2.4 Morfologi T.vaginali

15

e. Siklus Hidup
Pada wanita tempat hidup parasit ini di vagina dan pada pria di uretra dan
prostat.T.vaginalis dapat berkembang dalam jumlah cukup kedalam vagina, bila
bakteri, pH, dan keadaan fisiologi vagina sesuai. Parasite ini hidup dimukosa vagina
dengan memakan bakteri dan leukosit. T.vaginalis bergerak dengan cepat berputar-
putar diantara sel-sel epitel dan leukosit dengan menggerakan flagel anterior dan
membrane bergelombang.
Trichomonas berkembang biak secara belah pasang longitudinal. Diluar
habitatnya, parasite ini akan mati pada suhu 500C., tetapi dapat hidup selama 5 hari
pada suhu 00C. Dalam biakan, parasite ini mati pada PH kurang dari 4,9. Inilah
sebabnya parasite tidak dapat hidup disekret vagina yang asam (Ph 3,8-4,4). Parasit ini
tidak tahan pula terhadap desinfektans, zat pulasan dan antibiotik.

(Gambar 2.5 Siklus hidup T.vaginalis)

f. Patologi dan Gejala Klinis


Setelah berkembang biak cukup banyak, parasite menyebabkan degenerasi dan
deskuamasi sel epitel vagina. Keadaan ini disusul oleh serangan leukosit. Disekret
vagina terdapat banyak leukosit dan parasite bercampur dengan sel-sel epitel. Secret
vagina mengalir keluar vagina dan menibulkan gejala flour albus atau keputihan
(leucorrhoea). Setelah lewat stadium akut, gejala berkurang dan dapat reda sendiri.
Gejala klinis yang khas pada penderita perempuan berupa terbentuknya cairan
vagina (Flouralbus), rasa gatal, dan panas didalam vagina dan didaerah
sekitarnya. Sedangkan keluhan yang diderita pria umumnya sangat ringan, berupa
keluarnya cairan putih dari uretra yang hanya dikeluhkan oleh kurang dari 10 %
penderitalaki-laki.
Trichomonas vaginalis ditularkan melalui kontak langsung misalnya melalui
persetubuhan, atau melalui kontak tidak langsung misalnya karena menggunakan
bersama handuk, alat-alat toilet atau barang pribadi lainnya. Bayi dapat tertular parasite
ini dari ibu melalui jalan lahir pada waktu berlangsung proses persalinan.
g. Diagnosis
Diagnosis laboratorium dibuat dengan menemukan parasit T.vaginalis yang
aktif dan bergerak pada secret vagina, secret uretra, secret prostat dan urin. Untuk
control pasca pengobatan, pemeriksaan langsung dengan menggunakan mikroskop
perlu ditunjang dengan melakukan pembiakan secret vagina atau bahan lain dalam
medium yang cocok.
h. Pengobatan
Berbagai obat dapat digunakan untuk membasmi Trichomonas
vaginalis, yaituMetronidazol, Tinidazol, Seknidazol, Nimorazol dan Ornidazol dengan
hasil yang memuaskan.
Metrodinazol dapat diberikan dengan dosis yang berbeda untuk perempuan dan
laki-laki.Pada penderita perempuan obat diberikan 3x250 mg/hari selama 10 hari atau 2
gram dosis tunggal yang diberikan pada malam hari. Untuk pengobatan local
metronidazole dapat diberikan dalam bentuk tablek vaginal dengan dosis 500 mh/hari
selama 10 hari. Untuk penderita laki-laki, obat diberikan2x250 mh/hari selama 10 hari
atau 2 gram dalam bentuk dosis tunggal yang diberikan malam hari,
Obat-obat lainnya Tinidazol diberikan peroral dengan dosis 2 gram dosis
tunggal.Seknidazol diberikan per oral dengan dosis 2 gram sebagai dosis
tunggal. Nimorazol diberikan dengan dosis 2x250 mg selama 6 hari atau diberikan 2
gram dalam bentuk dosis tunggal, dan Ornidazol (Tiberal) diberikan dengan dosis
2x750 mg atau dosis tunggal 1500 mg.
i. Pencegahan
Untuk mencegah penularan trikomoniasis, penderita harus diobati dengan
baik. Selain itu kebersihan pribadi harus selalu dijaga dan tidak memakai bersama alat-
alat toilet yang dapat menjadi perantara terjadinya penularan Trichomonas vaginalis.

Giardia Lamblia putri


Morfologi
Giardia lamblia ada dalam dua tahap: trofozoit dan kista (Gambar 1.4.1). Trofozoit: Trofozoit
berbentuk buah pir dengan luas bulat ujung anterior dan posterior akhir lentik. Berukuran
panjang 9-21μm, diameter 5-15μm dan tebal 2-4μm. Permukaan dorsal cembung sementara
permukaan ventral cekung. Sebuah cakram mengisap organ lampiran, menempati sepertiga
sampai setengah dari permukaan ventral. Trofozoit adalah bilateral simetris dan memiliki dua
inti, dua axostyle dan empat pasang  agella. Dua median yang ada pada axostyle. Sitoplasma
seragam dan granular halus. Trofozoit yang motil karena kehadiran empat pasang  agella.

Gambar 1.4.1 Giardia lamblia a) Trophozoit b) KistaTrofozoit menempel pada sel epitel usus
bagian atas, terutama jejeunum tetapi juga duodenum, di mana mereka tumbuh dan
membelah. Lampiran diperlukan untuk mencegah hanyut oleh peristaltik dan dimediasi oleh
disk ventral dari trofozoit serta adhesins pada permukaan parasit. Sebagai permukaan sel
epitel usus diperbarui, trofozoit bergerak dan pasang kembali ke sel epitel lainnya. Dalam
beberapa kasus, trofozoit terpisah dilakukan menuruni saluran usus di mana paparan empedu
garam, yang terjadi ketika trophozoite tidak lagi dilindungi oleh lapisan mukosa epitel, dan
kolesterol menginduksi enkistasi.
Kista: Kista oval berukuran panjang 8-12μm dan diameter 7-10μm. Sebuah dinding tebal
mengelilinginya. Kista terdiri dari sitoplasma dengan granular halus dan dipisahkan dari
dinding kista oleh ruang yang jelas. Ini memberikan penampilan kista yang dikelilingi oleh
halo. Kista matang terdiri dari empat inti, yang mungkin tetap bergerombol di salah satu
ujung atau yang hadir di kedua ujung yang berlawanan. Juga terdiri dari axostyle dan margin
dari cakram mengisap. Axostyle yang merupakan sisa-sisa dari  agella ditempatkan secara
diagonal dalam kista. Empat inti kista adalah tahap infektif dari Giardia lamblia.
Anggota genus ini simetri bilateral adalah khas di antara protozoa. Trophozoite bulat pada
akhir posterior, meruncing posterior, dan bagian perut datar. Panjang 14 um (kisaran, 8-16
um) dengan lebar 10 um (rentang, 5-12 um) (Gbr. 1.4.1). Permukaan dorsal cembung;
permukaan ventral biasanya cekung tapi kadang-kadang datar dan didominasi perekat berinti
dua besar dengan inti di tengah masing-masing setengah. Tepi cakram perekat didukung oleh
mikrotubulus dan kelompok mikro, dan empat pasang  agella timbul dari tubuh basal
berkerumun antara dua inti. Satu pasang memanjang ke bawah garis tengah sel, muncul
posterior  agella; pasangan ventral muncul di tepi posterior dari perekat. Dari dua pasang
yang tersisa, satu muncul anterio-lateral dan satu lateral. Dua menonjol, badan median sedikit
melengkung yang khas dengan genus Giardia.
Siklus Hidup (Gambar 1.4.2)
Trofozoit dari G. lamblia mereproduksi dengan pembelahan longitudinal. organel yang
mengalami pembelahan dalam urutan sebagai berikut: inti, disc perekat, dan sitoplasma. Di
duodenum dan saluran empedu dari inangnya, trofozoit bisa baik mempertahankan posisi
dengan melampirkan disc perekat yang besar ke sel epitel atau menggunakan  agella untuk
berenang cepat di lumen. Difasilitasi oleh dua  agella ventral bekerja dengan pelek  eksibel
dari disk. Trofozoit melewati saluran pencernaan, biasanya menjadi kista di usus besar. Tahap
transmisi kistik biasanya bulat telur dan panjang rata-rata 11 um (kisaran, 9-12 umm). Dalam
pewarnaan salin, butiran refraktil dapat dilihat pada kista, dan, sitoplasma tampaknya terlepas
dari dinding kista di beberapa tempat. Pada kista diwarnai dengan yodium atau hematoxylin,
2-4 inti yang terlihat di samping sejumlah  bril dan badan median.
Kista adalah bentuk resisten dan bertanggung jawab untuk transmisi giardiasis. Kista, dapat
bertahan hidup beberapa bulan dalam air dingin.

Infeksi terjadi dengan menelan kista yang terkontaminasi, makanan, atau melalui rute fecal-
oral (tangan). Kista melewati perut dan menjadi trofozoit dalam duodenum dalam waktu 30
menit dari konsumsi, setiap kista menghasilkan dua trofozoit tetranucleate. Keasaman jus
lambung nikmat proses exkistasi. Di dalam duodenum dan jejunum, trofozoit tetranucleate
secara aseksual dengan pembelahan biner sehingga menghasilkan sejumlah besar trofozoit.
Trofozoit menjelajah di permukaan mukosa, yang mereka melekat oleh pengisap oval. Ketika
isi usus meninggalkan jejunum dan mulai kehilangan kelembaban, trofozoit menarik  agella
mereka, menutup diri dengan dinding tebal dan encyst. Trofozoit ini menjadi kista menjalani
fase lain dari divisi nuklir dan memproduksi empat nucleated kista matang. Keempat kista
matang berinti adalah bentuk infektif dari parasit, mereka diekskresikan dalam tinja dan di
siklus ulang.
Pada penderita giardiasis, umumnya infeksi masif. Adanya miliar trofozoit dalam satu sampel
tinja diare tidak biasa. Kista jarang ditemukan dalam tinja tersebut. infeksi dari konsumsi
makanan yang terkontaminasi kista atau air atau dari kontak tangan ke mulut langsung.
Menelan 100 atau lebih kista bisa terinfeksi. Setelah proses pencernaan, kista melewati perut
ke usus kecil di mana exkistasi dan memulai siklus baru.

Epidemiologi
Distribusi Giardiasis di seluruh dunia, lebih umum di iklim hangat, dan pada anak-anak. G.
lamblia juga banyak terdistribusi di Cina, dengan kejadian yang bervariasi 0,48-10 persen.
Giardiasis menunjukkan dua pola epidemiologi yang berbeda: endemik dan epidemik.
Giardiasis endemik di negara-negara berkembang seperti India terutama anak-anak. Di
Amerika Serikat dan, negara-negara maju lainnya, terjadi epidemi. Ini mempengaruhi semua
kelompok umur yang sama. Manusia yang ditemukan kista dalam tinja adalah reservoir utama
infeksi. Makanan dan air yang terkontaminasi oleh kotoran manusia dan hewan yang
mengandung kista Giardia adalah sumber utama infeksi.
Giardiasis ditularkan terutama dengan minum air terkontaminasi feses dan sering makan
makanan yang terkontaminasi. Hal ini juga dapat ditularkan melalui orang langsung ke orang
menyebar, itu terjadi paling sering pada orang dengan sanitasi yang buruk dan kebersihan
mulut kurang. Giardiasis dapat ditularkan melalui hubungan seks antara lakilaki homesexual.
Pasien dengan immunode siensi seperti AIDS, malnutrisi protein kalori yang semakin rentan
terhadap infeksi dengan Giardia
Giardia adalah parasit usus yang paling umum pada manusia. Tersebar kosmopolitan dan
umum pada anak-anak 6 sampai 10 tahun, tetapi juga terlihat sering pada anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa dengan tingginya insiden pada laki-laki homoseksual. Wabah
sering terjadi di tempat penitipan anak dan lembaga lain di mana sanitasi mungkin tidak
memadai. Giardiasis adalah umum di kalangan wisatawan (tingkat infeksi sekitar 23%) yang
kembali dari Rusia. Survei telah terlibat anjing, dan domba sebagai reservoir potensial untuk
infeksi manusia. Perbedaan bermakna dalam ukuran dan struktur antara spesies dari genus
Giardia telah menyebabkan asumsi bahwa setiap spesies host yang berbeda memiliki spesies
parasit yang berbeda.
Diagnosa
Giardia lamblia mendiami duodenum dan ileum atas. Trofozoit mungkin tetap melekat pada
mukosa usus dan jarang menyerang submukosa. Minimal 10-25 kista dapat menyebabkan
giardiasis malabsorpi lemak dan karbohidrat pada anak-anak dan diare, manifestasi klinis
yang penting. Mekanisme perubahan ini tidak jelas. Mekanisme patogenik mungkin
penyumbatan mekanik mukosa usus, atau kompetisi untuk nutrisi, atau peradangan pada
mukosa usus, atau bakteri yang disebabkan dekonjugasi garam empedu, dan diubah motilitas
jejunum dengan atau tanpa pertumbuhan berlebih dari bakteri usus dan ragi.
Histopatologi giardiasis dari duodenum dan jejunum sangat bervariasi, hampir normal sampai
jelas abnormal. Secara umum, ada pemendekan mikrovili dan pemanjangan diabadikan. Sikat
perbatasan sel serap rusak Giardia sebagian besar ditemukan melekat pada lapisan perbatasan
sikat epitel.
Gambaran klinis bervariasi dari tanpa gejala diare parah dan malabsorpsi. Mayoritas orang
yang terinfeksi di daerah endemik, tidak menunjukkan gejala. Giardiasis akut berkembang
setelah masa inkubasi 5-6 hari dan biasanya berlangsung 1 sampai 3 minggu. Gejalanya
meliputi diare, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah. Pada beberapa pasien, infeksi
berkembang menjadi penyakit kronis. Dalam giardiasis kronis gejala berulang dan
malabsorpsi dan kelemahan dapat terjadi. Kondisi ini sering terkait dengan malnutrisi dan
menghambat pertumbuhan pada anak-anak sekolah. Infeksi lamblia Giardia menyebabkan
gangguan parah usus, yang paling sering diare dan gejala terkait karena malabsorpsi.
Lampiran trofozoit ke permukaan mukosa dengan cara disc perekat menyebabkan
pemendekan villi usus kecil, peradangan diabadikan dan lamina propria, dan lesi pada sel
mukosa. Kadang-kadang, trofozoit menembus mukosa, tapi ini jarang terjadi. Sejak Giardia
belum diketahui menghasilkan racun, tampak bahwa gejala akibat dari faktor mekanik dan
kimia gabungan.
Infeksi Giardia parah menghasilkan sindrom malabsorpsi ditandai dengan ketidakmampuan
usus kecil untuk menyerap, zat yang larut dalam lemak seperti penting sebagai karoten,
vitamin B12, dan asam folat. Kelainan serap bisa disertai dengan sekresi berkurang dari
sejumlah enzim pencernaan kecil-usus, seperti disaccharidase. gejala tambahan infeksi yang
tinja diare, steatorhea, distensi perut, mual,  atulence, dan penurunan berat badan akhirnya.
Kadang-kadang, saluran empedu dan keterlibatan kandung empedu dapat menghasilkan
penyakit kuning dan kolik. Gejala-gejala ini dapat menjadi jelas pada awal 3 sampai 25 hari
(rata-rata 10 hari) setelah menelan kista
Identi kasi kista karakteristik dalam tinja digunakan dalam diagnosaparasit ini. Baik
pewarnaan salin atau yodium dapat digunakan untuk diagnosis awal, tetapi metode
konsentrasi yang biasa digunakan untuk meningkatkan deteksi. Pemeriksaan untuk trofozoit
jarang karena deteksi mereka tergantung pada hampir segera inspeksi atau  ksasi sampel
tinja diare. aspirasi duodenum, baik dengan intubasi atau dengan metode kapsul enterik,
merupakan alternatif, teknik yang lebih memuaskan untuk deteksi trofozoit, terutama pada
tahap awal infeksi. Assay enzyme-linked immunosorbent (ELISA) untuk mendeteksi antibodi
IgA saliva untuk Giardia lamblia telah berhasil digunakan untuk menguji anak-anak sekolah.

Diagnosa laboratorium berdasarkan metode parasitologi dan metode serologi.


Metode Parasitologi :
1. Pemeriksaan Feses: Giardiasis didiagnosa dengan identi kasi kista atau trofozoit di feses,
menggunakan tunggangan langsung serta prosedur konsentrasi. Sampling berulang mungkin
perlu dilakukan. Dalam giardiasia akut, trofozoit motil ditunjukkan dalam basah gunung
langsung tinja cair. Kista yang ditunjukkan dalam tinja semiformed. Spesimen tinja diperiksa
baik segar atau dalam kasus keterlambatan. Setelah pelestarian dengan formalin atau polivinil
alkohol, dan pewarnaan berikutnya oleh trichrome atau metode besihematoksilin. Konsentrasi
tinja oleh formalin-baik atau seng metode sulfat meningkatkan hasil kista giardiasis kronis
parasites.In sering dikeluarkan sebentar-sebentar. Oleh karena itu pemeriksaan setidaknya tiga
spesimen tinja dikumpulkan pada selang 2 hari, membantu dalam deteksi parasit
2. Pemeriksaan isi duodenum atau empedu. Pemeriksaan mikroskop isi duodenum atau
empedu dilakukan ketika pemeriksaan tinja diulang adalah negatif tetapi giardiasis masih
dicurigai. Tiga metode yang digunakan dalam mengumpulkan isi duodenum:
a. Uji String atau Uji Entero: Ini adalah gelatin yang kapsul yang berisi tali nilon di salah satu
ujung. kapsul ditelan oleh pasien dan ujung bebas dari string tetap di mulut. Di perut, kapsul
dilarutkan dan string tetap di duodenum dan jejunum. Setelah inkubasi semalam, string
dihapus, empedu lendir bernoda dikumpulkan disisi kaca dan diperiksa secara mikroskopis
untuk trofozoit.
b. Aspirasi Duodenum: itu juga dikumpulkan untuk menunjukkan trofozoit.c. Biopsi Jejenum:
Hal ini dilakukan untuk menunjukkan trofozoit tapi diindikasikan hanya dalam kasus-kasus
yang sangat serius.
Metode Imunologi
Metode alternatif untuk deteksi meliputi tes deteksi antigen oleh immunoassay enzim, dan
deteksi parasit dengan imuno uoresensi. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
dan antibodi  uoresen tidak langsung (IFA) yang berguna dalam studi seroepidemiolog.
Metode ini mendeteksi antibodi anti-Giardia dalam serum, yang tetap tinggi untuk jangka
waktu lama.
Kemoterapi dan Pencegahan
Beberapa obat resep yang tersedia untuk mengobati giardiasis; metronidazole adalah obat
pilihan. Metronidazole, tinidazol atau senyawa 5-Nitroimidazole lain biasanya membunuh
parasit dalam usus, tetapi setiap di kandung empedu atau saluran empedu dapat menghindari
kerusakan dan kemudian reinvade usus untuk menghasilkan kambuh klinis. Jika ini terjadi,
tentu saja berulang terapi pada dosis lebih tinggi mungkin diperlukan. Pengobatan dengan
metronidazol dianjurkan. penyembuhan lengkap biasanya dilakukan dalam waktu seminggu
setelah pengobatan dimulai. Namun, jika saluran empedu atau kandung empedu terinfeksi,
“kambuh” dapat terjadi selama bertahun-tahun. Tinidazol adalah pengobatan satu dosis yang
sangat efektif tetapi tidak disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat saat ini. Karena
kemudahan kista ditransmisikan, semua anggota rumah tangga harus diperlakukan secara
bersamaan. pasien yang tidak diobati dapat melewati kista dari beberapa minggu ke bulan
pasca-infeksi.
Giardiasis dapat dicegah dan dikendalikan oleh peningkatan pasokan air, pembuangan feses
manusia, menjaga kebersihan makanan dan pribadi, dan pendidikan kesehatan. Umumnya,
langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan untuk E. histolytica berlaku juga untuk
G. lamblia. Jumlah yodium tertentu ditambahkan ke air minum harus dua kali lipat untuk
memastikan matinya kista G. lamblia.

Chilomastix mesnili refly


Chilomasti mesnili merupakan protozoa intestinal dan golongan flagelata yang tidak patogen.
Parasit ini berasal dari ordo Retortamonadida, Famili Retor- monadiadae dan genus
Chilomastix!

Hospes
Hospes Chilomastix mesnili umumnya manusia, tetapi dapat juga ditemukan pada mamalia
lainnya seperti simpanse, orang utan, kera, babi; serta hewan lainnya seperti burung, reptil,
amfibi, ikan, lintah dan insekta.

Distribusi Geografik
Parasit ini penyebarannya kosmopolit sehingga distribusinya dapat meluas di dunia, meskipun
lebih banyak ditemukan pada lingkungan yang beriklim panas.

Morfologi dan Daur Hidup


Chilomastix mesnili mempunyai stadium trofozoit dan stadium kista. Parasit ini biasanya
selalu ada bersama- sama dengan protozoa usus lainnya ter- utama Giardia lamblia sehingga
parasit ini perlu diketahui untuk membedakan dengan parasit yang patogen.'
Trofozoit berbentuk piriform seperti buah pit dengan ujung posterior yang lancip. Trofozoit
ukurannya bervariasi sekitar 6-24 um x 3-10 µm. Mempunyai 4 flagel, 1 Bagel lebih panjang
dari yang lain yang muncul dari ujung anterior.
3 fiagel berasal dari permukaan bagian sentral tubuhnya dan flagel ini bisanya jelas terlihat
pada trofozoit yang hidup, digunakan untuk bergerak secara per lahan membentuk gerakan
rotasi Sitostom terdapat dekat ujung anterior membentuk cekungan yang dikeliling oleh silia.
Mempunyai 1 inti besar yang terletak di anterior. Kista terbentuk bila keadaan tinja padat.
Kista berbentuk oval berdinding tebal berukuran sekitar 6,5- 10,0 um yang berbentuk seperti
lemon. Di lahan kista tampak sebuah inti dengan organel lainnya termasuk fibril sitostom,
aksonema Infeksi terjadi bila menclan kista, trofozoit tidak dapat hidup pada keadaan asam di
lambung.

Patologi dan Gejala Klinis


Parasit ini biasanya bersifat apato- gen, tetapi dapat menyebabkan kelainan intestinal seperti
diare pada kasus infeksi berat. Stadium trofozoit dapat ditemukan pada tinja cair atau lembek
Chilomastix mesnili hidupnya di sekum dan kolon manusia. Transmisi secara langsung terjadi
melalui air minum yang terkontaminasi.

Epidemiologi
Data penyebaran menunjukkan bahwa ditemukan sekitar 11% pada orang Mesir di US
Troops. Flagelata ini juga ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Di Indonesia
prevalensinya mencapa 0,8%, sedangkan 0,52% pada penduduk Aborigin di Kimberlay dari
pasien dengan seropositif HIV asimtomatik.2

Trichomonas vaginalis sabrina

Sejarah
Donne (1836) menemukan Trichomonas vaginalis pada bagian vagina dari penderita
vaginitis. Beberapa peneliti selama 30 tahun terakhir ini memperlihatkan bahwa Trichomonas
vaginalis merupakan patogen urogenital penting yang dapat menular secara seksual.

Definisi
Trichomoniasis adalah penyakit (wanita) yang diakibatkan oleh infeksi Trichomonas
vaginalis, yaitu protozoa patogen yang umumnya ditemukan pada saluran genitourinaria
wanita, organisme ini dapat menyebabkan keputihan atau flour albus atau leukorrhoea, dan
dalam kondisi lebih parah akan terjadi radang vagina atau vaginitis.
Bila penderita trichomoniasis menularkan Trichomonas vaginalis pada pasangan seksualnya
akan menyebabkan terjadinya prostatitis atau uretritis non gonore pada pria, karena
penularannya terjadi melalui hubungan kelamin.

Epidemiologi
Prevalensi Trichomonas vaginalis sebesar 5-10% pada populasi umum wanita, 50-60% pada
wanita penghuni penjara dan pekerja seks komersial. Wanita yang mempunyai keluhan pada
vagina, prevalensi Trichomonas vaginalis antara 18-50%; dan pada 30-50% wanita dengan
gonore. Prevalensl infeksi Trichomonas vaginalis pada pria yang mengunjungi klinik penyakit
menular seksual sebanyak 6%. Infeksi Trichomonas vaginalis pada pria selalu dihubungkan
dengan uretritis non gonore, dengan prevalensi antara 1-68% Pada uji serologis yang
dilakukan pada orang-orang yang terlihat sehat di rumah sakit, diperkirakan sebanyak 1/3 dari
seluruh wanita mengidap penyakit ini selama masa aktif seksualnya. Trichomonas vaginalis
ditemukan pada lebih dari 30% saluran urogenital pria yang pasangan wanitanya terinfeksi
Trichomonas vaginalis.

Morfologi
Garcia dan Buckner (1996) menyebutkan bahwa Trichomonias vaginalis adalah suatu
organisme eukaryotik yang termasuk kelompok Mastigophora, mempunyal flagel, dengan
ordo Trichomonadida yang terdapat lebih dari 100 spesies, sebagian besar Trichomonas
merupakan organisme komensal pada usus mamalia dan burung. Terdapat 3 spesies yang
sering ditemukan pada manusia yaitu Trichomonas vaginalis yang merupakan parasit pado
saluran genitourianaria, Trichomonas tenax merupakan trichomonas non patogen yang
ditemukan di rongga mulut dan gigi berlubang, serta Trichomonas hominis yang hidup non
patogen poda usus besor.
Nama Trichomonas vaginalis sebenarnya salah, karena tidak hanya ditemukan di uretra
wanita tetapi tidak jarang ditemukan di uretra pria Organisme ini berbentuk oval atau
fusiform, atau seperti buah pir dengan panjang rata-rata 15 um dengan tanda khas selalu
berpindah tempat. Intinya terletak anterior, antara inti dan permukaan ujung yang lebih luas
terdapat 1 atau lebih struktur yang membulat yang disebut blepharoplasts dan dari tempat
inilah keluar keempat flagel. Flagel kelima berbentuk membran bergelombang yang berasal
dari kompleks kinetosomal dan terbentang sepanjang setengah dari organisme.
Pergerakannya dengan kedutan yang didorong oleh keempat flagel anterior, kecepatan dan
aktivitas hentakan-nya yang khas menyebabkan organisme ini mudah diidentifikasi pada
sediaan segar. Trichomonas vaginalis tumbuh di lingkungan yang basah dengan suhu 35-37°
C dengan pH antara 4,9-7,5. Trichomonas vaginalis tidak menyerang jaringan di sebelah
bawah dinding vagina, ia hanya ada di rongga vagina; sangat jarang ditemui di tempat lain.
Lingkungan vagina sangat disukai oleh organisme ini.
Trichomonas vaginalis dapat menimbulkan reaksi radang pada rongga vagina yang
didominasi oleh sel-sel lekosit polymorphonuclear (PMN). Mekanisme lengkap penghancuran
sel epitel vagina yang diserang oleh Trichomonas vaginalis belum diketahui dengan pasti.
Ada 3 kemungkinan timbulnya spektrum klinis yang berbeda pada penyakit ini, yaitu:
1. Adanya variasi virulensi intrinsik di antara strain Trichomonas yang berbeda.
2. Perbedaan kerentanan epitel vagina di antara penderita dan juga pada penderita yang sama
pada waktu yang lama.
3. Terdapat perbedaan lingkungan mikro vagina yang mem- pengaruhi gejala klinisnya.
Pria yang mengandung Trichomonas vaginalis sebagian besar asimtomatik dan respon radang
pada uretra pria biasanya tidak ditemukan, hal ini berhubungan dengan epitel kuboid pada
uretra yang lebih resisten. Trichomonas vaginalis dapat menginfeksi epitel skuamosa pada
vagina tetapi hanya yang rentan saja. Cara menghilangkan Trichomonas vaginalis dari saluran
urogenital pria belum diketahui pasti, tetapi mungkin organisme hilang secara mekanik pada
waktu buang air kecil dan adanya seng di dalam cairan normal prostat dapat dengan cepat
membunuh Trichomonas vaginalis.

Patofisiologi

Trichomonas vaginalis menginfeksi sel epitel vagina sehingga terjadi proses kematian sel
hospes (host-cell death). Komponen yang berperan dalam proses kematian sel tersebut adalah
mikrofilamen dari Trichomonas vaginalis. Selama proses invasi, Trichomonas vaginalis ti-
dak hanya merusak sel epitel namun juga eritrosit. Eritrosit mengandung kolesterol esensial
dan asam lemak yang diperlukan bagi pembentukan membran trichomonad. Proses
pengikatan dan pengenalan trichomonad dengan sel epitel hospes melibatkan protein spesifik
dari Trichomonas vaginalis, yang dikenal dengan sistein proteinase. Setelah proses peng-
ikatan, akan timbul reaksi kaskade yang mengakibatkan sitotoksisitas dan hemolisis pada
selepitel vagina sehingga vagina mengeluarkan cairan putih berbau tidak sedap, vulva
membengkak dan terasa nyeri serta gatal-gatal (flour albus / leukorrhoea./ keputihan), bahkan
dalam kondisi lebih parah akan terjadi peradangan dan sangat gatal (vaginitis).
Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual, kloset duduk, handuk, air mandi
dan cairan vagina, Pada closet duduk dan handuk juga pada obyek yang basah Trichomonas
vaginalis dapat hidup selama 45 menit. Penularan perinatal terjadi kira-kira 5% dari ibu yang
terinfeksi tetapi biasanya sembuh sendiri dengan metabolisme yang progresif dari hormon
ibu. Infeksi Trichomonas vaginalis mempunyai masa inkubasi selama 4-21 hari
Siklus Hidup Infeksi Trichomonas vaginalis
Pada wanita tempat hidup parasit ini di vagina dan pada pria di uretra dan prostat. Parasit
ini hidup di mukosa vagina dengan makan bakteri dan lekosit Trichomonas vaginalis bergeral
dengan cepat berputar-putar di antara sel- sel epitel dan leukosit dengan menggerakkan flagel
anterior dan membrane bergelombang. Trichomonas vaginalis berkembang biak secara belah
pasang longitudinal, diluar habitatnya parasit mati pada PH kurang dari 4,9 inilah sebabnya
prasit ini tidak dapat hidup disekret vagina yang asam (PH: 3,84,4), parasit ini tidak tahan
pula terhadap desinfektan zat pulasan dan antibiotic. Meskipun organisme ini dapat
ditemukan dalam urine secret uretra/setelah masase prostat, PH yang disukai pada pria belum
diketahui

Pada sebagian besar kasus Trichomonas vaginalis ditransmisikan saat terjadi hubungan
kelamin, pria sering berperan sebagai pembawa parasit. Parasit ini berada pada saluran uretra
pada pria, seorang pria yang membawa parasit sksn menularkan pada pasangannya saat terjadi
hubungan seksual, selanjutnya wanita pasangannya tersebut akan terinfeksi oleh parasit dan
berkembang biak didaerah genital. Apabila wanita tersebut kemudian berhubungan seksual
dengan pria yang sehat maka akan terjadi penularan kembali, mengamati proses penularan
parasit ini maka kelompok risiko tinggi untuk mengidap Trichomoniasis adalah para wanita
pekerja seks komersial dan pria yang suka berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks
serta semua orang yang memiliki kebiasaan seks bebas.

Klasifikasi trichomonas vaginalis


Trichomonas vaginalis merupakan protozoa yang bersifat parasit, berdiameter 10- 30 μm, dan
memiliki flagel, anaerobik, protozoa flagellated, bentuk mikroorganisme. Parasit
mikroorganisme adalah agen penyebab trikomoniasis, dan yang paling umum infeksi protozoa
patogen manusia di negara-negara industri ataupun negara berkembang. Berdasarkan
klasifikasi umumnya maka Trichomonas vaginalis memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Klasifikasi :
Class: Flagellata
Family: Trichomonadidae
Genus: Trichomonas
Species: Trichomonas vaginalis, Trichomonas hominis Trichomonas factus Menurut Donne
1836 klasifikasi ilmiah Trichomonas vaginalis adalah :
Domain: Eukarya
Filum: Metamonada
Kelas : Parabasalia
Order: Trichomonadida
Genus: Trichomonas
Spesies: T. vaginalis
nama binomial: Trichomonas vaginalis.

KAJIAN INFEKSI Trichomonas Vaginalis PADA SISTEM REPRODUKSI


Trichomonas vaginalis merupakan protozoa dari super-class mastigophora (Diesing 1866),
class zoomastigophora (calkins, 1909), ordo trichomonadinae (dengan genus trichomonas dan
pentratrichomonas) dan tritrichomonadinae. Trichomonas vaginalis merupakan protozoa
patogenik yang biasanya dijumpai di traktus genitaourinaria manusia yang terinfeksi.
Ditularkan melalui hubungan seksual, yang dapat menyebabkan vaginitis pada wanita dan
uretritis non-gonococcoal pada pria. Trichomonas vaginalis merupakan protozoa dari super-
class mastigophora, class zoomastigophora, ordo trichomonadinae (dengan genus
trichomonas dan pentratrichomonas) dan tritrichomonadinae. Trichomonas vaginalis pertama
kali dideskripsikan oleh Alfred Donne pada tanggal 1836 pada saat academi of sciences di
paris. Pada saat itu dikatakan bahwa ia menemukan suatu organisme yang disebutnya sebagai
antmalcules dari secret segar vagina. Dan disepakati pada saat itu juga organisme ini
dinamakan trichomonas vaginale, oleh karena mirip dengan organisme dari genus monas dan
trichodina. Dua tahun kemudian, Ehrenberg memastikan penemuan Donee dan memberikan
nama pada protozoa ini yaitu Trichomonas vaginalis. Selama 50 tahun selanjutnya, penelitian
tentang trichomonas vaginalis tidak begitu menarik perhatian para ilmuan. Mereka lebih
tertarik mempelajari diagnosis dan pengobatan gonorrho dan syphilis sebagai penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual dan baru pada tahun 1916 Hoehne melaporkan bahwa
trichomonas vaginalis adalah suatu flagellata yang patogenik karena ia menemukan kolpitis
yang disebabkan oleh trichomonas vaginalis. Penelitian tentang protozoa ini terus
berkembang pada tahun 1943 oleh Allison. Trichomoniasis direkomendasikan sebagai salah
satu penyebab penting penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.

Trichomonas vaginalis adalah protozoa parasit yang menginfeksi saluran urogenital baik
perempuan dan laki- laki di seluruh dunia. Trichomoniasis, yang disebabkan oleh T.
vaginalis, adalah yang paling umum infeksi menular seksual (IMS) hari ini, dengan kejadian
tahunan lebih dari 170 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari delapan juta wanita terinfeksi T.
vaginalis di Amerika Utara saja. Meskipun pernah dianggap sebagai infeksi gangguan, T.
vaginalis pada wanita sejak itu telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian postpartum
demam berkepanjangan dan endometritis, ketuban pecah dini dan perubahan morfologi sel di
sitologi serviks. Meskipun biasanya merupakan penyakit tanpa gejala pada laki-laki, T.
vaginalis telah dikaitkan dengan 5% sampai 15% dari kasus uretritis nongonococcal. Angka-
angka ini mungkin lebih tinggi pada pria dengan uretritis nongonococcal yang telah gagal
terapi tetrasiklin dan eritromisin. T. vaginalis juga telah dikaitkan dengan epididimitis,
prostatitis dan balanitis. Organisme ini sekarang telah dikaitkan dengan risiko lebih tinggi
penularan HIV, dan disarankan bahwa parasit ini dapat meningkatkan ibu-ke-bayi penularan
HIV. Meningkatnya penularan ini pada wanita diyakini karena denution dari epitel
servikovaginal bersama dengan akumulasi limfosit CD4 dan makrofag pada tempat infeksi,
yang dapat memberikan kolam sel HIV-rentan atau terinfeksi HIV. Dua puluh lima persen
dari mahasiswa di Nigeria diuji positif untuk T vaginalis dan sampai 20% dari wanita hamil di
Amerika Serikat (AS) adalah biakan positif -Data ini mendukung prevalensi T vaginalis.
Karena dampaknya terhadap ketuban pecah dini dan tingkat kelahiran yang rendah, T
vaginalis dianggap menjadi penyebab signifikan morbiditas neonatal di Amerika Serikat.
T. vaginalis genom parabasalid pertama yang dijelaskan, Genomnya adalah sekitar 160
megabases dalam ukuran dengan setidaknya 65% dari mengulangi dan elemen transposabel.
Satu set inti ± 60.000 gen protein-coding diidentifikasi, yang berarti T. vaginalis memiliki
salah satu coding kapasitas tertinggi di antara eukariota. Intron ditemukan di 65 gen, RNA
transfer yang ditemukan untuk semua dua puluh asam amino, dan sekitar 250 DNA ribosom
diidentifikasi dalam genom ini. Ada enam kromosom di T. vaginalis. Sebuah penemuan yang
menarik adalah bahwa mesin transkripsi eukariot ini muncul lebih metazoan dari protozoa.

Genom ini juga menunjukkan terdapat 152 kasus transfer gen prokariot-to-eukariot lateral
yang mungkin. Genom membantu dengan penemuan jalur metabolisme yang tidak diketahui,
klasifikasi mekanisme patogen, danidentifikasi fungsi yang tidak diketahui organel di
T.vaginalis.

Penyebaran Trichomonas Vaginalis


Trichomonas vaginalis yang ditularkan dengan jumlah cukup ke dalam vagina dapat
berkembang biak, bila flora bakteri, pH dan keadaan fisiologi vagina sesuai. Setelah
berkembang biak, terjadi degenerasi dan deskuamasi sel epitel vagina. Di sekitar vagina
terdapat sedikit leukosit dan parasit bercampur dengan sel epitel. Sekret vagina mengalir
keluar vagina dan menimbulkan gejala flour albus. Setelah lewat stadium akut, gejala
berkurang dan dapat reda sendiri. Pemeriksaan secara in speculo, tampak kelainan berupa
vaginitis, dinding vagina dan porsio tampak merah meradang dan pada infeksi berat dengan
pendarahan-pendarahan kecil. Flour tampak berkumpul di belakang porsio, encer atau sedikit
kental pada infeksi campuran, berwarna putih kekuning-kuningan atau putih kelabu dan
berbusa.
Keluhan lain: pruritus vagina atau vulva dan disuria (rasa pedih waktu kencing) Infeksi dapat
menjalar dan menyebabkan uretritis. Trikomoniasis pada laki-laki yang diserang terutama
urethra, kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis dan epididimis. Pada
umumnya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya
mirip uretritis non gonore, misalnya disuria, poliuria, dan secret urethra mukoid atau
mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada benang- benang halus. Pada
bentuk kronik gejalanya tidak khas; gatal pada urethra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari.
Menurut Jira, gejala trichomoniasis pada pria dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
1. Stadium akut primer, dijumpai eksudat urethtra.
2. Stadium sub-kronik, eksudat dijumpai sangat sedikit.
3. Stadium laten, gejala klinis tidak dijumpai.
4. Stadium kronik, yang dapat berlangsung sampai

Gejala klinis

1. Keputihan (pada wanita)


Vagina tersa gatal, mengeluarkan sekret yang encer berwarna kuning kehijauan, kadang-
kadang disertai buih dengan bau yang abnormal, vulva yang kemerahan dan membengkak,
merupakan gambaran yang karakteristik untuk vaginitis trichomonal, kondisi ini sering
disebut keputihan atau flour albus atau leukorrhoea.
2. Vaginitis (pada wanita)
Dalam kondisi lebih parah, lebih dari setengah wanita yang terinfeksi mempunyai gejala
klinis disamping mengeluarkan cairan seperti diatas juga sakit pada bagian dalam paha, labio
mayora berdarah, sangat gatal dan perih, kondisi ini lazim disebut vaginitis.

3. Uretritis (pada pria)


Kira-kira setengah dari kasus vaginitis trikomonalis juga mengenai uretra pria akibat
hubungan seksual, keadaan ini sering disebut uretritis dan biasanya bersifat asimtomatik
(tanpa gejala).
Pada wanita, diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
mikroskopik terhadap contoh cairan vagina.

Jika hasil pemeriksaan mikroskopik belum meyakinkan, bisa dilakukan pembiakan air
kencing. Diagnosa dengan cara membiakkan sampel cairan vagina/penis merupakan metode
yang dapat diandalkan untuk menegakkan diagnosis trichomoniasis, diperkirakan butuh
waktu 10 hari untuk mendapat hasilnya. Untuk menegakkan diagnosis juga perlu dilakukan
pemeriksaan pap smear dan urinalysis. Leher rahim juga diperiksa jika terjadi pendarahan
karena trichomoniasis sering terjadi bersama penyakit menular seksual lainnya, pasien perlu
diperiksa untuk menentukan jenis infeksinya, apakah chlamydia, gonorrhea, sifilis, atau HIV.
Pada wanita metode ini mempunyai sensitifitas 50-70% dan spesimen harus diambil dari
vagina karena agen penyebab hanya menyerang epitel.

Pada pria cara penemuan Trichomonas vaginalis tidak selalu berhasil dan dapat dideteksi
dengan menggunakan sedimen urin. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap sekret dari
ujung penis yang diambil pada pagi hari sebelum penderita buang air kecil / kencing.

Beberapa cara diagnosis


1. Pewarnaan
Cara ini menggunakan pewarnaan Gram, Giemsa, Papanicolaou, Periodic acid schiff,
Acridine orange, Fluorescein, Neutral red dan Imunoperoxidase. Bila ditemukan Trichomonas
vaginalis pada specimen berarti positif.

2. Kultur
Teknik kultur menggunakan berbagai cairan dan media merupakan salah satu cara untuk
diagnosis. Biasanya dengan menggunakan medium Feinberg-Whittington memberikan hasil
yang dapat dipercaya. Teknik kultur ini mempunyai sensitifitas kira-kira 97%.

3. Metode serologi
Beberapa studi mengatakan bahwa uji serologis kurang sensitif da- ripada kultur atau
pemeriksaan sediaan basah. Pada metode sero- logi ini dapat digunakan teknik ELISA, tes
latex agglutination yang menggunakan antibodi poliklonal. Antigen detection immunoassay
yang menggunakan antibodi monoklonal dan nucleic acid base test.

Pengobatan
Sebelum dilakukan pengobatan, lakukan dulu pembersihan mukos vagina, baru dilakukan
pengobatan. Pengobatan trikomoniasis pado vagina tidak semudah yang dibayangkan, karena
berhubungan langsung antara kerentanan organisme terhadap jenis dan dosis obat, jugo
tergantung pada interaksi kompleks beberapa faktor yang meliput kerentanan obat terhadap
trichomonas, kadar obat setempat, potensial redoks Intravagina (yang mungkin mengatur
jumlah obat yang diambil oleh parasit) dan mikroflora vagina yang menyertainya (yang
mungkin mengurangi jumlah obat setempat).

Jenis-jenis obat yang direkomendasikan adalah:


1. Metronidazol
Metronidazol masih tetap sebagai obat pilihan untuk trikomoniasis pada wanita dan pria.
Tidak ada pengobatan alternatif yang efektif selain metronidazol. Metronidazol bekerja
dengan cara menghambat sintesis DNA pada Trichomonas vaginalis dan menyebabkan
degradasi DNA yang berakibat putusnya untalan DNA dan tidak stabil-nya helix, dengan cara
mereduksi ferredixin-depleted extract pada Trichomonas vaginalis melalui pyrovat ferredoxin
oxidoreductase dan diduga hasil reduksi ini yang bertanggung jawab pada kematian sel.
Metronidazol hampir sempurna diserap melalui usus, berpenetrasi dengan baik kedalam
jaringan dan cairan tubuh (vagina, semen, saliva dan ASI) serta diekskresi sebagian besar
melalui urin.

Dosisnya adalah 2 x 250 mg perhari selama 7 hari. Untuk wanitanya ditambah tablet vagina
Metronidazol 500 mg 1 x 1 tablet selama 7 hari. Pengobatan ini sangat efektif dengan angka
keberhasilan antara 82-90%. Pengobatan yang sama juga diberikan kepada pasangan
seksualnya. Jika pasangan seksual- nya diobati bersama-sama maka angka kesembuhan
melebihi 95%. Angka reinfeksi 16-25% terjadi jika pasangan seksualnya tidak diobati.
Penderita dan pasangan seksualnya dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual hingga
dinyatakan sembuh.
Metronidazol tidak terionisasi pada pH fisiologik dan siap diambil oleh organisme parasit.
Pada organisme atau sel yang sensitif, metronidazol mengalami proses reduksi oleh protein
transpor eketron potensial-redoks-rendah (contohnya nitroreduktase seperti ferredoxin)
sehingga produk polar yang telah kehilangan gugus nitro menjadi tidak dikenal. Proses
reduksi inilah yang tampaknya bertanggung jawab atas efek sitotoksik dan antimikroba
metronidazol, yang meliputi gangguan pada DNA dan inhibisi sintesis asam nukleat.
Metronidazol sama efektifnya terhadap sel yang sedang membelah maupun yang tidak.
Efek samping Metronidasol
a. Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi setelah pemberian dosis tunggal metronidazol pada
pasien yang sebelumnya mengalami rasa gatal selama terapi dengan metronidazol
intravaginal. Rasa kering dan terbakar sering terasa pada vagina. Gatal- gatal pada kulit jarang
dilaporkan terjadi.
b. Efek pada saluran cerna
Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan gastrointestinal, seperti rasa
mual,mulut kering, rasa logam pada lidah dan kadang-kadang disertai muntah dan diare.
C.Efek pada sistem saraf
Neuropati perifer, ditandai dengan kesemutan (numbness) atau tingling (sensasi seperti
tertusuk) apabila serangannya ekstrim, dan serangan kejang adalah efek samping serius yang
bisa terjadi pada pemakaian metronidazol dosis tinggi atau pemakaian dalam waktu yang
lama.
d. Efek hematologi
Lekopenia dan trombositopenia ringan dan sementara dapat terjadi pada beberapa pasien.
e. Efek samping lain
Peningkatan jumlah enzim hati, cholestatic hepatitis dan jaundice.

2. Nystatin
Drs. H. Akhon Zulkoni, M. Si
Nystatin dengan dosis 100 mg/hari selama 7 hari perlu diberikan pada pasien, bila pasien
mempunyai keluhan berupa gejala khas seperti rasa gatal / iritasi disertai keputihan tidak
berbau, atau berbau asam. Cairan berupa putih keju, seperti susu/krim, atau seperti susu
pecah. Pada dinding vagina biasanya dijumpai gumpalan keju (cottage cheeses) yang
menempel. Pada vulva dan atau vagina terdapat tanda-tanda radang dan lesi yang merupakan
penyakit akibat Candidosis vaginalis. Untuk pasien yang memiliki keluhan gejala seperti di
atas baru dapat diberikan Nystatin secara topical.
3. Clotrimazol
Pada kasus pasien yang menderita Trichomonas vaginalis dalam keadaan hamil trimester
pertama, berdasarkan kontra- indikasinya, metronidazol tidak boleh digunakan pada awal
kehamilan atau 3 bulan pertama kehamilan, karena dapat merusak janin. Oleh karena itu
untuk menghilangkan gejalanya selama kehamilan trimester pertama dapat diberikan
Clotrimazol 100 mg/hari sebagai supositaria vagina selama 7 hari. Tidak ada bukti klinis yang
mendukung adanya kelainan fetus pada penggunaan metronidazol oleh wanita hamil setelah 3
bulan pertama kehamilan, sehingga pada kehmilan trimester kedua dan ketiga dapat diberikan
metronidazol dengan dosis terendah.

Flagelata Darah dan Jaringan syifa

Golongan ini termasuk keluarga Try- panosomatidae yang terdiri atas beberapa genus. Genus
yang penting sebagai pe- nyebab penyakit pada manusia adalah Leishmania dan
Trypanosoma. Hemoflage- lata ini mempunyai empat stadium dalam daur hidupnya, yaitu: 1)
stadium amastigot atau stadium leismania, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti
dengan kariosom, satu kinetoplas di bagian anterior yang terdiri atas benda parabasal, blefa-
roplas dan satu aksonema. Besarnya 2-3 mikron dan hidupnya di dalam sel (intra- selular); 2)
stadium promastigot atau stadium leptomonas, berbentuk bujur me- manjang, mempunyai
satu inti; satu, kine- toplas di bagian anterior dan satu flagel.
Bentuk ini besarnya ± 15 mikron; 3) stadium epimastigot atau stadium kritidia dengan bentuk
bujur memanjang, mempunyai satu inti, satu kinetoplas di bagian anterior, satu flagel dan satu
membran bergelom- bang. Besarnya 15-25 mikron dan hidup di luar sel; 4) stadium
tripomastigot atau stadium tripanosoma dengan bentuk bujur memanjang, mempunyai satu
inti, satu kinetoplas di bagian posterior dan satu flagel yang dimulai dari bagian posterior dan
keluar di bagian anterior. Besarnya 20-30 mikron dan hidupnya ekstraselular. Spesies
hemoflagelata mempunyai empat stadium atau lebih dari dua stadium tersebut.
Leishmania
Pada genus Leishmania, hanya ada tiga spesies yang penting bagi manusia, yaitu: 1)
Leishmania donovani yang me- nyebabkan Leismaniasis viseral atau kala azar, 2) Leishmania
tropica yang menye- babkan leismaniasis kulit atau oriental sore dan 3) Leishmania
braziliensis yang menyebabkan leismaniasis mukokutis atau Espundia.
Morfologi dan Daur Hidup
Genus Leishmania mempunyai dua stadium, yaitu: a) stadium amastigot atau stadium
leismania yang terdapat pada manusia dan pada hospes reservoar dan b) stadium promastigot
atau stadium lepto- monas yang terdapat pada hospes perantara (lalat Phlebotomus atau lalat
Lutzomyia) dan dalam biakan NNN (Novy- Mac Neal-Nicolle). Pada waktu lalat mengisap
darah penderita 1 stadium amastigot terhisap dan dalam ; lambung berubah menjadi stadium
promas- -tigot, berkembangbiak dengan cepat secara i belah pasang longitudinal dan menjadi
banyak dalam waktu 3-5 hari. Kemudian stadium promastigot bermigrasi melalu esofagus dan
faring ke saluran hipofaring yang terdapat dalam probosis. Stadium promastigot adalah
stadium infektif dan dapat ditularkan kepada manusia atau hospes reservoar, bila lalat tersebut
meng isap darahnya. Dalam badan manusia stadium promastigot masuk ke dalam sel
makrofag dan berubah menjadi stadium amastigot. Kemudian stadium amastigot
berkembangbiak lagi secara belah pasang longitudinal dan seterusnya hidup di dalam sel
(intraselular). Transmisi dapat terjadi a secara kontak langsung melalui luka gigitan lalat;
transmisi secara kongenital tidak - penting.

