BAB IV
TEKNIK PEMELIHARAAN
KAMBING PERAH
4.1. Pendahuluan
Kambing perah merupakan ternak penghasil susu yang cukup terkenal di dunia, serta
mampu hidup dan beradaptasi dengan lingkungan yang miskin (kualitas rendah). Ternak
kambing juga efisien dalam mengubah pakan yang berkualitas rendah menjadi air susu yang
bernilai gizi tinggi dibandingkan ternak perah lainnya.
lainnya, perkembangan ternak kambing menjadi lebih baik dan mulai dilirik sebagai
alternatif untuk penyediaan komoditi susu segar untuk kebutuhan gizi masyarakat, terutama
di daerah yang iklimnya tidak mungkin untuk mengembangkan sapi perah, seperti di daerah
Indonesia bagian timur. Usaha-usaha masyarakat untuk mengembangkan produktivitas
kambing ini, baik mengenai pertumbuhannya maupun produksi susunya, diharapkan dapat
menyumbangkan protein hewani untuk sebagian kebutuhan masyarakat pedesaan, sehingga
dapat meningkatkan status gizi mereka, disamping untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Dan sangat diharapkan di masa yang akan datang ternak kambing perah ini dapat ikut
memberikan perannya dalam memenuhi kebutuhan susu nasional untuk dapat menekan
kebutuhan susu import nasional. Oleh karena itu, system pemeliharaan yang tepat dan
efisien perlu dilakukan agar peternakan kambing ini bisa berkembang sebagai agribisnis
peternakan yang handal seperti agribisnis di bidang lainnya.
Beternak kambing perah ini sudah seharusnya dibawa ke ranah industri yang benar,
sehingga beternak kambing perah ini sudah saatnya dijadikan usaha pokok, karena di
dalamnya terdapat banyak potensi, seperti penjualan susu segar; penjualan anakan/bibit
kambing; penjualan pupuk kandang yang harganya cukup menjanjikan karena
pemanfaatannya sebagai pupuk untuk tanaman sayuran dan buah jauh lebih baik
dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya; penjualan kambing di saat idul adha; dan
penjualan sebagai paket wisata dan pendidikan (Asih, 2013).
Paling sedikit ada 3 target tujuan yang bisa di tempuh dalam mengembangkan
agribisnis kambing perah ini, yaitu: tujuan jangka pendek/harian yang berupa susu kambing
segar, tujuan jangka menengah/bulanan pupuk kandang, dan tujuan jangka panjang/tahunan
yaitu berupa daging dan bibit kambing. Jika agribisnis ini ditekunin secara serius, maka
tidak mustahil keuntungan yang besar akan kita peroleh dalam waktu yang singkat dengan
sekmentasi pasar yang jelas, mengingat ternak kambing cukup prolifik.
Dalam bab ini akan dirinci/dijelaskan sistem pemeliharaan kambing perah pada setiap status
fisiologisnya.
tidak optimal semasih di dalam kandungan sebagai akibat asupan gizi induk tidak cukup,
juga disebabkan oleh pemberian kolostrum yang tidak mencukupi baik dari segi kuantitas
maupun kualitas (Asih, 2004) yang disebabkan oleh konsumsi pakan induk yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi semasa bunting. Sehingga dalam pemeliharaan induk kambing
perah bunting hal-hal yang harus diperhatikan adalah kebutuhan gizinya harus disesuaikan
dengan kebutuhan gizinya semasa bunting yaitu dengan mempertimbangkan berat badan
dan umur kebuntingannya, masa kebuntingan kambing (Gestation periode). Umur induk
kambing untuk pertama kalinya dikawinkan harus disesuaikan dengan bangsa kambing
perah yang dipelihara, kondisi calon induk seperti berat badan dan kesehatannya. Oleh
karena itu, peternak harus mampu memprediksi umur kebuntingan; tanda-tanda induk
kambing menjelang melahirkan; persiapan yang harus dilakukan menjelang induk kambing
melahirkan; penanganan induk kambing pada saat melahirkan dan setelah melahirkan;
penanganan anak kambing baru lahir agar angka kematian anak pra-sapih dapat ditekan dan
kualitas produksi dapat ditingkatkan yang biasanya dapat dilihat dari kecepatan tumbuh-
kembang anak. Selanjutnya poin-poin tersebut akan dijabarkan satu persatu.
Kebutuhan gizi kambing perah bunting. Kebutuhan gizi kambing perah bunting
pada prinsipnya sama dengan kebutuhan gizi sapi perah yaitu tergantung pada berat
badannya, umur kebuntingan dan pada kondisi laktasi atau kering. Semakin tinggi berat
badannya dan semakin tua umur kebuntingan serta dalam kondisi yang sedang diperah
(laktasi) semakin tinggi kebutuhan nutrisinya. Sebaliknya, dalam kondisi kering kandang
(tidak diperah/tidak menghasilkan susu), kebutuhan gizinya relatif lebih rendah. Kebutuhan
gizi kambing perah pada saat bunting ini sangat penting mendapat perhatian, karena akan
sangat erat kaitannya dengan berat lahir anak yang akan dilahirkan, produksi susu dan
kolostrum yang dihasilkan serta komposisinya. Semakin tinggi berat lahir anak, maka
pertumbuhan selanjutnya juga akan semakin tinggi. Semakin banyak kolostrum yang
dihasilkan, terutama pada hari pertama melahirkan, maka anak kambing (cempe) semakin
sehat, karena kekebalan tubuhnya sudah terbentuk sejak awal dengan sempurna, sehingga
mereka lebih tahan terhadap serangan dari berbagai penyakit, dan angka kematian anak
(mortalitas) dapat ditekan seminim mungkin dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan
produktivitas ternak kambing perah yang dipelihara.
Untuk kebutuhan nutrisi kambing perah yang ada di Indonesia belum banyak diteliti,
sehingga untuk saat ini dapat dipakai standard kebutuhan gizi kambing perah menurut
Hartadi dkk. (1996). Namun yang penting adalah jumlah frekuensi pemberiannya harus
ditingkatkan untuk menyakinkan semua ransum yang diberikan termakan habis oleh
kambing perah, mengingat tingkah laku makan kambing pada umumnya tidak rapi
(sebagian terjatuh dari tempat pakannya dan apabila dipungut kemudian dikasi kembali,
kambing tidak mau makan apabila sudah kotor, terutama pakan yang sudah terkena kencing
dan kotorannya. Oleh karena itu, frekuensi pemberian harus ditingkatkan, apalagi kambing
dalam kondisi bunting, dimana volume rumen menjadi relatif lebih sempit sebagai akibat
dari dorongan/desakan foetus dalam uterus. Pemberian hijauan 3 kali sehari menunjukkan
pemberian yang efisien ditinjau dari konsumsi bahan kering kambing dan daya cerna bahan
99
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
organiknya dibandingkan dengan pemberian satu kali dan dua kali sehari, karena pakannya
relatif tidak ada yang terbuang. Sedangkan kalau diberikan 4 kali sehari, konsumsi bahan
kering meningkat, namun waktu dan tenaga kerja yang digunakan tidak efisien (Asih dkk.,
2012; Asih dkk., 2013; Asih dkk., 2014).
Jumlah anak yang dilahirkan pada setiap kelahiran akan mempengaruhi masa
kebuntingan ternak kambing. Masa kebuntingan induk kambing yang mempunyai anak
kembar lebih pendek dari masa kebuntingan anak tunggal. Hal ini disebabkan oleh desakan
dari foetus dalam uterus sebagai akibat dari kesempitan ruang gerak dari foetus yang
kembar. Jumlah anak dalam satu kelahiran dari seekor induk kambing berkisar 1-3 ekor.
Namun hal yang sering terjadi adalah kelahiran anak tunggal atau kembar dua. Kelahiran
lebih dari dua ekor anak perkelahiran kadang-kadang mengakibatkan suatu masalah,
terutama bagi induk yang produksi air susunya rendah. Hal tersebut menyebabkan anak
kambing menjadi lemah karena kekurangan air susu. Untuk manajemen pemeliharaan induk
kambing yang mempunyai anak kembar, terutama kembar tiga maka penambahan
pemberian susu anaknya sangat penting dengan mencarikan/mengambil susu dari induk lain
yang mempunyai anak tunggal, sehingga anak yang paling lemah diantara ketiga cempe
tersebut dapat diselamatkan.
Untuk kambing perah yang tujuannya adalah untuk mendapatkan produksi susu,
akan lebih baik memilih induk yang sedang mempunyai kelahiran tunggal, selain anak
kambing yang dilahirkan tersebut pertumbuhannya akan menjadi lebih baik/tinggi, juga
100
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
dapat mempunyai kelebihan produksi susu untuk dijual, sehingga peternak dapat menjual
susu lebih banyak, dimana harga susu kambing jauh lebih mahal dari harga susu ternak
perah lainnya (sapi dan kerbau). Dengan demikian mempunyai anak tunggal lebih
menguntungkan dari pada anak kembar.
Pada hari saat kambing diperkirakan akan melahirkan, setiap jam induk kambing
harus diperiksa. Apabila kelahiran juga belum terjadi, kemungkinan ada kelainan pada
induk, seperti terhentinya pembukaan pada vaginanya yang menyebabkan cempe tidak bisa
lahir. Dalam kondisi seperti itu, memasukkan dua jari tangan peternak ke dalam vagina
sudah tidak mungkin. Bila mendapat kesukaran dalam menanganinya, cobalah minta
bantuan kepada dokter hewan setempat.
Penanganan Induk Menjelang dan Saat Kelahiran. Pada kelahiran yang normal,
umumnya induk kambing tidak memerlukan bantuan manusia, tetapi pengawasan tetap
perlu dilakukan. Untuk menjaga agar anak kambing yang baru lahir tidak terjatuh ke lantai
terlalu keras, maka perlu dibantu. Caranya yaitu apabila kedua kaki depan anak kambing
sudah keluar, peternak harus memegangnya dengan erat. Seirama dengan mengenjannya
induk kambing, kaki anak kambing itu ditarik dan apabila kepalanya sudah keluar maka
proses kelahiran akan lebih lancar. Jika tangan yang kiri menarik kaki depan, maka tangan
101
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
kanan menangkap bagian perut atau sebaliknya. Dengan demikian anak kambing yang baru
lahir tidak langsung jatuh mengenai lantai (Gambar 1n, 1o dan 1p).
Kelahiran anak yang tidak normal, harus dibantu dengan memasukkan dua jari
tangan ke dalam vagina induk, terutama jika posisi kakinya keluar tidak bersamaan, maka
peternak wajib membantunya untuk menyelamatkan anaknya, seperti tertera pada Gambar
1. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dengan cara-cara sebagai berikut:
102
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Gambar 1. Membantu induk kambing yang lemah menjelang melahirkan anak kembar
Gambar 1a. Induk yang akan melahirkan dituntun Gambar 1b. Induk yang akan melahirkan selalu ingin
oleh peternak ke tempat aman memisahkan diri dari kelompoknya.
Gambar 1c. Ketuban/amnion induk sudah keluar, Gambar 1d. Induk terus berusaha keluar dari kelompoknya
tapi belum pecah. untuk mencari tempat yang dianggap aman.
Gambar 1e. Induk kambing merasa aman dengan Gambar 1f. Posisi ketuban/amnion induk belum berubah
menyendiri
103
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Gambar 1g. Induk kambing merasa aman dengan Gambar 1h. Posisi ketuban/amnion induk belum berubah
menyendiri
Gambar 1.i. Kaki cempe sudah kelihatan, tetapi Gambar 1j. Posisi kaki cempe diperbaiki dengan
posisinya belum pas. memasukkan 2 jari tangan
Gambar 1k. Memasukkan jari tangan untuk Gambar 1l. Posisi kaki dan kepala cempe sudah pas, tinggal
memperbaiki posisi kepala cempe menunggu induk kambing mengejan.
104
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Gambar 1m. Induk kambing mulai mengejan dan Gambar 1n. Kepala cempe sudah keluar, peternak siap-siap
bersamaan itu peternak menarik kepala untuk menangkap badannya agar tidak jatuh
dan kakinya. dan membahayakan cempe.
Gambar 1o. Peternak menangkap/memegang badan Gambar 1p. Peternak menaruh cempe diatas pahanya
cempe agar tidak jatuh pada lantai atau sambil membersihkan darah dan lender di
ke tanah.
mulut dan kepala
Gambar 1q. Peternak melanjutkan membersihkan Gambar 1r. Cempe sudah bersih dan bisabernafas dengan
mulut dan hidung cempe dengan sempurna dan siap untuk dipotong tali
menaruh lantai yang dialasi karung dan pusarnya
kain
105
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Gambar 1s. Induk kambing sudah mengeluarkan ari- Gambar 1t. Cempe kembar dua sudah mendapatkan
arinya dan sudah dimandikan kolostrum
106
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Gambar 2a. Peternak membantu induk kambing melahirkan dengan cara yang
salah.
107
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
108
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
o Lendir yang terdapat di sekitar lubang mulut dan hidung dibersihkan dengan memakai
kain bersih yang kering (Gambar 1q dan 1r), atau dengan memakai jerami kering yang
baru dan bersih. Apabila induk tidak mau menjilat badan anaknya, badan anak
kambing dikeringkan dengan menggunakan lap atau jerami.
o Untuk menghindari terjadinya infeksi melalui tali pusar, pemotongan tali pusar
dilakukan dengan cara mengikat erat tali pusar dengan benang yang telah disterilkan
dengan alkohol, pada dua tempat, yaitu kurang lebih 5 cm dari bagian perut.
Pemotongan dilakukan diantara kedua ikatan tersebut dengan menggunakan gunting
yang telah dibersihkan dengan alkohol pula. Kemudian diolesi dengan yodium atau
109
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
betadin pada ujung potongan tali pusar sampai mengenai perut cempe. Pengolesan
betadin ini dilakukan setiap hari sampai tali pusarnya terputus/terlepas.
o Biasanya anak kambing dapat berdiri setelah 30-60 menit setelah lahir, kemudian anak
kambing sudah dapat berdiri dan akan mencari puting susu induknya untuk menyusu.
Sebaiknya sebelum cempe bisa berdiri dengan sempurna, mereka sudah dibantu
menyusu ke induknya agar segera mendapat kolostrum seperti pada gambar 3
(Gambar 3b). Semakin cepat cempe mendapat kolostrum semakin baik, karena bakteri
fatogen belum sempat menyerang, cempe sudah mempunyai anti bodi. Sebelum anak
kambing menyusu atau diajari menyusu pada induknya, yakinkan ambing harus sudah
dibersihkan dengan air bersih dan hangat-hangat kuku.
Secara umum berat lahir anak kambing perah yang baik adalah sekitar 3-3,5 kg
untuk anak kambing jantan, dan 2,5-3 kg untuk anak kambing betina. Berat lahir anak
kambing sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh banyak faktor seperti bangsa/jenis
kambing; jenis kelamin; litter size; manajemen pemberian pakan; kualitas pemacek yang
mengawini induk; dan umur induk saat melahirkan. Berat lahir cempe ini sangat penting
karena semakin tinggi berat lahirnya maka pertumbuhan selanjutnya semakin cepat pula,
baik pertumbuhan pada saat umur pra-sapih maupun pada umur setelah sapih.
Gambar 3a. Cempe yang telah dipotong tali pusar- Gambar 3b. Cempe dibantu menyusu ke induk-
nya sedang dijilati oleh induknya. nya untuk mendapatkan kolostrum.
110
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Gambar 3c. Cempe ditimbang untuk mengetahui Gambar 3d. Placenta yang baru keluar dari
berat lahirnya. vagina induknya.
Gambar 31e. Cempe diajari menyusu sendiri ke Gambar 3f. Induk dan cempe yang telah berumur 1
induknya minggu
Pemisahan Anak Kambing dengan Induknya. Anak kambing yang baru lahir
dibiarkan bersama induknya selama 3-4 hari, agar ia mendapatkan kolostrum secukupnya,
dan untuk memberikan rangsangan syaraf ambing induknya, untuk melancarkan pemerahan
selanjutnya. Dengan membiarkan anak kambing (cempe) bersama induknya berarti
memberikan kesempatan cempe untuk menyusu secara langsung ke induknya, selain untuk
mendapat kolostrum sepuasnya, juga memberikan kesempatan ambing dirangsang oleh
sedotan cempe untuk melancarkan produksi hormone oxcytosin yang berfungsi untuk
melancarkan keluarnya air susu pada pemerahan selanjutnya.
Setelah empat hari, anak kambing dipisahkan dari induknya, dan cempe disusui
dengan menggunakan botol dot bayi (Gambar 4b). Cara ini akan lebih mudah, dan dapat
mencegah terjadinya infeksi. Namun, yang harus diperhatikan adalah botol yang digunakan
adalah yang terbuat dari polythene (biasa digunakan untuk bayi) dan harus diyakinkan botol
yang akan dipakai harus betul-betul bersih dengan cara disterilkan terlebih dahulu dengan
detergent dan air panas.
111
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Pengukuran volume susu Penyaringan susu Menutup botol susu dengan Memberikan susu kepada kid
sebelum memasukkan rapat dengan memakai botol dot
ke botol
Pemberian susu dengan memakai dot bayi Teknik pemberian susu Teknik pemberian susu pada cempe secara
pada cempe setelah berkelompok dengan memakai “Multi-Kid
pemberian colostrum feeder” (Hoeggers, 2018) setelah pemberian
colostrum
Air susu yang diberikan sebaiknya dihangatkan terlebih dahulu, dan diberikan dalam
keadaan hangat pula agar sesuai dengan temperatur tubuh cempe. Hal ini dimaksudkan agar
tidak mengganggu pencernaan akibat dari stres dingin, dan tidak terjadi infeksi pada anak
kambing karena air susu yang dingin.
Pemberian Air Susu Untuk Anak Kambing. Agar anak kambing dapat tumbuh
dengan baik, pemberian air susu harus cukup dan teratur. Baik tidaknya pertumbuhan anak
kambing, dapat dilihat dari pertambahan berat badan anak-anak kambing tersebut. Semakin
tinggi pertambahan berat badan anak kambing ini setiap hari, maka pertumbuhannya
semakin baik dan produktivitas kambing akan menjadi meningkat.
Pemberian air susu untuk anak kambing yang dilakukan oleh peternak di Eropa di
dasarkan pada produksi susu induknya. Misalnya, jika seekor induk memproduksi air susu
rata-rata 4,5 liter per hari, maka patokan pemberian air susu seperti tertera pada tabel 28 di
bawah ini.
Berdasarkan tabel 28 dapat dilihat bahwa anak kambing tinggal bersama induknya
selama 4 hari untuk mendapat kolostrum sepuasnya. Kemudian dipisahkan dengan
induknya, namun pemberian kolostrum terus dilanjutkan dengan memerahnya dengan
tangan. Dan diberikan dengan dot bayi selama 3 hari lagi (hari ke 5 – 7 setelah melahirkan),
112
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
karena komposisinya masih mendekati komposisi kolostrum dan dapat dengan mudah
diperah dan masih bisa diminumkan dengan memakai dot bayi (Gambar 4a). Sedangkan
produksi kolostrum pada hari pertama sampai ke empat agak susah diperah dan
pemberiannya dengan memakai dot bayi agak susah diisap oleh anak kambing karena masih
sangat kental seperti salep mata, terutama produksi pada hari pertama, disamping anak
kambing yang baru lahir belum kuat menyedotnya.
Tabel 28. Patokan Pemberian Air Susu Untuk Anak Kambing Berdasarkan Umur
Umur (hari) Kolostrum (liter) Air Susu (liter) Hijauan (kg) Konsentrat (gram)
Sedangkan di Indonesia belum ada patokan yang khusus sebagai dasar untuk
pemberian air susu pada anak kambing, baik yang tipe potong maupun tipe perah. Menurut
Mc Kenzie (1970) pemberian air susu pada cempe adalah 50% dari air susu yang dihasilkan
induknya. Namun ditinjau dari jumlah susu yang dihasilkan oleh induk kambing di
Indonesia sangat bervariasi dari 0,5 – 1,5 liter/hari walaupun pada jenis kambing yang sama.
Sehingga apabila cempe dari induk yang produksinya 0,5 liter/hari diberikan hanya 50%
nya, maka ini berarti cempe hanya dapat minum susu hanya 0,25 liter/hari. Jumlah ini jauh
dari kebutuhan cempe, ini akan berakibat pertumbuhannya akan terhambat. Sehingga
sebaiknya induk kambing yang mempunyai produksi susu dibawah 1 liter/hari, anaknya
dibiarkan tinggal bersama induknya selama satu bulan agar kebutuhan susu cempenya
terpenuhi, setelah itu dipisahkan dengan induknya dan diberikan 50% susu induknya dan
diberikan konsentrat (Gambar 4c dan 4d) dan hijauan secara ad-libitun sampai umur lepas
sapih (Gambar 4e dan 4f). Tujuannya adalah anak kambing mempunyai kesempatan untuk
memilih (free choise) antara hijauan dan konsentrat sesuai dengan instingnya. Ini berarti kita
memberikan kesempatan kepada anak kambing untuk memenuhi kekurangan kebutuhan
gizinya dari pemberian susu yang terbatas dengan gizi dari hijauan dan konsentrat, sehingga
perkembangan dan pertumbuhannya menjadi optimum.
