Ancylostomiasis
Ancylostoma sp. merupakan cacing kait kelas Nematoda yang biasa
ditemukan pada anjing dan kucing. Ada lima species Ancylostoma yang umum
menyerang pada saluran pencernaan, yaitu antara lain : Ancylostoma caninum,
Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma tubaeformae
dan Ancylostoma duodenale.
Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum terdapat pada usus
halus anjing, kucing dan berbagai karnivora liar lainnya. Ancylostoma ceylanicum
terdapat pada usus halus anjing, kucing, dan karnivora lain bahkan pada manusia.
Ancylostoma tubaeformae merupakan cacing kait pada kucing. Ancylostoma
duodenale ditemukan pada usus halus manusia, primata tingkat rendah dan
kadang-kadang pada babi.
Etiologi
Cacing ancylostoma berukuran 10-20 mm, dan yang dewasa biasanya
ditemukan melekat pada mukosa usus halus. Telurnya termasuk tipe strongyloid,
yaitu berdinding tipis, oval dan bila dibebaskan dari tubuh biasanya memiliki 2-8
gelembung dalam stadium blastomer (Subronto, 2006).Cacing dewasa melekat
pada mukosa usus dan dengan giginya memakan cairan jaringan, biasanya darah.
(Nelson, R.W. and Couto, C.G., 2003). Bagian mulut cacing ini dimodifikasi
spesies
Ukuran telur ()
Ukuran cacing
dewasa (mm)
Fecundity
(epg
tinja/cacing
)
A. caninum
: 10-12
: 15-18
(56-75) x (34-47)
844
A. braziliense
: 6-8
: 7-10
(75-95) x (41-45)
U. stenophala
: 5-8
: 7-12
(63-76) x (32-38)
468
A. tubaeforme
: 9,5-11
: 12-15
(55-75) x (34,4-44,7)
Gejala Klinis
Infeksi Akut
Anemia, gangguan pernafasan, pada anak anjing atau kucing yang menyusui
menimbulkan anemia berat, diare berdarah, berlendir, sesak nafas.Biasa anoxia
karena anemia, bisa karna kerusakan pulmo
Infeksi kronis
Kurus, bulu kusam, nafsu makan menurun, pica (makan benda asing). Gangguan
pernafasan, terdapat lesi pada kulit (Griffiths, 1978).
Siklus Hidup
Siklus hidupnya adalah cacing betina bertelur di usus halus kucing dan
telur akan keluar bersama dengan feses. Telur menetas kemudian menyilih
menjadi L1 berkembang menjadi L2 dan berkembang menjadi L3 lalu keluar
bersama feses. L3 merupakan stadium infektif dari cacing Ancylostoma sp., larva
ini menginfeksi hospes melalui dua jalur yaitu per oral atau per kutan. Pada
infeksi per oral ; larva tertelan lalu masuk ke dalam kelenjar lambung atau
kelenjar lieberkuhn usus halus. Kemudian larva kembali ke lumen usus, menyilih
menjadi L4 kemudian dewasa. Bila melalui jalur per kutan ; maka L3 secara aktif
menembus kulit hospes. Mereka membuat lubang melalui jaringan sampai
mencapai pembuluh darah atau pembuluh limfe. Kemudian melalui sistem vena
atau saluran limfe thorak menuju ke jantung dan selanjutnya ke paru-paru. Larva
menembus kapiler menuju menuju alveoli dan naik menuju bronkioli dan bronki
menuju faring dan oesophagus dan turun kembali ke usus halus. Di sini larva akan
menyilih menjadi L4 kemudian dewasa. Selain itu, infeksi prenatal dan
transmammaria juga dapat terjadi (Levine, 1994).
Larva stadium ketiga yang infektif langsung menembus kulit yang segera
diikuti proses migrasi larva kedalam pembuluh darah atau limfe, langsung ke
jantung, paru-paru dan selanjutnya menuju pangkal tekak, kerongkongan dan
lambung. Larva akan berubah menjadi cacing dewasa muda didalam usus halus.
Larva stadium ketiga yang infektif memasuki tubuh melalui mulut bersama
makanan atau cairan (air susu) yang dikonsumsi. Larva tersebutlah bermigrasi
kedalam lapisan atas dari mukosa usus halus dalam beberapa hari setelah tertelan,
kemudian kembali ke lumen usus halus. Di dalam lumen berkembang menjadi
dewasa setelah mengalami dua kali moulting. (Subronto, 2006). Infeksi parasit
kebanyakan melalui ingesti dari telur. Kejadian ini terjadi ketika kucing menjilati
daerah yang mengandung feses kucing yang terinfeksi seperti halaman, taman dan
rumput. gigitan cacing, yang sekaligus melekat pada mukosa, menyebabkan
terjadinya perdarahan yang tidak segera membeku karena toksin yang dihasilkan
oleh cacing. Cacing dewasa biasa berpindah-pindah tempat gigitannya hingga
terjadilah luka-luka yang mengucurkan darah segar. Tiap ekor cacing dewasa A
caninum dapat menyebabkan kehilangan darah 0,05-0,2 ml/hari, A braziliense
0,001 ml, dan Ustenocephala 0,0003 ml.
Larva yang bermukim di dalam tubuh hewan yang bertindak sebagai hospes
paratenik, misalnya mencit dapat menginfeksi anjing dan kucing atau spesies lain
yang rentan cacing tambang bila binatang hospes paratenik tersebut dikonsumsi.
(Subronto, 2006).
Diagnosis
Diagnosis tergantung pada tanda-tanda klinis dan anamnesa ditambah
dengan pemeriksaan hematologi, pemeriksaan feses dan pemeriksaan post
mortem. Tingginya jumlah telur cacing dalam feses merupakan informasi penting
untuk diagnosis, tetapi perlu diingat bahwa kucing muda dapat menunjukkan
tanda-tanda klinis yang parah sebelum telur terdeteksi dalam feses. (Menealous,
2001) .
Perubahan Patologi
Hewan yang mati karena ancylostomiasis sangat pucat dan sering terjadi
edema pada jaringan subkutan dan polip serta efusi serosa ke dalam rongga tubuh
yang disebabkan oleh hipoproteinemia. Pada infeksi kronis, cachexia terlihat
jelas. Jika paparan baru untuk infeksi berat perkutan telah terjadi mungkin ada
dermatitis dan banyak pendarahan pada parenkim paru-paru. Organ hati menjadi
pucat, usus berlendir dan berwarna merah. Cacing mungkin terlihat melekat pada
muncul lagi gejala klinis dan telur terlihat lagi setelah 10-12 hari setelah
pengobatan sebelumnya. Jika ada infeksi pre natal, kucing muda yang masih
menyusui dapat diberi Drontal pada umur 1, 2, 4, 6 dan 8 minggu. Sebagai
tambahan pada terapi parasit, anjing muda yang mengalami anemia parah
mungkin membutuhkan transfusi darah, tambahan zat Besi (Fe) dan support terapi
dengan cairan (Sunandar, 2003).
Selain pemberian obat cacing, pencegahan juga dapat dilakukan dengan
memperhatikan pemeliharaan kebersihan kucing dan lingkungan tempat
tinggalnya. Sanitasi yang buruk terutama jika feses kucing jarang dibersihkan
akan menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi ulang. Pemeriksaan rutin
secara laboratorium terhadap sampel feses kucing perlu dilakukan untuk
mencegah infeksi secara dini. Hal lain yang dapat dilakukan sebagai pencegahan
adalah pemberian pakan yang cukup memadai baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya. Selama beberapa tahun terakhir para peneliti membuktikan bahwa
keseimbangan nutrisi pada menu pakan kucing memegang peranan penting untuk
mengurangi resiko terserang penyakit.
DAFTAR PUSTAKA