Ketiga spesies Leishmania mem- punyai morfologi yang hampir sama, tetapi berbeda dalam
sifat biakan, manifestasi klinis, penyebaran dan vektornya. Ketiga spesies tersebut terdiri atas
sejumlah strain yang berbeda dalam virulensi, tipe lesi, sifat biologi dan adaptasi pada vektor,
Penyembuhan kala azar dan oriental sore memberikan kekebalan yang lama. Keadaan
malnutrisi dan debilitas me- rupakan predisposisi serangan klinis. Imunisasi terhadap penyakit
oriental sore berhasil dilakukan dengan menggunakan bahan biakan atau bahan dari manusia
atau dari limpa binatang yang terinfeksi.
Leishmania donovani
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes definitif dan parasit ini dapat menyebabkan leisma- niasis viseral,
yang disebut juga kala azar atau tropical splenomegaly atau dum-dum fever. Hospes
reservoarnya adalah anjing. Di beberapa daerah, penyakit ini dapat merupakan penyakit pada
anjing yang sewaktu-waktu dapat ditularkan kepada manusia. Lalat Phlebotomus merupakan
hospes perantara atau vektornya. Pada leismaniasis viseral atau kala azar didapat- kan lima
tipe kala azar yang disesuaikan dengan letak geografik dan strain vektor- nya. Kelima macam
penyakit kala azar tersebut adalah: 1) India yang me- nyerang orang dewasa muda. Tipe ini
adalah tipe kala azar klasik dan tidak di- temukan pada hospes reservoar (anjing); 2) tipe
Mediterania, yang menghinggapi anak balita dan mempunyai hospes reser- voar anjing atau
binatang buas; 3) tipe Cina yang biasanya menyerang anak balita tetapi dapat menyerang
orang dewasa; 4) tipe Sudan, yang menghinggapi anak remaja dan orang dewasa muda. Juga
tidak ditemukan pada anjing, tetapi mungkin mempunyai reservoar binatang buas; 5) tipe
Amerika Selatan, penyakit ini jarang terjadi (sporadis) dan dapat menyerang semua umur.
Distribusi Geografik
Daerah endemi penyakit ini sangat luas, yaitu berbagai negara di Asia (India), Afrika, Eropa
(sekitar Laut Tengah), Amerika Tengah dan Selatan. Di Indonesia penyakit ini belum pernah
ditemukan.
Morfologi dan Daur Hidup
Pada manusia, parasit ini hidup intra- selular dalam darah, yaitu dalam sel retikulo-endotel
(RE) sebagai stadium amastigot yang disebut benda Leishman- Donovan. Parasit ini
berkembangbiak secara belah pasang dan berukuran kira- kira 2 mikron. Sel RE dapat terisi
penuh oleh parasit, sehingga sel itu pecah. Stadium amastigot sementara berada dalam
peredaran darah tepi, kemudian masuk atau mencari sel RE yang lain, sehingga stadium ini
dapat ditemukan dalam sel RE hati, limpa, sumsum tulang dan kelenjar limfe viseral. Di
lambung Phlebotomus, stadium amastigot ini ber- ubah menjadi stadium promastigot yang
kemudian bermigrasi ke probosis.
Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Phlebotomus yang memasukkan stadium promastigot
melalui probosisnya ke dalam badan manusia.
Patologi dan Gejala Klinis Oleh karena banyak sel RE yang rusak, maka tubuh berusaha
membentuk sel-sel baru, sehingga terjadi hiperplasi dan hipertrofi sel RE. Akibatnya terjadi
pembesaran limpa (splenomegali), pem- besaran hati (hepatomegali), pembesaran kelenjar
limfe (limfadenopati) dan anemia oleh karena pembentukan sel darah terdesak. Masa tunas
penyakit ini belum biasanya berkisar antara 2-4 bulan. Setelah tunas, timbul demam yang
berlangsung 2-4 minggu, mula-mula tidak teratur, kemudian intermiten. Kadang- kadang
demam menunjukkan dua puncak schan (double rise). Demam lalu hilang, tetapi dapat
kambuh lagi. Lambat laun timbul splenomegali dan hepatomegali. Kelenjar limfe di usus
dapat diserang parasit ini, pada infeksi berat di usus dapat ter- jadi diare dan disentri. Anemia
dan leuko- penia terjadi sebagai akibat diserangnya sumsum tulang. Kemudian timbul ano-
reksia (tidak napsu makan) dan terjadi kakeksia (kurus kering), sehingga penderita menjadi
lemah sekali. Daya tahan tubuh menurun, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder. Sebagai
penyulit dapat terjadi kankrum oris dan noma. Penyakit kala azar biasanya bersifat menahun.
Sesudah gejala kala azar surut dapat timbul Leis- manoid dermal, yaitu kelainan kulit yang
disebut juga leismaniasis pasca kala azar.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, yang kemudian ditegakkan dengan:
1) menemukan parasit dalam sediaan darah langsung, biopsi hati, limpa, kelenjar limfe dan
pungsi sumsum tulang penderitz
2) pembiakan dalam medium NNN,
3) inokulasi bahan pada binatang percobaan 4) reaksi imunologi, yaitu:
1. Uji aglutinasi langsung (Direct Agj
2. ELISA untuk mendeteksi zat anti Untuk mengidentifikasi parasit secara cepat
dikembangkan zat a monoklonal yang spesifik, yang juga dapat digunakan untuk mendeteks
antigen guna keperluan diagnostik
3. Western blot untuk mendeteksi antigen yang timbul selama infeksi.
4. Polymerase Chain Reaction untuk mendiagnosis leismaniasis di lapangan dan leismaniasis
pada penderita dengan infeksi HIV karena uji serologi untuk mendeteksi zat anti tidak
berguna banyak pada kasus ini.
Pengobatan
Natrium antimonium glukonat, etilsti- bamin, diamidin, pentamidin, amfoterisin B dan
stilbamidin merupakan obat toksik tetapi sangat efektif untuk pengobatan penyakit ini.
Penderita memerlukan istirahat total selama menderita penyakit akut; juga memerlukan
banyak makanan yang mengandung kadar protein tinggi dan vitamin. Transfusi darah
diberikan pada penderita dengan anemia berat, atau perdarahan pada selaput mukosa. Sebagai
usaha penanggulangan leisma- niasis maka dilakukan pengembangan vaksin antara lain
vaksin yang terbuat dari leismania mati ataupun vaksin yang terbuat dari rekayasa genetik.
Epidemiologi
Di sekitar Laut Tengah, penyakit ini hanya terdapat pada anak balita dan sebut kala azar
infantil. Anjing merupa an hospes reservoar dan penting sebagai sumber infeksi. Pada anjing
kelainan terdapat pada kulit, dinamakan Hunde kala azar. Di Eropa dan Amerika Selatan
anjing sebagai binatang peliharaan juga merupakan hospes reservoar, sedangkan di India
penularan terjadi langsung antara manusia dan manusia karena anjing tidak penting sebagai
hospes reservoar.
Leishmania tropica
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes definitif parasit ini dan yang berperan sebagai hospes reservoar
adalah anjing, gerbil dan binatang pengerat lainnya. Hospes peran- taranya adalah lalat
Phlebotomus. Parasit ini menyebabkan leismaniasis kulit atau oriental sore. Ada tipe oriental
sore yang disebabkan oleh strain yang ber- lainan, yaitu: 1) leismaniasis kulit tipe kering atau
urban yang menyebabkan penyakit menahun; 2) leismaniasis kulit basah atau rural yang
menyebabkan penyakit akut.
Distribusi Geografik
Daerah endemi penyakit ini terdapat di berbagai negeri sekitar Laut Tengah, Laut Hitam,
Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Arab, India, Pakistan dan Ceylon. Di Indonesia
penyakit ini belum pernah ditemukan.

Morfologi dan Daur Hidup


Parasit hanya hidup di dalam sel RE di bawah kulit di dekat porte d'entree sebagai stadium
amastigorate dantree nyebar ke bagian lain. Morfologi parasit ini tidak dapat dibedakan dari
L.donovani. Bentuk promastigot yang merupakan bentuk infektif dapat ditemukan pakan lalat
Phlebotomus sebagai vektornya atau dalam biakan. L.tropica dalam sediaan apus dari lesi
kulit terdapat intraselular dalam leukosit, sel mononuklear, sel polinuklear dan sel epitel atau
terdapat ekstraselular. Cara infeksi sama seperti pada L.donovani.
Patologi dan Gejala Klinis
Masa tunas penyakit ini adalah 2 minggu sampai 3 tahun. Pada manusia penyakit ini terbatas
pada jaringan kulit dan kadang kadang menyerang selaput mukosa. Pada porte d'entree terjadi
hiper- plasia sel RE yang mengandung stadium amastigot; mula-mula terbentuk makula
kemudian menjadi papul. Papul lalu pecah dan terjadi ulkus. Ulkus dapat sembuh sendiri
dalam waktu beberapa bulan, kemudian meninggalkan parut yang kecil. Bila terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri, mungkin timbul gejala umum seperti demam, menggigil dan bila ulkus
sembuh dapat meninggalkan parut yang besar. Ulkus pada leismaniasis kulit atau oriental sore
dapat sembuh sendiri dalam beberapa bulan, meskipun penderita tidak diobati.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan: 1) menemukan parasit dalam sediaan apus Yang diepsi 2)
pembiakan dalam medium NNN; 3) reaksi imunologi.

Pengobatan

"Obat yang dapat menghasilkan ke- sembuhan pada leismaniasis kulit adalah salep yang
mengandung paromomisin. Alopurinol juga efektif pada pengobatan leismaniasis kulit.

Pengobatan lokal dilakukan bila hanya ada satu atau dua ulkus saja. Bila terjadi luka multipel
atau yang sudah lanjut diberi neostibosan. Di daerah endemi bila ter- Japat luka di daerah
wajah, dianjurkan untuk tidak diberi pengobatan sampai waktu tertentu supaya penderita
mendapat kekebalan. Untuk daerah non-endemik pengobatan harus segera diberikan.

Epidemiologi

Anjing, gerbil dan binatang pengerat lainnya nya merupakan sumber infeksi yang penting
bagi manusia. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya transmisi antara penderita dan
vektor, dianjurkan untuk menutup luka. Pemberantasan vektor (lalat pasir) dilakukan dengan
penyemprotan insektisida di rumah-rumah. Juga dianjur- kan memakai kelambu atau repelen
waktu tidur agar terlindung dari gigitan lalat. Imu- nisasi aktif dapat memberikan perlindung-
an yang efektif, meskipun imunitas baru didapat setelah beberapa bulan.

Leishmania brasiliensis

Hospes dan Nama Penyakit

Manusia merupakan hospes definitif parasit ini dan lalat Phlebotomus berperan sebagai
hospes perantara. Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut leis mukokutis atau
leismaniasis Amerika atau penyakit Espundia. Penyakit ini dapat dibagi menjadi tiga tipe
menurut strain, yaitu: 1) tipe ulkus Meksiko dengan le yang terbatas pada telinga.
Penyakitnya menahun, parasitnya sedikit, ulkusnya kecil-kecil, dapedak, menyebar ke muka
lainnya;
2) tipe uta, lesi kulit yang me nyerupai oriental sore, pada lesi yang dini lebih banyak
ditemukan parasitny daripada lesi yang sudah lama; p penyakit ini jarang menyebar ke selaput
mukosa
3) tipe Espundia, sering bersifat polipoid dan ulkus dapat menyebar ke lapisan mukokutis dan
kutis.
Distribusi Geografik
Penyakit ini ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan (mulai dari Guatemala sampai ke
Argentina Utara dan Paraguay). Di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan.
Morfologi dan Daur Hidup
Morfologi parasit ini tidak dapat di- bedakan dari L.donovani dan L.tropica. Stadium
amastigot hidup dalam sel RE di bawah kulit pada porte d'entree dan menyebar ke selaput
lendir (mukosa) yang berdekatan, seperti mulut, hidung dan tulang rawan telinga. Stadium
promas- tigot terdapat pada lalat Phlebotomus sebagai bentuk infektif. Bentuk ini ditemukan
pula dalam biakan NNN. Infeksi terjadi seperti pada L.dono- vani dan L.tropica.

Patologi dan Gejala Klinis


Masa tunas penyakit ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan Pada porte de
entree terjadi hiperplasi el RE yang mengandung stadium amas got. Kemudian timbul makula
dan papul; setelah itu papul pecah dan terjadi ulkus, Parasit yang keluar bersama sekret ulkus
menyebabkan ulkus baru atau granuloma. Saluran limfe tersumbat dan terjadilah nekrosis.
Infeksi sekunder oleh bakteri merupakan penyulit, sehingga terjadi destruksi tulang rawan
pada hidung atau telinga. Penyakit ini berlangsung ber- tahun-tahun dan bila tidak diobati
dapat sembuh sendiri. Ulkus dapat sembuh sendiri dengan meninggalkan parut.
Lesi yang terjadi pada tipe uta, sama bentuknya dengan Meksiko, hanya predileksi pada
telinga kurang dan jarang menghinggapi selaput lendir. Masa tunas pada tipe Espundia adalah
2-3 bulan dan biasanya lesi pertama terjadi pada kulit dan mungkin juga terdapat di selaput
lendir. Setelah ± 1 tahun terjadi lesi sekunder yang dapat menyebabkan cacat.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan: 1) menemukan parasit dalam sediaan apus atau sediaan biopsi
dari tepi ulkus; 2) pem- biakan dalam medium NNN; 3) reaksi imunologi.
Pengobatan
Terapi intravena dengan etilstibamin harus dilakukan dengan segera setelah diagnosis dibuat,
mengingat luka muko-kutan yang destruktif. Natrium antimo- nium tartrat dan stibofen dapat
digunakan dalam pengobatan secara berturut-turut. Amfoterisin B juga mempunyai nilai
terapeutik. Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.
Epidemiologi
Di daerah endemi penyakit terbatas di daerah pinggiran hutan dan banyak terdapat pada orang
dewasa laki-laki yang bekerja di hutan, sedangkan di Brazil sepertiga penderitanya adalah
anak-anak. Diduga, hospes reservoar adalah binatang liar. Anjing kadang-kadang
mengandung parasit ini tetapi tidak menimbulkan ke- lainan pada tubuh binatang tersebut. Di
Tunisia penanggulangan leisma- niasis kulit dilakukan dengan membasmi koloni gerbil
(hospes reservoar) dan meng- hilangkan sumber makanan gerbil dengan membuang semak-
semak serta mencegah pertumbuhannya kembali dengan cara menanami pohon di tempat
tersebut. Di Peru penanggulangan leismaniasis kulit meliputi pemakaian insektisida di daerah
perumahan dan sekitarnya yang merupakan fokus transmisi, serta memakai pakaian, gelang,
topi yang telah dicelup dalam repelen.
Trypanosoma
Pada genus Trypanosoma terdapat tiga spesies, yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, yaitu Trypanosoma rhode- siense, Trypanosoma gambiense dan Trypa- nosoma
cruzi. Penyakit yang disebabkan oleh ketiga spesies tersebut, yaitu tripano- somiasis, tidak
ditemukan di Indonesia.
Trypanosoma rhodesiense dan Trypanosoma gambiense
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes dari ke- dua spesies parasit ini. Hospes reservoar Trhodesiense
adalah binatang liar seperti antilop dan hospes reservoar T.gambiense adalah binatang
peliharaan seperti sapi, babi, kambing dan sebagainya. Lalat Glossina berperan sebagai
hospes perantara Penyakitnya disebut tripanosomiasis Afrika atau sleeping sickness.
Distribusi Geografik
Kedua spesies ini ditemukan di daerah Afrika tropik, yaitu antara garis lintang utara 15° dan
garis lintang selatan 18°. Trhodesiense terdapat di bagian timur dan di bagian tengah dan
barat.
Morfologi dan Daur Hidup
Antara spesies Trhodesiense dan Tgambiense tidak terdapat perbedaan Pada manusia, kedua
spesies tersebut terdapat dalam stadium tripomastigot yang hidup dalam darah. Bentuk ini ada
dua macam, yaitu bentuk panjang (32 mikron) dan bentuk pendek (16 mikron) yang tidak
mempunyai flagel. Oleh karena itu parasit ini disebut mempunyai sifat polimorf Stadium
tripomastigot hidup di luar sel (ekstraselular) dalam darah, limpa, kelenjar limfe, cairan otak
dan di otak. Parasit ini berkembangbiak secara belah pasang longitudinal dan dalam darah
tampak bentuk yang membelah. Dalam tubuh Glossina, stadium tripomastigot yang terisap
dengan darah berkembang-biak di usus tengah dan usus belakang (midgut dan hindgut) secara
belah pasang longitudinal. Sesudah 15 hari tampak bentuk langsing (pro- ventricular form)
yang membelah lagi kemudian bermigrasi melalui esofagus, faring, mulut, untuk kemudian
masuk ke dalam kelenjar ludahnya. Dalam kelenjar ludah, parasit ini melekat pada epitel dan
berubah menjadi stadium epimastigot. Stadium epimastigot berkembangbiak ber- kali-kali
kemudian berubah menjadi stadium tripomastigot metasiklik yang masuk ke saluran kelenjar
ludah, lalu ke probosis dan dari sini dapat ditularkan kepada manusia. Untuk Tgambiense,
lalat menjadi infektif sesudah 20 hari, sedangkan untuk Trhode- siense sesudah 14 hari.
Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Glossina yang mengandung stadium tripo- mastigot
metasiklik, yaitu sebagai bentuk infektif. Cara penularan ini disebut anterior inoculative.

