Anda di halaman 1dari 486

Vektor Sebagai Jalur

Pajanan Penyakit
Pendah
Vektor
adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau
menularkan suatu agen infeksius dari sumber
infeksi kepada hospes yang rentan (susceptible
host)

Yang termasuk vektor penting di Indonesia adalah


nyamuk, lalat, pinjal dan tungau
Vektor terdiri atas:
- Vektor Biologis
- Vektor Mekanik
Vektor Biologis
Di dalam tubuh vektor, agen penyakit
memperbanyak diri atau berkembang dan menjadi
infektif.

Penyebaran penyakit melalui vektor biologis


disebut juga Penyebaran Aktif , dimana agen hidup
dan berkembang biak di dalam tubuh vektor dan
jika vektor tersebut menggigit manusia, maka agen
masuk ke dalam tubuh manusia sehingga timbul
penyakit.

Contoh: nyamuk dan tungau


Vektor Mekanik
Agen penyakit tidak masuk ke dalam tubuh vektor,
hanya melekat pada bagian-bagian luar tubuh
vektor dan dipindahkan dari satu tempat ke tempat
lain.

Penyebaran penyakit melalui vektor mekanik


disebut juga Penyebaran Pasif, yaitu pindahnya
bibit penyakit yang dibawa vektor ke bahan-bahan
yang digunakan manusia, umumnya makanan.

Contoh: lalat dan kecoa menularkan disentri


Faktor-faktor yang terlibat dalam siklus
penularan penyakit melalui vektor :

v Parasit, dapat berupa plasmodium, helminth, virus


dan bakteri
v Host/Inang, sebagai host/inang adalah manusia
atau vertebrata lainnya
v Vektor, adalah nyamuk, pinjal dan arthropoda lain
v Lingkungan, lingkungan fisik atau biotik yang
sesuai dengan pertumbuhan parasit, host/inang
dan vektor
Pengendalian penyakit Vektor
l Perlu diketahui bionomik vektor:

l Tempat perindukan, tempat istirahat, cara


penyebaran penyakit,dan tempat kontak
dengan manusia
Contoh vektor selain serangga
Vektor Agen (Patogen) Penyakit

Mites Sarcoptes scabiei, Scabies,

Ticks/tungau R. tsutsuganushi cacar riketsia

Fleas/pinjal Cacing taenia, Taeniasis, salmonelosis


salmonela

Rodent Leptospira Leptospirosis


(khususnya
tikus)
Ternak: sapi, Bacillus anthracis Antrax
kambing dll
Tungau
l Tungau dapat ditemukan di semak-semak di
ladang / hutan
l Tungau dapat menularkan agen ricketsia, dan
menyebabkan penyakit Demam Semak (Scrub
typhus atau tsutsugamushi disease), dengan
gejala: pusing, apati, malaise, limfadenitis, dan
adanya escar (koreng)
l Penyakit ini ditemukan di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Papua
l Spesies agen: Ricketsia tsutsugamushi
l Spesies tungau: Leptotrombidium akamusi, L.
deliensis
Ciri biologi Tungau
l Kelas Arachnida (sekelompok dengan laba-laba dan
scorpion)
l Kepala-dada-kepala bersatu, tidak ada antenna, kaki 4
pasang
l Mulut seperti capit untuk memotong atau menembus
kulit
l Ada 2 kelompok tungau: hard (bertelur 16.000 butir,
menghisap darah 1x sehari) dan soft (bertelur 20-50
butir, menghisap darah beberapa kali/hr)
l Tahap larva turun ke tanah-> nimfa infestasi ke manusia
l Siklus hidup 1-3 tahun
l Spesies tungau: Leptotrombidium akamusi, L. deliensis
Pencegahan penularan:

l Menghindari kontak dengan tungau saat


bekerja di ladang/hutan di daerah endemi,
yaitu: membedaki kaos kaki dan sepatu yang
dipakai dengan serbuk DDT 10%

l Menelan kloramfenikol 500 mg sehari selama


10 hari (ketika bertugas di ladang / hutan)
Leptotrombidium
Pinjal
l Pinjal adalah parasit pada kulit/bulu binatang,
dalam hal ini adalah tikus (= kutu tikus)
l Menularkan penyakit pes/sampar, yang
disebabkan oleh agen (bakteri) Yersinia pestis
l Spesies pinjal: Xenopsylla cheopis, Neopsylla
sondaica
l Manusia terinfeksi melalui gigitan pinjal, atau tinja
pinjal yang mengandung Y. pestis masuk melalui
luka pada kulit
Pinjal

l Pes pernah ditemukan secara endemi di Jawa


Tengah; tahun 1968 terjadi epidemi di Boyolali
dengan banyak kematian
l Gejala klinik: peradangan & pembesaran kelenjar
limfe � Y. pestis masuk ke peredaran darah � Y.
pestis masuk ke paru-paru � paru-paru mengeras
� kematian
Ciri biologi pinjal
l Jenis pinjal: kutu kucing (Ctenophalides felis), kutu
anjing (C. canis), dan kutu tikus Xenopsylla
cheopis, Neopsylla sondaica
l Ukuran 1-8 mm, menghisap darah melalui siphon
di mulut
l Habitat lain: dekat tempat istirahat/tidur manusia
l Tidak mampu bertahan pada lingkungan
berkelembabam dan temperatur tinggi.
l Metamorfosis sempurna/ 2-3 minggu, kutu dewasa
mampu bertahan s.d. beberapa minggu.
Xenopsylla
Ctenocephalides canis
l Bagaimana dengan :
l Kutu kasur? Kutu manusia? Kutu air?
l Kutu manusia (Pediculus humanus capitis,
Pthirus pubis) dapat menyebarkan
penyakit typhus oleh R. prowazekii

l Kutu air (cyclops), dapat menyebarkan


kecacingan(dracunculosis).

l Transmited: cyclops menelan larva


cacing� manusia meminum air
mengandung cyclops infektif
Cyclops
Siklus Dracunculus
Siput Air
l Menyebarkan penyakit Schistosomiasis dan
filariasis
l Spesies: Biomphalaria, Bulinus dan
Oncomelania
l Ciri biologi: hermaprodit, siklus 4-7 minggu,
bahkan Oncomelania sampai beberapa tahun,
meletakkan telur di tepi sungai
l mampu bertahan dimusim kemarau karena
memiliki operculum
l Penularan: feses penderita�miracidia�masuk ke
siput�serkaria�menembus siput�menembus
kulit manusia
Serkaria
Rodent/ hewan pengerat
l TIKUS
l Merusak bangunan rumah, bahan makanan, kabel-kabel
dll.
l Habitat: tempat gelap/lubang/ruang tertutup seperti
gudang. Tidak suka sinar matahari langsung
l Biasanya membuat jalur perjalanan yang sama
l Kemampuannya memanjat, melompat, berlari dan
berenang
l Cenderung bersarang dekat penyimpanan makanan
l Penyakit: typhus-riketsia-salmonelosis-leptospirosis
Leptospirosis
l Sumber penularan:
l Hewan tikus, babi, kambing, domba, kuda,
anjing,kucing, burung, tupai, landak, dll.
l Cara penularan:
l Manusia kontak dengan air, tanah atau tanaman
yang dikotori oleh air seni hewan yang
mengandung leptospira. Bakteri masuk melalui
mukosa di mata, hidung, kulit lecet, atau
makanan yang terkontaminasi urin hewan
Leptospirosis
l Gejala klinis
l Stadium I: demam, sakit kepala, muntah, nyeri
otot, mata memerah, masa inkubasi 4-9 hari
l Stadium II: terbentuk antibodi dalam tubuh,
kemungkinan meningitis, biasanya pada minggu
ke-2 dan ke-4
l Komplikasi: hati kuning, gagal ginjal, jantung
berdebar, paru-paru sesak nafas, sampai
pendarahan, keguguran(pada bumil)
Pengendalian:
☺ Menangkap tikus dan membunuhnya
☺ Memberantas tikus dengan insektisida DDT
dan
BHC (bensin heksaklorida)
Kedua upaya di atas berbahaya, karena bila pinjal
kehilangan hospesnya (tikus), pinjal mencari
hospes baru (binatang lain)
Upaya yang lebih bijaksana:
☺ Tikus ditangkap, lalu dibersihkan pinjalnya,
kemudian tikus dilepas, dan tikus ditangkap
Pencegahan
l Membiasakan diri dengan PHBS
l Menyimpan makanan dan minuman dengan
baik
l Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
l Mencuci tangan/mandi dengan sabun setelah
bekerja di sawah, kebun, sampah, selokan
l Menjaga kebersihan lingkungan
l Membersihkan tempat-tempat air dan kolam
renang
l Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat
tertentu yang tercemar oleh tikus
Hewan Ternak
l Antraks,disebabkan oleh bakteri Bacillus
anthracis,
l Biasanya menyerang hewan seperti sapi,
kuda, kambing, burung unta
Gejala penyakit:
l Antraks kulit: penularan melalui kulit dan
selaput lendir, timbul bercak kemerahan
yang cepat berubah menjadi bintil berair,
berwarna ungu kehitaman dibagian
tengah.
l Antraks paru: spora terhisap, penderita
mengalami demam, sakit kepala dan
sesak nafas, paru-paru menunjukan
pneumonia
Gejala penyakit:
l Antraks sepsis, penderita berkeringat dan
syok, dapat mengalami radang selaput
otak, merupakan serangan langsung atau
kelanjutan dari bentuk diatas
Cara penularan
l Mengkonsumsi makanan yang terinfeksi bakteri
yang masih hidup pada daging hewan yang
sakit, yang dimasak kurang sempurna atau
spora ada dalam daging tersebut
l Bersentuhan dengan bahan atau produk
(daging, darah, dsb) yang berasal dari hewan
tersebut melalui luka, bahkan luka yang sangat
kecil
l Menghirup spora
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT YANG
DITULARKAN VEKTOR DAN
SURVEILANS
DEFINISI EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi adalah ilmu yang


mempelajari frekuensi, distribusi masalah
kesehatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan pada
manusia.
DEFINISI VEKTOR

Vektor adalah serangga penular penyakit


yang dapat menularkan penyakit kepada
manusia.
Definisi Epidemiologi Penyakit Vektor

Ilmu yang mempelajari tentang


Frekuensi dan distribusi serta faktor-
faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit yang ditularkan oleh vektor
yang terjadi pada manusia.
Epidemiologi Penyakit yang
ditularkan Vektor
• Frekwensi
Besarnya masalah penyakit yang ditularkan oleh
vektor yang terdapat pada sekelompok manusia

• Distribusi
Penyebaran penyakit yang ditularkan vektor menurut
ciri2 orang, tempat dan waktu.

• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit


yang ditularkan oleh vektor
Tujuan Epidemiologi
Penyakit yang ditularkan oleh vektor

• Mengumpulkan fakta data ttg berbagai penyakit yg ditularkan


vektor
• Menjelaskan penyebab penyakit yang ditularkan vektor
• Menemukan/merencanakan pemecahan masalah penyakit
yang ditularkan vektor serta mengevaluasi aktivitas
pelaksanaan.
• Mengambarkan status kesehatan penduduk utk menetapkan
prioritas masalah penyakit yg ditularkan vektor dlm
perencanaan.
• Mengembangkan sistem pengendalian dan pemberantasan
penyakit
Jenis Vektor

1. Nyamuk
2. Lalat
3. Kutu,
4. Tungau
5. dll
Siklus Hidup Vektor
Peranan Vektor

• Vektor aktif

• Vektor pasif
Secara Ilmiah dpt dibuktikan bhw dalam
tubuh vektor ada agen patogen dan dpt
menularkan agen tsb kpd hospes lain, tetapi
vektor ini tdk aktif mencari mangsanya.
Penyakit Bawaan Vektor

Penyakit Penyebab Vektor

Malaria Plasmodium Anopheles

DHF Virus DHF Aedes aegypty

Toxoplasmosis Toxoxplasma Ctenochepalides


felis

Riketsiosis Riketsia prowazeki Pedikulus


humanus
Pemberantasan Vektor

• Memutus daur hidup

• Pengunaan insektisida
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DBD
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DBD

Adalah ilmu yang mempelajari tentang


frekuensi, distribusi penyakit DBD dan
faktor-faktor yang mempengaruhi
penyakit DBD yang terjadi pada
sekelompok manusia.
PERKEMBANGAN PENYAKIT DBD
(1)
• Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan
di daerah tropis dan sub-tropis
PERKEMBANGAN PENYAKIT DBD
(2)
• Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968,
dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar
luas ke seluruh Indonesia.
ETIOLOGI

• Penyakit ini disebabkan oleh virus


Dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk.

• Famili Flaviviride, dan mempunyai 4


jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-
3, Den-4.
ANGKA KEMATIAN

• Angka Kematian /Case Fatality Rate


(CFR) pada tahun-tahun awal kasus
DBD merebak di Indonesia sangat
tinggi.
DISTRIBUSI BERDASARKAN WAKTU

• Perubahan iklim dapat memperpanjang masa


penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor.
• Berdasarkan pengamatan terhadap ICH (Indeks
Curah Hujan) yang dihubungkan dengan kenaikan
jumlah kasus DBD, maka pada daerah dengan ICH
tinggi perlu kewaspadaan sepanjang tahun.
• sedangkan daerah yang terdapat musim kemarau
maka kewaspadaan terhadap DBD dimulai saat
masuk musim hujan
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI

• faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang


masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN)

• Faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor


peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan
dengan semakin membaiknya sarana transportasi
menyebabkan penyebaran virus DBD semakin
mudah dan semakin luas.
MALARIA
• Penyebab: Plasmodium
- Plasmodium malaria
- Plasmodium Falciparum
- Plasmodium ovale
- Plasmodium vivax

• Vektornya Anopheles
Epidemiologi

• Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi


di Indonesia.
• Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah
dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam
stratifikasi malaria tinggi.
• stratifikasi sedang di beberapa wilayah di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera
• sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi
rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria
tinggi.
DISTRIBUSI BERDSARKAN UMUR

• Kecenderungan kelompok yang berisiko tinggi


terkena malaria bergeser dari usia >15 tahun ke usia
1-4 tahun.
• Oleh karena itu perlu intervensi pencegahan malaria
pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi anak
dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu
berinsektisida serta menyediakan obat malaria yang
sesuai dengan umur balita.
DISTRIBUSI BERDASARKAN
JENIS KELAMIN
• Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal,
pendidikan dan pekerjaan, point prevalensi dan
period prevalensi hampir sama.
• Pada point prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama
dengan perempuan, di perdesaan biasanya dua kali
prevalensi di perkotaan
DISTRIBUSI BERDASARKAN
PENDIDIKAN
• Pendidikan tidak tamat SD
• Tidak pernah sekolah
• Kelompok tamat PT
DISTRIBUSI BERDASARKAN
PEKERJAAN
• Kelompok “sekolah” dan petani/nelayan/buruh
merupakan kelompok pekerjaan yang tertinggi
prevalensinya

• Kelompok yang paling rendah adalah


Pegawai/TNI/POLRI
Kebiasaan Hidup (1)

• Menurut tempat berkembang biak, vektor malaria


dapat dikelompokkan dalam tiga tipe yaitu
• berkembang biak di persawahan,
• perbukitan/hutan dan
• pantai/aliran sungai.
Kebiasaan Hidup (2)
• Berkembang biak di daerah persawahan adalah An.
aconitus, An. Annullaris, An. barbirostris, An. kochi, An
karwari, An.nigerrimus, An.sinensis, An.tesellatus, An.Vagus,
An. letifer.

• Vektor malaria yang berkembang biak di perbukitan/hutan


adalah An.balabacensis, An.bancrofti, An.punculatus,
An.Umbrosus.

• Berkembang didaerah pantai/aliran sungai jenis vekor


malaria adalah An.flavirostris, An.Koliensis, An.ludlowi,
An.minimus, An.punctulatus, An.parangensis, An.sundaicus,
An.subpictus.
Kebiasaan Hidup (3)

• Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui


yaitu
• jam 17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), sete-lah
jam 24 (00.00-4.00).
• Vektor malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00
adalah An.tesselatus
• sebelum jam 24 adalah An.Aconitus, An.annullaris,
An.barbirostris, An.kochi, An.sinensis, An.Vagus
• sedangkan yang menggigit setelah jam 24 adalah An.farauti,
An.koliensis, An.leucosphyrosis, An.unctullatus.
UPAYA PENGENDALIAN

• Pemakaian kelambu
• Pengendalian vektor
FILARIASIS
ETIOLOGI

• Filariasis disebabkan oleh cacing filaria yang


ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.
• Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies
nyamuk.
• Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23
spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri
dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan
Armigeres
DISTRIBUSI

• Distribusi daerah endemis ditentukan berdasarkan


hasil survei jari terhadap mikrofilaria di setiap
kabupaten/kota.
• Dari seluruh kabupaten/kota yang disurvei, dihitung
mikrofilaria ratenya.
• Mikrofilaria rate tersebut menggambarkan prevalensi
orang yang dalam pemeriksaan darah tusuk jari
mengandung mikrofilaria dibandingkan dengan
jumlah orang yang diperiksa.
Siklus hidup filariasis
Kebiasaan Hidup

• Berkembang didaerah genangan air


kotor, disaluran pembuangan, tangki
dan bermacam-macam wadah.

