Anda di halaman 1dari 17

 

BAB I
PENDAHULUAN

 
1. Latar Belakang
Pinjal merupakan artropoda yang telah lama dikenal sebagai vektor penyakit
mematikan yaitu pes. Terdapat lebih dari 30 spesies pinjal yang mampu menularkan
Yersinia pestis, namun diantara semuanya, X.cheopis (pinjal tikus oriental) merupakan
spesies paling banyak ditemukan sebagai vektor di dunia termasuk Indonesia, selain
pes, X.cheopis dilaporkan sebagai vektor utama murine typhus (endemic typhus), epidemic
typhus, serta bartonelosis.8 Murine typhus ditularkan dari kotoran pinjal yang mengandung
bakteri R.typhi melalui pernapasan maupun masuk melalui luka bekas gigitan.1,9
Xenopsylla cheopis dewasa merupakan parasit pada mamalia, terutama pada tikus sebagai
inang utamanya (principal host). Hubungan antara pinjal dan tikus sudah terjalin sejak lama
dan telah mengalami evolusi bersama.10 Rattus norvegicus dan Rattus rattus merupakan
spesies paling dominan sebagai inang X. cheopis.1
Pinjal bisa menjadi vektor penyakit - penyakit manusia, misalnya adalah
penyakit pes (sampar = plague) dan murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke
manusia. Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai penjamu perantara untuk beberapa
jenis cacing pita anjing dan tikus, yang kadang-kadang juga bisa menginfeksi
manusia. Pinjal bisa juga menjadi vektor untuk penyakit pes (kira-kira 60 species).
Beberapa species pinjal menggigit dan menghisap darah manusia. Vektor terpenting untuk
penyakit pes dan murine typhus ialah pinjal tikus Xenopsylla cheopis. Kuman pes,
Pasteurella pesis, berkembang biak dalam tubuh penyakit tikus sehingga akhirnya
menyumbat tenggorokkan pinjal itu. Kalau pinjal mau mengisap darah maka ia harus
terlebih dulu muntah untuk mengeluarkan kuman-kuman pes yang menyumbat
tenggorokkannya. Muntah ini masuk dalam luka gigitan dan terjadi infeksi dengan
Pasteurella Pesis. Pinjal yang tersumbat tenggorokannya akan lekas mati.
Penularan penyakit yang dibawa oleh tikus dapat ditularkan secara langsung maupun
secara tidak langsung melalui ektoparasit yang dibawa oleh tikus. . Ektoparasit tikus tersebut
berperan sebagai vector biologis dalam penularan beberapa penyakit pada manusia Di

1
Arum Sih Joharina, Rickettsia pada Pinjal Tikus (Xenopsylla Cheopis) di Daerah Pelabuhan Semarang, Kupang dan
Maumere, Semarang, 2
Indonesia penyakit pes pertama kali masuk pada tahun 1910 melalui Pelabuhan Surabaya
yang dibawa oleh tikus yang membawa pinjal dari Pelabuhan Rangoon di Myanmar.
Penyakit tersebut terus meluas ke daerah Yogyakarta pada tahun 1916 serta daerah Surakarta
pada tahun 1915. (Kemenkes RI, 2014).2
Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang
menyerang hewan rodensia tetapi dapat menular ke manusia melalui gigitan pinjal.
Xenopsylla cheopis adalah pinjal tikus yang dikenal sebagai vektor biologi dari penyakit
pes. Penyakit ini pernah menjadi wabah di berbagai belahan dunia serta telah menelan
banyak korban yang meninggal akibat penyakit ini, dengan jumlah korban yang mencapai
ribuan di setiap kasus wabah.
Infeksi penyakit pes terjadi karena tikus liar yang membawa bakteri Yersinia pestis
di dalam darah tubuh tikus liar. Pinjal menghisap darah tikus yang mengandung bakteri
Yersinia pestis lalu bakteri tersebut berkembang biak di dalam perut pinjal. Pinjal menggigit
manusia lalu manusia pun terinfeksi. Penyakit pes termasuk penyakit re-emerging diseases,
yaitu penyakit yang dapat]sewaktu-waktu muncul kembali sehingga berpotensi untuk
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pemerintah Indonesia maupun dunia menetapkan
penyakit pes menjadi salah satu penyakit yang perlu dikarantina seperti yang tercantum
dalam UU No.1 tahun 1962 baik Karantina Laut, UU No.2 tahun 1962 tentang Karantina
Udara.3
.
2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui apakah yang
dimaksud dengan fleas, bagaimana morfologi, bionomik, habitatnya,mekanisme penularan
penyakit serta pengendalian terhadap vektor fleas tersebut.

3. Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini adalah :


a) Mengetahui pengertian pinjal.
b) Mengetahui pengaruh pinjal terhadap kesehatan.
c) Mengetahui pengendalian pinjal
22
Meri Diyana Sari, Identifikasi Ektoparasit Pada Tikus (Rattus Sp.) Sebagai Vektor Penyakit Pes Di Areal Pelabuhan
Panjang Kota Bandar Lampung,(Bandar Lampung:2020),2
3
ibid
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pinjal


Pinjal merupakan jenis serangga yang masuk dalam ordo Siphonaptera yang secara
morfologi berbentuk pipih lateral disbanding dengan kutu manusia (Anoplura) yang
berbentuk pipih, tetapi rata atau horizontal khas yakni berbentuk pendek tetapi kuat, alat-alat
mulut dimodifikasi dalam bentuk menusuk dan menghisap, bagian eksternal tubuh memiliki
struktur seperti sisir berduri, bersifat ektoparasit pada hewan berdarah panas. 4
Sering sekali orang tidak dapat membedakan antara kutu dan pinjal. Pinjal juga
merupakan serangga ektoparasit yang hidup pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya
terutama hewan peliharaan seperti kucing dan anjing, juga hewan lainnya seperti tikus,
kelinci, unggas/ ayam, bahkan kelelawar dan hewan berkantung (marsupiclia). Secara
morfologi perbedaan yang jelas antara kutu dan pinjal yang sama-sama tak bersayap adalah
bahwa tubuh pinjal dewasa yang pipih bilateral, sedangkan kutu tubuhnya gepeng
dorsoventral. Dengan demikian bentuk pinjal secara utuh dapat terlihat dari pandangan
szamping. Secara sistematika, pinjal termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, dan
ordo Siphonaptera. Dari farn.ili ini, terdapat beberapa genus yang penting yaitu Tunga
(pinjal chigoe), Ctenocephalides (pinjal kucing dan anjing), Echidnophaga (pinjal a yarn),
Pulex, Ceratophyllus dan Xenopsylla (pinjal tikus). Adapun jenis-jenis yang sering dijumpai
sebagai ektoparasit utama dan menimbulkan masalah di Indonesia adalah Xerwpsylla
cheopis, Pulex irritans (pinjal tikus), Ctenocephalides felis, dan C. canis.
Pinjal mempunyai panjang 1,5 –  4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari yang
betina. Pinjal merupakan salah satu parasit yang paling sering ditemui pada hewan
kesayangan baik anjing maupun kucing. Meskipun ukurannya yang kecil dan kadang tidak
disadari pemilik hewan karena tidak menyebabkan gangguan kesehatanhewan yang serius,
namun perlu diperhatikan bahwa dalam jumlah besar kutu dapatmengakibatkan kerusakan
kulit yang parah bahkan menjadi vektor pembawa penyakit tertentu. 5

4
AndiFahdina, https://id.scribd.com/doc/223383949/Makalah-Vektor-PINJAL,diakses10Oktober2022
5
Ibid
1.Klasifikasi
Klasifikasi dari beberapa spesies pinjal adalah sebagai berikut:
a. Xenopsyllacheopis
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Xenopsylla
Spesies : Xenopsyllacheopis

b. Pulexirritans
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Pulex
Spesies : Pulexirritans

c. Nosopsyllusfasciatus
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Ceratophyllidae
Genus : Nosopsyllus
Spesies : Nosopsyllusfasciatus

d. Ctenophalidescanis
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Ctenophalides
Spesies : Ctenophalidescanis

e. Ctenophalidesfelis
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Siphoneptera
Familia : Pulicidae
Genus : Ctenophalides
Spesies : Ctenophalidesfelis