Patologi dan Gejala Klinis

Pada porte d'entree, parasit berkem- bangbiak di sela-sela jaringan di bawah kulit dan dalam
waktu kira-kira satu minggu timbul syanker tripanosoma. Stadium tripo- mastigot masuk ke
pembuluh darah dan terjadi parasitemia. Pada penduduk asli, masa ini di daerah endemi
berlalu afebril, sedangkan penduduk pendatang mengalami demam. Timbulnya demam
disebabkan oleh parasit yang menyerang kelenjar limfe. Kelenjar limfe menjadi besar dan
nyeri. Hal ini nyata sekali pada daerah servikal belakang yang disebut gejala winterbottom.
Juga terjadi pembesaran kelenjar limfe yang lain seperti di daerah ketiak dan inguinal. Selain
itu terjadi pula hepatosplenomegali; penderita sakit berat dan dapat meninggal. Pada stadium
ber- ikutnya, parasit dapat masuk ke otak dan menyebabkan meningitis, ensefalitis dengan
gejala sakit kepala yang berat, kelainan motorik, apatis, letargi, koma dan berakhir dengan
kematian. Perbedaan penting antara infeksi T.rhodesiense dan T.gam- biense ialah: 1)
T.rhodesiense sangat virulen, penyakitnya akut sehingga pende- rita meninggal dalam waktu
yang singkat sebelum gejala otak tampak; 2) T.gam- biense, penyakitnya menahun dan
sesudah satu tahun, penderita dapat meninggal dengan gejala otak.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemu- kan parasit:
1) secara langsung dalam sediaan darah atau cairan otak;
2) dalam kelenjar dan pungsi sumsum tulang;
3) secara imunologi dengan zat anti fluoresen.
Pengobatan

Pengobatan pada penyakit tidur berhasil baik bila dimulai Afrika biasatan penyakit (infeksi
dini), pada peda stadium darah-limfe. Untuk itu dapat dipakai suramin atau pentamidin. Bila
susunan saraf sudah terkena, dapat dipakai triparsamid oleh karena dengan suramin atau
pentamidin kurang baik hasilnya. Obat yang tersedia umumnya toksik untuk manusia, dan
beberapa strain parasit menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapat dipakai
melarsopol: Mel B (arsobal).
Epidemiologi
Penyakit yang disebabkan oleh Trho- desiense sangat jarang, tetapi penting karena penyakit
ini sangat berbahaya. Hospes perantaranya ialah lalat Glossina morsitans yang hidup di
daerah padang rumput (savanah). Baik lalat jantan mau- pun betina dapat menularkan
penyakit. Pada tripanosomiasis rodesiense hospes reservoar penting karena penularan terjadi
dari hospes reservoar melalui lalat ke manusia. Hospes perantara untuk T.gambiense ialah
lalat Glossina palpalis yang terdapat di daerah dataran rendah dengan hutan yang lebat dan
keadaan lembab. Peran hospes reservoar T.gambiense tidak penting oleh karena penyakit
ditularkan dari manusia ke lalat, kemudian ke manusia lain. Pengawasan terhadap penyakit ini
sulit dilakukan oleh karena penduduk Afrika pada sering berpindah tempat (nomad). Bila
penduduk pindah ke daerah yang tidak ada vektornya, kadang- kadang dijumpai kesulitan
lain, kehidupan tidak ada air untuk minum (jauh dan sumber air/sungai), sehingga Terasi yang
dapat menyena tend surra binatang. Hospes perantaranya ialah lalat Stomoxys calcitrans atau
lai kandang.
Trypanosoma cruzi
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes parasit ini dan hospes reservoar adalah binatang peliharaan
(anjing dan kucing) atau bina- tang liar (tupai, armadillo, kera dan lain- lain). Triatoma
berperan sebagai hospes perantara. Penyakitnya disebut tripanosomiasis Amerika atau
penyakit Chagas. Distribusi Geografik Penyakit ini ditemukan di Amerika Selatan, Amerika
Tengah dan Amerika Serikat (Corpus Christi, Texas).
Morfologi dan Daur Hidup
Di badan manusia, parasit ini terdapat dalam dua stadium yaitu stadium tripomastigot dan
stadium amastigot Stadium tripomastigot hidup di luar sel (ekstraselular) dalam darah dan
tidak ber- kembangbiak, sehingga di dalam darah tidak ditemukan bentuk yang membelah.
Parasit ini panjangnya 20 mikron dan me- nyerupai huruf"C" atau huruf "S" dengan
kinetoplas yang besar.
Stadium amastigot, yang besarnya hanya 2-3 mikron, terdapat intraselular dalam sel RE dan
berkembangbiak secara belah pasang longitudinal. Setelah penuh, sel RE pecah dan stadium
amastigot me- lalui stadium promastigot berubah menjadi stadium epimastigot, kemudian
menjadi stadium tripomastigot yang masuk kem- bali ke dalam darah. Stadium amastigot
ditemukan dalam sel RE limpa, hati, kelenjar limfe, sumsum tulang, sel otot jantung dan sel
otak. Bila Triatoma meng- isap darah seorang penderita tripanoso- miasis, stadium
tripomastigot dan stadium amastigot berubah menjadi stadium epi- mastigot dalam usus
tengah (midgut), kemudian stadium epimastigot ini berkem bangbiak secara belah pasang
longitu dinal dan bermigrasi ke bagian posterior (hindgut) untuk berubah menjadi stadium
tripomastigot metasiklik yang merupakan bentuk infektif. Siklus ini berlangsung selama kira-
kira 10 hari.
Waktu menusuk orang lain untuk mengisap darahnya, Triatoma mengeluar- kan pula sedikit
tinjanya yang mengan- dung bentuk infektif dan diletakkan pada kulit. Oleh karena tusukan
terasa gatal, maka orang menggaruk sehingga parasit masuk ke dalam luka dan terjadilah
infeksi. Cara infeksi ini disebut posterior conta minative. Parasit dapat pula masuk melalui
kulit yang utuh, misalnya melalui selaput lendir mata atau kulit bayi yang utuh.
Patologi dan Gejala Klinis
Pada porte d'entree stadium tripomastigot metasiklik dikelilingi oleh makrofag kemudian
masuk ke dalamnya dan berubah menjadi stadium amastigot dan membelah. Banyak
makrofag yang di- serang, sehingga terbentuk suatu granu- loma (chagoma) yang dapat
membendung aliran limfe. Bila hal ini terjadi pada mata, timbul edema kelopak mata pada
salah satu mata (edema unilateral) yang disebut gejala Romaña. Melalui stadium promastigot
dan epimastigot, parasit ini masuk ke aliran darah dan berubah men- jadi stadium
tripomastigot. Kemudian terjadi parasitemia yang memberi gejala toksik. Parasit masuk ke
alat-alat dalam yang mengandung sel RE, sehingga timbul gejala splenomegali, hepatomegali
dan limfadenopati; juga terjadi kelainan pada sumsum tulang, karena penuh dengan parasit.
Penderita sakit berat, demam, dan sering ada gejala jantung, sehingga penderita meninggal
pada stadium akut. Hal ini biasanya terjadi pada anak. Pada orang dewasa penyakitnya dapat
menahun.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan: 1) me- nemukan parasit dalam darah pada waktu demam atau
dalam biopsi kelenjar limfe, limpa, hati dan sumsum tulang (stadium tripomastigot dan
stadium amastigot), 2) menemukan parasit pada pembiakan dalam medium NNN (stadium
epimastigot), 3) xenodiagnosis, dengan percobaan serangga Triatoma atau Cimex, 4) ada
beberapa uji imunodiagnostik yang telah dikembang- kan untuk mendeteksi zat anti terhadap
T.gambiense antara lain:
1. Uji kartu (Card Agglutination Test for Trypanosomiasis atau CATT) banyak digunakan di
lapangan.
2. ELISA untuk mendeteksi antigen tripa- nosoma di dalam serum dan cairan serebrospinalis.
3. Card Indirect Agglutination Test (CIAT) yang merupakan modifikasi ELISA dengan uji
aglutinasi lateks.
Reaksi rantai polimerase merupakan cara yang cukup sensitif dan spesifik yang sedang
dikembangkan untuk mendeteksi DNA tripanosoma di dalam otak penderita yang meninggal
akibat ensefalopati pasca pengobatan serta DNA di dalam kelenjar air liur dan lambung lalat
tse-tse.
Pengobatan
Pengobatan terhadap penyakit ini tidak memuaskan, oleh karena belum ada obat yang dapat
menghancurkan parasit yang berada dalam sel jaringan. Primakuin merupakan obat yang
terbaik untuk membasmi tripomastigot dalam darah, dengan demikian mencegah invasi lebih
lanjut ke dalam jaringan. Selain itu juga digunakan nitrofurans dan amfoterisin B. Pada tikus
kombinasi obat antimikosis golongan azol dengan terbinafin selama 14 hari memberikan
kesembuhan 100%. Percobaan in vitro menunjukkan hasil yang baik dapat dicapai oleh
pengobatan kombinasi antara lovastatin, azol dan terbinafin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan radikal yang membasmi semua tripanosoma
dari susunan saraf pusat dapat mencegah ensefalopati pasca pengobatan.
Epidemiologi
Hospes reservoar selalu merupakan sumber infeksi dan cara pencegahan dapat dilakukan
dengan memberantas vektornya yaitu Triatoma dan melindungi manusia dari gigitannya.
Hospes perantaranya adalah Triatoma infestans, Rhodnius prolixus dan Panstrongylus
megistus yang hidup di sela-sela dinding rumah yang terbuat dari papan atau batu.
Pengawasan bank darah juga merupakan upaya yang dapat men- cegah timbulnya infeksi
pada manusia.

Leishmania Tropica sufy


Leishmania tropica adalah parasit flagellata yang menyebabkan leishmaniasis kulit
antroponotik pada manusia. Parasit ini terbatas di Afro-Eurasia dan merupakan penyebab
umum infeksi di Afghanistan, Iran, Suriah, Yaman, Aljazair, Maroko, dan India utara.
Leishmaniasis merupakan penyakit parasit yang ditemukan di daerah tropis, subtropis, dan
Eropa bagian selatan, dan tergolong penyakit tropis terabaikan. Leishmaniasis disebabkan
oleh infeksi parasit Leishmania yang ditularkan melalui gigitan lalat pasir phlebotomine. Ada
beberapa bentuk leishmaniasis yang berbeda pada manusia, dan bentuk yang paling umum
adalah leishmaniasis kulit, yang menyebabkan luka pada kulit, dan leishmaniasis visceral,
yang mempengaruhi beberapa organ dalam. Leishmania tropica adalah kompleks spesies yang
sangat heterogen dengan strain yang dapat dibedakan berdasarkan ekologi, biokimia, dan
serologis.

Leishmania Donovani yaniva

1. Struktur Skema

Skema Leishmania donovani melibatkan siklus hidup kompleks yang terdiri dari bentuk
promastigot di dalam tubuh nyamuk vektor dan bentuk amastigot di dalam sel-sel inang
vertebrata, terutama makrofag.

1. Siklus Hidup di Nyamuk Vektor

- Promastigot: Siklus dimulai ketika nyamuk vektor seperti serangga genus Phlebotomus
menggigit manusia terinfeksi. Parasit Leishmania berada dalam bentuk promastigot di dalam
saliva nyamuk.

- Injeksi ke Tengah Kulit: Saat nyamuk menggigit, promastigot dilepaskan ke dalam darah
manusia dan kemudian diambil oleh makrofag di kulit.

- Transformasi ke Amastigot: Di dalam makrofag, promastigot mengalami transformasi


menjadi bentuk amastigot yang lebih kecil.
2. Siklus Hidup di Tubuh Manusia

- Amastigot: Amastigot berkembang biak di dalam makrofag manusia dan menyebabkan


infeksi sel inang.

- Pembelahan Sel: Amastigot berkembang melalui pembelahan sel di dalam makrofag,


merusak sel inang dan menyebabkan gejala klinis Leishmaniasis.

Leishmania donovani cenderung menyerang organ dalam seperti limpa, hati, dan sumsum
tulang, menyebabkan bentuk penyakit visceral Leishmaniasis. Infeksi dapat terjadi ketika
nyamuk yang terinfeksi menggigit manusia atau melalui kontak langsung dengan darah atau
jaringan tubuh yang terinfeksi.

2. Siklus Hidup

Leishmania donovani adalah eukariota uniseluler yang memiliki 2 struktur berbeda


berdasarkan inangnya, yaitu:

1. Amastigote, struktur ketika berada pada fagosit mononuklear dan sistem peredaran darah.
Berbentuk intraseluler, non-motil, flagel oval pendek tertanam di ujung anterior dengan
panjang 3-6 um dan lebar 1-3 μm, kinetoplas dan badan basal terletak di ujung anterior.

amatigote mempuyai ciri seperti :

1. Tidak Memiliki flagell, lalu bentuk dari stadiumnya oval dan memiliki diameter sekitar 2
sampai 3 mikron.

2. Memiliki satu inti sel dan satu kinetoplas yang digunakan untuk pembelahan. Dan berada
pada hospes definitif yaitu manusia. Di tubuh manusia dia akan memperbanyak diri dengan
membelah. Bukan Cuma manusia anjing, marsupilia dan hewan pengerat.

2. Promastigote, struktur ketika parasit berada di saluran pencernaan lalat pasir. Berbentuk
gelendong, ekstraseluler, motil, berukuran panjang 15-30 μm dan lebar 5 um, flagel eksternal
diproyeksikan di ujung anterior, kinetoplas dan badan basal berada di bagian depan.

Promastigote memilki karakteristik seperti:

1. Memiliki panjang sekitar 14-20 mikron.

2. Flagellanya sudah ada pada bagian belakang.


3. Inti tetap satu juga disertai kinetoplas

4. Ada pada lalat berkembang biak tetap dengan membelah.

Lalat menggigit manusia dan akan berinteraksi dengan darah yaitu dengan menghisap
darahnya. Stadium promastigot yang sebelumnya ada dalam tubuh lalat akan mulai berubah
menjadi amastigot setelah bergerak memasuki sel makrofag. Pada keadaan stadium amastigot
akan terjadi pembelahan secara berpasangan dan akan hidup dalam sel. Transmisi dapat
terjadi langsung dengan kontak lewat luka. Parasit akan bergerak dan masuk tubuh manusia
lewat darah melalui secara intraselular yaitu bergerak dengan sel tempat dia hidup tersebut.
Apabila terlalu banyak parasit yang berada dalam sel akan mengakibatkan sel tersebut pecah.
sehingga stadium amazigote tersebut akan tersebar kedalam peredaran darah dan akan
mencari sel lain dan akan hidup didalam Re nya. Dan akhirnya akan ditemukan dalam sel RE
hati, limfa, sumsum tulang belakang, dan kelenjar limfa.

3. Cara Berkembang Biak

Leishmania donovani berkembang biak melalui siklus hidup kompleks yang melibatkan dua
bentuk utama: bentuk promastigot dan bentuk amastigot. Siklus hidup ini terjadi dalam tubuh
inang vertebrata dan vektor serangga, seperti nyamuk genus Phlebotomus.

1. Siklus Hidup di Tubuh Nyamuk

- Nyamuk yang terinfeksi menggigit manusia untuk mengambil darah, memasukkan


promastigot (bentuk infektif) Leishmania ke dalam tubuh manusia.

- Promastigot berkembang dalam saluran pencernaan nyamuk menjadi bentuk infektif yang
lain, disebut metasiklik promastigot.

2. Siklus Hidup di Tubuh Manusia

- Metasiklik promastigot diinjeksikan ke dalam manusia melalui gigitan nyamuk.

- Dalam sel fagosit mononuklear, metasiklik promastigot mengalami transformasi menjadi


bentuk amastigot (bentuk tak infektif).

- Amastigot berkembang biak di dalam makrofag dan sel-sel lain dalam tubuh manusia.

3. Siklus Hidup Lanjutan di Tubuh Nyamu


- Saat nyamuk kembali menggigit manusia yang terinfeksi, mereka menghisap sel darah
yang mengandung amastigot.

- Amastigot berkembang dalam saluran pencernaan nyamuk menjadi promastigot, menutup


siklus hidup.

4. Penularan leishmania donovani

Penyakit Leishmania donovani, yang disebabkan oleh parasit Leishmania donovani,


umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk perantara dari genus Phlebotomus di wilayah
Eropa, Asia, dan Afrika. Parasit tersebut berkembang biak dalam tubuh nyamuk dan dapat
ditularkan ke manusia saat nyamuk menggigit untuk makan darah. Infeksi juga dapat terjadi
melalui transfusi darah atau berbagi jarum yang terkontaminasi. Leishmania donovani
menyebabkan penyakit kala-azar atau leishmaniasis viseral, yang dapat mempengaruhi organ
dalam seperti limpa, hati, dan sumsum tulang.

Penyakit infeksi parasit ini juga dikenal sebagai kala azar. Selain banyak terdapat di daerah
yang beriklim subtropis dan tropis, penyakit kala azar juga cenderung ditemukan di daerah
terpencil.

5. Pencegahan leishmania donovani

Mengingat Leishmaniasis merupakan penyakit yang cukup sulit disembuhkan dan belum ada
vaksinnya, cara terbaik untuk menghindarinya adalah dengan menghindari gigitan lalat pasir
betina. Memutus daur hidup parasit Leishmania juga sangat penting untuk membatasi risiko
terjadinya epidemi, yang intinya adalah dengan mengontrol infeksinya di inang hewan dan
manusia, serta pemberantasan dan "pembatasan" vektor. Dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi Leishmaniasis, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:

1. Memakai alat pelindung diri. Krim penangkal gigitan serangga dan penggunaan pestisida di
pakaian dan kelambu tidur dapat mengurangi risiko gigitan lalat pasir secara efektif.

2. Menjaga kebersihan lingkungan dari tumpukan sampah.

3. Melakukan pemberantasan vektor dan inang hewan. Pemberantasan lalat pasir dapat
dilakukan dengan penyemprotan pestisida, menggunakan umpan beracun, atau ditangkap
menggunakan alat penangkap serangga seperti sinar yang menarik bagi serangga.

4. Mengisolasi pasien Leishmaniasis dari gigitan lalat pasir dan mengobatinya.

5. Memberikan pendidikan kepada masyarakat mengenai siklus hidup penyakit Leishmaniasis


dan teknik pencegahannya.

6. Merekayasa lingkungan sekitar tempat tinggal agar tidak cocok bagi habitat lalat pasir.
7. Membuat tempat tinggal yang “kedap” lalat pasir dan tikus.

