PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Setiap usaha yang bergerak di bidang produksiselalu berupaya untuk mencapai keuntungan
ataupunpendapatan yang optimal. Usaha pemeliharaan sapiperah pun tidak terlepas dari keinginan
tersebut.
Walaupun usaha pemeliharaan sapi perahbelakangan ini sudah begitu berkembang dan sudahdapat
dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian,namun pada kenyataannya pendapatan dari
usahatersebut masih relatif kecil. Akibatnya jangankan untukmengembangkan usaha pemeliharaan sapi
perahnya,untuk menutupi kebutuhan hidup peternak dankeluarganya pun masih susah. Hal ini
dibuktikandengan perkembangan populasi sapi perah yang sangatlamban. Peningkatan populasi sapi
perah selamaperiode tahun 1997 – 2003 misalnya hanya rata-rata1,69% per tahun (DIREKTORAT
JENDERALPETERNAKAN, 2003). Peningkatan populasi sapi perah yang lamban yang berarti juga
pengembangan usahapemeliharaan sapi perah yang lamban, berakibat kepada rendahnya peningkatan
produksi susu nasional.Selama periode tahun 1997 – 2003 permintaankonsumen susu mencapai rata-
rata 4,5%/tahun(DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2003).
Sistem peternakan sapi perah yang ada di Indonesia masih merupakan jenis peternakan rakyat yang
hanya berskala kecil dan masih merujuk pada sistem pemeliharaan yang konvensional. Banyak
permasalahan yang timbul seperti permasalahan pakan, reproduksi dan kasus klinik. Agar permasalahan
tersebut dapat ditangani dengan baik, diperlukan adanya perubahan pendekatan dari pengobatan
menjadi bentuk pencegahan dan dari pelayanan individu menjadi bentuk pelayanan kelompok.
Keberhasilan usaha peternakan sapi perah sangat tergantung dari keterpaduan langkah terutama di
bidang pembibitan (Breeding), pakan, (feeding), dan tata laksana (management). Ketiga bidang tersebut
kelihatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan peternak serta masih melekatnya budaya pola berfikir jangka pendek tanpa memperhatikan
kelangsungan usaha sapi perah jangka panjang. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan pengetahuan
dan pemahaman peternak tentang manajemen sapi perah yang baik sehingga akan berdampak pada
peningkatan produksi dan ekonomi.
B. TUJUAN
Adapun Tujuan dari pembuatan makalh ini adalah untuk mengetahui peran ternak perah dalam
perekonomian masyarakat dan manfaat ternah dalam kehipan masyarakat.
C. MANFAAT
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa ataupembaca mendapat kan ilmu
pengetahuan akan peran ternak perah dalam perekonomian masyarakat serta mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
dan pemahaman peternak tentang manajemen sapi perah yang baik sehingga akan berdampak pada
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian
Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari
Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei menunjukkan
bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah
Frisien Holstein.
peternakan sapi perah yang ada di Indonesia masih merupakan jenis peternakan rakyat yang hanya
berskala kecil dan masih merujuk pada sistem pemeliharaan yang konvensional. Banyak permasalahan
yang timbul seperti permasalahan pakan, reproduksi dan kasus klinik. Agar permasalahan tersebut dapat
ditangani dengan baik, diperlukan adanya perubahan pendekatan dari pengobatan menjadi bentuk
pencegahan dan dari pelayanan individu menjadi bentuk pelayanan kelompok.
Keberhasilan usaha peternakan sapi perah sangat tergantung dari keterpaduan langkah terutama di
bidang pembibitan (Breeding), pakan, (feeding), dan tata laksana (management). Ketiga bidang tersebut
kelihatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan peternak serta masih melekatnya budaya pola berfikir jangka pendek tanpa memperhatikan
kelangsungan usaha sapi perah jangka panjang. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan pengetahuan
peningkatan produksi dan ekonomi.
Usaha pemeliharaan sapi perah dewasa ini sudahbegitu berkembang dan sudah dapat dijadikan
sebagaisalah satu mata pencaharian. Namun demikian,pendapatan maupun keuntungan yang diperoleh
dariusaha pemeliharaan sapi perah itu pada umumnyamasih relatif kecil dan belum memenuhi untuk
suatukehidupan yang layak.Pendapatan yang masih relatif kecil itudisebabkan oleh berbagai faktor,
salah satu diantaranyaadalah belum diimplementasikannya manajemen usahapemeliharaan sapi perah
yang ekonomis.
Manajemenusaha pemeliharaan sapi perah dilakukan para peternakselama ini masih bertumpu pada
sistem yang masihtradisional yang bersifat turun temurun. Hal yangdemikian ini sudah harus
ditinggalkan dan diganti dengan acuan perolehan pendapatan yang optimalmelalui implementasi
manajemen usaha pemeliharaanyang ekonomis. Manajemen yang secara prinsip
harusdiimplementasikan pada usaha pemeliharaan sapi perahagar ekonomis yang berdampak terhadap
peningkatanpendapatan yang optimal.
