Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan bioteknologi peternakan diarahkan pada bidang reproduksi.


Beberapa teknologi mutakhir yang diciptakan telah digunakan untuk
meningkatkan efisiensi reproduksi ternak yaitu induksi birahi, penanganan kasus
infertilitas atau gangguan reproduksi, inseminasi buatan, super ovulasi dan
transfer embrio (Hunter, 1995). Pengembangan IB dalam upaya pengembangan
peternakan adalah merupakan keuntungan peternak dalam menekan biaya
produksi yang tinggi dan nilai ekonomi yang dibutuhkan. Keuntungan dari
dikembangkannya IB antara lain: 1) mengurangi biaya pemeliharaan pejantan; 2)
dapat dilakukan pemilihan semen yang mempunyai mutu genetik yang tinggi; 3)
menekan penyebaran penyakit menular; 4) mempercepat laju perbaikan genetik.
Usaha ternak domba ekor gemuk yang dilakukan peternak di Indonesia
masih dalam taraf berkembang, nampaknya banyak hal mengenai tata laksana
beternak khususnya dalam mengelola pengetahuan reproduksi dengan pendekatan
secara benar antara paramedis, inseminator dan peternak itu sendiri masih perlu
ditingkatkan. Untuk kualitas semen Inseminasi Buatan pada domba, yang masih
dapat digunakan yaitu minimal mengandung 800-4000 juta spermatozoa tiap cc
ejakulasi.
Salah satu karakteristik Domba EG adalah keberadaan ekornya yang besar
ekornya yang besar dan berbentuk sigmoid. Ekor tersebut berisi lemak sebagai
cadangan makanan (sumber energi) yang akan dipergunakan pada saat pakan sulit.
Hal inilah yang menyebabkan Domba EG dapat bertahan hidup pada daerah yang
tandus / kering. Ternak ini lebih tepat dibudidayakan sebagai ternak penghasil
daging (tipe potong) dari pada tipe wool, dengan pemeliharaan intensif dapat
diperoleh pertambahan berat badan antara 51 - 55 gram / hari. Domba Ekor
Gemuk memiliki kemampuan menimbun lemak pada pangkal ekornya. Bentuk
badan lebar, domba jantan bobotnya mencapai 60 kg dan domba betina mencapai
50 kg.
Karakteristik ini sekaligus sebagai salah satu penghambat dalam
perkembangan Domba EG, struktur anatomi ekor Domba EG yang besar
menjadikan kesulitan pada saat proses perkawinannya mengingat selama ini
dalam usaha budidaya Domba EG masih dilakukan secara konvensional dan
belum dilakukan sentuhan teknologi khususnya sistem perkawinannya masih
alami yakni kawin alam. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan sentuhan inovasi teknologi yakni melalui bioteknologi Inseminasi
Buatan (IB).

Untuk meningkatkan efisiensi reproduksi serta peningkatan populasi dan


produksi anak domba ekor gemuk, perlu dilakukan upaya penanganan gangguan
reproduksi dan upaya gertak birahi yang dipadukan dengan IB (mulyono, 2004).
Rendahnya pengetahuan manajemen pakan yang dikuasai peternak dan
kondisi lingkungan yang kurang mendukung berakibat pada kemajiran atau
ketidaksuburan ternak sapi di Indonesia, dengan memanfaatkan semen beku pada
teknik IB diharapkan pengembangan populasi dan peningkatan kualitas genetik
ternak sapi di Indonesia akan lebih cepat tercapai.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah sebagai


berikut:

1. Bagaimana cara penampungan semen pada domba?


2. Bagaimana cara pengolahan semen domba?
3. Bagaimanakah pengaruh pemberian masing-masing diluter terhadap
kualitas spermatozoa, khususnya motilitas dan persentase hidup ?
4. Berapa lamakah daya tahan spermatozoa yang diencerkan dengan masing-
masing diluter ?
5. Bagaimana proses pembuatan semen beku bentuk pellet ?
1.3 Tujuan

Tujuan dari Ko-Asistensi pada Eks Lab. Inseminasi Buatan yaitu:

1. Untuk mengetahui teknik penampungan semen domba ekor gemuk serta


pemeriksaan semen secara mikroskopis dan makroskopis.
2. Untuk mengetahui proses pengenceran dan pengolahan semen hewan agar
dapat disimpan lebih lama dengan menggunakan beberapa macam diluter.
3. Untuk mengetahui cara pembuatan semen beku tipe pellet.

1.4 Manfaat

Memberikan informasi tentang cara melakukan pengambilan semen


domba ekor gemuk, melakukan pemeriksaan kualitas dan kuantitas semen domba
ekor gemuk baik secara mikroskopis dan makroskopis, serta dapat membuat
diluter semen untuk mengetahui kualitas semen yang yang telah diencerkan
dengan beberapa diluter serta mengetahui proses pembuatan semen beku tipe
pellet agar dapat diterapkan didunia kerja.

BAB 2
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Domba Ekor Gemuk

Domba ekor gemuk (DEG) merupakan salah satu sumber daya genetic
ternak yang memiliki nilai ekonomis , ilmu pengetahuan dan social budaya untuk
pertanian dan peternakan serta memenuhi kebutuhan manusia sebagai sumber
pangan protein hewani. Tanda spesifik DEG adalah berukuran sedikit lebih besar
dibandingakan dengan domba local, memiliki pola warna tubuh putih, wool kasar
tapi rapi, kepala ringan dengan bentuk muka melengkung (concave), tipe telingan
kecil dengan arah menyamping dan mendatar. Kebanyakan DEG jantan tidak
bertanduk dan hanya sedikit yang memiliki tanduk kecil, sedangkan betinanya
tidak bertanduk. Memiliki ekor dengan ukuran yang tebal dan lebar. DEG dapat
tahan beradaptasi pada kondisi kering dan panas dimana penyimpanan cadangan
tubuh dilakukan dibagian ekor dan dimanfaatkan apabila diperlukan. Kemurnian
DEG akan tampil dari kemampuan perlemakan di ekor.

