Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amoebiasis (disentri amoeba) adalah penyakit infeksi usus besar yang


disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica. Amoebiasis sering
ditemukan dalam usus besar manusia, primata tertentu dan beberapa hewan
lain. Amoebiasis tersebar hampir di seluruh dunia terutama di negara
berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena faktor
kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan, kondisi sosial
ekonomi dan kultural yang menunjang berkembangnya parasit usus Entamoeba
hystolytica.

Menurut Prasetyo (2004), Entamoeba hystolitica masuk dalam filum


protozoa dan berada dalam kelas rhizopoda (protozoa yang bergerak dengan
kaki semu). Parasit ini awalnya hidup sebagai komensal (apatogen) di dalam
lumen usus besar, namun pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi patogen
dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus
sehingga menimbulkan ulserasi (peradangan kronis).

Menurut Maryatun (2008), faktor yang menyebabkan perubahan sifat


tropozoit dari apatogen menjadi patogen sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Diduga karena adanya faktor kerentanan tubuh pasien, sifat virulensi
(keganasan) amoeba maupun peran faktor lingkungan. Faktor-faktor yang dapat
menurunkan kerentanan tubuh yaitu : kehamilan, kurang gizi, penggunaan obat-
obat imunosupresif (obat penurun sistem kekebalan tubuh) dan kortikosteroid.
Faktor lingkungan yang diduga berpengaruh yaitu : suasana anaerob, suasana
asam (pH 0,6 sampai pH 6,5), adanya bakteri, virus, diet tinggi kolesterol, tinggi
karbohidrat dan rendah protein.

Menurut Prabu (1996), Entamoeba hystolytica dapat menyebabkan


beberapa manifestasi klinis. Manifestasi klinis tersebut dapat berupa amoebiasis
intestinal baik akut maupun kronik, amoebiasis ekstraintestinal terutama di hati
2

dan amoebiasis lain yang lebih jarang ditemukan seperti amoebiasis kulit, paru,
otak dan organ lainnya.

Transmisi Entamoeba histolytica terutama melalui fecal-oral (anus-mulut)


yaitu dengan tertelannya kista dalam makanan atau air yang terkontaminasi.
Transmisi Entamoeba histolytica juga dapat terjadi secara langsung pada pria
homoseksual yang melakukan kontak fecal-oral.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat disusun


rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana morfologi dan siklus hidup Entamoeba histolytica?


2. Bagaimana cara penularan amoebiasis?
3. Bagaimana patogenesis dan manifestasi klinis amoebiasis?
4. Bagaimana diagnosis laboratorium amoebiasis?

C. Tujuan Penyusunan

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penyusunan yang dapat diambil


adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui morfologi dan siklus hidup Entamoeba histolytica


2. Mengetahui cara penularan amoebiasis
3. Mengetahui patogenesis dan manifestasi klinis amoebiasis
4. Mengetahui diagnosis laboratorium amoebiasis
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi dan Siklus Hidup Entamoeba histolytica


Menurut Prianto, dkk. (1995), penyebab amoebiasis adalah parasit
Entamoeba histolytica yang merupakan anggota kelas rhizopoda. Selama siklus
hidupnya Entamoeba histolyca terdapat dalam tiga stadium yaitu: stadium
trofozoit, stadium prakista dan stadium kista. Morfologi dari ketiga stadium
tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Stadium Trofozoit
Stadium tropozoit memiliki ukuran bervariasi antara 12 sampai
35 µm (biasanya 3 atau 4 kali besar sel darah merah). Bila tidak
bergerak bentuk tropozoit bulat. Sedangkan bila bergerak bentuknya
berubah memanjang. Pergerakan tropozoit satu arah dengan
pseudopodi mendorong ke depan dan endoplasma mengalir secara
cepat ke dalamnya. Ektoplasma Entamoeba histolytica pada stadium
tropozoit transparan. Sedangkan endoplasmanya bergranula, keabu-
abuan, diselingi warna hijau kekuningan dan bisa mengandung
vakuola. Tropozoit dari Entamoeba histolytica pada bentuk yang
bergerak (motil) memiiliki inti yang sukar dilihat, tetapi bila dicat
dengan larutan iodine akan tampak jelas membran dengan butir
kromatin yang teratur dan kariosom kecil, padat dan terletak sentral.
Terdapat dua bentuk dari tropozoit dalam kondisi bergerak yang
dapat ditemukan pada tinja cair atau tinja diare yaitu : bentuk histolitika
dan bentuk minuta. Bentuk histolitika berukuran 20 sampai 35 µm
dengan vakuola mengandung sel darah yang tercerna. Hal itu
menunjukkan aktivitas haemotophagus (memakan darah). Entamoeba
histolytica pada bentuk histolitika bersifat patogen. Bentuk minuta
berukuran 12 sampai 20 µm. Minuta berada di dalam rongga usus dan
bersifat tidak patogen. Endoplasmanya tidak mengandung sel darah
merah tetapi mengandung bakteri dan sisa makanan. Pseudopodi
dibentuk secara perlahan-lahan sehingga pergerakan minuta relatif
lambat.
4