8. Mengurangi aktivitas di luar rumah sejak matahari terbenam hingga terbit. Lalat pasir
adalah hewan nokturnal (aktif di malam hari) sehingga pengurangan aktivitas di malam hari
dapat menurunkan risiko digigit lalat pasir.

9. Waspada atas peningkatan populasi lalat pasir saat menjelang musim dingin (di iklim
subtropis).

10. Menggratiskan obat dan konsultasi kesehatan terkait penyembuhan Leishmaniasis.

6. Penyakit yang ditimbulkan dari leishmania donovani


Leishmaniabdonovani adalah agen penyebab visceral leishmaniasis atau dikenal sebagai kala-
azar ("demam hitam"). Masa inkubasi berkisar antara 3-6 bulan atau bisa sampai lebih dari
satu tahun. Namun, di India masa inkubasi berlangsung cepat hanya sekitar 10 hari. Sel target
dari infeksi parasit ini adalah sistem fagosit mononuklear dengan jaringan utama berupa
limpa dan hati. Gejala klinisnya yaitu pireksia, pembesaran limpa dan hati, serta pigmentasi
kulit yang membuat penyakit ini juga disebut "demam hitam". Mukosa usus kecil dan
kelenjar getah bening juga dapat diinfeksi oleh parasit ini. Gejala morfologi juga dapat
diamati di bagian wajah, perut, serta kulit yang menjadi kasar. Jika infeksi berkembang
dengan baik di dalam tubuh, dapat timbul pula gejala penurunan berat badan dan anemia.
Ketika fasilita medis tidak baik, tingkat kematian dapat berkisar antara 75-95% dalam 2 tahun
masa epidemi. Penyakit ini juga dapat diikuti dengan komplikasi penyakit disentri,
tuberculosis, septicaemi, dan HIV.

Trypanosoma

Pada genus Trypanosoma terdapat tiga spesies, yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, yaitu Trypanosomarhode siense, Trypanosoma gambiense dan Trypa-nosomacruzi.
Penyakit yang disebabkan oleh ketiga spesies tersebut, yaitu tripano- somiasis, tidak
ditemukan di Indonesia.

Trypanosoma rhodesiense dan Trypanosoma gambiense

Hospes dan Nama Penyakit


Manusia merupakan hospes dari ke- dua spesies parasit
ini. Hospes reservoar T.rhodesiense adalah binatang liar
seperti antilop dan hospes reservoar T.gambiense adalah binatang peliharaan seperti sapi,
babi, kambing dan sebagainya. Lalat Glossina berperan sebagai hospes perantara.
Penyakitnya disebut tripanosomiasis Afrika atau sleeping sickness.

Distribusi Geografik
Kedua spesies ini ditemukan di daerah Afrika tropik, yaitu antara garis lintang utara 15° dan
garis lintang selatan 18°. T.rhodesiense terdapat di bagian timur dan T.gambiense di bagian
tengah dan barat.

Morfologi dan Daur Hidup


Antara spesies T.rhodesiense dan T.gambiense tidak terdapat perbedaan morfologi. Pada
manusia, kedua spesies tersebut terdapat dalam stadium tripomastigot yang hidup dalam
darah. Bentuk ini ada dua macam, yaitu bentuk panjang (32 mikron) dan bentuk pendek (16
mikron) yang tidak mempunyai flagel. Oleh karena itu parasit ini disebut mempunyai
sifat polimorf. Stadium tripomastigot hidup di luar sel (ekstraselular) dalam darah, limpa,
kelenjar limfe, cairan otak dan di otak. Parasit ini berkembangbiak secara belah pasang
longitudinal dan dalam darah tampak bentuk yang membelah. Dalam tubuh Glossina,
stadium tripomastigot yang terisap dengan darah berkembang-biak di usus tengah dan usus
belakang (midgutdan hindgut) secara belah pasang longitudinal. Sesudah 15 hari tampak
bentuk langsing (pro- ventricular form) yang membelah lagi kemudian bermigrasi melalui
esofagus, faring, mulut, untuk kemudian masuk ke dalam kelenjar ludahnya. Dalam
kelenjar Judah, parasit ini melekat pada epitel dan berubah menjadi stadium epimastigot.
Stadium epimastigotberkembangbiak ber- kali-kali kemudian berubah menjadi
stadium tripomastigot metasiklik yang masuk ke saluran kelenjar ludah, lalu ke probosis dan
dari sini dapat ditularkan kepada manusia. Untuk Tgambiense, lalat menjadi infektif sesudah
20 hari, sedangkan untuk Trhode- siense sesudah 14 hari.
Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Glossina yang mengandung
stadium tripo- mastigot metasiklik, yaitu sebagai bentuk infektif. Cara penularan ini disebut
anterior inoculative.

Patologi dan Gejala Klinis

Pada porte d’entree, parasit berkem- bangbiak di sela-sela jaringan di bawah kulit dan dalam
waktu kira-kira satu minggu timbul syanker tripanosoma. Stadium tripo- mastigotmasuk ke
pembuluh darah dan terjadi parasitemia. Pada penduduk asli, masa ini di daerah endemi
berlalu afebril, sedangkan penduduk pendatang mengalami demam. Timbulnya demam
disebabkan oleh parasit yang menyerang kelenjar limfe. Kelenjar limfe menjadi besar dan
nyeri. Hal ini nyata sekali pada daerah servikal belakang yang disebut gejala winterbottom.
Juga terjadi pembesaran kelenjar limfe yang lain seperti di daerah ketiak dan inguinal. Selain
itu terjadi pula hepatosplenomegali; penderita sakit berat dan dapat meninggal. Pada
stadium ber- ikutnya, parasit dapat masuk ke otak dan menyebabkan meningitis, ensefalitis
dengan gejala sakit kepala yang berat, kelainan motorik, apatis, letargi, koma dan berakhir
dengan kematian. Perbedaan penting antara infeksi T.rhodesiense dan T.gam- biense ialah:
1) Trhodesiense sangat virulen, penyakitnya akut sehingga pende- rita meninggal dalam
waktu yang singkat sebelum gejala otak tampak; 2) T.gam- biense, penyakitnya menahun dan
sesudah satu tahun, penderita dapat meninggal dengan gejala otak.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemu- kan parasit:
1) secara langsung dalam sediaan darah atau cairan otak;
2) dalam biopsi kelenjar dan pungsi sumsum tulang;
3) secara imunologi dengan zat anti fluoresen.

Pengobatan
Pengobatan pada penyakit tidur Afrika biasanya berhasil baik bila dimulai pada permulaan
penyakit (infeksi dini). Yaitu pada stadium darah-limfe. Untuk itu dapat
dipakai suraminatau pentamidin. Bila susunan saraf sudah terkena, dapat
dipakai triparsamid oleh karena dengan suramin atau pentamidin kurang baik hasilnya.

Obat yang tersedia umumnya toksik untuk manusia, dan beberapa strain parasit
menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapat dipakai melarsopol: Mel B (arsobal).

Epidemiologi
Penyakit yang disebabkan oleh Trho- desiense sangat jarang, tetapi penting karena penyakit
ini sangat berbahaya. Hospesperantaranya ialah lalat Glossina morsitans yang hidup di daerah
padang rumput (savanah). Baik lalat jantan mau- pun betina dapat menularkan penyakit.
Pada tripanosomiasisrodesiense hospes reservoar penting karena penularan terjadi
dari hospes reservoar melalui lalat ke manusia.

Hospes perantara untuk Tgambiense ialah lalat Glossinapalpalis yang terdapat di daerah
dataran rendah dengan hutan yang lebat dan keadaan lembab.
Peran hospes reservoar T.gambiense tidak penting oleh karena penyakit ditularkan dari
manusia ke lalat, kemudian ke manusia lain, Pengawasan terhadap penyakit ini sulit
dilakukan oleh karena penduduk Afrika pada umumnya sering berpindah tempat (nomad).
Bila penduduk pindah ke daerah yang tidak ada vektorya, kadang-kadang dijumpai kesulitan
lain, misalnya tidak ada air untuk minum Gjauh dari sumber air/sungai), sehingga kehidupan
menjadi lebih sulit. Di Indonesia terdapat Tevansi yang dapat menyebabkan
penyakit surra pada binatang. Hospesperantaranya ialah lalat Stomoxys calcitrans atau lalat
kandang.

Trypanosoma cruzi nayla

Hospes dan Nama Penyakit


Manusia merupakan hospes parasit ini dan hospes reservoar adalah binatang peliharaan
(anjing dan kucing) atau bina- tang liar (tupai, armadillo, kera dan lain-
lain). Triatoma berperan
sebagai hospes perantara.Penyakitnya disebut tripanosomiasisAmerika atau penyakit Chagas.

Distribusi Geografik
Penyakit ini ditemukan di Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Serikat
(Corpus Christi, Texas).

Morfologi dan Daur Hidup


Di badan manusia, parasit ini terdapat dalam dua stadium yaitu stadium tripomastigot dan
stadium amastigot Stadium tripomastigot hidup di luar sel (ekstraselular) dalam darah dan
tidak ber kembangbiak, sehingga di dalam darah tidak ditemukan bentuk yang membelah
Parasit ini panjangnya 20 mikron dan me nyerupai huruf “C” atau huruf “S”
dengan kinetoplas yang besar. Stadium amastigot, yang besarnya hanya 2-3 mikron,
terdapat intraselular dalam sel RE dan berkembangbiak secara belah pasang longitudinal.
Setelah penuh, sel RE pecah dan stadium amastigot me- lalui stadium promastigot berubah
menjadi stadium epimastigot, kemudian menjadi stadium tripomastigot yang masuk kem- bali
ke dalam darah. Stadium amastigot ditemukan dalam sel RE limpa, hati, kelenjar limfe,
sumsum tulang, sel otot jantung dan sel otak. Bila Triatoma meng- isap darah seorang
penderita tripanoso miasis, stadium tripomastigot dan stadium amastigot berubah menjadi
stadium epi- mastigot dalam usus tengah (midgut), kemudian
stadium epimastigot ini berkem- bangbiak secara belah pasang longitu- dinal dan bermigrasi
ke bagian posterior (hindgut) untuk berubah menjadi stadium tripomastigot metasiklik yang
merupakan bentuk infektif. Siklus ini berlangsung selama kira-kira 10 hari.
Waktu menusuk orang lain untuk mengisap darahnya, Triatoma mengeluar- kan pula sedikit
tinjanya yang mengan- dung bentuk infektif dan diletakkan pada kulit. Oleh karena tusukan
terasa gatal, maka orang menggaruk sehingga parasit masuk ke dalam luka dan terjadilah
infeksi. Cara infeksi ini disebut posterior conta- minative. Parasit dapat pula masuk melalui
kulit yang utuh, misalnya melalui selaput lendir mata atau kulit bayi yang utuh.

Patologi dan Gejala Klinis

Pada porte d’entree stadium tripomas- tigot metasiklikdikelilingi oleh makrofag kemudian
masuk ke dalamnya dan berubah menjadi stadium amastigot dan membelah.
Banyak makrofag yang di- serang, sehingga terbentuk suatu granu- loma (chagoma) yang
dapat membendung aliran limfe. Bila hal ini terjadi pada mata, timbul edema kelopak mata
pada salah satu mata (edema unilateral) yang disebut gejala Romaña. Melalui
stadium promastigot dan epimastigot, parasit ini masuk ke aliran darah dan berubah men- jadi
stadium tripomastigot. Kemudian terjadi parasitemia yang memberi gejala toksik. Parasit
masuk ke alat-alat dalam yang mengandung sel RE, sehingga timbul gejala
splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati; juga terjadi kelainan pada sumsum tulang,
karena penuh dengan parasit. Penderita sakit berat, demam, dan sering ada gejala jantung,
sehingga penderita meninggal pada stadium akut. Hal ini biasanya terjadi pada anak. Pada
orang dewasa penyakitnya dapat menahun.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan:


1) menemukan parasit dalam darah pada waktu demam atau dalam biopsi kelenjar limfe,
limpa, hati dan sumsum tulang (stadium tripomastigot dan stadium amastigot),
2) menemukan parasit pada pembiakan dalam medium NNN (stadium epimastigot),
3) xenodiagnosis, dengan percobaan serangga Triatoma atau Cimex,
4) ada beberapa uji imunodiagnostik yang telah dikembang- kan untuk mendeteksi zat anti
terhadap Tgambiense antara lain:
1. Uji aglutinasi kartu (Card Agglutination Test forTrypanosomiasis atau CATT) yang banyak
digunakan di lapangan.
2. ELISA untuk mendeteksi antigen tripa- nosoma di dalam serum dan cairan serebrospinalis.

3. Card Indirect Agglutination Test (CIAT) yang merupakan modifikasi ELISA dengan uji
aglutinasi lateks.

Reaksi rantai polimerase merupakan cara yang cukup sensitif dan spesifik yang sedang
dikembangkan untuk mendeteksi DNA tripanosoma di dalam otak penderita yang meninggal
akibat ensefalopati pasca pengobatan serta DNA di dalam kelenjar air liur dan lambung
lalat tse-tse.

Pengobatan
Pengobatan terhadap penyakit ini tidak memuaskan, oleh karena belum adaobat yang dapat
menghancurkan parasit yang berada dalam sel jaringan. Primakuin merupakan obat yang
terbaik untuk membasmi tripomastigot dalam darah, dengan demikian mencegah invasi lebih
lanjut ke dalam jaringan. Selain itu juga digunakan nitrofurans dan amfoterisin B.Pada tikus
kombinasi obat antimikosisgolongan azol dengan terbinafin selama 14 hari memberikan
kesembuhan 100%. Percobaan in vitro menunjukkan hasil yang baik dapat dicapai oleh
pengobatan kombinasi antara lovastatin, azol dan terbinafin. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengobatan radikal yang membasmi semua tripanosoma dari susunan saraf pusat dapat
mencegah ensefalopati pasca peng- obatan.

Epidemiologi
Hospes reservoar selalu merupakan sumber infeksi dan cara pencegahan dapat dilakukan
dengan memberantas vektornya yaitu Triatoma dan melindungi manusia dari
gigitannya. Hospes perantaranya
adalah Triatoma infestans, Rhodniusprolixus dan Panstrongylus megistus yang hidup di sela-
sela dinding rumah yang terbuat dari papan atau batu. Pengawasan bank darah juga
merupakan upaya yang dapat men- cegah timbulnya infeksi pada manusia.