Dalam usaha pemeliharaan sapi perah padaumumnya terdapat pemeliharaan sapi perah yang belum
produktif di samping sapi-sapi perah induk.Sapi-sapi perah yang belum produktif terdiri dari pedet dan
dara yang diperuntukkan sebagai peremajaan yangdikenal dengan“replacement stock”.
pemeliharaan sapi-sapi perah yang belum produktifsampai menjadi induk dan berproduksi susu
menjaditanggungan sapi-sapi perah yang sedang berproduksisusu. Oleh karena itu, jumlah
pemeliharaan sapi-sapiperah yang belum produktif harus dibatasi agar bebansapi-sapi perah yang
sedang berproduksi susu tidakterlalu berat yang berdampak terhadap perolehanpendapatan yang tidak
optimal, sehingga tidakekonomis. SHAW (1970) yang disitasi oleh KUSNADI etal. (1983) mengemukakan,
bahwa dalam usahapemeliharaan sapi perah yang ekonomis, satu ekor sapiperah yang sedang
berproduksi susu hanya dapatdibebani 0,40 Animal Unit (AU) sapi perah yang belumproduktif. Satu ekor
sapi perah dewasa = 1 AU, satuekor yang berumur 1 – 2 tahun = 0,75 AU, satu ekoryang berumur 6 – 12
bulan = 0,50 AU, satu ekor yangberumur 3 – 6 bulan = 0,40 AU dan satu ekor pedetberumur di bawah 3
bulan = 0,25 AU. Dengandemikian akan dapat dihitung berapa ekor jumlah sapiperah yang belum
produktif dapat dipelihara yangidasarkan kepada jumlah sapi-sapi perah induk yangsudah berproduksi
susu agar usaha sapi perah yang dijalankan benar-benar ekonomis.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan,
system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan
berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang
dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput
bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan
sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan
konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis
kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta
mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya
diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan,
sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama adalah
pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak
yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal
musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan
menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna
memperkuat kakinya.
Sapi-sapi perah baru akan berproduksi susuapabila melahirkan. Sapi-sapi perah yang sudah dansedang
berproduksi susu harus dikawinkan dandibuntingkan kembali beberapa hari setelahmelahirkan. Masa
antara melahirkan dengandikawinkan dan bunting kembali disebut dengan masakosong. Masa kosong
tidak boleh terlalu pendek dantdak boleh terlalu panjang. Menurut penelitian yangtelah dilakukan di
luar negeri didapat, bahwa masakosong yang paling optimal pada sapi-sapi perah yangsedang
berproduksi susu adalah 85 hari (BARNET danLARKIN, 1974). Dalam hal ini, sapi-sapi perah yangsudah
melahirkan sudah harus bunting kembali 85 harisetelah melahirkan. Apabila masa kosong itu
terlalupendek dari 85 hari maka ini akan memperpendekpanjang laktasi yang berakibat kepada
berkurangnyajumlah produksi susu pada laktasi yang sedangberjalan.
Misalkan saja masa kosong itu hanya 60 hari,artinya sapi perah yang melahirkan sudah bunting Kembali
60 hari setelah melahirkan. Sapi perah laktasidengan manajemen yang baik, 224 hari setelah
buntingsudah harus dikeringkan dan berhenti diperah. Panjanglaktasinya dengan demikian hanya 60
hari + 224 hari =284 hari. Panjang laktasi yang optimal dan ekonomisadalah sekitar 305 hari (BARNET
dan LARKIN, 1974).Dengan demikian, terjadi pengurangan panjang laktasisekitar 305 hari – 284 hari = 21
hari. Jumlah kerugianatau kehilangan pendapatan dari pengurangan panjanglaktasi itu adalah 21 x
produksi susu/hari x hargapenjualan susu peternak. Sebagai contoh, apabila halitu terjadi di daerah
Bogor pada pertengahan tahun2005 di mana harga susu pada saat itu Rp. 1.802,75 perliter, maka
besarnya pengurangan pendapatan yangterjadi adalah 21 x 9,0 x Rp. 1.802,75 = Rp. 340.719,75pada
laktasi yang sedang berjalan. Produksi susu rataratasapi perah di daerah Bogor pada tahun 2005
adalah9,0 l/ekor/hari dan harga pembelian oleh koperasi susu (KPS) kepada peternak adalah Rp.
1.802,75/l.ebaliknya, apabila masa kosong itu lebih dari 85hari, juga akan terjadi kerugian yang
berakibatpengurangan pendapatan.
Masa kosong yang lebih dari85 hari dapat disebabkan oleh inseminasi yangterlalu panjang akan
berakibat kepada panjangya selangberanak dan hal ini akan merugikan yang berdampakterhadap
pengurangan pendapatan. Penelitian yangdilakukan di luar negeri (Eropa) menunjukkan bahwaselang
beranak yang lebih dari 365 hari akanmengurangi pendapatan sebesar £ 1.20/ekor/hari.
\
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peningkatan produksi susu nasional yangdilakukan selama ini kurang berhasil dikarenakan
tidakmengutamakan peningkatan pendapatan peternak.Seharusnya peningkatan pendapatan para
peternak sapiperahlah yang diutamakan agar kesejahteraan merekadapat ditingkatkan agar lebih
mampu untukmengembangkan usaha pemeliharaan sapi perahmereka yang akan berdampak terhadap
peningkatanproduksi susu nasional.
Dalam upaya pelaksanaan program manajemen kesehatan sapi perah dari segi kesehatan kelompok
memerlukan perhatian, seperti kualitas sumber daya manusia yang baik dan peningkatan program
pelayanan kepada peternak.
Penulis menyadari makalah ini mungkin masih jauh dengan kata sempurna. Akan tetapi bukan berarti
makalah ini tidak berguna. Besar harapan yang terpendam dalam hati semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangsi pada suatu saat terhadap makalah tema yang sama. Dan dapat menjadi
referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua
DAFTAR PUSTAKA
Tillman, Antonius Suwanto, 2002, Bioteknologi, Pusat Penerbit Univ. Terbuka Jakarta.
