BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sapi perah merupakan salah satu hewan yang dikembang biakkan dalam sebuah
sektor peternakan terbesar di Indonesia. Data statistic direktoral kementrian peternakan di
Indonesia menunjukan jika populasi sapi perah di Indonesia sejak tahun 2013 hingga 2022
terus berkembang 0,27% pertahun atau sekitar 542.969 ekor sapi perah terus bertambah di
Indonesia. Hal tersebut menjadikan populasi pertumbuhan sektor peternakan sapi perah di
Indonesia makin bertambah besar dari tahun ke tahun.
Berkembangan sektor peternakan sapi perah yang pesat disebabkan karena sapi perah
merupakan salah sumber protein bagi manusia dalam usaha pengembangan gizi
masyarakat. Menurut Lestrai dan Solfaine (2014) menyebutkan jika Sumber protein
hewani yang sangat penting bagi manusiapun terdapat dalam susu sapi, protein tersebut
sangat dibutuhkan oleh semua orang, baik mulai balita, dewasa, bahkan usia lanjut masih
sangat membutuhkannya.
Oleh sebab itu susu yang dihasilkan oleh sapi perah harus memiliki kandungan gizi
yang seimbang. untuk mendapatkan hal tersebut dibutuhkan induk sapi dengan kondisi
sehat dan prima serta manajemen pertenakan yang baik yaitu meliputi Manajemen
kebersihan kendang, kemudian nutrisi makanan, serta pemberian fasilitas Kesehatan pada
hewan ternak. Hal tersebut dilakukan agar sapi memiliki nutrisi yang cukup sehingga susu
dan protein yang dihasilkan memilki kandungan gizi yang seimbang,
Salah satu penyakit yang sering menjangkit sapi perah dan hewan ternak lain adalah
hypocalcemia atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan hypocalcemia. Hypocalcemia
yang biasa disebut dengan milk fever merupakan salah satu penyakit tingginya kadar
kalsium pada darah sapi, hal tersebut menyebabkan hilangnya kalsium pada tubuh dan
menyebabkan sapi pingsan secara mendadak ( adi B. Lestrai & Solfaine, 2014).
Dengan terjangkitnya penyakit hypocalcemi memiliki dampak terhadap kualitas
protein yang dihasilkan oleh hewan ternak. Dan hal tersebut akan mengurangi daya jual
pada hasil ternak yang ada. Kemudian penyakit hypocalcemi dapat mempengaruhi proses
kelahiran hewan ternak yang ada. Contohya pada sapi perah hypocalcemi akan
menyebabkan sapi mengalami pingsan mendadak, atau petrus Ketika melahirkan. Hal ini
dapat menyebabkan kematian anak atau bahkan iduk sapi Ketika proses melahirkan.
Banyaknya sektor peternakan di Indonesia serta fenomena hypocalcemia atau milk
fever yang tejadi menjangkit hewan ternak khususnya sapi perah membuat penulis tertarik
untuk menganalisis sebuah fenomena hypocalcemia yang menjangkit sapi perah. Penulis
akan melakukan sebuah riset dan penelitian terkait kasus hypocalcemia pada sapi perah,
kemudian bagaimana hypocalcemia menjangkit sapi perah sesuai dengan beberapa aspek
seperti sistem anatomi dan fisiologi reproduksi, sistem endokrin, mekanisme milk
letdown, dan lainya.
BAB II
IDENTITAS KELOMPOK
BAB III
Pertenakan sapi perah merupakan salah satu sektor peternakan terbesar yang di
kembangkan oleh para peternak. Hal tersebut karena tingginya kebutuhan nutris pada
manusia. Untuk menjaga kualitas susu dari sapi perah yang ada membutuhkan sebuah
manajemen peternakan yang baik dan berkualitas. Menurut Wulansari et al. (2017) jika dalam
usaha peternakan sapi perah memiliki manajemen yang baik dapat meningkatkan produksi
susu. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam usaha peternakan sapi perah adalah
pemuliaan dan reproduksi, penyediaan dan pemberian pakan, pemeliharaan ternak,
penyediaan sarana, dan prasarana, serta pencegahan penyakit, dan pengobatan.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah hal-hal atau kendala pada hewan ternak sapi
perah. Salah satu hal yang menyerang sapi perah adalah terjangkit penyakit hypocelcimia.
penyakit hypocalcemis merupakan salah satu penyakit yang banyak menjangkit sapi perah.
Menurut Seifi dan Kia (2017) menyebutkan dalam penelitianya jika hypocalcemia atau
hipokalsemua merupakan salah satu ganguan metabolisme makro-mineral yang dapat
mempengaruhi sapi perah. Hypocelmia merupakan salah satu kasus kekurangan kalsium yang
dapat terjadi secara klinis atau subklinis yang menyerang pada sapi perah (Wulansari et al.,
2017).
Secara general hipokalsemia merupakan salah satu kasus penyakit pada sapi yang
menyerang ganguan kalsium. Hypocalsemia dapat terjadi secara klinis maupun subklinis.
Hipokalsemia klinis yang disebut dengan Milk fever ditandai dengan penurunan kadar
kalsium secara drastis dan berada pada kisaran 3 – 5 mg/ dL, secara klinis hewan ambruk
tidak dapat bangkit. Sapi perah dalam kondisi hipokalsemia subklinis memiliki kadar kalsium
pada kisaran 5-8 mg/dL namun hewan tidak menunjukkan gejala klinis seperti yang terdapat
pada kasus hipokalsemia klinis (Masoero et al., 2003).
Sapi perah yang menderita hypocalcekia kasus hipokalsemia 1-3 kali sebesar 20%, 4-6
kali sebesar 74% dan 7-9 kali sebesar 6% dari 100 sapi hipokalsemi yang diobservasi. Hal ini
diduga karenakan faktor periode laktasi yang dikatakan sudah cukup besar yaitu 4-6 kali
sehingga kandungan kalsium di dalam darah sudah berkurang. Hipokalsemia adalah keadaan
dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mg/dl. Keadaan demikian bisa
terjadi akibat berbagai masalah, paling sering terjadi akibat sekresi kalsium berlebih dan
kegagalan pemindahan kalsium dari tulang (Humaidah & Susilowati, 2019)
Kasus penyakit hypocalcemia yang dialami oleh sapi perah disebabkan oleh beberapa
hal. Meskipun Penyebab hypocalcemia yang sebenarnya belum diketahui tetapi faktor yang
mendorong terjadinya hypocalcemia ada beberapa macam yaitu umur, kepekaan ras,
ketidakseimbangan ransum, produksi susu tinggi, partus dan stres. Gejala yang terlihat adalah
nafsu makan menurun atau sapi tidak mau makan sarna sekali, jatuh dan tidak mampu untuk
berdiri meskipun ada usaha untuk berdiri (Widyawanti, 2022)
Selain itu Dalam sebuah penelitian oleh Lestrai dan Solfaine (2014) memaparkan jika
terhadap beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keterjangkitan sapi perah oleh penyakit
hypocalcemia yaitu :
1. Kurangnya asupan gizi (kaslium dan phosphor) pada pakan yang diberikan
kepada hewan sapi perah
2. Kurangnya paparan sinar matahari sehingga menyebabkan pembentukan tubuh
terhadap dan dapat berdampak terhadap proses penyerapan pada tubuh.
3. Tidak dilakukanya kering kendang oleh peternak sehingga sapi mengalami
kekurangan vitamin D.
BAB IV
PEMBAHASAN
Sejumlah kecil susu yang terdapat di dalam sisterne dan pembuluh besar ambing
dapat keluar setelah melewati daya tahan otot spinkter yang mengelilingi saluran keluar
puting. Akan tetapi, sebagian besar susu yang terdapat dalam ambing harus dipaksa keluar
dari alveoli dan pembuluh kecil susu dengan pengaktivan refleks neoro-hormonal yang
disebut pelepasan/pengeluaran susu (milk ejection) atau penurunan susu (milk let down)
(Surjowardojo et al., 2016).
Setelah partus yang terjadi pada sapi sering terjadi hipokalsemi karena proses
pemerahan susu yang dilakukan secara tuntas. Hipokalsemia terjadi akibat perubahan
kadar ion dalam sel cairan tubuh yang mempengaruhi iritabilitas, gerakan dan tonus otot,
serta pengaruh dari ion – oin Na, K, Ca dan Mg yang mempengaruhi implus syaraf. Ca
dan Mg berfungsi sebagai pemelihara permiabilitas membrane sel dan kemampuan otot
untuk berkontraksi. Sedangkan Ca berfungsi sebagai aktifator antara ikatan protein aktin
dan protein myosin sehingga dapat menghasilkan kontraksi otot (Humaidah & Susilowati,
2019).
REFRENSI
Anwar, R., Fertilitas, S., Reproduksi, D. E., Obstetri, B., & Ginekologi, D. (2005). MORFOLOGI DAN FUNGSI
OVARIUM.
Humaidah, N., & Susilowati, S. (2019). STUDI KASUS HIPOKALSEMIA (Milk Fever) PADA SAPI PERAH
PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN (PFH) di WILAYAH KERJA KOPERASI AGRO NIAGA (KAN) JABUNG
(Vol. 2, Issue 1).
Lestrai, adi B., & Solfaine, R. (2014). Kasus hipokalsemia pada sapi perah FH DI KUD Tani Wilis Sendang
Tulung Agung.
Masoero, F., Moschini, M., & Pulimeno, A. M. (2003). Serum calcium and magnesium level in dairy cows at
calving.
Seifi, H. A., & Kia, S. (2017). Subclinical Hypocalcemia in Dairy Cows: Pathophysiology, Consequences and
Monitoring. Subclinical Hypocalcemia in Dairy Cows IRANIAN JOURNAL OF VETERINARY SCIENCE
AND TECHNOLOGY, 9(2). https://doi.org/10.22067/veterinary.v9i2.69198
Surjowardojo, P., Trisunuwati, P., & Khikma, S. (2016). PENGARUH LAMA MASSAGE DAN LAMA MILK FLOW
RATE TERHADAP LAJU PANCARAN PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEINDI PT GREENFIELDS
INDONESIA. Jurnal Ternak Tropika, 17(1), 49–56.
Van den Hurk, & Zhao, J. (2005). Formation of mammalian oocytes and their growth, differentiation and
maturation within ovarian follicles. Theriogenology, 63(61717), 17–51.
Widyawanti, A. (2022). Kejadian Hypocalcemia pada Sapi Perah Serta Faktor Pendukungnya . Jurnal
Kedokteran Hewan, 29-35.
Wulansari, R., Palanisamy, S., Pisestyani, H., Sudarwanto, M. B., & Atabany, A. (2017). ACTA VETERINARIA
INDONESIANA in Dairy Cattle with Subclinical Mastitis at Pasir Jambu, Ciwidey). 5(1), 16–21.
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones