Anda di halaman 1dari 13

NAMA : AHMAD ASRORI

NIM : C92218108

KELAS : HUKUM EKONOMI SYARIAH (C)

MATA KULIAH : STUDI HADIS

1. Apa yang dimaksud dengan hadis,sunnah,khobar dan atsar? menurut istilah menurut
Muhadditsin, Ushuliyyun dan Fuqoha? Serta sebutkan struktur hadis dan contohnya?
Jawaban:

1. HADITS
- Menurut Bahasa
Kata hadis secara etimologi (bahasa) berarti al-jadid (baru, antonim kata
qadim), al-khabar yang berarti berita dan al-Qarib (dekat). Sedangkan secara
terminologi hadis adalah segala ucapan, perbuatan, ketetapan dan karakter
Muhammad Saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi.
- Menurut Istilah
 Muhadditsin
Hadits adalah segala apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada
Nabi) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in)
 Ushuliyyun
Hadits adalah segala sesuatu yangdisandarkan kepada Nabi
Saw, selain al-Qur’an al-karim, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut-paut
dengan hukum syara’
 Fuqoha
Hadis adalah segala sesuatu yangditetapkan Nabi Saw yang tidak
bersangkut-paut dengan masalah-masalah fardlu atau wajib
2. SUNNAH
- Menurut Bahasa
Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab ‫( سنة‬sunnah). Secara
bahasa, kata‫( السنة‬al-sunnah) berarti ‫( السيرة حسنة كانت أو قبيحة‬perjalanan hidup
yang baik atau yang buruk)
- Menurut Istilah:
 Muhadditsin
segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, sifat, kelakuan, maupun perjalanan hidup, baik
setelah diangkat ataupun sebelumnya.
 Ushuliyyun (Ahli Ushul Fiqh)
segala sesuatu yang berasal dari Nabi-selain al Qur’an- baik berupa
perkataan, perbuatan ataupun taqrir yang bisa dijadikan dalil bagi
hukum syar’i
 Fuqoha
sesuatu yang diterima dari Nabi Muhammad saw, yang
bukan fardlu ataupun wajib.

3. KHABAR
- Menurut Bahasa
Khabar adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
- Menurut Istilah
 Muhadditsin
warta dari Nabi, Shahabat, dan Tabi’in. oleh karena itu, hadits
marfu’, maukuf, dan maktu’ bisa dikatakan sebagai khabar. Dan
menurutnya khabar murodif dengan hadits
 Ushuliyyun
Pendapat ini, antara lain, dikemukakan oleh ahli fiqh Khurasan.
Pendapatnya, al-khabar adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Rasul
Saw.
4. ATSAR
- Menurut Bahasa :
Kata al-Atsar (‫ )األثر‬adalah salah satu kata bahasa Arab. Jamaknya
adalah ‫( آثار‬atsar). Secara bahasa kata ‫ األثر‬berarti: ‫( بقية الشيء‬bekas sesuatu)
- Menurut Istilah:
 Muhadditsin
suatu yang sandarkan kepada Nabi (ma’ruf) para sahabat
(mawquf), dan para ulama salaf.
 Ushuliyyun
Menurut ahli fiqh Khurasan, antara lain Abu al-Qasim al-Fawraniy,
sebagaimana dikutip oleh al-Khasyu'iy al-Khasyu'iy Muhammad al-
Khasyu'iy, al-atsar adalah sesuatu yang diriwayatkan dari
shabatibiy.Jadi menurut ahli fiqh Khurasan, al-atsar adalah sesuatu
yang diriwayatkan dari selain Nabi Saw.
 Fuqoha
atsar adalah perkataan-perkataan Ulama Salaf, Sahabat, Tabi’in
dan lain-lain.

 Struktur hadis
1) Sanad
Sanad menurut bahasa artinya sandaran atau sesuatu yang
dijadikan sebagai sandaran, dikatakan demikian karena suatu hadis
bersandar kepadanya . Sedangkan pengertian sanad menurut istilah
ilmu hadis, banyak ulama yang mengemukakannya, diantaranya ialah:
As Suyuti dalam bukunya Tadrib ar Rawi, hal 41 , menulis: “Berita
tentang jalan matan” sedangkan Mahmud at Tahhan, mengemukakan
sanad adalah : “Mata rantai para perawi hadis yang menghubungkan
sampai kepada matan hadis.”
Contoh:
2) Matan
Kata matan menurut bahasa berarti yang berarti tanah yang tinggi
dan keras,namun ada pula yang mengartikan kata matan dengan arti
kekerasan, kekuatan, kesangatan. sedangkan arti matan menurut istilah
ada banyak pendapat yang dikemukakan para ahli dibidangnya,
diantaranya: Menurut Muhammad At Tahhan“suatu kalimat tempat
berakhirnya sanad” sedangkan Menurut Ath Thibbi“lafadz hadis yang
dengan lafadz itu terbentuk makna
Contoh:
3) Mukharrij (Rawi)
Kata Mukharrij merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk pelaku) dari
kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan;
menampakkan, mengeluarkan dan menarik. sedangkan menurut istilah
mukharrij ialah orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau
menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan
diterimanya dari seseorang (gurunya).
Di dalam suatu hadis biasanya disebutkan pada bagian terakhir
nama dari orang yang telah mengeluarkan hadis tersebut, semisal
mukharrij terakhir yang termaksud dalam Shahih Bukhari atau dalam
Sahih Muslim, ialah imam Bukhari atau imam Muslim dan begitu
seterusnya.
Contoh:

2. Tulis dan sebutkan ayat ayat dan hadis yang mendasari, bahwa al hadis itu sebagai
sumber hukum islam yang kedua dan jelaskan fungsi hadis terhadap Al-Qur’an disertai
dengan dalil dari hadis dan Al-Qur’an?
Jawaban:

Sebagaimana Al-Qur’an, hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya


menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini merupakan ketentuan Allah swt.
Sebagaimana firman-Nya :
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)”

Artinya : Barang siapa mentaati Rosul (Muhammad), maka ia telah mentaati


Alloh SWT, dan barang siapa berpaling darinya maka ( ketahuilah ) Kami tidak mengutus
( Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka ( Q.S An Nisa ayat 80).

Itulah pentingnya dan kedudukan Hadis sebagai sumber hukum yang harus di
ikuti setelah Al Qur'an. Oleh karena hadist ini sumber hukum kedua setelah Al qur'an,
maka ada beberapa fungsi yang dimiliki oleh hadist terhadap hukum utama yaitu Al
Qur'an.
Fungsi utama Hadits/Sunnah adalah penjelasan terhadap ayat-ayat alquran yang
memerlukannya. Setelah mengutip dari beberapa rujukan buku Ulumul Hadits penyusun
merangkumkan beberapa bentuk penjelasan tersebut yaitu: bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir,
bayan al-takhshis, bayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’ dan bayan nasakh yang masih
diperselisihkan oleh para ulama. Berikut ini akan dijabarkan masing-masing bayan
tersebut.
Fungsi hadist terhadap Al-Quran dibagi menjadi empat, yaitu :
I. Bayan al-Taqrir
Bayan al-Taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-
isbat. Yang dimaksud dengan bayan ini ialah menetapkan dan
memperukuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Quran. Fungsi hadis
dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Quran. Seperti ayat
al-Quran surat al-Maidah ayat 6

ِْ
‫ن‬ ‫َي‬
‫ْب‬‫َع‬ ْ ‫ِ َلى‬
‫الك‬ ‫ْ إ‬ُِ
‫م‬ َُ
‫لك‬ ‫َر‬
‫ْج‬ ‫َأ‬
‫ْ و‬ُِ
‫م‬ ُُ
‫ءوسك‬ ‫ُوا بر‬‫مسَح‬ْ‫َا‬ ‫َافق‬
‫ِ و‬ ‫َر‬ ْ
‫الم‬
‫ْ إَلى‬
ُِ
‫م‬ ‫يك‬ َْ
َ‫يد‬ ‫َأ‬
‫ْ و‬ُِ
‫م‬ َ‫ُو‬
‫هك‬ ‫ُج‬‫لوا و‬ُ‫ْس‬‫َاغ‬
‫ِ ف‬
‫َلة‬ ‫ْ إَلى الص‬
ََّ ُِ
‫م‬ ‫ُم‬
‫ْت‬ ‫ق‬
‫َا‬
‫ُوا إذ‬ َ‫َ آ‬
‫من‬ ِ‫الذي‬
‫ن‬ َّ ‫ها‬ َُّ
َ‫ي‬ ‫يا أ‬ َ
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata
kaki…”
Ayat di atas di-taqrir oleh hadis yang dikeluarkan al-Bukhari dari
Abu Hurayrah :
َ ‫ضأ‬ َ َ‫ص ََلة َ أ َ َح ِد ُك ْم إِذَا أَحْ د‬
َّ ‫ث َحتَّى يَت ََو‬ َّ ‫َل يَ ْقبَ ُل‬
َ ُ‫ّللا‬
Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats sehingga dia
berwudhu." (Mutaafaq ‘alaih)
II. Bayan al-Tafsir
Bayan al-Tafsir adalah penjelasan hadis terhadap ayat-ayat yang
memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut. Fungsi hadis dalam hal
ini adalah menjelaskan dan menafsirkan ayat ayat yang terdapat dalam Al-
Quran yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih
mutlaq, dan memberikan takhsis ayat yang masih umum.
i. Mujmal
Mujmal artinya ayat yang ringkas atau singkat.
Ungkapannya masih bersifat global yang memerlukan
mubayyin. Sebagai contoh adalah ayat tentang perintah
sholat, dalam ayat tersebut tidak di perinci bagaimana cara
mengerjakannya. Maka Rasulullah menafsirkan dan
menjelaskan secara terperinci. Contohnya dapat dilihat dari
hadis yang berbunyi :
َ ُ ‫صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ‬
‫ص ِلي‬ َ
“Sholatlah seperti kamu melihat aku shalat” (HR.
Al-Bukhari).
Hadis di atas menjelaskan bagaimana seharusnya
shalat dilakukan, sebagai perincian dari perintah Allah swt.
Dalam surat al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi:
َّ ‫الزكَاة َ َوا ْر َكعُوا َم َع‬
َ‫الرا ِكعِين‬ َّ ‫ص ََلة َ َوآتُوا‬ َّ ‫َوأَقِي ُموا ال‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikamlah zakat dan
ruku’lah bersama-sama orang yang sedang ruku’…”
ii. Taqyid
Taqyid, yaitu memberikan persyaratan terhadap
ayat ayat yang mutlak. Men-taqyid yang mutlaq artinya
membatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan sifat, keadaan,
atau syarat-syarat tertentu. Penjelasan Rasulullah yang
berupa men-taqyid ayat-ayat al-Quran yang bersifat mutlaq
antara lain dapat dilihat pada sabdanya:
‫صا ِعدًا‬َ َ‫ق ِإلَّ فِى ُربْعِ دِينَار ف‬ ِ ‫ط ُع يَد ُ الس‬
ِ ‫َّار‬ َ ‫لَ ت ُ ْق‬
“Tidak ada pemotongan tangan pencuri kecuali
pada (pencurian) seperempat dinar atau lebih ”. (H.R.
Muslim).
Hadis ini men-taqyid ayat al-Quran surat al-Maidah
ayat 38 yang berbunyi:
ِ‫ّللا‬ َ ‫طعُوا أَ ْي ِد َي ُه َما َجزَ ا ًء بِ َما َك‬
َّ َ‫سبَا نَك ًَال ِمن‬ َ ‫َّارقَةُ فَا ْق‬
ِ ‫َّار ُق َوالس‬
ِ ‫َوالس‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan
bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah”.
III. Bayan al-Tasyri
Bayan al-Tasyri adalah penjelasan hadis yang berupa mewujudkan,
mengadakan atau menetapkan suatu hukum atau aturan-aturan syara yang
tidak didapati nashnya dalam Al-Quran. Rasulullah dalam hal ini,
berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap beberapa
persoalan yang muncul pada saat itu, dengan sabdanya sendiri. Ada pula
pengertian lain yaitu penjelasan hadis yang berupa penetapan suatu hukum
atau aturan syar’I yang tidak di dapati nashnya dalam al-Quran. Banyak
hadis Nabi yang termasuk ke dalam kelompok ini. Di antaranya adalah
hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wania bersaudara
(antara istri dengan bibinya). Rasulullah bersabda :
‫َل يُجْ َم ُع بَيْنَ ْال َم ْرأَةِ َو َع َّمتِ َها َو َل بَيْنَ ْال َم ْرأ َةِ َوخَالَتِ َها‬
“Seorang perempuan tidak boleh dipoligami bersama bibinya dari
pihak ibu atau ayahnya”. (HR. Muslim).
Al-Quran tidak menjelaskan tentang keharaman mengawini
seorang wanita bersamaan dengan bibinya baik dari pihak ayah maupun
ibunya. Memang, dalam al-Quran dijelaskan beberapa kerabat (keluarga)
dilarang dikawini seperti ibu kandung, saudara, anak, dan sebagainya,
tetapi tidak ada larangan mempoligami seorang perempuan bersama
dengan bibinya. Dalam hal ini hadis menetapkan hukum tersendiri
sebagaimana dijelaskan diatas.

IV. Bayan al-Nasakh


Bayan al-Nasakh adalah penjelasan hadis yang mengahapus
ketentuan hukum yang terdapat dalam al-Quran. Hadis yang datang
setelah al-Quran menghapus ketentuan-ketentuan al-Quran. Menurut
ulama mutaqadimun, bayan al-Nasakh Ialah adanya dalil syara’ yang
datangnya kemudian. Dari pengertian ini, ketentuan yang dating kemudian
dapat menghapus ketentuan yang datang terdahulu. Sabda Rasulullah saw
yang dinarasikan Abu Umamah al-Bahili berikut:
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”. (HR. Ahmad dan iman hadis
yang empat kecuali al-Nasa’i). Hadis di atas dinilai Hasan oleh Ahmad
dan al-Turmudzi. Hadis ini menurut mereka me-nasakh isi al-Quran surat
al-Baqarah ayat 180 :

َ‫وف َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِين‬


ِ ‫صيَّةُ ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َو ْاْل َ ْق َربِينَ بِ ْال َم ْع ُر‬
ِ ‫ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ إِ ْن ت ََركَ َخي ًْرا ْال َو‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم إِذَا َح‬ َ ِ‫ُكت‬
َ ‫ب‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf.
Yang demikian adalah hak terhadap orang-orang yang bertakwa”.
Kewajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat
berdasarkan surat al-Baqarah: 180 diatas, di-nasakh hukumnya oleh hadis
yang menjelaskan bahwa kepada ahli waris tidak boleh dilakukan wasiat.
Menurut ‘Abdul Wahhab Khallaf, secara garis besar ada tiga
fungsi utama hadis Nabi saw terhadap al-Quran yaitu :
a) Menetapkan dan menguatkan hukum yang ada dalam al-Quran.
b) Merinci dan menjelaskan hukum-hukum dalam al-Quran yang
masih global, membatasi yang mutlaq dan men-takhsis keumuman
ayat al-Quran.
c) Membuat atau menetapkan hukum yang tida ditetapkan dalam al-
Quran.

3. Bagaimana perkembangan hadis pada masa abad ke 2,3,4,5?


Jawaban
A. Pada masa abad ke 2
Abad ke 2 yakni masa ke 5 dinasti Abbasiyyah, Umar Ibnu Abdul Aziz yang
memerintahkan kepada semua gubernur dan ulama’ di wilayah kekuasaanya utuk
mengumpulkan hadist - hadist Nabi. Khalifah ini terkenal dengan sebutan Umar II, yang
mengisaratkan bahwa ia adalah pelanjut kekhalifahan Umar Ibn Khattab yang bijak sana
dalam memimpin tampuk kekuasaan. Berdasarkan instruksi resmi khalifah itu, Ibn Hazm
meminta bantuan dan menginstruksikan kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin
Ubaidillah Bin Syihab Az Zuhry ( Ibnu Syihab Az Zuhry ) seorang ulama besar dan
mufti Hijaj dan Syam untuk turut membukukan hadist Rasulullah SAW.
Dengan demikian, penulisan hadist yang sudah ada dan marak tetapi belum
selesai di tulis pada masa Nabi, baru di upayakan kodifikasinya secara serentak, resmi
dan masal pada abab ke II H, yakni pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, meskipun
inisiatif tersebut awalnya berasal dari ayahnya, Gubernur Mesir yang pernah
mengisaratkan hal yang sama sebelumnya.

B. Pada masa abad ke 3 ( Penyaringan hadis)


Periode ini dikenal dengan periode penyaringan Hadits atau seleksi hadits yang
ketika itu pemerintahan dipegang oleh Khalifah dari Bani Umayyah. Pada masa ini para
ulama bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan Hadist, melalui kaidah-kaidah
yang ditetapkan, mereka berhasil memisahkan hadits-hadits yang dhaif dari yang shahih,
dan hadits- yang mauquf dan maqthu' dari yang marfu', meskipun berdasarkan penelitian
masih ditemukan beberapa hadits dhaif yang terselip di kitab hadits shahih mereka. Maka
pada pertengahan abad ketiga ini, mulai muncul kitab-kitab hadit yang hanya memuat
hadits-hadits shahih, dan pada perkembangannya dikenal dengan "al-Kutubu al-Sittah"
C. Pada masa abad ke 4 (Penghafalan hadis)
Abad ke empat ini merupakan abad pemisahan antara ulama Mutaqaddimin, yang
dalam menyusun kitab hadits mereka berusaha sendiri menemui para sahabat atau tabi’in
atau tabi’in yang menghafal hadits dan kemudian menelitinya sendiri, dengan ulama
mutaakhirin yang dalam usahanya menyusun kitab-kitab hadits, mereka hanya meneliti
dari kitab-kitab yang disusun oleh ulama mutaqaddimin.
Mereka berlomba-lomba untuk menghafal sebanyak-banyaknya hadits-hadits
yang telah dikodifikasikan, sehingga tidak mustahil sebagian dari mereka sanggup
menghafal beratus-ratus ribu hadits. Sejak periode inilah timbul bermacam-macam gelar
keahlian dalam ilmu hadits, seperti gelar al-Hakim dan al-Hafidz. Adapun Kitab – kitab
yang masyhur hasil ulama abad ke-empat,.

D. Pada masa abad ke 5


Usaha ulama ahli hadits pada abad V dan seterusnya adalah ditujukan untuk
mengklasifikasikan al-Hadits dengan menghimpun hadits-hadits yang sejenis
kandungannya atau sejenis sifat-sifat isinya dalam satu kitab hadits. Disamping itu
mereka telah men-syarahkan (menguraikan dengan luas) dan mengikhtishar
(meringkaskan) kitab-kitab hadits yang telah disusun oleh ulama yang mendahuluinya.
seperti yang dilakukan oleh Abu 'Abdillah al-Humaidi (448 H.)

4. Sebutkan dan jelaskan pembagian ilmu hadist, serta sebut dan jelaskan cabang-cabang
ilmu hadist?
Jawaban
Secara garis besar ilmu hadist dibagi menjadi dua yaitu:
1) Ilmu hadist riwayah : Ilmu yang membahas tentang apa-apa yang dinukil dari
Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan maupun ahwal atau keadaan Nabi
SAW.
2) Ilmu hadist dirayah : Ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui
keadaan matan dan sanad hadist, bagaimana cara-cara penukilan hadist yang
dilakukan oleh para ahli hadist, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain
tentang sifat rawi dan sebagainya.
Cabang-cabang ilmu hadist
1) Ilmu Rijal al-Hadis
Ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in,
mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu
Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa
kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu
mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka
memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadis.
2) Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada
para perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan
memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata.
3) Ilmu Fannil Mubhamat
Ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam
matan atau di dalam sanad.
4) Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan, namun ada
kemungkinan dapat diterima dengan syarat.
5) Ilmu `Ilalil Hadits
Ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat
merusak keabsahan suatu Hadis.
6) Ilmu Gharibul-Hadits
Ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar
di ketahui dan di pahami orang banyak karena telah berbaur dengan bahasa lisan
atau bahasa Arab pasar.
7) Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin
di ambil jalan tengah.
8) Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan
sabdanya/menyampaikannya.
9) Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di
pakai oleh ahli-ahli Hadis

5. Sebutkan pembagian hadis dari segi kuantitas sanad dan dari kualitas matan?
Jawaban
A. Pembagian Hadist dari segi Kuantitas
Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadist yang ditinjau dari segi
kuantitas atau jumlah rawi yang menjadi sumber berita. Di antara mereka ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadist mutawatir, masyhur, dan ahad,
dan ada juga yamg membaginya menjadi dua, yakni hadist mutawatir dan ahad.
Ulama golongan pertama, yang menjadikan hadist masyhur berdiri sendiri dan tidak
termasuk bagian dari hadist ahad dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya
adalah Abu Bakar Al-Jashshah (305-370 H). Adapun ulama kalam. Menurut mereka,
hadist masyhur bukan merupakan hadist yang berdiri sendiri, tetapi merupakan
bagian dari hadist ahad. Itulah sebabnya mereka membagi hadist menjadi dua bagian,
yaitu mutawatir dan ahad.
A. Hadist Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa bararti mutatabi, yakni sesuatu yang datang
berikut dengan kita atau yang beriring-iringan antara satu dengan lainnya
tanpa ada jaraknya. Adapun pengetian hadist mutawatir menurut istilah,
“Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.”.

B. Hadist Ahad
Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka
khabar ahad, atau khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang.
Adapun yang dimaksud dengn hadist ahad menurut istilah yaitu “Khabar
yang jumlah perawinya tidak sebanyak junlah perawi hadist mutawatir,
baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang
memeberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai
jumlah perawi hadist mutawatir”.

Para ulama membagi hadis ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan
gairu masyhur, sedangkan ghairu masyhur terbagi lagi menjadi dua, yaitu
aziz dan gharib.
1) Hadist Masyhur
Menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ (sesuatu yang
sudah tersebar dan populer). Menurut istilah hadist masyhur
adalah “Hadist yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi
bilangannya tidak mencapai ukuran bilang mytawatir,
kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan demikian pula
setelah mereka”
2) Hadist Ghairu Masyhur
Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis gairu masyhur
menjadi aziz dan gharib.
a. Hadis Aziz
Kata aziz berasal dari azza-ya’izzu berarti la yakadu
yajadu atau qalla wanandar (sedikit atau jarang adanya)
atau berasal dari azza-ya’azzu berarti qawiya (kuat).
Adapun kata aziz menurut istilah yaitu, hadis yang
perawinya kurang dari dua orang dalam semua thabaqat
sanad
b. Hadis Gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid
(menyendiri) atau al-ba’id an aqaribihi (jauh dari
kerabatnya). Ada juga yang menyatakan bahwa hadis
gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi
yang menyendiri dalam periwayatannya, tanpa ada orang
lain yang meriwayatkan.

B. Pembagian hadis dari segi kualitas


Dilihat dari kualitasnya, hadist terbagi menjadi tiga, yaitu Shahih, Hasan dan Dhaif.
a. Hadist Shahih
Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari
sakit.Sedangkan dari segi istilahnya, hadistt shahih adalah hadistt yang
sanadnyabersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari sejak
awalhingga akhir sanad, tanpa adanya syadz dan illat. “Adapun hadist shahih
ialah hadist yang sanadnya bersambung (sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh
(perawi) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan
berillat”.
b. Hadist Hasan
“Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh
rawiyang adil, yang rendah tingkat kekeuatan daya hafalnya, tidak rancu dan
tidak bercacat”. Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
hadist hasan hampir sama dengan hadist shahih, hanya saja terdapat perbedaan
dalam soal ingatan perawi. Pada hadist shahih, ingatan atau daya hafalannya
harus sempurna, sedangkan pada hadist hasan, ingatan atau daya hafalannya
kurang sempurna. Dengan kata lain bahwa syarat-syarat hadist hasan dapat
dirinci sebagai berikut :
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya adil
3. Perawinya dhabit, tetapi ke dhabit-tanyaa di bawah ke dhabitan perawi
hadist hasan
4. tidak terdapat kejanggalan (syadz)
5. tidak ada illat (illat) [8]

c. Hadist Dhaif
Dhaif Kata dhaif menurut bahasa bararti lemah, sebagai lawan dari kata
kuat. Maka sebutan hadist dhaif dari segi bahasa berarti hadist yang lemah
atau hadist yang tidak kuat. Secara istilah, diantara para ulama terdapat
perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadist dhaif ini. Akan tetapi, pada
dasarnya, ini isi dan maksudnya adalah sama. “hadist yang didalamya tidak
terdapat syarat-syarat hadist shahih dan syarat-syarat hadist hasan”.

Anda mungkin juga menyukai