BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan amoebiasis lain yang lebih jarang ditemukan seperti amoebiasis kulit, paru,
otak dan organ lainnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penyusunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Stadium Trofozoit
Stadium tropozoit memiliki ukuran bervariasi antara 12 sampai
35 µm (biasanya 3 atau 4 kali besar sel darah merah). Bila tidak
bergerak bentuk tropozoit bulat. Sedangkan bila bergerak bentuknya
berubah memanjang. Pergerakan tropozoit satu arah dengan
pseudopodi mendorong ke depan dan endoplasma mengalir secara
cepat ke dalamnya. Ektoplasma Entamoeba histolytica pada stadium
tropozoit transparan. Sedangkan endoplasmanya bergranula, keabu-
abuan, diselingi warna hijau kekuningan dan bisa mengandung
vakuola. Tropozoit dari Entamoeba histolytica pada bentuk yang
bergerak (motil) memiiliki inti yang sukar dilihat, tetapi bila dicat
dengan larutan iodine akan tampak jelas membran dengan butir
kromatin yang teratur dan kariosom kecil, padat dan terletak sentral.
Terdapat dua bentuk dari tropozoit dalam kondisi bergerak yang
dapat ditemukan pada tinja cair atau tinja diare yaitu : bentuk histolitika
dan bentuk minuta. Bentuk histolitika berukuran 20 sampai 35 µm
dengan vakuola mengandung sel darah yang tercerna. Hal itu
menunjukkan aktivitas haemotophagus (memakan darah). Entamoeba
histolytica pada bentuk histolitika bersifat patogen. Bentuk minuta
berukuran 12 sampai 20 µm. Minuta berada di dalam rongga usus dan
bersifat tidak patogen. Endoplasmanya tidak mengandung sel darah
merah tetapi mengandung bakteri dan sisa makanan. Pseudopodi
dibentuk secara perlahan-lahan sehingga pergerakan minuta relatif
lambat.
4
2. Stadium Prakista
Stadium prakista merupakan stadium peralihan dari stadium
trofozoit ke stadium kista. Prakista berbentuk bulat atau agak lonjong
dengan pseudopodi yang tumpul. Prakista memiliki ukuran antara 10
sampai 20 µm. Prakista memiliki struktur inti yang sama dengan inti
pada stadium trofozoit. Endoplasmanya tidak mengandung sel darah
merah maupun sisa-sisa makanan.
3. Stadium Kista
Stadium kista memiliki ukuran 12-15 µm (1,5 kali besar sel darah
merah). Kista berbentuk bulat dengan inti berjumlah 1 sampai dengan
4. Kista memiliki membran tipis, butir kromatin teratur dan kariosom
kecil. Terdapat badan kromatid yang berukuran besar yang
sebenarnya merupakan kumpulan ribosom pada bagian
endoplasmanya. Selain itu juga terdapat vakuola glikogen untuk
menyimpan cadangan makanan. Pada kista yang sudah matang,
badan kromatid dan vakuola glikogen biasanya sudah tidak terdapat
lagi. Bentuk kista memiliki viabilitas tinggi yakni dapat bertahan hingga
3 bulan pada lingkungan yang sesuai.
Menurut Indriana (2009), infeksi terjadi dengan menelan kista matang. Bila
kista matang tertelan maka kista tersebut akan tetap utuh ketika sampai di
lambung. Terdapatnya dinding kista yang kuat menyebabkan kista dapat
bertahan terhadap asam lambung. Dalam usus halus terjadi ekskistasi dengan
keluarnya bentuk-bentuk minuta yang kemudian menuju usus besar.
Tinja disentri tidak hanya mengandung bentuk histolitika tetapi dapat juga
mengandung parasit Entamoeba histolytica pada stadium prakista maupun kista.
Stadium tropozoit dan prakista parasit Entamoeba histolytica tidak bertahan lama
ketika berada di lingkungan luar (cepat mati). Sifatnyapun pada umumnya tidak
infektif. Berbeda dengan stadium kista yang resisten dan bersifat infektif.
Masa inkubasi untuk munculnya gejala klinik bervariasi dari beberapa hari
sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun (biasanya 2-4 minggu). Beberapa
bentuk manifestasi klinik pada penderita amoebiasis intestinal diantaranya:
7
penurunan berat badan. Dapat juga terjadi kelainan pada paru kanan
bawah yang disebabkan oleh naiknya diafragma.
Abses yang terjadi dapat dideteksi secara radiologis ultrasonik
atau dengan menggunakan radionuklir. Jarang ditemukan kista dan
tropozoit Entamoeba histolytica pada tinja pasien dengan abses hati.
Biasanya sebagian besar dari penderita tidak mempunyai gejala
gastrointestinal ataupun gejala disentri.
2. Cutaneus and genital amebiasis (amoebiasis kulit)
Cutaneus and genital amebia (amoebiasis kulit) ditemukan
pada kasus lanjut dari amoebiasis intestinal akut. Amoebiasis kulit
umumnya terjadi pada pasien dengan kebiasaan higiene yang buruk,
pasien koma dan pasien dengan gangguan mental. Amebiasis kulit
dapat meluas menjadi ulkus di perianal dan kulit perineum kemudian
masuk ke genetalia.
3. PIeuropulmonary amoebiasis (amoebiasis paru)
Umumnya abses amebiasis paru dan efusi pleura merupakan
hasil dari ekstensi secara langsung melalui diafragma dari sebuah
abses amebiasis hepar. Gambaran klinik abses paru berupa demam,
batuk, nyeri dada, pernafasan dangkal. Diagnosis suatu amoebiasis
paru dapat dilakukan dengan adanya tropozoit amoeba pada
sputum(dahak). Sputum tersebut dapat mengandung nanah dan
dapat juga mengandung darah.
4. Brain Abcess (amoebiasis otak)
Invasi amoeba ke susunan saraf pusat jarang terjadi. Gejala
yang muncul bervariasi dan dapat disamakan dengan sebuah tumor
yang dapat mendesak ruang di otak.
D. Diagnosis Laboratorium Amoebiasis
Menurut Indriana (2009), diagnosis laboratorium dalam deteksi
Entamoeba histolytica sangat penting dilakukan tidak hanya pada penderita
disentri, melainkan juga pada kasus infeksi entamoeba yang bersifat
asimtomatik. Infeksi asimtomatik jika dibiarkan dapat berubah menjadi disentri
amoebiasis yang serius, namun sebagian besar infeksi asimtomatik akan
menghilang dengan sendirinya.
9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Zaman, V. 1997. Atlas Parasitologi Kedokteran. Alih Bahasa : Chairil Anwar dan
Yandi Mursal. Jakarta : Hipokrates.
Mandal, B.K., Edmund, G.L.W., Edward, M.D. dan Richard, T.M.W. 2006.
Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Alih Bahasa : Juwalita Surapsari. Jakarta :
Erlangga.