113
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Gambar 4a. Cempe diberikan susu secara individu Gambar 4a. Cempe diberikan susu secara kelompok
dengan memakai botol dot dengan memakai ember yang dilengkapi dengan dot
Gambar 4c. Cempe diberikan konsentrat secara ad- Gambar 4d. Cempe diberikan konsentrat secara ad-
libitum libitum
Gambar 4e. Cempe diberikan hijauan secara ad- Gambar 4f. Cempe diberikan hijauan secara ad-
libitum libitum
diperah 2x sehari) selama satu bulan. Hal ini disebabkan karena dengan pemberian susu 2x
sehari, cempe tidak dapat menghabiskan seluruh produksi harian induknya. Sedangkan
cempe yang diberikan menyusu langsung kepada induknya selalu menghabiskan air susu
induknya, hal ini dapat dilihat dari ambing induknya selalu kempes, dan ini memberi
peluang kepada anak kambing menyusu dengan frekuensi yang cukup tinggi dibanding
disusui dengan dot bayi hanya 2x sehari. Apabila disusui lebih dari 2x, pertimbangan tenaga
kerja yang tidak efisien. Oleh karena itu sangat penting untuk membiarkan anaknya bersama
induknya selama satu bulan penuh sambil memberikan kesempatan kepada anaknya untuk
belajar makan konsentrat dan hijauan induknya. Setelah itu, anak dipisah dari induknya
dengan memberikan 50% produksi susu induknya, dan diberikan konsentrat serta hijauan
yang berkualitas tinggi seperti daun turi, daun gamal dan lamtoro yang sudah dilayukan.
Sedangkan sisa produksi susunya lagi 50% dapat dijual oleh peternak untuk meningkatkan
pendapatan.
Anak kambing di Indonesia di sapih pada umur 3 atau 4 bulan, sedangkan di Eropa
anak kambing disapih sampai umur 6,5 bulan. Alasan kenapa anak-anak kambing perah di
Indonesia disapih lebih awal dibandingkan dengan anak kambing yang ada di Eropa adalah
produksi susu kambing perah di Indonesia jauh lebih rendah sehingga masa laktasinya
menjadi lebih pendek pula. Sehingga kalau tidak disapih lebih awal, maka waktu peternak
untuk memerah susu kambingnya untuk dijual menjadi lebih sedikit. Untuk mengantisipasi
agar pertumbuhan anak kambingnya tetap optimum, pemberian konsentrat harus dilakukan,
disamping pemberian hijauan yang berkualitas tinggi secara adlibitum.
Pemberian Hijauan dan Konsentrat. Pemberian hijauan dimulai pada umur dua
minggu (pengenalan hijauan untuk mulai merangsang fungsi rumennya). Tujuan pemberian
hijauan pada saat umur ini adalah untuk mengaktifkan atau menggertak saluran pencernaan
anak kambing tersebut, sehingga dapat berfungsi dengan sempurna. Hijauan yang diberikan
hendaknya yang berkualitas tinggi dan tidak boleh terlalu muda atau basah, agar tidak
menimbulkan perut kembung (bloat). Jumlah yang diberikan secara ad-libitum, setelah
pemberian susu.
Pemberian konsentrat pada anak kambing dimulai pada umur dua bulan. Namun,
konsentrat ini sudah boleh dikenalkan pada umur sebulan. Konsentrat yang diberikan berupa
campuran tepung jagung, dedak padi dan bungkil kelapa dan kadang-kadang ditambah
dengan tepung kedele sebagai makanan tambahan. Namun, bagi anak kambing yang
digabung dengan induknya yang diberi pakan hijauan dan konsentrat dalam kandang
individu, proses pengenalan hijauan dan konsentrat dibiarkan secara alami dengan
mencicip-cicip jatah induknya.
Seperti pada pedet sapi perah, cempe atau anak kambing juga memerlukan sinar
matahari, exercise, tambahan mineral (garam), dan air minum bersih secara ad-libitum.
Penambahan mineral pada konsentrat adalah cara pemberian mineral yang praktis. Akhir-
akhir ini telah tersedia mineral khusus untuk kambing. Pemberian mineral ini hanya 2%
115
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
dalam konsentrat, sehingga harus dipastikan ternak kambing makan konsentrat minimal 1%
dari berat badan.
o Bangsa kambing;
o Jenis kelamin;
o Berat lahir;
o Umur anak kambing pada saat pengukuran;
o Jumlah anak yang dilahirkan induk (tuggal/ganda);
o Jenis dan kuantitas pakan yang diberikan dan sistem pemeliharaan
o Kesehatan anak kambing pada saat penimbangan;
Anak-anak kambing (kid atau cempe) harus mendapatkan perlakuan atau manajemen
yang baik sesuai dengan kebutuhannya baik dari segi pakan atau dari segi perlindungan
kenyamanan dan jaminan kesehatan. Apabila anak kambing tersebut tidak mendapat
perlakuan yang sesuai, maka pertumbuhan anak kambing akan mengalami gangguan,
akhirnya menjadi lemah, bahkan kadang-kadang bisa mati mendadak. Anak kambing yang
tubuhnya lemah, walaupun tidak sampai mati, anak-anak kambing ini setelah besar, akan
mempunyai pertumbuhan yang tidak sempurna, sehingga pada saat umur berproduksi, hasil
produksinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Di Eropa, anak kambing yang berasal dari induk yang mempunyai produksi susu
lebih dari 4 liter/hari disapih pada umur 6,5 bulan, sedangkan di Indonesia umumnya
penyapihan dilakukan pada umur 3 atau 4 bulan, tanpa memberikan perhatian ekstra dengan
pemberian konsentrat dan hijauan yang kualitasnya lebih baik. Hal ini didasari oleh suatu
kebiasaan atau pengalaman yang diperoleh secara turun temurun dan bukan berdasarkan
teknik beternak yang baik. Sehingga berat badannya hanya mencapai sekitar 10-13 kg pada
umur 4-5 bulan. Anak kambing PE pra-sapih yang diberi tambahan konsentrat yang terbuat
116
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
dari campuran dedak padi dan limbah rontokan gorengan ditambah urea dan mineral dapat
mencapai berat badan 13,16 kg ± 1,786 kg setelah disapih pada umur 3 – 4 bulan. Ini berarti
disapih lebih awal tidak masalah, asalkan pada saat sebelum dan sesudah disapih pemberian
pakannya terus dipantau agar sesuai dengan kebutuhan gizinya.
1. Pemeliharaan Terkurung
Fungsi Dan Sistem Kandang Kambing Perah. Kandang kambing perah sama juga
dengan kandang sapi perah bahwa sangat penting untuk diperhatikan karena selain untuk
kenyamanan ternaknya, juga harus dipertimbangkan untuk kenyamanan peternaknya dalam
menjalankan kegiatannya sehari-hari di sekitar kandang kambing peliharaannya. Oleh
karena itu, kandang direncanakan pembuatannya agar sesuai dengan “Fungsi dan Sistem
Perkandangan Kambing Perah” yaitu:
1. Kondisi kandang harus bisa mempermudah kambing dalam kegiatan sehari-hari nya,
seperti saat makan, minum, dan lain-lain, sehingga ternak merasa aman dan nyaman,
2. Kandang juga harus bisa melindungi kambing perah dari serangan pemangsa, dari cuaca
panas dan hujan,
3. Dapat memudahkan peternak/pekerja untuk merawat dan memeliharanya,
4. Dapat melindungi kambing agar tidak merusak fasilitas di sekitar kandang.
117
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Sistem
kandang
bersama (stall
sistem).
Sistem
kandang
panggung
kelompok (stall
sistem).
118
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
119
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Pembuatan kandang untuk ternak kambing ini tidak perlu bagus atau indah, tetapi
pembuatan kandang kambing ini dibuat dengan bahan sederhana, kuat dan dengan bentuk
panggung seperti gambar 6, sehingga terlihat nyaman bila di tempati oleh kambing-kambing
peliharaan kita. Kandang kambing ini disarankan di bangun agak jauh dari rumah penduduk
sekitarnya, yang bertujuan untuk menghindari komplen/protes dari warga sekitarnya tentang
bau yang disebabkan oleh kotoran kambing tersebut. Namun, jangan juga terlalu jauh agar
peternak mudah merawat dan mengontrolnya.
Selain itu, diusahakan membangun kandang kambing ini agar terkena sinar matahari
secara langsung minimal sampai jam 12 siang dengan tujuan agar ternak kambing yang kita
pelihara selalu mendapatkan vitamin D dari sinar matahari, sehingga kambing-kambing
yang kita pelihara akan tetap sehat.
Pemberian hijauan, konsentrat, dan air minum di lakukan dalam kandang dengan
jumlah yang harus disesuaikan dengan jumlah kambing dewasa dan rata-rata berat
badannya. Kambing yang dikandangkan harus dikeluarkan dan digembalakan secara teratur
(rutin) tidak lebih dari 2 jam/hari, satu jam pada pagi hari dan satu jam lagi pada sore hari,
dengan tujuan agar kambing mendapatkan exercise dan mendapat sinar matahari pagi secara
langsung untuk pembentukan vitamin D dalam tulang.
120
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Sifat-sifat kambing yang agresif ini dapat diatasi dengan mengikat kambing yang
dikandangkan ataupun yang digembalakan. Selain itu selama penggembalaan peternak harus
selalu mengawasi kambingnya (Gambar 7), sehingga tidak sampai terjadi kerusakan yang
terlalu parah. Dalam pemeliharaan kambing ini, peternak harus menyesuaikan cara
pemeliharaan yang digunakan dengan sifat-sifat atau tingkah laku kambing tersebut.
Kambing dikenal sebagai ternak yang sukar diawasi, tetapi sebenarnya kambing mempunyai
sifat disiplin, cerdas, dan dapat bekerja sama. Ternak sapi, tidak akan menimbulkan masalah
apabila dibiarkan menyebar di padang rumput, tetapi ternak kambing bila dibiarkan tanpa
pengawasan yang ketat, dalam satu minggu, kambing tersebut akan kembali menjadi liar.
Ada beberapa cara pemeliharaan kambing di padang rumput agar tidak terjadi hal-
hal yang terlalu merugikan. Tiap cara mempunyai tujuan yang sama, yaitu supaya kambing
makan dengan efektif dan tenang pada tempat pakannya di padang rumput dan juga pada
saat program breeding dilakukan, sehingga pengembangbiakannya dapat berjalan dengan
baik.
121
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
122
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Cara pemeliharaan di padang rumput dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Digembalakan. Alat pencernaan kambing bekerja dengan baik apabila jumlah makanan
yang dimakan relatif sedikit demi sedikit agar tidak melewati rumen dengan cepat.
Dengan demikian, kecernaan pakan menjadi lebih sempurna karena pakan berada di
dalam rumen dalam waktu yang lebih lama, sehingga dicerna lebih sempurna. Sebaliknya
kalau pakan yang terlalu banyak di dalam rumen, pakan akan segera meninggalkan
rumen karena terdesak oleh pakan berikutnya, sehingga waktu untuk mencerna pakan
tersebut di dalam rumen menjadi lebih singkat, sehingga kecernaannya menjadi lebih
rendah. Dengan demikian, cara yang baik mengembalakan kambing adalah
pengembalaan hendaknya jangan terlalu lama agar kambing tidak terlalu banyak makan
hijauan yaitu cukup digembalakan selama setengah jam di pagi hari dan setengah jam di
sore hari (tergantung keadaan padang rumputnya). Selain mempermudah pekerjaan
peternak, cara ini juga dapat mempermudah pemberian pakannya; kambing makan tidak
terlalu banyak dalam waktu yang singkat, sehingga daya cerna nutrisinya meningkat dan
akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan kambing menjadi lebih baik; disamping tidak
merusak perakaran padang penggembalaan sebagai akibat dari penggembalaan yang
terlalu lama.
b. Dipagar kawat. Pemeliharaan di padang rumput dengan cara pemagaran pada dasarnya
lebih sulit karena kambing akan selalu mencoba mendorong pagar tersebut dengan
menggosok-gosokan tanduk dan badannya pada pagar. Pagar yang diperlukan untuk
system pemagaran ini bisa berupa pagar kawat atau kayu. Tinggi pagar minimal 1,25
meter dengan kerangka kawat minimal tujuh yang berjarak 15 cm agar kambing tidak
bisa keluar melalui lubang kawat seperti pada Gambar 8b. Kawat-kawat ini dapat juga
dialiri listrik yang bertegangan lemah, sehingga kambing tidak dapat mendorong ataupun
123
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
meloncatinya. Keadaan kawat diusahakan harus tetap tegang dengan memakai tiang
khusus pada setiap jarak tertentu agar pagar ini tetap berdiri tegak. Walaupun demikian,
dalam keadaan yang mendesak kadang-kadang kambing dapat melompati pagar,
terutama pada saat ada betina birahi yang berada diseberang pagar atau di luar pagar.
Untuk menghindari kambing meloncati pagar, sebaiknya dibuat lebih tinggi dari ukuran
minimalnya dan dibangun lebih kokoh.
Macam-macam Tambatan
o Picket. Kambing diikat pada lehernya dan ujung lainnya diikatkan pada tiang
yang dipakukan ke tanah. Pengikat leher harus agak longgar dan kedua ujung
rantai dibuat cincin yang dapat berputar, rantainya harus terbuat dari bahan yang
ringan dan kuat. Bentuk tambatan ini akan memungkinkan kambing merumput
dalam bentuk lingkaran.
o Running Tether. Bentuk tambatan ini lebih rumit proses pembuatannya, tetapi
lebih efektif. Tambatan ini berbentuk rentangan kawat diatas tanah, dimana pada
tiap ujungnya diberi tiang dan dipakukan ke tanah. Panjang rentangan kawat
minimal 5-6 meter. Panjang rantai 1-5 meter dengan kedua ujungnya memakai
engsel pemutar. Pada ujung kawat tambatan di beri cincin pemutar yang berada
disepanjang rentangan kawat. Pada rentangan kawat yang lebih panjang, rantai
pada kambing harus lebih pendek, agar tidak kusut yang dapat menjerat leher
kambing. Variasi tambatan ini adalah apabila rentangan kawat lebih panjang dari
100 meter, maka rentangan kawat ini dibagi dengan cara membagi-bagi kawat
tersebut dengan memakai rentangan kawat tersebut dengan tiang yang lebih
pendek dengan memakukan ke tanah agar kambing terbagi secara merata di atas
rentangan kawat untuk mencegah kambing tidak terlalu banyak gerombolannya
sehingga kambing tidak terjerat. Periode merumput pada sistem ini dapat sampai
4 jam.
Kelemahan pada sistem tambatan ini adalah penggunaan tanah tidak ekonomis
karena mengambil atau mengurangi bagian tanah tempat kambing merumput.
124
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Untuk dapat mengatur program produksi, kita harus mengetahui sifat-sifat fisiologis
reproduksi kambing tersebut. Sifat-sifat fisiologis reproduksi ternak kambing antara lain:
o Umur dewasa kelamin kambing jantan sekitar 0,5 - 1 tahun, dan yang betina rata-
rata umur 0,5 tahun;
o Umur yang baik untuk dikawinkan adalah 15-18 bulan;
o Siklus birahi sekitar 14 - 21 hari (rata-rata 17 hari);
o Masa birahi 24 - 36 jam (± 30 jam);
o Masa bunting (gestation priod) berkisar antara 143 - 157 hari, dengan rata-rata
150 hari;
o Interval kelahiran adalah 250,85 ± 9,39 hari (daerah Indonesia);
o Jika tidak terjadi kebuntingan, birahi akan terjadi kembali setelah 2 - 3 bulan
(breeding season) untuk di Indonesia birahi akan terjadi lagi paling lama 21 hari
(17-21 hari) setelah perkawinan sebelumnya;
o Umur yang paling baik untuk bibit adalah 2-3 tahun;
Periode Birahi. Rata-rata periode birahi pada kambing adalah 17 hari. Masa
birahinya bervariasi antara 24 - 36 jam. Untuk memperoleh perkawinan yang tepat dan
menghasilkan kebuntingan, maka perlu untuk mengetahui tanda-tanda birahi pada kambing
betina, sebagai berikut:
Sistem Perkawinan. Sistem perkawinan dapat terjadi secara alami, yaitu dengan
memakai pejantan langsung ataupun dengan inseminasi buatan (IB). IB pada kambing,
pertama kali dilakukan di Rusia, India, Denmark, dan Prancis. Persentase keberhasilan
sistem kawin buatan ini adalah 60%. Inseminasi buatan ini dilakukan 12 jam setelah birahi.
Di Indonesia IB untuk kambing perah sudah banyak dilakukan oleh petugas pemerintah.
125
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Untuk di kalangan, peternak yang mempunyai kambing diatas 100 ekor, menggunakan
kawin alami akan lebih efisien, asalkan mereka mempunyai pejantan unggul dan
mempunyai inseminator yang trampil.
Sistem perkawinan secara alami ini lebih praktis dan lebih efisien dilakukan di
wilayah Indonesia yang sulit dijangkau transportasi umum, dengan menyediakan pejantan
unggul (Gambar 10) satu sampai dua ekor pejantan pada setiap kelompok ternak kambing
perah yang mempunyai induk kambing sekitar 20 – 40 ekor (Asih, 2004). Dengan adanya
pejantan unggul ini, masa birahi tidak akan pernah terlewatkan, sehingga program 3 kali
beranak dalam 2 tahun dapat tercapai. Perlu diingat bahwa untuk menjaga agar kualitas
sperma pejantan tetap terjaga, maka system pemeliharaannya harus intensif, terutama
pemenuhan kebutuhan gizi pejantannya dan rutin diberi exercise yang cukup agar otot
kakinya menjadi kuat untuk mengawini induk.
Umur Pertama Kali Beranak dan Jumlah Anak Perkelahiran. Umur kambing
pertama kali beranak rata-rata 18 bulan, untuk daerah yang udaranya tidak begitu lembab
dan lebih dingin, sedangkan di daerah tropis umur kambing beranak pertama tersebut agak
lebih awal (Sosroamidjojo, 1984). Umur beranak pertama untuk kambing lokal di Lombok
Barat sekitar 1,5 sampai 2 tahun (Prasetyo et al., 1991), sedangkan di Sumbawa sekitar 14 -
17 bulan (Soekardono et al., 1988). Untuk kambing PE beranak pertama kali di Kecamatan
Gerung, Lombok Barat adalah 16 – 18 bulan (Sembah, 2009), sedangkan Khusus di
Peternakan kambing “Gopala” (Kecamatan Labuapi) rata-rata umur kambing PE beranak
pertama pada umur 1,5 tahun (Asih dan Sadia, 2007). Selanjutnya ditegaskan bahwa
kelemahannya adalah berat lahir anak relative sangat rendah yaitu sekitar 2 – 2,5 kg yang
beranak tunggal dan kurang dari 2 kg apabila melahirkan kembar. Berat lahir anak akan
meningkat perlahan-lahan dengan bertambahnya periode laktasi. Melihat rendahnya berat
lahir anak kambing pada kelahiran pertama, maka sebaiknya kambing PE dikawinkan untuk
pertama kalinya pada umur 1,5 tahun sehingga sekitar umur 2 tahun baru melahirkan anak
pertama untuk memberi kesempatan induk kambing tumbuh lebih maksimum, disamping
untuk mengurangi stress pada saat pasca melahirkan pertama.
Terjadinya birahi pertama kali pada setiap bangsa kambing tergantung pada berat
badan kambing betina muda atau tergantung dari tingkat pertumbuhannya. Semakin tinggi
tingkat pertumbuhannya, maka semakin cepat birahinya (umur birahinya semakin muda).
Litter size juga mempengaruhi umur birahi pertama kali. Litter size adalah jumlah anak
yang dilahirkan oleh induk kambing setiap kali beranak. Kelahiran lebih dari satu ekor
kambing adalah normal, biasanya kembar dua atau tiga (Blakely dan David, 1985). Untuk
kambing PE kebanyakan kembar 2 (Asih and Sadia, 2007 dan Asih, 2011). Kelahiran
kembar dapat diperoleh melalui seleksi dan makanan yang baik selama bunting. Umur induk
juga mempengaruhi kelahiran kembar. Umur yang lebih tua cendrung mempunyai anak
lebih banyak perkelahiran dari pada yang lebih muda (Singh dan Sengar, 1970; Asih, 2004).
mempengaruhi jarak beranak antara lain: umur penyapihan yaitu umur anak kambing saat
disapih dari induknya (Anonim, 1989; Asih, 2004). Umur anak kambing disapih sangat
tergantung dengan sistem pemeliharaan (Asih, 2004), biasanya anak kambing disapih atau
lepas susu pada umur 3 - 5 bulan (Sumoprastowo, 1980). Selanjutnya Blakely dan David
(1985) menyatakan bahwa jarak beranak pada kambing lokal antara 110 - 283 hari. Kidding
Inteval pada ternak kambing lokal sangat dipengaruhi oleh tata laksana pemeliharaan antara
lain masa penyapihan dengan penundaan waktu penyapihan, sehingga waktu birahi induk
menjadi tertunda (Toelihere, 1989). Khusus untuk kambing PE, umur anak kambing disapih
sangat tergantung dari sistem manajemen pemeliharaannya, terutama kualitas hijauan dan
jenis pakan tambahan (konsentrat) yang diberikan pada masa pra-sapih, disamping
tergantung pula dengan kualitas dan kuantitas produksi susu induknya (Asih, 2004; Asih
dan Sadia, 2010).
Kemampuan induk kambing PE menyediakan air susu hanya cukup untuk dua ekor
anak saja (Chaniago dan Hastono, 2001; Asih, 2004). Bagi induk yang melahirkan lebih dari
2 ekor, perlu dibantu dengan susu tambahan dari induk lain, terutama pada umur 1 minggu
sampai umur 1 bulan (saat anaknya satu kandang dengan induknya).
Pemerahan. Pada prinsipnaya, pemerahan pada ternak kambing perah sama dengan
pemerahan pada sapi perah, terutama dalam hal persiapan sebelum dan sesudah pemerahan.
Yang sedikit berbeda hanyalah teknik pemerahannya, karena kambing mempunyai 2 puting
susu yang lebih kecil, sedangkan sapi mempunyai 4 puting susu yang lebih besar, disamping
sifat kambing yang kurang tenang, sehingga memerlukan kandang yang lebih khusus agar
kambing laktasi tidak dapat bergerak bebas pada saat sedang diperah. Misalnya membuat
kandang pemerahan dengan melengkapi alat penjepit kepala agar kambing tidak dapat
bergerak bebas pada saat diperah (Gambar 9a dan 9b).
Ada dua cara pemerahan pada kambing yaitu dengan tangan (tenaga manusia)
dan dengan mesin perah (biasa dilakukan diluar negeri pada kambing yang jumlahnya
sangat besar). Keuntungan penggunaan mesin perah adalah dapat mengurangi
kontaminasi kotoran yang masuk ke dalam air susu karena “container” penampungan
susunya tertutup rapat, sehingga susu yang dihasilkan sangat higiene. Pada kambing
dengan produksi susu lebih dari 2 liter setiap kali pemerahan, total waktu yang
diperlukan untuk memerahnya dengan mesin kurang lebih 4 menit tiap ekor dan 7 menit
tiap ekor apabila menggunakan tenaga manusia, disamping kemungkinan adanya
kontaminasi lebih besar.
Pemerahan sebaiknya dilakukan dengan selang waktu yang teratur dan selang
waktu yang hampir sama yaitu kurang lebih 12 jam. Jarak waktu antara pemerahan yang
satu ke pemerahan yang berikutnya jangan terlalu lama, karena akan dapat merendahkan
butter fat air susu yang dihasilkan. Kambing memerlukan waktu ± 5 menit untuk diperah.
Hal ini untuk memberikan kesempatan pada otot sphincter pada ambing untuk dapat
melepaskan semua air susu yang ada di dalam ambing. Dalam waktu 5 menit tersebut
tidak boleh ada hal-hal yang mengganggu, karena kambing mudah stres bahkan dapat
menghentikan atau menghambat proses pengeluaran air susu. Apabila kambing
terganggu pada saat pemerahan berlangsung, maka sphincter pada putting susu akan
menutup dan aliran air susu akan terhenti, sehingga menyulitkan proses pemerahan,
sehingga harus dirangsang ulang agar memproduksi hormon oxytocin kembali, sehingga
sphincter akan terbuka kembali. Kambing yang baru pertama kali diperah membutuhkan
perhatian yang lebih khusus, seperti harus mengelus-elusnya pada saat diperah, setelah
pemerahan, puting susunya harus dinutup dengan vaselin yang juga berfungsi sebagai
antibiotik agar lubang putting tidak kemasukkan bakteri.
3. Cara-cara pemerahan
Cara pemerahan pada kambing hampir sama dengan pemerahan pada sapi, hanya
saja pada kambing lebih sulit karena selain puting susunya lebih kecil, ternak kambing
juga sering tidak tenang (mudah stres dan agresif). Cara pemerahannya antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Olesi puting susu dengan vaselin atau minyak kelapa, dapat juga dengan air susunya
untuk melicinkan ambingnya agar lebih mudah diperah.
b. Pegang puting susu dengan lembut dan tekan dari atas kebawah hingga puting susu
terisi penuh.
c. Pijatlah puting dengan jari-jari agak keras hingga air susu memancar keluar untuk
meyakinkan tidak terdapat kotoran pada pancaran susu yang pertama,
128
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
d. Lepaskan pegangan pada ambing, kemudian pegang lagi puting bagian atas dan
seterusnya, cara pemerahan seperti ini disebut dengan pemerahan dua jari.
e. Ulangi proses ini pada puting yang lain dan seterusnya.
Apabila kita memakai kedua tangan, proses penekanan puting harus bergantian.
Bila ambing sudah kosong, tekanan jari tangan pada bagian atas puting diperkuat dengan
gerakan kebawah secara perlahan. Apabila air susu tidak keluar lagi, pemerahan
dipindahkan ke puting yang lain dan seterusnya. Air susu harus diusahakan diperah sampai
habis. Kambing yang mempunyai puting yang kecil tidak memungkinkan untuk diperah
dengan menggunakan lebih dari dua jari. Untuk mengatasi hal ini maka pada tekanan
pertama dibagian atas puting susu, penekanan hendakya dengan menggunakan jari telunjuk
dan ibu jari. Pada saat pemerahan, sebaiknya puting diperah dari arah yang sama, dan
apabila melihat bentuk dan kapasitas ambing, kambing tidak dapat diperah dari arah
belakang. Kambing sebaiknya diperah dari arah samping dan pada saat pemerahan putting
diarah ke depan seperti Gambar 9b.
Kesulitan pemerahan biasanya dialami pada induk kambing yang baru pertama
kali diperah (beranak pertama) atau pada kambing yang sedang menderita luka pada
ambingnya. Hal ini dapat diatasi dengan cara memerah dengan satu tangan dan tangan yang
lain mengelus-elus paha kambing yang sedang diperah yang dilakukan dalam kandang
khusus untuk memerah agar kambaing tidak bergerak dengan bebas, seperti pada Gambar
3a. Hal ini berguna untuk menghindari tendangan kambing dan juga menunjukkan rasa
kasih sayang terhadap kambing yang sedang diperah karena induk kambing yang baru
pertama melahirkan sering mengalami stress pasca melahirkan. Selain itu, hal ini juga
bertujuan untuk menghindari agar susu tidak tumpah karena tendangan kambing untuk
menghindari kerugian lebih banyak memlalui penjualan susu.
Untuk lebih menenangkan kambing pada saat diperah, sebelum induk kambing
diperah, induk kambing tersebut sebaiknya diberikan pakan konsentrat (Gambar 9a), agar
induk kambing tidak stress untuk menghindari terproduksinya hormon adrenalin yang dapat
menghambat produksi susu pada saat pemerahan berlangsung.
129
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Air Susu Kambing Perah. Beberapa ahli berpendapat bahwa susu dari beberapa
jenis kambing mempunyai kandungan lemak kurang lebih 4%, sedangkan komposisi kimia
lainnya bila dibandingkan dengan air susu dari ternak lainnya, terutama sapi, susu kambing
menunjukkan kualitas yang lebih baik (lihat tabel 29). Para peneliti juga melaporkan bahwa
butiran-butiran lemak susu kambing lebih halus dibandingkan dengan butiran lemak susu
sapi, sehingga mudah dicerna, baik oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak.
130
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Tabel 29. Komposisi Nutrisi Berbagai Jenis Susu dari Berbagai Ternak Berdasarkan
Bahan Kering
Bahan
Protein Lemak Laktose Abu Ca P Energi
Spesies Kering
(%) (%) (%) (%) (%) (%) Kcal/kg
(%)
Sapi 12,4 24,99 29,84 39.51 5,72 0,97 0,76 588,71
Domba 19,9 29,15 41,20 24,12 4,62 1,25 0,83 613,06
Kambing 13,5 26,66 29,63 37,77 5,93 0,97 0,77 585,16
Kuda 11,0 24,54 14,54 55,45 4,63 - - 490,91
Babi 18,0 34,44 37,77 - 5,33 1,33 0,84 627,77
Sumber ; Dairy Cattle Scince, I st. Ed.,1971
131
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
dan juga berguna untuk menornalkan kembali sistem pencernaan. Susu kambing
Etawa juga bermanfaat untuk menurunkan kolesterol yang tinggi dalam darah.
132
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Agar tidak ada masa birahi kambing betina yang terlewatkan, pejantan dikeluarkan
secara periodik sambil memberikan kesempatan untuk exercise, untuk mendeteksi birahi
kambing betina, terutama kambing betina yang mempunyai jenis birahi yang tersembunyi
(silent heat). Pejantan akan dengan sangat mudah mendeksi birahi dari kambing betina
dengan penciumannya yang ditandai dengan melipat bibir atasnya ke arah luar (ke atas)
dengan mendekati setiap kambing yang birahi. Pada kesempatan ini peternak harus segera
mengeluarkan kambing betina yang didekati pejantan untuk dikawini secara alami.
Perbandingan jumlah Induk kambing dan pejantan yang efisien adalah 20 : 1, dengan
syarat kondisi pejantan selalu diawasi dengan pemberian pakan yang mencukupi baik secara
kualitas maupun kuantitas dengan gizi yang seimbang.
Gambar 10:
Kambing PE
jantan Unggul
4.6. Perkandangan.
a. Heck sistem
Kandang ini terdiri dari satu tempat pakan dan menjadi satu dengan bagian luar
kandang. Untuk mencapai tempat pakan ini, kambing hanya memasukkan lehernya
keluar kandang (Gambar 5b dan Gambar 6). Sistem ini memerlukan luas lantai
kurang lebih 2 m² tiap ekor kambing. Lubang tempat keluar masuknya kepala/leher
ke tempat pakan untuk anak kambing dibutuhkan lubang yang berdiameter ± 15 cm,
namun untuk kambing yang sedang berproduksi dibutuhkan ±17,5 cm, dan untuk
pejantan berdiameter ± 22,5 cm dengan tinggi sekitar 30 cm. Tinggi lubang dari
lantai diperkirakan sekitar 65 cm. Kandang sistem ini merupakan kandang kambing
perah yang pada umumnya mempunyai produksi susu rata-rata 2 liter. Untuk
kambing perah yang produksi susunya lebih dari 2 liter/hari, model kandang ini tidak
cocok karena kambing akan merasa kurang nyaman. Perlu diingat bahwa kambing
yang gelisah dan mempunyai nafsu makan yang berlebihan, produksi susunya akan
menurun bila dikandangkan dengan heck sistem ini.
Cara pemisahan kambing (agar tidak terjadi persaingan dalam memperoleh pakan
konsentrat) dengan memakai ‘kandang bebas’ ini adalah lebih baik dari pada dengan cara
yang lainnya karena jauh lebih aman. Box sistem merupakan sistem kandang yang paling
tepat untuk pemberian konsentrat pada ternak kambing.
Diantara ketiga sistem kandang tersebut diatas, heck sistem adalah yang paling
murah. Sistem ini melindungi tempat pakan dari kenakalan kambing, dan juga merupakan
tempat tidurnya. Kesulitan pada stall sistem adalah kambing tersebut harus diberi nama atau
nomor. Sedangkan pada box sistem dapat diberi bangku tidur untuk kambing dengan ukuran
tinggi 15 - 20cm, panjang 125 cm, dan lebar 60 cm.
Kondisi lantai kandang kambing sangat penting untuk diperhatikan. Lantai kandang
sebaiknya selalu dalam keadaan kering dan hangat, karena kambing sangat rentan dengan
parasit. Untuk mengatasi hal tersebut ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu:
a. Cara pembuatan lantai. Lantai dibuat keras dan tahan air, miring kearah saluran
air, dan ditutup jerami. Apabila Jeraminya sudah basah, maka harus segera diganti
(biasanya diganti setiap hari).
b. Cara alami. Lantai dibuat panggung sehingga kotoran dan urine akan turun
kebawah lantai kandang. Tempat kotoran ini harus dapat menyerap air (Gambar 5).
Kadang-kadang dibawah kandang ini dibuat lubang untuk penampungan kotoran dan
ini biasanya langsung berhubungan dengan tanah agar kencingnya langsung meresap
ke dalam tanah (Gambar 4a), sehingga kotorannya menjadi kering (tidak becek).
Kalau lantai tempat jatuhnya kotoran terbuat dari beton, maka lantainya harus dibuat
miring agar air kencingnya merembes kearah kemiringan lantai, sehingga
kotorannya tidak becek dan pembersihannya sangat mudah dilakukan (Gambar 4b).
Penguapan air dan urine yang mengandung N tidak membahayakan bagi kambing.
Dengan adanya kotoran tersebut kandang akan menjadi lebih hangat. Walaupun
demikian, kotoran ini juga harus dibersihkan secara regular dan kotorannya dapat
dijadikan kompos sebagai hasil sampingan bagi peternaknya. Akhir-akhir ini harga
kotoran kambing jauh lebih mahal dari pada kotoran sapi, karena hasil produksi
135
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
tanaman yang dipupuk dengan kompos yang terbuat dari kotoran kambing lebih baik
dari kotoran sapi, terutama tanaman sayuran dan tanaman hias.
Cara alami ini pada umumnya dipakai pada sistem kandang heck sistem. Cara ini
lebih ekonomis dalam hal tenaga kerja dan bahan. Selain itu, kandang tidak bau dan
bagi ternak kambing, kandang model ini sudah cukup memuaskan. Kandang model
ini cukup banyak dipakai di Indonesia dengan ukuran kandang yang bervariasi.
Kandang untuk anak kambing berukuran panjang 75 cm dengan lebar 50 cm dan
untuk kambing dewasa panjangnya 160 cm dengan lebar 80 cm dengan tinggi 175
cm dari lantai.
Limbah yang dibuang terus-menerus tanpa ada pengelolaan yang maksimal dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
limbah yang tidak dikelola dengan benar dalam rentang waktu yang relative lama akan
menimbulkan pencemaran lingkungan disekitarnya dan akan berdampak buruk pada
masyarakat luas (Asih, 2012). Oleh karenanya perlu difikirkan tentang pemanfaatan limbah
ini sebagai makanan kambing, karena kambing lebih mampu memanfaatkan berbagai jenis
pakan, termasuk limbah industry gorengan (kulit pisang, kulit ubi, kulit nangka, rontokan
gorengan, limbah pasar (sayur-sayuran dan buah-buahan) dan limbah perkebunan (kulit
buah kakao).
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi produktifitas ternak kambing PE adalah
ketersediaan pakan. Pakan ternak kambing yang diberikan umumnya berupa dedaunan dan
rumput lapangan. Untuk peternakan Kambing di pulau Lombok ketersediaan hijauan relatif
terbatas karena bersaing dengan ternak sapi terutama di musim kemarau, sehingga perlu
adanya bahan pakan alternatif, dan salah satu alternatifnya yang perlu dikaji adalah limbah
pasar dan limbah perkebunan. Limbah ini cukup potensial untuk dijadikan bahan pakan
alternatif sebagai pangganti pakan hijauan dan konsentrat sebagai sumber energi dan disukai
ternak kambing, disamping untuk mencegah pencemaran lingkungan (Asih, 2013).
pada konsep “zero waste” dengan pembuatan pakan lengkap (complete feed) dalam bentuk
pelet dengan memanfaatkan limbah tersebut telah dilakukan (Asih dkk., 2015). Limbah
pasar tradisional dan limbah perkebunan juga berpotensi mencemari lingkungan dan juga
sangat potensial juga untuk diolah menjadi pakan kambing yang berorientasi pada konsep
“zero waste” dengan membuatnya menjadi pakan lengkap (complete feed) dalam bentuk
pelet. Apabila produk ini dimanfaatkan secara efisien sesuai dengan kebutuhan ternak
kambing, maka hal ini akan mendorong perkembangan usaha agribisnis ternak ruminansia
termasuk kambing, karena dapat menekan biaya pakan, mengingat pengeluaran biaya pakan
ternak cukup tinggi (Asih, 2013).
Para pelaku agro-industri pasar pada umumnya sangat tidak peduli dengan dampak
dari limbah yang mereka hasilkan, dengan membiarkannya menggunung dipinggiran pasar
tanpa mempedulikan bau busuk yang ditimbulkan dan sebagai sumber penyebaran bakteri
fatogen yang dapat mengancam kesehatan penduduk di sekitarnya. Pengolahan sampah
yang banyak dilakukan saat ini selalu diikuti dengan permasalahan sosial lainnya. Sulitnya
mencari TPA baru merupakan contoh dan fenomena yang memerlukan pemikiran yang
serius terkait dengan penanganan sampah. Limbah pasar yang berupa limbah sayur-mayur
dan buah-buahan adalah mempunyai andil yang cukup besar dalam permasalahan sampah
ini. Selain jumlahnya yang cukup besar, sampah sayur-mayur ini cepat membusuk dan
menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat mencemari lingkungan dan merugikan
kesehatan penduduk di sekitarnya (Ramli dkk., 2009; Asih dkk., 2013).
kualitas yang baik ditinjau dari aspek bau, pH, dan jumlah bakteri asam laktat, serta dapat
diberikan pada sapi perah tanpa mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Namun
produksi susunya yang masih relatif rendah dapat diatasi dengan pengaturan pola pemberian
silasenya.
Dipandang perlu untuk memanfaatkan limbah ini pada ternak kambing PE sebagai
penghasil susu dan daging di Lombok, NTB, mengingat limbah pasar ini belum dapat
dikelola dengan baik, sehingga menimbulkan pencemaran yang luar biasa dan pemandangan
yang tidak asri dan menyebabkan pengunjung pasar tidak nyaman, disamping untuk
menekan biaya pakan ternak yang semakin mahal terutama pada musim kemarau.
138
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Dengan teknologi fermentasi ini, nilai gizi KBK menjadi meningkat terutama proteinnya
dan serat kasarnya mengalami penurunan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 30 dan Tabel
31, walaupun penelitian sebelumnya (Munier, 2007) telah melaporkan bahwa kambing PE
yang diberi KBK sebanyak 1500 gram/ekor/hari (hanya dicacah kecil-kecil kemudian
diangin-anginkan selama semalam) dan diberikan kepada kambing PE sebelum
digembalakan, dapat meningkatkan berat badan rata-rata mencapai 69,2 g/ekor/hari.
Tabel 30. Kandungan Gizi Kulit Buah Kakao (KBK) Yang Masih Segar Dari
Berbagai Sumber
Referensi (Sumber)
Komposisi Gizi Smith and Amirroenas Munier Laconi (1998)
Adegbola (1982) (1990) (2009)
Bahan kering (%) 84,00-90,00 91,33 89,99 91,33
Protein kasar (%) 6,00-10,00 6,00 6,39 9,71
Lemak (%) 0,50-1,50 0,90 1,82 0,90
Serat kasar (%) 19,00-28,00 40,33 31,21 40,03
Abu (%) 10,00-13,80 14,80 - -
BETN (%) 50,00-55,60 34,26 - 34,26
Kalsium (%) - - - -
Pospor (%) - - - -
Tabel 31. Kandungan Gizi Kulit Buah Kakao (KBK) Yang Sudah Difermentasi Dari
Berbagai Sumber
Referensi (Sumber)
Komposisi Gizi Smith and Amirroenas Munier Laconi
Adegbola (1982) (1990) (2009) (1998)
Protein kasar (%) 24,00 17,68 14,9 12,9
Lemak (%) - 1,49 1,32 1,32
Serat kasar (%) - 26,34 24,7 24,7
Abu (%) 7,52 22,23 63,20 12,7
BETN (%) - 12,26 47,1 47,1
Kalsium (%) - 0.98 0,21 -0,21
Pospor (%) - 0,22 0,13 0,13
Lysine (%) 3,46 - - -
Histidine (%) 0,94 - - -
Methionin (%) 0,69 - - -
139
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Selanjutnya Sari (2012) melaporkan bahwa KBK dapat dijadikan bahan pakan
ternak ruminansia maupun ternak unggas dengan pemberian dalam bentuk segar maupun
dalam bentuk yang sudah difermentasi. Namun, pemberian dalam bentuk segar jumlahnya
sangat terbatas, karena zat anti nutrisinya yang berupa theobromin dalam ransum yang dapat
menyebabkan penurunan produktivitas pada ternak. Jumlah pemberian KBK baik dalam
bentuk segar maupun yang sudah difermentasi dapat mencapai 2-3 kg/ekor/hari pada
kambing dewasa (Priyanto dkk., 2004). Kamalidin dkk. (2012) juga melaporkan bahwa,
domba yang diberi ransum mengandung 40% KBK yang difermentasi memberikan
kenaikkan bobot badan 128,57 g/ekor/hari, sedangkan yang diberikan 20% memberikan
kenaikkan bobot badan 83,33 g/ekor/hari. Murni juga melaporkan bahwa kambing yang
diberi pakan KBK fermentasi sebesar 25% mampu memberikan pertambahan bobot badan
lebih tinggi dibandingkan dengan kambing yang diberikan pakan KBK non fermentasi
maupun dengan kambing yang hanya diberi pakan ransum yang hanya mengandung rumput
gajah (tanpa KBK). Akhir-akhir ini, Bulkaini dkk. (2015) juga melaporkan bahwa kambing
kacang diberi ransum yang terdiri dari 30% KBK berasal dari Lombok Utara (NTB) dengan
pengolahan menggunakan fermentor yang berbeda (Bioplus dan SBP) dan dibandingkan
dengan ransum yang sama tanpa fermentor, mengalami peningkatan kenaikkan berat badan
dan penurunan kadar kolesterol daging yang dihasilkan. Mengingat produksi KBK di
Lombok Utara cukup tinggi dan belum banyak yang memanfaatkan KBK fermentasi ini
pada Kambing PE untuk produksi susunya, maka sangat perlu dilakukan penelitian untuk
meningkatkan pemanfaatan limbah ini untuk membantu petani-peternak menyediakan pakan
kambing PE ini, karena sejak tahun 2010 Pemerintah Daerah KLU mulai mengembangkan
kambing ini untuk memperbaiki status gizi masyarakat Lombok Utara, NTB (Rusdianto et
al., 2014)
4.7.3. Pemanfaatan cairan rumen sebagai fermentor KBK untuk pakan Kambing PE
Proses fermentasi KBK telah banyak dilakukan dengan memakai berbagai jenis
fermentor komersial seperti: EM4, urea, dan biofit serta menggunakan berbagai kapang
seperti: Rhzopus stolonifer LAU 07, sehingga kandungan proteinnya meningkat menjadi
16% (Lateef et al., 2008); dengan menggunakan Aspergillus spp dapat menurunkan SK,
NDF, ADF masing-masing menjadi 33%, 55,79% dan 44,29% (Alemawor et al., 2009) dan
dengan menggunakan Aspergillus oryzae dapat menaikkan PK dari KBK sebesar 8,74%
(Munier, 2009). Masih banyak lagi fermentor komersial yang baru dikembangkan dan
belum digunakan untuk fermentasi KBK antara lain: bioplus, probion, starbio dan Bio
P2000Z. Pemanfaatan cairan rumem sebagai fermentor juga belum banyak dimanfaatkan
untuk memfermentasikan KBK, pada hal cairan rumen ternak ruminansi ini (sapi, kerbau,
kambing dan domba) dapat digunakan sebagai fermentor dalam proses fermentasi dan
tersedia dalam jumlah cukup banyak di RPH, dan mempunyai tiga kelebihan dibandingkan
dengan fermentor komersial yaitu: 1) dapat meningkatkan kandungan nutrisi KBK dan
dapat menguraikan fraksi serat yang dikandungnya; 2) mengurangi biaya pembelian
fermentor dan 3) penggunaan limbah RPH ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
140
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Isi rumen yang merupakan limbah RPH, apabila tidak ditangani dengan baik akan
dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya, isi rumen ini dapat berpotensi sebagai feed
additive dan telah digunakan sebagai sumber inukolan dalam pengolahan silase jerami padi
dan dapat meningkatkan nilai nutrisi jerami tersebut (Hidayat, 2012). Hal ini disebabkan
karena isi rumen mengandung populasi mikroba (bakteri dan protozoa) yang cukup tinggi
(Sanjaya, 1995), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai biodekomposer/fermentor pakan
ruminansia untuk meningkatkan kualitas nutrisinya. Sebagai contoh beberapa hasil
penelitian yang menggunakan kombinasi Acidothermus Cellulolyticus dan jamur
Aspergillus terreus (20% : 10%) cairan rumen sapi dalam fermentasi bekatul, dapat
meningkatkan protein kasarnya dari 10,90% menjadi 13,97%, dan serat kasarnya menurun
dari 34,11% menjadi 28,96% (Lokapirnasari dkk., 2015). Penggunakan Aspergillus cairan
rumen kambing juga dapat menurunkan serat kasar bekatul dari 34% menjadi 29,2%
(Istighfarin, 2010), dan dengan menggunakan bakteri Xilanolitik dari rumen sapi dapat
menurunkan serat kasar jerami padi dari 27% menjadi 25% dan menaikkan kadar protein
dari 8,8% menjadi10,3% (Lamad dkk., 2006).
4.8. Ringkasan
Prinsip pemeliharaan kambing perah, adalah sama dengan pemeliharaan sapi dan
kerbau perah, yaitu pada masing-masing status fisiologi mempunyai penekanan-penekanan
yang berbeda. Sistem pemeliharaan kambing perah ini juga seharusnya dibedakan
berdasarkan: pemeliharaan anak-anak kambing, kambing dara, bunting, laktasi, kering dan
pejantan. Kambing belum lazim dipelihara sebagai ternak perah di Indonesia, tetapi Negara-
negara tertentu, seperti di Austria, Italia, Spanyol, Inggris, Swiss telah mengusahakan ternak
kambing secara besar-besaran, dan bersifat komersil. Bahkan, sekarang Australia juga sudah
mulai mengembangkan ternak kambing ini baik untuk produksi daging maupun susu.
Sebelumnya masyarakatnya menganggap ternak kambing adalah sebagai “hama” seperti
ternak kelinci. Dalam pemeliharaan kambing perah, hal yang harus mendapatkan perhatian
adalah sistem pemeliharaannya harus mempertimbangkan tingkah lakunya, terutama dalam
pemberian pakan dan jenis pakan yang diberikan, karena tingkah laku kambing pada saat
makan sangat jauh berbeda dengan sapi dan karbau. Sifat kambing yang lebih agresif dan
141
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
pola makan yang spesifik (lebih memilih pakan yang tergantung diatas), bentuk ambing dan
puting susu yang berbeda akan menyebabkan sistem pemeliharaan yang berbeda, seperti
sistem pengembalaan, perkandangan dan pemerahan serta penanganan induk pada saat
melahirkan dengan memberi perhatian yang lebih serius pada anak kambing pra-sapih untuk
menurunkan angka kematian, karena hampir 90% dari angka kematian adalah dari kematian
anak kambing pra-sapih, sehingga sangat mempengaruhi produktivitas ternak kambing di
Indonesia.
Untuk menekan biaya pakan kambing perah ini sangat penting untuk berinovasi
untuk mengembangkan pakan alternatif yang berasal dari sumber pakan yang belum banyak
digunakan pakan kambing seperti limbah perkebunan (kulit buah kakao) yang produksinya
melimpah, namun belum banyak difikirkan untuk pakan ternak; demikian pula halnya
dengan limbah pasar seperti limbah sayur-sayuran dan buah-buahan, dimana limbah ini
cukup disenangi oleh kambing dan kalau tidak segera dimanfaatkan dapat mencemari
lingkungan. Untuk mengefektifkan pemanfaatan limbah ini sangat penting untuk
menggunakan teknologi tepat guna seperti teknologi fermentasi dan membentuknya menjadi
untuk meningkatkan nutrisinya dan dapat disimpan lebih lama.
143
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
DAFTAR PUSTAKA
Acker, D. 1971. Animal Science and Industry. Prentice- Hall, Inc., Englewood Cliffs,
NewJersey.
Agrina, 2014. Mengurai Lingkaran Setan Sapi Perah. Tabloit Agribisnis Dwi Mingguan.
Inspirasi Agribisnis Indonesia.
Alemawor, F., Dzogbefial, V.P., Oddoye, E.O.K. and Oldham, J.H. 2009. Effect of pleurotu
Fermentation on Cocoa Pod Husk Compositin: Influent of Fermentation Period and
MN2+ Supplementation on The Fermentation Process. African J. of Biotechnol. 8(9):
1950-1958.
Amirroenas, D.E. 1900. Mutu Ransum Berbentuk Pelet dengan Bahan Serat Biomassa Pod
Coklat (Theobroma cacao l) untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Thesis Fakultas
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Anonim, 2009a. Penggunaan Onggok Hasil Fermentasi dengan Cairan Rumen Terhadap
Performan Ayam Broiler. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia,
Anonim, 2011a. NusaTenggara Barat Dalam Angka, Statistik Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Mataram.
Anonim, 2011b. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Kambing. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi. Lembar Informasi Pertanian (Liptan).
Anonim, 2009b. Teknologi pembuatan pakan lengkap untuk kambing dan domba.
http://klinikhewan09.wordpress.com (diakses 5 juli 2011)
Asih, A. R. S. 2000a. Milk yield, milk N content, nutrient intake and digestibility in dairy
goats fed combination of nitrogen sources with increasing levels of dietary
nitrogen. Bovine. Fakultas Peternakan, Universitas Mataram, Mataram
Asih, A. R. S. 2000b. The effectiveness of nitrogen (N) metabolism by dairy goats fed
combination of nitrogen sources with increasing levels of dietary nitrogen. Bovine.
Fakultas Peternakan, Universitas Mataram, Mataram
Asih, A. R. S. 2004. Manajemen Pemeliharaan Ternak Perah. Universitas Mataram Press.
Mataram.
Asih, A.R.S. 2006. Pengembangan kambing perah sebagai penghasil susu untuk
meningkatkan status gizi masyarakat pedesaan di pulau Lombok. Oryza IV(4):125-
135.
Asih, A.R.S. dan Sadia, N. 2007. Pengembangan kambing perah sebagai pengganti sapi
perah dan sebagai penghasil susu untuk meningkatkan status gizi masyarakat
pedesaan NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Mataram.
Asih, A.R.S. 2010. Improving the productivity of peranakan ettawah goats (PEgoats) by
increasing levels of coconut meal in the concentrates. Internasinal Seminar on
Economic, Culture and Environment (ISECE). The University of Mataram,
Indonesi, 11 – 13 November 2010 (1): 43-50.
Asih, A. R. S., Wiryawan, K.G. and Young, B.A. 2011. Nitrogen utilization by dairy goats
offered different nitrogen sources as supplements in high isocaloric energy
concentrates. J. Indon.Trop.Anim.Agric. 36(1): 36-42.
144
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Asih, A.R.S. 2011. Performan Kambing Peranakan Etawah (PE) di Kecamatan Gerung,
Lombok Barat dan kemungkinannya sebagai bibit penghasil daging dan susu.
Jurnal Penelitian Universitas Mataram. Edisi A (Februari): Sains and Teknologi.
Vol. 2 (16):64 – 71.
Asih, A.R.S., Sadia, N., Kertanegara dan Spudiati. 2012. Straregi Pencegahan Pencemaran
Lingkungan Dengan Memanfaatkan Limbah Industri “Gorengan” Sebagai Sumber
PakanAlternatif Untuk Meningkatkan Produktivitas kambing Peranakan Etawah
(PE). Laporan Penelitian BOPTN. Universitas Mataram.
Asih, A.R.S., Sadia, I.N., Kertanegara. 2013. Strategi Pencegahan Pencemaran Lingkungan
Dengan Mengembangkan Kambing Peranakan Etawah Sebagai Pengolah Limbah
Menjadi Daging Dan Susu Di Kota Mataram. Laporan penelitian UNRAM 2013.
Asih, A.R.S. 2013. Pengembangan Kambing Peranakan Ettawa (PE) Sebagai Pendukung
Pengembangan Agro-ekowisata Di Nusa Tenggara Barat. Seminar Nasional
Pariwisata (Semnasta). Tema Optimalisasi Ipteks Untuk Pengembangan Pariwisata
yang Berkelanjutan. PIMNAS- 26, tanggal 12 September 2013. Universitas
Mataram.
Asih, A.R.S., Wiryawan, K.G., Sadia, I, N, and Kertanegara. 2014. Productivity of
Crossbred Etawah Goats Fed by-product of Traditional Fried Snack Industry with
Different Level of Urea. The 2nd Asian-Australian Dairy Goat Conference, April 25
– 27th, 2014, Bogor Indonesia.
Asih, A.R.S., Sadia, I. N.. and Kertanegara. 2014. Strategi Pencegahan Pencemaran
Lingkungan Dengan Mengembangkan Kambing Peranakan Etawah Sebagai
Pengolah Limbah Menjadi Daging Dan Susu Di Kota Mataram. Laporan penelitian
UNRAM 2014.
Asih, A.R.S., Wiryawan, K.G., and Sadia, I, N.. 2015. Strategi Pencegahan Pencemaran
Lingkungan Dengan Mengembangkan Kambing Peranakan Etawah Sebagai
Pengolah Limbah Menjadi Daging Dan Susu Di Kota Mataram. Laporan penelitian
UNRAM 2015.
Astuti, D.A. dan Sudarman, A. 2012. Dairy goat in Indonesia, potential, opportunities and
challenges.. Proceeding of the 1th Asia Dairy Goat Conference, Kuala Lumpur,
Malaysia, 9 – 12 April 2012: 47-51.
Atmadilaga, D. 1973. Potensi pengembangan dan Peningkatan Usaha Sapi Perah di
Indonesia. Naskah Seminar Pengembangan Usaha Peternakan dan Pemasaran
Peternakan di Indonesia, Jakarta 4 – 5 April
Bamualim, A.M., Kusmartono dan Kuswandi. 2009. Aspek Nutrisi Sapi Perah. Dalam (K.A.
Santosa, K. Diwiyanto, dan T. Toharmat, Editor), hlm: 165-208. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker and R.D. Applemen. 1978. Dairy Cattle:
Principles, Practices,Problems, Profits. Lea & Febiger, Philadelphia.
Broderick, G.A., Wallace R.J. and rskov, E.R. 1989. Control of rate and extent of protein
degradation. In: Physiological Aspects of Digestion and Metabolism in Ruminants,
(T. Tsuda, Y. Sasaki and R. Kawashima, eds). Academic Press. San Diego. P. 541-
592.
145
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Castle, M.E. and P. Watkins. 1979. Modern Milk Production. Faber and Faber, London-
Boston.
Cesnik, B,H., Gregorcic, A., Kmecl, V. Monitoring of Pesticide Residuea in Agricultural
products The in Year 2001-2002. J. Central European Agriculture. 4 (4): ……
Davis, R.F. 1962. Modern Dairy Cattle Manejement. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey.
Diggins, R.V. and C.E. Bundy. 1969. Dairy Production. Prentice-Hall, Inc., Englewood
Cliffs, New jersey.
Djaja. W, R.H Matondang dan Haryono, 2009. Aspek Manajemen Usaha Sapi Perah. Profil
Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
DPKH Jateng (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah). 2012.
Statistik 2012: Peternakan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa
Tengah. Ungaran.
Direktorat Jendral P2HP, 2011. Keragaan Database Kinerja Pengolahan & Pemasaran Hasil
Pertanian. Bekerjasama dengan PT Swastika Perdana.
Direktorat Ternak Budidaya Ruminansia, 2010 Epetanipet.go.id/blog/pengembangan-usaha-
sapi-perah-di-Indonesia-1598.
Ensmingers, M.E. 1969. Animal Science. Sixth Edition. The Interstate & Publishers, Inc.,
Denville, Illinois.
Esteban, M.B., Garcia, A.J., Ramos, P. And Marquez, M.C. 2006. Evaluation of Fruit-
vegetable and Fish Wastes as Altenatif Feedstuffs in Pig Diets. Waste Management.
27(2): 193-200.
Firman, A., 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah: Suatu Telaah Pustaka. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Firman, A dan R. Tawaf. 2008. Manajemen Agribisnis Peternakan: Teori dan Contoh
Kasus. Universitas Padjadjaran. Press.
Farid, M. dan Sukesi, H. 2011. Pengembangan Susu Segar Dalam Negeri Untuk Pemenuhan
Kebutuhan Susu Nasional. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2.
Foley, R.C., D.L. Bath, F.N Dickinson and H.A. Tucker. 1972. Dairy Cattle: Principles,
Practices, Problems, Profits. Lea & Febiger, Philadelphia.
Harden, C.J. and Hepburn, N.J. 2011. The benefits of consuming goat’s milk. In Centre for
Food Innovation, a fresh perspective on food.
http://www.sthelensfarm.co.uk/images/research.pdf
Helmisyaprilis. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan
Perkembangan Ternak. (httphelmisyaprilis.blogspot.com201004faktor-faktor-
yang-mempengaruhi-pertumbuhan-dan-perkembangan-ternak.html.doc.
Hidayat, E. 2012. Kualitas Fisik dan Kualitas Nutrisi Jenggel Jagung Hasil Perlakuan
dengan Inokulan yang Berbeda. Skripsi. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung Mangkurat, Banjar Baru.
Kamalidin, Agus, A. Dan Budisastria, I.G,S. 2012. Ferforman Domba yang diberi Pakan
Complete Feed Kulit Buah Kakao terpermentasi. Bulletin Peternakan. Vol. 36: 162-
168 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
146
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Lamad, M., Chuzaemi, S., Tri Puspaningsih, N.Y. dan Kusmartono. 2006. Inokulasi Bakteri
Xilanolitik Asal Rumen Sebagai Upaya Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi.
Jurnal Protein, Vol 12 (2). Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.
Lokapirnasari, W.P., Setiawan, A. dan Prawesthirini, S. 2015. Potensi Kombinasi Bakteri
dan jamur Selulolitik Pada Fermentasi Bekatul Terhadap Kandungan Serat Kasar
Dan Protein Kasar. Bulletin Peternakan Vol. 39 (3): 174 – 179.
IMPBogor49, 2012. Pengembangan Sapi Perah Indonesia. Ipmbogor49.wordpress.com
Johansson, S. 2011. Goat Milk – Nutrition and health aspects.
http://www.dalsspira.se/pdf/goatmilk-nutrition-health-aspects.pdf (Diakses 1-10-
2013).
Judkins, H.F. and Keener, H.A. 1960. Milk production and processing. John Willey & Sons,
Inc. New York.
Juegenson, M.E. and W.P. Mortenson. 1977. Approved Practices in Dairying. Fourth
Edition. The Interstate Printers and Publishers, Inc., Deville Illinois.
Kumar, S., Kumar, B., Kumar, R., Kumar, S., Khatkar, S.K. and Kanawjia S.K.
2012. Nutritional Features of Goat Milk - A Review. Indian J. Dairy Sci. 65(4):
266 – 273.
Kusumadewa, A.L., S. Sutrisno, W. Widianto dan D. Hasibuan. 1977. Laporan Feasibility
Study Pengembangan Sapi Perah di Jawa Barat dan Jawa Timur. Survey Agro-
Ekonomi, Direktor Jenderal Peternakan.
Kusmaningsih, Susilowati Dan Diwiyanto, K. 2008. Prospek Dan Pengembangan Usaha
Sapi Perah Di Jawa Tengah Menyongsong MDG’s 2015. Prosiding (,-,-, Hlm: 404-
412. Puslitbang Peternakan. Bogor.
Laconi, E.B. 1998. Peningkatan Kualitas Kakao Melalui Amoniasi dengan Urea dan
Biofermentasi dengan Phanerochete chrysosporium serta Penyebarannya Dalam
formulasi Ransum Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Lateef, A., Oloka, J. K., Gueguim, E. B., Oyeniyi, S.O.,Onifade, O.R, Oyeleye, A.O.,
Oladusu, O.C and Oyelami, A.O. 2008. Improving The Quality of Agro-wastes by
Solid-state Fermentation: Enhanced Antioxidant Actititiesand Nutritional. World J.
Microbial Biotechnol. 24: 2369 – 2374.
Lestari, C.M.S., Adiwinarti, R., Arifin, M. And Purnomoadi, A. 2011. The performance of
Java and Ongole crossbred bull under intensive feeding management. J.
Indon.Trop.Anim.Agric. 36(2): 109-113.
Munier, F.F. 2009a. Komposisi Kimia pada Kulit Buah Kakao (Theobroma cocoa L) yang
Difermentasi dengan Aspirgllus oryzae. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Tengah.
Munier, F.F. 2009b. Potensi Ketersediaan Kulit Buah Kakao (Theobroma cocoa L) Sebagai
Sumber Pakan Alternatif Untuk Ternak Ruminansia di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor . pp: 752-
759.
Murti. T.W, H. Purnomo, dan S.Usmiati, 2009. Pasca Panen dan Teknologi Pengolahan
Susu. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
147
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
Murti,T.W. 2014. Ilmu Manajemen Dan Industri Ternak Perah. Pustaka Reka Cipta.
Bandung.
Noreply. 2007. Mengenal kolostrum. http//@blogger.com. (Diakses 6Juni 2010).
Nugroho, A. 2013. Ingredients and Benefits of Goat Milk.
Nuraini, dan Mahata, M.E. 2009. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Alternatif
Ternak Di Daerah Sentra Kakao Padang Priaman. Laporan IPTEK. Fakultas
Peternakan, Universitas Andalas, Padang.
http://bengjlungbengjlung.blogspot.com/2013/06/ingredients-and-benefits-of-goat-milk.html
Park, Y.W. 2012. Goat milk and human nutrition. Proceeding of the 1th Asia Dairy Goat
Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, 9 – 12 April 2012: 31-38.
PSPK, 2011. Rilis Hasil Awal 2011. Kementrian - BPS
Priyanti. A, S.Nurtini, dan A.Firman, 2009. Analisis Ekonomi dan Aspek Sosial Usaha Sapi
Perah. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Priyanto, D.A., Priyanti, A., dan Inonu, I. 2004. Potensi dan Peluang Pola Integrasi Ternak
Kambing dan Perkebunan Kakao Rakyat. Pemda Lampung.
Purnomohadi, M. 2006. Peranan Bakteri Selulotik Cairan Rumen pada Fermentasi Jerami
Padi Terhadap Mutu Pakan. Jurnal Protein. Universitas Muhammadiah Malang.
Vol. 13.No:2.
Pusdatin. 2013. Statistik Pertanian 2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Kementerian Pertanian. 316 hal.
Ribeiro, A.C. dan Ribeiro, S.D.A. 2010. Specialty products made from goat milk. Small
Ruminant Research (89) 225–233.
Ramli, N., Ridla, M., Toharmat, T. Dan Abdullah, L. 2009. Produksi dan Kualitas Susu Sapi
Perah Dengan Pakan Silase Ransum Komplit Berbasis Sumber Serat Sampah
Sayuran Pilihan. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 34(1): 36-41).
Rusdianto, Asih, A.R.S., dan Soekardono. 2014.
Sanjaya, L. 1995. Pengaruh Isi Rumen Kambing Terhadap Pertambahan Bobot Badan,
Konsumsi, dan Konversi Pakan Ayam Pedaging. Skripsi Fakultas Peternakan
Universitas Muhammadiah, Malang.
Sari, R.P. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak. Skripsi. Fakultas
PeternakanUniversitas Bengkulu. Bengkulu.
Sembah, I. N., 2009. Uji Kelayakan Investasi Agribisnis Kambing Peranakan Etawah.
Thesis Program
Sahoo, B. and Waldi, T.K..2008. Effects of formaldehyde treated mustard cake and
molasses supplementation on nutrient utilization, microbial protein supply and feed
efficiency in growing kids. Anim. Feed Sci. Technol. 142: 220-230.
Sindoeredjo, S. 1961. Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Proyek Pengembangan Ternak
Perah, Direktorat Pengembangan Produksi Peternakan Direktorat Jendral
Peternakan.
Siregar, S. 1990. Sapi Perah: Jenis, Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha. PT Penebar
Swadaya. Jakarta.
148
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
149
Draf buku manajemen kambing perah
A. Rai Somaning Asih
150