PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Manusia merupakan hospes enam spesies ameba yang hidup dalam rongga usus
besar yaitu Entamoeba histolytica, Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Jodamoeba
butschlii, Dientamoeba fragilis, Endolimax nana, dan satu spesies ameba yang hidup
dalam rongga mulut yaitu Entamoeba gingifalis. Di mana semua spesies Entamoeba ini
hidup sebagai komensal pada manusia kecuali Entamoeba histolytica.
Selain hidup pada rongga usus besar, golongan Rhizopoda ada pula yang hidup
bebas air tawar, air laut, atau tempat berlumpur. Di antara ameba golongan Rhizopoda
yang hidup secara bebas ( free living ameba ) ada dua genus yang hidup fakultatif dan
patogen pada manusia, yaitu genus Naegleria dan Achantamoeba yang dapat
menyebabkan penyakit Meningitis amebic.
Oleh karena itu perlunya menambah wawasan tentang beberapa spesies rhizopoda
khususnya spesies – spesies yang patogen terhadap manusia. Agar dapat mencegah
timbulnya penyakit yang disebabkan oleh spesies – spesies Rhizopoda ini.
1. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai mata kuliah Praktikum
Parasitologi.
A. Definisi Rhizopoda
Ukuran : 20-40 µ
Inti : + di endoplasma
Endoplasma : berisi sel darah merah
Ektoplasma : bening,homogen di tepi sel,pseudopodia besar dan lebar seperti
daun
Tempat hidup : jaringan usus bessr, hati,paru,otak,kulit dan vagina
Bersifat : patogen
Bentuk minuta
Ukuran : 10 – 20 µ
Inti : + di endoplsma
Endoplasma : berisi bakteri dan sisa makanan
Ektoplasma : pseudopodia dibentuk perlahan shg gerakannya lambat
Tempat hidup : komensal di rongga usus besar
Bersifat non patogen, tapi tanpa bentuk ini daur hidup ameba ini tidak dpt
berlangsung.
Bentuk kista
Ukuran : 10 – 20 µ
Inti :+ 2-4
Endoplasma : benda kromatoid bsr seperti lisong, vakuol glikogen
Tempat hidup : komensal di rongga usus besar
Bersifat non patogen, merupakan bentuk infektif
Infeksi dapat terjadi jika menelan kista matang.
Bentuk histolytica memasuki mukosa usus besar yang utuh kemudian mengeluarkan
enzim yang dapat menghancurkan jaringan ( melisiskan ). Enzim ini adalah enzim cysteine
proteinase yang disebut histolisin.
Apabila terjadi infeksi sekunder maka terjadilah proses peradangan yang dapat
menyebabkan kerusakan lebih meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu
usus, maka kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan dan
terbentuk sinus-sinus di bawah mukosa.
Bentuk histolitika ditemukan dalam jumlah besar di dasar dan dinding ulkus. Dengan
peristalsis usus, bentuk ini dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang
lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja ini disebut tinja disentri yaitu
tinja yang bercampur lendir dan darah.
Tempat yang sering dihinggapi ( predileksi ) adalah sekum, rectum, sigmoid. Seluruh
kolon dan rektum dapat dihinggapi bila infeksi berat. Bentukklinis yang dikenal adalah
amebiasis intestinal dan amebiasis ekstraintestinal.
1. Diagnosa klinik
2. Diagnosa laboratorium
3. Radio foto, dan
4. Test imunologi
a. Gejala klinik yaitu diare yang terjadi ± 10 kali sehari disertai demem dan sindrome disentri.
b. Laboratorium dengan ditemukannya E. Hystolitica stadium hystolitica pada tinja encer yang
bercampur darah . Pada pemeriksaan darah terjadi leukositosis.
a. Gejala klinik: diare bergantian dengan koptipasi. Jika terjadi eksaserbasi akut, biasanya terjadi
sindroma disentri.
b. Laboratorium, menemukan E. Hystolitica stadium kista padfa tinja yang agak padat. Pada
pemeriksaan ini lebih sulit untuk menemukan parasit ini, maka perlu dilakukan pemeriksaan berulang
sampai tiga kali. Dapat pula dilakukan sigmoidoskopi dan reaksi serologi.
3. Amoebiasis hepatitis
a. Pemeriksaan klinik, penderita datang dengan kesakitan, membungkuk seperti menggendong perut
sebelah kanan, disertasi demam, berat badan menurun atau nafsu makan berkurang. Pada palpasi hati
teraba hati yang membesar dengan nyeri tekan.
b. Laboratorium, darah ditemukan leukositosis. Pada biopsi dasar abses ditemukan E. Hystolitica
stadium hystolitica. Pada aspirasi nanah dapat ditemukan E. Hystolitica stadium hystolitica. Bila tidak
ditemukan, dapat dilakukan test serologi yaitu test haemaglutinasi dan test immunologi.
4. Amoebiasis paru
a. Pemeriksaan klinik sukar dibedakan dengan infeksi paru lainnya, hal ini karena tidak ada laporan
mengenai gejala klinik yang khas dari amoebiasis paru.
b. Laboratorium, sputum penderita yang berasal dari penyebaran amoebiasis secara hematogen akan
ditemukan E. Hystolitica stadium hystolitica.
Pengobatan.
1. Emetin hidroklorida
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila diberikan secara
parenteral, karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi,
terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 65 mg/hr, dan anak di
bawah 8 tahun 10 mg/hr. Lama pengobatan 4-6 hari.
2. Klorokuin
Obat ini merupakan amebisit jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histoitika. Efek samping dan efek
toksiknya bersifat ringan, antara lain mual, muntah, diare, dan sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa
adalah 1 g/hr selama 2 hari, kemudian 500 mg/hari selama 2-3 minggu. Obat ini juga efektif untuk
amebiasis hati.
3. Antibiotik
Tetrasiklin dan eritromisin bekerja secara tidak langsung sebagai amebisit dengan mempegaruhi flora
usus. Paromomisin bekerja langsung pada ameba. Dosis yang di anjurkan adalah 25 mg/kg berat
badan/hari selama 5 hari, diberikan secara terbagi.
4. Metronidazol ( Nitroimidazol )
Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk histolitika dan bentuk kista. Efek
samping ringan, antara lain mual, muntah, dan pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gr/hari
selama 3 hari berturut-turut, diberikan secara terbagi.
Epidemiologi
1. Amebiosis ditularkan oleh pengandung kista matang (carrier) karena tinjanya merupakan sumber
infeksi.
2. Air, makanan, sayuran, dan lalat yang terkontaminasi oleh tinja carrier dapat sebagai sumber infeksi.
3. Kista matang sebagai bentuk infektif dapat hidup 10-14 hari (dalam air), ± 12 hari (lingkungan
lembab dan dingin. Tahan terhadap klor (cl2).
Gambar spesies
Bentuk trofozoid
Bentuk kista
b) Entamoeba coli
Morfologi
Entamoeba coli merupakan parasit usus besar, frekuensi 10 sampai 30% di dunia. Lingkaran hidup
samaE.histolytica, hanya saja untuk Entamoeba coli tidak terdapat ekstra Intestinal.
Bentuk kista berukuran 10 – 33 µm, berbentuk bulat, dinding jelas refraktil dan berlapis dua. Inti antara
1 – 8 dengan kariosom eksentrik. Inklusi hanya merupakan batang kromodial yang ramping rudimenter.
Bentuk kista pada stadium dewasa (matur) terdapat 8 inti. Diagnosa laboratorium ; sama
seperti Entamoeba histolytica.
Entamoeba coli bukan merupakan golongan yang patogen baik terhadap manusia maupun hewan
(hidup komensal di usus besar).
Diagnosa ditegakan dengan menemukan bentuk trofozoit atau bentuk kista dalam tinja
Pengobatan
Karena Entamoeba coli bukan merupakan bakteri patogen (flora normal), maka tidak ada pengobatan
untuk Entamoeba coli.
Epidemiologi
Gambar spesies
Bentuk kista
c) Entamoeba hartmani
Morfologi
Kista dari E.hartmanni sangat mirip dengan E. histolytica, tetapi lebih kecil, kurang dari 10 microns.
Sangat sering berisi kurang dari 4 nuclei tetapi 4 nuclei adalah karakteristik dari jenisnya. Kistanya juga
berisi chromatoidal bar.
Namun, mereka sedikit lebih kecil dan lebih banyak. Tropozoid dari E. hartmanni berukuran 5-12 micron
juga sedikit lebih kecil daripada yang E. histolytica dan sering berisi banyak parasite / Hypeparasite.
Ukuran dari tropozoid diubah oleh keberadaan hyperparasites. Perawatan harus diambil ketika terjadi
diferensiasi tropozoid dari E. hartmanni dan E. histolytica. Spesies yang ditemukan dalam usus besar dari
manusia, lain kera, dan anjing.
Patogenesis
Karena pada sediaan basah organisme ini sulit dibedakan dengan amoeba lain yang berukuran hampir
sama, identifikasinya dilakukan dengan sediaan pulasan permanen. Dengan pengukuran yang akurat
akan lebih memastikan diagnosa.
Pengobatan
Tidak ada sistem pengobatan untuk Entamoeba hartmani karena spesies Rhizopoda jenis ini bukan
merupakan organisme yang patogen pada manusia
Gambar spesies
d) Iodamoeba butschlii
Morfologi
Iodamoeba butschlii frekuensi kasusnya sebanyak ± 8% pada manusia, berinti khas, kista tidak teratur
dan benda glikogen yang besar dalam kista berinti 1. Iodomoeba butschlii mempunyai pseudopodia
tumpul dan dikeluarkan mempunyai 3 bentuk stadium, yakni bentuk tropozoit, prekista, dan kista.
Bentuk kista berukuran 5 – 18 µm, dengan bentuk ireguler. Glikogen vakuole berbatas tegas dan jelas,
serta batang kromidial tidak ada. Jumlah inti hanya 1, kecuali kista yang akan pecah terdapat 2 inti.
Diagnosa laboratorium ; sama seperti pemeriksaan E.histolytica.
Patogenesis
Sama seperti Entamoeba hartmani, Iodamoena butschlii juga bukan merupakan ameba patogen pada
tubuh manusia atau tidak berbahaya dan hanya hidup komensal di usus besar.
Gambaran klinis
Karena Iodamoeba butschlii bukan merupakan ameba yang patogen, maka tidak menyababkan penyakit
sehingga tidak ada gejala klinis yang dapat ditemukan sebagai akibat dari Iodamoeba butschlii.
Meski kistanya dapat diidentifikasikan dengan sediaan basah, terutama bila vakuol dipulas dengan
iodium, trofosoitnya sulit dideteksi dan diidentifikasi tanpa sediaan pulasan permanen.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan untuk Iodamoeba butschlii karena tidak bersifat patogen.
Gambar spesies
Bentuk trofozoit
Bentuk kista
e) Dientamoeba fragilis
Morfologi
Dientamoeba fragilis mempunya bentuk bulat memanjang, bulat, dan memiliki flagela. Dientamoeba
fragilis hanya ditemukan dalam fase trophozoit, tidak ditemukan fase kistanya. Ciri trophozoit:
•Berinti dua
•Pergerakannya cepat
Patogenesis
Infeksi oleh Dientamoeba fragilis disebut Dientamoebiasis, dengan gejala nyeri di bagian perut,
penurunan berat badan, diare, anoreksia, mual-mual, dan demam. Jika infeksi sudah kronis, gejala yang
muncul akan berlangsung hingga lebih dari dua bulan.
Gambaran klinis
Ciri – ciri orang yang terinfeksi Dientamoeba fragilis akan mengalami penurunan berat badan, diare,
anorexia, nyeri di bagian perut, mual, serta demam dalam waktu yang cukup lama.
Diagnosa tergantunbg dari teknik pengumpulan dan teknik prosesing yang benar ( paling sedikit
disiapkian 3 spesimen tinja ).
Morfologi masanya terbatas, sehingga pemerikisaan tinjanya harus segera diawetkan/ fiksatif setelah
defekasi. Yang penting dibuat pilasan permanen dan diperiksa dengan mikroskop obyektif 100x + oil
emersi
Gambar spesies
Bentuk trofozoit
f) Endolimax nana
Morfologi
•Merupakan protozoa yang hidup parasit di dalam alat pencernaan dan alat kelamin manusia
•Tropozoitnya berbentuk bulat, sitoplasma seperti jala dan mengandung bakteri
•Kista sitoplasmanya seperti jala, inti bervariasi jumlahnya dari satu–empat, dan strukturnya sama
seperti tropozoit
Patogenesis
Diagnosa pasti dilakukan berdasarkan pulasan pernmanen, kista dapat diidentifikasi berdasarkan
pemeriksaan basah sepertiteknik konsentrasi dan flotasi. Kariosom keempat intinya sangat refraktil pada
sediaan basah.
Gambar spesies
a) Entamoeba gingivalis
Morfologi
Keseluruhan mengandung butir-butir atau banyak vakuola terutama vakuola-vakuola makanan di dalam
sitoplasma.
Patogenesis
Entamoeba gingivalis sebelumnya dianggap parasit yang komensal, sampai akhirnya beberapa peneliti
menemukan bahwa E. gingivalis bersifat patogen yaitu dapat memfagosit sel darah putih dan sel darah
merah.
Cara menegakkan diagnosis / diagnosis bandin
Diagnosa ditemukan dalam pulasan permanen, dimana fragmen inti dari sel darah putih dapat terlihat
dalam vakuola makanan yang biasanya lebih besar dari pada E. Hystolitica, karena E, gingivalis
merupakan satu-satunya spesies yang hanya memfagosit sel lekosit.
Gambar spesies
Bentuk trofozoit
2.3 Prognosis
Terapi obat dapat menyembuhkan amebiasis dalam beberapa minggu. Namun, karena obat tidak dapat
mencegah Anda dari mendapatkan terinfeksi lagi, ulangi episode amebiasis dapat terjadi jika Anda terus
hidup atau bepergian ke daerah dimana amuba ditemukan.
Diantara anak-anak di negara berkembang, terutama bayi dan orang-orang muda dari 5, amebiasis
pencernaan bisa berakibat fatal. Seluruh dunia, amebiasis adalah penyebab paling umum ketiga
kematian karena infeksi parasit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tidak semua spesies Rhizopoda merupakan bakteri patogen, akan tetapi penting untuk dipelajari
sebagai pembanding dengan spesies yang lain.
3.2 Saran
Kepada pembaca sekalian, penulis menyarankan agar pembaca sekalian menjaga kesehatan dan
kebersihan diri sehingga terhindar dari infeksi ameba yang patoge