2. Stadium Prakista
Stadium prakista merupakan stadium peralihan dari stadium
trofozoit ke stadium kista. Prakista berbentuk bulat atau agak lonjong
dengan pseudopodi yang tumpul. Prakista memiliki ukuran antara 10
sampai 20 µm. Prakista memiliki struktur inti yang sama dengan inti
pada stadium trofozoit. Endoplasmanya tidak mengandung sel darah
merah maupun sisa-sisa makanan.
3. Stadium Kista
Stadium kista memiliki ukuran 12-15 µm (1,5 kali besar sel darah
merah). Kista berbentuk bulat dengan inti berjumlah 1 sampai dengan
4. Kista memiliki membran tipis, butir kromatin teratur dan kariosom
kecil. Terdapat badan kromatid yang berukuran besar yang
sebenarnya merupakan kumpulan ribosom pada bagian
endoplasmanya. Selain itu juga terdapat vakuola glikogen untuk
menyimpan cadangan makanan. Pada kista yang sudah matang,
badan kromatid dan vakuola glikogen biasanya sudah tidak terdapat
lagi. Bentuk kista memiliki viabilitas tinggi yakni dapat bertahan hingga
3 bulan pada lingkungan yang sesuai.

Menurut Maryatun (2008), dalam siklus hidup Entamoeba histolytica


tropozoit merupakan bentuk vegetatif yang aktif dan kista merupakan bentuk
vegetatif yang tidak aktif. Tropozoit adalah satu satunya bentuk yang terdapat
dalam jaringan. Tropozoit juga dapat ditemukan dalam cairan tinja pada kasus
disentri amoeba. Selanjutnya tropozoit akan melakukan pemadatan berbentuk
bulat (prakista), yang kemudian akan dibentuk dinding tipis di sekeliling kista
immatur. Akhirnya kista akan menjadi matang (kista berinti 4). Proses
pembentukan kista ini terjadi hanya di dalam usus. Stadium kista matang ini
merupakan bentuk infektif, sehingga dapat ditularkan dari satu hospes ke hospes
lainnya.

B. Penularan Penyakit Amoebiasis

Menurut Maryatun (2008), penyakit amoebiasis ditularkan secara fekal-oral


baik secara langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui makanan
atau minuman yang tercemar). Penularan dapat terjadi melalui beberapa cara
5

diantaranya: konsumsi air dan makanan yang tercemar, penggunaan kotoran


manusia sebagai pupuk, juru masak yang terinfeksi, vektor lalat dan kecoa serta
kontak langsung seksual fekal-oral pada homoseksual.

Sumber infeksi terpenting adalah penderita menahun yang mengeluarkan


kista atau pengandung kista tanpa geiala. Sebagai sumber penularan adalah
tinja yang mengandung kista amoeba yang berasal dari carrier (penderita).

C. Patogenesis dan Manifestasi Klinis Amoebiasis

Menurut Maryatun (2008), secara umum amoebiasis dapat terjadi di


bagian intestinal (amoebiasis intestinal) dan diluar intestinal (amoebiasis
ektraintestinal). Amoebiasis intestinal menunjukkan bahwa organisme
Entamoeba histolytica hanya terdapat pada saluran pencernaan tanpa masuk ke
batas mukosa. Sedangkan amoebiasis ekstraintestinal berarti telah terjadi invasi
organisme Entamoeba histolytica ke batas mukosa saluran pencernaan.
Organisme tersebut masuk kedalam peredaran darah dan terbawa aliran darah
ke bagian tubuh lainnya yaitu hati, kulit, otak dan paru-paru.

Menurut Indriana (2009), infeksi terjadi dengan menelan kista matang. Bila
kista matang tertelan maka kista tersebut akan tetap utuh ketika sampai di
lambung. Terdapatnya dinding kista yang kuat menyebabkan kista dapat
bertahan terhadap asam lambung. Dalam usus halus terjadi ekskistasi dengan
keluarnya bentuk-bentuk minuta yang kemudian menuju usus besar.

Bentuk minuta ini kemudian dapat berubah menjadi bentuk histolitika


yang patogen dan hidup di mukosa usus besar serta dapat menimbulkan gejala.
Melalui aliran darah, bentuk histolitika ini dapat menyebar hingga ke jaringan hati,
paru-paru, kulit dan hati.

Bentuk histolitika yang berhasil menembus mukosa usus besar akan


mensekresi suatu enzim cystein proteinase yang dapat melisis jaringan.
Kemudian bentuk histolitika ini dapat masuk hingga lapisan submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukusae. Dengan bersarangnya bentuk histolitika
pada lapisan submukosa, akan terbentuk kerusakan jaringan yang makin meluas
sehingga terjadi luka yang disebut ulkus amoeba.
6

Bentuk histolitika mudah ditemukan dalam jumlah besar pada bagian


dasar dan dinding ulkus. Dengan gerakan peristalsis bentuk histolitika dapat
keluarkan bersama tinja. Tinja yang mengandung bentuk histolitika ini disebut
sebagai tinja disentri dan umumnya bercampur lendir dan darah.

Tinja disentri tidak hanya mengandung bentuk histolitika tetapi dapat juga
mengandung parasit Entamoeba histolytica pada stadium prakista maupun kista.
Stadium tropozoit dan prakista parasit Entamoeba histolytica tidak bertahan lama
ketika berada di lingkungan luar (cepat mati). Sifatnyapun pada umumnya tidak
infektif. Berbeda dengan stadium kista yang resisten dan bersifat infektif.

Menurut Zaman (1997), kista dapat bertahan di lingkungan luar dalam


jangka waktu yang lama. Dalam tinja dapat ditemukan kista yang tidak matang
(yang beinti satu atau dua). Dapat juga ditemukan kista dalam kondisi matang (4
inti). Kista yang tidak matang dapat menjadi matang di lingkungan luar dan
menjadi infektif.

Menurut Indriana (2009), amoebiasis intestinal dapat berupa infeksi yang


simtomatik atau asimtomatik. Infeksi simtomatik memiliki gejala berupa diare
dengan tinja yang berlendir atau disertai darah, tenesmus anus (nyeri ketika
buang air besar) dan perasaan tidak enak di perut dan mules. Infeksi asimtomatik
tidak menimbulkan gejala yang jelas sehingga sering kali tidak disadari. Namun
sebagian besar infeksi Entamoeba histolytica pada manusia bersifat asimtomatik.

Menurut Maryatun (2008), sejumlah faktor yang mempengaruhi bentuk


kelainan infeksi amoebiasis intestinal adalah respon sistem imun hospes dan
strain dari Entamoeba histolytica yang menjadi penyebabnya.

Menurut Maryatun (2008), gambaran klinik dari amoebiasis intestinal yaitu


pada daerah endemik, 75% yang didiagnosis terinfeksi amoebiasis bersifat
asimptomatik (carrier), 20% mengalami penyakit disentri kronik, dan 5%
mengalami disentri akut. Pada daerah non endemik, infeksi yang terjadi
kebanyakan bersifat asimptomatik.

Masa inkubasi untuk munculnya gejala klinik bervariasi dari beberapa hari
sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun (biasanya 2-4 minggu). Beberapa
bentuk manifestasi klinik pada penderita amoebiasis intestinal diantaranya:
7

1. Asymptomatic amoebiasis (cyst-passer)


Asymptomatic amoebiasis merupakan bentuk yang non invasif
dan parasit. Bentuk ini akan hidup sebagai suatu komensal
(apatogen) didalam lumen usus.
2. Non dysentric amoebiasis (amoebiasis kronik)
Non dysentric amoebiasis (amoebiasis kronik) merupakan
bentuk yang muncul diawal infeksi. Gejalanya bervariasi mulai dari
ringan berlangsung singkat sampai berat berlangsung lama. Gejala
amoebiasis kronik yaitu: adanya diare (terkadang dengan lendir),
kramp abdominal, kembung, nausea (mual) dan anoreksia. Tidak
terlihat adanya darah didalam tinja penderita amoebiasis kronik.
3. Dysentric amebiasis (amoebiasis akut)
Dysentric amebiasis (amoebiasis akut) merupakan bentuk yang
pada awal kemunculannya biasanya lambat selama beberapa hari
dengan kramp abdominal. Dysentric amebiasis kemudian
berkembang menjadi diare dengan darah dan lendir.
4. Amebic Granuloma (Ameboma)
Ameboma terjadi sebagai hasil produksi yang berlebihan dari
jaringan granulasi sebagai respon terhadap penyakit amoebiasis
kronik atau amebiasis akut. Ameboma terjadi terutama di caecum
dan rectosigmoid. Bentuk ameboma menyerupai sebuah tumor.
Amoebiasis ekstraintestinal memiliki beberapa bentuk seperti: amoebiasis
hepar, cutaneus and genital amoebiasis (amoebiasis kulit), pIeuropulmonary
amoebiasis (amoebiasis paru-paru) dan brain abcess (amoebiasis otak).
1. Amoebiasis hepar
Amoebiasis hepar (abses hati amoeba) merupakan penyakit
ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Aliran darah dari usus akan
menuju ke hati, terutama lobus kanan atas. Oleh sebab itu, bersama
aliran darah maka organisme yang berada di submukosa usus dapat
sampai ke hati.
Gejala abses hati amoeba dapat timbul secara perlahan atau
mendadak dengan rasa nyeri di abdomen kanan atas. Gejala abses
hati amoeba juga dapat disertai demam 38 sampai 39oC dan
8

penurunan berat badan. Dapat juga terjadi kelainan pada paru kanan
bawah yang disebabkan oleh naiknya diafragma.
Abses yang terjadi dapat dideteksi secara radiologis ultrasonik
atau dengan menggunakan radionuklir. Jarang ditemukan kista dan
tropozoit Entamoeba histolytica pada tinja pasien dengan abses hati.
Biasanya sebagian besar dari penderita tidak mempunyai gejala
gastrointestinal ataupun gejala disentri.
2. Cutaneus and genital amebiasis (amoebiasis kulit)
Cutaneus and genital amebia (amoebiasis kulit) ditemukan
pada kasus lanjut dari amoebiasis intestinal akut. Amoebiasis kulit
umumnya terjadi pada pasien dengan kebiasaan higiene yang buruk,
pasien koma dan pasien dengan gangguan mental. Amebiasis kulit
dapat meluas menjadi ulkus di perianal dan kulit perineum kemudian
masuk ke genetalia.
3. PIeuropulmonary amoebiasis (amoebiasis paru)
Umumnya abses amebiasis paru dan efusi pleura merupakan
hasil dari ekstensi secara langsung melalui diafragma dari sebuah
abses amebiasis hepar. Gambaran klinik abses paru berupa demam,
batuk, nyeri dada, pernafasan dangkal. Diagnosis suatu amoebiasis
paru dapat dilakukan dengan adanya tropozoit amoeba pada
sputum(dahak). Sputum tersebut dapat mengandung nanah dan
dapat juga mengandung darah.
4. Brain Abcess (amoebiasis otak)
Invasi amoeba ke susunan saraf pusat jarang terjadi. Gejala
yang muncul bervariasi dan dapat disamakan dengan sebuah tumor
yang dapat mendesak ruang di otak.
D. Diagnosis Laboratorium Amoebiasis
Menurut Indriana (2009), diagnosis laboratorium dalam deteksi
Entamoeba histolytica sangat penting dilakukan tidak hanya pada penderita
disentri, melainkan juga pada kasus infeksi entamoeba yang bersifat
asimtomatik. Infeksi asimtomatik jika dibiarkan dapat berubah menjadi disentri
amoebiasis yang serius, namun sebagian besar infeksi asimtomatik akan
menghilang dengan sendirinya.
9