Syamsuhidayat, Sugati S., Sembiring., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi ke-2, Departemen
Kesehatan RI Bagian Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
MAKALAH
1. M.Paturohman
2. A.Amirudin
3. Khoirin.A
4. Carita
5. A.Irfandi
Kelas : X TSM 01
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kewirausahaan tentang “Sapi Perah” ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada guru Mata
pelajaran yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai peternakan sapi perah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
Melahirkan.......................................................................... 3
Melahirkan.......................................................................... 6
3.1 Kesimpulan......................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam meningkatkan kualitas serta kuantitas produksi sapi perah, ada beberapa faktor penting yang
harus di terapkan secara profesional yaitu perlunya penanganan manajemen pemeliharaan sapi perah
yang baik. Karena hal tersebut mempunyai peran penting dalam peningkatan kualitas produk susu sapi
perah. Salah satu aspek yang mempunyai pengaruh penting terhadap peningkatan produksi susu sapi
adalah pemeliharaan atau penanganan sapi perah masa kering kandang.
Masa kering kering pada sapi perah dilakukan pada waktu kira-kira delapan minggu sapi menjelang
melahirkan anaknya. Pada masa ini pemerehan di hentikan total dengan tujuan memberi kesempatan
sapi untuk beristirahat serta mengoptimalkan peran pakan ternak meningkatkan bobot yang ideal dan
tepat untuk perkembangan janin bukan untuk produksi susu. Dengan adanya penanganan pemeliharaan
sapi perah masa kering yang baik ini di harapkan juga menghasilkan bibit sapi perah yang unggul
sehingga kebutuhan akan swasembada susu di Indonesia segera terpanuhi.
3. Sebutkan hal hal yang harus di perhatikan dalam pembuatan kandang sapi perah di daerah tropis
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai ternak ruminansia yang menghasilkan susu, sapi perah merupakan komoditi ternak yang perlu
mendapatkan perhatian serius dalam peningkatan kualitas serta kuantitas produksinya. Dalam
pemeliharaannya, ada beberapa faktor yang mempunyai pengaruh penting terhadap hasil produksi sapi
tersebut, diantaranya suhu, kondisi kandang, sanitisi kandang, kebutuhan pakan, kelembaban, dan
kondisi lingkungan sekitar. Pada dasarnya secara umum pemeliharaan sapi perah meliputi pemeliharaan
sapi dara dan bunting, pemeliharaan sapi laktasi, pemeliharaan sapi kering kandang, dan pemeliharaan
pedet (Blakely dan Bade, 1998).
Sapi memerlukan pemeliharaan badan khusus, antara lain ; a) daki, lapisan kulit paling atas adalah
lapisan kulit mati sehingga kulit akan mengeluarkan peluh yang bercampur bau hingga kulit kotor oleh
daki. b) kotoran, sapi akan membuang kotoran setiap waktu dan akan berbaring di tempat tersebut
maka kotoran harus di bersihkan. Selanjutnya untuk perwatan kulit bisa dilakukan dengan cara
memandikan dan menyikat kulit sapi tersebut dan kalau ada bulu-bulu yang tebal dan tumbuh di daerah
ambing, kaki belakang, serta lipatan paha belakang untuk menghindarkan melekatnya kotoran yang
tebal.
Tujuan dari pembersihan badan sapi yaitu, a) menjaga kesehatan sapi agar bekteri maupun kuman-
kuman tidak berinfeksi dan juga pengaturan suhu badan serta peredaran darah tidak terganggu, b)
menjaga produksi susu agar bisa selalu stabil, c) menghindarkan bulu-bulu sapi yang rontok ke dalam air
susu yang kita perah (Muljana dalam Adika Putra, 2009).
Selain kebersihan ternak, hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan sapi perah adalah kondisi
kandang yang cocok untuk ternak tersebut. Kandang yang ideal untuk ternak sapi perah harus terdapat
saluran pembuangan air, kelembabannya terjaga serta keadaan harus tetap kering.
Masa kering sapi perah mulai dilaksanakan kira-kira delapan minggu sebelum ternak tersebut
melahirkan. Pada kondisi ini ternak perlu mendapatkan perhatian yang ekstra agar ternak tetap sehat
sehingga untuk produksi yang akan datang menjadi lebih baik. Tujuan di laksanakannya masa kering
pada sapi ternak yang bunting ini adalah untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberi istirahat
sapi dan mengisi kembali kebutuhan vitamin serta mineral dan menjamin pertumbuhan foetus di dalam
kandang. Menurut Siregar dalam Adika Putra (2009), masa kering sapi perah yang terlalu pendek
menyebabkan produksi susu turun. Masa kering sapi perah secara normal adalah 80 hari dan pakan
terus dijaga mutunya, terutama 2-3 bulan terakhir sebelum masa kering kandang.
Dalam pelaksanaan masa kering sapi perah dilakukan dengan dua sistem, yaitu secara fisiologis dan
secara mekanis. Secara fisiologis dilakukan dengan cara memperhatikan kebutuhan konsumsi pakan
serta keadaan kandang yang baik untuk sapi masa kering. Sedangkan secara mekanis adalah adanya
variasi pemerahan mulai dari pemerahan secara berselang, pemerahan secara tidak lengkap, dan
pemerahan secara tiba-tiba.
Pada saat sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi pakan penting untuk di
perhatikan. Hal ini di maksudkan untuk menjaga kesehatan sapi itu sendiri serta untuk menjaga
kesehatan kandungan ternak tersebut. Pada kondisi ini komposisi ransum perlu dilakukan perhitungan
secara optimal guna untuk meminimalkan problem metabolik pada atau setelah beranak serta untuk
meningkatkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya.
Secara umum pada konsisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan bahkan
penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada akhir masa kering hijauan
diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti dengan penambahan konsentrat. Ransum harus
diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik:maintenance, pertumbuhan foetus,
pertambahan bobot badan. Panda kondisi ini konsumsi BK ransum harian yang diberikan pada ternak
tidak boleh melebihi dari 2% berat badan, konsumsi hijauan minimal 1% berat badan. Setengah dari 1%
BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Pada masa kering,
sapi perah harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau BCS nya melebihi standar untuk sapi bunting
(2,5 – 3). Hal ini dimaksudkan agar sapi tersebut tidak ada kendala dalam proses kelahiran nantinya.
Komposisi hijauan kualitas rendah, sepertigrass hay, baik diberikan pada kondisi ini dengan tujuan
untuk membatasi konsumsi hijauan. Pada kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah
sebesar 12 % sudah cukup untuk menjaga kesehatan ternak tersebut. Kebutuhan Ca dan P sapi kering
harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadang-kadang ransum yang
mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk
Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam
ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya
tahan pedet. Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum
beranak, bertujuan:
· Mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran
pencerna hijauan dan konsentrat;
Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1990) dalam proses pengeringan atau menuju masa kering sapi
perah dapat dilakukan dengan cara pengaturan pemerahan, proses pemerahan tersebut dapat di
lakukan dengan 3 cara yaitu sebagai berikut :
a) Pemerahan berselang yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya diperah sekali sehari
selama beberapa hari. Selanjutnya satu hari diperah dan hari berikutnya tidak diperah. Kemudian induk
diperah 3 hari sekali hingga akhirnya tidak diperah sama sekali.
b) Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali
pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara
bergantian. Setiap kali memerah hanya 2 puting saja, dan hari berikutnya bergantian puting lainnya. Hal
ini dilakukan beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. Cara ini dilakukan pada sapi yang
mempunyai kemampuan produksi tinggi
c) Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan dengan tiba-tiba.
Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak memberikan makanan penguat 3 hari
sebelumnya, dan makanan kasar berupa hijauan pun dikurangi tinggal seperempat bagian saja. Cara ini
lebih efektif dan memperkecil gangguan kesehatan pada ambing, bila kombinasikan dengan cara
pemerahan berselang.
Didalam persiapan laktasi mendatang, yang penting diperhatikan adalah menjaga makanan tetap baik,
terutama 2-3 bulan terakhir sebelum masa kering. Periode kering sangat diperlukan bagi sapi perah yang
sedang laktasi agar sapi dapat menyimpan energi yang cukup untuk laktasi berikutnya
· Periode kering yang ideal (6-8) minggu sebelum partus, pengeringan lebih lama akan lebih baik
dibandingkan pengeringan yang pendek
· Periode kering lebih dari 60 hari memberikan produksi susu pada masa laktasi berikutnya realatif
kecil, tapi untuk laktasi yang sedang berjalan cukup berpengaruh
· Pada saat periode pengeringan perlu diberikan perlakuan steaming-up (2-4) minggu sebelum
partus untuk persiapan kelahiran.
Setelah melahirkan (partus) sapi perah tidak boleh langsung diambil susunya. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk memberikan kecukupan gizi anak sapi yang baru dilahirkan. Karena pada masa sapi setelah
melahirkan, susu yang di produksi berupa colostrum yang berguna bagi anak sapi untuk menambah
kekebalan tubuh atau sebagai anti bodi pada pedet yang baru lahir. Colostrum di produksi oleh induk
sapi sekitar 7 – 10 hari .
Konsumsi pakan yang di butuhkan pada sapi induk setelah melahirkan dengan kebutuhan hijauan dan
konsentrat yang seimbang dan diberikan secara id libitum sehingga kebutuhan nutrisi yang di butuhkan
oleh ternak tersebut dapat terpenuhi. Kebutuhan air minum pada sapi setelah melahirkan akan
meningkat dibanding dengan kondisi biasa. Hal ini di karenakan air membantu mencerna makanan yang
dikonsumsi oleh ternak tersebut untuk memproduksi susu guna untuk mencukupi kebutuhan gizi pada
anak yang baru dilahirkannya. Pada sapi setelah melahirkan kebutuhan mineral dan vitamin juga perlu
diperhatikan karena ini akan berpengaruh terhadap kualitas susu yang di hasilkan.
Pengembangan sistem kandang modern didorong oleh kawanan ternak yang semakin besar, produksi
per sapi yang meningkat, serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara pemberian pakan dan
pemerahan susu. Pemerahan bisa berlangsung lebih praktis dan cepat dan di ruang terbuka, tidak
seperti dalam petak kandang (stall).Salah satu faktor kunci dalam peternakan modern ialah efisiensi
kerja.Ini menuntut tipe perkandangan yang kompak dan terancang dengan baik. Beberapa faktor yang
akan memengaruhi rancangan itu meliputi ukuran, cara pemerahan, cara pemberian pakan, tenaga
kerja, ruang yang tersedia, dan seterusnya. Kandang sapi modern berukuran panjang 24 m dan lebar 10
m , dengan 3 buah bejana terbuat dari pasangan batu bata, masing – masing 2 buah tempat pakan di
pinggir, dan tempat minum disamping. Dengan lantai terbuat dari cor beton bertulang untuk
mempermudah pembersihan kotoran sapi, ukuran kandang sepanjang 24 m dan lebar 10 m dan
dipisahkan oleh bejana air minum. Pintu kandang terbuat dari tiang dari pipa setebal 80 mm, diberi
penguat besi sling untuk perkuatan karena lebar pintu hampir 5 m , konstruksi pagar mendatar dapat
menggunakan pipa diameter 50 mm.
2.8 Model Perkandangan yang Cocok di Indonesia (daerah Tropis)
Kebutuhan kandang sapi perah di negara iklim tropis lebih sederhana bila dibandingkan dengan negara
sub tropis yang lebih dingin, sehingga di negara tropis kandang tetap dibutuhkan untuk melindungi
ternak pada malam hari, panas terik sinar matahari, dan hujan lebat juga mempermudah pemeliharaan.
Bangunan yang sederhana cukup dibangun kandang pedet, sapi dara dan sapi dewasa untuk menjaga
ternak dari binatang predator. Kandang sapi perah dapat dibangun dalam skala kecil di daerah tropis
dengan pertanian intensif, sistem pemerahan yang berkesinambungan dan persediaan pakan
ternak untuk mencukupi produksi susu dan pokok hidup sapi.
Suhu udara di Indonesia pada umumnya tinggi yaitu antara 24 – 34oC, dan kelembaban udara juga tinggi
yaitu antara 60 - 90%. Hal ini dapat menyebabkan proses penguapan dari tubuh sapi terhambat
sehingga sapi mengalami cekaman panas. Tingginya suhu dan kelembaban udara tersebut disebabkan
oleh radiasi matahari yang tinggi, sehingga lokasi peternakan sapi perah di Indonesia akan lebih baik jika
berada pada ketinggian di atas 800 m d.p.l. Selain radiasi, produksi panas hewan yang berupa panas
laten dan panas sensible, tinggi, luas, bahan atap dan bukaan ventilasi yang kurang tepat merupakan
penyebab naiknya suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah. Salah satu upaya untuk
menurunkan suhu dan kelembaban udara di dalam kandang yaitu dengan sistem ventilasi agar terjadi
pertukaran udara di dalam dan luar kandang dengan baik sehingga panas dalam kandang dapat
diminimalisir.Pada ventilasi alamiah, pertukaran udara terjadi jika ada perbedaan tekanan melalui
bukaan bangunan dan angin. Luas bukaan ventilasi sangat mempengaruhi pola aliran dan distribusi
udara dalam kandang yang dapat menentukan besarnya distribusi suhu dan kelambaban udara dalam
kandang .
Untuk memperoleh luas bukaan ventilasi (alamiah) yang menghasilkan distribusi suhu dan kelambaban
udara dalam kandang yang baik, diperlukan analisis sifat dan pola aliran serta distribusi udara dalam
kandang.Pada ventilasi alamiah, pertukaran udara terjadi jika ada perbedaan tekanan melalui bukaan
bangunan dan angin. Luas bukaan ventilasi sangat mempengaruhi pola aliran dan distribusi udara dalam
kandang yang dapat menentukan besarnya distribusi suhu dan kelambaban udara dalam kandang
.Untuk memperoleh luas bukaan ventilasi (alamiah) yang menghasilkan distribusi suhu dan kelambaban
udara dalam kandang yang baik, diperlukan analisis sifat dan pola aliran serta distribusi udara dalam
kandang. Tipe kandang yang dapat di gunakan di Indonesia :
a. Kandang Terbuka
Kelebihan :
c. Tidak ketergantungan dengan listrik, karena apabila listrik mati maka sistem akan terganggu.
Kekurangan :
b. Kandang Tertutup
1. Untuk menyediakan udara yang sehat bagi ternak (sistem ventilasi yang baik) yaitu udara yang
menghadirkan sebanyak-banyaknya oksigen, dan mengeluarkan sesegera mungkin gas-gas berbahaya
seperti karbondioksida dan amonia.
2. Menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak. Untuk menyediakan iklim yang kondusif bagi ternak
dapat dilakukan dengan cara: mengeluarkan panas dari kandang yang dihasilkan dari tubuh ternak dan
lingkungan luar, menurunkan suhu udara yang masuk serta mengatur kelembaban yang sesuai.
Kelebihan :
c. Ketergantungan dengan listrik, karena apabila listrik mati maka sistem akan terganggu.
Yaitu mencakup pemilihan barang atau jasa yang ditawarkan secara tepat. Produk utama dalam usaha
ini adalah tentunya susu. Pemilihan usaha harus dilandasi dengan target pasar. Semakin baik kualitas
susu yang dihasilkan maka semakin tinggi penjualan produk susu ke masyarakat, tentu saja dengan
harga yang terjangkau. Susu sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak maupun yang sudah dewasa,
selain enak rasanya susu juga mengandung banyak gizi dan kalsium yang baik untuk pertumbuhan
tulang maupun otak. Hanya saja kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan susu setiap hari masih
kurang karena terhambat oleh perekonomian. Jadi, bagaimana para pengusaha susu lokal untuk
menghasilkan susu yang berkualitas baik ataupun dengan harga yang dijangkau masyarakat. Hal
tersebut dapat dilakukan jika ada pengaturan harga dan pengemasan yang murah sehingga dapat
dikontrol dan ditekan harga jualnya. Terdapat produk lain, yaitu dengan cara mengolah susu tersebut
menjadi berbagai macam produk seperti susu pasteurisasi, yoghurt, keju, dan lain sebagainya. Proses
pengemasan (packaging) yaitu produk yang sudah dikemas menarik, dengan kualitas tertentu bernilai
jual tinggi biasanya dipasarkan ke supermarket terdekat, mall atau ke pabrik pengolahan susu.
Yaitu mencakup penetapan harga jual barang yang sesuai dengan kualitas barang dan dapat terjangkau
konsumen. Setiap hari, variasi konsumsi susu tidak berubah banyak, tidak ada musiman, dengan harga
susu dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami perubahan. Susu tidak ditentukan dengan hari atau
tanggal khusus karena dibutuhkan setiap harinya sehingga produksi dan penjualan susu cenderung stabil
bahkan meningkat. Peternak sapi perah bisa memperoleh hasil dalam dua minggu atau sebulan sekali
dan berlangsung secara tetap sepanjang tahun. Hasil produksi utama sapi perah adalah susu, harus hati-
hati pula terhadap harga karena adanya saingan berupa susu impor, sehingga harga susu dalam negeri
atau lokal harus lebih murah. Harga induk sapi perah lokal bunting 4 bulan, sekitar Rp 5.000.000- Rp
6.000.000. Berarti, kalau kita ingin memelihara sekaligus 10 induk sapi perah, maka investasi bibit sudah
mencapai Rp 50.000.000 berupa sapi perah lokal dan 90.000.000 berupa induk sapi perah impor. Dari
100 anak sapi (pedet) itu, 50 ekor berkelamin jantan hingga bisa berkontribusi sebagai sapi potong.
Harga anak sapi perah (pedet) jantan ini biasanya mengikuti harga kiloan hidup, yakni Rp 10.500 per kg.
Baik yang impor maupun yang lokal. Jadi seekor anak sapi perah (pedet) jantan seberat 100 kg, nilainya
Rp 1.050.000 Tetapi rata-rata peternak sudah menjual anak sapi perah (pedet) jantannya dengan berat
70 kg dengan harga Rp 735.000 per ekor. Sebenarnya hasil sampingan peternakan sapi perah masih ada,
yakni berupa pupuk kandang.
Yaitu cara pendistribusian barang atau jasa sehingga sampai ke tangan konsumen. Tempat dalam hal ini
adalah sebuah toko atau pasar dimana produk didistribusikan. Memilih tempat yang strategis mampu di
akses oleh pasar, konsumen dan proses transportasi (dalam hal pendukungkegiatan produksi). Oleh
karena itu, tempat yang strategis mempengaruhi hasil pemasaran, dalam hal ini tempat yang startegis
berkaitan dengan produk dan olahan yang dihasilkan dari peternakan sapi perah tersebut apabila yang
dijual adalah susu murni maka di distribusikan ke KUD atau langsung ke pabrik pengolahan susu. Tetapi
jika ingin mengolah susu murni menjadi berbagai produk lain, seperti susu pasteurisasi, yoghurt, dan
keju, maka didistribusikan langsung ke konsumen atau pasar, mall, supermarket, dan lain sebagainya.
Tentu saja dengan pengemasan yang menarik tetapi tidak menaikkan harga dengan tinggi dan
kualitasnya tetap terjaga. Jenis transportasi yang digunakan untuk mendistribusikan ke pasar atau
kosumen biasanya menggunakan mobil box yang memilki pendingin atau dimasukkan dahulu ke dalam
pendingin. Jika mengirimkan ke KUD atau pabrik biasanya susu dimasukkan ke dalammilk can (tangki
susu) untuk menjaga kualitas susu.
Yaitu mencakup pemilihan kebijakan promosi yang tepat dan sesuai dengan barang atau jasa yang
ditawarkan. Efisiensi sapi perah dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori hingga saat
ini belum tertandingi oleh hewan jenis lainnya. Selain menghasilkan susu, sapi perah juga menghasilkan
pedet, dan daging pada sapi perah yang telah mengalami afkir. Syarat sapi untuk dapat menghasilkan
susu adalah bunting dan kemudian melahirkan. Dengan demikian, sapi yang memproduksi susu pasti
telah menghasilkan pedet (anak sapi). Biasanya, jika pedetnya jantan, bisa dijual untuk sapi potong,
sedangkan jika pedetnya betina, bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu. Usaha
peternakan sapi perah menggunakan tenaga kerja yang tetap secara terus-menerus sepanjang tahun.
Tenaga kerja tidak ada waktu untuk menganggur. Dengan demikian, peternak bisa mengangkat pekerja
yang baik dan mengurangi tingkat pengangguran. Pakan yang relatif mudah dan murah, karena sapi
perah bisa mengonsumsi berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, seperti
jerami, jagung, dedak, serta sisa-sisa pabrik, misalnya bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu,
ampas bir, dan ampas kecap. Dengan demikian, ketersediaan pakan tidak menjadi masalah dalam
beternak sapi perah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di uraikan di atas maka dapat diambil suatu simpulan sebagai berikut :
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi periode kering bunting pada sapi perah bunting
adalah metode pengeringan, kondisi ternak.
3. Metode/ cara pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara: 1. Pemerahan berselang yaitu
pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya diperah sekali sehari selama beberapa hari, 2.
Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali pemerahan
tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara bergantian,
dan 3. Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan dengan tiba-tiba.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J. dan H. Bade, D. 1994.Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.(Diterjemahkan oleh Bambang Srigondono).
Davis, R.F. 1962. Modern Dairy Cattle Management. Prentice Hall, Inc. Amerika Serikat
Ensminger, M. E. 1971. Dairy Cattle Science.First Edition. The Inter State Printers Publisher, Inc.
Dancilles, Illionois
Putra, A. R. 2004. Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan
Cipayung, Jakarta Timur.Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultan Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Soetardi, T. 1995. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Pakan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor.
Sudarmono. 1993. Kandang Ternak Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Frey, J.K.R., Frahm, J.V.
Whitemen J.E., Tamer & D.F. Stephen. 1972. Evaluation of Cow Type Classification Score and Its
Relationship to Cow Productivity. J. of An. Sci., 31 : 171 (Abstr)
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta. (diterjemahkan oleh Bambang Srigandono).
catatan sang peternak
HOME Makalah Peternak Laporan Praktikum Entrepreneur
PENDAHULUAN
Latar Belakang
pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dibarengi dengan laju pertumbuhan yang pesat. Peningkatan
jumlah penduduk saat ini memberikan dampak yang besar terhadap peningkatan permintaan (demand)
produk pangan masyarakat. Selain itu, perkembangan masyarakat saat ini lebih ke arah yang lebih maju
baik dari segi pendapatan maupun tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya nilai gizi
membuat masyarakat cenderung lebih meningkatkan konsumsi pangan yang mengandung gizi tinggi.
Salah satu produk pangan yang terus mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya adalah susu.
Peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun,
mulai dari 5,79 kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,8 kg/kapita pada tahun 2005
perlu dilakukan karena kemampuan pasok susu peternak lokal saat ini baru mencapai 25 persen sampai
30 persen dari kebutuhan susu nasional (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Besarnya volume impor
susu menunjukkan prospek pasar yang sangat besar dalam usaha peternakan sapi perah untuk
Meningat kondisi geografis, ekologi dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia
memiliki karakteristik yang cocok dalam pengembangan peternakan sapi perah (agribisnis persusuan)
serta besarnya kekurangan pasokan susu dalam negeri, sebenarnya banyak sekali kerugian yang
diperoleh Indonsia akibat dilakukannya kebijakan impor susu. Diantaranya adalah terkurasnya devisa
nasional, tidak dimanfaatkannya potensi sumber daya manusia yang ada khususnya masyarakat
pedesaan untuk pengembangan agribisnis persusuan, dan hilangnya potensi pendapatan yang
seharusnya diperoleh pemerintah dari pajak apabila agribisnis persusuan ini dikembangan secara baik.
Perumusan Masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Firman (2007), seiring dengan perkembangan waktu, perkembangan agribisnis
persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I(periode sebelum tahun
1980) disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980-1997) disebut periode
peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997-sampai sekarang) disebut periode
stagnasi. Stagnasi tersebut menyebabkan sampai saat ini Indonesia belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan susu dalam negeri. Hal ini terjadi akibat banyaknya kendala dalam melakukan
pengembangan usaha ternak sapi perah seperti keterbatasan modal, tingginya harga pakan konsentrat,
keterbatasan sumber daya dan juga lahan untuk penyediaan hijauan, minimnya rantai pemasaran susu.
Hal lain yang menjadi kelemahan dalam usaha ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi
Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2007), perkembangan ekspor susu olahan dan impor
susu bubuk (Skin Milk Powder-SMP) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari
tahun 2003-2006, volume ekspor dan produk susu olahan tertinggi dicapai pada tahun 2003 sebesar
49.593.646 kg dengan nilai US $54.830.373. Sedangkan, volume impor tertinggi juga dicapai pada tahun
2005 sebesar 173.084.444 kg dengan nilai US $399.165.422. Dari angka tersebut, terlihat bahwa volume
impor susu jauh lebih besar daripada volume ekspornya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi
Susu merupakan bahan makanan asal ternak yang memiliki kandungan gizi tinggi. Hal ini
mengakibatkan permintaan akan susu meningkat seiring dengan semakin bertambahnya populasi
manusia setiap tahunnya. Saat ini sebagian besar susu di Indonesia masih harus diimpor (sekitar 70 %),
sedangkan 30%nya di pasok dari produksi susu domestic yang sebagian besar dihasilkan oleh
peternakan sapi perah rakyat. Selain itu, susu yang dihasilkan oleh peternak sapi perah Indonesia banyak
yang tidak memenuhi standar IPS, sehingga banyak susu yang ditolak pabrik pengolahan susu. Tidak ada
langkah lain selain membuang susu, dan hal ini tentu akan merugikan peternak Indonesia (Anonim,
2012).
Sebagai generasi bangsa, setiap masyarakat Indonesia dituntut peran sertanya dalam
pembangunan. Salah satu aspek penting dan vital bagi rakyat Indonesia adalah bidang pertanian, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia bergerak dalam sector pertanian, termasuk didalamnya subsector
peternakan. Langkah yang dapat dilakukan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat
Indonesia adalah dengan banyak masyarakat yang membudidayakan peternakan sapi perah. Supaya
peternakan sapi perah berjalan sesuai dengan tujuan yaitu memberikan produksi susu yang tinggi dan
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, maka diperlukan perencanaan yang matang sebelum
Sebelum memulai beternak sapi perah, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan dan
diperhitungkan secara matang. Persiapan dan perhitungan ini sangat menentukan keberhasilan
peternakan. Paling tidak, ada tiga hal yang harus dipersiapkan dan dipertimbangkan yaitu : lahan untuk
kandang dan tempat memnanam rumput, ketersediaan air dan keberadaaan bibit sapi perah.
A. PERSIAPAN LAHAN
Lahan yang dibutuhkan untuk kandang berdasarkan keadaan sapi perah terbagi atas 3 yaitu
sebagai berikut :
-. Kandang seekor sapi masa produksi membutuhkan lahan seluas 380 x 140 cm = 5,32 m². luas lahan ini
-. Kandang sapi dara siap bunting sampai bunting membutuhkan lahan 12 x 20 m = 240 m²/ 10 ekor.
-. Kandang seekor sapi pedet membutuhkan lahan seluas 150 x 120 cm =1,8 m²
Usaha peternakan sapi perah sangat tergantung pada ketersediaan pakan hijaun. Pakan berupa
hijauan ini bisa diperoleh dari lahan pertanian dan hasil budidaya atau penananaman secara khusus.
Agar peternak memiliki persediaan hijauan, keberadaan lahan untuk penanaman rumput mutlak
diperlukan. Lahan untuk kebutuhan ini disesuaikan dengan jumlah sapi perah yang dipelihara. Menurut
pengalaman, lahan seluas 1 ha bisa memenuhi kebutuhan hijauan sekitar 10-14 ekor sapi dewasa
selama 1 tahun.
B. KETERSEDIAAN AIR
Air mutlak diperlukan dalam usaha peternakan sapi perah. Hal ini disebabkan susu yang
dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa bahan kering. Disamping itu, untuk mendapatkan 1 litter
susu, seekor sapi perah membutuhkan 3-4 litter air minum. Untuk menghasilkan susu yang sebgaian
besar berupa air tersebut, keberadaan atau ketersediaan air dilingkungan sekitar lokasi peternakan
harus diperhitungkan. Dengan perhitungan yang matang, peternak diharapkan tidak mendapat kesulitan
di belakang hari.
Dalam peternkan ini, air digunakan tidak hanya untuk minum sapi namun juga digunakan untuk
memnadikan sapid an membersihkan kandang. Khusus untuk minum, sebaiknya sapi diberikan minum
C. BIBIT
Bibit sapi perah yang akan dipelihara sangat menentukan keberhasilan usaha ini. Hal ini juga
seperti yang terjadi pada rekan saya yaitu bpk. Atta yang bergerak dalam usaha sapi perah yang pernah
mengalami kerugian akibat sapi bibit yang dibelinya ternyata merupakan sapi yang freemartin (sapi
betina namun memiliki sifat sapi jantan -> tidak bisa bunting). Oleh karena itu maka pemilihan bibit
harus dipikirkan dan dan dilakukan dengan cermat dengan memperhatikan hal-hal berikut :
Bibit sapi perah harus berasal dari induuk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini
disebabkan sifat unggul kedua induk akan menurun kepada anaknya. Akan lebih baik lagi jika bibit
tersebut berasal dari induk yang produktifitasnya tinggi yang dikawinkan dengan pejantan unggul.
2. Bentuk ambing
Bentuk ambing pada sapi perah dapat menentukan kuantitas dan kualitas susu yang akan dihasilkan.
Ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antara otot kuat dan memanjang sedikit ke
berdiri tegak dan jarak antara kaki kanan dan kai kiri cukup lebar (baik kai depan maupun belakang),
serta bulu mengkilat. Perlu diketahui, besar tubuh tidak menentukan kauntitas atau jumlah susu yang
4. Umur Bibit
Umur bibit sapi perah betina yang ideal adalh 1,5 tahun dengan bobot sekitar 300 kg. sementara itu,
Suatu usaha yang didasarkan pada rencana sebelumnya, hasilnya akan lebih baik dibandingkan
dengan usaha yang dilakukan tanpa ada rencana sebelumnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan
1. Merintis Usaha
Sebelum memulai usaha kita harus menentukan titik awal atau latar belakang kita berusaha,
apakah usaha kita merupakan pendirian usaha atau pengembangan usaha. Jika pendirian usaha, maka
perencanaan akan dimulai dari awal, sedangkan jika pengembangan usaha, maka perencanaan
usahanya merupakan perencanaan lanjutan. Persiapan dalam merintis usaha yaitu harus
memperhatikan:
1. Aspek Umum yang umumnya terdiri dari social, budaya, tanggapan masyarakat,
2. Aspek Ekonomi, yaitu berkaitan dengan analisis usaha yang nantinya apakah usahanya
akan menguntungkan atau sebaliknya memperoleh kerugian. Sehingga aspek ekonomi ini
merupakan aspek yang vital dalam perencanaan usaha peternakan sapi perah,
3. Aspek Teknis Operasional yaitu aspek yang terkait dengan teknis dan lingkungan. Tanpa
adanya aspek ini, maka produksi tidak dapat dihasilkan. Untuk memperoleh usaha yang
menguntungkan, maka harus dimulai dari aspek teknis yang baik dan berkualitas.
2. Rencana Kerja Usaha
Rencana kerja disusun setelah ada ide merintis usaha. Tahap ini merupakan tahap yang
menentukan dalam awal usaha yang dilakukan. Rencana kerja dapat dibagi kedalam lima bagian, yaitu:
Usaha peternakan sapi perah dijalankan sebagai usaha produksi susu saja atau ditambah dengan usaha
pembibitan sapi perah. Kejelasan maksud dan tujuan akan memudahkan dalam kelanjutan usaha
kedepannya.
Ternak yang diusahakan akan menggunakan jenis ternak tertentu, kemudian jenis kelamin tertentu dan
harus dipastikan jumlah awal ternaknya berapa banyak atau jika pengembangan maka penambahan
Hal ini disesuaikan dengan rintisan usaha, apakah akan membuat bangunan awal atau membuat
bangunan tambahan.
4. Pakan
Pakannya harus dipantau ketersediaannya, sehingga terjadi kontinyuitas penyediaan pakan. Maka
ternak dapat tercukupi kebutuhan pakannya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
5. Pasar
Usaha ternaknya harus mempunyai pasar yang baik. Jika pasarnya kurang baik, meskipun produksinya
tinggi dan baik maka susu atau pedet tidak dapat dijual dan hal ini akan menyebabkan kerugian pada
Rencana penggunaan modal juga merupakan aspek yang memiliki peran vital dalam usaha, karena tanpa
modal usaha hanya akan menjadi rencana saja dan tidak adapat diaplikasikan. Modal usaha yang harus
Kandang
Gudang
Perumahan
Peralatan pemerahan
2. Biaya Tetap
Sapi jantan
Pedet betina
Pedet jantan
3. Biaya Operasional
Gaji karyawan
Obat-obatan
Listrik
Pajak
Biaya lain-lain.
Sebelum memulai usaha, peternak atau pengusaha harus mengetahui perkembangbiakan sapi perah.
Beberapa hal yang harus diketahui dan diperhatikan adalah sebagai berikut:
Langkah yang perlu dilakukan setelah usaha peternakan sapi perah berjalan adalah dilakukan
evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana target yang direncanakan
tercapai. Sehingga dapat mengambil langkah preventif sebaliknya pengembangan pada usaha
peternakan sapi perah. Hal ini tentu akan membantu mengurangi ketergantungan bangsa Indonesia
akan impor susu. Siapa lagi yang akan membangun Indonesia jika bukan para penerus dan generasi
bangsa.
KESIMPULAN
Firman, Achmad. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah : Suatu Telaah Pustaka. Fakultas Peternakan, Universitas
Padjadjaran. Bandung
Sudono, Adi. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Statistik Peternakan 2008. Jakarta: Departemen Pertanian.