PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
Domba ekor gemuk (DEG) merupakan salah satu sumber daya genetic
ternak yang memiliki nilai ekonomis , ilmu pengetahuan dan social budaya untuk
pertanian dan peternakan serta memenuhi kebutuhan manusia sebagai sumber
pangan protein hewani. Tanda spesifik DEG adalah berukuran sedikit lebih besar
dibandingakan dengan domba local, memiliki pola warna tubuh putih, wool kasar
tapi rapi, kepala ringan dengan bentuk muka melengkung (concave), tipe telingan
kecil dengan arah menyamping dan mendatar. Kebanyakan DEG jantan tidak
bertanduk dan hanya sedikit yang memiliki tanduk kecil, sedangkan betinanya
tidak bertanduk. Memiliki ekor dengan ukuran yang tebal dan lebar. DEG dapat
tahan beradaptasi pada kondisi kering dan panas dimana penyimpanan cadangan
tubuh dilakukan dibagian ekor dan dimanfaatkan apabila diperlukan. Kemurnian
DEG akan tampil dari kemampuan perlemakan di ekor.
DEG betina mencapai pubertas pada umur 258 hari atau sekitar 8,6 bulan
dengan bobot badan 14,8 kg sedangkan DEG jantan mencapai pubertas pada
192,5 hari dengan bobot badan 13,1 kg. Pubertas merupakan periode pada saat
organ reproduksi untuk pertama kalinya mulai berfungsi. Apabila dilihat dari
bobot badan yang dicapai domba betina dan jantan pada saat pubertas, bobot
badan ini tergolong rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan antara lain kualitas
pakan yang diberikan tidka mengandung nutrien yang cukup sesuai dengan
kebutuhan.
Karakteristik kualitas semen DEG jantan muda terlihat pada Tabel 5. Dari
hasil pengamatan makroskopis diketahui bahwa rataan volume semen adalah 0,40
dengan pH 7,02 dan konsistensi semen bervariasi dari encer hingga kental. Dari
volume semen sebesar 0,40 ml sebenarnya dapat diinseminasikan kepada 20 ekor
betina dengan terlebih dahulu dilakukan pengenceran semen.
2.2 Inseminasi Buatan
2.2.1 Sejarah Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak
berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada
abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami
birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan
suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda
musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.
Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri
yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan
lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang
IB dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau
penelitian ke arah penggunaan teknik tersebut (Toelihere,1985).
Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi.
Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu
mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel
kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel
kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau
animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif.
Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoa. Pada
tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner)
de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan
piaraan dilakukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro
Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang
kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang
dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi
dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit
lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak
tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya.
Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi
dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa
kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan
keturunan normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada
spermatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring
semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya
fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan
pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup
spermatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau
hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoa tetapi
mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan
setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya
mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam
terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang
ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia
sebagai Bapak Inseminasi (Salisbury,Vandemark, 1985).
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh
seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian
teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang
diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk
mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari
Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam.
Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil
semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinseminasikan pada
uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.
Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh
empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB
sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari
kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
2.2.2 Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal
tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan
Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan
istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di Jawa
Tenggah (Ungaran dan Mirit/ Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati),
Jawa Barat (Cikole/ Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor,
difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya,
Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi
IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak
B. Seit yaitu penggunaan semen cair untuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi
perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965,
keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak
menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang
telah didirikan di enam tempat dalam RKI, hanya Ungaran yang masih
bertahan (Ismudiono. 1999).
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH
IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan
pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan
adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah
mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa
peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya
menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan
dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera
dapat terlihat.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak
disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan
terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di
lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga
pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
2.2.3 Tujuan Inseminasi Buatan
Tujuan dilakukan inseminasi buatan adalah dapat memperbaiki mutu
genetika ternak, tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat
yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya, mengoptimalkan penggunaan bibit
pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama,
meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur, mencegah penularan/
penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
1. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan
2. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik
3. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding)
4. Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat disimpan dalam
jangka waktu yang lama
5. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun
pejantan telah mati
6. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik
pejantan terlalu besar
7. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan
dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
1. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka
tidak akan terjadi kebuntingan
2. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed/ turunan yang besar dan diinseminasikan
pada sapi betina keturunan/ breed kecil
3. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama
4. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny
test).
2.2.4. Prinsip Dasar Inseminsi Buatan (IB)
Didalam aplikasi teknologi inseminasi buatan maka faktor mutu genetik
pejantan yang digunakan sangat penting untuk diperhatikan karena dari
padanyalah sejumlah besar keturunan akan dihasilkan. Pejantan unggul dapat
menghasilkan 25.000 ekor anak per tahun melalui penggunaan semen beku,
sehingga selama hidup dari seekor pejantan unggul dapat diperoleh 150.000
ekor anak.
