Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI II

Hari, tanggal : Rabu, 18 Maret 2020


Judul : Pemeriksaan Kadar Hambat Minimal (KHM) suatu Zat Obat terhadap
Bakteri Uji dengan Metode Dilusi Cair dan Dilusi Padat
Tujuan : Mengetahui kadar terendah obat-obat antibotica dan obat-obat kimia yang
masih mampu menghambat pertumbuhan kuman dengan metode dilusi cair
dan padat
Dasar teori :
Antibiotik merupakan suatu substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang
dalam jumlah yang sangat kecil dapat menghambat pertumbuhan jasad renik lain. Kini antibiotik
merupakan senyawa kimia utama untuk pengobatan penyakit menular (Pelczar, 2005). Menurut
Wahyuni, 2005 antibiotika terbagi menjadi beberapa golongan yaitu :
1. Golongan Beta Laktam
Terbagi menjadi derivat penisilin dan sefalosforin. Kerjanya menghambat
pembentukkan dinding sel bakteri. Contohnya yaitu penisilin
2. Golongan Amoniglikosida
Kerjanya menghambat sintesa protein sel bakteri. Contohnya yaitu strepromisin dan
gentamisin
3. Golongan Makroloda
Menghambat sintesa protein sel bakteri. Contohnya yaitu eritromisin
4. Golongan Tetrasiklin
Kerjanya menghambat sintesa protein sel bakteri. Contohnya yaitu tetrasikli
5. Golongan lainnya
Kloramfenikol untuk penyakit typus dan rifampisin untuk TBC
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) didefinisikan sebagai konsentrasi terendah
antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang terlihat setelah
semalam diinkubasi. MIC digunakan oleh laboratorium diagnostik, terutama untuk konfirmasi
perlawanan, namunpaling sering sebagai alat riset untuk menentukan in-vitro aktivitas
antimikroba baru, dan data dari studi tersebut telah digunakan untukmenentukan MIC break
points (Andrews, 2001).
MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas
dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji.
Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin
besar.MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC terhadap
seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda
dalam hal sensitivitasnya (Greenwood, 1995).Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran
zona penghambatan dan harus dikontrol adalah :
1. Konsentrasi mikroba pada permukaan medium. Semakin tinggikonsentrasi mikroba
maka zona penghambatan akan semakin kecil
2. Kedalaman medium pada cawan petri. Semakin tebal medium padacawan petri maka
zona penghambatan akan semakin kecil
3. Nilai pH dari medium. Beberapa antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi asam
dan beberapa basa
4. Kondisi aerob atau anaerob
Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah
satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau difusi. Metode dilusi disebut metode pengenceran.
Pada metode dilusi dilakukan dengan menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun
secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan
diinkubasi. Pada tahap akhir, antimikroba dilarutkan dengan kadar yang menghambat atau
mematikan. Hasil yang dibaca adalah kekeruhan. Kekeruhan menandakan adanya potensi hambat
obat pada konsentrasi tersebut. Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode difusi
adalah dapat menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) atau MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) dari obat tersebut. Metode dilusi terdiri dari dua cara yaitu :
1. Pengenceran serial dalam tabung
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sederetan tabung reaksi yang diisi dengan
inokulum kuman dan larutan antibakteri dalam berbagai konsentrasi. Zat yang akan
diuji aktivitas bakterinya diencerkan sesuai serial dalam media cair, kemudian