Plasmodium malariae
Nama Penyakit
P.malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana, karena serangan demam
berulang pada tiap hari keempat. Malaria berasal dari bahasa Italia yaitu mal = buruk dan area =
udara. Jadi secara harfiah malaria berati penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara
buruk akibat lingkungan yang buruk.
Definisi
Malaria adalah suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium (termasuk Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.
Penyebab
Malaria biasanya berkembang dengan adanya interaksi seseorang yang sehat dengan penderita,
penularannya selalu bersifat sporadis, penyebab utama penularan malaria ini meliputi
peperangan, perpindahan penduduk, pertumbuhan dan perkembangan bangsa serta bepergian
ke daerah endemik.
Distribusi Geografik
Penyakit malaria kuartana dapat ditemukan di daerah tropik, tetapi fre- kuensinya cenderung
rendah. Di Afrika terutama ditemukan di bagian barat dan utara, sedangkan di Indonesia
dilaporkan di Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (termasuk Timor Leste) dan Sumatra Selatan.
Cara infeksi
Menurut Garcia dan Bruckner (1996) infeksi Plasmodium penyebab penyakit malaria pada
seseorang bisa diakibatkan oleh beberapa cara diantaranya :
1. Gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi
2. Transfusi darah dari donor penderita
3. Penggunaan jarum suntik bokas yang terkontaminasi
4. Infeksi import
5. Infeksi kongenital
Siklus hidup
Menurut Garcia dkk. (1996), apabila nyamuk yang terinfeksi Plasmodium dari penderita
menggigit manusia sehat maka sporozoit yang terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk
dimasukkan melalui luka tusuk. Dalam satu jam bentuk efektif ini terbawa oleh darah menuju hati
kemudian masuk ke dalam sel parenkim hati dan mulai perkembangan siklus pre-eritrositik atau
ekso- eritrositik primer. Sporozoit akan menjadi bulat atau lonjong dan mulai membelah dengan
cepat. Hasil skizogoni tersebut adalah merozoit eksoeritrositik dalam jumlah besar. Setelah
meninggalkan hati, merozoit akan melakukan perpindahan ke dalam sel darah merah (SDM)
Untuk melakukan siklus eritrositik. Setelah beberapa generasi siklus eritrositik, sebagian
merozoid tidak berkembang menjad skizon tetapi mulai mengembangkan diri menjadi gametozid
jantan dan betina. Apabila gametosid tertelan nyamuk ketika sedang mengisap darah, gametosit
akan menjadi matang dan tumbuh menjadi game dalam usus nyamuk. Inti mikrogamet jantan
akan membelah, mikrogame keluar dari eritrosit bergerak dan melakukan penetrasi ke mikrogane
betina (terjadi fertilisasi), hasil dari stadium fertilisasi ini disebut zigo Zigot bergerak ke usus
tengah dan tumbuh menjadi ookista. Dalam beberapa hari ookista pecah sporozoit akan beredar
ke seluruh tubuh nyamuk dan sebagian menuju kelenjar ludah. Apabila nyamuk kemudian
mengisap darah orang sehat, sporozoid bersama air ludahnya akan masuk ke tubuh orang
tersebut dan menjadi sakit lagi.
Secara skematis siklus hidup itu dapat ditampilkan dalam Gambar.
Gambar Siklus Hidup Plamodium sp Penyebab Penyakit Malaria.
Macam-macam penyakit malaria
1. Malaria tropikana, penyebabnya adalah Plasmodium
2. Malaria tersiana, penyebabnya adalah Plasmodium vivax don P. ovale.
3. Malaria kwartana, penyebabnya adalah Plasmodium malariae.
Penderita malaria saat ini didominasi oleh Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum dengan
kisaran prosentase 80 - 95% dan sisanya disebabkan oleh Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale.
Patologi dan gejala klinis
a. Keluhan prodromal
Keluhan ini dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa : kelesuan, sakit kepala, nyeri pada
tulang (arthralgia) atau otot, anorexia (hilang nafsu makan), perut tidak enak, diare ringan dan
kadang-kadang merasa dingin di punggung
b. Demam.
Serangan demam yang khas terdiri dari beberapa stadium:
1. Stadium menggigil, dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Nadinya cepat
tetapi lemah, bibir dan jari- jari tanganya menjadi biru, kulitnya kering dan pucat, kadang- kadang
disertai dengan muntah. Pada anak sering disertai kejang. Stadium ini berlangsung antara 15
menit sampai 1 jam.
2. Stadium puncak demam dimulai pada saat perasaan dingin se- kali berubah menjadi panas
sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin
hebat, biasanya ada mual dan muntah, nadi berdenyut keras. Perasaan sangat haus sekali pada
saat suhu naik sampai 41 C atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2 sampal 6 jam.
3. Stadium berkeringat dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidur
basah. Suhu turun dengan cepot, kadang-kadang sampai dibawah ambang normal. Penderita
biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemah tetapi sehat. Stadium ini
berlangsung 2 sampai 4 jam. Stadium menggigil, puncak demam dan berkeringat (1,2 dan 3)
biasanya dimulai antara jam 08.00-12.00.
c. Splenomegall
Pembesaran limpa merupakan gejala khas terutama pada mala menahun, limpa mengeras,
hitam, karena pigmen banyak ditimb dalam eritrosit dan banyak mengandung parasit
d. Anemia.
Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabka nya. Anemia ini disebabkan
oleh:
1. Sel darah merah lisis akibat siklus hidup parasit
2. Penghancuran sel darah merah baik yang terinfeksi maupu tidak terinfeksi di dalam limfa
3. Penghancuran oleh sel darah merah oleh auto imun
4. Berkurangnya pembentukan heme
5. Meningkatnya fragilitas sel darah merah
6. Berkurangnya produksi sel darah merah dari sumsum tulang.
Gejala Spesifik
Masa inkubasi pada infeksi Pmalariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai 30-40 hari.
Gambaran klinis pada serangan pertama mirip malaria vivaks. Serangan demam lebih teratur dan
terjadi pada sore hari. Parasit Pmalariae cenderung menghinggapi eritrosit yang lebih tua yang
jumlahnya hanya 1% dari total eritrosit.
Akibatnya, anemia kurang jelas di- bandingkan malaria vivaks dan penyulit lain agak jarang.
Splenomegali dapat men capai ukuran yang besar. Parasitemia asimtomatik tidak jarang dan
menjadi masalah pada donor darah untuk transfusi
P. malariae merupakan salah sate P. plasmodium yang dapat menyebabka kelainan ginjal, selain
P. falciparum. Kelainan ginjal yang disebabkan oleh P.malariae biasanya bersifat menahun dan
progresif dengan gejala lebih berat dan prognosisnya buruk. Nefrosis pada malaria kuartana
sering terdapat pada anak di Afrika dan sangat jarang terjadi pada orang non-imun yang terinfeksi
Pmalariae. Gejala klinis bersifat non spesifik, biasanya ditemukan pada anak berumur ± 5 tahun.
Proteinuria dapat di- temukan pada 46% penderita. Mikro- hematuria hanya kadang-kadang
ditemu- kan pada kelompok anak dengan usia yang lebih tua. Sindrom nefrotik dapat
berkembang menjadi berat dengan hiper- tensi sebagai gejala akhir. Kadar kolesterol tidak
meningkat karena penderita biasanya kurang gizi. Penyakit ini bersifat progresif, walaupun infeksi
malarianya dapat diatasi. Sindrom nefrotik ini setelah 3-5 tahun akan berakhir menjadi gagal
ginjal kronik.2 Pemberian steroid tidak dianjur- kan pada penderita sindroma nefrotik yang
disebabkan P. malariae. Pada uji imuno- fluoresensi dapat ditemukan IgG (terutama IgG3), IgM,
C3 dan antigen malaria pada 25%-35% penderita di endotel kapiler glomerulus. Pemeriksaan
biopsi terlihat lesi mula-mula bersifat fokal yang dapat berakhir dengan sklerosis glomerulus yang
fokal atau segmental. Pada sebagian besar kasus, kelainan ini dalam waktu singkat menjadi difus
dan progresif sehingga menyebabkan sklerosis yang menyeluruh pada glomerulus ginjal. Semua
stadium parasit aseksual ter- dapat dalam peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan,
tetapi parasitemia tidak tinggi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi. Mekanisme rekurens
pada malaria malariae disebabkan oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi banyak; stadium
aseksual daur eritrosit dapat ber- tahan di dalam badan. Parasit ini dilindungi oleh sistem
pertahanan kekebalan selular dan humoral manusia. Faktor evasi yaitu parasit dapat
menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, di samping itu bertahannya parasit ini
tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan rekurens.
Diagnosis
Diagnosis P.malariae dapat dilaku- kan dengan menemukan parasit dalam darah yang
dipulas dengan Giemsa.
Hitung parasit pada P.malariae rendah, hingga memerlukan ketelitian untuk menemukan
parasit ini. Seringkali parasit P.malariae ditemukan dalam sediaan darah tipis secara tidak sengaja,
pada penderita tanpa gejala.
Pemeriksaan dengan rapid test tidak selalu memperlihatkan hubungan antara pemeriksaan
mikroskopik dengan enzim pan-LDH, mungkin disebabkan rendahnya P. malariae dalam darah.
Pengobatan
Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit terhadap klorokuin.
Untuk suatu serangan malaria akibat Plas- modium falciparum akut dengan parasit yang resisten
terhadap kloro- kuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara intravena. Pada maliario lainnya
jarang terjadi resistensi terhadap klorokin, karena itu bio- sanya diberikan klorokuin dan
primakuin
Alternatif pengobatan
a. Alkoloid sinkona: kinina, kinidina, sinkonidina.
b. Turunan 4-amino kinolin: kloroquin, sontokin, amodiakin.
c. Turunan 8-amino kinolin: primaquin, pentakin, pamokin, isopentakin.
d. Turunan 9-amino kinolin : meflokuin, dll.
Pencegahan
Orang-orang yang tinggal di daerah malaria atau yang mengadakan perjalanan ke daerah malaria
bisa melakukan hal-hal
berikut:
a. Menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di kor rumah
b. Memasang tirai di pintu dan jendela

c. Memasang kawat nyamuk


d. Mengoleskan obat anti nyamuk di kulit
e. Mengenakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang digigit
nyamuk.
f. Obat-obatan bisa diminum untuk mencegah malaria selama melakukan perjalanan ke daerah
malaria. Obat ini mulai diminum 1 minggu sebelum perjalanan dilakukan, dilanjutkan selama
tinggal di daerah malaria dan 1 bulan setelah meninggalkan daerah malaria. Obat yang paling
sering digunakan adalah klorokuin. Tetapi banyak daerah yang memiliki spesies Plasmodium
falciparum yang sudah resisten terhadap obat ini. Obat lainnya yang bisa digunakan adalah
meflokuin dan doksisiklin. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dibawah usia 8
tahun dan wanita hamil.
Beberapa hal yang perlu diingat mengenai malaria:
a. Obat-obat yang digunakan dalam tindakan pencegahan tidak 100% efektif
b. Gejalanya bisa timbul 1 bulan atau lebih setelah gigitan nyamuk terjadi.
c.Gejala awalnya tidak spesifik dan seringkali disalahartikan sebagai influenza
d. Diagnosis dan pengobatan dini sangat penting, terutama pada malaria falciparum, yang bisa
berakibat fatal pada lebih dari 20% penderita.
Prognosis
Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah
tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi.
Epidemiologi
Frekuensi malaria malariae di Indonesia sangat rendah hingga tidak me- rupakan masalah
kesehatan masyarakat

Plasmodium ovale
Nama penyakit
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut malaria ovale.
Distribusi Geografik
P.ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian Barat, Pasifik Barat dan di beberapa
bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah Selatan Biak di Irian
Jaya dan di Pulau Timor.
Morfologi dan Daur Hidup
Morfologi P.ovale mempunyai per samaan dengan P.malariae tetapi pen bahan pada eritrosit
yang dihinggap parasit mirip P.vivax. Trofozoit muda ber- ukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit).
Titik Schüffner (disebut juga titik James) terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Stadium
trofozoit berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak
sekasar pigmen P.malariae. Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar ber-
bentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titik
Schüffner yang menjadi lebih banyak.
Stadium praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari; skizon hati besar- nya 70 mikron dan
mengandung 15.000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual pada Povale hampir sama
P dengan P.vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon berbentuk bulat dan bila matang,
mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di tepi mengelilingi granula pigmen yang
berkelompok di tengah.
Stadium gametosit betina (makro- gametosit) bentuknya bulat, mempunyai inti kecil, kompak dan
sitoplasma ber- warna biru. Gametosit jantan (mikrogame da tosit) mempunyai inti difus,
sitoplasma D berwarna pucat kemerah-merahan, ber- Ti bentuk bulat. Pigmen dalam ookista ber-
di wama coklat/tengguli tua dan granulanya di mirip dengan yang tampak pada Pmalariae. Siklus
sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12-14 hari pada suhu 27°C
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinis malaria ovale mirip malaria vivaks. Serangannya sama hebat tetapi
penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit sering tetap berada
dalam darah (periode - laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen. P. ovale
baru tampak = lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur Povale sering terdapat pada
orang yang tinggal di daerah tropik Afrika yang endemi malaria.
Diagnosis
Diagnosis malaria ovale dilakukan dengan menemukan parasit P.ovale dalam sediaan darah yang
dipulas dengan Giemsa.
Prognosis
Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Epidemiologi
Malaria ovale di Indonesia tidak me- rupakan masalah kesehatan masyarakat, karena
frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Di Pulau Owi, Irian
Jaya, Flores dan Timor, parasit ini secara kebetulan ditemukan pada waktu di daerah tersebut
dilakukan survei malaria.

1. Toxoplasma gondii farel

Toxoplasma gondii (T. gondii) adalah parasit intraseluler yang menginfeksi


berbagai hewan berdarah panas termasuk kucing, anjing, dan manusia (Garcia et al.,
2012). Infeksi oleh toksoplasmosis dapat terjadi karena menelan sista di jaringan
daging yang kurang matang atau mentah atau tidak sengaja menelan oosista dari
lingkungan (Duan et al., 2012).

Toxoplasma gondii hanya mengalami proliferasi aseksual (schizogoni) dan


seksual (gametogoni) dalam hospes definitif dan Felidae lainnya, sehingga hospes
definitif berfungsi sebagai satu-satunya tempat diproduksinya oosista (Webster
2007). Oosista stabil di lingkungan setelah dikeluarkan melalui feses. Oosista dapat
menular selama kurang lebih dua tahun, dan menyebabkan kontaminasi secara luas
dan menjadi sumber infeksi bagi manusia dan hospes perantara lainnya (Yan et al.,
2012). Webster (2007) menyatakan bahwa sebagai hospes definitif, kucing sangat
penting bagi Toxoplasma dalam mencapai tingkat pematangan dan siklus hidupnya
dapat mencapai tingkatan sempurna. Kucing domestik merupakan sumber utama
infeksi pada manusia dan hospes-hospes potensial lainnya.

Menurut Levine (1990) dalam Chahaya (2010), taksonomi Toxoplasma


gondii sebagai berikut.
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa

Filum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoasida

Ordo : Euccidiorida

Famili : Sarcolystidae

Genus : Toxoplasma

Spesies : Toxoplasma gondii

2. Morfologi Toxoplasma gondii

Toxoplasma gondii adalah spesies dari Coccidia yang mirip dengan Isospora,
memiliki tiga bentuk dalam siklus hidupnya, yaitu takizoit (ditemukan dalam tipe sel
eksudat dan di dalam aliran darah dalam masa parasitemia), kista (ditemukan di
dalam jaringan, terutama otot dan saraf) dan ookista (ditemukan di dalam tinja dan
lingkungan yang tercemar tinja) (Sasmita, 2006).

a. Takizoit

Terdapat dalam vakuola sel induk semang dan terdapat satu celah antara
parasit dan dinding vakuola. Takizoit Toxoplasma gondii berbentuk lengkung atau
bulat telur dengan satu ujung meruncing dan ujung meruncing dan ujung lain
tumpul, dengan panjang 4-8 μm dengan lebar 2-4 μm. Inti kira-kira letaknya di
tengah dan tidak mempunyai flagella, silia atau pseudopodia. Bentuk ini tidak tahan
terhadap kekeringan, pembekuan, dan pencairan juga cairan perncernaan yang
berasal dari lambung manusia (Sasmita, 2006).
Takizoit

Sumber: DPDx.CDC Toxoplasmosis


Gambar 2. 1 Takizoit Toxoplasma gondii

b. Kista

Kista jaringan dibentuk di dalam sel induk semang dengan ukuran yang
bervariasi, dari kista yang kecil berisi beberapa organisme sampai 200 μm yang
berisi kira-kira 3000 organisme. Walaupun kista dapat terbentuk di seluruh jaringan
tubuh tetapi otak dan otot merupakan tempat yang paling umum dalam keadaan
infeksi laten. Kista berbetuk spheris di dalam otak dan otot menyesuaikan bentuknya
dengan serat-serat otot jantung dan kerangka (Sasmita, 2006).

Kista
Sumber: DPDx. CDC
Gambar 2. 2 Kista Toxoplasma gondii

c. Ookista

Siklus enteroepital terjadi di dalam usus famili kucing dan menghasilkan


pembentukan ookista. Ookista adalah hasil akhir dari gametomi. Ookista keluar
bersama tinja dan pada puncak produksi ookista terjadi antara hari kelima dan
kedelapan. Ookista dihasikan dalam tinja selama 7-12 Menghasilkan dua buah
sporokista yang masing-masing sporokista membentuk empat sporozoit (Sasmita,
2006).

Ookista bersporulasi

Sumber: DPDx. CDC Toxoplasmosis


Gambar 2. 3 Ookista Toxoplasma gondii
Ookista bersporulasi

Sumber: Sulistyawati, 2018


Gambar 2. 4 Ookista Toxoplasma gondii

Ookista Toxoplasma gondii keluar bersama tinja dan pada puncak produksi
ookista terjadi antara hari kelima dan kedelapan. Selama 7-12 hari, ookista
dihasilkan dalam tinja. Dalam tinja kucing, sporokista berukuran (8- 10) × (6-8) μm,
ookista yang bersporulasi (12-15) × (10-13) μm. Sasmita mengatakan bahwa ukuran
ookista blum bersporulasi (13,6 × 11,8) μm.

3. Siklus Hidup Toxoplasma gondii

Toxoplasma gondii memiliki siklus hidup seksual dan siklus hidup aseksual.
Pada siklus hidup seksual, terjadi di usus halus hospes definitifnya yaitu kucing.
Setelah kucing menelan jaringan yang mengandung kista, dalam tubuh kucing, kista
ini akan berubah menjadi bentuk bradizoit dengan melepaskan dinding luar kista.
Proses ini dibantu oleh enzim percernaan. Bradizoit yang melepaskan diri dari kista
yang dihancurkan dindingnya akan menembus sel epitel intestinal kucing kemudian
memperbanyak diri dan berkembang menjadi tipe aseksual pertama (takizoit). Tipe
ini terdiri atas tipe A sampai dengan tipe E, nama ini tergantung pada letak parasit
dalam duodenum, jejunum atau ileum. Produksi gamet berasal dari tipe D dan E.
Mikrogametosit (jantan) akan bersatu dengan makragametosit (betina), dikeluar
bnding ookista mulai terbentuk menyelaputi, mengelilingi zigot. Ookista yang
terbentuk menyebabkan pecahnya sel epitel usus, mengakibatkan ookista terlontar
ke lumen usus yang lebih ke belakang dan dikeluarkan bersama tinja. Dihasilkannya
ookista oleh kucing dalam waktu 10-15 hari. Ookista yang dikeluarkan melalui tinja
kucing dapat mengkontaminasi tanah dan air dan menjadi infektif pada suhu ruangan
selama 3-4 hari. Selama waktu tersebut, ookista akan bersporulasi membentuk dua
sporosis dan masing-masing sporosis mengandung empat sporosoit untuk menjadi
infektif. Toxoplasma yang sudah bersporulasi tetap infektif di lingkungan yang
sesuai sampai satu tahun atau lebih bila dalam keadaan suhu rata-rata 19,5º C.
Toxoplasmosis pada manusia dapat terjadi akibat tertelannya takizoit dalam air susu
hewan ternak, ookista yang bersporulasi, kista jaringan atau kecelakaan laboratorium
karena terinokulasi takizoit dan bahkan terhisapnya kista (Sasmita, 2006).
Sumber: Florence Robert-Gangneux, Marie-Laure. 2012
Gambar 2. 5 Siklus Hidup Toxoplasma gondii

4. Cara Penularan Toxoplasma gondii

Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan karena pola hidup yang kurang


higienis, seperti kebiasaan makan dengan tangan dan makan daging setengah
matang yang mengandung kista, tertelannya ookista infektif atau

infeksi transplasenta dari induk ke fetus. Penularan dapat juga terjadi melalui
transfusi darah dalam bentuk tropozoit, transplantasi organ atau cangkok jaringan
dalam bentuk infektif tropozoit atau kista, dan kecelakaan di laboratorium yang
menyebabkan Toxoplasma gondii masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja masuk
melalui luka. Hewan lain sebagai inang perantara seperti burung, ayam, tikus, anjing,
domba, kambing dan sapi berpotensi untuk menularkan toxoplasmosis ke manusia
(Dikjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Kesehatan Hewan, 2014).
Faktor makanan yang dapat meningkatkan terjadinya penularan pada
manusia, antara lain kebiasaan makan sayuran mentah dan buah-buahan yang dicuci
kurang bersih, kebiasaan makan tanpa cuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi
makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga membuka jalan
terjadinya kontaminasi ookista (Dikjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat
Kesehatan Hewan, 2014).
Pada penelitian Frenkel dkk (1995) di Panama City, diketahui bahwa anjing
yang terinfeksi mendapatkan infeksi dari makan tinja kucing atau bergulingan pada
tanah yang mengandung kotoran kucing, hal ini berperan penting dalam penularan
infeksi Toxoplasma gondii secara mekanik. Lalat dan kecoa juga memiliki peran
penting dalam penyebaran infeksi ini.