(Linnaeus, 1758; Latreille, 1829; Bouche, 1835)6

Tikus adalah hewan mengerat (rodensia) yang tidak lepas dari serangan organisme
parasit yaitu ektoparasit(pinjal). Pada daerah fokus pes keberadaan pinjal perlu diwaspadai,
agar tidak terjadi peningk:atan kasus pes (KLB). Pes merupakan zoonosis pada tikus yang
dapat ditularkan kepada manusia melalui gigitan pinjal Xenopsylla cheopsis yang
mengandung Yersinia pestis.7
Binatang pengerat terutama tikus merupakan sumber utama penular pes, dan hampir
semua kasus manusia berhubungan dengan epizootik diantara binatang pengerat tersebut.
Rodent merupakan binatang pengerat yang memiliki gigi depan yang terus tumbuh dan
sering menyebabkan penyakit pada manusia. Tikus dan mencit dimasukkan ke dalam familia
Muridae yang merupakan kelompok mamalia. Beberapa ahli zoology menggolongkan tikus
dan mencit ke dalam ordo Rodensia atau hewan mengerat, sub ordo Myomorpha, familia
Muridae, dan sub ordo Murinae. Familia Muridae tersebar ke beberapa belahan dunia
dengan persebaran yang cukup dominan. Tingkat perkembangbiakan tikus dan mencit sangat
tinggi sehingga proses penyebarannya pun sangat cepat. Tikus dan mencit memiliki ciri khas
yaitu kemampuan gigi serinya yang sangat mudah beradaptasi yang digunakan dalam
menggigit dan mengerat benda yang keras. Rattus norvegicus atau sering disebut tikus got
memiliki kebiasaan membuat lubang di dalam tanah untuk berkembang biak dan hidup di
6
Khairil, https://pdfcoffee.com/makalah-pak-khairil-pinjal-editdocx-pdf-free.html,diakses10oktober2022
7
Tri Ramadhani, http://repository.litbang.kemkes.go.id/577/1/130%20LIT%20-%20REKONFIRMASI%20Rattus
%20sp.%20SEBAGAI%20RESERVOIR%20PES%20DI%20_ocr%20cs.pdf,diakses10Oktober2022
dalamnya. Tikus jenis Rattus rattus diardii atau biasa disebut tikus rumah memiliki
kebiasaan tinggal di atap bangunan atau di semak, sementara Mus musculus atau biasa
disebut mencit memiliki kebiasaan untuk selalu berada di dalam bangunan. Sarang mencit
seringkali ditemukan di dalam kotak laci, dalam dinding, serta di atas plavon rumah (Sub
Direktorat Zoonosis, 2008). Tikus dan mencit merupakan binatang yang sulit dijebak serta
jumlah populasinya cenderung tinggi di alam dan sulit dikontrol, hal ini dikarenakan tikus
dan mencit memiliki indera yang peka, pergerakan yang gesit, serta kemampuan dalam
bereproduksi yang tinggi. Kegiatan surveilans tikus sangat penting untuk menentukan inang
pes di suatu daerah, jumlah dan jenis vektor pes dominan diantara jenis tikus tertangkap,
migrasi jenis tikus di suatu daerah, serta perubahan jumlah jenis tikusdalam suatu periode
survei tikus (Kemenkes RI, 2014)8
Hubungan tikus dan manusia seringkali bersifat parasitisme. Di bidang kesehatan
tikus dapat menjadi Agent beberapa patogen penyebab penyakit pada manusia, baik hewan,
ternak maupun peliharaan. Jenis penyakit yang dibawa oleh tikus antara lain pes,
leptospirosis, murine typus, scrubtypus, leishmeniasis, salmonelosis, penyakit chagas dan
juga beberapa penyakit cacing seperti schistosomiasis dan angiostrongyliasis. Penyakit
tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau
melalui gigitan ektoparasit yang ada di tubuh tikus (kutu, pinjal, caplak dan tungau).
Dibandingkan ektoparsit lainnya, ektoparasit pinjal mempunyai peran penting dalam bidang
kesehatan karena berperan sebagai vector penyakit diantaranya adalah penyakit pes (Yudhi,
2015).9

