Hasil Pengamatan :
Setelah 18-24 jam, tabung reaksi yang diinkubasikan diamati. Dari hasil pengamatan
terlihat semua tabung reaksi bening, tidak ada kekeruhan sama sekali.Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ditemukannya MIC atau konsentrasi hambat minimum pada tetrasiklin yang
berkonsentrasi 50 µg/ml dalam percobaan kali ini
Pembahasan :
Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan Minimum Inhibitory Concentration ( MIC )
sediaan Tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan metode MIC
cair pada media Nutrien Broth. Tetrasiklin yang akan digunakan berupa larutan antibiotik
berwarna kuning, sebelumnya telah diencerkan di dalam labu ukur 100 mL. Pengenceran
tetrasiklin pada labu ukur ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan, yaitu
sebesar 2500 µg/ml, dan selanjutnya bisa dibuat variasi konsentrasi yang diinginkan. Kemudian
dilakukan pengenceran antibiotik secara bertingkat untuk memperoleh konsentrasi yang
diinginkan.
Pertama dihitung besar pengencaran untuk mendapatkan tetrasiklin yang berkonsentrasi 50
µg/ml dengan 3 kali pengenceran. Setelah dihitung, untuk pengenceran pertama, 1 mL tetrasiklin
(2500 µg/ml) dari labu ukur dicampurkan dengan 9 mL aquadest steril pada tabung reaksi besar I
sehingga diperoleh campuran dengan konsentransi tetrasiklin sebesar 250 µg/ml (pengenceran 10
kali). Selanjutnya dari tabung reaksi I ini dipipet campuran sebanyak 1 mL, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi besar II dan ditambahkan 1,5 mL aquadest steril ke dalamnya sehingga
tetrasiklin pada tabung reaksi besar II konsentrasinya menjadi 100 µg/ml (pengenceran 2,5 kali).
Jadi, konsentrasi 100 µg/ml merupakan konsentrasi pertama yang akan divariasikan untuk
menentukan MIC dari tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Kemudian digunakan 6 tabung reaksi kecil yang telah disediakan, dimana tabung 1 berisi 1
ml nutrient broth double strength dan lima tabung reaksi lainnya masing-masing berisi 1 ml
nutrient broth single strength. Perbedaan nutrient broth double strength dan single strength
terletak pada banyak nutrisi yang terdapat di dalamnya. Nutrient broth double strength
mempunyai jumlah nutrisi 2 kali lebih banyak daripada single strength. Tujuan penggunaan
nutrient broth double strength pada tabung reaksi 1 adalah agar konsentrasi nutrisi pada tiap
tabung reaksi kecil setelah dilakukan pengenceran tetap sama, sehingga tidak ada tabung reaksi
kecil yang kekurangan nutrisi.
Dari tabung reaksi besar II yang mempunyai konsentrasi tetrasiklin 100 µg/ml, dipipet 1 ml
ke dalam tabung reaksi kecil 1 yang sudah berisi 1 ml NB double strength sehingga konsentrasi
tetrasiklin dalam tabung 1 menjadi 50 µg/ml karena sudah bercampur dengan NB 1 ml.
Kemudian dipipet 1 ml larutan dari tabung 1 ke dalam tabung 2 yang berisi NB single strength
sehingga tertrasiklin pada tabung 2 berkonsentrasi 25 µg/ml. Setelah itu dipipet 1 ml larutan
dari tabung 2 ke dalam tabung 3 yang berisi NB single strength sehingga tertrasiklin pada tabung
3 berkonsentrasi 12,5 µg/ml. . Kemudian dipipet 1 ml larutan dari tabung 3 ke dalam tabung 4
yang berisi NB single strength sehingga tertrasiklin pada tabung 4 berkonsentrasi 6,25 µg/ml.
.Kemudian dipipet 1 ml larutan dari tabung 4 ke dalam tabung 5 yang berisi NB single strength
sehingga tertrasiklin pada tabung 5 berkonsentrasi 3,125 µg/ml. Kemudian dipipet 1 ml larutan
dari tabung 5 ke dalam tabung 6 yang berisi NB single strength sehingga tertrasiklin pada tabung
6 berkonsentrasi 1,5625 µg/ml. Agar volume dalam tiap-tiap tabung reaksi kecil sama yaitu 1 ml,
maka larutan pada tabung reaksi 6 harus dibuang sebanyak 1 ml. Pada tabung reaksi kecil
terakhir, 1 ml campuran dibuang, agar tidak mempengaruhi pengamatan dengan volume yang
berbeda dari tabung-tabung yang lain. Hal ini harus dilakukan dengan kuantitatif dan dengan
aseptis, yaitu didekatkan dengan api agar terhindar oleh kontaminan bakteri luar selain bakteri
yang digunakan sehingga dapat membuat penyimpangan hasil percobaan.
Setelah didapatkan variasi konsentrasi tertrasiklin yang diinginkan, pada keenam tabung
dimasukkan 1 ose bakteri Staphylococcus aureus, tabung dikocok sampai homogeny. Tabung
yang masing-masing telah berisi Staphylococcus aureus, kemudian diinkubasikan pada suhu
370C selama 18-24 jam di dalam incubator. Setelah 18-24 jam, tabung reaksi yang diinkubasikan
diamati. Dari hasil pengamatan terlihat semua tabung reaksi bening, tidak ada kekeruhan sama
sekali.Hal ini menunjukkan bahwa tidak ditemukannya MIC atau konsentrasi hambat minimum
pada tetrasiklin yang berkonsentrasi 50 µg/ml dalam percobaan kali ini. Hal ini bisa saja
disebabkan oleh beberapa hal faktor yang pertama dikarenakan konsentrasi antibiotik tetrasiklin
yang digunakan terlalu besar. Menurut literature, seharusnya konsentrasi antibiotik tetrasiklin
yang digunakan dalam menentukan MIC yaitu kisaran 0,24 µg/ml (Depkes RI, 1995),
sedangkan pada prosedur konsentrasi terendah yang digunakan hanya sampai 3,125 µg/ml, hal
tersebut membuat bakteri tidak mampu melakukan perlawanan terhadap besarnya konsentrasi
antibiotik tetrasiklin Faktor kedua yaitu karena ose yang digunakan untuk mengambil suspensi
bakteri masih panas akibat fiksasi sehingga bakteri yang akan ditumbuhkan pada larutan media
dan antibiotik sudah mati. Faktor terakhir yaitu karena adanya kesalahan prosedur yang
dilakukan praktikan.
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pengamatan dalam penentuan MIC menggunakan larutan antibiotik
tetrasiklin dan bakteri Staphylococcus aureus serta media cair nutrien broth dihasilkan MIC <
3,125 µg/ml dikarenakan pada konsentrasi 50 µg/ml sampai 3,125 µg/ml tidak didapatkan
pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan tidak adanya kekeruhan.
Referensi :
Suci, A.,Alfi,N.dan Firmansyah,I. 2015. Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
dari suatu Sediaan Uji yang Berpotensi sebagai Antibiotik. Bandung : Fakultas Farmasi
Universitas Padjajaran.
Anonim. 2016. Panduan Praktikum Mikrobiologi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.