diinokulasikan dengan kuman dan diinkubasi pada waktu dan suhu yang sesuai
dengan mikroba uji. Aktifitas zat ditentukan dengan Kadar Hambat Minimal (KHM).
2. Penipisan Lempeng Agar
Zat antibakteri diencerkan dalam media agar dan kemudian dituangkan kedalam
cawan petri. Setelah agar membeku, diinokulasikan kuman kemudian diinkubasi
pada waktu dan suhu tertentu. Konsentrasi terendah dari larutan zat antibakteri yang
masih memberikan hambatan terhadap pertumbuhan kuman ditetapkan sebagai
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM).
Alat dan bahan :
1. Alat
a. Erlenmeyer
b. Inkubator
c. Kapas
d. Korek api
e. Label
f. Labu Ukur 100 ml
g. Ose Bulat
h. Pembakar Spirtus
i. Rak Tabung Reaksi
j. Tabung Reaksi
k. Volume Pipet
l. Petridish steril
2. Bahan
a. Aquades steril
b. Etanol 95%
c. Nutrient Broth (NB) Double Strength
d. Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus
e. Kultur murni bakteri ujidalam media NB umur 24 jam
f. Senyawa uji berupa antibiotik (misalnya Amoxycilllin sirup kering variasi
konsentrasi, 6,25; 3,125; dan 1,5625 mg/ml)
g. Obat Antibiotik Tetrasiklin
h. Media nutrien agar (NA)
i. Deret larutan standar Mac Farland
j. NB untuk pembuatan suspensi bakteri uji
k. Alkohol 70 %
l. Aquades steril
Cara Kerja :
A. Agar dilution
1. Ambil 3 tabung yang masing-masing berisi 15 ml media NA suhu 45 – 50oC
2. tambahkan 1 ml suspensi bakteri uji pada masing-masing tabung tersebut
3. Tambahkan pula larutan antibiotik dengan konsentrasi yang telah ditetapkan pada
langkah
4. Siapkan 3 petri steril untuk menuang ketiga preparat di atas secara pour plate.
5. Biarkan memadat. Beri label pada dasar petri.
6. Inkubasi selama 24 jam.
7. Amati dan bandingkan kekeruhan dari masing-masing petri. Bandingkan antara kontrol
dan perlakuan.
B. Broth dilution
1. Dimasukkan obat tetrasiklin 250 mg ke dalam labu ukur, dilarutkan dengan sedikit etanol
95%. Kemudian ditambahkan air suling steril sampai tanda batas 100 ml. Jika sediaan uji
berbentuk padat, digerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukan dalam labu ukur.
Dilakukan perhitungan pengenceran antibiotik dari konsentrasi 2500 µg/ml menjadi 250
µg/ml lalu diencerkan lagi menjadi 100 µg/ml.
2. Kemudian dihitung konsentrasi campuran pada masing- masing tabung besar dan tabung-
tabung kecil, yakni di dapat konsentrasi 50 µg/ml, 25 µg/ml, 12,5 µg/ml, 6,25 µg/ml, dan
3,125 µg/ml. Dibuat pengenceran bertingkat larutan antibiotik dengan air suling steril
dalam tabung-tabung reaksi besar.
3. Lalu diisi tabung reaksi kecil pertama dengan 1 ml NB double strength, sedangkan
tabung-tabung reaksi selanjutnya dengan 1 ml NB biasa.
4. Kemudian dipipet 1 ml hasil pengenceran antibiotik terakhir ke dalam tabung reaksi
dengan konsentrasi 50 µg/ml berisi NB, dikocok sampai homogen, lalu pipet 1 ml
campuran dari tabung 50 µg/ml ke tabung dengan konsentrasi 25 µg/ml, kocok sampai
homogen, dulangi langkah tersebut ke tabung 12,5 µg/ml, 6,25 µg/ml, 3,125 µg/ml dan
terakhir dipipet ke tabung NB Double Strength.
5. Setelah pengenceran ditambahkan 1 ose bakteri Staphylococcus aureus ke dalam masing-
masing tabung kecil, dikocok sampai homogen. Kemudian membuat kontrol positif dan
negatif. Kontrol positif di lihat dari suspensi bakteri Staphylococcus aureus ( 1 ml NB + 1
ose bakteri Staphylococcus aureus ) sedangkan kontrol negatif hanya 1 ml NB saja dalam
tabung reaksi.
6. Diinkubasikan semua tabung kecil pada suhu 37oC selama 18-24 jam
7. Lalu diamati kekeruhan yang terjadi dan dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif.
Ditentukan dimana MIC nya (MIC terletak pada tabung bening yang terakhir, atau
sebelum tabung keruh pertama)

Hasil Pengamatan :
Setelah 18-24 jam, tabung reaksi yang diinkubasikan diamati. Dari hasil pengamatan
terlihat semua tabung reaksi bening, tidak ada kekeruhan sama sekali.Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ditemukannya MIC atau konsentrasi hambat minimum pada tetrasiklin yang
berkonsentrasi 50 µg/ml dalam percobaan kali ini

Pembahasan :
Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan Minimum Inhibitory Concentration ( MIC )
sediaan Tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan metode MIC
cair pada media Nutrien Broth. Tetrasiklin yang akan digunakan berupa larutan antibiotik
berwarna kuning, sebelumnya telah diencerkan di dalam labu ukur 100 mL. Pengenceran
tetrasiklin pada labu ukur ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan, yaitu
sebesar 2500 µg/ml, dan selanjutnya bisa dibuat variasi konsentrasi yang diinginkan. Kemudian
dilakukan pengenceran antibiotik secara bertingkat untuk memperoleh konsentrasi yang
diinginkan.
Pertama dihitung besar pengencaran untuk mendapatkan tetrasiklin yang berkonsentrasi 50
µg/ml dengan 3 kali pengenceran. Setelah dihitung, untuk pengenceran pertama, 1 mL tetrasiklin
(2500 µg/ml) dari labu ukur dicampurkan dengan 9 mL aquadest steril pada tabung reaksi besar I
sehingga diperoleh campuran dengan konsentransi tetrasiklin sebesar 250 µg/ml (pengenceran 10
kali). Selanjutnya dari tabung reaksi I ini dipipet campuran sebanyak 1 mL, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi besar II dan ditambahkan 1,5 mL aquadest steril ke dalamnya sehingga
tetrasiklin pada tabung reaksi besar II konsentrasinya menjadi 100 µg/ml (pengenceran 2,5 kali).
Jadi, konsentrasi 100 µg/ml merupakan konsentrasi pertama yang akan divariasikan untuk
menentukan MIC dari tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Kemudian digunakan 6 tabung reaksi kecil yang telah disediakan, dimana tabung 1 berisi 1
ml nutrient broth double strength dan lima tabung reaksi lainnya masing-masing berisi 1 ml
nutrient broth single strength. Perbedaan nutrient broth double strength dan single strength
terletak pada banyak nutrisi yang terdapat di dalamnya. Nutrient broth double strength
mempunyai jumlah nutrisi 2 kali lebih banyak daripada single strength. Tujuan penggunaan
nutrient broth double strength pada tabung reaksi 1 adalah agar konsentrasi nutrisi pada tiap
tabung reaksi kecil setelah dilakukan pengenceran tetap sama, sehingga tidak ada tabung reaksi
kecil yang kekurangan nutrisi.
Dari tabung reaksi besar II yang mempunyai konsentrasi tetrasiklin 100 µg/ml, dipipet 1 ml
ke dalam tabung reaksi kecil 1 yang sudah berisi 1 ml NB double strength sehingga konsentrasi
tetrasiklin dalam tabung 1 menjadi 50 µg/ml karena sudah bercampur dengan NB 1 ml.
Kemudian dipipet 1 ml larutan dari tabung 1 ke dalam tabung 2 yang berisi NB single strength
sehingga tertrasiklin pada tabung 2 berkonsentrasi 25 µg/ml. Setelah itu dipipet 1 ml larutan
dari tabung 2 ke dalam tabung 3 yang berisi NB single strength sehingga tertrasiklin pada tabung
3 berkonsentrasi 12,5 µg/ml. . Kemudian dipipet 1 ml larutan dari tabung 3 ke dalam tabung 4
yang berisi NB single strength sehingga tertrasiklin pada tabung 4 berkonsentrasi 6,25 µg/ml.
.Kemudian dipipet 1 ml larutan dari tabung 4 ke dalam tabung 5 yang berisi NB single strength
sehingga tertrasiklin pada tabung 5 berkonsentrasi 3,125 µg/ml. Kemudian dipipet 1 ml larutan
dari tabung 5 ke dalam tabung 6 yang berisi NB single strength sehingga tertrasiklin pada tabung
6 berkonsentrasi 1,5625 µg/ml. Agar volume dalam tiap-tiap tabung reaksi kecil sama yaitu 1 ml,
maka larutan pada tabung reaksi 6 harus dibuang sebanyak 1 ml. Pada tabung reaksi kecil
terakhir, 1 ml campuran dibuang, agar tidak mempengaruhi pengamatan dengan volume yang
berbeda dari tabung-tabung yang lain. Hal ini harus dilakukan dengan kuantitatif dan dengan
aseptis, yaitu didekatkan dengan api agar terhindar oleh kontaminan bakteri luar selain bakteri
yang digunakan sehingga dapat membuat penyimpangan hasil percobaan.
Setelah didapatkan variasi konsentrasi tertrasiklin yang diinginkan, pada keenam tabung
dimasukkan 1 ose bakteri Staphylococcus aureus, tabung dikocok sampai homogeny. Tabung
yang masing-masing telah berisi Staphylococcus aureus, kemudian diinkubasikan pada suhu
370C selama 18-24 jam di dalam incubator. Setelah 18-24 jam, tabung reaksi yang diinkubasikan
diamati. Dari hasil pengamatan terlihat semua tabung reaksi bening, tidak ada kekeruhan sama
sekali.Hal ini menunjukkan bahwa tidak ditemukannya MIC atau konsentrasi hambat minimum
pada tetrasiklin yang berkonsentrasi 50 µg/ml dalam percobaan kali ini. Hal ini bisa saja
disebabkan oleh beberapa hal faktor yang pertama dikarenakan konsentrasi antibiotik tetrasiklin
yang digunakan terlalu besar. Menurut literature, seharusnya konsentrasi antibiotik tetrasiklin
yang digunakan dalam menentukan MIC yaitu kisaran 0,24 µg/ml (Depkes RI, 1995),
sedangkan pada prosedur konsentrasi terendah yang digunakan hanya sampai 3,125 µg/ml, hal
tersebut membuat bakteri tidak mampu melakukan perlawanan terhadap besarnya konsentrasi
antibiotik tetrasiklin Faktor kedua yaitu karena ose yang digunakan untuk mengambil suspensi
bakteri masih panas akibat fiksasi sehingga bakteri yang akan ditumbuhkan pada larutan media
dan antibiotik sudah mati. Faktor terakhir yaitu karena adanya kesalahan prosedur yang
dilakukan praktikan.
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pengamatan dalam penentuan MIC menggunakan larutan antibiotik
tetrasiklin dan bakteri Staphylococcus aureus serta media cair nutrien broth dihasilkan MIC <
3,125 µg/ml dikarenakan pada konsentrasi 50 µg/ml sampai 3,125 µg/ml tidak didapatkan
pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan tidak adanya kekeruhan.
Referensi :
Suci, A.,Alfi,N.dan Firmansyah,I. 2015. Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
dari suatu Sediaan Uji yang Berpotensi sebagai Antibiotik. Bandung : Fakultas Farmasi
Universitas Padjajaran.
Anonim. 2016. Panduan Praktikum Mikrobiologi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.

Anda mungkin juga menyukai