Beberapa kendala dihadapi apabila penggunaan semen beku, diantaranya
tidak kontinyunya persediaan N2 cair, untuk itu alternatif utamanya adalah dengan
menggunakan semen cair. Teknik ini dapat diterapkan dengan memperhatikan
beberapa persyaratan teknis sehingga aplikasinya dapat di laksanakan dengan baik
dan diperoleh hasil yang optimal.
Metode penampungan semen untuk dipergunakan dalam inseminasi buatan
adalah mengupayakan agar pejantan berejakulasi ke dalam vagina buatan dan
kemudian menampung semen ke dalam tabung berinsulasi untuk mencegah
rusaknya spermatozoa karena perubahan suhu. Beberapa aspek tingkah laku
seksual pejantan perlu diperhatikan dalam penampungan semen seperti: latihan,
persiapan menaiki, temperatur vagina buatan, lama ejakulasi dan sifat individu
pejantan.
Produksi semen perejakulasi pada ternak sapi jantan biasanya 4 10 ml
dan dapat ditampung 2 6 kali perminggu. Sesudah penampungan dan evaluasi
semen, tindakan selanjutnya adalah pengenceran dengan menggunakan beberapa
bahan pengenceran yang mengandung karbohidrat sebagai sumber energi, protein
pelindung, dan antibiotik. Semen sapi dapat diencerkan 10 75 kali tergantung
dari kualitas semen yang dihasilkan setiap ejakulasi.
Pada ternak sapi untuk pelaksanaan inseminasi buatan, didalam satu kali
inseminasi hanya diperlukan 10 15 juta spermatozoa motil, sedangkan yang
dihasilkan per satu kali ejakulasi adalah milliaran sperma. Sehingga dengan dosis
inseminasi ini kita dapat menghitung berapa banyak betina yang dapat di
inseminasi dari seekor pejantan.
Semen yang telah dipersiapkan dapat langsung di inseminasikan ke dalam
cervix atau corpus uteri dan untuk memperoleh kesuburan yang tinggi inseminasi
harus dilakukan mendekati waktu ovulasi yakni pada paruh kedua fase birahi atau
pada saat yang telah ditentukan apabila menggunakan program sinkronisasi birahi.
Ketepatan waktu itu penting agar spermatozoa segar tersedia dan siap.
Teknologi IB menggunakan semen beku pada sapi potong telah digunakan
sejak belasan tahun silam dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan pilihan dan menghindari
penularan penyakit atau kawin sedarah.
Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih mengalami
beberapa hambatan, antara lain S/C > 2 dan angka kebuntingan 60% (Affandhy
2006), sehingga untuk meningkatkan populasi dan mutu sapi potong serta guna
memperluas penyebaran bakalan sapi potong, diperlukan suatu petunjuk praktis
tentang manajemen IB mengunakan semen beku mulai dari penanganan ketika
straw beku dalam kontener hingga akan disuntikan/ di-IB-kan ke sapi induk,
termasuk cara dan waktu IB, dengan harapan dapat memperbaiki manajemen
perkawnan melalui pelaksanaan IB yang selama ini sering menimbulkan
permasalahan di tingkat peternak maupun inseminator. Dengan adanya petunjuk
tentang manajemen IB diharapkan dapat menambah tingkat keterampilan
inseminator dan pengalaman peternak sehinggga tingkat kebuntingan ternak dapat
dicapai secara optimal dan tahapan teknik ini perlu diinformasikan
Sel sperma terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Sperma terdiri atas
deoksiribonukleoprotein dan mukopolisakarida. Deoksiribonukleoprotein
terdapat dalam nukleus dan kepala sperma, sedangkan mukopolisakarida terdapat
dalam kromosom yang berfungsi sebagai pembungkus kepala sperma yang terikat
di dalam molekul protein. Plasmalogen atau lemak terdapat pada leher, badan dan
ekor sperma. Plasmalogen berfungsi sebagai sarana repirasi bagi sperma dan
ditutup oleh selubung protein berbentuk keratin (Salisbury dan VanDemark,
1985). Model pengemasan semen beku yang biasa digunakan menurut Hafez
(1993) yaitu:
1. straw yang terbuat dari polivinil klorida, terdapat dua ukuran yaitu ministraw
berisi 0,25 ml dan midistraw berisi 0,5 ml semen
2. ampul gelas berisi 0,5-1 ml semen
3. pellet berisi 0,1-0,2 ml semen.