• Nyamuk mengigit manusia di dalam dan


diluar rumah.
SURVEILANS
DEFINISI

Surveilans adalah proses pengumpulan,


pengolahan, analisis & interprestasi data scr
sistematik & terus menerus serta diseminasi
tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu
mengetahui sehingga dapat diambil tindakan
yang tepat
Tujuan Surveilans Epidemiologis
(menurut WHO, 2002)
1. Memprediksi dan mendeteksi dini Epidemi (Outbreak).
2. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program
pencegahan dan pengendalian penyakit.
3. Sebagai sumber informasi untuk penentuan prioritas,
pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi,
dan alokasi sumber daya kesehatan.
4. Monitoring kecenderungan penyakit Endemis dan
mengestimasi dampak penyakit di masa mendatang.
5. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih
lanjut.
Surveilans beralasan untuk dilakukan jika
dilatari oleh kondisi – kondisi berikut :

1. Beban Penyakit (Burden of Disease) tinggi,


sehingga merupakan masalah penting
kesehatan masyarakat.
2. Data yang relevan mudah diperoleh
3. Hasil yang diperoleh sepadan dengan
upaya yang dilakukan (pertimbangan
efisiensi).
Ruang Lingkup Surveilans
Epidemiologi
• SE Penyakit Menular : merupakan analisis terus menerus
& sistematis thd penyakit & faktor risiko utk mendukung
upaya PPM
• SE Penyakit Tidak Menular
• SE Kesling & Perilaku (mendukung program penyehatan
lingkungan)
• SE Masalah Kesehatan (mendukung program2 kesehatan
tertentu)
• SE Kesehatan Matra (kesh haji, udara,keracunan,
pelabuhan, laut, KLB
Kegiatan Pokok Surveilans

1. Pengumpulan Data

2. Pengolahan Data

3. Analisis Data dan Interpretasi Data

4. Penyebaran Informasi
Surveilans Ada 2:

1. Surveilans Aktif
2. Surveilans Pasif
Alur penyampaian informasi &
umpan balik

PUSAT WHO

PROVINSI

KAB

RS PUSKESMAS

= Pelaporan = Umpan balik


Mata Kuliah : Vektor dan Penyakit Kesehatan

Universitas Faletehan Serang


ENTOMOLOGI ???
Pengertian Entomologi
Entomologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari semua aspek tentang binatang yang
termasuk serangga (insekta) dan lainnya yang
sekerabat (yang termasuk Arthropoda). Entomologi
merupakan gabungan dua kata bahasa Yunani:
‘entomon’ = serangga, dan ‘logos’ = ilmu pengetahuan.
Entomologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
seranggga
SEJARAH ENTOMOLOGI
Ada sejak jaman Raja Firaun (Mesir) th 1491 SM Tuhan
menghukum bangsa Mesir Tulah tiga (nyamuk)
Tulah empat (Lalat)
Pada 1347 M penyakit menyerang hampir seluruh Eropa
(1/3 orang meninggal) Black death X. Cheopis
Pada 1577 Mercualis Lalat vektor mekanis
Pada 1878 Patrick Manson menemukan W. Bancrofti
ditubuh culex pipiens quenquifasciatus Filariasis
Pada 1880 Laveran Plasmodium malariae sel darah
manusia
Pada 1899 Bastenelli Anopheles (Malaria)
Pada 1990 Komisi Demam Kuning AS Aedes aegypti
Demam kuning (Yellow fever)
Pada abad ke -20 ditemukan banyak vektor penyakit
Entomologi, karena itu termasuk dalam
pelajaran Zoologi (Ilmu Hewan) yang
batang ilmunya adalah Biologi (Ilmu Hayat).
Entomologi dipelajari secara luas dan
mendalam dalam Entomologi Dasar yang
mencakup studi tentang semua jenis
serangga, dan mungkin ada serangga yang
penting di bidang pertanian, kehutanan,
veteriner dan kesehatan.
Entomologi Dasar
Entomologi Dasar (Basic Entomology) atau
disebut juga Entomologi Umum (General
Entomology) mencakup pengetahuan
serangga yang bersifat dasar, misalnya
morfologi, taksonomi dan klasifikasi
sitematik, siklus hidup dan fisiologi, perilaku
dan kegiatan, yang diperdalam dengan studi
genetika, dinamika populasi, dsb.
Entomologi Terapan
Entomologi Dasar sangat penting dalam
terapannya untuk mengatasi atau
memecahkan permasalahan-permasalahan
akibat aktivitas dan perilaku serangga hama
tumbuhan, sebagai agent penyakit, ataupun
sebagai vektor penyakit baik pada hewan
ternak ataupun juga pada manusia.
Entomologi, dalam konteks ini, adalah
Entomologi Terapan.
Jenis Entomologi
Entomologi Terapan ada relevansinya dengan
aplikasinya untuk:
a) Pengendalian hama penyakit tumbuhan
� Entomologi Pertanian
b) Pengendalian serangga perusak hutan
� Entomologi Kehutanan
c) Pengendalian penyakit pada hewan ternak
� Entomologi Veteriner.
d) Pengendalian vektor penyakit di masyarakat
� Entomologi Kesehatan atau Entomologi
Kedokteran.
ENTOMOLOGI KESEHATAN
ENTOMOLOGI KESEHATAN (Medical
Entomology) merupakan cabang studi
Entomologi, yang berfokus pada
Arthropoda yang penting dalam
kedokteran klinik (Clinical Medicine)
ataupun kedokteran komunitas
(Community Medicine).
Dalam lingkup yang sempit, Entomologi
Kesehatan, mencakup studi tentang
serangga perusak (destructive insects)
yang pada manusia bisa sebagai agent
penyebab penyakit langsung (patogen,
parasit), atau bisa sebagai penyebab
penyakit tidak langsung (umum disebut
vektor penyakit).
Dalam cakupan luas, Entomologi
Kesehatan, juga mencakup studi
tentang serangga-serangga yang
berguna (beneficial insects) dan
pemanfaatannya bagi manusia, tidak
hanya dalam hal kesehatan/kedokteran
, tetapi juga bagi kesejahteraan,
kesenangan (hobi), dan keperluan
lainnya.
Pengertian Entomologi Kesehatan
Entomologi kesehatan adalah cabang
ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang artropoda yang dapat
menularkan penyakit secara langsung
ke manusia atau sebagai penular
mikroorganisme penyebab penyakit
dari seseorang ke orang lain.
CIRI KHAS FYLUM ARTROPODA
�Mempunyai tubuh bersegmen-segmen/beruas-
ruas.
�Tubuhnya mempunyai tonjolan (appendages)
�Mempunyai rangka luar (eksosokelet)
�Alat pencernaan di lengkapi dengan mulut dan
anus.
�Sistim pembuluh darah terbuka (open circulatory
system)
�Sistem respirasi berupa tabung udara (trakea)
�Di lengkapi lubang-lubang hawa (spiracle)
MORFOLOGI SERANGGA
a. Kepala (Head)
Mulut, mata, antena untuk
identifikasi
b. Dada (thorax)
prothorax, mesothorax, dan meta
thorax
c. Perut (Abdomen)
beruas – ruas atau bersegmen -
segmen
JENIS – JENIS SERANGGA
�Nyamuk
�Lalat
�Kecoa
�Tungau
�Caplak
�Kutu
�Pinjal
�dll
PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH
SERANGGA
� DBD
� CHIKUNGUNYA
� MALARIA
� JE
� FILARIASIS
� YELLOW FEVER
� KHOLERA/DISENTRI
� TRYPANOSOMIASIS
� MIASIS
� PES
� DLL
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN
SERANGGA

A. Dari dalam
1. Kemampuan berkembang biak
2. Perbandingan Jenis kelamin
3. Sifat mempertahankan diri
B. Dari Luar : suhu, kelembaban, curah
hujan, angin, cahaya dan makanan
C. Faktor Biologi : Predator dan parasit
Peranan Serangga dalam Kesehatan
Sebagai Vektor Penyakit :
1. Vektor mekanik
2. Vektor biologis
- Cara propagatif
berkembangbiak dalam serangga tanpa ada
perubahan bentuk : pes, DBD
- Cara cyclo propagatif
berkembangbiak dan ada perubahan bentuk :
malaria
- Cara cyclo depelopmental
pertumbuhan : filariasis
- Keturunan
PERAN SERANGGA BAGI KESEHATAN DAN
KESEJAHTERAAN MANUSIA
1. Agen Langsung
a.Entomofobia (rasa ketakutan) lihat kecoa , Laba-laba
b.Pengganggu ketentraman lalat banyak, kecoa banyak
c.Pengigit dan Penghisap darah semut, nyamuk
d.Sakit Pada indra mata, telingga
e. Envenomizasi (keracunan akibat gigitan atau sengatan
hewan atau serangga yang mengeluarkan racun)
f. Alergi ( suatu reaksi patologis seperti gatal, bersin,
susah nafas akibat adanya suatu senyawa)
g. Myasis (adanya infeksi pada organ atau jaringan tubuh
manusia atau hewan oleh larva – larva lalat)
2. Agen tidak Langsung / Vektor Penyakit
a. Pembawa Mekanik/ Vektor mekanik
Tidak masuk dalam tubuh vektor hanya di luar
tubuh vektor (kaki, sayap) ditularkan lewat
makanan disebut juga penyebaran pasif (diare
lalat)
b. Vektor obligat ( Pembawa dari suatu agen
penyakit tertentu satu – satunya jika tidak ada
vektor tersebut maka agen tidak dapat
menyebabkan penyakit pada host). Contoh
sarcoptes scabiei (tungau) scabies/kudis
c. Inang Antara (Intermediate Hosts)
Serangga akan menjadi tempat pertumbuhan dari
siklus hidup dari parasit. Bila tidak ada inang
antara, parasit tidak dapat tumbuh dalam
menyelesaikan siklus hidupnya
contoh : Anopheles Plasmodium s fase
sporogonik (gametosit Zigot ookinet ookista
sporozoit di kelenjar ludah nyamuk siap mengigit
manusia )
d. Pembawa Phoretik (Phoretic Carries )
siklus hidup dari parasit tidak terjadi di dalam tubuh
vektor/serangga.
Contoh Penyakit Amoebiasis disebabkan oleh
memakan stadium kista E. Histolytica yang dibawa
kecoa
Kegunaan Serangga Penunjang
Ekonomi
1. Banyak jenis serangga berguna di alam
sebagai penyerbuk (polenator) berbagai jenis
tumbuhan berbunga, yang banyak di antara
mereka, bernilai ekonomi tinggi. Misalnya:
lebah madu, kumbang, kupu-kupu, lalat,
nyamuk, dll.
Di USA, banyak peternak lebah madu untuk
disewakan bagi para petani gandum, kapas,
jagung, buah-buahan, dll. Untuk membantu
meningkatkan produktivitas tanaman-tanaman
tsb.
Lebah madu (Apis) dan lalat Lucillia
sebagai polenator
2. Peternakan udang galah, kepiting Tarakan,
dalam skala besar dan diekspor akan
menambah devisa negara, meningkatkan
kemampuan ekonomi, dan kesejahteraan
masyarakat.
3. Hobi mengumpulkan dan memelihara berbagai
jenis kupu-kupu akan mendatangkan
kesenangan dan kebahagiaan tersendiri, dan jika
dijual dalam bentuk sediaan dengan nama-nama
umum dan ilmiahnya akan mendatangkan rezeki
lumayan (contoh di Malaysia).
Kegunaan Serangga sebagai
Makanan dan Sumber Gizi
1. Udang dan kepiting yang diternak dan
dikonsumsi sendiri oleh masyarakat akan
menjadi sumber protein yang baik.
2. Belalang, cengkerik, dll ada yang suka
memakannya, kalau tidak alergi, masyarakat
juga memperoleh sumber protein.
3. Lebah madu dengan produk-produknya juga
merupakan sumber gizi yang sangat bagus
dan lengkap bahan nutriennya.
Kegunaan Serangga Lainnya
1. Sebagai pemangsa (predator) alami berbagai
serangga hama, atau serangga vektor penyakit di
alam sehingga bisa menjadi sahabat manusia untuk
menekan populasi hama atau vektor. Jika
dibudidayakan dan diberdayakan, predator itu bisa
digunakan untuk pengendalian hayati untuk hama
atau vektor.
Produk-produk lebah madu: madu,
bee pollen, propolis, beeswax
2. Produksi bahan-bahan yang sangat berharga
untuk berbagai keperluan obat, industri, dll.
Misalnya lilin lebah yang diproduksi lebah madu.
3. Berbagai kumbang tanah berguna untuk
membantu penggemburan tanah.
4. Ada serangga (Laccifer lacca) yang
memproduksi bahan lak untuk bahan segel
bungkusan di kantor pos atau pengiriman barang.
5. Serangga tertentu ada yang berguna untuk produksi
suatu bahan warna.
6. Serangga ada yang berguna sebagai umpan
sewaktu mengail ikan.
7. Ada serangga, misalnya larva kumbang beras
(Tenebrio molitor) yang berguna untuk pakan unggas
atau ikan hias.
Tenebrio molitor
Daftar Pustaka
� Goddard J. Physician’s guide to arthropods of medical importance. Second
edit. Tokyo: CRC Press, 1996.
� Beaty BJ, Marquardt WC. The biology of disease vectors. University Press of
Colorado: Colorado, 1996.
� Busvine JR. Inscets and hygiene. Third edit. Chapman and Hall. London:
1980.
� Hati AK. Medical entomology. First edit. Calcutta: Allied Book Agency, 1979.
� Service MW. Mosquito ecology. Field sampling methods. London: Applied
Science Pub. Ltd, 1976.
� Pfadt RE (Editor). Fundamentals of applied entomology. Fourth edit.
� Clements AN. The biology of mosquitoes. Vol.1. First edit. London: Chapman
& Hall, 1992.
� Horsfall WR. Mosquitoes. Their bionomics and relations to disease. New
York: Hafner Pub Co., 1972.
� Elzinga RJ. Fundamentals of entomology. New Delhi: Prentice-Hall of India,
1978.
VEKTOR AEDES SP SERTA
PERANANNYA DALAM
KESEHATAN
Kunci Genera Nyamuk Dewasa Aedes
q Perbandingan panjang antara
proboscis dengan palpi + 1/4 - 1/5
proboscis
q Cerci(pada abdomen) menonjol
q Sisik pada sayap Symetris
q Tidak ada pulvili
q Scutelum dengan tiga lobus
q Sisik pada sayap simetris
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti
q Sisik-sisik pada sayap simetris
q Kaki belakang, tengah, dan depan pada
tibia tidak semuanya bergelang putih
q Palpi pada ujungnya berwarna putih
q Proboscis seluruhnya gelap
q Tarsus kaki depan dengan beberapa
gelang putih
q Pada mesonotum terdapat gambar lyre
AEDES AEGYPTI
Ciri-ciri nyamuk Aedes albopictus
q Sisik-sisik pada sayap simetris
q Kaki belakang, tengah, dan depan pada
tibia tidak semuanya bergelang putih
q Palpi pada ujungnya berwarna putih
q Proboscis seluruhnya gelap
q Tarsus kaki depan dengan beberapa
gelang putih
q Pada mesonotum terdapat gambar garis
putih di tengahnya
AEDES ALBOPICTUS
Lingkup Surveilans untuk DBD

1. Surveilans Kasus
2. Surveilans Vektor
3. Surveilans faktor resiko
CARA PENULARAN
VECTOR BORNE DISEASE

Gigitan nyamuk: Ae. Aegypti


Ae. Albopictus

8-10 hari
Infektif
Manusia sakit manusia sehat
Viremia
2 hari sebelum/ 4 – 6 hari masa inkubasi
5 hari sesudah panas
PENULAR PENYAKIT DBD
Karakteristik nyamuk :
- Warna hitam dengan belang – belang
putih di seluruh tubuhnya
- Hidup di dalam dan disekitar rumah
- Nyamuk menggigit darah pada pagi hari
sampai sore hari
- Senang bertelur di air jernih
Siklus hidup nyamuk
Bionomik nyamuk
BAGIAN TUBUH & POSISI HINGGAP
AEDES AEGYPTI
KEPALA: Terdapat Alat
Penusuk & Penghisap.
Sepasang Antena indera

DADA THORAX: Dengan


sepasang garis lengkung & 2
garis pendek ditengah
Terdapat Sepasang Sayap
dan
Tiga pasang Kaki bergelang

PERUT DAN EKOR:


Beruas bergelang bersisik
putih.
Bagian ekor meruncing.
SIKLUS HIDUP NYAMUK Aedes aegypti

Nyamuk dewasa + betina


14 hari

Pupae (1-2 Larvae (5-7 hari) Telur


hari)
Telur Aedes
• Diletakkan sedikit diatas
permukaan air dan menempel di
dinding penampungan air
• Di tempat kering dapat bertahan
sampai 6 bulan yang akan
langsung menetas bila terkena air
(musim hujan)
Larva dan pupa Aedes
Jentik Aedes

Sering ditemukan ditempat penampungan


air yang jernih (bak mandi, ban bekas,
sampah plastik, dispenser, dll)
Usia 6-8 hari lalu menjadi pupa
Fase paling mudah di intervensi, karena :
n Luas tempat hidup terbatas (bak, ban, dll)
n Mudah ditemukan
n Mudah dibasmi (kuras, dikubur, dikeringkan,
abatisasi)
Pupa Ae. aegypti
Fase tidak makan.
Usia 1-2 hari lalu
menjadi nyamuk
dewasa.
Indikator bahwa di
tempat tersebut sudah
lama (lebih dari 1
minggu) tidak dilakukan
PSN. PSN harus lebih
digiatkan.
BREEDING PLACES
DHF VECTORS
TEMPAT YG RAWAN TERJADI PENULARAN
DBD
WILAYAH YG
BANYAK KASUS

PEMUKIMAN

SEKOLAH

RS / PUSKESMAS

TEMPAT UMUM LAIN


:
PASAR, RESTORAN,
PERTOKOAN, DLL
Pelaksanaan Pemantauan Jentik Berkala
– Pemberantasan Sarang Nyamuk
ABJ = ANGKA BEBAS JENTIK
RMH YG TDK ADA JENTIK
RMH YG DIPERIKSA

House Index (HI)


Container Index (CI)
PEMBERANTASAN JENTIK
NYAMUK PENULAR DBD
•SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN NYAMUK DEWASA
•MEMUTUS RANTAI PENULARAN (ADA KASUS)
•MERUPAKAN KEGIATAN FAVORIT YANG DIHARAPKAN MASYARAKAT
•BELUM TENTU EFEKTIF (LOKASI, WAKTU, DOSIS, ALAT, KONDISI
SETEMPAT) DAN TDK EFISIEN (MAHAL)
•HANYA MEMBUNUH NYAMUK DEWASA, BILA MASIH ADA JENTIK / PUPA
MAKA KEESOKAN HARI AKAN MUNCUL NYAMUK BARU.
PENANGANAN KASUS DI
MASYARAKAT :
PENYELIDIKAN PENGASAPAN :
EPIDEMIOLOGI 1. ADA KASUS
TAMBHAN DBD
2. ADA 3 ATAUI LEBIH
PENDERITA PANAS
TANPA SEBAB YANG
JELAS
3. BANYAK
DITEMUKAN JENTIK

100 M
PENGASAPAN
DILAKUKAN 2 SIKLUS,
INTERVAL 1 MINGGU
100 M PENGASAPAN DISERTAI
PSN 3 M PLUS
= KASUS

= KASUS TAMBAHAN

= KASUS PANAS TANPA SEBAB


3 M : MENGURAS,MENUTUP,
MENGUBUR
MEMBUBUHKAN ABATE
MEMELIHARA IKAN
MENGUSIR NYAMUK :
MEMBAKAR OBAT NYAMUK
MEMASANG kawat kasa ,
MENGGUNAKAN kelambu,
PAKAIAN PANJANG.
MENCEGAH GIGITAN :
MENGOLESKAN REPELANT
MENYEMPROT RUANGAN
Nyamuk � Vektor
1. Ada virus Dengue dari penderita DB
�Viremia (1-2 hari sebelum demam dan 4-7
hari setelah demam)
2. Usia nyamuk lebih dari 10 hari (masa
inkubasi extrinsik virus 8-10 hari di tubuh
nyamuk)
3. Menggigit manusia
4. Jumlahnya banyak
5. Tahan terhadap virus

Pemberantasan dapat dilakukan thd 5 aspek


diatas.
Bionomik Aedes aegypti
Breeding habit
n TPA, Non TPA, TPA alamiah.
n Telur � gelap, terbuka, terlindung sinar matahari
Feeding habit
n 08.00-12.00 dan 15.00-17.00
n antropofilik
Resting habit
n Dalam rumah, bergantungan, gelap, bau keringat.
Kegiatan Pokok pada survei
entomologi DBD
1. Pengumpulan data terkait
2. Survei telur
3. Survei jentik
4. Survei nyamuk
5. Lain lain (epidemiologi, ekologi,
biologi, ekonomi, sosiologi setempat)
B. Tujuan Survei telur
1. Mendeteksi adanya nyamuk aedes
2. Mengevaluasi hasil pemberantasan
vektor
3. Metoda pemberantasan melalui
pemberantasan telur
C. Tujuan survei larva
1. Mengetahui jenis larva
2. TP Potensial
3. Mengukur index (HI, CI, BI)
4. Metoda pemberantasan yang cocok
5. Menilai hasil pemberantasan jentik
D. Tujuan survai nyamuk
1. Mengetahui jenis nyamuk Aedes
2. Kepadatan nyamuk Aedes
3. Memperkirakan umur Aedes
4. Memperkirakan musim penularan
5. Metoda pemberantasan vektor
6. Kerentanan thd insektisida
7. Menilai hasil pemberantasan vektor
8. Taxonomy, inventarisasi vektor
E. Tujuan lain
1. Uji efikasi insektisida
2. Uji peralatan aplikasi insektisida
Lokasi Survai
Kriteria :
1. Daerah endemis DBD / pernah KLB
2. Daerah yang dapat terjadi penularan
penyakit DBD, kota2 besar
3. Daerah yang dilakukan
pemberantasan vektor DBD (fog,
larvasida, PSN)
LINGKUP SURVAI
Pengumpulan data :
n Situasi penyakit/tahun/bulan
n Situasi penyakit pertahun per RW/Kelurahan
n Pembagian administratif daerah survai
n Demografi daerah survai
n Curah hujan pertahun perbulan
n Peta tata guna tanah
n Pemberantasan yang pernah dilakukan
n Evaluasi yang telah dilakukan
n Jumlah Rumah, TTU,TTI
n Distribusi fasilitas kesehatan
Sampling
Keterbatasan SD dan waktu
Memilih sebagian yang dianggap dapat
mewakili.
Menggunakan perhitungan statistik
yang berdasarkan tingkat kepercayaan
yang diinginkan
Stratified random sampling
Membagi wilayah berdasarkan
sektor/strata
Strata ditentukan berdasarkan faktor
resiko , daerah dengan PAM, sanitasi,
endemisitas (tinggi, sedang, rendah)
Dilakukan simple/systematic sampling
di strata yang ditentukan
Systematic sampling
Setiap rumah dengan urutan ke -R diperiksa.
Misal : ditentukan besar sampel 5 %, maka
setiap rumah ke 20 harus diperiksa.
Praktis , penilaian cepat pada penyebaran
populasi vektor
Cocok untuk daerah yang tidak teratur
penomorannya
Simple Random Sampling
Rumah diperiksa berdasarkan angka
random yang didapat dari buku statistik,
alat modern.
Banyak memerlukan SDM, dan tenaga,
peta harus rinci, peta, daftar alamat, no
rumah terpilih
Data meteorologi
Pola curah hujan
Kelembaban
Suhu udara

Mengetahui kecenderungan musim


dalam hubungannya degan fluktuasi
kepadatan vektor
Sumber data
Dinas kesehatan setempat
Kantor statistik
Kantor agraria
Bappeda
BMG
Survai telur
Form Ent. DBD-1

Ovitrap berupa potongan bambu (padle) berwarna


gelap dan kontainer berisi air
Dipasang 2 buah ditiap rumah
Pengamatan dilakukan seminggu sekali dgn
memeriksa ada tidaknya telur
Air dalam container harus diganti
Ovitrap index (%) = Juml padel dg telur x 100 %
Juml padel diperiksa
Dilakukan pd lokasi yang kepadatan
populasinya rendah dan survei jentik sering
tidak produktif BI < 5.
Deteksi dini adanya infestasi baru setelah
sebelumnya dilakukan pemberantasan.
Pelabuhan Udara/Laut �Sanitasi
internasional (bebas breeding places)
Perkotaan : evaluasi program pemberantasan
PEMANTAUAN &
PENGENDALIAN TELUR
AEDES
Sasaran survei jentik
Jumlah sampel rumah tergantung
tingkat ketepatan yang diinginkan,
penyebaran jentik dan SD yang
tersedia.
Survei Jentik
2 Cara :
1. Single larva method
• Setiap satu container diambil satu larva untuk
diidentifikasi
• Variabel yang diinginkan (bahan, warna, vol,
asal air, dll)
• Untuk data dasar
2. Visual
• Hanya dilihat ada tidaknya jentik dalam
container
• Tidak dilakukan pengambilan dan pemeriksaan
spesies
• Memonitor index jentik
Survei Jentik
Praktis dibanding survei telur/dewasa
Unit sampel : rumah, TTI, TTU
Mencari kontainer secara sistematis
Menentukan spesies
3 Index yang biasa dipakai � tingkat
infestasi nyamuk Aedes aegypti
House index
House index : % tase antara rumah dimana
ditemukan jentik thd seluruh rumah yang
diperiksa.
HI : Σ rumah yg ditemukan jentik x 100 %
Σ rumah yang diperiksa
Paling banyak dipakai untuk memantau
infestasi jentik
Memantau penyebaran vektor
Tidak dapat menggambarkan container yg
positif jentik
Container index
% tase antara container yang ditemukan
jentik terhadap seluruh container yang
diperiksa.
CI : Σ kontainer yang positif jentik x 100%
Σ kontainer yang diperiksa
Menggambarkan kontainer yang berisi air
+ jentik.
Breteau Index

Jumlah kontainer positif perseratus


rumah yang diperiksa

BI : Σ kontainer yang positif x 100


rumah yang diperiksa
Dianggap yang paling baik, tetapi tidak
mencerminkan Σ jentik dalam container
Dalam proses pengumpulan data didapatkan
profil dan karakter habitat larva
Jumlah dan potensi semua jenis kontainer
per 100 rumah
Sangat penting dalam upaya eliminasi habitat
dan sebagai dasar dlm penyuluhan.
Pupae index (WHO)
Memperkirakan jumlah nyamuk yang
baru menetas dapat didasarkan pada
jumlah pupae yang ada.

PI : Jumlah pupa x 100


100 rumah yang diperiksa
Sering digunakan untuk riset
IP dibedakan menurut jenis kontainer,
digunakan, tidak digunakan, alamiah. Lebih
rinci Ban bekas, vas bunga, dll.
Kesulitan menghitung pupa pd container luas.
Tidak dilakukan pada tiap survei
Sekali pada musim hujan, dan musim kering,
mengetahui kontainer yang paling produktif.
SURVEI JENTIK AEDES
Nyamuk dewasa
Populasi musiman
Dinamika penularan
Resiko penularan
Evaluasi pemberantasan

Kurang produktif
Tergantung intensifitas, ketrampilan, dan
kecakapan petugas
Bitting/Landing rate :
Σ Aedes aegypti betina tertangkap umpan orang
Σ penangkap x Σ jam penangkapan

Resting per rumah :


Σ Aedes aegypti betina hinggap tertangkap
Σ rumah yang dilakukan penangkapan
TERIMAKASIH

MATURNUWUN
OLEH:
TRIYONO, SKM, M.Sc
UNIVERSITAS FALETEHAN
SERANG
� Terdiri dari kepala, thorax dan abdomen
� Kepala: sepasang mata, proboscis
� Thorax: sepasang sayap, abdomen (untuk
identifikasi jenis)
� Tertarik dengan CO2 dari pernapasan manusia
dan bau tubuh manusia
� Both sexes take carbohydrates
� Females:
 sugar meals for energy
 blood meals for egg development
Mosquitoes
adult diagrame
GAMBAR JENIS NYAMUK CULEX
(umur sampai 63 hari betina, 22 jantan)
Eggs

Adult Larvae

Pupae
� Metamorfosis sempurna
� 1. Telur
di permukaan air, ditengah atau tepi air, di tanaman,
cekungan pohon atau batu
� 150 – 300 telur/female
� letaknya tunggal atau berkelompok
� menetas dalam 24 – 48 jam
� hydrophobic
� 2. Larvae
 a. Fase tumbuh dan makan (+ 7 – 20 hari tergantung suhu
lingkungan), panjang + 1 cm, bergerak dengan spiracle
 b. Terdiri dari 4 tahap perkembangan (instar I – IV)
 c. Makanan: omnivorous
� 1) materi terlarut di air (partikel, bakteri, protozoa, fungi, pollen, etc.)
� 2) predator

 d. Morphology: beradaptasi sesuai tahap perkembangan, jenis


makanan dan jenis pernapasannya
� 1) pemakan materi terlarut
�a) bergantung dipermukaan air
�b) respiratory siphon
� 2) pemakan materi tidak larut
� 3) predator
� Long, tubular siphon on the eight abdominal
segmennt with spiracles at tip. It has a series of
teeth, collectively called the pecten and hair
tufts (more than one)
� When breathing, usually lie vertically to water
surface
� 3. PUPA
 Pupa: fase tidak makan
� 2 hari sampai 4 minggu
� terdiri dari cephalothorax dan abdomen
� respirasi melalui thorax bentuk terompet
� a. Jantan dan betina makan karbohidrat
� 1) nectar
� 2) fruits

� b. Betina: blood feeding


� 1) Zoophilic: feed mostly on animals
� 2) Anthropophilic: feed mostly on human
� 3) Seasonal shifts in feeding preferences

� c. Periodicity
� 1) Most are crepuscular or nocturnal
� 2) Boreal mosquitoes are diurnal

� d. Favored feeding situations


� 1) Endophilic- prefer to feed indoors
� 2) Exophilic- prefer to feed outdoors
MALE FEMALE

CULICINAE
� Culex quinquefasciatus sebagai
vektor filariasis bancrofti tipe urban
(penyakit kaki gajah di daerah
perkotaan) yang disebabkan oleh
cacing filaria Wuchereria bancrofti
� Culex tritaeniorhynchus sebagai
vektor penyakit radang otak yang
disebabkan oleh virus Japanese B.
encephalitis
CULEX MOSQUITO TAKING A BLOOD FEMALE SOUTHERN HOUSE MOSQUITO, CULEX
QUINQUEFASCIATUS SAY, OVIPOSITING AN EGG
MEAL RAFT. PHOTOGRAPH BY SEAN MCCANN.

http://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic
/southern_house_mosquito.htm
LARVA CULEX PUPA OF THE SOUTHERN HOUSE MOSQUITO,
CULEX QUINQUEFASCIATUS SAY. PHOTOGRAPH
QUINQUEFASCIATUS BY STEPHANIE HILL, UNIVERSITY OF FLORIDA.
1-2 hari

2-5 hari

5-7 hari

3-4 hari

24-30 jam

Daur hidup Culex


quinquefasciatus
� Culex mencari air kotor, kaya nutrisi
yang membusuk, untuk oviposisi
telurnya, dan mereka meletakkan
telurnya di permukaan air dalam
bentuk rakit.
� Culex trutama menggigit pada
malam hari, dan juga ketika fajar
masih gelap, dan ketika matahari
mulai terbenam.
ILLUSTRATION OF CULEX ILLUSTRATION OF CULEX; SEVERAL SPECIES IN
THE GENERA CULEX CAN TRANSMIT THE
QUINQUEFASCIATUS, A VECTOR OF INFECTIVE LARVAE THAT CAUSE LYMPHATIC
LYMPHATIC FILARIASIS. CREDIT: CDC FILARIASIS. CREDIT: CDC
� Culex quiquefasciatus adalah vektor
utama filariasis limfatik tipe urban yang
disebabkan oleh Wuchereria bancrofti
� Nyamuk Culex ini sangat antropofilik ,
sehingga lebih suka mengambil darah
manusia. Kecenderungannya untuk
menghisap darah manusia dan
ketersediaan genangan air di sekitar
rumah untuk perkembangan larvanya,
menyebabkan nyamuk ini berperan
dalam penyebaran filariasis limfatik di
Asia Selatan.
� Culex quinquefasciatus dewasa mempunyai
ukuran yang bervariasi dari 3,96 to 4,25 mm (Lima
et al., 2003).
� Nyamuk ini berwarna coklat dengan proboscis,
thorax, sayap, dan tarsi lebih gelap daripada
bagian tubuh lainnya.
� Caput berwarna coklat terang terutama di bagian
tengah. Antena dan proboscis hampir sama
panjang, namun ada juga yang memiliki antena
yang lebih pendek daripada proboscis.
� Sisik-sisik pada thorax sempit dan melengkung.
Abdomen memiliki pita semilunar pucat pada
bagian basal dari setiap tergitnya (Darsie and
Ward 2005).
� Pengendalian vektor. Proteksi individual, reduksi
habitat larva, pengendalian kimiawi merupakan
cara terbaik untuk mengurangi gigitan dan
penyebaran penyakit oleh nyamuk ini.
� Mengingat nyamuk ini mempunyai kebiasaan
menggigit di malam hari, pemakaian kemeja
panjang dan repellent dianjurkan selama
menjalankan aktivitas di luar rumah pada malam
hari. Oleh karena itu mengurangi aktivitas di luar
rumah pada malam hari dapat mengurangi risiko
gigitan oleh nyamuk ini (Mosquito Information
Website, 2007).
� Keberadaan habitat larva nyamuk ini tergantung
dari perilaku manusia dalam mengelola genangan
air di sekitar rumahnya.
� Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan
mengganti air tempat minum binatang piaraan
serta tempat minum dan mandi burung sekurang-
kurangnya seminggu sekali, menimbun barang-
barang bekas yang tidak diperlukan, dan
memelihara ikan pemakan jentik di kolam-kolam
yang dimilikinya.
� Wadah-wadang yang masih diperlukan diberi
penutup, atau diletakkan terbalik, saluran drainase
harus bebas dari sampah yang akan menghambat
alirannya. Bak-bak penampungan air hujan, dan
air limbah sebaiknya dihilangkan atau dikurangi
(O'Meara, 1993).
� Insektisida dapat digunakan untuk mengendalikan
nyamuk pada stadium larva dan dewasa.
� Larvisida dapat diaplikasikan di genangan air yang
penuh larva, metode ini dapat menghemat
larvisida yang digunakan untuk membasmi stadium
praimago.
� Adulticida dapat menurunkan populasi nyamuk ,
namun demikian keberadaan nyamuk yang
resisten dapat mengurangi efektivitas insektisida.
Oleh karena itu uji kerentanan nyamuk terhadap
insektisida yang akan diaplikasikan perlu
dilakukan.
� Selama menghisap darah nyamuk yang
mengandung larva instar-3 Wuchereria
bancrofti akan mentransfer larva tersebut
ke saluran limfe manusia.
� Larva selanjutnya berkembang menjadi
larva instar -4, dan larva instar-5 sebelum
menjadi dewasa di saluran limfe dan
kelenjar limfe.
� Cacing betina filaria selanjutnya
menghasilkan mikrofilaria yang dapat
dijumpai di darah tepi pada malam hari.
� Nyamuk Cx. quiquefasciatus yang mempunyai
kebiasaan menghisap darah pada malam hari
akan menghisap darah yang mengandung
mikrofilaria.
� Didalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas
selubungnya dan menembus dinding lambung
menuju thorax berubah menjadi larva instar-1.
Larva instar-1 berbentuk seperti sosis dan
gerakannya lamban.
� Larva semakin memanjang dan berubah
menjadi larva instar-2, dan selanjutnya
berubah menjadi larva instar-3 yang infektif.
Larva instar-3 bergerak aktif sehingga dapat
mencapai proboscis nyamuk.
� Nyamuk betina Cx tritaeniorhynchus terutama
menghisap darah binatang seperti babi dan
sapi, tetapi jika binatang tersebut tidak
dijumpai, mereka dapat menghisap darah
manusia.
� Mereka terutama menghisap darah di luar
rumah antara matahari terbenam sampai
tengah malam, tetapi kadang-kadang mereka
masuk kandang binatang, dan menghisap
darah manusia kapan saja di waktu malam.
� Puncak gigitan nyamuk ini dilaporkan ada dua
puncak yaitu 9 p.m. dan2 a.m.
� Setelah kopulasi, nyamuk betina menghisap
darah, dan 2-3 hari pasca menghisap darah
nyamuk bertelur di permukaan air yang alirannya
lambat antara lain di area persawahan.
� Setelah 1-3 hari telur siap menetas menjadi larva.
� Tergantung dari temperatur dan suplai makanan
Larva memerlukan waktu7-15 hari untuk
menyempurnakan pertumbuhannya menjadi pupa
� Stadium pupa berlangsung 2-4 hari. Dahur hidup
dari telur sampai oviposisi yang pertama
memerlukan waktu 1-2 minggu di tengah musim
panas.
� Larva Cx. tritaeniorhynchus dapat ditemukan di
berbagai habitat air tanah yang permanen atau
sementara, yng diterangi matahari dan
mengandung vegetasi, yang segar, maupun air
payau seperti air di persawahan, air rawa,
kolam tanah, saluran irigasi, dan bekas jejak
kaki binatang.
� Spesies ini mempunyai kemampuan terbang
sejauh 5 km dari lokasi peternakan dalam
jangka 1 hari, namun penyebaran maksimum
8,4 km dalam jangka 7 hari.
� Penularan virus JE terutama di daerah
pertanian di pedesaan, sering dikaitkan
dengan produksi beras dan banjir irigasi,
sedangkan di beberapa area di Asia kondisi
ini dapat ditemukan di dekat pusat kota.
� Di daerah Asia yang beriklim sedang,
penularan virus JE terjadi musiman,
puncaknya biasanya pada musim panas,
dan gugur. Di daerah subtropis dan tropis,
penularan dapat terjadi seanjang tahun,
seiring dengan puncak selama musim
penghujan.
VEKTOR NYAMUK ANOPHELES SP DAN
PERANANNYA DALAM KESEHATAN
LATAR BELAKANG
Malaria merupakan salah satu penyakit tular
vektor yang sangat luas distribusi dan
persebarannya di dunia, terutama daerah tropis
dan subtropis. Data statistik WHO menyebutkan
bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar populasi
di dunia berisiko terkena malaria, tercatat 198
juta kasus malaria, dimana 78% terjadi pada
anak usia < 5 tahun, dengan 584.000
diperkirakan meninggal secara global, 90%
kematian terjadi di Sub Sahara Afrika dan pada
tahun 2014 kemarin terjadi transmisi malaria di
97 negara (WHO, 2014).
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang
berkembang dan secara geografis terletak pada
daerah tropis, tentunya mempunyai risiko tinggi
akan berjangkitnya penyakit-penyakit tular vektor
yang masih menjadi prioritas utama bagi masalah
kesehatan masyarakat diantaranya adalah Malaria.
Pengendalian penyakit malaria, banyak hal sudah
maupun sedang dilakukan baik dalam skala global
maupun nasional. Malaria merupakan salah satu
indikator dari target Pembangunan Milenium
(MDGs), dan ditargetkan untuk menghentikan
penyebaran dan mengurangi kejadian insiden
malaria pada tahun 2015.
Kunci Genera Nyamuk Anopheles

 Proboscis relatif sama panjang


dengan palpi
 Ujung abdomen meruncing
 Tidak ada pulvili
 Sisik pada sayap Symetris
 Scutelum dengan satu lobus
Contoh scutelum genera Anopheles
Contoh proboscis genera Anopheles
Contoh Nyamuk Anopheles
SIKLUS HIDUP ANOPHELES

24 jam
2-4 HR

2 – 3 HR 7-20 HR
Siklus Hidup Nyamuk Anopheles Sp
NyamukAnopheles sp mengalami metamorfosis
sempurna (holometabola) yaitu stadium telur, larva,
pupa dan dewasa selama 7-14 hari. Waktu untuk
masing-masing tahapan dalam siklus hidup tersebut
di daerah tropis lebih pendek di bandingkan di
daerah beriklim dingin. Nyamuk dewasa muncul
dari lingkungan akuatik ke lingkungan teresterial
setelah menyelesaikan daur hidupnya secara
komplit di lingkungan akuatik. Oleh sebab itu,
keberadaan air sangat dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup nyamuk, terutama masa larva
dan pupa
a. Stadium Telur
 50 – 200 butir
 Bentuk seperti perahu punya pelampung
 Diletakkan satu persatu di permukaan air
 2 – 3 hari jadi larva
b. Stadium Larva
 Terdiri dari 4 instar (I – IV)
 Di air yang dangkal dan bersih, beroksigen
 ada senang matahari dan ada yang tidak senang sinar
matahari.
 Senang di aliran air tenang atau tergenang
 Tidak punya siphon tetapi punya spirakel untuk bernafas
 7 – 20 hari tergantung suhu dll
c. Stadium Pupa
 Stadium terakhir di lingk akuatik
 Tidak makan
 Pembentukan alat tubuh spt alat kelamin,
sayap dan kaki
 Berbentuk koma
 2 – 4 hari (jantan lebih pendek 1 – 2 jam)
Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan
yang disebut respiratory trumpet berbentuk
lebar dan pendek yang berguna untuk
mengambil O2 dari udara
d. Stadium Dewasa
 Palpi hampir sama panjang dg proboscis
 nyamuk jantan palpi pada bagian apikal
berbentuk gada yang disebut club form
sedangkan betina mengecil
Sayap pada bagian pinggir yaitu costa dan
vena1,ditumbuhi sisik-sisik yang berkelompok
hingga membentuk belang-belang hitam putih
Bagian posterior abdomen agak sedikit lancip
 butuh 24 jam untuk pematangan telur
Gambar Stadium Dewasa
Identifikasi nyamuk Anopheles

 Sub genus Celia Sub genus Anopheles


1. Pada costa dan urat 1. Pada costa dan urat 1
1 sayap ada 4 noda sayap ada 3 noda
putih atau lebih putih atau kurang

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki berbecak
 Anopheles kochi
1. Persambungan tibia 4. Sternit abdomen II –
tarsus kaki belakang VII ada kumpulan
tidak ada gelang pucat
sisik (sikat) yg gelap
yg lebar
2. Palpus dg 4 cincin pucat
atau lebih
3. Setengah proboscis
bagian ujung pucat

Copyright budisto
Anopheles kochi

Anopheles kochi, Palpus dengan empat cincin pucat, setengah proboscis


pucat, sternit abdomen II–VII ada kumpulan sikat
Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki berbecak
 Anopheles tesellatus
1. Persambungan 3. Setengah
tibia tarsus kaki proboscis bagian
belakang tidak ujung pucat
ada gelang pucat 4. Sternit abdomen
yg lebar II – VII tidak ada
2. Palpus dg 4 cincin kumpulan sisik
pucat atau lebih (sikat)

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki berbecak
 Anopheles sundaicus
1. Persambungan 3. Proboscis
tibia tarsus kaki seluruhnya gelap
belakang tidak ada
gelang pucat yg 4. Tarsus 5 kaki
lebar belakang sebagian
2. Palpus dg 3 cincin atau seluruhnya
pucat gelap

Copyright budisto
Anopheles sundaicus

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki berbecak

Anopheles maculatus
1.Persambungan 3. Proboscis
tibia tarsus kaki seluruhnya gelap
belakang tidak ada
gelang pucat yg 4. Tarsus 5 kaki
lebar belakang pucat
2.Palpus dg 3 cincin
pucat

Copyright budisto
Anopheles maculatus
Costa + urat 1 ada 4 bercak pucat

3 gelang pucat

Tarsus ke 5 kaki
belakang pucat

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki berbecak

 Anopheles
balabacensis
1. Persambungan
tibia tarsus
kaki belakang
ada gelang
pucat yg lebar
Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki tidak berbecak

 Anopheles anularis
1. Tarsus ke 3, 4, dan 5 kaki
belakang pucat

Copyright budisto
Anopheles anularis

3 Anopheles annularis, gelang pucat ujung palpi sama panjang atau lebih pendek
dari gelang gelap dibawahnya (a),Copyright
¼ segmen budisto
ke 2, segmen 3,4,5 tarsi kaki
belakang pucat / putih.
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki tidak berbecak

 Anopheles karwari
1. Tarsus ke 5 kaki belakang
pucat

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki tidak berbecak

 Anopheles vagus
1. Tarsus ke 5 kaki belakang
gelap
2. Pada ujung proboscis ada
sedikit bagian yang pucat

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki tidak berbecak

 Anopheles indefinitus
1. Tarsus ke 5 kaki belakang
gelap
2. Proboscis gelap
3. Gelang pucat sub apical
palpus  gelang sub apical
gelap
Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki tidak berbecak

 Anopheles subpictus
1. Tarsus ke 5 kaki belakang gelap
2. Proboscis gelap
3. Gelang pucat sub apical palpus
≤ 1/3 gelang sub apical gelap

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki tidak berbecak

 Anopheles aconitus
1. Tarsus ke 5 kaki belakang
gelap
2. Setengah ujung proboscis
pucat
3. Jumbai pada urat sayap 6
pucat
Copyright budisto
Anopheles aconitus

Anopheles aconitus, setengah ujung probosis pucat, sayap pada jumbai


urat sayap ke VI bernoda pucat
Copyright budisto
Anopheles aconitus

Kaki tdk berbecak Noda sayap pada


Urat 1 & costa ada 4

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
celia : dg kaki tidak berbecak

Anopheles minimus
1.Tarsus ke 5 kaki belakang
gelap
2. Setengah ujung proboscis
bagian bawah pucat
3.Jumbai pada urat sayap 6
tidak pucat
Copyright budisto
Anopheles minimus

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
Anopheles

 Anopheles hyrcanus group


1. Palpus dengan 4 gelang
pucat

Copyright budisto
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
Anopheles

 Anopheles barbirostris group


1. Palpus tanpa gelang pucat
2. Pada sternit abdomen ke
VII terdapat sisik (sikat)
gelap

Copyright budisto
Barbirostris group

Anopheles barbirostris, Palpi & proboscis tanpa gelang pucat dan strenit
Copyright budisto
abdomen segmen VII dengan sikat/sisik gelap & abdomen dengan kumpulan
Identifikasi nyamuk Anopheles sub genus
Anopheles

 Anopheles umbrosus group


1. Palpus tanpa gelang pucat
2. Pada sternit abdomen ke VII
tidak ada kumpulan sisik
(sikat)

Copyright budisto
HABITAT NYAMUK ANOPHELES SP
Habitat vektor merupakan tempat yang
dipergunakan oleh nyamuk Anopheles spp.untuk
berkembang biak dengan memulai proses siklus
hidupnya hingga menjadi nyamuk dewasa.
tempat perindukan vektor dibagi menjadi dua
tipe yaitu tipe permanen (rawa-rawa, sawah non
teknis dengan aliran air gunung, mata air, kolam)
dan tipe temporer (muara sungai tertutup pasir di
pantai, genangan air payau di pantai, genangan
air di dasar sungai waktu musim kemarau,
genangan air hujan dan sawah tadah hujan rawa-
rawa).
EKOLOGI ANOPHELES SP
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik dipengaruhi oleh cuaca dan
iklim. Unsur-unsur iklim diantaranya meliputi:
suhu udara, temperatur air, kelembaban udara,
curah hujan, Angin, cahaya matahari, ketinggian,
arus air, dan kedalaman air.
b. Lingkungan Kimia
Karakteristik lingkungan kimia yang berpengaruh
terhadap kepadatan vektor antara lain adalah
derajat keasaman air (pH), Kadar garam
(salinitas), Oksigen terlarut (DO), dan
karbondioksida bebas (CO2).
c. Lingkungan Biologi

Tumbuhan semak, sawah terasering, pohon


bakau, lumut dan ganggang merupakan
tempat perkembangbiakan dan peristirahatan
yang potensial bagi nyamuk. Adanya jenis
hewan pemakan larva seperti ikan kepala
timah, nila, mujair dapat mempengaruhi
populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu,
adanya hewan ternak seperti sapi dan kerbau
dapat mengurangi frekuensi gigitan nyamuk
BIONOMIK NYAMUK ANOPHELES SP
Peranan suatu spesies sebagai vektor malaria
dapat dimonitor melalui aspek bionomik nyamuk
Anopheles spp. dewasa (Takken & Knols, 1991)
diantaranya berikut ini:
a. Kepadatan spesies yang relatif tinggi
Kepadatan vektor merupakan hal yang penting
dalam epidemiologi malaria, karena
menentukan frekuensi kontak antara manusia
dengan vektor nyamuk serta menunjukkan
derajat kekuatan penularan malaria
b. Umur nyamuk (longevity)

Umur nyamuk (longevity) merupakan indikator


penting dalam transmisi malaria. Jika umur nyamuk
lebih pendek dari waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan siklus sporogoni parasit malaria
(Plasmodium falciparum 10-11 hari, Plasmodium
vivax 9 hari; pada suhu 26˚C), maka tidak akan
terjadi transmisi malaria karena belum terbentuk
sporozoit. Nyamuk yang umurnya lebih panjang
peluang untuk terinfeksi lebih besar, karena lebih
sering kontak dengan manusia dan lebih banyak
siklus gonotropik yang dapat diselesaikan dan
semakin banyak pula keturunannya.
c. Kerentanan spesies terhadap parasit
Kerentanan spesies nyamuk Anopheles spp.
terhadap infeksi malaria ditentukan oleh
adanya kesesuaian fisiologis antara nyamuk
sebagai inang dan parasit yang
menumpanginya. Nyamuk juga mempunyai
sistem pertahanan tubuh terhadap benda-
benda asing yang masuk ke dalam tubuh
nyamuk. Apabila parasit di dalam tubuh
nyamuk terlalu banyak, maka nyamuk akan
mati.
d. Perilaku mencari mangsa (antropofilik-zoofilik)
Perilaku spesies nyamuk Anopheles spp. yang
hanya menyukai darah binatang (zoofilik) kurang
penting peranannya dalam transmisi malaria, akan
tetapi bagi spesies nyamuk Anopheles spp. yang
menyukai darah manusia (antropofilik) akan lebih
berbahaya.
Potensi nyamuk Anopheles spp. sebagai vektor
juga dapat diketahui dari proporsi nyamuk yang
menghisap darah manusia
Seekor nyamuk vektor paling sedikit menggigit dua
kali untuk dapat menularkan penyakit, pertama
untuk menghisap parasit bersama darah dan
berikutnya adalah memasukkan parasit ke orang
lain
e. Perilaku istirahat nyamuk (endofilik-eksofilik)

Spesies yang beristirahat di luar rumah (eksofilik)


lebih berbahaya dibandingkan dengan spesies
yang tempat istirahatnya berada di dalam rumah
(endofilik), terutama terkait dengan metode
pengendalian vektor malaria. Tempat yang
disukai nyamuk Anopheles spp. dapat diketahui
dengan cara pemeriksaan kondisi perut nyamuk
yang ditangkap pada pagi hari, yaitu dimana
didapatkan nyamuk dengan kondisi perut
setengah gravid atau gravid.
f. Pemilihan hospes
Spesies nyamuk Anopheles spp. yang banyak
dijumpai di sekitar pemukiman penduduk dan
menggigit orang di dalam rumah (endofagik),
secara teoritis dianggap berbahaya karena
mempunyai peluang untuk menggigit orang
sepanjang malam. Menurut kesukaannya nyamuk
bisa dikelompokkan dalam 3 kategori: nyamuk
yang menyukai darah binatang (zoofilik), nyamuk
yang menyukai darah manusia (antropofilik), dan
nyamuk yang menggigit tanpa pilihan tertentu
(indiscriminate biter).
Peran Nyamuk Anopheles Sp sebagai Vektor Penyakit
Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium vivax,menyebabkan malaria tertiana
memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari
wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah
tropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari
ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi
plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah
satu gejala adalah pembengkakan limpa atau
splenomegali
2. Plasmodium falciparum

plasmodium ini merupakan penyebab


malaria tropika, secara klinik berat dan
dapat menimbulkan komplikasi berupa
malaria celebral dan fatal. Masa inkubasi
malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan
gejala nyeri kepala, pegal linu, demam
tidak begitu nyata, serta kadang dapat
menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan
penyebab plasmodium ovale adalah 12 sampai 17
hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif
ringan dan sembuh sendiri.

4.Plasmodium malariae, merupakan penyebab


malaria quartana yang memberikan gejala
demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya
terdapat pada daerah gunung, dataran rendah
pada daerah tropik, biasanya berlangsung tanpa
gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja.
Namun malaria jenis ini sering mengalami
kekambuhan
PETA ENDEMISITAS MALARIA
INDONESIA -TAHUN 2012-2017 GERMAS

2012 2013

2016 2017

Populasi Kabupaten/Kota
No Kategori
Jumlah % Jumlah %
1 Bebas Malaria 188.319.700 72.0 % 266 52 %
2 Endemis Rendah 63.005.546 24 % 172 33 %
3 Endemis Menengah 5.878.424 2% 37 7%
4 Endemis Tinggi 4,907.104 2% 39 8%
262.110.774 100.0 % 514 100.0 %
Tren Malaria di Indonesia
GERMAS
Tahun 2012 s/d 2017

500,000 92%
90%
450,000 90%
88% 88%
400,000 87% 88%

Kelengkapan Laporan
85%
Kasus Positif

350,000 86%
84%
300,000 84%
250,000 82%
80%
200,000 79% 80%
150,000 78%
417,819

217,025
465,764

422,447

343,527

252,027

218,450

261,217
100,000 76%
50,000 74%
- 72%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Milestone Eliminasi Malaria di Indonesia GERMAS

Semua Indonesia
provinsi mencapai
Semua
kab/kota mencapai eliminasi
mencapai eliminasi
300 eliminasi 2030
kab/kota 2027
mencapai 2025
eliminasi

272/285 kab/kota
2019
mencapai eliminasi
2018
2020 : tidak ada lagi
2017 kab/kota endemis
tinggi
266/265 kab/kota
2016 mencapai eliminasi

247/245 kab/kota
mencapai eliminasi
TERIMAKASIH
Tikus adalah adalah binatang
mengerat (rodensia)
Rodensia komensal hidup
berdampingan dengan aktivitas
manusia
Tikus merupakan hama pertanian,
perusak barang dan binatang
pengganggu
Keberadaan tikus menandakan
lingkungan kumuh..kotor dll.
Bio-ekologi Tikus

• Dunia : Animalia
• Filum : Chordata
• Sub Filum : Vertebrata
• Kelas : Mammalia
• Subklas : Theria
• Ordo : Rodentia
• Sub ordo : Myomorpha
• Famili : Muridae
• Sub Famili : Murinae
• Genus : Bandicota, Rattus dan Mus

KEMENTERIAN KEUANGAN 3
 Rattus – rattus diardii (tikus atap/hitam
eropa)
 Rattus tanezumi (Tikus rumah Asia)
 Rattus exulans (Tikus ladang)
 Rattus argentiventer (Tikus sawah)
 Rattus tiomanicus (Tikus belukar)
 Rattus norvegicus (Tikus got)
 Mus muscullus (Mencit)
 Bandicota indica ( Wirok besar)
 Bandicota bengalensis (Wirok kecil)
Panjang ujung kepala sampai ekor 300 – 400 mm,
panjang ekor 170 – 230 mm, kaki belakang 42 – 47
mm, telinga 18 – 22 mm. Rumus mamae 3 + 3 = 12.
Warna rambut badan atas cokelat kelabu, rambut
bagian perut kelabu. Banyak dijumpai di saluran
air/got di daerah pemukiman kota dan pasar.
2. Bandicota indica (Tikus wirok)
Panjang ujung kepala sampai ekor 400 – 580 mm,
panjang ekor 160 – 315 mm, kaki belakang 47 – 53
mm, telinga 29 – 32 mm. Rumus mamae 3 + 3 = 12.
Warna rambut badan atas dan rambut bagian
perut cokelat hitam. Rambutnya agak jarang dan
rambut dipangkal ekor kaku seperti ijuk. Banyak
dijumpai di daerah berawa, padang alang – alang
dan kadang – kadang di kebun sekitar rumah.
Panjang total ujung kepala sampai ujung ekor 220 – 370
mm, panjang ekor 101 – 180 mm, kaki belakang 20 – 39
mm, telinga 13 – 23 mm. Rumus mamae 2 + 3 = 10.
Warna rambut badan atas cokelat tua dan rambut badan
bawah (perut) cokelat tua kelabu. Tikus ini banyak
dijumpai di rumah ( atap, kamar, dapur) dan gudang.
Kadang – kadang ditemukan pula di kebun sekitar
rumah
4. Tikus Ladang (Rattus exulans)
Panjang ujung kepala sampai ekor 139 – 365 mm,
panjang ekor 108 – 147 mm, kaki belakang 24 – 35 mm,
telingga 11 – 28 mm. Rumus mamae 2 + 2 = 8. Warna
rambut badan atas cokelat kelabu, rambut bagian perut
putih kelabu. Terdapat di semak – semak, kebun/lading
sayur – sayuran dan pinggiran hutan, kadang – kadang
masuk ke rumah
Panjang ujung kepala sampai ekor 245 – 397 mm,
ekor 123 – 225 mm, kaki belakang 24 – 42 mm,
telinga 12 – 29 mm. Rumus mamae 2 + 3 = 10.
Warna rambut badan atas cokelat kelabu, rambut
bagian perut putih krem. Terdapat di semak –
semak dan kebun/lading sayur – sayuran
6. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Panjang ujung kepala sampai ekor 270 – 370 mm,
ekor 130 – 192 mm, kaki belakang 32 – 39 mm,
telinga 18 – 21 mm. Rumus mamae 3 + 3 = 12.
Warna rambut badan atas cokelat muda
berbintik – bitnik putih, rambut bagian perut
putih atau cokelat pucat. Terdapat di sawah dan
padang alang – alang.
Panjang ujung kepala sampai ekor
kurang dari 175 mm, ekor 81 – 108 mm,
kaki belakang 12 – 18 mm, telinga 8 – 12
mm. Rumus mamae 3 + 2 = 10. Warna
rambut badan atas dan bawah cokelat
kelabu. Terdapat di dalam rumah, dalam
lemari dan tempat penyimpanan barang
lainnya.
Habitat

• Habitat Tikus
→Kelompok tikus Domestik;
→Kelompok tikus Peridomestik;
→Kelompok tikus Silvatik

29.8 35.1
16.5
9 9.6

Tengah Parit Jalan Tanggul Tepi


Sawah Sawah Sawah Irigasi Kampung

KEMENTERIAN KEUANGAN 15
Habitat

KEMENTERIAN KEUANGAN 16
Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu
menempati hampir di semua habitat
1. Jenis Domestik (Domestic Species)
Aktivitas di dalam rumah, kantor,gudang dll
ex : R. Tanezumi...Mus musculus
2. Jenis Peridomestik (Peridomestic Species)
Aktivitas tikus ini sebagian besar dilakukan di
luar rumah dan sekitarnya
ex : R. Exulans, R. Norvegicus, R. Argentiventer,
Bandicota indica)
3. Jenis Silvatik (Sylvatic Species)
Tikus jenis ini aktivitasnya jauh dari lingkungan
pemukiman manusia (R. Tiomanicus, R. Niviventer)
1. Kemampuan alat indera
a. Mencium
b. Menyentuh
c. Mendengar
d. Melihat
e. Mengecap ..........> phenylthiocarbamide 3
ppm
2. Kemampuan Fisik
a. Menggali ....> R. Norvegicus (2 – 3 meter)
b. Memanjat
c. Meloncat dan Melompat ...> 0,7 – 1,2 M vertikal
d. Menggerogoti/Mengerat
e. Berenang dan Menyelam
Tikus merupakan binatang peridi, yaitu
binatang berkembangbiak relatif sangat
cepat.
a. Masa bunting 21 – 23 hari
b. Birahi tinggi (1-2 hari)
c. Kemampuan melahirkan tinggi tak
kenal musim
d. Jumlah keturunan besar (3 – 12
ekor)/kelahiran
e. Umur 2 – 3 bulan siap kawin
f. Jantan siap kawin sepanjang tahun
REPRODUKSI

Tahap dewasa 28 hari


Bunting : 21 Hari
Kawin kembali 24 – 48 jam
10 ekor per kelahiran
Respon adaptasi yang baik

KEMENTERIAN KEUANGAN
1. Lingkungan Abiotik
a. Suhu dan Kelembaban
b. Cahaya
c. Tanah
d. Sarang
c. Curah hujan
2. Lingkungan Biotik
a. Tumbuhan / Vegetasi
b. Predator
c. Parasit dan Patogen
Aktivitas dan Migrasi

Migrasi
→Teritorial ; wilayah yang
dipertahankan
→Home range; daya jelajah

10 – 50 m

30 – 200
m

1.000 – 2.000 m

Catatan:
Rata-rata pergerakan/hari;
1. Tikus Rumah R. tanezumi : 15 m
2. Tikus sawah R. argentiventer : 75
(Sudarmaji, 2018) m
3. Tikus pohon R. tiomanicus : 80
m
Keberhasilan penangkapan (trap success);

A
TS = X 100%
BxC

Keterangan:
TS = Keberhasilan Penangkapan (trap
success)
A = Jumlah tikus tertangkap
B = Jumlah perangkap dipasang
C = Jumlah hari penangkapan
 Setiap individu manusia,
binatang dan tumbuhan pasti
terserang paling sedikit satu  Ektoparasit merupakan
jenis parasit di dalam atau organisme parasit yang hidup
permukaan tubuhnya pada permukaan luar tubuh
 Pada tubuh tikus ditemukan 2 tikus, caplak, tungau, larva
kelompok parasit yaitu, tungau, pinjal, dan kutu.
ektoparasit dan endoparasit.  Pinjal merupakan ektoparasit
tikus yang telah dikenal
menularkan penyakit
bersumber tikus seperti pes,
murine typhus, dan cacing
pita
 Ukuran 1,5 - 5 mm
 Banyak bulu kaku mengarah ke belakang,
 Warna coklat muda sampai tua, berkilat,
 Tipe mulut menusuk mengisap,
 Berkaki panjang terutama kaki belakangnya.
 Tubuh pinjal dewasa ; atas kepala, toraks, &
abdomen,
 Berbentuk pipih vertikal (laterally compressed),
sehingga lincah berjalan melewati bulu atau
kulit berambut
Banyak bulu kaku mengarah
ke belakang,
Kepal Toraks Abdomen
a la Bulu
Sisir pronotal antepigidial
Alur antena Pigidium
Bulu okular

Gena dan sisir


gena
Spermate
Koksa ka

Garis pleural

Mesotoraks
Tarsus Tibi Bulu Bulu panjang
a postmedian apikal
a.Kepala
• Kepala memanjang ke depan
• Membulat/trapesium, dahi menyempit
(mudah bergerak di antara kulit berambut)
• Kepala terbagi ; frons, dan occiput Kepala pinjal

• Ventral kepala dinamakan gena.


• Bulu gena, coklat kehitaman seperti sisir,
disebut ctenidium.
• Ctenidium ; sisi gena disebut gena ctenidia atau
sisir gena.
b.Mata
• Mata sederhana di depan antena/Oceli
• Beberapa jenis tidak mempunyai mata,
(Pinjal di tubuh inang aktif malam hari /
hidup dalam tanah
• Jenis tertentu, di depan bawah mata Mata pinjal
Gambar kepala pinjal

Lekuk antena Baris bulu


Falks ociput
Antena
Pronotum
Trabesula sentralis
Sisir
Tonjolan frons pronotal

Baris bulu frons

Mata/oceli Prosternu
m
Baris bulu mata

Gelambir gena Koksa

Toraks :pronotum, mesonotum dan


metanotum
c. Antena

• Sepasang antena tersusun 3 segmen


yang berbentuk tongkat dan
terletak pada suatu alur yang
dikenal sebagai alur antena atau
fosa.
• Organ penciuman terletak di
sepanjang antena.
• Saat pinjal tidak aktif antena
diletakan pada alur antena (fosa)

Antena pinjal
d. Tipe mulut pinjal
Alur
Klipeus Antena
Hipofaring Frons Occiput
Labrum
Palpus
maksila Antena Epifari
} ng
Prement
Palpus Labium
Gelam um Saluran
bir labialis makanan
Epifari Lacinia
ng
Lasinia A B Saluran air
liur
 Tipe mulut menusuk mengisap
 sepasang palpus maksilla yang agak tumpul di bagian ujungnya,
 sepasang gelambir maksila,
 sepasang prementum yang terletak di bagian postetior palpus labial,
sepasang maksilla berbentuk seperti pisau (“stipes”),
 sepasang labrum kecil,
 sepasang lasinia berbentuk pisau,
 hipofaring pendek dan
 epifaring tunggal membentuk saluran makanan
e.Kaki • Ketiga pasang kaki pinjal
beradaptasi untuk melompat
(vertikal 15 – 20 cm dan sejauh 76
cm).
• Kaki pada pleural thoraks.
• Kaki dengan lempeng koksa lebar
dan trokanter kecil
• Lempeng femur lonjong
• Tibia menyempit ke arah distal
• Tarsus berjumlah 5 dan pada
Kaki pinjal
ujung tarsus terdapat kuku
lengkung
f. Abdomen

 Abdomen terdiri atas 10 segmen


 Ruas pertama menyusut
 Segmen abdomen pertama sampai
ke 8 spirakel.
 Ruas 8-10 termodifikasi menjadi
struktur paragenital (pigidium & Abdomen
antepygidial bristles) pinjal

Pigidium
Spirak Pigidi
el um
f. Organ
Genitalia
 Pinjal jantan klasper kecil segmen ke 9 di Croch
et
belakang pigidium dan organ cirrus atau
aedeagus. Penis
Lempeng Clasp
 Organ genitalia jantan terdiri sepasang penis er

testes, vas deferens yang halus, 4


kelenjar asesori, vesikel seminalis,
pembuluh ejakulasi, dan aedeagus.
 Pada pinjal betina terdapat spermateka Spermatek
a
yang berkhitin atau “seminal receptakel”,
yang terletak di tengah segmen ke 7,
 Inang

1. Inang pinjal merupakan binatang tempat hidup


dan mendapatkan makanan saat pinjal dewasa
2. Inang pinjal adalah mamalia
3. Istilah inang sejati (“true host”) digunakan untuk
menandai suatu inang tunggal atau inang pilihan
yang dianggap paling utama jika seandainya suatu
jenis pinjal menempati beberapa jenis inang.
4. Hopkins (1928) memperkenalkan penggunaan
istilah inang utama, yaitu inang yang cocok atau
sesuai untuk kelanjutan reproduksi pinjal dalam
jangka waktu yang tidak terbatas.
5. Pinjal menyukai mamalia hidup di dalam sarang,
lubang dan gua, serta terhindar dari cahaya
matahari secara langsung.
6. Mamalia atau burung air yang sarangnya
terbuka/tidak terlindung dan terkena sinar matahari
tidak disukai oleh pinjal, tetapi beberapa jenis pinjal
ditemukan pada pinguin dan burung laut yang
sarangnya berada di pantai atau di pulau-pulau
terpencil tanpa pepohonan.
7. Pinjal pada umumnya ditemukan pada mamalia ordo
Monotremata, Marsupialia, Insektivora, Chiroptera,
Edentata, Pholidota, Lagomorpha, Rodentia,
Carnivora, Hyracoidea, dan Artiodactyla, tetapi
jarang ditemukan pada mamalia ordo Dermaptera,
Primata, Tubulidentata, Proboscidia, atau
Perissodactyla
 Holometabolous
 Telur → Larva → Pupa → Dewasa
• 18 hari - 20 bulan
 Telur menentas (3-18 hari)
 Larvae membutuhkan kelembaban tinggi
• 9-15 hari (200 hari)
 Pupa
• 7 hari- 1 tahun
 Dewasa
• Lebih dari 4 tahun
Flea Life Cycle
 Telur pinjal berukuran 0,4 - 0,5 mm,
 Bentuk oval, berwarna putih,
 Saat akan menetas berwarna kuning
kecoklatan.
 Telur kering, mudah terjatuh di
tempat inang melakukan
aktivitasnya; di sarang inang, lantai,
karpet dan lain-lain.
 Dalam kondisi normal : suhu harian
berkisar antara 18 - 27oC dan
kelembaban 75 - 80%, setelah 2 - 12
Telur pinjal
hari telur pinjal akan menetas
menjadi larva,.
Jumlah telur dikeluarkan setiap jenis pinjal berbeda-b

 Pinjal X. cheopis.
 Jumlah telur yang dikeluarkan pinjal betina berkisar antara 3 -
18 butir.
 Seekor pinjal betina X. cheopis mampu bertelur 2 - 6 kali
sebanyak 300 - 400 butir selama hidupnya,

 Ctenocephalides felis bertelur lebih dari 800 butir


sepanjang hidupnya, sedang
 Pulex irritans bertelur sebanyak 448 butir selama 196
hari.
 Bentuk larva pinjal seperti ulat berbulu
kasar,(2 - 6 mm) dan berwarna putih.
 Badannya terdiri atas kepala, toraks 3
ruas, dan abdomen 10 ruas.
 Tipe mulutnya pengunyah (sepasang
mandibula).
 Larva pinjal memakan bahan-bahan
organik seperti kotoran pinjal, darah
kering, dan memangsa larva tungau atau
larva serangga lainnya
 Larva ini dapat ditemukan di sarang
tikus, celah-celah tanah, dan tempat-
tempat terlindung lainnya.

Larva
keluar dari
telur pinjal
 Peka terhadap sinar matahari :suhu
360C dan kelembaban rendah larva
cepat mati.
 Larva pinjal dan mengalami ganti
kulit 2 kali.
 Stadium larva berlangsung selama
9 - 12 hari,
 Larva akan membungkus dirinya
dengan bahan-bahan organik yang
ada di sekitarnya untuk
membentuk kokon, Larva pinjal
 Larva terbungkus material organik
menjadi pupa atau kepompong.
 Suhu 18 – 270C dan kelembaban
udara 60% merupakan kondisi yang
sesuai bagi proses perkembangan
larva menjadi pupa.
 Kepompong pinjal berwarna kuning
kecoklatan. Lama stadium ini lebih
kurang 1 minggu.
 Stadium ini berakhir setelah pinjal
dewasa muncul dengan merobek Pupa pinjal
bagian tengah kepompong.
 Setelah 24 jam, pinjal meninggalkan
kepompong untuk mencari inang.
 Daur hidup pinjal tersebut secara
normal berkisar antara 2 - 3 minggu.
Pada kondisi yang kurang sesuai,
seperti suhu tinggi, kelembaban
rendah, daur hidup pinjal akan
membutuhkan waktu yang lebih lama
dan seluruh tahap perkembangannya
mencapai 1 tahun atau dapat lebih.
 Pinjal dewasa dapat hidup selama
lebih dari satu tahun, tergantung dari
jenisnya.

Kemunculan pinjal
dari pupa
Lama perkembangan dan daur hidup 4
jenis pinjal
Lama hidup pinjal
Stadium dewasa aktif
Stadium Stadium
larva (hari)
Jenis pinjal telur pupa Total hari
aktif
(hari) (hari) Kenyang Tidak
(hari)
darah Kenyang darah
N. fasciatus 10 114 450 106 95 680
X. cheopis 10 84 182 100 38 376
P. irritans 12 202 239 513 125 966
C. canis 8 142 354 234 58 738
Pinjal yang berperan di bidang kesehatan

• Pulicidae
 Ctenocephalides felis
 C. canis
 Echidnophaga gallineae
 Pulex irritans
 Xenopsylla spp.

◼ Tungidae
◼ Hystrichopsyllidae
◼ Tunga penetrans
◼ Neopsylla sondaica

◼ Cerathopsyllidae
◼ Nosopsyllus fasciatus

◼ Pygiopsyllidae
◼ Stivalius cognatus
Jenis pinjal di Indonesia dan inangnya
No. Jenis pinjal Jenis tikus/inang lain Lokasi
1 Xenopsylla nesiotes Rattus macleari Jawa
R. tanezumi
R. norvegicus
2 X. cheopis Jawa, Sumatera
R. exulans
Bandicota indica
3 Alaopsylla papuensis Pogonomys loriae Papua
Nesolagobius
4 Nesolagus netscheri Sumatera (Bengkulu, Rimbo Pengadong
collosus
Ceratophyllus
5 Sciurus tenuis altitudinis Sumatera (Gn. Talamau)
agathus
6 C. borneensis S. jentinki Kalimantan (Gn. Murud)
R. lepturus
R. bukit temmincki
7 C. calceatus Jawa, Sumatera
S. notatus
Sciurus n. nigrovittatus
Sciurus t. altitudinis
8 C. idoneus Sumatera (Kerinci, Sungai Kring, Gn. Talamau)
R. orbus
9 C. klossi R. inflatus Sumatera (Kerinci, Sungai Kumbang)
No. Jenis pinjal Jenis tikus/inang lain Lokasi
10 C. sodalis S. nigrovitatus Sumatera (Kerinci, Sungai Kumbang)
Paradoxurus hermaphroditus
11 Paraceras javanicus Jawa (Gn. Gede, Cibodas)
Helictis orientalis
12 Cratynius bartelsi Hylomys suillus suillus Jawa (Bandung, Cibuni)
Mus sp.
13 Stivalius abacetus Papua
Dasyurus sp.
14 S. alticola Mallomys sp. Papua
15 S. anaxilas Mus sp. Papua
16 S. ancisus Petaurus sp. Papua
R. tanezumi
R. rattus jalorensis
R. concolor ephippium
R. bukit treubii
R. bukit temmincki
17 S. cognatus R. lepturus Jawa
R. bartelsii
M. musculus
Ratufa bicolor bicolor
Pachyura murina
H. suillus suillus
a. Pinjal tikus rumah (Xenopsylla cheopis)
Xenopsylla cheopis secara sistematika pinjal
ini termasuk Kingdom Animalia, Filum
Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Siphonaptera,
Famili Pulicidae, Genus Xenopsylla, Spesies X.
cheopis (Noble & Noble, 1989)
Pinjal ini mempunyai sisir pronotal
berjumlah 12, tanpa sisir genal, mata
sangat jelas dan bulu okuler banyak
terdapat di depan mata. Pinjal ini
dominan di daerah pegunungan di
Pulau Jawa. Inang utamanya tikus kebun
(Rattus exulans).
Jenis ini mempunyai dua sisir
pronotal tanpa sisir genal dan mata
sangat jelas. Pinjal ini sangat
dominan di daerah pegunungan
Pulau Jawa, inang utamanya tikus
dada putih (R. niviventer) dan tikus
pohon (R. tiomanicus).
•Indeks pinjal (WHO, 1999)

•Indeks Umum Pinjal =


Jumlah semua jenis pinjal dibagi Jumlah jenis
tikus Y yang diperiksa.

•Indeks Khusus Pinjal =


Jumlah total jenis pinjal A dibagi jumlah jenis
tikus Y yang diperiksa
1. Penangkapan tikus dengan
perangkap (Trapping).....> Non
Kimiawi
2. Kimiawi dengan racun tikus
a. Racun Kronik (anti koagulan)
b. Racun akut (Non anti koagulan)
c. Gas fumigasi
Hilangkan tumpuhkan sampah
Bersihkan ceceran /sisa makanan
Merawat pipa air
Menghilangkan genangan air
Simpan bahan makanan dengan
baik
Bangunan anti tikus
Disampaikan:
Triyono, SKM, M.Sc
Stikes Faletehan Serang
Hp/WA 08129715146
PENDAHULUAN
Dalam rangka mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal sangat diperlukan
pengendalian vektor penyakit salah satunya
kecoa
Kecoak termasuk dalam phyllum Arthropoda,
kelas insekta , ordo Blattaria famili Blattidae
(Harwood), Ordo Dictyoptera sub ordo
Blattaria (Smith) dan ada sebagian ahli yang
memasukkan kecoak dalam ordo Orthoptera
sub ordo Blattaria dan famili Blattidae.
Habitat kecoa di dalam rumah, restoran/RM,
hotel, kantor dll.
TAKSONOMI/KLASIFIKASI KECOA
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Upakelas: Pterygota
Infrakelas: Neoptera
Superordo: Dictyoptera
Ordo: Blattodea
Famili Blaberidae
Blattellidae
Blattidae
Cryptocercidae
Polyphagidae
Nocticolida
Spesies : Periplaneta Americana (American cockroach)
Blatella germanica (German cockroach)
Blatta orientalis (Oriental cockroach)
Supella longipalpa (Brown Banded cockroach)
MORFOLOGI KECOA
 Ordo Orthoptera, ordo Dictyoptera atau
 Blattodea, Blattaria
 Tubuhnya oval, gepeng, Mulut: gigi
 geraham yang kuat
 2 ps sayap, lebar dan kokoh, tegmina
 Warna:coklat muda - gelap
 Ukuran panjang 3mm – 80 mm
 Antena yang panjang, jarang terbang,
 berjalan sangat cepat.
KECOA
KECOA
DAUR HIDUP
Relatif primitif, 3 tahap (telur,
nimfa,
dewasa) Metamorfose tak
sempurna
Telur: kantong ooteka
Nimfa: kecil, tanpa sayap
Dewasa: aktif malam hari, siang
hari sembunyi
DAUR HIDUP
DAUR HIDUP
JENIS – JENIS KECOA
1. Periplaneta americana
2. Periplaneta australasiae
3. Periplaneta brunnea
4. Blatella germanica
5. Neostylophyga rombifolia
6. Supella longipalpa
7. Symploce sp
Periplaneta americana
 Jenis paling besar
 Abdomen merah kecoklatan
 Pronotum kuning keruh,
tengahnya terdapat sepasang
bercak coklat
 Belakang abdomen terdapat
sepasang serkus panjang tipis
dan runcing seperti cemeti
Periplaneta americana
Dewasa
Periplaneta brunnea
 Ukuran dan warna hampir sama
Periplaneta americana
 Warna kuning pronotum kurang
jelas
 Warna abdomen lebih coklat
 Serkus kokoh, lebih tebal, ujung
tidak meruncing dan tidak
panjang
Periplaneta brunnea
Dewasa
Periplaneta australasiae
Ukuran lebih kecil
Warna keseluruhan lebih gelap,
merah kehitaman pada abdomen
dan pronotum
Sepanjang tepi pronotum dari atas
terlihat garis kuning (Pinggir sayap
kuning)
Periplaneta australasiae
Dewasa
Blatella germanica
 Lipas kecil
 Abdomen coklat muda agak
kekuningan
 Betina warna lebih tua dari jantan
 Pronotum coklat, dari atas tampak
dua garis hitam memanjang.
 Dua garis memanjang juga tampak
pada nimfa.
 Nimfa coklat tua, sangat aktif
Blatella germanica
Dewasa
Supella longipalpa
 Mirip Blatella germanica, tetapi punya
dua pita melintang, satu pada dasar
sayap, dan kedua pada 1/3 tubuh dari
belakang
 Betina: tegmina tidak mencapai ujung
abdomen
 Jantan: tegmina lebih panjang dan
lebih langsing
Supella longipalpa
Dewasa
Periplaneta americana
 Habitat: Lingkungan yang hangat,lembab,
umum di restoran,bakeri, penyedia
makanan.Seringkali berkaitandengan
saluran dan tempatpembuangan
 Suhu: 30-33 oC
 Ooteka per betina: sekitar 30 butir
 Masa inkubasi per ooteka: 25-40 hari
 Telur per ooteka: 14-28 butir
 Periode nimfa: 130-150 hari
 Jangka hidup dewasa: 250-350 hari
 Panjang dewasa: 28-44 mm
 Distribusi : seluruh dunia
Blatella germanica
 Habitat: Lingkungan yanghangat, lembab, umumdi
dapur dan restoran
 Suhu: 30 oC
 Ooteka per betina: 4-8 butir
 Masa inkubasi per ooteka: 17 hari
 Telur per ooteka: 37 butir
 Periode nimfa: 40-41 hari
 Jangka hidup dewasa: 128-153 hari
 Panjang dewasa: 10-15 mm
 Distribusi : seluruh dunia
PERANAN KECOA
A. Peranan Kecoa Bagi Kesehatan
Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam
penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain :
1. Sebagai vector mekanik bagi beberapa
mikroorganisme patogen.
2. Sebagai inang perantara bagi beberapa
spesies cacing.
3. Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi
seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan
kelopak mata
Manfaat Kecoa

Pada umumnya kecoa merugikan atau menjijikan tetapi


di beberapa Negara kecoa digunakan sebagai bahan
makanan, karena kecoa mengandung protein yang
tinggi, kecoa juga bermanfaat untuk mengobati sakit
gigi, caranya : Bila anda sedang sakit gigi, ambil kecoa
dan usap-usapkan atau gosok-gosokkan pada bagian
luar kulit pipi kita sampai meletet, maka Insya Allah
ulat/cacing yang ada didalam gigi/gusi akan keluar
melalui lubang pori-pori kulit pipi tersebut
PENGENDALIAN KECOA
Pengendalian ini ditujukan terhadap kapsul telur dan kecoa :
1. Pembersihan kapsul telur dilakukan dengan cara mekanis, yaitu
dengan mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah
dinding, celah-celah almari, celah-celah peralatan dan ditempat yang
lain yang ada kapsul telurnya lalu dimusnahkan dengan cara dibakar
atau dihancurkan.
2. Pemberantasan Kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi
a.Secara fisik atau mekanis dengan cara :
- Membunuh langsung dengan alat pemukul atau tangan/kaki
- Menyiram tempat perindukkannya dengan air panas
- Menutup celah-celah dinding
b. Secara Kimiawi
Yaitu dengan menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan
formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan)
atau bait (umpan).
PENCEGAHAN KECOA
Pencegahan terhadap kecoa dapat dilakukan dengan
membatasi ketersediaan makanan dan menerapkan
perilaku hidup sehat dan sanitasi yang baik, antara lain
:
 Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi pada
tempat – tempat yang tertutup.
 Membuang sampah pada tempat pembuangan sampah
dan mengangkut sampah dari tempat pembuangan
sampah setiap hari ke TPA (Tempat Pembuangan
Akhir).
 Memasang kawat kasa pada saluran air
 Menutup lubang – lubang atau celah – celah agar kecoa
tidak masuk ke dalam ruangan
TERIMAKASIH
Universitas Faletehan
Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM)
Jl. Palamunan No.72, Pelamunan, Kec. Kramatwatu, Serang,
Banten 42616 Telp: (0254) 230 054, Fax: (0254) 230 054 .
info@uf.ac.id. Web: www.uf.ac.id

Vektor Lalat

MK Vektor dan Penyakit

Kamis, 24 November 2022

Dr. Lukman Waris PROJECT TIMELINE


Capaian Pembelajaran MK

Mahasiswa mampu
memahami vektor lalat
serta peranannya dalam
kesehatan

Dr. Lukman Waris


01 Pengertian Vektor Lalat

02 Morfologi, siklus hidup dan

CONTENTS
Bionomik

03 Daur hidup dan perkembangbiakan

Penyakit yang disebabkan oleh lalat


04
Dr. Lukman Waris
01 Pengertian Vektor Lalat
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
• Lalat merupakan serangga yang termasuk ke dalam ordo diptera yang
merupakan ordo terbesar dari serangga dengan keragaman jenis yang tinggi.
Istilah “Diptera” menunjukkan bahwa kelompok serangga ini memiliki dua
pasang sayap pada masa embrional. Pasangan sayap belakang mengalami
perubahan bentuk dan fungsi menjadi alat keseimbangan yang disebut halter
sedang sepasang sayap lainnya menjadi sayap sejati (Borror dkk, 1992).
• Morfologi tubuh lalat pada dasarnya sama dengan ciri umum filum
arthropoda lainnya, yakni terdiri dari 3 bagian utama yaitu kepala, thorax,
dan abdomen. Terdapat batas-batas jelas yang memisahkan bagian yang satu
dari bagian yang lain. Lalat dikatakan termasuk ke dalam kelas Hexapoda
dengan ciri memiliki 6 buah kaki (Hexa = 6 dan poda = kaki) pada thorax
(Suprapto, 2003).

Dr. Lukman Waris


• Diketahui kurang lebih 60.000 – 100.000 spesies lalat,
• Tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya
tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).
• Lalat yang penting ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat dan
lingkungan yakni lalat rumah, lalat hijau, lalat kandang, lalat
daging dan lalat kecil (Azwar, 1996).

Dr. Lukman Waris


Dr. Lukman Waris
Perbedaan jantan dan betina

Dr. Lukman Waris


02 Morfologi, siklus hidup dan
Bionomik
Dr. Lukman Waris
• Kingdom : Animalia
• Filum : Arthropoda
• Kelas : Hexapoda
• Ordo : Diptera
• Famili : Muscidae, Challiporidae, Sarchopagidae, dll
• Genus : Musca, Chrysomya, Stomoxyx, dll.
• Spesies : Musca domestica, Chrysomya megachepala, Stomoxys
calcitrans, dll

Dr. Lukman Waris


Lalat berukuran 2-8 mm, warna
beragam sesuai dengan jenisnya
(abu-abu kehitaman, kuning,
coklat, dan hijau/biru). Badan
mempunyai bulu halus (bristle),
2 antena, 2 sayap, 3 pasang kaki
dan tipe alat mulut menjilat
(labium) dan ada pula menusuk-
menghisap (probosis ; berbentuk
seperti bayonet/pisau).

Dr. Lukman Waris


BIONAMIK LALAT
• Kebiasaan Hidup
Lalat Musca domestica tidak menggigit, hanya menjilat, banyak ditemukan di
timbunan sampah dan kandang ternak. Kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat-
zat organik yang membusuk dan berkembangbiak di dalam bangkai, meletakkan telur
pada tubuh hewan yang mati dan larva makan dari jaringan-jaringan yang membusuk.
• Tempat Perindukan
Kotoran binatang (kuda, sapi, ayam dan babi), kotoran manusia, saluran air kotor,
sampah, kotoran got yang membusuk, buah-buahan, sayuran busuk dan biji-bijian
busuk menjadi tempat yang disenangi lalat.
• Jarak Terbang
Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia, rata-rata 6-
9 km, kadang-kadang dapat mencapai 19-20 km dari tempat berkembang biak.

Dr. Lukman Waris


• Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari dari makanan yang satu ke makanan yang lain.
Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari seperti gula,
susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.
• Tempat Istirahat
Lalat beristirahat pada tempat-tempat tertentu, pada siang hari bila lalat tidak makan,
mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langitlangit, jemuran pakaian, rumput-
rumput, kawat listrik dan lain-lain serta sangat menyukai tempat-tempat dengan tepi tajam
yang permukaannya vertical.
• Lama Hidup
Lama hidup lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperatur. Pada musim panas
berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin biasanya mencapai 70 hari.

Dr. Lukman Waris


• Temperatur dan Kelembaban

PROJECT TIMELINE
Lalat mulai aktif beraktifitas pada temperatur 15 0C dan aktifitas
optimumnya pada temperatur 21 0C, lalat memerlukan suhu sekitar
35º- 40 0C untuk beristirahat, dan pada temperatur di bawah 10 0C
lalat tidak aktif dan di atas 45 0C terjadi kematian pada lalat.

• Sinar Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu


menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif
dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung pada
temperatur dan kelembaban. Jumlah lalat akan meningkat jumlahnya
pada temperatur 20 ºC–25 ºC dan akan berkurang jumlahnya pada

PAGE NUMBER
temperatur < 10 ºC atau > 49 ºC serta kelembaban yang optimum 90 %.
Dr. Lukman Waris
03
Dr. Lukman Waris
Daur hidup dan
perkembangbiakan
Lalat muda mampu terbang 450-900 meter. Siklus hidup lalat
sangat bervariasi rata-rata 6-28 hari. Umur lalat dewasa 2-3
minggu, kondisi suhu rendah umur lalat dapat mencapai 3 bulan.
Dr. Lukman Waris
PROJECT TIMELINE
• Lalat dapat membawa agen dari sampah atau kotoran kepada makanan mealui
tubuh dan kaki-kakinya lalu menimbulkan penyakit bawaan makanan.
• Bersama cairan yang dikelurkannya dengan makanan yang ia cerna dan masuk
kembali kedalam permukaan makanan tersebut.
• Apabila lalat terlalu banyak makan maka lalat akan membuang kotoran nya di
atas makanan yang dihinggapinya, sehingga makanan menjadi tercemar oleh
telur dan larva lalat ada juga gangguan kenyamanan menganggu kenyamanan
pemandangan seperti rasa jijik, gata-gatal pada kulit, menimbulkan rasa tidak
nyaman sehingga akhirnya napsu makan akan berkurang dan hilang, selain itu
dari segi estitika akan terkesan jorok.

PAGE NUMBER
Dr. Lukman Waris
04 Penyakit yang
disebabkan oleh lalat
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
• Anthrax Penularan kuman anthrax karena lalat hinggap pada
daging binatang yang mati karena sakit anthrax, kemudian
hinggap pada timbunan kotoran sekitar manusia. Kuman
anthrax lama-kelamaan ikut debu dan terhisap manusia sebagai
lazimnya penularan penyakit anthrax.
• Lepra Kuman lepra yang menempel pada tubuh lalat tercampur
debu dan ikut terhisap udara pernafasan.
• Frambusia (patek) Penularan kuman dari tubuh lalat yang
hinggap pada borok kulit penderita frambusia, hinggap pada
luka kulit terbuka pada orang sehat.
Dr. Lukman Waris
• Penyakit mata jenis trachoma Virus trachoma pindah dari
kotoran mata penderita sakit mata, dipindahkan lalat yang
hinggap pada mata orang sehat.
• Hepatitis (hepatitis A, C, E) pindah pada makanan manusia
melalui lalat.
• Penyakit cacingan (cacing gelang, pita dan tambang) Seperti
penyakit saluran cerna lain, telur cacing dipindahkan lalat dari
kotoran penderita ke makanan manusia sehat.
• TBC: dapat disebarluaskan oleh lalat rumah. Kuman
tuberculosa menempel pada kaki lalat sewaktu hinggap pada
dahak penderita TBC dan bercampur debu dan terhisap
Dr. Lukman Waris
Thank you!

PROJECT TIMELINE
PAGE NUMBER
Write a closing statement or call-to-action here.
Dr. Lukman Waris
Universitas Faletehan
Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM)
Jl. Palamunan No.72, Pelamunan, Kec. Kramatwatu, Serang,
Banten 42616 Telp: (0254) 230 054, Fax: (0254) 230 054 .
info@uf.ac.id. Web: www.uf.ac.id

Pengendalian & PencegahanVektor

MK Vektor dan Penyakit

Kamis, 01 Desember 2022

Dr. Lukman Waris PROJECT TIMELINE


Capaian Pembelajaran MK

Mahasiswa mampu
memahami metode
pengendalian dan
pencegahan vektor

Dr. Lukman Waris


Metode pengendalian dan 01 Tujuan Pengendalian Vektor
pencegahan vektor serta
kebijakan pengendalian 02 Metode Pengendalian vektor
dan pencegahan
Kebijakan Pencegahan dan
03 Pengendalian Vektor

Dr. Lukman Waris 04 Macam-macam Kebijakan Pencegahan


dan Pengendalian Vektor
01 Tujuan Pengendalian Vektor
Dr. Lukman Waris
Vektor

Vektor penyakit adalah mikroorganisme hidup yang dapat menularkan


agent penyakit dari satu hewan ke hewan lain atau ke manusia

Penularan penyakit pada manusia melalui vektor serangga disebut vector


borne disease

Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular


penyakit sehingga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering
juga disebut sebagai vector – borne diseases yang merupakan penyakit
yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan
menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.
Dr. Lukman Waris
The vision of WHO and the broader infectious diseases
community is a world free of human suffering from vector-borne
diseases. The ultimate aim of the current response is to reduce
the burden and threat of vector-borne diseases through effective
locally adapted sustainable vector control

As part of this vision, the response sets ambitious yet feasible


global targets aligned with the disease-specific strategic goals
and Sustainable Development Goal 3.3,1 with interim
milestones to track progress

Dr. Lukman Waris


Goals, milestones and targets for the Global vector control response,
2017–2030

Dr. Lukman Waris


These goals apply to all major vector-borne diseases
of humans: 1 Milestones and targets were formulated
on the basis of relevant WHO global and regional
strategies, plans, frameworks and resolutions on
vector-borne diseases . It is anticipated that countries
will set their own national or subnational targets,
which may differ from global targets. Individual
regional targets may also be set

Dr. Lukman Waris


Dr. Lukman Waris
02 Metode Pengendalian Vektor
Dr. Lukman Waris
Pengendalian Vektor

PROJECT TIMELINE
Pengertian pengendalian Vector adalah usaha yang dilakukan
untuk menekan hewan pembawa penyakit.

Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan


menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada
induk semang (host) yang rentan.

Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk


kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia
karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai

PAGE NUMBER
perantara penularan penyakit.
Dr. Lukman Waris
PROJECT TIMELINE
Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk
menurunkan atau menekan populasi vektor pada tingkat yang
tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

sehingga semua u p a y a y a n g d i l a k u k a n u n t u k m e n e k a n ,
mengurangi, atau menurunkan tingkat populasi vektor sampai
serendah rendahnya sehigga tidak membahayakan kehidupan
manusia.

PAGE NUMBER
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
03
Dr. Lukman Waris
Kebijakan Pencegahan dan
Pengendalian Vektor
Kebijakan Pengendalian Vektor

PROJECT TIMELINE
01 Kimia

02 Biologi

03 Radiasi

04 Mekanik

PAGE NUMBER
Dr. Lukman Waris
1. Pengendalian Vektor Menggunakan Senyawa Kimia

Cara kimiawi dilakukan dengan menggunakan


senyawa atau bahan kimia baik yang
digunakan untuk membunuh nyamuk
(insektisida) maupun jentiknya (larvasida),
mengusir atau menghalau nyamuk (repellent)
supaya nyamuk tidak menggigit Senyawa
Kimia Nabati Senyawa Kimia Non Nabati

misalnya dengan mempergunakan larvasida,


obat nyamuk dll
Dr. Lukman Waris
a. Senyawa kimia nabati
Insektisida nabati secara umum diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan
aktifnya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang bersifat racun bagi organisme
pengganggu, mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung
berbagai senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid dan fenolik

Keunggulan yang dimiliki insektisida nabati yaitu: tidak atau hanya sedikit
meninggalkan residu pada komponen lingkungan sehingga lebih aman
daripada insektisida sintetis/kimia, cepat terurai di alam sehingga tidak
menimbulkan resistensi pada sasaran
Dr. Lukman Waris
Insektisida nabati sebenarnya telah lama dikenal misalnya penggunaan
insektisida nabati seperti nikotin yang terkandung dalam bubuk tembakau
(tobacco dust) telah digunakan sebagai insektisida. Nikotin merupakan
racun saraf yang bekerja sebagai antagonis dari reseptor nikotin asetil kolin.
Nikotin juga merupakan insektisida non sistemik dan bekerja sebagai racun
inhalasi dengan sedikit efek sebagai racun perut dan racun kontak

Beberapa Insektisida nabati yang pernah diuji cobakan antara lain : ekstrak
biji mahkota dewa (Phaleria papuana Warb) ekstrak daun zodia (Evodia
suaveolans) ekstrak cabe rawit (Capsicum frutescens L) serai (Andropogen
nardus)
Dr. Lukman Waris
b. Senyawa kimia nonnabati
Dapat berupa derivat-derivat minyak bumi seperti minyak tanah dan minyak
pelumas yang mempunyai daya insektisida. Caranya minyak dituang diatas
permukaan air sehingga terjadi suatu lapisan tipis yang dapat menghambat
pernapasan larva nyamuk

Debu higroskopis misalnya tanah diatom (diatomaceous earth) yang


diperoleh dari penambangan timbunan fosil yang terdiri atas cangkang
sejenis ganggang bersel tunggal (Bacillariophyceae). Tanah ini mampu
menyerap cairan tubuh serangga sehingga mati karena dehidrasi
Dr. Lukman Waris
c. Senyawa kimia sintetis
Umumnya bersumber dari bahan dasar minyak bumi yang diubah struktur
kimianya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu sesuai dengan keinginannya,
diantaranya adalah: Golongan organo chlorine, golongan organo phosphate,
golongan carbamate.

Golongan organo chlorine, insektisida ini cara kerjanya sebagai racun


terhadap susunan saraf pusat dengan gejala keracunan muncul dalam 4
stadium berurutan, gelisah, kejang, lumpuh dan mati.
https://lib.ui.ac.id/detail?id=74067&lokasi=lokal
Dr. Lukman Waris
2. Pengendalian Vektor Secara Biologi

Pengendalian biologi dilakukan dengan


menggunakan kelompok mahluk hidup,
baik dari mikroorganisme, hewan
invertebrata atau hewan vertebrata.

Pengendalian ini dapat berperan


sebagai patogen, parasit, atau
pemangsa.

Dr. Lukman Waris


Cara biologi
Ikan: ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia af:finis)
adalah pemangsa larva nyamuk. Nematoda seperti Romanomarmus dan R.
culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk

Virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat berperan sebagai patogen dengan
cara mengembangkannya sebagai pengendali biologi larva nyamuk di tempat
perindukannya mis bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) sebagai insektisida
racun perut. Saat sporulasi, bakteri menghasilkan kristal protein yang
mengandung senyawa insektisida α-endotoksin yang bekerja merusak sistem
pencernaan serangga
Dr. Lukman Waris
Dua varitas atau subspecies Bt yang efektif digunakan untuk
mengendalikan nyamuk yaitu Bacillus thuringiensis serotype H-14
(Bt. H-14) dan Bacillus sphaericus (Bs) Jamur Metarhizium
anisopliae toksis terhadap larva nyamuk A.aegypti

Dr. Lukman Waris


3. Pengendalian Vektor Cara Radiasi

Nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan


dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan
yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti
akan berkopulasi dengan nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak
akan dapat menghasilkan telur yang fertil.
Apabila pelepasan serangga jantan mandul dilakukan secara terus
menerus, maka populasi serangga di lokasi pelepasan menjadi
sangat rendah.

Dr. Lukman Waris


Pemandulan nyamuk vektor dapat dilakukan dengan cara radiasi
ionisasi yang dikenakan pada salah satu stadium perkembangannya.
Radiasi pemandulan ini dapat menggunakan : sinar gamma umum
digunakan sinar X neutron

Radiasi dapat dilakukan pada stadium telur, larva, pupa atau dewasa.
tetapi hasil optimum pada stadium pupa sebab terjadi transformasi/
perkembangan organ muda menjadi organ dewasa.

Dr. Lukman Waris


Stadium ini umumnya spermatogenesis dan oogenesis sedang
berlangsung, sehingga radiasi dalam dosis rendah Gy (Gray) dapat
menimbulkan kemandulan.

Umur pupa pada saat diradiasi memiliki kepekaan yang berbeda-beda,


semakin tua, kepekaannya terhadap radiasi akan semakin menurun.
Radiasi secara umum dapat menimbulkan berbagai akibat terhadap
nyamuk, baik kelainan morfologis maupun kerusakan genetis

Dr. Lukman Waris


4. Pengendalian VektorCara Mekanik dan Pengelolaan Lingkungan

Misalnya memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela, dan
pintu. Cara yang sudah umum dilakukan adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M yaitu: Menguras Menutup
Menanam/menimbun
Menurut WHO (1997) : manajemen lingkungan paling efektif, termasuk
perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan aktivitas monitoring untuk
manipulasi atau modifikasi faktor lingkungan dengan maksud untuk
mencegah atau mengurangi vektor penyakit manusia dan perkembangbiakan
vektor patogen.

Dr. Lukman Waris


Tahun 1980, WHO Expert Committee on Vector Biology and Control
membagi tiga jenis manajemen lingkungan, yaitu: Modifikasi
lingkungan fisik yang merupakan tempat breeding placeses.
Manipulasi lingkungan pada breeding placeses vektor sebagai hasil
aktivitas direncanakan untuk menghasilkan kondisi-kondisi yang
kurang baik perkembangbiakan vektor. Merubah perilaku atau tempat
tinggal manusia untuk mengurangi kontak vektor patogen dengan
manusia.

Dr. Lukman Waris


04
Dr. Lukman Waris
Macam-macam Kebijakan
Pencegahan dan Pengendalian Vektor
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Thank you!

PROJECT TIMELINE
PAGE NUMBER
Write a closing statement or call-to-action here.
Dr. Lukman Waris
Universitas Faletehan
Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM)
Jl. Palamunan No.72, Pelamunan, Kec. Kramatwatu, Serang,
Banten 42616 Telp: (0254) 230 054, Fax: (0254) 230 054 .
info@uf.ac.id. Web: www.uf.ac.id

Dinamika Populasi Vektor

MK Vektor dan Penyakit

Kamis, 08 Desember 2022

Dr. Lukman Waris PROJECT TIMELINE


Capaian Pembelajaran MK

Mahasiswa mampu
memahami dinamika
populasi vektor

Dr. Lukman Waris


PENDAHULUAN
• Vektor adalah adalah organisme yang tidak
menyebabkan penyakit tapi menyebarkannya
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang
lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh,
berperan sebagai vektor penyakit malaria yang
mematikan
• Cara penularan penyakit oleh vektor ini dapat secara
mekanik yaitu terbawa pada bagian luar tubuh
vektor (misalnya kaki atau badan).
• Lalat rumah : Desentri, Kolera, Tipus
• Kecoa/Lipas : sda
• Kutu busuk : iritasi
Dr. Lukman Waris
• VEKTOR BIOLOGIS
• Nyamuk : Malaria, Filariasis, DBD, Chikungunya, JE
• Tungau : Demam semak
• Pinjal : pes

Dr. Lukman Waris


PENGENDALIAN VEKTOR
KONSEP PENGENDALIAN VEKTOR
• Menekan kepadatan vektor, sehingga tidak menyebabkan masalah
(menularkan penyakit) bagi manusia dan ternak.
• Usaha pemberantasan (eradikasi) vektor adalah tidak memungkinkan
(konsep di ubah menjadi pengendalian)
• Tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap tata lingkungan
hidup.

METODE PENGENDALIAN VEKTOR:


• Memutuskan rantai kehidupan vektor pada tingkat kehidupan yang
paling lemah, baik tingkat pradewasa maupun dewasa.

Dr. Lukman Waris


Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi
beberapa
• macam
Penyakit penyakit
ada belum ada karena berbagai
vaksin atau alasan
obatnya, : hampir
seperti
semua penyakit yang disebabkan oleh virus.
• Belum ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja
obat tadi belum efektif, teruama untuk penyakit parasiter.
• Berbagai penyakit didapat pada banyak hewan selain
manusia, sehingga sulit dikendalikan
• Penyakit cepat manjalar, karena vektornya yang bergerak
cepat, seperti insekta yang bersayap.
• Sering menimbulkan cacat dan kematian, seperti filariasis,
malaria, dan demam berdarah dengue (DBD).

Dr. Lukman Waris


TUJUAN PENGENDALIAN VEKTOR

1. Menghindari atau mengurangi gigitan vektor


2. Membunuh vektor terinfeksi parasit (utama)
3. Membunuh vektor stadium pradewasa
4. Menghilangkan atau mengurangi habitat vektor

Dr. Lukman Waris


MACAM PENGENDALIAN VEKTOR
• Alamiah (Hujan, Banjir, Air pasang dll.)
• Buatan Manusia
1. Kimiawi (Insektisida, Repelent, IGR,
Atractant, Chemosterilant)
2. Hayati (Ikan pemakan jentik, Mesocyclop, Larva
Toxorhyinchites dll.)
3. Pengelolaan/Modifikasi Lingkungan
(Pengeringan, Penimbunan, Mengalirkan air
tergenang, Pengeringan sawah berkala, Pola tanam
padi, Pembuatan Dam untuk banjir buatan, saluran
penghubung lagun dengan laut)
Dr. Lukman Waris
Sasaran Pengendalian Organochlorin Metode
Vektor Organofosfat Fogging
Karbamat IRS
Pyrethroid ULV
Kimia
Repelen
Dewasa Biologis ? Jantan mandul

Vektor Pengelolaan/Manipulasi Cattle barier


lingkungan
Kimia Larvisida - Abate, Abate dll
IGR
- Penyemprotan/pelepasan
Bacillus (Pathogen)
Pra Dewasa Biologis Parasit - Pelepasan/pemeliharaan ikan
Predator - Mesocyclop
- Pengeringan berkala
Pengelolaan/Manipulasi
lingkungan - Pengaturan pola tanam
- Pembersihan lumut - Pembersihan lumut/sampah/rumput
- Penimbunan
- Pemanfaatan kolam secara intensif
- Mengalirkan
- Penggelontoran dgn membuat Dam
- Mengalirkan genangan air
Dr. Lukman Waris -Penimbunan TP
Alamiah
Hujan, Banjir
PENGENDALIAN VEKTOR
Konsep : - Menerapkan bermacam-2 cara sehingga vektor tidak nenularkan - Tidak
menimbulkan kerusakan/gangguan thdp lingkungan
Fauna nyamuk/vektor/diduga vektor
Bionomik, a.l.
- Tempat perindukan
SURVAI ENTOMOLOGI - Perilaku: Mengisap darah, istirahat
- Kepadatan (Fluktuasinya)
- Hubungannya dg lingkungan (Physik dan
biologik)

PENGENDALIAN VEKTOR YG TEPAT GUNA

TEPAT SASARAN
TEPAT WAKTU
TEPAT INSEKTISIDA
TEPAT CARA
TEPAT DOSIS
Dr. Lukman Waris
NYAMUK (MOSQUITOES)
• NYAMUK DI DUNIA ADA 3100 SPESIES
• DI INDONESIA ADA 457 SPESIES
• 80 SPESIES Anopheles, 82 SPESIES Culex, 125 SPESIES Aedes, 8
SPESIES Mansonia.
• JUMLAH JANTAN DAN BETINA PADA UMUMNYA BERKISAR ( 1 : 1)
• NYAMUK AKAN MELAKUKAN PERKAWINAN BIASANYA PADA WKT
SENJA
• PERKAWINAN HANYA SATU KALI
• NYAMUK JANTAN HANYA MAKAN SARI TUMBUHAN DAN BETINA
MAKAN DARAH UTK PEMASAKAN TELUR (SUMBER PROTEIN)

Dr. Lukman Waris


PERILAKU NYAMUK
• DAYA TERBANG 100 – 800 M
• PENYEBARAN
• KEBIASAAN MENGGIGIT(berputar2 ;Aedes, langsung
;Anopheles)
• WKT MENGGIGIT (Nukturna, Diurna)
• TEMPAT MENGGIGIT (Endofagik, Eksofagik)
• HOSPES (Antrofilik, Zoofilik, Indiscriminate biters)
• FREKUENSI MENGGIGIT( Genotrophic Concerdance,
Genotrophic discordance, Genotrophic association, Genotrophic
dissociation
Dr. Lukman Waris
SIKLUS HIDUP NYAMUK

• TELUR
• JENTIK
• PUPA
• NYAMUK

Dr. Lukman Waris


Spesies Penyakit
Nyamuk
Anopheles Malaria(Plasmodium), Filaria

Aedes DBD(Virus DHF), Chikungunya

Culex Japanese Enchepalitis(JE),


Filaria
Mansonia Filaria

Armigeres Filaria

Dr. Lukman Waris


Anopheles sp

Telur Telur Jentik

Dr. Lukman Waris


Pupa Dewasa Dewasa
Pengendalian Vektor Tepat Sasaran

Dr. Lukman Waris


Pengendalian Vektor Tepat Waktu
Fluktuasi kepadatan Vektor daerah persawahan
Gambar 1. Fluktuasi kepadatan (jumlah nyamuk/orang/jam) populasi An. aconitus menggigit orang
pada malam hari

6 800

700
5
600

Curah hujan (mm)


4
Kepadatan
500

3 400

300
2
200
1
100

0 0
N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J
79 80 81 82 83

Curah hujan Mg.dl rm Mg.lr.rm

Sumber : Barodji, thn 1987

Gambar 1b. Fluktuasi kepadatan populasi An. aconitus di kandang dan sekitarnya pada malam hari

800
600
700

500 600

Curah Hujan (mm)


500
Kepadatan

400

400
300
300
200
200
100
100

0 0
N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J

79 80 81 82 83

Dr. Lukman Waris


Curah hujan Kandang
Sumber : Barodji, thn 1987
• Ekologi daerah persawahan, lanjutan

Gambar 2. Fluktuasi kepadatan populasi (jumlah/orang/jam) dan distribusi An. aconitus


pada pagi hari

800
160
700
140
600

Curah hujan (mm)


120
Kepadatan

500
100
400
80
300
60

40 200

20 100

0 0
J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J
79 80 81 82 83
Curah hujan Dl. Rumah Lr. Rumah Kandang

Dr. Lukman Waris


Fluktuasi kepadatan vektor daerah pantai

Gambar 3. Fluktuasi kepadatan (jumlah nyamuk/orang/jam) populasi An.


sundaicus dan An. subpictus hinggap di dalam rumah pada siang hari

50
45
40
35
Kepadatan

30
25
20
15
10
5
0
J F M A M J J A S O N D
1955
An. sundaicus An. subpictus

Sumber: Sundararman, dkk. 1957

Dr. Lukman Waris


Pengendalian Vektor Tepat Cara
Menggigit orang Kandang

Spesies Lokasi Dalam rumah Luar Rumah ( Sapi / Kerbau )

Kepadatan ( % ) Kepadatan ( % ) Kerpadatan ( % )


An. sundaicus Purwore jo

a. Karangmalang 6,75 ( 4,80 % ) 14,43 ( 10,20 % ) 120,22 (85,02 % )

b. Pasir gedangan 7,61 ( 9,20 % ) 9,79 ( 11,80 % ) 65,75 (79,12 % )

An. maculatus Kokap, Kulonprogo

a. Kokap I 0,01 (0,03%) 0,06 ( 0,20 % ) 34,92 (99,80 % )


b. Kokap II 0,04 (0,50%) 0,03 ( 0,40 % ) 7,74 (99,10 % )

c. Wonosobo 0,04 (3,45 %) 0,12 (10,34 % ) 1,00 (86,21 % )

An. balabcensis Kokap, Kulonprogo

a. Kokap I 0,09 (19,10 %) 0,08 (12,50 % ) 0,47 (73,40 %)

b. Kokap II 0,05 ( 6,60% ) 0,05 ( 6,60 % ) 0,66 (86,80 %)


An. aconitus B oja, Ke ndal

a. Limbangan 0,17 ( 0,08 % ) 0,50 ( 0,30 % ) 216,00 (99,69 %)

b. Kaligading 0,17 ( 0,07 % ) 1,33 ( 0,53 % ) 247,50 (99,40 %)

Je para

a. Mlonggo 0,15 ( 1,40 % ) 0,70 ( 7,40 % ) 9,51 (91,20 %)

b. Bangsri 0,40 ( 2,50 % ) 1,23 ( 7,60 % ) 14,52 (89,90 %)

c. Mayong 1,28 ( 2,80 % ) 4,02 ( 8,70 % ) 40,71 (88,50 %)

Kaliwiro, Wonos obo 0,04 ( 5,10 % ) 0,25 (31,60% ) 0,50 (63,30 %)


Pe kalongan
a. Paninggaran 1,28 ( 1,80 % ) 0,85 (1,20 % ) 69,33 (97,00 %)
Dr. Lukman Waris b. Kandangserang 0,75 ( 0,70 % ) 1,17 (1,10 % ) 110,00 (98,20 %)
Kepadatan populasi nyamuk
Rumah perlakuan Menggigit orang dalam rumah Istirahat dalam rumah
Kepadatan Nisbah Kepadatan Nisbah
Tanpa kandang ternak 0,58 1,00 2,68 1,00
Kandang ternak di luar rumah 0,52 0,90 2,50 0,90
terpisah)
Kandang ternak menempel rumah 2,18 3,70 5,83 2,20
Kandang ternak di dalam rumah 3,52 6,10 11,30 4,20

* Sumber: Damar T.B. 1990

Gambar 4a. Jumlah An. aconitus (tiap orang/jam) yang menggigit orang di
dalam rumah ada ternak, ternak dikeluarkan dan di dalm rumah tanpa ternak

10
Ternak dikrluarkan
9
8
7
Kepadatan

6
5
4
3
2
1
0
F M A M J J A S O N D J F M A M J J
81 82

Dr. Lukman Waris Ada ternak Tanpa ternak


82

Sumber: Barodji, 1983


Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
INSEKTISIDA (PENGENDALIAN SECARA KIMIA) UNTUK VEKTOR
PENYAKIT

• ORGANOKHLORIN
• DDT, BHC, DIELDRIN

• ORGANOFOSFAT
• MALATHION, FENITROTHION, TEMEPHOS

• KARBAMAT
• BENDIOCARB

• PYRETHOID
• DELTAMETHRIN, BIFENTHRIN, PERMETHRIN, ALPHAMETHRIN

Dr. Lukman Waris


Pengendalian Vektor Tepat Insektisida
Uji Resistensi

Kriteria:
1. Peka : Kematian Nyamuk 99-100%
2. Tolerans : Kematiannyamuk > 80 – 98%
3. Resisten : Kematian Nyamuk < 80%.

Dr. Lukman Waris


Pengendalian Vektor Tepat Dosis
Uji Bioassay
Persentase kematian nyamuk pada uji bioassay residu
Insektisida X dosis 25 mg b.a/m2 pada berbagai permukaan dinding
rumah*.
An. maculatus hasil koloni
Hari Kontak langsung pada Kontak tidak langsung di Persentase kematian nyamuk pada uji bioassay residu
sesudah dinding**
aplikasi dalam rumah*** Insektisida X dosis 50 mg b.a/m2 pada berbagai permukaan dinding
Tembok Kayu Bambu Tembok Kayu Bambu rumah*
1 24 76 80 5 25 28 An. maculatus hasil koloni
7 6 20 74 9 24 40 Hari Kontak langsung pada Kontak tidak langsung di
14 6 8 38 0 5 26 sesudah permukaan dinding** dalam rumah***
28 14 16 25 - - - aplikasi
Tembok Kayu Bambu Tembok Kayu Bambu
1 86 90 100 28 40 55
7 56 54 94 33 23 64
14 40 36 95 0 2 0
28 46 40 96 - - -
56 40 36 94
84 - - 96
114 - - 96
142 - - 92
170 - - 88
200 - - 72
Dr. Lukman Waris
Persentase kematian nyamuk pada uji bioassay residu
Insektisida X dosis 100 mg b.a/m2 pada berbagai permukaan
dinding rumah*
An. maculatus hasil koloni
Hari Kontak langsung pada Kontak tidak langsung di
sesudah dinding** dalaml rumah***
aplikasi
Tembok Kayu Bambu Tembok Kayu Bambu
1 100 100 100 60 63 78 Persentase kematian nyamuk pada uji bioassay residu
7 100 100 100 28 25 27 Insektisida X dosis 150 mg b.a/m2 pada berbagai permukaan
14 68 84 100 23 13 35 dinding rumah*
28 48 84 100 - - - An. maculatus hasil koloni
Hari Kontak langsung pada Kontak tidak langsung dalam
56 46 74 98 - - -
sesudah dinding** rumah***
84 - 62 92
aplikasi
114 86 100 Tembok Kayu Bambu Tembok Kayu Bambu
142 72 98 1 100 100 100 33 23 25
170 70 96 7 100 100 100 41 44 57
200 65 85 14 100 100 100 - - -
28 98 98 100 - - -
56 96 92 100
84 92 92 100
114 96 90 100
142 82 96 100
170 72 90 100
200 70 80 100

Dr. Lukman Waris


Pengendalian secara BIOLOGI

Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara,


yakni:
• Memelihara musuh alaminya
• Mengurangi fertilitas vektor.

Mosquitofish

Dr. Lukman Waris


PENGENDALIAN REKAYASA

• Pengendalian secara rekayasa pada hakekatnya


ditujukan untuk mengurangi sarang insekta (breeding
places) dengan melakukan pengelolaan lingkungan,
yakni melakukan manipulasi dan modifikasi lingkungan

Dr. Lukman Waris


Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
KELOMPOK RESIKO TERKENA MALARIA

Dr. Lukman Waris


HABITAT NYAMUK PENULAR DBD

Dr. Lukman Waris


Thank you!

PROJECT TIMELINE
PAGE NUMBER
Write a closing statement or call-to-action here.
Dr. Lukman Waris
Universitas Faletehan
Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM)
Jl. Palamunan No.72, Pelamunan, Kec. Kramatwatu, Serang,
Banten 42616 Telp: (0254) 230 054, Fax: (0254) 230 054 .
info@uf.ac.id. Web: www.uf.ac.id

Insektisida Dalam Pengendalian Vektor

MK Vektor dan Penyakit

Kamis, 8 Desember 2022

Dr. Lukman Waris PROJECT TIMELINE


Capaian Pembelajaran MK

Mahasiswa mampu
memahami penggunn
insektisida dalam
pengendalian vektor

Dr. Lukman Waris


Vektor dan resistensi 01 Pengertian insektisida
insektisida
02 Jenis-jenis insektisida

Cara pengendalian vektor dengan


03 insektisida

Dr. Lukman Waris 04 Resistensi insektisida


01 Pengertian insektisida
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dapat diserap
oleh serangga dan masuk serta berpengaruh
dalam sistem di dalam tubuh serangga
Hasilnya maksimal dan bertahan lama
Tepat diterapkan pada saat musim hujan

Dr. Lukman Waris


Hanya kontak dengan
daun
Zat kimia yang hanya melukai serangga target
melalui kontak fisik
Tidak cocok diteapkan pada saat musim hujan
karena hasilnya tidak maksimal

Dr. Lukman Waris


Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
02 Jenis-jenis insektisida
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Senyawa ini tidak berbasis karbon. Bahan ini
terdiri dari bahan kimia, berbahaya bagi
ekosistem tanah dan hewan-hewan. Misalnya
Copper sulphate

Dr. Lukman Waris


Senyawa ini mengandung unsur basis karbon.
Berbahan alami sehingga tidak membahayakan
ekosistem tanah dan hewan-hewan. Misalnya
penggunaan bawang putih dan bawang merah

Dr. Lukman Waris


Kontak dengan racun

Termakan oleh serangga

Dr. Lukman Waris


Terhisap oleh serangga

Larut dalam air

Dr. Lukman Waris


Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
03
Dr. Lukman Waris
Cara pengendalian vektor
dengan insektisida
Kebijakan Pengendalian Vektor

PROJECT TIMELINE
01 Kimia

02 Biologi

03 Radiasi

04 Mekanik

PAGE NUMBER
Dr. Lukman Waris
1. Pengendalian Vektor Menggunakan Senyawa Kimia

Cara kimiawi dilakukan dengan menggunakan


senyawa atau bahan kimia baik yang
digunakan untuk membunuh nyamuk
(insektisida) maupun jentiknya (larvasida),
mengusir atau menghalau nyamuk (repellent)
supaya nyamuk tidak menggigit Senyawa
Kimia Nabati Senyawa Kimia Non Nabati

misalnya dengan mempergunakan larvasida,


obat nyamuk dll
Dr. Lukman Waris
a. Senyawa kimia nabati
Insektisida nabati secara umum diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan
aktifnya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang bersifat racun bagi organisme
pengganggu, mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung
berbagai senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid dan fenolik

Keunggulan yang dimiliki insektisida nabati yaitu: tidak atau hanya sedikit
meninggalkan residu pada komponen lingkungan sehingga lebih aman
daripada insektisida sintetis/kimia, cepat terurai di alam sehingga tidak
menimbulkan resistensi pada sasaran
Dr. Lukman Waris
Insektisida nabati sebenarnya telah lama dikenal misalnya penggunaan
insektisida nabati seperti nikotin yang terkandung dalam bubuk tembakau
(tobacco dust) telah digunakan sebagai insektisida. Nikotin merupakan
racun saraf yang bekerja sebagai antagonis dari reseptor nikotin asetil kolin.
Nikotin juga merupakan insektisida non sistemik dan bekerja sebagai racun
inhalasi dengan sedikit efek sebagai racun perut dan racun kontak

Beberapa Insektisida nabati yang pernah diuji cobakan antara lain : ekstrak
biji mahkota dewa (Phaleria papuana Warb) ekstrak daun zodia (Evodia
suaveolans) ekstrak cabe rawit (Capsicum frutescens L) serai (Andropogen
nardus)
Dr. Lukman Waris
b. Senyawa kimia nonnabati
Dapat berupa derivat-derivat minyak bumi seperti minyak tanah dan minyak
pelumas yang mempunyai daya insektisida. Caranya minyak dituang diatas
permukaan air sehingga terjadi suatu lapisan tipis yang dapat menghambat
pernapasan larva nyamuk

Debu higroskopis misalnya tanah diatom (diatomaceous earth) yang


diperoleh dari penambangan timbunan fosil yang terdiri atas cangkang
sejenis ganggang bersel tunggal (Bacillariophyceae). Tanah ini mampu
menyerap cairan tubuh serangga sehingga mati karena dehidrasi
Dr. Lukman Waris
c. Senyawa kimia sintetis
Umumnya bersumber dari bahan dasar minyak bumi yang diubah struktur
kimianya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu sesuai dengan keinginannya,
diantaranya adalah: Golongan organo chlorine, golongan organo phosphate,
golongan carbamate.

Golongan organo chlorine, insektisida ini cara kerjanya sebagai racun


terhadap susunan saraf pusat dengan gejala keracunan muncul dalam 4
stadium berurutan, gelisah, kejang, lumpuh dan mati.
https://lib.ui.ac.id/detail?id=74067&lokasi=lokal
Dr. Lukman Waris
04
Dr. Lukman Waris
Resistensi insektisida
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Dr. Lukman Waris
Introduction
• At least one insecticide from the four classes of insecticides

• Important to test both insecticides being used for vector control in the
area, and future potential alternatives

• Regularly monitor at least once in a year

• Insecticide selection for IRS operation

Dr. Lukman Waris


General Conditions for Test Procedures of WHO
tube test
• Adult females derived from larval collections (the preferred option) or, if larval
collections are not possible, the F1 progeny of wild-caught female mosquitoes.
• Non-blood fed females ages not exceeding 3-5 days
• At least 100 mosquitoes be tested for a diagnostic concentration
• Four replicates tests (total 100 mosquitoes) and two controls (total 50 mosquitoes)
• Temperature 25+2oC (never exceed 30oC)
• Relative humidity: 80+10
• Exposure period 1 hour, and holding period 24 hrs
• Exposure and holding tubes should be hold at vertical position.
• In the absence insectary, use cool boxes in areas where the temperature is high.
• No impregnated paper should be used for more than 6 times

Dr. Lukman Waris


Composition of test kits

• 12 plastic tubes (125 mm in length and 44 mm in diameter) with


each tube fitted at one end with 16-mesh gauze. The 12 tubes
include: four marked with a red dot for use as exposure tubes,
i.e. for exposing mosquitoes to insecticide-impregnated papers;

• two marked with a yellow dot for use as control tubes, for
exposure of mosquitoes to the oil-treated control papers (i.e.
without insecticide);

Dr. Lukman Waris


• Six marked with a green dot for use as holding tubes for pre-test sorting and
post-exposure observation.
• Six slide units, each fitted with a screw-cap on both sides and a 15 mm filling
hole.
• 40 sheets of clean paper (12 x 15 cm) for lining the holding tubes.
• 12 spring wire clips, 6 steel and 6 copper, to hold the paper in position against
the walls of the tubes; the 6 steel clips are to be used with the green-dotted
holding tubes and 6 copper clips are to be used with the 4 red-dotted
exposure and the two-yellow-dotted control tubes.
• Two glass or plastic aspirator tubes of 12 mm internal diameter, together with
60 cm of tubing and mouthpieces.
• One roll of self-adhesive plastic tape.
• Instruction sheet and 20 copies of report forms.
Dr. Lukman Waris
Test Procedures

Dr. Lukman Waris


Dr. Lukman Waris
Fig. 25. Method for determining the susceptibility of adult mosquitoes.
Dr. Lukman Waris
Recording data for susceptibility tests

• All susceptibility test results should be recorded in the standard forms


and entered into the PMI resistance data base.

• Knockdown counts: 10, 15, 20, 30, 40, 50 and 60. If, after 60 minutes,
the observed KD rate is less than 80%, another count at 80 minutes
should be made of the mosquitoes in the observation tube.

• Observed mortality

• Corrected mortality
Dr. Lukman Waris
Interpretation of results

• 98-100% mean mortality in the WHO bioassay indicates susceptibility


• 90-97% mean mortality, possible resistance. The presence of
resistance in vector population should be confirmed.
• Less than 90%, confirmation may not be necessary as long as
minimum of 100 mosquitoes tested.
• If control mortality (24 hrs) exceeds 20%, all results from that day’s test
should be discarded.
• If mortality in the control is between 5-20%, results should be corrected
with “Abbott’s formula”
• Tests should ideally be conducted at 27+2oC
Dr. Lukman Waris
Samples after tests

• Specimens should be stored in tubes with silica gel and


should be labeled indicating the status of tests,
insecticide tested, morphological identification, place of
collection and date

• Samples should be processed with PCR for species ID


and target site genes.

Dr. Lukman Waris


Thank you!

PROJECT TIMELINE
PAGE NUMBER
Write a closing statement or call-to-action here.
Dr. Lukman Waris

Anda mungkin juga menyukai