2. Morfologi Pinjal
Menurut Sen & Fetcher pinjal yang masuk ke dalam sub spesies C.felis formatipica
memiliki dahi yang memanjang dan meruncing di ujung anterior. Pinjal betina tidak
memiliki rambut pendek di belakang lekuk antenna.
Kaki belakang dari sub spesies ini terdiri dari enam ruas dorsal dan manubriumnya
tidakmelebar di apical, sedangkan pinjal yang masuk ke dalam sun spesies C.
felisformatipica memiliki dahi yang pendek dan melebar serta membulat di anterior.Pinjal
pada sub spesies ini memiliki jajaran rambut satu sampai delapan yang pendekdi belakang
lekuk anten. Kaki belakang dari pinjal ini terdiri atas tujuh ruas dorsaldan manubrium

8
Fakultas kesehatan masyarakat unair, EKSISTENSI PINJAL DALAM RODENT DI WILAYAH PENGAMATAN
KEJADIAN PES DI NONGKOJAJAR KABUPATEN PASURUAN, 2019
9
Misbahul Subhi, PENGAMATAN TIKUS DAN PINJAL DALAM UPAYA PENGENDALIAN RISIKO LINGKUNGAN DI WILAYAH
KERJA BANDARA ABDUR RAHMAN SALEH KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II PROBOLINGGO, 2018
melebar di apical.Pinjal merupakan insekta yang tidak memiliki sayap dengan tubuh
berbentuk pipih bilateral dengan panjang 1,5 - 4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari
yang betina. Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap darah. Pinjalmempunyai kritin
yang tebal. Tiga segmen thoraks dikenal sebagai pronotum,mesonotum dan metanotum
(metathoraks).
Segmen yang terakhir tersebut berkembamg baik untuk menunjang kaki belakang
yang pinjal tersebut saat meloncat. Di belakang pronotum pada beberapa jenis terdapat
sebaris duri yangkuat berbentuk sisir, yaitu ktenedium pronotal. Sedangkan tepat diatas alat
mulut pada beberapa jenis terdapat sebaris duri kuat berbentuk sisir lainnya, yaitu ktenedium
genal. Duri-duri tersebut sangat berguna untuk membedakan jenis pinjal.Pinjal betina
mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat ujung posteriorabdomen sebagai
tempat untuk menyimpan sperma, dan yang jantan mempunyai alat seperti per melengkung ,
yaitu aedagus atau penis berkitin di lokasi yang sama. Kedua jenis kelamin mmiliki struktur
seperti jarum kasur yang terletak disebelah dorsal, yaitu pigidium pada tergit yang
kesembilan. Fungsinya tidak diketahui, tetapi barangkali sebagai alat sensorik. Mulut pinjal
bertipe penghisap dengan tiga silent penusuk (epifaring dan stilet maksila). Pinjal memiliki
antenna yang pendek, terdiri atas tiga ruas yang bersembunyi ke dalam tekuk kepala
(Susanti, 2011)10
3 Siklus Hidup
Siklus hidup yang dijalani pinjal merupakan metamorfosa sempurna yaitu telur-
larva-pupa dewasa. Larva yang baru menetas tidak memiliki kaki. Fase pupa adalah
fase yang tidak memerlukan makanan. Sepanjang hidupnya seekor pinjal betina
dapat menghasilkan telur sebanyak 400 - 500 butir. Telur berukuran panjang 0,5 mm, oval
dan berwarna keputih-putihan. Sepanjang hidupnya seekor pinjal betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 400 - 500 butir. Telur berukuran panjang 0,5 mm, oval dan
berwarna keputih-putihan. Telur menetas menjadi larva dalam waktu dua hari atau lebih.
Kerabang telur akan dipecahkan oleh semacam duri (spina) yang terdapat pada bagian
kepala larva instar pertama. 11

Larva yang muncul bentuknya memanjang, langsing seperti ulat, terdiri atas
tiga ruas toraks dan 10 ruas abdomen, yang masing-masing dilengkapi dengan beberapa
bulu-bulu yang panjang. Ruas abdomen terakhir mempunyai dua tonjolan kait yang disebut
anal struts, berfungsi untuk memegang pada substrat atau untuk lokomosi. Larva
10
AndiFahdina, https://id.scribd.com/doc/223383949/Makalah-Vektor-PINJAL,diakses10Oktober2022
11
Khairil, https://pdfcoffee.com/makalah-pak-khairil-pinjal-editdocx-pdf-free.html,diakses10oktober2022
berwarna kuning krem dan sangat aktif, dan menghindari cahaya. Larva mempunyai alat
mulut untuk menggigit dan mengunyah makanan yang bisa berupa darah kering, feses dan
bahan organik lain, yang jumlahnya cukup sedikit. Larva dapat ditemukan di celah dan
retakan lantai, di bawah karpet dan tempat-tempat serupa lainnya. Larva ini mengalami tiga
kali pergantian kulit (moulting) sebelum menjadi pupa. Periode larva berlangsung selama
7-10 hari atau lebih tergantung suhu dan kelembaban. Larva dewasa (mature)
panjangnya sekitar 6 mm. Larva ini akan menggulung atau mengkerut hingga berukuran
sekitar 4x2 mm dan berubah menjadi pupa (Rozendaal, 1997; Soviana dan Hadi, 2006).

Stadium pupa berlangsung dalam waktu 10-17 hari pada suhu yang sesuai, tetapi
bisa berbulan-bulan pada suhu yang kurang optimal, dan pada suhu yang rendah bisa
menyebabkan imago/pinjal tetap terbungkus di dalam kokon. Stadium pupa merupakan
tahapan yang tidak aktif/makan, dan berada dalam kokon yang tertutupi debris dan debu
sekeliling. Stadium ini sensitif terhadap adanya perubahan konsentrasi karbondioksida di
lingkungan sekitarnya, juga terhadap getaran/vibrasi. Adanya perubahan yang signifikan
terhadap kedua faktor ini, menyebabkan keluarnya pinjal dewasa dari kepompong untuk
segera mencari inangnya. Pada suhu 26,6 °C pinjal betina akan muncul dari kokon
setelah 5-8 hari, sedangkan yang jantan setelah 7 -10 hari.12

Gambar 1.Siklus Hidup Pinjal

Santoso (2009) pinjal hidup dengan cara memparasit dan berada hampir diseluruh
permukaan tubuh hospes (tikus dan mencit) yang ditumbuhi rambut. Pinjal dewasa hidup

12
Khairil, https://pdfcoffee.com/makalah-pak-khairil-pinjal-editdocx-pdf-free.html,diakses10oktober2022
sebagai parasit, yang muda (pra dewasa) hidup ditanah atau daun semak-semak ataupun di
liang liang menunggu tikus lewat untuk ditumpangi. Jumlah populasi tikus yang tinggi
menjadi faktor pendukung tingginya jumlah pinjal. Karena tikus merupakan tempat hidup
(hospes) bagi pinjal serta mendapatkan makanan dengan cara menghisap darah tikus.
Contoh, pinjal Xenopsylla cheopis yang apabila dapat makanan pada inangnya (tikus) bisa
hidup selama 38 hari dan apabila tinggal pada lingkungan yang lembab dapat hidup selama
100 hari (Sucipto,2011)13

4. Bionomik Fleas
a) Makanan
Pinjal pradewasa mempunyai struktur mulut, organ anatomi dan fisiologi yang
sangat berbeda dengan pinjal dewasa.Sehingga jenis makanan yang dikonsumsi juga
berbeda. Makanan larva pinjal terdiri dari bahan-bahan organik yang ada
disekitarnya, seperti darah yang dikeluarkan melalui organ ekskresi pinjal (anus),
bahan organik yang kaya akan protein dan vitamin B. Bila bahan-bahan makanan
tersebut terpenuhi, maka larva pinjal akan tumbuh secara maksimum. Pinjal jantan
maupun betina merupakan serangga penghisap darah. Bagi pinjal betina darah
diperlukan untuk perkembangan telur. Pinjal akan sering menghisap darah di musim
panas dari pada di musim penghujan atau dingin, karena di musim panas pinjal cepat
kehilangan air dari tubuhnya.
Pinjal tidak makan tidak dapat hidup lama dilingkungan kering, tetapi di lingkungan
yang lembab, bila terdapat reruntuhan yang bisa menjadi tempat persembunyian, maka
ia bisa hidup selama 1 – 4 bulan. 14

b) Perilaku
Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, berada dalam tubuh saat
membutuhkan makanan, tidak permanen seperti halnya kutu yang selalu menetap pada
tubuh inang. Jangka hidup pinjal bervariasi pada spesies pinjal, tergantung apakah
merka makan atau tidak, dan tergantung pada derajat kelembaban lingkung]an
sekitarnya.Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis negatif). Pinjal jenis
ini biasanya tidak mempunyai mata. Pada sarang tikus yang kedalamannya dangkal
populasi tidak akan ditemukan karena sinar matahari mampu menembus sampai dasar
liang. Sedangkan pada sarang tikus yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai
13
Arni dyan, HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH WARGA DENGAN JUMLAH TIKUS DAN KEPADATAN PINJAL DI DESA
SELO BOYOLALI,2013
14
Khairil, https://pdfcoffee.com/makalah-pak-khairil-pinjal-editdocx-pdf-free.html,diakses10oktober2022
jalan yang berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar liang.
Sehingga pada sarang tikus ini banyak ditemukan pinjal. Pinjal bergerak dengan
melompat, beberapa spesies bias melompat setinggi 30cm.

5. Habitat Fleas

Adapun tempat atau habitat yang biasa terdapat hewan yang disebut Fleas (pinjal) adlah
sebagai berikut:
a. Tumbuhan
Flea biasa tinggal di sekitar area yang dipenuhi oleh tumbuhan atautanaman
kecil karena Flea memenuhi kebutuhan hidupnya di tempat itu yaknimemakan
cairan tumbuhan.
b.  Hewan
Selain hidup di tumbuhan, biasanya Flea juga hidup di tempat yang berbulu
atau berambut seperti pada bulu anjing maupun bulu kucing dan tikus.
c. Benda / perabot rumah yang berbulu atau berambut
Flea juga biasa berkembang biak pada benda atau perabotan rumah
yang berbulu atau berambul seperti kasur, selimut atau karpet.15
2.2 Permasalahan Kesehatan Akibat Pinjal

Pinjal mempunyai peranan penting dalam penularan penyakit, karena sebagai


vektor berbagai penyakit pada hewan (zoonosis) maupun manusia. Sebagai ektoparasit,
pinjal sering memberikan gangguan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung pinjal dapat menggigit inangnya. Efek gigitan pinjal bergantung dari
kepekaan korbannya. Ektoparasit ini mengisap darah inangnya, sehingga dalam jumlah
banyak dapat menyebabkan anemia. Bersamaan dengan mengisap darah, pinjal juga
menyuntikkan saliva sehingga mengiritasi inangnya. Reaksi hiper sensitif tersebut dikenal
sebagai Flea Allergy Dermatitis (FAD). Dermatitis dapat diperparah dengan infeksi
sekunder yang berlanjut menjadi alopecia (kebotakan).16

15
Khairil, https://pdfcoffee.com/makalah-pak-khairil-pinjal-editdocx-pdf-free.html,diakses10oktober2022
16
ibid
Selain gangguan langsung, pinjal juga berperan secara tidak langsung dalam
penularan beberapa penyakit berbahaya bagi manusia dan. Penyakit yang dapat
ditularkan pinjal jenis Xenopsyllacheopis diantaranya adalah pes (pes plague) danmurine
thypus. Pes merupakan penyakit karantina internasional di Indonesia yang termasuk
reemerging disease (penyakit yang timbul kembali) dan dapat menyebabkan kejadian luar
biasa. Secara tidak langsung pes ditularkan melalui gigitan vektor yang membawa bakteri
Yersinia pestis.

Cara penularan melalui gigitan pinjal terutama oleh pinjal betina dikarenakan pinjal
betina membutuhkan darah untuk pengembangan telur. Penularan terjadi jika
proventicular pinjal tersumbat bakteri, misalnya Yersinia pestis yang membelah
diri (propagative development),jika pinjal menggigit hospes akan muntah (regursitasi)
sehingga bakteri masuk kehospes melalui luka gigitan pinjal. Manusia sebagai inang
sementara dapat menjadi sasaran gigitan pinjal. Dari beberapa kejadian, gigitan pinjal ke
manusia terjadi akibat manusia menempati rumah yang telah lama kosong, tidak terawat,
dan menjadi sarang tikus, kucing beberapa saat setelah memasuki ruang yang lama
kosong, hal ini perlu dicurigai adanya pinjal didalam rumah tersebut.