Umur dan daya guna semen yang dibekukan akan bertahan lama karena
pembekuan adalah menghentikan sementara kegiatan hidup dari sel (metabolisme
sel) tanpa mematikan fungsi sel dimana proses hidup dapat terus berlanjut setelah
pembekuan dihentikan. Jadi, pada prinsipnya menggunakan faktor penurunan
temperatur untuk mempertahankan daya hidup dan kemampuan fertilisasi
spermatozoa (Partodiharjo, 1982).
Semen beku harus disimpan pada suhu yang sangat dingin dan yang umum
dilakukan adalah menyimpannya dalam kontainer berisi nitrogen cair bersuhu
-196oC (-320oF). Metode lain yang digunakan adalah penyimpanan secara
mekanik bersuhu -110 bersuhu -79oC (-110oC (-166oF) dan COF) (Sorensen,
1975). Pada saat proses pemindahan semen tidak boleh mengalami temperature
shock atau perbedaan suhu yaitu perbedaan antara suhu semen dengan suhu
lingkungan serta tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, diperlukan syarat-syarat pemindahan semen beku
yang baik adalah sebagai berikut :
1. Pemindahan semen beku harus dilakukan dengan cepat (maksimal 5 detik) dan
sebaiknya dilakukan dengan pinset
2. Pemindahan semen harus menggunakan goblet dan dilakukan dalam rendaman
nitrogen cair pada storage container
3. Diusahan terhindar dari angin dan sinar matahari.
Perlu diperhatikan bahwa kira-kira 50% sampai 70% sel-sel sperma akan
mati atau imotil karena proses pembekuan (BIB Lembang, 1997). Selama
penyimpanan dalam jangka waktu yang lama aktivitas gerakan dan metabolisme
yang dilakukan oleh sperma membutuhkan energi yang besar. Oleh karena itu,
lama hidup sperma sangat terbatas pada energi yang terkandung di dalam
tubuhnya dan plasma semen.
Semakin besar persentase kuning telur maka jumlah lemak kuning telur
juga semakin besar sehingga menghalangi pergerakan spermatozoa dan membuat
spermatozoa lebih aktif untuk melewati buturan-butiran lemak kuning telur
sehingga lebih cepat mengalami peningkatan konsumsi energi akibat
berkurangnya sumber makanan bagi spermatozoa dan menumpuknya asam laktat.
Tingginya kandungan asam laktat ini menyebabkan banyak spermatozoa yang
mati/ tidak bergerak dan menurunnya kecepatan akibat rusaknya membran
(Setyaningsih, 2012).
2.6 Melon
Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk famili Cucurbitaceae.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tanaman melon berasal dari Turki dan
adalagi yang menyebutkan dari daerah India (Tjahjadi, 1995). Melon termasuk
tanaman semusim atau setahun yang bersifat menjalar atau merambat. Melon
memiliki akar tunggang dan akar cabang yang menyebar pada kedalaman lapisan
tanah antara 30-50 cm. Batang tanaman biasanya mencapai ketinggian (panjang)
antara 1,5-3 meter, berbentuk segi lima, lunak, berbuku-buku sebagai tempat
melekatnya tangkai daun. Helai daun berbentuk bundar bersudut lima dan
berlekuk-lekuk, diameternya antara 9-15 cm dan letak antara satu daun dengan
daunnya saling berselang (Rukmana, 1994).
Adapun kandungan gizi buah melon setiap 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1
dibawah ini :
Energi 23 kal
Protein 0,6 g
Kalsium 17 mg
Vitamin A 2400 IU
Vitamin C 30 mg
Thiamin 0,045 mg
Ribloflavin 0,065 mg
Niacin 0,1 mg
Karbohidrat 6,0 mg
Nicotinamida 0,5 mg
Air 93,0 mg
Besi 0,4 mg
Serat 0,4 g
Sumber: Gillivray (1961)
2.8 Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan
dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman
ini turut menyebar ke berbagai benua dan Negara, termasuk ke benua Afrika dan
Asia serta negara India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai Negara
tropis lainnya, termasuk Indonesia dan pulau-pulau di Lautan Pasifik di abad ke
17(Kalie, M.B,2000). Meski semakin banyak jenis dan ragam buah impor, pepaya
tetap populer di Indonesia. Selain murah, zat gizi yang dikandungnya pun
lengkap. Biji, daun, batang, dan akarnya sangat bermanafaat sebagai obat. Pepaya
juga dikenal sebagai buah yang murah harganya dan enak rasanya. Varietas yang
beragam dan ketersediaannya sepanjang tahun turut memperkokoh posisi pepaya
sebagai buah idola (Anonim,2010). Disamping gizinya yang tinggi, pepaya adalah
buah yang memiliki kandungan tinggi antioksidan. Ini termasuk vitamin C,
flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat dan
vitamin B.
Antioksidan memerangi radikal bebas dalam tubuh dan menjaga kesehatan
sistem kardiovaskular dan memberikan perlindungan terhadap kanker usus besar
(Superkunam,2010). Karena pepaya merupakan sumber antioksidan yang sangat
baik, buah pepaya membantu mencegah oksidasi kolesterol dalam hati. Kolesterol
tinggi dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Ini dapat dicegah dengan
mengkonsumsi buah pepaya secara teratur. Selain itu pepaya juga sarat akan serat
yang kemudian dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam hati. Asam
folat yang ditemukan dalam pepaya menghilangkan zat-zat berbahaya yang dapat
merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan serangan jantung. Salah satu
manfaat buah pepaya lainnya yaitu sebagai pencegahan penyakit jantung, dan
diabetes. Komposisi gizi buah pepaya masak, pepaya muda, dan daun pepaya per
100 gram.
Kandungan kimia
Energi (kkal) 46
Protein (g) 0,5
Lemak (g) 0
Karbohidrat (mg) 12,2
Kalsium (mg) 23
Fosfor (mg) 12
Besi (mg) 1,7
Vitamin A (SI) 365
Vitamin B1 (mg) 0,04
Vitamin C (mg) 78
Air (g) 86,7
Sumber: Anonim, 2010
Buah pepaya banyak mengandung vitamin A yang diperlukan untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan mengkonsumsi buah pepaya
diyakini dapat memperkuat sistem Ekekebalan tubuh dan mencegah beberapa
penyakit yang terjadi sebagai hasil menurunkan kekebalan, seperti pilek dan
batuk, infeksi dan flu. Pepaya juga mengandung enzim papain dan enzim
chymopapain yang dapat mengurangi peradangan sehingga membantu tubuh
dalam penyembuhan luka bakar dan luka lainnya. Beberapa penyakit tertentu
menjadi lebih buruk ketika tubuh meradang. Karena itu disarankan bahwa orang-
orang yang menderita kondisi ini harus mengkonsumsi buah pepaya
(Superkunam, 2010).
Manfaat buah pepaya yang tidak kalah pentingnya adalah berperan dalam
mencegah kanker usus besar. Ini tidak lepas karena banyaknya kandungan serat.
Serat ini juga sangat berguna bagi mereka yang kesulitan buang air besar. Vitamin
A yang ada dalam buah pepaya, sangat bermanfaat bagi orang-orang yang
memiliki paru-paru yang lemah. Termasuk pepaya dalam makanan mereka, akan
mengurangi kemungkinan mereka tertular penyakit yang muncul sebagai hasil
dari paru-paru yang lemah, seperti bronkitis, kanker dan lain-lain (Superkunam,
2010).
2.9 Semangka
Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) merupa kan salah satu buah yang
sangat digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan
kandungan airnya yang banyak. Menurut asal-usulnya, tanaman semangka konon
berasal dari gurun Kalahari di Afrika, kemudian menyebar ke segala penjuru
dunia, mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Thailand, India, Belanda, bahkan ke
Amerika.
Biji semangka yang dikeringkan dan di sangria juga dapat dimakan isinya
sebagai kuaci. Buah semangka memiliki kulit yang keras, berwarna hijau pekat
atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua tergantung kultivarnya, daging
buahnya yang berair berwarna merah atau kuning. (Prajnanta, 2003)
Buah semangka diketahui mengandung zat-zat tertentu yang cukup efektif
dalam membunuh sel-sel kanker, yaitu zat yang mampu menghidupkan aktivitas
fungsi sel darah putih yang mampu meningkatkan sistem kekebalan. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa semangka mengandung zat-zat yang dapat
menstimulir phagocyte, yaitu suatu sel darah yang mampu melindungi sistem
darah dari infeksi dengan cara menyerap mikroba untuk mematikan sel-sel
penyebab penyakit kanker. Kandungan kalori buah semangka sangat rendah
sehingga semangka dapat berfungsi sebagai diuretik. Buah semangka
mengandung pigmen karotenoid jenis flavonoid yang memberikan warna daging
buah merah atau kuning. (Prajnanta, 2003). Berikut kandungan buah semangka
dapat dilihat pada tabel 1.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan: semen domba jantan, vaselin, alcohol 70%,
pewarna eosin negrosin, NaCl 1%, NaCl 2%, aquadest, Susu skim, kuning telur,
sitrat, sari buah papaya, sari buah melon, sari buah naga, sari buah semangka,
antibiotic penicillin dan streptomisin, Dry ice.