Menurut Indriana (2009), pemeriksaan mikroskopik langsung pada


spesimen tinja merupakan metode diagnostik yang paling awal ditemukan dan
hingga kini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam mendiagnostik
infeksi berbagai parasit usus. Namun pemeriksaan ini dapat memberikan hasil
positif palsu jika terdapat kesalahan identifikasi makrofag sebagai trofozoit dan
polimorfonuklear sebagai kista. Pemeriksaan mikroskopik juga kurang dapat
membedakan Entamoeba histolytica dari Entamoeba dispar. Pemeriksaan
mikroskopik terhadap kista dan bentuk tropozoit menggunakan minimal 3 sampel
tinja dalam periode 10 hari direkomendasikan karena dapat meningkatkan
deteksi dari 85% menjadi 95%.
Terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap hasil dari
metode pemeriksaan mikroskopik. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
keterlambatan sampainya spesimen (motilitas Entamoeba histolytica dapat
berkurang dan tropozoit dapat lisis dalam 20 sampai 30 menit), kesulitan dalam
membedakan tropozoit yang nonmotil dengan leukosit polimorfonuklear, kondisi
pengumpulan spesimen yang tidak memenuhi syarat, jumlah spesimen yang
tidak memenuhi syarat, gangguan pada pengawet spesimen dan kehadiran
amoeba lain pada spesimen.
Selain menggunakan metode pemeriksaan mikroskopik langsung terdapat
beberapa metode pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu: kultur (biakan),
sigmoidoskopi, biopsi, radiologi dan serologi. Keuntungan menggunakan metode
ini dibanding dengan menggunakan metode pemeriksaan mikroskopik yaitu hasil
uji diagnostik lebih baik, namun membutuhkan biaya yang lebih besar.
10

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian pustaka dalam makalah ini maka dapat disimpulkan


bahwa amoebiasis (disentri amoeba) adalah penyakit infeksi usus besar yang
disebabkan oleh parasit usus yaitu Entamoeba histolytica. Amoebiasis dapat
terjadi di bagian intestinal (amoebiasis intestinal) dan diluar intestinal (amoebiasis
ektraintestinal). Amoebiasis ditularkan secara fekal-oral baik secara langsung
(melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui makanan atau minuman yang
tercemar). Infeksi terjadi dengan menelan kista matang. Tinja yang mengandung
bentuk histolitika atau kista disebut sebagai tinja disentri dan umumnya
bercampur lendir dan darah.

Terdapat beberapa metode diagnostik amoebiasis diantaranya yaitu:


pemeriksaan mikroskopik langsung, kultur (biakan), sigmoidoskopi, biopsi,
radiologi dan serologi. Kelebihan dari tes mikroskopik langsung yaitu harganya
lebih terjangkau. Sedangkan keuntungan menggunakan metode kultur (biakan),
sigmoidoskopi, biopsi, radiologi dan serologi yaitu hasil uji diagnostik lebih baik
dibandingkan dengan metode mikroskopik namun membutuhkan biaya yang
lebih besar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penyusun dapat memberikan beberapa
saran antara lain :
1. Penyakit amoebiasis ditularkan secara fekal-oral baik secara
langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui makanan
atau minuman yang tercemar). Maka dari itu setiap individu
sebaiknya selalu menjaga kebersihan diri dan memastikan bahwa
makanan yang dikonsumsi bebas dari organisme patogen.
2. Jika sudah timbul gejala seperti tinja berlendir atau berdarah segera
dilakukan tindakan medis seperti pemeriksaan laboratorium agar
infeksi tidak bertambah parah.
11

DAFTAR PUSTAKA

Prianto, L.A.J., Tjahaya dan Darwanto. 1995. Atlas Parasitologi Kedokteran.


Jakarta : Gramedia Pustaka.

Prabu, B.D.R. 1996. Penyakit-Penyakit Infeksi Umum. Jakarta : Widya Medika.

Zaman, V. 1997. Atlas Parasitologi Kedokteran. Alih Bahasa : Chairil Anwar dan
Yandi Mursal. Jakarta : Hipokrates.

Prasetyo, R.H. 2004. Atlas Berwarna Parasitologi Kedokteran. Surabaya :


Airlangga University Press.

Mandal, B.K., Edmund, G.L.W., Edward, M.D. dan Richard, T.M.W. 2006.
Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Alih Bahasa : Juwalita Surapsari. Jakarta :
Erlangga.

Indriana, A.S. 2009. Frekuensi Pengambilan Spesimen Tinja Untuk Mendeteksi


Infeksi Entamoeba hystolitica. http://fk.ui.ac.id/riset-publikasi/medical-
journal-indonesia.html. Medical Journal Indonesia. Diakses tanggal 1
Januari 2019.

Maryatun. 2008. Entamoeba Histolytica Parasit Penyebab Amebiasis Usus dan


Hepar. http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/9427/7411. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Diakses Tanggal 1 Januari 2019.

Anda mungkin juga menyukai