Xenopsylla cheopis selain sebagai vektor penyakit pes juga merupakan pinjal yang
dapat bertindak sebagai vektor penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia typhi atau
disebut Murine Typhus. Rickettsia typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang
diambil oleh spesies inang. Bakteri ini masuk dan tumbuh di dalam selepitel usus dari
pinjal dan keluar bersama dengan tinja yang dikeluarkan pinjal. Rickettsia typhi yang
beradap ada tinja dari pinjal tersebut menjangkiti tikus dan manusia melalui inokulasi
intrakutan dengan penggarukan kulit, atau perpindahan oleh jari ke dalam membran lendir.
Selain itu, bakteri ini juga mampu menjangkiti manusia dan tikus melalui gigitan oleh
pinjal tikus.
Selain sebagai vektor beberapa penyakit, beberapa pinjal juga berperan sebagai
inang cacing pita anjing/kucing Dypilidium caninum. Pinjal tersebut adalah
Ctenophalidesfelis .Umumnya telur cacing pita masuk kedalam pinjal pada fase larva yang
mencari makan berupa bahan organik disekitar inang. Telur akan menetas dalam tubuh
larva pinjaldan menetap sampai pinjal dewasa dan siap hinggap pada tubuh inang (anjing,
kucing). Apabila pinjal dewasa termakan oleh inang maka cacing otomatis masuk dalam
pencernaan dan berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa akan bertelur dan
telur itu akan keluar bersama kotoran anjing/kucing. Hal ini merupakan salah satu pemicu
kejadian kecacingan pada manusia biasanya terjadi pada anak-anak yang sering bermain
dengan kucing/anjing yang tidak terjaga kebersihannya.

2.3 Pengendalian Pinjal

Pengamatan keberadaan pinjal merupakan tindakan terpenting dalam upaya


pengendalian terpadu terhadap pinjal. Cara sederhana untuk mengetahui
keberadaan pinjal adalah berjalan dalam ruang/rumah memakai kaos kaki putih dan
menghitung jumlah pinjal yang menempel pada kaos kaki tersebut. Selain itu dapat juga
menggunakan penyedot debu manual dengan memasukkan sapu tangan dalam kantong
penampung debu.17

Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap keberadaan pinjal diantaranya adalah


sebagai berikut.

1. Mekanik atau Fisik

Pengendalian pinjal secara mekanik dilakukan dengan cara membersihkan


karpet, alas kandang, daerah di dalam rumah yang biasa disinggahi tikus atau
ewan lain dengan menggunakan vaccum cleaner berkekuatan penuh, yang
bertujuan untuk membersihkan telur, larva dan pupa pinjal yang ada.
Sedangkan tindakan fisik dilakukan dengan memberikan lampu pada kandang
hewan peliharaan, membiarkan cahaya masuk ke dalam rumahkarena beberapa
pinjal ada yang menghindari cahaya (fototaksis).

2. Kimiawi

Pengendalian pinjal secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan


insektisida. Repelen seperti dietil toluamide (deet) atau benzilbenzoat bisa

17
Khairil, https://pdfcoffee.com/makalah-pak-khairil-pinjal-editdocx-pdf-free.html,diakses10oktober2022
melindungi orang dari gigitan pinjal. Secara umum, untuk mengatasi adanya
pinjal, formulasi insektisida serbuk (dust) dapat diaplikasikan dalam lantai
rumah, jalan tikus/lubang tikus. Selain dalam bentuk serbuk, dapat juga berupa
fogs/aerosol (biasanya malathion) untuk fumigasi ruangan. Penggunaan
insektisida mempunyai efektifitas yang bervariasi dan perlu diperhatikan
resistensi pinjal terhadap berbagai jenis insektisida.

Upaya pengendalian pinjal di daerah urban pada saat meluasnya kejadian pes
atau Murinethyphus, diperlukan insektisida dan aplikasi yang terencana
dengan baik agar operasi berjalan dengan memuaskan. Pada saat yang sama
ketika insektisida diaplikasikan, rodentisida seperti antikoagulan, warfarin dan
fumarin dapat digunakan untuk membunuh populasi tikus. Namun demikian,
bila digunakan redentisida yang bekerja cepat dan dosis tunggal seperti zink
fosfid, sodium fluoroasetat, atau striknin atau insektisida modern seperti
bromadiolon dan klorofasinon, maka hal ini harus diaplikasikan beberapa hari
setelah aplikasi insektisida. Jika tidak dilakukan maka tikus akan mati tetapi
pinjal tetap hidup dan akan menggigit mamalia termasuk orang dan ini akan
menongkatkan transmisi penyakit.18

3. Biologi

Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan mengendalikan populasi


tikus di daerah pedesaan dan perkotaan melalui sanitasi lingkungan,
pengelolaan sampah yang baik, dan memperbaiki sanitasi lingkungan yang
rusak yang dapat dijadikan sebagai sarang tikus.Tidak memiliki binatang
peliharaan seperti kucing atau anjing, akan tetapi jika memang memelihara
kucing atau anjing harus terjaga sanitasi lingkungannya dengan baik.19

Selain cara diatas sekarang telah dikembangkan cara biologi terutama


untuk memutus siklus pinjal misalnya dengan bahan pengatur perkembangan
serangga (insect growth regulator/IGR) yang efeknya berupa penghambat kitin
dan hormon juvenil (jouvenile hormone and chitin inhibitor). IGR berfokus
pada pengendalian pinjal pra dewasa, baik pada inang maupun lingkungan.
Bentuk-bentuk IGR berupa spray, shampoo collar bahkan dalam bentuk tablet
yang diminumkan pada hewan piaraan. Kemampuan beberapa jenis IGR
18
Khairil, https://pdfcoffee.com/makalah-pak-khairil-pinjal-editdocx-pdf-free.html,diakses10oktober2022
19
ibid
ternyata juga berbeda-beda tergantung pada tahap pra dewasa maupun umur
setiap stadium.

Selain penggunaan IGR, juga dikembangkan pembuatan vaksin dengan


menggunakan antigen yang berasal dari membran usus pinjal, seperti
keberhasilan penelitian vaksin yang memberikan kekebalan sapi terhadap
serangan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pinjal merupakan jenis serangga yang masuk dalam ordo Siphonaptera yang secara
morfologi berbentuk pipih lateral disbanding dengan kutu manusia (Anoplura) yang berbentuk
pipih, tetapi rata atau horizontal khas yakni berbentuk pendek tetapi kuat, alat-alat mulut
dimodifikasi dalam bentuk menusuk dan menghisap, bagian eksternal tubuh memiliki struktur
seperti sisir berduri, bersifat ektoparasit pada hewan berdarah panas.

Secara sistematika, pinjal termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, dan ordo
Siphonaptera. Dari farn.ili ini, terdapat beberapa genus yang penting yaitu Tunga (pinjal
chigoe), Ctenocephalides (pinjal kucing dan anjing), Echidnophaga (pinjal a yarn), Pulex,
Ceratophyllus dan Xenopsylla (pinjal tikus). Adapun jenis-jenis yang sering dijumpai sebagai
ektoparasit utama dan menimbulkan masalah di Indonesia adalah Xerwpsylla cheopis, Pulex
irritans (pinjal tikus), Ctenocephalides felis, dan C. canis.

Pinjal hidup dengan cara memparasit dan berada hampir diseluruh permukaan tubuh
hospes (tikus dan mencit) yang ditumbuhi rambut. Pinjal dewasa hidup sebagai parasit, yang
muda (pra dewasa) hidup ditanah atau daun semak-semak ataupun di liang liang menunggu
tikus lewat untuk ditumpangi. Jumlah populasi tikus yang tinggi menjadi faktor pendukung
tingginya jumlah pinjal. Karena tikus merupakan tempat hidup (hospes) bagi pinjal serta
mendapatkan makanan dengan cara menghisap darah tikus. Contoh, pinjal Xenopsylla cheopis
yang apabila dapat makanan pada inangnya (tikus) bisa hidup selama 38 hari dan apabila tinggal
pada lingkungan yang lembab dapat hidup selama 100 hari.

3.2 Saran

Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan mengendalikan populasi tikus di
daerah pedesaan dan perkotaan melalui sanitasi lingkungan, pengelolaan sampah yang
baik, dan memperbaiki sanitasi lingkungan yang rusak yang dapat dijadikan sebagai sarang
tikus.
DAFTAR PUSTAKA

Diyana Meri, dkk . “IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA TIKUS (Rattus sp.) SEBAGAI
VEKTOR PENYAKIT PES DI AREAL PELABUHAN PANJANG KOTA BANDAR
LAMPUNG.“. Jurnal Medika Malahayati, Volume 4, Nomor 2, April 2020

Anda mungkin juga menyukai