DEG betina mencapai pubertas pada umur 258 hari atau sekitar 8,6 bulan
dengan bobot badan 14,8 kg sedangkan DEG jantan mencapai pubertas pada
192,5 hari dengan bobot badan 13,1 kg. Pubertas merupakan periode pada saat
organ reproduksi untuk pertama kalinya mulai berfungsi. Apabila dilihat dari
bobot badan yang dicapai domba betina dan jantan pada saat pubertas, bobot
badan ini tergolong rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan antara lain kualitas
pakan yang diberikan tidka mengandung nutrien yang cukup sesuai dengan
kebutuhan.
Karakteristik kualitas semen DEG jantan muda terlihat pada Tabel 5. Dari
hasil pengamatan makroskopis diketahui bahwa rataan volume semen adalah 0,40
dengan pH 7,02 dan konsistensi semen bervariasi dari encer hingga kental. Dari
volume semen sebesar 0,40 ml sebenarnya dapat diinseminasikan kepada 20 ekor
betina dengan terlebih dahulu dilakukan pengenceran semen.
2.2 Inseminasi Buatan
2.2.1 Sejarah Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak
berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada
abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami
birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan
suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda
musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.
Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri
yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan
lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang
IB dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau
penelitian ke arah penggunaan teknik tersebut (Toelihere,1985).
Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi.
Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu
mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel
kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel
kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau
animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif.
Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoa. Pada
tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner)
de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan
piaraan dilakukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro
Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang
kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang
dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi
dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit
lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak
tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya.
Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi
dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa
kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan
keturunan normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada
spermatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring
semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya
fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan
pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup
spermatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau
hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoa tetapi
mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan
setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya
mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam
terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang
ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia
sebagai Bapak Inseminasi (Salisbury,Vandemark, 1985).
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh
seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian
teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang
diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk
mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari
Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam.
Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil
semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinseminasikan pada
uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.
Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh
empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB
sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari
kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
2.2.2 Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal
tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan
Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan
istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di Jawa
Tenggah (Ungaran dan Mirit/ Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati),
Jawa Barat (Cikole/ Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor,
difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya,
Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi
IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak
B. Seit yaitu penggunaan semen cair untuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi
perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965,
keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak
menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang
telah didirikan di enam tempat dalam RKI, hanya Ungaran yang masih
bertahan (Ismudiono. 1999).
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH
IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan
pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan
adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah
mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa
peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya
menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan
dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera
dapat terlihat.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak
disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan
terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di
lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga
pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
2.2.3 Tujuan Inseminasi Buatan
Tujuan dilakukan inseminasi buatan adalah dapat memperbaiki mutu
genetika ternak, tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat
yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya, mengoptimalkan penggunaan bibit
pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama,
meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur, mencegah penularan/
penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
1. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan
2. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik
3. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding)
4. Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat disimpan dalam
jangka waktu yang lama
5. Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun
pejantan telah mati
6. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik
pejantan terlalu besar
7. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan
dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
1. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka
tidak akan terjadi kebuntingan
2. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed/ turunan yang besar dan diinseminasikan
pada sapi betina keturunan/ breed kecil
3. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama
4. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny
test).
2.2.4. Prinsip Dasar Inseminsi Buatan (IB)
Didalam aplikasi teknologi inseminasi buatan maka faktor mutu genetik
pejantan yang digunakan sangat penting untuk diperhatikan karena dari
padanyalah sejumlah besar keturunan akan dihasilkan. Pejantan unggul dapat
menghasilkan 25.000 ekor anak per tahun melalui penggunaan semen beku,
sehingga selama hidup dari seekor pejantan unggul dapat diperoleh 150.000
ekor anak.
Beberapa kendala dihadapi apabila penggunaan semen beku, diantaranya
tidak kontinyunya persediaan N2 cair, untuk itu alternatif utamanya adalah dengan
menggunakan semen cair. Teknik ini dapat diterapkan dengan memperhatikan
beberapa persyaratan teknis sehingga aplikasinya dapat di laksanakan dengan baik
dan diperoleh hasil yang optimal.
Metode penampungan semen untuk dipergunakan dalam inseminasi buatan
adalah mengupayakan agar pejantan berejakulasi ke dalam vagina buatan dan
kemudian menampung semen ke dalam tabung berinsulasi untuk mencegah
rusaknya spermatozoa karena perubahan suhu. Beberapa aspek tingkah laku
seksual pejantan perlu diperhatikan dalam penampungan semen seperti: latihan,
persiapan menaiki, temperatur vagina buatan, lama ejakulasi dan sifat individu
pejantan.
Produksi semen perejakulasi pada ternak sapi jantan biasanya 4 10 ml
dan dapat ditampung 2 6 kali perminggu. Sesudah penampungan dan evaluasi
semen, tindakan selanjutnya adalah pengenceran dengan menggunakan beberapa
bahan pengenceran yang mengandung karbohidrat sebagai sumber energi, protein
pelindung, dan antibiotik. Semen sapi dapat diencerkan 10 75 kali tergantung
dari kualitas semen yang dihasilkan setiap ejakulasi.
Pada ternak sapi untuk pelaksanaan inseminasi buatan, didalam satu kali
inseminasi hanya diperlukan 10 15 juta spermatozoa motil, sedangkan yang
dihasilkan per satu kali ejakulasi adalah milliaran sperma. Sehingga dengan dosis
inseminasi ini kita dapat menghitung berapa banyak betina yang dapat di
inseminasi dari seekor pejantan.
Semen yang telah dipersiapkan dapat langsung di inseminasikan ke dalam
cervix atau corpus uteri dan untuk memperoleh kesuburan yang tinggi inseminasi
harus dilakukan mendekati waktu ovulasi yakni pada paruh kedua fase birahi atau
pada saat yang telah ditentukan apabila menggunakan program sinkronisasi birahi.
Ketepatan waktu itu penting agar spermatozoa segar tersedia dan siap.
Teknologi IB menggunakan semen beku pada sapi potong telah digunakan
sejak belasan tahun silam dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan pilihan dan menghindari
penularan penyakit atau kawin sedarah.
Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih mengalami
beberapa hambatan, antara lain S/C > 2 dan angka kebuntingan 60% (Affandhy
2006), sehingga untuk meningkatkan populasi dan mutu sapi potong serta guna
memperluas penyebaran bakalan sapi potong, diperlukan suatu petunjuk praktis
tentang manajemen IB mengunakan semen beku mulai dari penanganan ketika
straw beku dalam kontener hingga akan disuntikan/ di-IB-kan ke sapi induk,
termasuk cara dan waktu IB, dengan harapan dapat memperbaiki manajemen
perkawnan melalui pelaksanaan IB yang selama ini sering menimbulkan
permasalahan di tingkat peternak maupun inseminator. Dengan adanya petunjuk
tentang manajemen IB diharapkan dapat menambah tingkat keterampilan
inseminator dan pengalaman peternak sehinggga tingkat kebuntingan ternak dapat
dicapai secara optimal dan tahapan teknik ini perlu diinformasikan

2.3 Semen Beku


Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya
dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk penghentian sementara
kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi metaboliknya berhenti
mendekati total. Sel yang tidak bergerak menurunkan kecepatan metabolisme
sehingga dapat menghemat dalam penggunaan energi sehingga proses hidup
dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan. Pembuatan semen beku
merupakan teknik penyimpanan semen yang efektif karena dapat disimpan dalam
waktu yang lama (Vishwanath dan Shannon 2000). Spermatozoa yang telah
dibekukan dan dicairkan kembali (thawing) akan menghasilkan spermatozoa yang
sebagian sudah mengalami kapasitasi sehingga daya hidupnya rendah dan
motilitas progresifnya tidak sebaik spermatozoa yang masih segar. Spermatozoa
yang sudah mengalami kapasitasi akan bergerak hiperaktif atau berlebihan namun
gerakannya kurang progresif (Ismaya 2009). Dari segi fisiologis, plasma semen
berfungsi sebagai sarana transportasi sperma pada saat melalui saluran reproduksi
jantan ketika ejakulasi, mengaktifkan untuk sperma non motil dan sebagai bahan
penyangga yang kaya akan nutisi yang berperan untuk membantu sperma supaya
tetap hidup setelah dipindahkan ke dalam saluran reproduksi betina (Evan dan
Maxwell, 1987). Plasma semen terdiri atas zat-zat organik dan anorganik. Zat-zat
organik yang dikandung plasma semen terdiri atas fosforilkolin,
gliserilfosforilkolin, asam sitrat, fruktosa, inositol, sorbitol, ergotonin dan
sperumin sedangkan zat-zat anorganik yang dikandungnya terdiri atas kalium,
kalsium dan bikarbonat. Dengan adanya komponen kimiawi tersebut pH semen
sekitar 7,0 dengan tekanan osmotik sama dengan tekanan osmotik darah yaitu
0,9% NaCl (Partodiharjo, 1982).

Sel sperma terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Sperma terdiri atas
deoksiribonukleoprotein dan mukopolisakarida. Deoksiribonukleoprotein
terdapat dalam nukleus dan kepala sperma, sedangkan mukopolisakarida terdapat
dalam kromosom yang berfungsi sebagai pembungkus kepala sperma yang terikat
di dalam molekul protein. Plasmalogen atau lemak terdapat pada leher, badan dan
ekor sperma. Plasmalogen berfungsi sebagai sarana repirasi bagi sperma dan
ditutup oleh selubung protein berbentuk keratin (Salisbury dan VanDemark,
1985). Model pengemasan semen beku yang biasa digunakan menurut Hafez
(1993) yaitu:

1. straw yang terbuat dari polivinil klorida, terdapat dua ukuran yaitu ministraw
berisi 0,25 ml dan midistraw berisi 0,5 ml semen
2. ampul gelas berisi 0,5-1 ml semen
3. pellet berisi 0,1-0,2 ml semen.
Umur dan daya guna semen yang dibekukan akan bertahan lama karena
pembekuan adalah menghentikan sementara kegiatan hidup dari sel (metabolisme
sel) tanpa mematikan fungsi sel dimana proses hidup dapat terus berlanjut setelah
pembekuan dihentikan. Jadi, pada prinsipnya menggunakan faktor penurunan
temperatur untuk mempertahankan daya hidup dan kemampuan fertilisasi
spermatozoa (Partodiharjo, 1982).

Penyimpanan dan Pemindahan Semen Beku

Semen beku harus disimpan pada suhu yang sangat dingin dan yang umum
dilakukan adalah menyimpannya dalam kontainer berisi nitrogen cair bersuhu
-196oC (-320oF). Metode lain yang digunakan adalah penyimpanan secara
mekanik bersuhu -110 bersuhu -79oC (-110oC (-166oF) dan COF) (Sorensen,
1975). Pada saat proses pemindahan semen tidak boleh mengalami temperature
shock atau perbedaan suhu yaitu perbedaan antara suhu semen dengan suhu
lingkungan serta tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, diperlukan syarat-syarat pemindahan semen beku
yang baik adalah sebagai berikut :

1. Pemindahan semen beku harus dilakukan dengan cepat (maksimal 5 detik) dan
sebaiknya dilakukan dengan pinset
2. Pemindahan semen harus menggunakan goblet dan dilakukan dalam rendaman
nitrogen cair pada storage container
3. Diusahan terhindar dari angin dan sinar matahari.
Perlu diperhatikan bahwa kira-kira 50% sampai 70% sel-sel sperma akan
mati atau imotil karena proses pembekuan (BIB Lembang, 1997). Selama
penyimpanan dalam jangka waktu yang lama aktivitas gerakan dan metabolisme
yang dilakukan oleh sperma membutuhkan energi yang besar. Oleh karena itu,
lama hidup sperma sangat terbatas pada energi yang terkandung di dalam
tubuhnya dan plasma semen.

2.4 Susu Skim


Susu skim juga mengandung zat lipoprotein dan lesitin sehingga bisa
digunakan dalam pengencer semen untuk melindungi spermatozoa dari pengaruh
kejut dingin (cold shock) dan air susu juga mengandung enzim yang hancur pada
waktu pemanasan dimana pemanasan air susu dia atas 80C akan melepaskan
gugusan sulfhydril (-SH) yang berfungsi sebagai zat reduktif yang mengatur
metabolism oksidatif sperma.
Susu skim merupakan bagian yang tertinggal setelah susu diambil
krimnya, mengandung dua zat makanan kecuali lemak dan vitamin yang terlarut
dalam lemak. Komposisi skim terdiri dari lemak 1,0%, protein 35,5 g,karbohidrat
52g dan kalori 362Kal. Susu skim yang ada dipasaran umumnya berbentuk bubuk
yang melalui proses pengeringan dengan prosedur pengeringan yang berturut-
turut adalah pemanasan pendahuluan, klasifikasi, pengentalan, standarisasi dan
pengeringan (Chamberlain, 1989). Sedangkan menurut Buckle (1987) juga
menambahkan komposisi skim terdiri dari lemak 1,0 %, laktosa 5 %, abu
0,8%, dan air 90,4%. Susu skim merupakan suplemen protein yang
bermanfaat karena mengandung 35,6 g, kalsium dan riboflavin dalam kadar tinggi
(Chamberlain, 1989).

Pada susu skim bubuk terkandung lebih dari 50 % laktosa yang


merupakan sumber protein hewani dan juga lakatosa sebagai sumber Ca dan
P, mineral Ca dan P sebagai ion berfungsi sebagai gugus polar yang bersifat
hidrofilik dan mampu mengikat air (Winarno, 1992). Susu skim yang ada
dipasaran umumnya berbentuk bubuk yang melalui proses pengeringan dengan
prosedur pengeringan yang berturut-turut adalah pemanasan pendahuluan,
klasifikasi, pengentalan, standarisasi dan pengeringan (Indris, 1992).

2.5 Kuning Telur


Syarat setiap bahan pengencer adalah harus dapat menyediakan nutrisi
bagi kebutuhan spermatozoa selama penyimpanan, memungkinkan sperma
bergerak secara progresif, tidak bersifat racun bagi sperma, menjadi penyangga
bagi sperma, dapat melindungi sperma dari kejutan dingin (cold shock) baik untuk
semen beku maupun semen segar (Solihati dan Kune, 2009). Dalam
perkembangan teknik pengenceran semen telah ditemukan berbagai macam bahan
pengencer. Bahan pengencer yang ditemukan memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing dalam menjaga kualitas semen terutama yang berhubungan
dengan daya tahan hidup spermatozoa. Saat ini, beberapa jenis pengencer telah
digunakan di seluruh dunia. Hampir semua bahan pengencer yang kini digunakan
mengandung susu dan kuning telur atau kombinasi keduanya. Media yang
mengandung kuning telur umumnya diberi tambahan sodium sitrat dan penyangga
lainnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengencer kuning telur dapat
diberi tambahan tris glukosa. Selamet dkk (2005), menyatakan bahwa
penggunaan bahan-bahan yang berasal dari hewan berisiko tinggi terhadap
kontaminasi mikroba.
Kuning telur berfungsi untuk melindungi spermatozoa dari cold shock
karena mengandung lipoprotein dan lesitin (Toelihere, 1981). Kuning telur juga
banyak mengandung protein, vitamin yang larut dalam air dan minyak sehingga
ideal digunakan sebagai pengencer.

Kuning telur mempunyai komponen berupa lipoprotein dan lesitin yang


dapat mempertahankan dan melindungi spermatozoa dari cekaman dingin. Kuning
telur umumnya ditambahkan ke dalam pengencer semen sebagai sumber energi,
agen protektif dan dapat memberikan efek sebagai penyangga terhadap sperma
(Walson and Martin, 1975 disitasi oleh Siswanto, 2006). Kuning telur mempunyai
komponen berupa lipoprotein dan lesitin yang dapat mempertahankan dan
melindungi spermatozoa dari cekaman dingin. Kuning telur juga mengandung
glukosa, vitamin yang larut dalam air dan larut dalam lemak sehingga
menguntungkan spermatozoa.

Semakin besar persentase kuning telur maka jumlah lemak kuning telur
juga semakin besar sehingga menghalangi pergerakan spermatozoa dan membuat
spermatozoa lebih aktif untuk melewati buturan-butiran lemak kuning telur
sehingga lebih cepat mengalami peningkatan konsumsi energi akibat
berkurangnya sumber makanan bagi spermatozoa dan menumpuknya asam laktat.
Tingginya kandungan asam laktat ini menyebabkan banyak spermatozoa yang
mati/ tidak bergerak dan menurunnya kecepatan akibat rusaknya membran
(Setyaningsih, 2012).

2.6 Melon
Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk famili Cucurbitaceae.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tanaman melon berasal dari Turki dan
adalagi yang menyebutkan dari daerah India (Tjahjadi, 1995). Melon termasuk
tanaman semusim atau setahun yang bersifat menjalar atau merambat. Melon
memiliki akar tunggang dan akar cabang yang menyebar pada kedalaman lapisan
tanah antara 30-50 cm. Batang tanaman biasanya mencapai ketinggian (panjang)
antara 1,5-3 meter, berbentuk segi lima, lunak, berbuku-buku sebagai tempat
melekatnya tangkai daun. Helai daun berbentuk bundar bersudut lima dan
berlekuk-lekuk, diameternya antara 9-15 cm dan letak antara satu daun dengan
daunnya saling berselang (Rukmana, 1994).

Adapun kandungan gizi buah melon setiap 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1
dibawah ini :

Energi 23 kal
Protein 0,6 g
Kalsium 17 mg
Vitamin A 2400 IU
Vitamin C 30 mg
Thiamin 0,045 mg
Ribloflavin 0,065 mg
Niacin 0,1 mg
Karbohidrat 6,0 mg
Nicotinamida 0,5 mg
Air 93,0 mg
Besi 0,4 mg
Serat 0,4 g
Sumber: Gillivray (1961)

Dengan melihat kandungan bahaN kimia yang dijelaskan di atas maka


dapat disimpulkan bahwa kandungan gula yang diperoleh dari karbohidrat cukup
tinggi, selain itu kandungan vit C pada melon juga tinggi. Itu berarti melon cukup
baik untuk dijadikan diluter karena selain diambil gula sebagai sumber energy,
juga dapat digunakan sebagai antioksidan dari vitamin C yang terkandung di
dalamnya.

2.7 Buah Naga


Nama buah naga berasal dari penampilan batangnya yang menjulur
berwarna hijau, yang mirip tubuh naga. Buahnya juga bersisik dan memiliki sayap
seperti seekor naga. Buah naga sebenarnya adalah buah kaktus.

Tanaman buah naga merupakan jenis tanaman memanjat. di habitat aslinya


tanaman ini memanjat tanaman lainnya untuk menopang dan bersifat epifit.
Tanaman buah naga dapat tumbuh optimal pada suhu 38-40. Batang buah naga
berwarna hijau kebiru-biruan atau keunguan. Batang tersebut berbentuk siku atau
segitiga dan mengandung air dalam bentuk lender dan berlapiskan lilin bila sudah
dewasa. Dari batang ini tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan
batang dan berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi dan mengandung
cambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Pada batang dan cabang
tanaman ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek, letak duri pada tepi siku-
siku batang maupun cabang dan terdiri dari 4-5 buah duri di setiap titik tubuh.
cabang berbentuk segi tiga dan berwarna hijau kebiru-biruan atau ungu. Bunga
buah naga berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30 cm, akan mulai
mekar di sore hari dan mekar sempurna pada malam hari. Setelah mekar warna
mahkota bunga bagian dalam putih bersih dan di dalamnya terdapat benang sari
berwarna kuning dan mengeluarkan bau yang harum.
Buah naga merupakan sumber serat, vitamin, dan mineral yang baik.
Kandungan nutrisi dalam 100 mg buah naga secara umum. Berdasarkan hasil
penelitian, buah naga merah dan putih mengandung berbagai zat gizi, kandungan
gizi yang terdapat dalam 100 gram buah naga masak segar adalah 0,229 g protein;
0,61 g lemak; 6,3 g kalsium; 36,1 mg fosfor; 11,5 g karbohidrat; 0,28 mg vitamin
B1; 0,045 mg vitamin B2; 0,43 mg vitamin B3; 9 mg vitamin C dan air 83 g.
Buah naga mengandung serat yang cukup banyak, mencapai 0,7-0,9 gram per 100
gram. Serat sangat dibutuhkan tubuh untuk menurunkan kadar kolesterol. Di
dalam saluran pencernaan serat akan mengikat asam empedu (produk akhir
kolesterol) dan kemudian dikeluarkan bersama feses. Semakin tinggi konsumsi
serat, semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh.

Berdasarkan kajian terkini, buah naga tidak hanya dapat dimanfaatkan


buahnya, bagian-bagian lain dari tanaman buah naga juga dapat dimanfaatkan.
Buah naga yang masak memang langsung dapat dikonsumsi, sedangkan buah
yang belum masak dapat dibuat sup. Bunga buah naga dapat juga dikonsumsi
yaitu dengan menjadikannya sebagai sayur urap, digoreng, atau dapat dikeringkan
untuk dijadikan minuman semacam teh. Dahan atau cabang buah naga juga dapat
dimakan yaitu dijadikan salad, urap, digoreng, dan dijadikan sup. Masakan dari
bahan tumbuhan buah naga dipercaya dapat membuang racun dalam tubuh dan
membersihkan pencernaan. Di amerika selatan, dahan buah naga dihancurkan
untuk dijadikan makanan ternak kambing atau sapi. Pakan ternak dari dahan
tersebut terbukti dapat meningkatkan kadar susu dan kualitas daging ternak.

2.8 Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan
dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman
ini turut menyebar ke berbagai benua dan Negara, termasuk ke benua Afrika dan
Asia serta negara India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai Negara
tropis lainnya, termasuk Indonesia dan pulau-pulau di Lautan Pasifik di abad ke
17(Kalie, M.B,2000). Meski semakin banyak jenis dan ragam buah impor, pepaya
tetap populer di Indonesia. Selain murah, zat gizi yang dikandungnya pun
lengkap. Biji, daun, batang, dan akarnya sangat bermanafaat sebagai obat. Pepaya
juga dikenal sebagai buah yang murah harganya dan enak rasanya. Varietas yang
beragam dan ketersediaannya sepanjang tahun turut memperkokoh posisi pepaya
sebagai buah idola (Anonim,2010). Disamping gizinya yang tinggi, pepaya adalah
buah yang memiliki kandungan tinggi antioksidan. Ini termasuk vitamin C,
flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat dan
vitamin B.
Antioksidan memerangi radikal bebas dalam tubuh dan menjaga kesehatan
sistem kardiovaskular dan memberikan perlindungan terhadap kanker usus besar
(Superkunam,2010). Karena pepaya merupakan sumber antioksidan yang sangat
baik, buah pepaya membantu mencegah oksidasi kolesterol dalam hati. Kolesterol
tinggi dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Ini dapat dicegah dengan
mengkonsumsi buah pepaya secara teratur. Selain itu pepaya juga sarat akan serat
yang kemudian dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam hati. Asam
folat yang ditemukan dalam pepaya menghilangkan zat-zat berbahaya yang dapat
merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan serangan jantung. Salah satu
manfaat buah pepaya lainnya yaitu sebagai pencegahan penyakit jantung, dan
diabetes. Komposisi gizi buah pepaya masak, pepaya muda, dan daun pepaya per
100 gram.
Kandungan kimia
Energi (kkal) 46
Protein (g) 0,5
Lemak (g) 0
Karbohidrat (mg) 12,2
Kalsium (mg) 23
Fosfor (mg) 12
Besi (mg) 1,7
Vitamin A (SI) 365
Vitamin B1 (mg) 0,04
Vitamin C (mg) 78
Air (g) 86,7
Sumber: Anonim, 2010
Buah pepaya banyak mengandung vitamin A yang diperlukan untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan mengkonsumsi buah pepaya
diyakini dapat memperkuat sistem Ekekebalan tubuh dan mencegah beberapa
penyakit yang terjadi sebagai hasil menurunkan kekebalan, seperti pilek dan
batuk, infeksi dan flu. Pepaya juga mengandung enzim papain dan enzim
chymopapain yang dapat mengurangi peradangan sehingga membantu tubuh
dalam penyembuhan luka bakar dan luka lainnya. Beberapa penyakit tertentu
menjadi lebih buruk ketika tubuh meradang. Karena itu disarankan bahwa orang-
orang yang menderita kondisi ini harus mengkonsumsi buah pepaya
(Superkunam, 2010).
Manfaat buah pepaya yang tidak kalah pentingnya adalah berperan dalam
mencegah kanker usus besar. Ini tidak lepas karena banyaknya kandungan serat.
Serat ini juga sangat berguna bagi mereka yang kesulitan buang air besar. Vitamin
A yang ada dalam buah pepaya, sangat bermanfaat bagi orang-orang yang
memiliki paru-paru yang lemah. Termasuk pepaya dalam makanan mereka, akan
mengurangi kemungkinan mereka tertular penyakit yang muncul sebagai hasil
dari paru-paru yang lemah, seperti bronkitis, kanker dan lain-lain (Superkunam,
2010).

2.9 Semangka
Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) merupa kan salah satu buah yang
sangat digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan
kandungan airnya yang banyak. Menurut asal-usulnya, tanaman semangka konon
berasal dari gurun Kalahari di Afrika, kemudian menyebar ke segala penjuru
dunia, mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Thailand, India, Belanda, bahkan ke
Amerika.

Biji semangka yang dikeringkan dan di sangria juga dapat dimakan isinya
sebagai kuaci. Buah semangka memiliki kulit yang keras, berwarna hijau pekat
atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua tergantung kultivarnya, daging
buahnya yang berair berwarna merah atau kuning. (Prajnanta, 2003)
Buah semangka diketahui mengandung zat-zat tertentu yang cukup efektif
dalam membunuh sel-sel kanker, yaitu zat yang mampu menghidupkan aktivitas
fungsi sel darah putih yang mampu meningkatkan sistem kekebalan. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa semangka mengandung zat-zat yang dapat
menstimulir phagocyte, yaitu suatu sel darah yang mampu melindungi sistem
darah dari infeksi dengan cara menyerap mikroba untuk mematikan sel-sel
penyebab penyakit kanker. Kandungan kalori buah semangka sangat rendah
sehingga semangka dapat berfungsi sebagai diuretik. Buah semangka
mengandung pigmen karotenoid jenis flavonoid yang memberikan warna daging
buah merah atau kuning. (Prajnanta, 2003). Berikut kandungan buah semangka
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan buah semangka per 100 gram Direktorat gizi


Depkes R.I (1981), Food and Nutrition Research Center,
Handbook No.1 Manila (1964).
BAB 3
MATERI DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan adalah: vagina buatan, termos (untuk air panas),
thermometer, gelas ukur, labu erlenmeyer, tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur,
object glass, cover glass, mikroskop, mortar & stamper, saringan/ kassa steril,
petridish, spectrophotometer.

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan: semen domba jantan, vaselin, alcohol 70%,
pewarna eosin negrosin, NaCl 1%, NaCl 2%, aquadest, Susu skim, kuning telur,
sitrat, sari buah papaya, sari buah melon, sari buah naga, sari buah semangka,
antibiotic penicillin dan streptomisin, Dry ice.

3.2 Pembuatan Diluter


Diluter yang digunakan untuk pengenceran semen domba adalah susu
skim, kuning telur sitrat, sari buah papaya sitrat, sari buah naga sitrat, sari buah
melon sitrat, sari buah semangka sitrat.
Pembuatan diluter susu skim:
1. Menimbang susu skim sebanyak 3 gram, kemudian dimasukkan dalam
beaker glass, kemudian ditambahkan aquades hingga 30 ml.
2. Mengaduk hingga homogen dan dipanaskan diatas penangas sampai suhu 92
95oC selama 10 menit.
3. Larutan tersebut perlahan lahan didinginkan hingga suhu kamar (20 27
o
C) sampai 32 oC sesuai suhu air mani yang akan diencerkan.
4. Bila ada kepala susu dibuang dengan disaring menggunakan kain kasa
5. Menambahkan Penicillin 1000 IU/ml pengencer dan Streptomycin 1 mg/ml
pengencer, kemudian diaduk hingga merata, lalu ukur pH 5
6. Ditambah dengan sperma domba dengan perbandingan 1: 10.

Pembuatan diluter kuning telur sitrat:


1. Membuat larutan dengan cara timbang Na sitrat 2,9 gram + aquades ad 100
ml, aduk, panaskan kemudian didinginkan.
2. Mempersiapkan kuning telur dengan cara buka cangkang telur di bagian
kantong udara,kemudian dikeluarkan putih telurnya dan kuning telurnya di
saring dengan kertas saring. Pencampuran kuning telur + larutan sitrat
dengan perbandingan 1: 3 ( 5 ml kuning telur + 15 ml larutan sitrat)
kemudian ukur pH 5.
3. Menambahkan Penicillin 1000 IU/ml pengencer dan Streptomycin 1 mg/ml
pengencer, kemudian diaduk hingga merata.
4. Ditambah dengan sperma domba dengan perbandingan 1: 10.

Pembuatan diluter sari buah (papaya, melon, buah naga, semangka) sitrat:
1. Menimbang 30 gram buah yang akan digunakan, kemudian, gerus dengan
mortir + aquades ad 30 ml.
2. Disaring dengan kasa steril kemudian diukur pH 5
3. Mencampurkan sari buah + lar.sitrat dengan perbandingan 1:1 (10 ml sari
buah + 10 ml lar. sitrat).
4. Tuangkan sari buah + lar. Sitrat ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml
5. Tambahkan Penicillin 1000 IU/ml pengencer dan Streptomycin 1 mg/ml
pengencer, kemudian diaduk hingga merata.
6. Ditambah dengan sperma domba dengan perbandingan 1: 10.

Cara menghitung pemberian antibiotik:


Penicillin 1000IU/ ml dalam 10 ml terdadap 3 juta IU, maka jumlah yang
diberikan untuk 10 ml larutan 10.000 IU sehingga:
10000
= 3000000 x 10 ml

= 0,03 ml

Streptomycin 1 gram dalam 5 ml, maka jumlah yang diberikan untuk 10 ml


larutan adalah:
100
= 1000 x 5 ml

= 0,05 ml.

3.3 Penampungan Semen Domba


Semen domba ditampung dengan menggunakan vagina buatan yang
sebelumnya dilapisi vaselin, sebelumnya disiapkan air hangat dalam termos, serta
tabung penampung semen, langkah langkah yang dilakukan adalah:
1. Menyiapkankan domba pemancing dan dijepit dengan kedua kaki salah satu
operator.
2. Mendekatkan domba jantan yang akan diambil semennya pada domba
pemancing.
3. Operator yang lain memeriksa suhu vagina buatan antara 42 45oC sekaligus
diberi vaselin pada bibir luar vagina buatan dan ambil posisi di belakang
sebelah kanan domba pemancing. Gunakan tangan kanan untuk memegang
vagina buatan miring keatas dengan kemiringan 45o dengan garis horizontal.
4. Memegang preputium domba tepat dipangkal penis dengan tangan kiri dan
arahkan masuk kedalam vagina buatan saat pejantan naik dan melakukan
gerakan ejakulasi, sperma ditampung setelah 3x pejantan menaiki domba
pemancing
5. Melepaskan tabung gelas penampung dari corong karet vagina buatan dan
simpan pada suhu kamar dengan rak tabung reaksi.

3.4 Pemeriksaan Semen Domba


Pemeriksaan makroskopis:
1. Volume air mani, dengan melihat pada skala tabung yang digunakan untuk
menampung semen, maka dapat ditentukan volumenya.
2. Konsistensi air mani, dilakukan ditempat terang dengan memiringkan dan
menegakkan kembali tabung koleksi semen.
3. Bau air mani, dengan mencium bau air mani yang terdapat pada tabung
koleksi.
4. Warna air mani, dengan melihat warna air mani yang tertampung pada
tabung koleksi.
5. Derajat keasaman, dengan menggunakan kertas lakmus.
Pemeriksaan konsentrasi semen:
1. Cara Rusia, diatas gelas obyek diletakkan satu tetes semen, lalu ditutup
dengan gelas penutup kemudian dilihat dibawah mikroskop. Dalam hal ini
diperhatikan jarak antara kepala sperma yang satu dengan yang lain.
Keiteria yang membedakan konsentrasi spermatozoa: Densum (D) : yaitu
bila jarak antara kepala sperma yang satu dengan yang lainnya kurang dari
panjang kepala satu sel sperma. Berarti ada lebih dari 1 juta sel sperma
dalam setiap mm3 semen tersebut. Semi Densum (SD) : yaitu bila jarak
antara kepala sel sperma yang satu dengan yang lain lebih dari panjang satu
kepala sperma. Berarti bahwa setiap mm3 semen mengandung antara
500.000 1.000.000 spermatozoa. Rarum (R) : yaitu bila jarak antara
kepala sel sperma yang satu dengan yang lain hampir sama dengan panjang
satu spermatozoa (kepala dan ekor). Berarti bahwa setiap 1 mm 3 semen
mengandung kurang dari 500.000 spermatozoa. Azoosperma (A):tidak
terdapat atau sedikit sekali spermatozoa dalam semen.
2. Penghitungan dengan Spektrofotometer, kabel fitting spektrofotometer
dipasang pada stop kontak dan tunggu kira-kira 10 menit. Jarum diatur agar
menunjukkan angka 0 di skala sebelah kiri. Tabung kuvet berisi NaCl 2%
dengan volume 10 ml dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Atur jarum
agar menunjukkan angka 0 di sebelah kanan, kemudian tabung diangkat.
Pada tabung kuvet lain, masukkan semen 0.05 ml+NaCl 2% sebanyak 10
ml, kemudian dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Amati jarum
menunjuk pada angka berapa, kemudian dikonversikan.
Tabel angka konfersi spermatozoa (juta/ml)

Std
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
580
0.0 - 60 120 180 240 300 360 420 480 540
0.1 600 660 720 780 840 900 960 1020 1080 1140
0.2 1200 1260 1320 1380 1440 1500 1560 1620 1680 1740
0.3 1800 1860 1920 1980 2040 2100 2160 2220 2280 2340
0.4 2400 2460 2520 2580 2640 2700 2760 2820 2880 2940
0.5 3000 3060 3120 3180 3240 3300 3360 3420 3480 3540
0.6 3600 3660 3720 3780 3840 3900 3960 4020 4080 4140
0.7 4200 4260 4320 4380 4440 4500 4560 4620 4680 4740
0.8 4800 4860 4920 4980 5040 5100 5160 5220 5280 5340
0.9 5400 5460 5520 5580 5440 5700 5760 5820 5880 5940

Pemeriksaan mikroskopis:
Pemeriksaan natif untuk melihat motilitas spermatozoa yaitu:
1. Gerakan massa: 1 tetes semen diletakkan diatas obyek glass kemudian
diperiksa dengan mikroskop perbesaran 100x.
2. Gerakan individu: 1 tetes NaCl fisiologis diatas obyek glass ditambah
dengan 1 tetes semen kemudian diratakan dan ditutup dengan cover glass,
lalu diperiksa dengan mikroskop perbesaran 400x.
Pemeriksaan semen dengan diluter susu skim:
1. Mencampurkan semen dengan diluter susu skim yang sudah diberikan
antibiotik dengan perbandingan 1:10 dalam tabung reaksi.
2. Memeriksa gerakan massa dan gerakan individu dengan cara meneteskan 1
tetes semen yang telah bercampur diluter pada object glass dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 100x dan 400x.
3. Bila hasil pengamatan baik, disimpan dalam lemari es pada suhu 3 - 5 oC.
4. Memeriksaan secara teratur setiap hari agar diketahui kualitas air mani yang
masih memungkinkan dapat digunakan sampai motilitas progresif minimal
40 %.
Pemeriksaan semen dengan diluter kuning telur sitrat:
1. Mencampurkan semen dengan diluter kuning telur sitrat yang sudah
diberikan antibiotik dengan perbandingan 1:10 dalam tabung reaksi.
2. Memeriksa gerakan massa dan gerakan individu dengan cara meneteskan 1
tetes semen yang telah bercampur diluter pada object glass dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 100x dan 400x.
3. Bila hasil pengamatan baik, disimpan dalam lemari es pada suhu 3 - 5 oC.
4. Memeriksa secara teratur setiap hari agar diketahui kualitas air mani yang
masih memungkinkan dapat digunakan sampai motilitas progresif minimal
40 %.
Pemeriksaan semen dengan diluter susu sari buah (papaya, melon, buah
naga, semangka) :
1. Mencampurkan semen dengan diluter sari buah sitrat yang sudah diberikan
antibiotik dengan perbandingan 1:10 dalam tabung reaksi.
2. Memeriksa gerakan massa dan gerakan individu dengan cara meneteskan 1
tetes semen yang telah bercampur diluter pada object glass dengan
menggunakan mikroskop pembesaran 100x dan 400x.
3. Bila hasil pengamatan baik simpanlah dalam lemari es pada suhu 3 - 5 oC.
4. Memeriksa secara teratur setiap hari agar diketahui kualitas air mani yang
masih memungkinkan dapat digunakan.
Pemeriksaan persentase spermatozoa hidup:
1. Meletakkan satu tetes besar diatas gelas obyek yang bersih, secepatnya
dicampurkan hingga homogen kemudian buat preparat ulas setipis mungkin
dan panaskan diatas nyala api (ini dilakukan maksimal 15 detik).
2. Memeriksa dengan mikroskop dengan pembesaran 400x. Dan menghitung
jumlah spermatozoa yang tidak terwarnai adalah yang hidup dan yang
terwarnai adalah yang mati.
Pemeriksaan spermatozoa abnormal: cara yang digunakan sama dengan
pemeriksaan persentase spermatozoa yang hidup, hanya saja yang dihitung adalah
jumlah spermatozoa yang abnormal.
Uji keutuhan membrane:
1. Membuat larutan HOST dengan mencampurkan Na Sitrat 0.735 gram dan
fruktosa 1.351 gram yang dilarutkan dalam 100 ml aquades steril.
2. Melakukan uji keutuhan mebran dengan cara mengambil semen sebanyak
0.1 ml ditambah dengan 0.9 ml larutan HOST.
3. Menginkubasi dalam inkubator CO2 selama 1 jam pada suhu 37C.
4. Mengevaluasi dengan mikroskop dengan perbesaran 400x, jumlah
spermatozoa dengan membran yang utuh dihitung dalam bentuk persen.
Pemeriksaan biologis (uji resistensi):
1. Pipet semen 0,02 ml dan memasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer / beaker
glass.
2. Menambahkan 10 ml NaCl 1% dan aduk perlahan hingga merata.
3. Mengambil satu tetes, diletakkan di atas object glass, lalu memeriksa
dengan mikroskop pembesaran 10x, bila masih ada gerakan dari
spermatozoa ditambahkan lagi 10 ml NaCl 1% secara bertahap sampai
gerakan spermatozoa oscilatoris atau tinggal 40%.
4. Penghitungan angka resistensi pada semen domba didapatkan dengan
menggunakan rumus :
R =

( ml ) NaCl yang dipakai s ampai pergerakan se l spermatozoa oscilatoris ( 40 )


( ml ) semen yang dipakai

3.5 Cara Pembuatan Semen Beku Tipe Pellet:


1. Menimbang susu skim 2 gram, kemudian dimasukkan kedalam beker glass
lalu ditambahkan aquades ad 20 ml, diaduk hingga homogen.
2. Memanaskan diatas penangas hingga suhu 92-95C selama 10 menit.
3. Mendinginkan air susu tersebut perlahan-lahan hingga suhu kamar 27-32C
sesuai suhu air mani yang akan diencerkan, lalu disaring menggunakan kain
kasa.
4. Menambahkan kuning telur 0.5 ml, kemudian diaduk hingga rata.
5. Menambahkan Penicillin 1000 IU/ml pengencer dan Streptomycin 10
mg/ml pengencer.
6. Mengaduk hingga merata dengan larutan utama.
7. Dari larutan utama, dituang 10 ml ke tabung (larutan A), dan 10 ml ke
tabung yang lain (larutan B).
8. Larutan B ditambahkan gliserol 16 % sedangkan larutan A tanpa gliserol,
lalu dimasukkan kedalam lemari es hingga suhu mencapai 5C.
9. Semen sebanyak 1,2 ml ditambahkan dengan larutan A sebanyak 2.5 ml,
lalu dimasukkan kedalam lemari es hingga suhu mencapai 5C.
10. Menambahkan larutan B perlahan lahan sebanyak 0.75ml setiap 15 menit,
lalu diulangi hingga 4 kali (proses gliserolisasi), lalu ditunggu selama 1 jam
(waktu equilibrasi).
11. Membuat lubang lubang kecil pada dry ice (CO2 padat).
12. Meneteskan semen yang telah mengalami equilibrasi kedalam lubang-
lubang tersebut menggunakan pipet sebanyak 0.25 ml/lubang.

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan kegiatan ini menggunakan dua kali pengambilan semen yaitu


pengambilan semen yang pertama untuk pengolahan semen dengan bahan
pengencer kuning telur sitrat, susu skim, naga sitrat, pepaya sitrat, melon sitrat
dan semangka sitrat dan pengambilan semen kedua untuk pengolahan semen tipe
pellet.
Pemeriksaan dan evaluasi semen dilakukan di laboratorium baik secara
makroskopis maupun mikroskopis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat
pemeriksaan semen antara lain semen yang diperoleh dari pejantan tidak boleh
terkena sinar matahari langsung, berkontak langsung dengan barang dari logam,
bercampur dengan bahan kimia, urin dan sebagainya, serta semen tidak di kocok
terlalu keras dan sering. Setiap macam pemeriksaan harus dilakukan dengan
cermat dan secepat mungkin, tanpa mengurangi ketelitiannya. Alat-alat yang
dipakaipun dalam melakukan pemeriksaan harus dalam keadaan bersih dan pada
temperatur yang sesuai ( 37 C).

4.1 Pemeriksaan makroskopis


Pada pemeriksaan makroskopis meliputi volume ejakulasi, konsistensi
semen, bau semen, warna semen dan pH. Pada pemeriksaan kami mendapatkan
hasil sebagai berikut :

Tanggal Volume Konsistensi Bau Warna pH


26 01 2016 1,5 ml Kental Khas Putih 6
28 01 2016 1 ml Kental Khas Putih 6

Volume semen hewan jantan tergantung pada umur, berat badan, frekwensi
pengambilan, jumlah cairan yang di minum dan musim. Hewan jantan yang masih
muda, terlalu tua, ataupun terlalu gemuk biasanya rata-rata volume semen domba
dan kambing 1 ml (0,5-2 ml). Pada hasil pemeriksaan di dapatkan volume semen
domba ekor gemuk pada hari 1 (26 Januari 2016) sebanyak 1,5 ml dan pada hari
ke 2 (28 Januari 2016) sebanyak 1 ml.
Semen sapi dan domba mempunyai volume rendah tetapi konsentrasi
sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem atau putih susu. Pada
pemeriksaan konsistensi semen, apabila tabung dimiringkan dan ditegakkan
kembali maka ada cairan yang menempel pada dinding tabung. Bila terlihat bintik
kecil yang banyak seolah berdesakan turun kebawah perlahan-lahan, maka semen
tersebut dikatakan pekat/ kental. Didalam semen yang pekat terkandung
spermatozoa lebih banyak daripada yang encer. Pada pemeriksaan di dapat bahwa
konsistensi semen domba ekor gemuk pada pada hari 1 (26 Januari 2016) dan
pada hari ke 2 (28 Januari 2016) adalah kental.
Semen spesies hewan secara normal mempunyai bau tertentu. Pada
pemeriksaan semen domba ekor gemuk bau semen yang didapat adalah bau khas
semen domba, bau semen domba relatif tajam, tidak ditemukan bau tengik atau
anyir yang berarti tidak ada infeksi pada saluran kelamin jantan.
Untuk pemeriksaan warna semen, maka perlu diketahui warna-warna
normal semen setiap spesies hewan. Pada semen domba/ kambing semen
berwarna putih bersih sampai pekat/ krem. Pada pemeriksaan didapat warna
semen pada hari 1 (26 Januari 2016) dan pada hari ke 2 (28 Januari 2016)
berwarna putih.
Pada pemeriksaan pH digunakan indikator kertas lakmus. Derajat
keasaman semen yang didapatkan adalah sekitar 6. Makin baik kualitas semen
cenderung semakin asam, karena kualitas semen yang baik spermatozoanya akan
lebih aktif bergerak dan menghasilkan asam laktat yang lebih banyak sehingga pH
nya rendah. Namun kondisi asam ini apabila berlangsung lama dapat bersifat
racun terhadap spermatozoa sehingga pada semen yang pH nya rendah banyak
didapati spermatozoa yang mati. Pada pH semen yang tinggi (lebih alkalis)
umumnya banyak mengandung sel-sel spermatozoa yang mati. Peningkatan
sekresi kelenjar asesoris dapat pula menghasilkan pH semen yang lebih alkalis.
Berdasarkan hasil evaluasi semen segar dari domba jantan secara
makroskopis menunjukkan bahwa semen tersebut telah memenuhi syarat sehingga
layak untuk selanjutnya dilakukan pengenceran.

4.2 Pemeriksaan mikroskopis :


Pada pemeriksaan mikroskopis yang diamati adalah gerakan massa,
gerakan individu (kecepatan gerak spermatozoa dan arah gerak spermatozoa),
konsentrasi semen, jumlah spermatozoa yang hidup-mati, abnormal dan uji
biologis (uji resistensi).
Gerakan massa adalah gerakan dari beberapa sel spermatozoa bersama-
sama sehingga membentuk suatu gelombang. Gerakan massa mencerminkan daya
gerak dan konsentrasi spermatozoa. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu 37C
agar diperoleh gerakan spermatozoa yang optimal. Pada pemeriksaan semen pada
hari 1 (26 Januari 2016) dan pada hari ke 2 (28 Januari 2016), gerakan massa yang
didapat sama, yaitu sebanyak (+++), hal ini menunjukkan gerakan semen
membentuk gelombang-gelombang yang besar dan banyak serta cepat.
Gerakan individu adalah gerakan sel spermatozoa secara individual atau
sendiri-sendiri. Pemeriksaan gerakan setiap spermatozoa harus dilakukan segera
setelah semen ditampung dari pejantan. Semakin tinggi tingkat motilitas
spermatozoa maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan spermatozoa untuk
mencapai sel telur di dalam saluran oviduk, sehingga memungkinkan terjadinya
fertilisasi yang sempurna. Menurut Havest (1993) dalam Damai (2009), faktor-
faktor yang mempengaruhi motilitas sperma adalah umur sperma, nutrisi sperma,
penyimpanan energi (ATP), agen aktif, biofisik dan fisiologik cairan suspensi dan
adanya rangsangan. Pada pemeriksaan semen didapatkan hari 1 (26 Januari 2016)
adalah 90/4 dan pada hari ke 2 (28 Januari 2016) adalah 85/3. Hal ini berarti
bahwa spermatozoa yang bergerak maju pada hari 1 adalah 90% dengan
kecepatan 4 (sangat cepat), sedangkan pada hari ke 2 adalah 85% dengan
kecepatan 3 (cepat).
Konsentrasi semen menunjukkan banyaknya spermatozoa di dalam setiap
mm3 atau cm3 semen. Dalam hal ini perhitungan sering menggunakan satuan
mm3. Pada pemeriksaan konsentrasi semen menggunakan spektrofotometer dan
pemeriksaan berdasarkan menurut cara Rusia dan didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tanggal 26-01-2016 28-01-2016
Gerakan Massa +++ +++

Gerakan Individu 90/4 85/3

Viabiltas 96% 90%

Abnormalitas 6% 6%
(Densum) (Densum)
Konsentrasi (Rusia &
Spektrofotometer) 3780 4260
Uji Keutuhan
Membran 64% 59%
Uji Resistensi
1000 500
Berdasarkan cara Rusia, penilaian untuk konsentrasi semen yang
didapatkan adalah Densum (D) yang umumnya kental, yaitu bila letak
spermatozoa sedemikian rapat sehingga jarak antara kepala spermatozoa yang satu
dengan yang lain kurang dari panjang satu kepala spermatozoa. Berarti ada lebih
dari 1 juta spermatozoa di dalam setiap mm 3 semen. Selain itu, konsentrasi
spermatozoa dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil
konsentrasi semen yang didapatkan dengan cara spektrofotometer adalah 3780
(pada hari ke-1) dan 4260 (pada hari ke-2) juta sperma/ml.

4.3 Pemeriksaan mikroskopis setelah ditambah diluter :


Pemeriksaan semen yang telah dicampur dengan diluter

Diluter Hari Motilitas Gerak Massa % Hidup


0 (25 Januari) - - -
Kuning 1 (26 Januari) 86/ 3 +++ 96%
Telur 2 (27 Januari) 80/ 3 +++ 90%
3 (28 Januari) 66/ 2 ++ 70%
Sitrat 4 (29 Januari) 30/ 1 + 40%

0 (25 Januari) - - -
Susu 1 (26 Januari) 85/ 3 +++ 95%
Skim 2 (27 Januari) 75/ 2 ++ 85%
Sitrat 3 (28 Januari) 50/ 1 + 60%
4 (29 Januari) 15/ 0 + 25%

0 (25 Januari) - - -
Sari Naga 1 (26 Januari) 75/ 3 +++ 85%
2 (27 Januari) 66/ 1 + 75%
Sitrat
pH 3 (28 Januari) 38/ 1 + 48%
4 (29 Januari) 5/0 + 10%

Sari 0 (25 Januari) - - -


Melon
1 (26 Januari) 80/ 3 +++ 90%
Sitrat
pH 2 (27 Januari) 75/ 2 +++ 85%
3 (28 Januari) 43/ 1 ++ 53%
4 (29 Januari) 10/ 0 + 20%
0 (25 Januari) - - -
Sari
1 (26 Januari) 80/ 3 +++ 90%
Pepaya 2 (27 Januari) 50/ 1 + 65%
Sitrat 3 (28 Januari) 40/ 1 + 50%
pH 4 (29 Januari) 5/ 0 + 15%

Sari 0 (25 Januari) - - -


1 (26 Januari) 75/ 3 +++ 85%
Semangk
2 (27 Januari) 40/ 1 + 55%
a Sitrat 3 (28 Januari) 30/ 1 + 45%
pH 4 (29 Januari) 5/ 0 + 10%

(28 Januari)
Tipe 25/ 0 + 10%
equilibrasi 1 jam
Pellet
Post thawing - - -

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa diluter yang memberikan hasil yang
baik adalah kuning telur sitrat dibanding dengan keempat diluter lainnya.
Perlakuan dengan bahan pengencer kuning sitrat pada hari ke-4 masih bertahan
baik dengan nilai viabilitas diatas 40%. Daya tahan semen dalam kuning telur,
susu skim, naga sitrat, melon sitrat, pepaya sitrat dan semangka sitrat yang
teramati pada hari ke-3 dengan jumlah spermatozoa motil progesif di atas 40%.
Pada perlakuan kuning telur menunjukan hasil yang baik, hal ini
disebabkan pada kuning telur terdapat kandungan Lecithin (derivat lipoprotein)
yang akan mempertahankan integritas selubung spermatozoa dan mencegah cold
shock. Kuning telur merupakan sumber energi spermatozoa karena mengandung
fruktosa dan glukosa. Lemak kuning telur dapat membatasi gerak spermatozoa
sehingga dapat menekan proses pemecahan energi (Susilowati dkk., 2010).
Pengencer kuning telur sitrat mengandung natrium sitrat yang merupakan
larutan penyangga yang mampu menjaga kestabilan pH semen, sehingga
menguntungkan untuk kelangsungan hidup spermatozoa. Natrium sitrat juga
berfungsi mengikat kalsium atau logam berat dan menyebabkan larutnya butir
lemak dalam kuning telur sehingga sel sperma secara individual dapat diamati
dibawah mikroskop. Keunggulan kuning telur terletak pada kandungan
lipoprotein dan lecithin yang dapat mempertahankan integritas selubung
lipoprotein dan spermatozoa (Toelihere, 1993).
Kandungan susu skim sama dengan kandungan yang terdapat dalam susu
segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya. Susu skim merupakan
komponen dengan berat molekul tinggi yang berfungsi untuk melindungi
spermatozoa terhadap pengaruh perusak dari pendinginan. Susu skim
mengandung protein dan glukosa yang digunakan sebagai nutrisi bagi
spermatozoa, selain itu susu juga memiliki substansi pelindung lesitin sebagai anti
cold shock yang baik untuk sperma sehingga penurunan suhu dalam penyimpanan
dapat menjaga kualitas sperma menjadi lebih baik dari pengencer lainnya dan
substansi untuk proses oksidasi metabolisme, termasuk penguraian komponen
lemak seperti gliserol dan asam lemak (Hermawanti, 2005 dalam Hernawati dkk,
2010). Didalam susu skim juga terdapat larutan penyangga yang berfungsi untuk
mempertahankan pH semen sehingga penurunan pH akibat penimbunan asam
laktat sebagai hasil akhir metabolisme sperma dapat dicegah
Derajat keasaman medium yang tetap baik akan berpengaruh baik pula
terhadap daya hidup spermatozoa. Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa
daya hidup spermatozoa rendah dengan menurunnya derajat keasaman pada
medium pengencer (medium bersifat asam) (Toelihere, 1981 dalam Parera, et al.,
2009). Penyimpanan semen didalam lemari es termasuk dalam keadaan anaerob
sehingga hasil akhir proses metabolismenya adalah asam. Dalam keadaan tersebut
spermatozoa membutuhkan peranan zat penyangga yang memiliki tugas sangat
penting yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan pH medium yang drastis.

4.4 Penentuan Jumlah Spermatozoa yang Hidup-Mati dan Abnormal


Penentuan spermatozoa hidup dilakukan dengan menggunakan metode
pewarnaan eosin negrosin. Semen terdiri dari sel sel spermatozoa atau sperma
yang bersuspensi didalam suatu cairan semigelatinouse yang disebut plasma
sperma. Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membrane lipoprotein yang
apabila sel tersebut mati permeabilitas membrannya meninggi terutama di daerah
pangkal kepala. Hal ini merupakan dasar pewarnaan semen yang dapat
membedakan sperma yang hidup dan yang mati. Pada umumnya sperma sangat
aktif dan tahan hidup lama pada pH 7.0 (Toelihere, 1981).
Lapisan lipoid pada dinding sel dapat melindungi masuknya zat warna ke
dalam spermatozoa. Jadi spermatozoa yang hidup tidak akan terwarnai oleh zat
warna, sedangkan spermatozoa yang telah mati akan terwarnai. Hal ini disebabkan
karena pada spermatozoa yang mati atau hilangnya lapisan lipoid tersebut, zat
pewarna sangat mudah menembus masuk ke dalam spermatozoa. Spermatozoa
mati berwarna merah-keunguan dan yang hidup berwarna putih tanpa warna.
Persentase hidup spermatozoa dihitung berdasarkan banyaknya
spermatozoa yang hidup dari total spermatozoa yang dihitung dikalikan 100%.
Persentase hidup spermatozoa dalam sekali ejakulasi yang baik harus lebih dari
50%. Dari hasil pemeriksaan pada sampel semen domba didapatkan 95%
spermatozoa hidup yang menunjukkan persentase hidup spermatozoa dalam
jumlah normal.
Abnormalitas spermatozoa dilihat dari kelainan yang terdapat pada bagian
kepala, badan dan ekor spermatozoa. Abnormalitas spermatozoa dapat
diklasifikasikan menjadi dua. Abnormalitas primer, terjadi karena diakibatkan
kelainan-kelainan spermatogenesis sejak berada di tubulus seminiferus atau epitel
dan abnormalitas sekunder, terjadi sesudah meninggalkan tubulus seminiferus,
selama perjalanan menuju epididimis, selama ejakulasi, manipulasi, pemanasan,
pendinginan terlalu cepat, kontaminasi dengan air, urin atau antiseptik yang
disebut abnormalitas sekunder. Dan selama abnormalitas spermatozoa belum
mencapai 20%, maka semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi.
Abnormalitas spermatozoa domba yang diperoleh adalah 5%. Persentase
abnormalitas yang didapatkan menunjukkan nilai abnormalitas yang rendah.
Apabila abnormalitas spermatozoa tinggi, maka akan menurunkan fertilisasi.

4.5 Uji Biologis dan Keutuhan Membran


Uji biologis (resistensi) ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
pertahanan spermatozoa terhadap pengaruh larutan NaCl 1% yg bersifat
hipotonis. NaCl akan masuk ke dalam sel spermatozoa dan sel spermatozoa
mengembang, pecah dan mati. Pada pemeriksaan semen domba yang diperiksa
diperoleh hasil sebagai berikut :
Hari ke-1 :
Volume NaCl 1% yang dipakai = 20 ml
Volume semen yang di pakai = 0,02 ml
vol . NaCl 1 yang dipakai
Angka Resitensi (R) = vol semen yang diperiksa

20 ml
= 0,02ml = 1000

Hari ke-2 :
Volume NaCl 1% yang dipakai = 10 ml
Volume semen yang di pakai = 0,02 ml
vol . NaCl 1 y ang dipakai
Angka Resitensi (R) = vol semen yang diperiksa

10 ml
= 0,02ml = 500

Pada pemeriksaan resistensi didapatkan angka resistensi pada hari ke-1


1000 dan pada hari ke-2 500. Angka resistensi tersebut masih tergolong normal,
dimana angka resistensi standar untuk semen domba berkisar antara 500-5000.
Dari hasil di atas disimpulkan bahwa semen domba tersebut layak untuk
diinseminasikan.
Uji keutuhan membran dari penampungan semen didapatkan persentase
pada hari ke-1 65% dan pada hari ke-2 60%. Hal ini menunjukkan bahwa semen
segar tersebut memenuhi syarat untuk diolah dan dimanfaatkan dalam program
IB, karena menurut Revell dan Mrode (1994), persentase MPU semen segar yang
kurang dari 60% dikategorikan sebagai semen yang infertil.

4.6 Pembuatan Semen Beku Tipe Pellet


Perlakuan semen dengan menggunakan bahan pengencer susu skim,
kuning telur, yang kemudian diberi antibiotik (Penicillin 1000IU/ ml dan
Streptomycin 10mg/ ml) dan gliserol pada saat masa equilibrasi selama 1 jam
kualitas spermatozoa menunjukkan hasil yang tidak baik dengan nilai motilitas
25/ 0 dan viabiltas 10%, oleh karena itu tidak dilakukan langkah lebih lanjut yaitu
pembuatan pellet karena hasilnya tidak baik.
Pada hasil pemeriksaan didapatkan bahwa semen before-freezing , gerakan
individu ditemukan 25% bergerak lambat dengan kecepatan gerak 0. Penurunan
motilitas dan viabilitas spermatozoa pre thawing dikarenakan jumlah glycerol
yang ditambahkan terlalu banyak, selain itu ketika penambahan glyserol sempat
terjadi perubahan suhu akibat dikeluarkan dari lemari es (5 o C), kemungkinan
spermatozoa yang didinginkan mengalami perubahan suhu yang cepat sehingga
mengganggu keseimbangan potensial yang menyebabkan sperma tidak bertahan
hidup.
Dengan alasan tersebut maka pembuatan semen beku tipe pellet (Tablet)
berhenti pada tahap equilibrasi, hal tersebut dikarenakan sperma yang diperiksa
setelah proses equilibrasi banyak yang mengalami kematian, presentase hidup
spermatozoa yang diperiksa sekitar 25%, padahal syarat sperma untuk dibekukan
presentasenya harus mencapai 70% untuk diproses lebih lanjut untuk dijadikan
semen beku karena dimungkinkan sperma akan mengalami kematian saat proses
pembekuan atau proses post thawing.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum
kualitas fresh semen domba bagus, hal tersebut ditunjukkan dengan hasil dari
pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan pemeriksaan biologis.
Hasil pengenceran dengan berbagai macam diluter menunjukkan hasil
sebagai berikut:
Pengenceran dengan kuning telur menunjukkan hasil terbaik karena sampai hari
ke 4 presentase hidup spermatozoa masih lebih dari 40%. Hal ini dikarenakan
kuning telur mengandung lecitin dan lipoprotein yang berfungsi mempertahankan
dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa. Selain itu juga
dapat melindungi sperma dari cold shock.
Hasil terbaik kedua yaitu pengenceran dengan menggunakan susu skim, meskipun
presentase hidup spermatozoa kurang dari 40% ketika hari ke 4, namun hari
ketiga masih mencapai 60%.
Hasil pengenceran dengan menggunakan diluter buah-buahan menunjukkan hasil
yang kurang baik, presentase sperma sudah tidak bisa dipertahankan pada hari
ketiga, hal tersebut dimungkinkan karena dalam buahan-buahan hanya
mengandung karbohidrat dan vitamin sehingga kurang memenuhi syarat hidup
sperma.
Pembuatan semen beku (pellet) mengalami kegagalan yang ditelaah hal
tersebut terjadi karena penambahan glycerol yang terlalu banyak, dan teknik
penambahan yang kurang memperhatikan perubahan suhu.

5.2 Saran
Penggunaan diluter kuning telur dan susu tetap menjadi yang utama.
Pengenceran dengan buah-buahan bisa digunakan namun tidak lebih dari 3 hari
penyimpanan karena hal tersebut akan mempengaruhi fertilitas.
Diadakan penelitian lanjutan untuk mengoptimalkan hasil pengenceran dengan
menggunakan buah-buahan, hal tersebut perlu dilakukan karena mengingat
banyaknya macam buah yang tersedia yang dimungkinkan lebih ekonomis
dibanding kuning telur dan susu.
Dalam pembuatan semen beku harus memperhatikan langkah-langkah dengan
baik terutama perubahan suhu dan ketepatan bahan yang dicampurkan karena hal
tersebut menentukan kualitas sperma sampai dilakukannya post thawing, sehingga
hasilnya sempurna dengan mendapatkan angka fertilisas yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, S.E (1998). Chemical Analysis of ecological material. Second edition.


Blackwell scientific publications ; oxford London.

Anonim.http://www.google.co.id//www.biologycorner.com/resources/papaya.diak
ses pada tanggal 28 april 2010. Pukul 15.15 wib.

Superkunam, 2010, Manfaat Konsumsi Buah Pepaya, www.google.co.id/ , diakses


pada tanggal 8 oktober 2010.

Tapan, E., 2005, kanker, antioksidan, terapi komplementer. Seri kesehatan


keluarga, PT. elex media komputindo : Jakarta.

Solihati, N., R. Idi, S.D. Rasad, M. Rizal dan M. Fitriati. 2008. Kualitas
spermatozoa cauda epididymis sapi peranakan ongol (PO) dalam
pengencer susu, tris dan sitrat kuning telur pada penyimpanan 4-5o C.
J.
Setyaningsih, N. I. 2012. Pengaruh penambahan vitamin C dalam pengencer tris
kuning telur terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa domba Merino
post thawing. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Toelihere, M. R., 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak Cetakan II. Angkasa,
Bandung.
Walson, P.F. and Martin, C.A. 1975. The Influences of same fractions of egg yolk
on the survival of ram spermatozoa at 5o C. Reprod Fertil Dev 69:856-
857.
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa.


Bandung., 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit
Angkasa. Bandung.

Ismudiono. 1999. Fisiologi Reproduksi Ternak. Edisi Ketiga. Fakultas


Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.

Mac Millan, K. L. 1983. Prostaglandin Response in Dairy Herd Breeding


Programs. J. Vet. 31: 110-113.

Moreira, F., De la Sota, R.I., Diaz, T., and Thatcher, W.W. 2000. Effect of Day of
the estrous Cycle at the Inisiation of a Timed Artificial Insemination
Protocol on Reproductive Responses in Dairy Heifers. J. Anim. Sci.
78:1568-1576

Almquist , J.O. 1968. Dairy Cattle. Dalam : E.J Perry (E.d). The Artifical
Inseminasi of Farm Animal. Fourth Revised Edition. Rutgers University
Press, New Jersey.
Anonymus, 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah.
Kanisius : Yogyakarta.

Anonymus. 1992. Petunjuk Beternak Sapi Potong. Kanisius Yogyakata.

Darmono. 1992. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Jakarta.

Dirjen Peternakan, 2000. Prosedur Tetap Produksi dan Distribusi Semen Beku.
Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.

Djanuar, R,. Haryati. C. T. R. Tagama. 1985. Dasar-Dasar Insemenasi Buatan


Pada Ternak Sapi. Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

Flipse, R.J. and J.O Almquist. 1961. Effect of Total Digestible Nutrient Intake
Form Birth To Four Years Of Age On Growth And Reproductive
Development And Performance Of dairy Bills. J. Dairy Sci.,44.095

Foster , J. .J.O Almquist and R.C. Martig, 1970. Reproductive.capacity Of Beef


Bull. IV. Changes In Sexual Behavior And Semen Characterisitic Among
Sucsessive Ejaculation, J. Anim. Sci. 30, 245.
Hafez, E. S. E. 1993. Anatomy of Male Reproduction. Dalam E. S. E.
Hafez (E.d) Reproduction in Farm Animals. Sixth Edition. Lea and
Febiger Philadelphia

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai