Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Hadits Dan Kegunaannya Dalam Studi Islam

Oleh: Alfian Rahman

1. Definisi Hadits,Sunnah,Atsar,dan Khabar


Hadits (‫ )الحديث‬secara bahasa berarti Al-Jadiid (‫ )الجديد‬yang artinya adalah sesuatu yang baru; yakni
kebalikan dari Al-Qadiim (‫ )القديم‬yang artinya sesuatu lama. Sedangkan hadits menurut istilah para
ahli hadits adalah :

ٍ ْ‫ َأوْ َوص‬،‫ َأوْ تَ ْق ِري ٍْر‬،‫ َأوْ فِع ٍْل‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْن قَوْ ٍل‬
‫ف‬ ِ ‫َما ُأ‬
َ ‫ضيْفُ ِإلَى النَّبِ ِّي‬

Adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik ucapan,
perbuatan, persetujuan, maupun sifat.

Dari definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik itu ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik,
maupun kepribadiannya. 

Hingga gerak dan diamnya ketika terbangun maupun tertidur juga disebut sebagai hadits. Maka
dari itu pengertian ini juga mencakup setiap keadaan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wasallam menurut para ahli hadits.

Sunnah (‫ )السنة‬secara bahasa berarti As-Siirah Al-Muttaba’ah (‫ )السيرة المتبعة‬yang berarti jalan yang
diikuti. Setiap jalan dan perjalanan yang diikuti dinamakan sunnah, baik itu jalan yang baik
maupun jalan yang buruk.

Adapun sunnah menurut istilah para ahli hadits adalah : Segala sesuatu yang dinukil dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam baik itu ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik,
kepribadian, maupun perjalanan hidup, baik itu sebelum diutus maupun sesudah diutus.

Khabar (‫ )الخبر‬secara bahasa berarti An-Naba’ (‫ )النبأ‬yang berarti kabar atau berita. Adapun secara
istilah khabar ini semakna dengan hadits sehingga memiliki definisi yang sama dengan hadits. 

Namun, menurut pendapat yang lain menyatakan bahwa khabar ini lebih umum dari pada hadits.
Sehingga definisi khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan juga kepada selain beliau. Syaikh Utsaimin mengatakan :

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم وَِإلَى َغي ِْر ِه‬ ِ ‫ْال َخبَ ُر َما ُأ‬
َ ‫ضيْفُ ِإلَى النَّبِ ِّي‬

Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan
juga disandarkan kepada selainnya.

Atsar (‫ )األثر‬secara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ (‫ )بقية الشيء‬yang berarti sisa dari sesuatu,
atau jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :

‫َّحابِي َأوْ التَّابِ ِعي‬ ِ ‫َما ُأ‬


َ ‫ضيْفُ ِإلَى الص‬

Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabi’in.


Adakalanya atsar juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Namun biasanya penyebutannya disandarkan dengan redaksi
“dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam” sehingga penyebutannya seperti ini :

َ ‫َوفِي اَأْلثَ ِر ع َِن النَّبِ ِّي‬


‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬

Dalam sebuah atsar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam . . .

2. Struktur Pembentuk Hadits (Sanad Dan Matan)


Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari
orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) sampai mencapai Rasulullah.
Sanad, memberikan cerminan keaslian suatu riwayat. Bila diambil dari contoh sebelumnya maka
sanad hadits bersangkutan yaitu:

Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW

Sebuah hadits bisa mempunyai beberapa sanad dengan banyak penutur/perawi bervariasi dalam
lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah. Signifikansi banyak sanad dan
penutur dalam tiap thabaqah sanad hendak menentukan derajat hadits tersebut, hal ini diterangkan
semakin jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
1. Keutuhan sanadnya
2. Banyaknya
3. Perawi haditsnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di
dalam mengutip bermacam buku dan ilmu ilmu lainnya. Hendak tetapi mayoritas penerapan sanad
dipergunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia cinta sebagai saudaranya apa
yang dia cinta sebagai dirinya sendiri"

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam memahami hadits ialah:
1. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
2. Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang semakin kuat sanadnya
(apakah mempunyai yang melemahkan atau menguatkan) dan kemudian dengan ayat dalam Al
Quran (apakah mempunyai yang bertolak belakang).

3. Urgensi Hadits Dalam Studi Islam


Kita ketahui bahwa hadits merupakan sumber pengambilan hukum yang kedua setelah al-Quran
bagi umat islam serta memperjelas isi kandungan al-Quran. 

Keberadaan hadits yang telah mewarnai masyarakat dalam berbagai kehidupan juga telah menjadi
bahasan yang menarik dikalangan para penuntut ilmu, peneliti, dan para ahli hadits. 
Mereka telah berhasil mendokumentasikan hadits pada masyarakat luas, sehingga munculnya
berbagai kajian-kajian mengenai ilmu hadits dan melahirkan suatu disiplin ilmu baru, yakni
Ulumul hadits. 

Ulumul hadits sendiri terdiri dari kata 'ulum dan kata hadits. Kata 'ulum sendiri bentuk jamak dari
kata 'ilmi yang berarti ilmu-ilmu, sedangkan hadits memiliki makna segala sesuatu yang
disandarkan pada Nabi Muhammad SAW. baik berupa perkataan (qauli), perbuatan (taqriri),
maupun persetujuan dari Nabi.

Dengan demikian ulumul hadits adalah suatu disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari dan
membahas mengenai kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan seorang perawi (sanad) dan
lafaz (matan) suatu hadits. Ilmu hadits atau ulumul hadits dibagi menjadi dua, yaitu hadits dirayah
dan hadits riwayah.

Ilmu hadits riwayah berfokus pada pembahasan mengenai periwayatan suatu hadits. Dengan kata
lain, semua proses penukilan atau kutipan yang bersumber dari dari Nabi SAW. merupakan ilmu
hadits riwayah. Namun, ada pula ulama yang memperluas cakupan dari ilmu hadits ini kepada
sesuatu yang disandarkan pada selain Nabi Saw. (sahabat dan tabi'in)  (Umara, 2021). 

Adapun tujuan utama ilmu hadits riwayah adalah untuk memahami segala ajaran Nabi SAW.
melalui hadits-hadits dan juga merupakan salah satu bentuk untuk menjaga kemurnian sunnah
yang ditinggalkan oleh Nabi Saw,bagi ummatnya.

Sedangkan di sisi lain, ilmu hadits dirayah merupakan suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk
mempelajari para periwayat dan apa yang diriwayatkannya mengenai bisa tidaknya  suatu hadits
dapat diterima sebagai hadits dari Nabi SAW. 

Ilmu hadits ini mempelajari kaidah-kaidah agar suatu hadits dapat diketahui keadaan sanad dan
matannya sesuai atau saling bertentangan untuk dianggap sebagai sebuah hadits. 

Dari mempelajari ilmu hadits ini, kita dapat mengetahui perkembangan hadits dan ilmu hadits dari
masa ke masa. Selain itu, kita juga dapat mengetahui rekam jejak ulama terdahulu dalam
mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits-hadits dari Nabi Saw.
Syarat-Syarat Seorang Perawi Dan Proses Transmisi
Oleh: Alfian Rahman

1. Syarat Dalam Penerimaan Hadits (Tahammul)

Karena Tidak semua orang bisa menyampaikan hadits kepada orang lain, Dalam hal ini mayoritas
ulama hadits, ushul, dan fiqh memiliki kesamaan pandangan dalam memberikan syarat dan kriteria
bagi pewarta hadist, yang antara lain:

1) Ketahanan ingatan informator ( Dlabitur Rawi)

2) Integritas keagamaan ( ‘Adalah ) yang kemudian melahirkan tingkat kredibilitas ( Tsiqatur


Rawi).

3) Mengetahui maksud-maksud kata yang ada dalam hadits dan mengetahui arti hadits apabila ia
meriwayatkan dari segi artinya saja ( bil ma’na ).

4) Sifat adil ketika dibicarkan dalam hubungannya dengan periwayatan hadits maka yang
dimaksud adalah, suatu karakter yang terdapat dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya
pada melakukan hal-hal yang positif, atau orang yang selalu konsisten dalam kebaikan dan
mempunyai komitmen tinggi terhadap agamanya.

2. Syarat Dalam Penyampaian Hadits (‘Ada)

Mayoritas ulama hadis, ulama ushul, dan ulama fikih sepakat bahwa syarat-syarat penyampaian
hadis (Adā’ al-hadīs) sebagai berikut:

1. Muslim (beragama Islam).


Orang kafir tidak diterima dalam menyampaikan hadis sekalipun diterima dalam tahammul. Dalam
menerima hadis bagi orang kafir syah saja karena hanya menerima tidak ada kekhawatiran
kecurangan dan pendustaan, berbeda dengan penyampaian.

2. Baligh (dewasa).
Pengertian dewasa maksudnya dewasa dalam berpikir bukan dalam usia umumnya. Dewasa di sini
diperkiraan berusia belasan tahun yang disebut remaja dalam perkembangan anak. Usia remaja
adalah usia kritis dalam berpikir dan lebih konsisten dalam memelihara hadis. Berbeda usia anak
kecil yang ditakutkan bohong. Anak kecil terkadang suka bohong, karena tidak ada hukuman bagi
anak kecil yang menyimpang. Kecuali jika milieu sosial dan keluarganya terbina baik dengan
pembiasaan kejujuran. Setelah anak dewasa baharu ada penerapan hukum perintah dan larangan.

3. Aqil (berakal).
Syarat berakal sangat penting dalam penyampaian hadis, karena hanya orang berakallah yang
mampu membawa amanah hadis dengan baik. Periwayatan seorang yang tak berakal, kurang akal,
dan orang gila tidak dapat diterima.

4. `Adalah (adil).
Adil adalah suatu sifat pribadi taqwa, menghindari perbuatan dosa (fasik) dan menjaga kehormatan
dirinya (muru’ah). Sebagai indikatornya seorang yang adil dapat dilihat dari kejujurannya,
menjauhi dosa-dosa besar dan kecil, seperti mencuri minum dan lain-lain. Tidak melakukan
perbuatan mubah yang merendahkan kehormatan dirinya, seperti makan di jalanan, kencing berdiri
dan bercanda yang berlebihan.

5. Dabit (kuat daya ingat).


Arti dhabith adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan mengingat apa yang ia dengar.
Seorang perawi mampu mengingat atau hapal apa yang ia dengar dari seorang guru pada saat
menyampaikan hadis (dabit al-sadr). Atau jika dabit dalam tulisan (dabit al-kitabah), tulisannya
terpelihara dari kesalahan dan kekurangannya.

3. Shighat Dalam Proses Tahammul Wal ‘Ada Dan Kualitas Persambungannya


1. Rawi mendengar langsung dari gurunya, dengan demikian murid bertemu dengan gurunya, dan diketahui
betul tentang pertemuannya itu.

Lafazh-lafazh periwayatannya:

‫ سمعت‬: ‫سمعنا‬

‫ حدثني‬: ‫حدثنا‬

‫ اخبرنا‬: ‫اخبرني‬

‫ أنبأ نا‬, ‫أنبأني‬

‫قال لي (لنا) فالن‬

‫ذ كرلي (لنا) فالن‬

‫ قال حدثني‬: ‫قال حدثنا‬

2. Rawi yang belum pasti tentang pertemuan-pertemuannya dengan guru, mungkin mendengar sendiri
dengan langsung, atau tidak mendengar sendiri.

Lafazh-lafazh periwayatannya:

‫ ; روي‬diriwayatkan oleh,

‫ ; حكي‬dihikayatkan oleh,

‫ ; عن‬dari,

‫ ; أن‬bahwasannya,
DAFTAR PUSTAKA

Academia.edu.”Jurnal Ulumul Hadits”,diakses pada 10 November 2022,pukul 15:00


https://academia.edu.com

rachmatfatahillah.blogspot.com.”Shigat Tahammul Hadits”,diakses pada 10 November 2022,


pukul 15:10
https://rachmatfatahillah.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai