Dipylidium caninum atau juga disebut cacing pita mentimun atau cacing pita pori
ganda yang secara taksonomi merupakan famili Dilepidiidae, ordo
Cyclophyllidea, subkelas Eucestoda. Dipylidium caninum ditularkan melalui host
intermediet yang terinfeksi larva. Parasit ini menignfeksi anjing dan kucing yang disebut
sebagai taeniasis anjing atau taeniasis kucing, dan sangat jarang menginfeksi manusia.
(Cabello, R.R. et al., 2011)
Epidemiologi
Kasus infeksi pada manusia telah dilaporkan di Eropa, Filipina, Cina, Jepang,
Amerika Latin dan Amerika Serikat sebagian besar menginfeksi anak-anak, sepertiganya
merupakan bayi di bawah 6 bulan. (Cabello, R.R. et al., 2011). Linnaeus pertama kali
menemukan penyakit ini pada manusia pada tahun 1758. Dilaporkan sekitar 120 kasus di
seluruh dunia. Anjing dan kucing berperan sebagai host intermediet yang menularkan ke
manusia. Infeksi bersifat sistemik dan tidak spesifik dalam banyak kasus. (Narasimham, M.
V et al., 2013)
Morfologi
http://www.cdc.gov/dpdx/dipylidium/
Segmen cacing yang mengandung telur yang mengandung telur gravid keluar dari
tubuh bersama feses anjing secara spontan. Segmen tersebut secara aktif bergerak di daerah
anus atau jatuh ke tanah dan membebaskan telur cacing. Kapsul cacing yang berisi embrio
akan termakan oleh larva pinjal. Kapsul tersebut pecah sehingga onkosfer menetas dan
membebaskan embrio di dinding usus larva pinjal yang selanjutnya berkembang mesnjadi
sistiserkoid di dalam jaringan tubuh larva. Saat pinjal menyelesaikan metamorfosisnya dan
menjadi dewasa, sistiserkoid mejadi infektif. Anjing yang tanpa sengaja memakan pinjal
maka akan terinfeksi oleh cacing Dipylidium sp. Di dalam usus akan mengalami evaginasi,
skoleks akan melekat diantara villi usus halus dan lama-lama akan berkembang sebagai
cacing dewasa. (CDC, 2013)
Manifestasi Klinis
Perubahan nafsu makan, diare atau bisa timbul gejala non-spesifik seperti gelisah,
agitasi, nyeri epigastrium, sembelit. Pada anak-anak yang lebih tua, gatal pada anus dan
nyeri. Gejala ini tidak sering dijumpai, sehingga hampir sepanjang waktu infeksi bersifat
asimtomatik. Proglotid cacing dapat ditemukan dalam tinja dan popok pada anak. (Cabello,
R.R. et al., 2011)
Terapi
Source :
Narasimham, M. V et al., 2013. Dipylidium caninum infection in a child: a rare case report.
Indian journal of medical microbiology, 31(1), pp.82–4. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23508438 [Accessed October 21, 2015].
Cabello, R.R. et al., 2011. Dipylidium caninum infection. BMJ case reports, 2011. Available
at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3229318&tool=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 21, 2015].