Pembuatan diluter sari buah (papaya, melon, buah naga, semangka) sitrat:
1. Menimbang 30 gram buah yang akan digunakan, kemudian, gerus dengan
mortir + aquades ad 30 ml.
2. Disaring dengan kasa steril kemudian diukur pH 5
3. Mencampurkan sari buah + lar.sitrat dengan perbandingan 1:1 (10 ml sari
buah + 10 ml lar. sitrat).
4. Tuangkan sari buah + lar. Sitrat ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml
5. Tambahkan Penicillin 1000 IU/ml pengencer dan Streptomycin 1 mg/ml
pengencer, kemudian diaduk hingga merata.
6. Ditambah dengan sperma domba dengan perbandingan 1: 10.
= 0,03 ml
= 0,05 ml.
Std
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
580
0.0 - 60 120 180 240 300 360 420 480 540
0.1 600 660 720 780 840 900 960 1020 1080 1140
0.2 1200 1260 1320 1380 1440 1500 1560 1620 1680 1740
0.3 1800 1860 1920 1980 2040 2100 2160 2220 2280 2340
0.4 2400 2460 2520 2580 2640 2700 2760 2820 2880 2940
0.5 3000 3060 3120 3180 3240 3300 3360 3420 3480 3540
0.6 3600 3660 3720 3780 3840 3900 3960 4020 4080 4140
0.7 4200 4260 4320 4380 4440 4500 4560 4620 4680 4740
0.8 4800 4860 4920 4980 5040 5100 5160 5220 5280 5340
0.9 5400 5460 5520 5580 5440 5700 5760 5820 5880 5940
Pemeriksaan mikroskopis:
Pemeriksaan natif untuk melihat motilitas spermatozoa yaitu:
1. Gerakan massa: 1 tetes semen diletakkan diatas obyek glass kemudian
diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x.
2. Gerakan individu: 1 tetes NaCl fisiologis diatas obyek glass ditambah
dengan 1 tetes semen kemudian diratakan dan ditutup dengan cover glass,
lalu diperiksa dengan mikroskop perbesaran 400x.
Pemeriksaan semen dengan diluter susu skim:
1. Mencampurkan semen dengan diluter susu skim yang sudah diberikan
antibiotik dengan perbandingan 1:10 dalam tabung reaksi.
2. Memeriksa gerakan massa dan gerakan individu dengan cara meneteskan 1
tetes semen yang telah bercampur diluter pada object glass dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 100x dan 400x.
3. Bila hasil pengamatan baik, disimpan dalam lemari es pada suhu 3 - 5 oC.
4. Memeriksaan secara teratur setiap hari agar diketahui kualitas air mani yang
masih memungkinkan dapat digunakan sampai motilitas progresif minimal
40 %.
Pemeriksaan semen dengan diluter kuning telur sitrat:
1. Mencampurkan semen dengan diluter kuning telur sitrat yang sudah
diberikan antibiotik dengan perbandingan 1:10 dalam tabung reaksi.
2. Memeriksa gerakan massa dan gerakan individu dengan cara meneteskan 1
tetes semen yang telah bercampur diluter pada object glass dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 100x dan 400x.
3. Bila hasil pengamatan baik, disimpan dalam lemari es pada suhu 3 - 5 oC.
4. Memeriksa secara teratur setiap hari agar diketahui kualitas air mani yang
masih memungkinkan dapat digunakan sampai motilitas progresif minimal
40 %.
Pemeriksaan semen dengan diluter susu sari buah (papaya, melon, buah
naga, semangka) :
1. Mencampurkan semen dengan diluter sari buah sitrat yang sudah diberikan
antibiotik dengan perbandingan 1:10 dalam tabung reaksi.
2. Memeriksa gerakan massa dan gerakan individu dengan cara meneteskan 1
tetes semen yang telah bercampur diluter pada object glass dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 100x dan 400x.
3. Bila hasil pengamatan baik simpanlah dalam lemari es pada suhu 3 - 5 oC.
4. Memeriksa secara teratur setiap hari agar diketahui kualitas air mani yang
masih memungkinkan dapat digunakan.
Pemeriksaan persentase spermatozoa hidup:
1. Meletakkan satu tetes besar diatas gelas obyek yang bersih, secepatnya
dicampurkan hingga homogen kemudian buat preparat ulas setipis mungkin
dan panaskan diatas nyala api (ini dilakukan maksimal 15 detik).
2. Memeriksa dengan mikroskop dengan pembesaran 400x. Dan menghitung
jumlah spermatozoa yang tidak terwarnai adalah yang hidup dan yang
terwarnai adalah yang mati.