Sumber: Florence Robert-Gangneux, Marie-Laure. 2012


Gambar 2. 6 Cara penularan Toxoplasma gondii

5. Patologi dan Gejala Klinis

Menurut Mandal dkk (2008), penyakit klinis dapat timbul saat lahir
(kongenital), atau pada orang dewasa muda sebagai limfadenitis (didapat), atau
koroidorenitis (kongenital). Toxoplasma yang didapat selama kehamilan dapat
menyebabkan aborsi spontan, lahir mati, dan persalinan prematur.
Ada tiga tahap proses yang terjadi setelah infeksi Toxoplasma gondii ke
dalam tubuh, yaitu parasitemia, pembentukan antibodi, lalu fase kronik. Pada tahap
parasitemia, parasit menginfeksi organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan
menghancurkan sel inang. Proses perbanyakan diri paling nyata terjadi pada jaringan
retikuloendotelial dan otak, dimana parasit mempunyai afinitas paling besar. Infeksi
ini merangsang pembentukan antibodi kelas IgM dan IgG, dan antibodi IgA
ditemukan di berbagai jenis hewan, suatu faktor pelindung anti-Toxoplasma yang
tidak tahan panas. Tahap ketiga, fase kronik dimana terbentuk kista-kista yang
menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan
peradangan lokal (Chahaya, 2003; Sasmita, 2006).
a. Toxoplasmosis akuista

Infeksi pada orang dewasa biasanya tidak diketahui karena jarang


menimbulkan gejala (asimtomatik). Gejala yang paling umum yaitu limfadenopati
dan kelemahan anggota tubuh. Keseimbangan tubuh pun terganggu, pusing, myglia
dan sakit tenggorokan. Polimiositis dan dermatomiositis telah dilaporkan disebabkan
karena toxoplasmosis. Pada komplikasi miokarditis, retinokoriodinitis, splenomegali
dan mungkin akhirnya dengan hepatitis. Penderita dengan toxoplasmosis okuli dapat
menunjukkan kelainan mata seperti lesi aktif pada saraf optik korioretinitis dari
macula dengan vaskularisasi baru dari subretina, retinitis akut dengan komplikasi
oklusi cabang arteri (Sasmita, 2006).

b. Toxoplasmosis congenital

Jika ibu hamil mendapatkan infeksi Toxoplasma gondii selama


kehamilannya, ada risiko transfer transplasenta takizoit. Kesempatan ini tidak
tergantung pada apakah ibu bergejala atau tidak. Jika infeksi telah diperoleh sebelum
kehamilan ada kemungkinan bahwa reaktivasi kista jaringan akan melepaskan
takizoit selama kehamilan. Namun, respons imun akan muncul dan takizoit yang
bersirkulasi akan cepat dihancurkan oleh antibodi dan komplemen, sehingga
mencegah setiap infeksi janin. Situasinya mungkin berbeda pada individu
immunocompromised. Infeksi janin yang parah dapat menyebabkan aborsi. Risiko
terbesar kelainan bawaan adalah dengan infeksi antara 10 dan 24 minggu kehamilan.
Infeksi otak dapat menyebabkan lesi di sekitar saluran CSF. Penyumbatan saluran ini
menyebabkan hidrosefalus dengan pembengkakan ventrikel. Lesi dalam substansi
otak selanjutnya dapat mengapur. Gangguan perkembangan otak dapat menghambat
pertumbuhannya mengakibatkan mikrosefali. Infeksi janin pada tahap infeksi
selanjutnya dapat tidak menyebabkan masalah langsung. Kista jaringan terbentuk
yang mungkin aktif kembali setelah lahir (Lydyard, 2009).
Berat infeksi tergantung pada umur janin saat terjadi infeksi. Makin muda
usia janin, makin berat kerusakan organ tubuh. Ada yang tampaknya normal pada
waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu sampai
beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang
terdiri atas hidrosefalus, retinokoroiditis dan perkapuran intracranial jika disertai
kelainan psikomotorik (Sutanto, 2011).

6. Diagnosis Toxoplasma gondii

Pemeriksaan histologi dalam biopsi sumsum tulang, jaringan limpa, eksudat


atau cairan serebrospinal, pada infeksi akut, spesimen segar dan diwarnai, diperiksa
apakah terdapat parasit atau tidak. Bila menemukan takizoit dalam biopsi otak atau
sumsum tulang, cairan serebrospinal dan ventrikel, diagnosis toxoplasmosis akut
dapat dipastikan. Takizoit sukar ditemukan dalam specimen pulasan biasa (Sutanto,
2011).
Diagnosa penunjang laboratorium untuk toxoplasmosis yaitu tes serologi
dengan mendeteksi zat anti IgM spesifik dan IgG spesifik. Setelah terjadi infeksi
primer, zat anti IgM terbentuk dalam serum dan mencapai titer maksimal dalam
minggu-minggu pertama infeksi, menurun selama beberapa minggu dan hilang
dalam waktu 2-3 bulan atau lebih lama, kadang sampai lebih dari satu tahun. Zat
anti IgG spesifik dapat dideteksi setelah beberapa hari munculnya zat anti IgM
(Gandahusada, 1994). ELISA adalah tes yang sering digunakan untuk mendeteksi
antibodi IgG dan IgM (Sutanto, 2011). Pemeriksaan CT Scan otak pada pasien
dengan ensefalitis toxoplasma (ET) menunjukkan gambaran menyerupai cincin yang
multiple pada 70-80% kasus. Pada pasien AIDS yang telah terdeteksi IgG
Toxoplasma gondii dan gambaran cincin yang multiple sekitar 80% merupakan TE
Lesi tersebut, terutama berada pada ganglia basal dan corticomedullary junction.
MRI merupakan prosedur diagnostic yang lebih baik dari CT Scan bila CT Scan
memungkinkan hanya menunjukkan gambaran lesi tunggal. Lalu penggunaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) dalam mendeteksi Toxoplasma gondii telah digunakan
dewasa ini. Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis dengan cepat dan tepat untuk
toxoplasmosis congenital prematal dan postnatal serta infeksi toxoplasmosis akut
pada ibu hamil dan penderita imunokompromais (Pohan, 2014).

7. Epidemiologi Toxoplasmosis

Keadaan toxoplasmosis di suatu daerah dipengaruhi oleh banyak faktor,


seperti kebiasaan makan daging yang kurang matang, pemeliharaan kucing sebagai
hewan kesayangan, tikus dan burung sebagai hospes perantara yang merupakan
hewan buruan kucing, dan lipas atau lalat sebagai vektor yang dapat memindahkan
ookista dari tinja kucing ke makanan. Cacing tanah pun berperan untuk
memindahkan ookista dari lapisan dalam permukaan tanah (Sutanto, 2011).
Prevalensi zat anti Toxoplasma gondii yang positif pada manusia di
Indonesia berkisar antara 2% dan 63%. Prevalensi pada orang Eskimo 1% dan di El
Salvador, Amerika Tengah 90%. Di Indonesia prevalensi zat anti Toxoplasma gondii
pada binatang yaitu: pada kucing 35-73%, babi 11-36%, kambing 11-61%, anjing
75% dan pada ternak lain kurang dari 10% (Sutanto, 2011).
Peran kucing dalam toxoplasmosis, parasit mengalami siklus coccidian di sel
epitel usus kecil kucing. Di dalam Felidae, hanya genus Felis dan Lynx yang terbukti
sebagai hospes definitif. Pengeluaran ookista dalam tinja kucing berlangsung hingga
3 minggu, tergantung pada bentuk parasit yang menyebabkan infeksi pada kucing.
Infeksi ulang pada kucing dapat menyebabkan ekskresi ookista yang diperbarui
untuk sementara waktu pada hewan yang belum mengembangkan titer antibodi yang
tinggi, pada kucing muda, atau pada kucing yang terinfeksi koksidia lain. Ookista
toxoplasma bersporulasi ke tahap infektif dalam beberapa hari dan ookista dapat
bertahan hidup pada tanah yang lembab hingga 18 bulan. Ookista dapat terbunuh
dengan cepatdengan air mendidih atau larutan formaldehida 10% dalam 24 jam
(WHO, 1999).
Infeksi toxoplasmosis memiliki prevalensi tinggi di seluruh dunia, lebih sering
terjadi pada iklim hangat. Seropositivitas meningkat seiring dengan usia (prevalensi
Inggris 8% pada anak-anak <10 tahun yang meningkat menjadi 47%), dengan angka
serokonveksi 0,5% – 1% per tahun. Wanita usia subur di Amerika Serikat memiliki
prevalensi sebesar 10 – 15%. Transmisi in utero paling rendah pada trimester
pertama yaitu 15% dan tertinggi pada trimester ketiga sebesar 60% (Mandal dkk,
2006).

8. Penyakit yang ditimbulkan


Toksoplasmosis dapat dialami oleh siapa saja. Namun, sejumlah faktor yang bisa
meningkatkan seseorang terkena infeksi toksoplasmosis adalah sebagai berikut:
Ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis sehingga berisiko menularkannya ke janin.
 Mengidap penyakit HIV/AIDS dan kanker yang membuat daya tahan tubuh
lemah.
 Menjalani perawatan kemoterapi.
 Mengonsumsi obat imunosupresan.
Gejala Toksoplasmosis : Toksoplasmosis umumnya tidak menimbulkan gejala
serius. Pada beberapa kasus, pengidap toksoplasmosis akan mengeluhkan
gejala menyerupai penyakit flu, seperti:
 Nyeri otot.
 Demam.
 Nyeri tenggorokan.
 Kelenjar getah bening membengkak.
Gejala ringan ini dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan dan akan sembuh dengan sendirinya. Namun, parasit akan tetap
berada di dalam tubuh dan dapat kambuh bila terjadi penurunan daya tahan tubuh.
Sementara itu, toksoplasmosis yang terjadi pada seseorang dengan daya
tahan tubuh lemah atau ibu hamil biasanya akan menunjukkan gejala yang lebih
serius. Berikut penjelasannya.
a. Toksoplasmosis pada Seseorang dengan Daya Tahan Tubuh Lemah :
Toksoplasmosis dapat menyerang beberapa organ vital, seperti paru-paru,
otak, dan mata, apabila penderitanya memiliki daya tahan tubuh yang lemah.
Gejala yang ditimbulkan apabila toksoplasmosis menyerang paru-paru adalah:
 Masalah pernapasan.
 Demam.
 Batuk.

Toksoplasmosis yang menyerang otak akan menimbulkan beberapa gejala,


antara lain:
 Gangguan koordinasi.
 Kejang.
 Lemah otot.
 Tampak bingung.
 Penurunan kesadaran.
Sementara itu, toksoplasmosis yang menyerang mata akan menimbulkan
gejala berupa:
 Nyeri pada mata.
 Penglihatan kabur.
 Floaters, bayangan garis tampak mengambang pada penglihatan.
 Kebutaan.

Toksoplasmosis pada Ibu Hamil dan Bayi Baru Lahir :Toksoplasmosis pada
ibu hamil berisiko menyebabkan gangguan perkembangan janin, mulai dari
cacat janin hingga keguguran. Ibu hamil yang terinfeksi juga dapat
menularkan toksoplasmosis pada bayi baru lahir dan menyebabkan terjadinya
toksoplasmosis kongenital pada bayi. Beberapa gejala yang timbul jika
toksoplasmosis menginfeksi bayi baru lahir di antaranya:
 Muncul ruam pada kulit.
 Gangguan jantung.
 Organ hati atau limpa membengkak.
 Bayi kuning.
 Kejang.
 Gangguan perkembangan, pendengaran, dan penglihatan.

9. Pengobatan Toxoplasmosis

Pada limfadenitis, tidak ada terapi yang dibutuhkan. Pirimetanin, dengan


sulfadiazine, atau klindamisin untuk pasien immunocompromissed dengan lokasi
serebral atau lokasi sistemik dan untuk penyakit ocular. Obat yang dipakai sampai
saat ini hanya membunuh stadium takizoit dari Toxoplasma gondii, namun tidak
dengan stadium kista. Pada toxoplasmosis congenital, dengan pemakaian
pirimetamin dan sulfadiazine atau spiramisin. Kemudian, untuk wanita hamil yang
baru saja terinfeksi, pengobatan dengan spiramisin (sepanjang kehamilan),
pirimetamin dan sulfadiazine (setelah trimester pertama) (Mandal dkk, 2008;
Sutanto, 2011).
Kombinasi pirimetamin dan sulfonamide bekerja dengan memberikan efek
sinergis dan dipakai selama 3 minggu atau sebulan. Pirimetamin menekan
hemopoiesis sehingga dapat menyebabkan trombositopenia dan leucopenia.
Pirimetamin tidak dianjurkan untuk ibu hamil dikarenakan bersifat teratogenik.
Dalam penggunaannya, untuk mencegah efek samping dapat ditambahkan asam
folinat atau ragi. Pemberian sulfonamid menyebabkan trombositopenia dan
hematuria. Dosis Pirimetamin yaitu 50 mg - 75 mg sehari untuk dewasa dalam
waktu 3 hari, kemudian dikurangi dosisnya menjadi 25 mg sehari (0,5-1 mg/kg berat
badan per hari) selama beberapa minggu pada penyakit berat. Asam folinat
(leucovorin) diberikan 2-4 mg sehari atau dapat diberikan ragi 5-10 g sehari, 2 kali
seminggu. Sedangkan dosis sulfonamide yaitu 50-100 mg/kg berat badan per hari
selama beberapa minggu atau bulan (Sutanto, 2011).
Spiramisin adalah antibiotic macrolide, yang tidak menembus plasenta, tetapi
ditemukan di plasenta jika dengan konsentrasi tinggi. Spiramisin dapat diberikan
pada ibu hamil yang mendapat infeksi primer sebagai obat profilatik untuk
mencegah transmisi Toxoplasma gondii ke janin dalam kandungan. Pemberian obat
ini dengan dosis 100 mg/kg berat badan per hari selama 30-45 hari. Spiramisin
diberikan sampai aterm, siap untuk dilahirkan, atau sampai janin terbukti terinfeksi
Toxoplasma. Jika janin terbukti terinfeksi parasit ini, maka pengobatan yang diberikan
adalah pirimetamin, sulfonamide dan asam folinat dan diberikan setelah kehamilan
12 minggu atau 18 minggu (Sutanto, 2011).
Klindamisin merupakan obat yang efektif untuk pengobat an infeksi
Toxoplasma gondii, tetapi obat ini dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa
atau kolitis ulserativa, sehingga tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi
dan ibu hamil. Klindamisin diberikan dengan dosis 15-30 mg/kg berat badan per
hari (Rustadi, 1994).
Obat macrolide lain yang memberikan hasil baik terhadap infeksi
Toxoplasma gondii adalah klaritromisin dan azitromisin yang diberikan bersama
pirimetamin pada penderita AIDS dengan ensefalitis toksoplasmik.
Hidroksinaftokuinon (atovaquone) merupakan jenis obat baru, yang jika dikombinasi
dengan sulfadiazine atau obat lain yang aktif terhadap Toxoplasma gondii, dapat
membunuh kista jaringan pada mencit (Sutanto, 2011)
10. Cara Pencegahan Toksoplasmosis
Pencegahan toksoplasmosis pada dasarnya dilakukan dengan menghindari faktor
risiko infeksi tersebut. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah penularan toksoplasmosis adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan sarung tangan saat membersihkan kotoran kucing dan
berkebun.
b. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir setelah
membersihkan kotoran kucing serta sebelum dan sesudah makan.
c. Mencuci bersih peralatan masak yang akan digunakan.
d. Memastikan daging yang akan dikonsumsi telah matang sempurna.
e. Mencuci buah dan sayuran dengan benar sebelum dikonsumsi.

Walaupun jarang menimbulkan gejala, toksoplasmosis bisa menyebabkan


masalah kesehatan serius terlebih pada orang dengan imun tubuh yang lemah dan
tidak ditangani dengan tepat. Apabila Anda atau keluarga mengeluhkan gejala
toksoplasmosis yang telah disebutkan di atas, jangan ragu untuk
mengonsultasikannya dengan dokter Siloam Hospitals guna mendapatkan
penanganan medis yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai