Anda di halaman 1dari 13

ANCYLOSTOMIASIS

a.
Morfologi
Phylum
: Nemathelminthes
Class

: Nematoda (Round Worms)

Subclass

: Secernentea

Ordo

: Ancylostomatoidea

Famili

: Ancylostomatidae dan

Genus

Gambar : Cacing Ancylostoma caninum

: Ancylostoma

Cacing Ancylostoma sp. Juga dikenal dengan cacing tambang. Cacing dewasa
berukuran relatif kecil, kaku, berwarna putih kelabu atau kemerahan tergantung
banyaknya darah yang ada didalam saluran pencernaannya. Ujung anterior cacing
melengkung kearah dorsal dan celah mulut mengarah ke antero dorsal. Capsul
buccalisnya dalam dengan 1-3 pasang gigi pada tepinya dan lancet segitiga
Trianguler atau gigi dorsal yang berada didalamnya.
Cacing jantan berukuran panjang 9-12 mm, mempunyai alat kelamin
tunggal,dimana bursa cacing jantan mempunyai kerangka yang berbentuk sempurna
dan sepasang spikulum sama besar yang panjangnya sekitar 0,9 mm, terdapat
gubernakulum bermuara pada kloaka

yang terletak pada bursa tersebut. Testis

terdapat hanya satu, berbentuk seperti tubulus yang dimulai kira-kira disebelah
anterior dari kelenjar air mani yang berjalan ke anterior sampai sebatas kelenjar
cervicalis anterior, kemudian berbalik kebelakang membentuk saluran yang berkelokkelok sampai dipertengahan tubuh cacing dan kemudian tubulus melebar membentuk
vesicula seminalis. Saluran reproduksi ini kemudian dilanjutkan dengan duktus

ejakulatorius. Ada sepasang spikula yang juga bermuara pada kloaka berfungsi untuk
mengarahkan pancaran air mani kedalam saluran reproduksi cacing betina, sedangkan
bursa kopulatrik berfungsi untuk memegang tubuh cacing betina pada saat kopulasi.
Cacing betina berukuran panjang 15-18 mm, alat kelaminnya
berpasangan,dimana vulvanya terletak kira-kira di 1/3 posterior tubuhnya. Uterus dan
ovarium cacing betina mempunyai bentuk yang berkelok-kelok dan dilanjutkan
dengan oviduct. Sel telur yang dibuahi akan mengalami perkembangan dengan jalan
pembelahan sel, selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh cacing setelah memiliki 2-8
sel bersama tinja saat defikasi. Telur cacing berbentuk ovoid dengan ujung membulat
atau tumpul, terbungkus dari dinding telur yang tipis dengan ukuran 56-75 X 34-47
mikron.
Ancylostoma sp. merupakan cacing kaitan kelas Nematoda yang biasa
ditemukan pada anjing dan kucing. Ada lima species Ancylostoma yang umum
menyerang pada saluran pencernaan, yaitu antara lain : Ancylostoma caninum,
Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma tubaeformae dan
Ancylostoma duodenale. Ancylostoma caninum yang umumnya terdapat pada usus
halus anjing, rubah, serigala, anjing hutan dan karnivora liar lainnya diseluruh dunia.
Cacing ancylostoma berukuran 10-20 mm, dan yang dewasa biasanya
ditemukan melekat pada mukosa usus halus.Telurnya termasuk tipe strongyloid, yaitu
berdinding tipis, oval dan bila dibebaskan dari tubuh biasanya memiliki 2-8
gelembung dalam stadium blastomer (Subroto, 2006).
Cacing dewasa melekat pada mukosa usus dan dengan giginya memakan cairan
jaringan, biasanya darah. (Nelson, R. W. And Couto, C. G., 2003). Bagian mulut
cacing ini dimodifikasi untuk melukai lapisan jaringan, menghisap darah dan
menyebabkan hemoragi pada usus halus hospes. Cacing ini akan menghasilkan
antikoagulan, sehingga luka tetap berdarah beberapa saat setelah cacing berpindah
tempat.
Infestasi

cacing Ancylostoma

sp.

atau

yang

lebih

dikenal

sebagai

ancylostomiasis pada kasus yang berat dapat menyebabkan kehilangan darah 200
meliliter per hari. Daur hidup Ancylostoma sp. merupakan spesies yang

dependent,tetapi spesies cacing betina cenderung lebih fertile dengan memproduksi


telur sebanyak 30.000 telur tiap harinya. Telur dikeluarkan dari tubuh hospes bersama
excreta lain dan biasanya menjadi larva pada cuaca panas, tanah basah (Parasitologi
kedokteran, 1998).

Etiologi
Anak anjing muda maupun anak kucing sangat rentan terhadap infeksi oleh
cacing tambang karena pada umur 2-4 minggu persediaan Fe akan merosot yang
disebabkan makanan utama anak anjing adalah air susu yang memang sangat kecil
kandungan Fe nya. Anak anjing yang terinfeksi berat, segera mengalami anemia akut.
Perdarahan usus terjadi pada hari ke 18 pasca infeksi dan pada akhir minggu ke 3
pasca infeksi penderita kehilangan darah setipa harinya setara dengan 20 % dari total
volume eritrositnya. Pada anjing dan kucing dewasa hilangnya darah sebagian
terkopensasi oleh kegiatan eritropoesis.
Infeksi anjing oleh A braziliense dan U stenocephala tidak mengakibatkan
perdarahan hebat seperti pada infeksi oleh A caninum. Infeksi kedua spesies tersebut
cenderung lebih banyak ditandai oleh hipoproteinemia, radang usus, dan atropi
parsial villi intestinales. Hilangnya villi usus halus juga dialami oleh anjing yang
terinfeksi A caninum dan mengakibatkan gangguan absorbsi makanan.
Adanya parasit dewasa dalam jumlah kecil sampai sedang mampu
menimbulkan kekebalan (imunitas terbatas) hingga penderita tahan terhadap infeksi
larva selanjutnya. Infeksi larva dalam jumlah besar akan melampaui ketahanan tubuh
dan hewan akan mengalami parasitosis. Oleh adanya self cure, penderita sembuh
dengan sendirinya dan tidak menimbulkan gejala anemia. Pada umur tertentu, sekitar
8 bulan, terbukti bahwa anjing mampu mengatasi tantangan infeksi larva infektif. Di
daerah endemic, penggunaan obat cacing sebagai pengobatan rutin, misalnya setiap
3-6 bulan sekali sangat dianjurkan.

Siklus Hidup

Daur hidup cacing tambang bersifat langsung, tanpa hospes antara. Hospes
paratenik, yaitu hewan bukan spesies utama, misalnya mencit, mengandung larva
cacing bila terkonsumsi oleh hospes utama, tidak dianggap sebagai hospes antara
(intermediate-host) (subronto, 2006).
Cacing dewasa hidup dari penghisap darah di usus halus. Cacing selalu
berpindah-pindah dalam menusuk mukosa usus sehingga meninggalkan luka-luka
yang perdarahannya berlangsung lama, Karena cacing tersebut menghasilkan toksin
anti koagulasi darah. Cacing betina menghasilkan telur dalam jumlah besar, bahkan
seekor cacing diperkirakan mampu bertelur sebanyak 10-30.000 telur per hari
(Sousby, 1977). Diperkirakan seekor anak anjing yang terinfeksi berat dalam tinjanya
mengandung 5 juta telur per hari, selama satu bulan. Jumlah tersebut setara dengan
250 ekor cacing betina yang masing-masing membebaskan 20.000 telur per hari
(Levine, 1994).
Satu sampai dua hari setelah dibebaskan di dalam tinja di tempat yang lembab
atau basah, telur akan menetas dan terbebaslah larva stadium pertama. Setelah lebih
kurang satu minggu akan terbentuk larva infektif atau stadium ketiga dan siap
menginfeksi hewan yang rentan. Kondisi sekitar telur yang kering atau sebaliknya
membeku seperti yang biasa terdapat di pengunungan, akan memperpanjang waktu
perkembangan larva atau malah mematikannya. Biasanya faktor-faktor suhu dan
kelembaban di suatu daerah menentukan kelangsungan hidup larva dan cacing di
daerah tersebut (Levine, 1994).

Gambar. Siklus hidup Ancylostomiasis

Proses Infeksi Ke Dalam Tubuh Hospes


Proses infeksi ke dalam tubuh hospes dapat berlangsung melalui berbagai cara yaitu:
1. Infeksi melalui kulit ( per kutan)
Larva stadium ketiga yang infektif, langsung menembus kulit yang segera
diikuti proses migrasi larva ke dalam pembuluh darah atau limfe, langsung ke
jantung, paru-paru, dan selanjutnya menuju pangkal tekak, kerongkongan, dan
lambung. Selanjutnya larva akan berubah (moulting) menjadi cacing dewasa
mudadi dalam usus halus. Pada anak anjing yang rentan, waktu atau periode
prepaten yaitu sejak larva menembus kulit sampai dewasa di dalam usus
halus, adalah 14-17 hari. Infeksi per kutan lebih banyak terjadi pada cacing A
caninum, A braziliense, A tubaeforme daripada U. Stenocephala, yang lebih
banyak mengambil cara per oral.
2. Infeksi secara per oral
Larva stadium ketiga yang infektif memasuki tubuh melalui mulut. Bersama
makanan atau cairan (air susu), yang dikonsumsi. Larva tersebut bermigrasi

ke dalam lapisan atas dari mukosa usus halus dalam beberapa hari setelah
tertelan kemudian kembali ke lumen usus halus. Di dalam lumen berkembang
menjadi dewasa setelah mengalami dua kali moulting.
Pada anak anjing dan kucing yang rentan periode prepaten minimun adalah
14-17 hari, sama dengan cara infeksi perkutan setelah larva terkonsumsi.
Sebagian kecil larva yang menembus mukosa usus mungkin menembus
dinding usus dan memasuki pembuluh darah dan mencapai dewasa setelah
melalui paru-paru, kerongkongan, lambung dan akhirnya usus seperti larva
yang masuk perkutan.
3. Infeksi trans mamaria dan intra uterus
Dalam migrasinya larva dapat mencapai uterus, menembus selaput janin
hingga anak anjing yang baru dilahirkan pun telah mengandung larva di dalam
tubuhnya. Larva tersebut dapat juga mencapai kelenjar susu dan dapat terlarut
dalam air susu hingga anak anjing yang masih menyusu pun dapat terinfeksi
melalui air susu yang diminum. Larva stadium ketiga dapat diisolasi dari
kelenjar susu induk pada hari ke-20 pasca lahir. Larva tersebut tidak hanya
dapat diisolasi dari kolostrum tetapi sudah diekskresikan sejak dua sampai
dengan sepuluh hari pasca lahir (sampai periode laktasi berakhir).
Periode prepaten cacing A. caninum yang lewat uterus atau kelenjar susu
(kolostrum) biasanya 14-16 hari hingga anak anjing yang baru berumur
beberapa hari telah dapat mengandung cacing dewasa dalam ususnya. Perlu
ditambahkan bahwa cacing A. braziliense dan U. Stenocephala tidak bisa
menjalani daur hidup trans mamaria dan intra uterus. Alasan adanya fenomena
tersebut tidak diketahui.
Infeksi lewat plasenta belum pernah dibuktikan terjadinya pada kucing. Anak
kucing yang menderita ancylostomiasis sebelum disapih di duga terjadi karena
terinfeksi melalui air susu yang tercemar larva. Merupakan kenyataan di
praktek bahwa kejadian cacingan oleh cacing tambang pada anak kucing tidak
setinggi di bandingkan dengan anak anjing.
4. Infeksi melalui hospes paratenik (paratenic host)

Larva yang bermukim di dalam tubuh hewan yang bertindak sebagai hospes
paratenik misalnya mencit dapat menginfeksi anjing dan kucing atau spesies
lain yang rentan cacing tambang, bila binatang hospes paratenik tersebut
dikonsumsi olehnya. Larva tersebut mungkin telah berbulan-bulan tinggal di
dalam

jaringan

tubuh

binatang

hospes

dimaksud.

Seperti

halnya

perkembangan larva intra uterus dan transmamaria di dalam jaringan saluran


pencernaan pun ada kalanya larva tidak sepenuhnya aktif berkembang, mirip
istirahat yang dikenal sebagai arrested developing larvae. Adanya periode
inaktif tersebut menyebabkan diperpanjangnya waktu untuk mencapai stadium
infektif. Perkembangan larva demikian ditemukan apabila suhu disekitar
tempat larva mengalami penurunan tajam misalnya sampai 5 C, seperti yang
dialami di daerah yang mengalami empat musim hingga sebagian besar larva
stadium ketiga masih dapat ditemukan 21 hari setelah infeksi batan pada anak
anjing yang rentan.
Adanya arrested-larvae di dalam saluran pencernaan makanan maupun jaringan
tubuh lainnya memiliki beberapa implikasi, antara lain sebagai berikut :
Adanya arrested-larvae menyebabkan pengendalian dan pengobatan

cacing tidak berhasil maksimal


Dalam pengobatan cacingan diutuhkan obat yang memiliki spektrum

luas hingga dapat mencakup larvae inaktif


Dalam pemeriksaan laboratorium dengan metode apung maupun

sediment, larva inaktif tersebut tidak dapat ditemukan.


(subronto, 2006).

Patogenesis
Perjalanan penyakit cacingan dengan perubahan patologi yang teramati sangat
ditentukan oleh proses infeksi cacing (larva) ke dalam tubuh dan perkembangannya
terkait dengan daur hidupnya.

1) Penetrasi larva per kutan


Gambaran radang kulit sebagai akibat penetrasi larva cacing A duodenale
melalui kulit pada manusia, yang dikenal sebagai creeping eruption oleh larva
migrans, gambaran patologinya pada anjing dan kucing tidak sejelas pada manusia.
Dilaporkan bahwa radang kulit pada anjing terdapat di rongga antara jari-jari, kaki
dan kadang-kadang pada kulit perut. Meskipun gejala klinisnya kurang jelas dari
yang terlihat pada manusia, gejala pada anjing berupa rasa gatal, kemerahan, dan
terjadinya papulae di daerah yang menderita. Dalam keadaan tertentu lesi kulit mirip
radang kulit oleh tungau demodex (terbatas) atau mirip dermatitis atopik. Rasa gatal
terlihat dari usaha menjilati sebagai ganti menggaruk daerah yang gatal.
Membesarnya kaki ataupun terjadinya deformitas pangkal kuku dan kukunya juga
mungkin diamati. Infeksi yang meluas juga dapat mencapai sendi-sendi pada jari-jari
kaki.
2) Larva migrans
Apabila jumlah larva yang bermigrasi melalui paru-paru cukup banyak dapat
terjadi iritasi jaringan paru-paru termasuk saluran nafas sehingga terjadi batuk yang
sifatnya ringan sampai dengan sedang. Dalam pemeriksaan pasca mati, maupun
pemeriksaan histopatologi sering ditemukan larva cacing dalam jumlah besar.
3) Infeksi cacing dalam usus halus
Oleh adanya cacing dalam mukosa usus halus beberapa perubahan patologi dan
fail dapat terjadi. Perubahan-perubahan patologik dan fail tersebut meliputi anemia,
radang usus ringan sampai berat, hipoproteinemia, terjadinya gangguan penyerapan
makanan dan terjadinya penekanan terhadap respon imunitas dari anjing (subronto,
2006).
Oleh gigitan cacing, yang sekaligus melekat pada mukosa, segera terjadi
perdarahan yang tidak segera membeku karena toksin yang dihasilkan oleh cacing.
Cacing dewasa biasa berpindah-pindah tempat gigitannya hingga terjadilah luka-luka
yang mengucurkan darah segar. Tiap ekor cacing dewasa A. caninum dapat

menyebabkan kehilangan darah 0,05-0,2 ml/hari, A. braziliense 0,001 ml, dan U.


Stenocephala 0,0003 ml.
Cacing A. tubaeforme termasuk dalam kategori penghisap darah sedang yang
akibat akhirnya berupa anemia berat. Anemia yang timbul pada awalnya bersifat
normositik normokromik, yang kemudian oleh hilangnya zat besi anemianya akan
berubah menjadi hipokromik mikrositik.
Anak anjing muda maupun anak kucing sangat rentan terhadap infeksi oleh
cacing tambang karena pada umur 2-4 minggu persediaan Fe akan merosot yang di
sebabkan makanan utama anak anjing adalah air susu yang memang sangat kecil
kandungan Fe nya. Anak anjing yang terinfeksi berat, segera mengalami anemia akut.
Perdarahan usus terjadi pada hari ke 8 pasca infeksi dan akhir minggu ke 3 pasca
infeksi penderita darah setiap harinya setara dengan 20 % dari total volume
eritrositnya. Pada anjing dan kucing dewasa hilangnya darah sebagian terkompensasi
oleh kegiatan eritropoesis.
Infeksi anjing oleh A. braziliense dan U. Stenocephala tidak mengakibatkan
perdarahan berat seperti oleh A. caninum. Infeksi kedua spesies tersebut cenderung
lebih banyak ditandai oleh hipoproteinemia, radang usus, dan atropi parsial villi
intestinales. Hilangnya vili usus halus juga dialami oleh anjing yang terinfeksi A.
caninum dan mengakibatkan gangguan absorbsi makanan.
Adanya parasit dewasa dalam jumlah kecil sampai sedang mampu
menimbulkan kekebalan (imunitas terbatas) hingga penderita tahan terhadap infeksi
larva selanjutnya. Infeksi larva dalam jumlah besar akan melampaui ketahanan tubuh
dan hewan akan mengalami parasitosis. Oleh adanya self cure, penderita sembuh
dengan sendirinya dan tidak menimbulkan gejala anemia. Pada umur tertentu, sekitar
8 bulan, terbukti bahwa anjing mampu mengatasi tantangan infeksi larva infektif. Di
daerah endemic, penggunaan obat cacing sebagai pengobatan rutin, misalnya setiap
3-6 bulan sekali sangat dianjurkan.
Gejala Klinis

Bentuk gejala klinis ancylostomiasis dibedakan menjadi :


Perakut : Terjadi pada anak anjing baru lahir dimana infeksinya melalui kolostrum.
Pada keadaan ini anjing dengan gejala mukosa pucat, diare berdarah dan terjadi
kematian secara mendadak. Telur cacing belum bisa ditemukan pada feses.
Akut : Terjadi infeksi larva infektif secara tiba-tiba dalam jumlah besar. Beberapa
telur ditemukan pada feses tetapi gejala klinis muncul sebelum telur cacing
nampak dalam feses.
Kronik : Tanpa gejala klinis yang khas. Diagnosis berdasarkan telur yang
ditemukan dalam feses. Terjadi penurunan jumlah eritrosit, Hb, dan PCV.
Gejala klinis yang lain antara lain :
-

Anemia
Oedema
Lemah
Kurus
Pertumbuhan terhambat
Bulu kering dan kusam.
Pada kasus hebat pada kulit akan timbul rasa gatal, dermatitis, tinja

berupa diare berdarah, membran mukosa pucat, lemah dan melanjut bisa terjadi
kematian. Kerugian yang terjadi akibat infeksi Ancylostoma caninum antara lain,
penetrasi pada kulit oleh larva menyebabkan iritasi dan gatal, cacing dewasa
menyebabkan rupturnya pembuluh darah pada dinding usus disertai hilangnya nutrisi
dan darah.
Gejala klinis tidak selalu menyertai setiap infeksi dari Ancylostoma sp.
dan biasanya erat hubungannya aktivitas dan habitat dari parasit yang bersangkutan.
Diare berdarah yang disertai cairan lendir sebagai akibat adanya cacing pada usus
halus disertai infeksi sekunder dari bakteri. Bila penyakit berlangsung kronis maka
induk semang mengalami dehidrasi, lemah, kurus, dan konjungtiva pucat karena
anemi.

Diagnosa
Untuk mendiagnosa infeksi Ancylostoma sp., sedikit feses kucing
dicampur kedalam larutan khusus, menyebabkan telur cacing mengapung keatas.
Dengan menggunakan mikroskop telur dapat lebih mudah diidentifikasi karena
bentuknya yang spesifik. Sampel darah juga dapat mengindikasikan jika terdapat
defisiensi Fe atau protein akibat infeksi dan keparahan infeksi. (Shah, F.S.N., 2000).
Terapi
Pengobatan menurut referensi :
Obat cacing dipasaran dalam dua dekade ini terbukti mempunyai efisiensi
yang cukup tinggi. Tidak hanya satu spesies cacing yang dapat diobati namun
beberapa spesies dapat diobati dengan satu jenis obat cacing. Pengobatan
Ancylostoma caninum dapat digunakan misalnya dengan Canex atau Telmin biasanya
dilakukan pada umur 6-12 minggu, pengobatan dilakukan setiap 2-4 bulan. Anjing
betina dewasa diobati 2 kali, dengan antara 2 minggu, pada saat bunting dan
menyusui masing-masing dilakukan satu kali (subronto, 2006).
Pengobatan yang dilakukan diklinik terhadap hewan yang menderita penyakit
ancylostomiasis pada anjing adalah dengan pemberian drontal tablet secara oral
sesuai dengan dosis.

Daftar Pustaka
Levine, Norman D. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Nelson RW, Couto CG. 2003. Small Animal Internal Medicine. Ed-3. Missouri: Mosby.
Staf Pengajaran Departemen Parasitologi, FKUI. 1998. Parasitologi Kedokteran, edisi
keempat. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba Pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Shah,

F.S.N., 2000, What is A Hookworn Infection Ancylostomiasis),


http://www.personalmd.com/newa/hookworm.072600.html diakses 5 januari 2014.

Anda mungkin juga menyukai