Pemeriksaan spermatozoa abnormal: cara yang digunakan sama dengan
pemeriksaan persentase spermatozoa yang hidup, hanya saja yang dihitung adalah
jumlah spermatozoa yang abnormal.
Uji keutuhan membrane:
1. Membuat larutan HOST dengan mencampurkan Na Sitrat 0.735 gram dan
fruktosa 1.351 gram yang dilarutkan dalam 100 ml aquades steril.
2. Melakukan uji keutuhan mebran dengan cara mengambil semen sebanyak
0.1 ml ditambah dengan 0.9 ml larutan HOST.
3. Menginkubasi dalam inkubator CO2 selama 1 jam pada suhu 37C.
4. Mengevaluasi dengan mikroskop dengan perbesaran 400x, jumlah
spermatozoa dengan membran yang utuh dihitung dalam bentuk persen.
Pemeriksaan biologis (uji resistensi):
1. Pipet semen 0,02 ml dan memasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer / beaker
glass.
2. Menambahkan 10 ml NaCl 1% dan aduk perlahan hingga merata.
3. Mengambil satu tetes, diletakkan di atas object glass, lalu memeriksa
dengan mikroskop pembesaran 10x, bila masih ada gerakan dari
spermatozoa ditambahkan lagi 10 ml NaCl 1% secara bertahap sampai
gerakan spermatozoa oscilatoris atau tinggal 40%.
4. Penghitungan angka resistensi pada semen domba didapatkan dengan
menggunakan rumus :
R =
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Volume semen hewan jantan tergantung pada umur, berat badan, frekwensi
pengambilan, jumlah cairan yang di minum dan musim. Hewan jantan yang masih
muda, terlalu tua, ataupun terlalu gemuk biasanya rata-rata volume semen domba
dan kambing 1 ml (0,5-2 ml). Pada hasil pemeriksaan di dapatkan volume semen
domba ekor gemuk pada hari 1 (26 Januari 2016) sebanyak 1,5 ml dan pada hari
ke 2 (28 Januari 2016) sebanyak 1 ml.
Semen sapi dan domba mempunyai volume rendah tetapi konsentrasi
sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem atau putih susu. Pada
pemeriksaan konsistensi semen, apabila tabung dimiringkan dan ditegakkan
kembali maka ada cairan yang menempel pada dinding tabung. Bila terlihat bintik
kecil yang banyak seolah berdesakan turun kebawah perlahan-lahan, maka semen
tersebut dikatakan pekat/ kental. Didalam semen yang pekat terkandung
spermatozoa lebih banyak daripada yang encer. Pada pemeriksaan di dapat bahwa
konsistensi semen domba ekor gemuk pada pada hari 1 (26 Januari 2016) dan
pada hari ke 2 (28 Januari 2016) adalah kental.
Semen spesies hewan secara normal mempunyai bau tertentu. Pada
pemeriksaan semen domba ekor gemuk bau semen yang didapat adalah bau khas
semen domba, bau semen domba relatif tajam, tidak ditemukan bau tengik atau
anyir yang berarti tidak ada infeksi pada saluran kelamin jantan.
Untuk pemeriksaan warna semen, maka perlu diketahui warna-warna
normal semen setiap spesies hewan. Pada semen domba/ kambing semen
berwarna putih bersih sampai pekat/ krem. Pada pemeriksaan didapat warna
semen pada hari 1 (26 Januari 2016) dan pada hari ke 2 (28 Januari 2016)
berwarna putih.
Pada pemeriksaan pH digunakan indikator kertas lakmus. Derajat
keasaman semen yang didapatkan adalah sekitar 6. Makin baik kualitas semen
cenderung semakin asam, karena kualitas semen yang baik spermatozoanya akan
lebih aktif bergerak dan menghasilkan asam laktat yang lebih banyak sehingga pH
nya rendah. Namun kondisi asam ini apabila berlangsung lama dapat bersifat
racun terhadap spermatozoa sehingga pada semen yang pH nya rendah banyak
didapati spermatozoa yang mati. Pada pH semen yang tinggi (lebih alkalis)
umumnya banyak mengandung sel-sel spermatozoa yang mati. Peningkatan
sekresi kelenjar asesoris dapat pula menghasilkan pH semen yang lebih alkalis.
Berdasarkan hasil evaluasi semen segar dari domba jantan secara
makroskopis menunjukkan bahwa semen tersebut telah memenuhi syarat sehingga
layak untuk selanjutnya dilakukan pengenceran.
Abnormalitas 6% 6%
(Densum) (Densum)
Konsentrasi (Rusia &
Spektrofotometer) 3780 4260
Uji Keutuhan
Membran 64% 59%
Uji Resistensi
1000 500
Berdasarkan cara Rusia, penilaian untuk konsentrasi semen yang
didapatkan adalah Densum (D) yang umumnya kental, yaitu bila letak
spermatozoa sedemikian rapat sehingga jarak antara kepala spermatozoa yang satu
dengan yang lain kurang dari panjang satu kepala spermatozoa. Berarti ada lebih
dari 1 juta spermatozoa di dalam setiap mm 3 semen. Selain itu, konsentrasi
spermatozoa dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil
konsentrasi semen yang didapatkan dengan cara spektrofotometer adalah 3780
(pada hari ke-1) dan 4260 (pada hari ke-2) juta sperma/ml.
0 (25 Januari) - - -
Susu 1 (26 Januari) 85/ 3 +++ 95%
Skim 2 (27 Januari) 75/ 2 ++ 85%
Sitrat 3 (28 Januari) 50/ 1 + 60%
4 (29 Januari) 15/ 0 + 25%
0 (25 Januari) - - -
Sari Naga 1 (26 Januari) 75/ 3 +++ 85%
2 (27 Januari) 66/ 1 + 75%
Sitrat
pH 3 (28 Januari) 38/ 1 + 48%
4 (29 Januari) 5/0 + 10%
(28 Januari)
Tipe 25/ 0 + 10%
equilibrasi 1 jam
Pellet
Post thawing - - -
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa diluter yang memberikan hasil yang
baik adalah kuning telur sitrat dibanding dengan keempat diluter lainnya.
Perlakuan dengan bahan pengencer kuning sitrat pada hari ke-4 masih bertahan
baik dengan nilai viabilitas diatas 40%. Daya tahan semen dalam kuning telur,
susu skim, naga sitrat, melon sitrat, pepaya sitrat dan semangka sitrat yang
teramati pada hari ke-3 dengan jumlah spermatozoa motil progesif di atas 40%.
Pada perlakuan kuning telur menunjukan hasil yang baik, hal ini
disebabkan pada kuning telur terdapat kandungan Lecithin (derivat lipoprotein)
yang akan mempertahankan integritas selubung spermatozoa dan mencegah cold
shock. Kuning telur merupakan sumber energi spermatozoa karena mengandung
fruktosa dan glukosa. Lemak kuning telur dapat membatasi gerak spermatozoa
sehingga dapat menekan proses pemecahan energi (Susilowati dkk., 2010).
Pengencer kuning telur sitrat mengandung natrium sitrat yang merupakan
larutan penyangga yang mampu menjaga kestabilan pH semen, sehingga
menguntungkan untuk kelangsungan hidup spermatozoa. Natrium sitrat juga
berfungsi mengikat kalsium atau logam berat dan menyebabkan larutnya butir
lemak dalam kuning telur sehingga sel sperma secara individual dapat diamati
dibawah mikroskop. Keunggulan kuning telur terletak pada kandungan
lipoprotein dan lecithin yang dapat mempertahankan integritas selubung
lipoprotein dan spermatozoa (Toelihere, 1993).
Kandungan susu skim sama dengan kandungan yang terdapat dalam susu
segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya. Susu skim merupakan
komponen dengan berat molekul tinggi yang berfungsi untuk melindungi
spermatozoa terhadap pengaruh perusak dari pendinginan. Susu skim
mengandung protein dan glukosa yang digunakan sebagai nutrisi bagi
spermatozoa, selain itu susu juga memiliki substansi pelindung lesitin sebagai anti
cold shock yang baik untuk sperma sehingga penurunan suhu dalam penyimpanan
dapat menjaga kualitas sperma menjadi lebih baik dari pengencer lainnya dan
substansi untuk proses oksidasi metabolisme, termasuk penguraian komponen
lemak seperti gliserol dan asam lemak (Hermawanti, 2005 dalam Hernawati dkk,
2010). Didalam susu skim juga terdapat larutan penyangga yang berfungsi untuk
mempertahankan pH semen sehingga penurunan pH akibat penimbunan asam
laktat sebagai hasil akhir metabolisme sperma dapat dicegah
Derajat keasaman medium yang tetap baik akan berpengaruh baik pula
terhadap daya hidup spermatozoa. Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa
daya hidup spermatozoa rendah dengan menurunnya derajat keasaman pada
medium pengencer (medium bersifat asam) (Toelihere, 1981 dalam Parera, et al.,
2009). Penyimpanan semen didalam lemari es termasuk dalam keadaan anaerob
sehingga hasil akhir proses metabolismenya adalah asam. Dalam keadaan tersebut
spermatozoa membutuhkan peranan zat penyangga yang memiliki tugas sangat
penting yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan pH medium yang drastis.
20 ml
= 0,02ml = 1000
Hari ke-2 :
Volume NaCl 1% yang dipakai = 10 ml
Volume semen yang di pakai = 0,02 ml
vol . NaCl 1 y ang dipakai
Angka Resitensi (R) = vol semen yang diperiksa
10 ml
= 0,02ml = 500
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum
kualitas fresh semen domba bagus, hal tersebut ditunjukkan dengan hasil dari
pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan pemeriksaan biologis.
Hasil pengenceran dengan berbagai macam diluter menunjukkan hasil
sebagai berikut:
Pengenceran dengan kuning telur menunjukkan hasil terbaik karena sampai hari
ke 4 presentase hidup spermatozoa masih lebih dari 40%. Hal ini dikarenakan
kuning telur mengandung lecitin dan lipoprotein yang berfungsi mempertahankan
dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa. Selain itu juga
dapat melindungi sperma dari cold shock.
Hasil terbaik kedua yaitu pengenceran dengan menggunakan susu skim, meskipun
presentase hidup spermatozoa kurang dari 40% ketika hari ke 4, namun hari
ketiga masih mencapai 60%.
Hasil pengenceran dengan menggunakan diluter buah-buahan menunjukkan hasil
yang kurang baik, presentase sperma sudah tidak bisa dipertahankan pada hari
ketiga, hal tersebut dimungkinkan karena dalam buahan-buahan hanya
mengandung karbohidrat dan vitamin sehingga kurang memenuhi syarat hidup
sperma.
Pembuatan semen beku (pellet) mengalami kegagalan yang ditelaah hal
tersebut terjadi karena penambahan glycerol yang terlalu banyak, dan teknik
penambahan yang kurang memperhatikan perubahan suhu.
5.2 Saran
Penggunaan diluter kuning telur dan susu tetap menjadi yang utama.
Pengenceran dengan buah-buahan bisa digunakan namun tidak lebih dari 3 hari
penyimpanan karena hal tersebut akan mempengaruhi fertilitas.
Diadakan penelitian lanjutan untuk mengoptimalkan hasil pengenceran dengan
menggunakan buah-buahan, hal tersebut perlu dilakukan karena mengingat
banyaknya macam buah yang tersedia yang dimungkinkan lebih ekonomis
dibanding kuning telur dan susu.
Dalam pembuatan semen beku harus memperhatikan langkah-langkah dengan
baik terutama perubahan suhu dan ketepatan bahan yang dicampurkan karena hal
tersebut menentukan kualitas sperma sampai dilakukannya post thawing, sehingga
hasilnya sempurna dengan mendapatkan angka fertilisas yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.http://www.google.co.id//www.biologycorner.com/resources/papaya.diak
ses pada tanggal 28 april 2010. Pukul 15.15 wib.
Solihati, N., R. Idi, S.D. Rasad, M. Rizal dan M. Fitriati. 2008. Kualitas
spermatozoa cauda epididymis sapi peranakan ongol (PO) dalam
pengencer susu, tris dan sitrat kuning telur pada penyimpanan 4-5o C.
J.
Setyaningsih, N. I. 2012. Pengaruh penambahan vitamin C dalam pengencer tris
kuning telur terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa domba Merino
post thawing. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Toelihere, M. R., 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak Cetakan II. Angkasa,
Bandung.
Walson, P.F. and Martin, C.A. 1975. The Influences of same fractions of egg yolk
on the survival of ram spermatozoa at 5o C. Reprod Fertil Dev 69:856-
857.
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Moreira, F., De la Sota, R.I., Diaz, T., and Thatcher, W.W. 2000. Effect of Day of
the estrous Cycle at the Inisiation of a Timed Artificial Insemination
Protocol on Reproductive Responses in Dairy Heifers. J. Anim. Sci.
78:1568-1576
Almquist , J.O. 1968. Dairy Cattle. Dalam : E.J Perry (E.d). The Artifical
Inseminasi of Farm Animal. Fourth Revised Edition. Rutgers University
Press, New Jersey.
Anonymus, 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah.
Kanisius : Yogyakarta.
Dirjen Peternakan, 2000. Prosedur Tetap Produksi dan Distribusi Semen Beku.
Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.
Flipse, R.J. and J.O Almquist. 1961. Effect of Total Digestible Nutrient Intake
Form Birth To Four Years Of Age On Growth And Reproductive
Development And Performance Of dairy Bills. J. Dairy Sci.,44.095
Lampiran