Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERENCANAAN DAN EVALUASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH


PT. FAPET JAYA FARM BOYOLALI

Disusun oleh :
Kelompok 11 B

AMAL KHASANI D1A015092


POPI FADILAH D1A015095
MUGI SUKMA MULIA D1A015097
IHSAN YOSINANDA S D1A015099
NENIS RINING LAELI D1A015101
IMRON MUTAKIN D1A015103
RIO CHOLIS PAMBUDI D1A015105
WINDI RAHAYU D1A015111
NOFIAN WIBOWO D1A015115
FATMA AINI LUBERINA D1A015111

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK POTONG DAN KERJA


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
MAKALAH
PERENCANAAN DAN EVALUASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH


PT. FAPET JAYA FARM BOYOLALI

Disusun oleh :
Kelompok 11 B

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Mata Kuliah Perencanaan


dan Evaluasi Agribisnis Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK POTONG DAN KERJA


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki jumlah penduduk
yang tinggi bahkan menempati urutan ke-4 di dunia, jumlah dan pertumbuhan
penduduk di indonesia terus bertambah setiap tahunnya. Pertambahan jumlah
penduduk yang signifikan mengkibatkan meningkatnya kebutuhan protein
hewani seperti daging, telur dan susu. Peningkatan kebutuhan juga di dasari atas
meningkatnya kesadaran masyarakat atas pentingnya mengkonsumsi makanan
yang berkualitas bagus terutama dari protein hewani. Susu merupakan salah satu
produk peternakan yang saat ini mulai digemari oleh masyarakat karena harga
yang terjangkau, mudah didapatkan, dapat diolah menjadi berbagai macam
produk olahan susu serta tingkat kecernaan yang tinggi.
Sapi perah merupakan salah satu ternak perah pemasok dari kebutuhan
susu di indonesia, selain itu ada pula ternak kambing perah dan kerbau perah.
Populasi ternak sapi perah di indonesia menurut data badan pusat statistik tahun
2017 sebanyak 544.791 ekor dengan produksi rata-rata 920 ribu ton susu segar
sedangkan kebutuhan susu nasional mencapai 4,5 juta ton artinya hanya sekitar
20 persen sehingga masih banyak peluang untuk dikembangkan usaha sapi perah.
Pemerintah merencanakan kemandirian susu nasional dengan memproduksi
susu segar dalam negeri sebesar 60 persen dari kebutuhan susu nasional pada
tahun 2025 yang berarti akan banyak kebijakan pemerintah yang mendukung
peningkatan kebutuhan susu dalam negeri. Populasi sapi perah yang sedikit
dikarenakan usaha sapi perah masih peternakan tradisional dan manajemen yang
kurang baik serta tingkat kepemilikan sapi per petani yang masih dibawah angka
titik balik modal.
Peningkatan populasi sapi perah dan produktivitas susu sapi dapat
dilakukan dengan pengunaan teknologi dan perbaikan manajemen khususnya
pada pakan yang diberikan. Populasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan
inseminasi buatan atau dengan kawin alami dengan bibit atau pejantan yang
memiliki kualitas yang baik sehingga pedet yang dihasilkan mampu menurunkan
sifat produktivitas yang baik pula. Pemberian pakan yang baik akan berpengaruh
terhadap kualitas dari susu yang dihasilkan, perbandingan antara hijauan dan
konsentrat akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu, hal ini diperlukan
karena susu yang tidak sesuai standar pemasarannya akan sulit. Penggunaan
peralatan berbasis teknologi modern seperti mesin perah akan lebih efisien dan
efektif dibandingkan dengan pemerahan secara tradisional. Hal ini dapat
dijadikan peluang usaha sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu nasional
dan mengembangkan bisnis usaha sapi perah menjadi lebih besar serta mampu
bersaing di pasar..
Permasalahan
Sumber daya peternakan khususnya populasi yang sedikit dan manajemen
pemeliharaan yang kurang baik. Fluktuasi harga produk yang dijual. Produk yang
dijual merupakan produk yang mudah rusak sehingga harus cepat dijual. Perlu
penanganan khusus agar produk yang dihasilkan menjadi lebih tahan lama. Biaya
pemeliharaan yang cukup tinggi terutama biaya pakan serta ketersedian lahan
hijauan yang semakin sedikit. Perlunya pengolahan limbah agar tidak mencemari
lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik serta bahan bakar
alternatif biogas.
Metode Analisis
Berdasarkan latar belakang bahwa usaha sapi perah memiliki peluang yang
cukup besar dikarenakan belum terpenuhinya kebutuhan susu nasional.
Peningkatan kebutuhan susu nasional juga semakin memperluas peluang usaha
sapi perah. Limbah peternakan dapat menjadi peluang apabila diolah dengan baik
seperti dibuat pupuk dan biogas yang memiliki nilai jual tambahan.
Permasalahanya adalah manajemen pemeliharaan yang kurang baik,
ketersediaan lahan hijauan pakan yang semakin sedikit, harga produk yang selalu
berubah serta produk yang dihasilkan merupakan produk yang mudah rusak dan
perlu penanganan khusus agar produk dapat bertahan lebih lama. Sementara di
wilayah Kabupaten Boyolali sangat potensial karena wilayahnya cocok untuk
dikembangkan usaha sapi perah, ketersediaan lahan yang cukup dan masih dekat
dengan pasar atau konsumen.
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

Permintaan dan Penawaran


Kegiatan usaha pemeliharaan sapi perah boyolali yang perlu
diperhitungkan adalah permintaan dan penawaran terhadap konsumsi susu.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan
perubahan-perubahan sosial pada masyarakat, membawa perubahan pada pola
konsumsi masyarakat yang lebih berorientasi pada selera dan mengutamakan
gizi. Sebagai bangsa konsumen susu rata-rata negara Indonesia hanya 5,35
kg/kapita/tahun pada tahun 2017 berkisar pada 11,9 kg/kapita/tahun. Produksi
susu rata-rata per ekornya (per laktasi = 305 hari produksi) negara Indonesia
berkisar 2.440 kg. Hal tersebut dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi susu di Indonesia. Konsumsi susu sebagai salah satu pangan sarat gizi
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Industri susu menghadapi
tantangan memenuhi permintaan susu di masa depan yang sangat menjanjikan.
Negara-negara maju dalam industri susu telah memperlihatkan bahwa agribisnis
sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat yang sangat
besar baik bagi pengusaha, masyarakat konsumen dan bagi Negara, demikian
juga Indonesia mempunyai ciri-ciri geografi, ekologi dan kesuburan lahan yang
tidak kalah mutu dan kualitasnya dibandingkan dengan negara-negara maju
tersebut.
Menurut Kasim (2011) bahwa sub sektor peternakan dalam mewujudkan
program pembangunan peternakan secara operasional diawali dengan
pembentukan/penataan kawasan melalui pendekatan system dan usaha
agribisnis. Pembangunan kawasan agribisnis berbasis peternakan adalah
merupakan salah satu alternatif program terobosan yang diharapkan dapat
menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan peternakan yaitu
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Susu sebagai salah
satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang semakin
dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan susu tersebut dilakukan peningkatan populasi,
produksi dan produktifivitas sapi perah.
Pangsa Pasar
Industri dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang
lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri. Untuk dapat produktif dan mempunyai nilai tambah pada
suatu produk, maka efisiensi sangat diperlukan. Salah satu industri yang
mempunyai peluang yang cukup baik adalah industri pengolahan susu, mengingat
susu adalah salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh seluruh kelompok
usia. Selain itu, banyak produk dapat dibuat dari susu seperti makanan, minuman,
keju, mentega, yogurt, dll. Susu mempunyai manfaat yang sangat besar terutama
untuk tumbuh dan berkembang. Dari sisi permintaan, kebutuhan susu nasional
setiap hari mencapai 4 juta hingga 6 juta liter. Peluang industri pengolahan susu
di Indonesia sangat baik, mengingat Indonesia dengan jumlah penduduk yang
terus bertambah (Zuhriyah, 2010).
Pengembangan Industri Pengolahan Susu berdasarkan Peraturan Presiden
No.28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, untuk kelompok industri
pengolahan susu dibagi menjadi 2 yaitu jangka menengah dan jangka panjang.
Jangka menengah, yaitu (1) mengembangkan industri pakan ternak skala kecil
dengan memanfaatkan sumber bahan pakan dalam negeri; (2) peningkatan mutu
pakan ternak dalam upaya meningkatkan produktivitas susu segar; (3)
meningkatkan populasi ternak sapi; (4) meningkatkan produktivitas ternak sapi
dari 8-12 liter per ekor/hari menjadi 20 liter per ekor/hari; (5) peningkatan
kualitas susu segar melalui bantuan ketrampilan cara perah, bantuan peralatan
(cooling unit), dan penerapan Good Farming Practices (GFP) serta Good Handling
Practices (GHP); (6) peningkatan kemitraan antara Industri Pengolah Susu
dengan peternak sapi perah dan koperasi; (7) meningkatkan daya saing industri
pengolahan susu melalui harmonisasi tarif bea masuk antara produk jadi susu
dengan bahan baku; (8) meningkatkan kompetensi SDM khususnya dalam
ketrampilan teknis & teknologis pa kan ternak dan usaha peternakan; (9)
pengembangan industri permesinan pengolah susu; (10) pengembangan skema
pembiayaan kepemilikan bibit sapi unggul; (11) meningkatkan konsumsi susu
nasional.
Menurut Priyanti (2009) dalam dampak harga susu dalam negeri di tingkat
peternak, bahwa kenaikan harga susu di pasar internasional juga menyebabkan
naiknya harga susu segar di tingkat peternak. Harga susu dunia meningkat sangat
tajam pada periode 2006-2007 mencapai 74 persen. Di dalam negeri, hal tersebut
direspon dengan kenaikan harga susu di tingkat peternak yang hanya mencapai
22 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa harga susu dalam negeri sangat
kompetitif dibandingkan dengan harga susu dunia. Selanjutnya dikemukakan
bahwa elastisitas harga penawaran susu segar dan harga konsentrat di tingkat
peternak masing-masing cukup tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa kenaikan
harga susu segar ternyata juga diimbangi dengan kenaikan harga konsentrat,
sehingga perlu upaya substitusi komponen bahan pakan penyusun konsentrat.
Pemasaran dilakukan dengan cara memahami karakteristik konsumen.
Untuk memaksimalkan dalam pemasaran upaya untuk menstimulus pasar
terhadap kebutuhan susu pun dilakukan. Guna memperbesar pasar perlu
dipersiapkan berbagai inovasi produk untuk memenuhi kebutuhan akan susu.
Sasaran penjualan dapat langsung melalui IPS (Industri Pengolahan Susu)
serta melakukan beberapa strategi permasaran seperti melakukan pemasaran
online guna memanfaatkan teknologi di era digital saat ini.
Strategi Pemasaran
Upaya dalam memasarkan produk untuk memenuhi dan mencapai target
pemasaran yang telah ditentukan antara lain sebagai berikut :
1. Menjaga kualitas bahan baku (susu) berpengaruh terhadap kinerja usaha.
Kualitas bahan baku (susu) dipengaruhi loyalitas pemasok demikian pula
sebaliknya, loyalitas pemasok dipengaruhi kepuasan dari perusahaan.
2. Menyediakan produk yang berkualitas, memberikan harga yang adil dan wajar.
Pelanggan berhak mendapat produk yang aman, informasi segala aspek
produk, memilih apa yang akan dibeli, dan didengar.
3. Mengikuti perkembangan teknologi, maju/mundurnya atau canggih tidaknya
teknologi akan mempengaruhi jumlah penawaran. Makin canggih teknologi,
produktifitas semakin besar, harga menjadi murah, sehingga jumlah yang
ditawarkan meningkat dan sebaliknya.
4. Melakukan evaluasi secara rutin dengan tim untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan yang selama ini terjadi. Evaluasi penting dilakukan agar
peningkatan produk dapat terjadi. Karena tanpa adanya inovasi produk maka
produk kita akan kadaluarsa dan kalah dengan pesaing.
Industri peternakan sapi perah terhadap peranan peternak dalam
memenuhi kebutuhan kecukupan susu di Indonesia sangat dibutuhkan. Oleh
karena itu penawaran terhadap harga susu secara bertahap terjadi
peningkatan. Dalam mengatasi kebutuhan konsumsi susu di Indonesia terdapat
peluang dalam pemasaran produk tersebut, dimana permintaan konsumen
terhadap susu meningkat.
ASPEK TEKNIS
Pemilihan Lokasi
Lokasi peternakan berada di di Kecamat Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa
Tengah. Kecamatan Ampel terletak pada ketinggian 520 sampai dengan 1.840
mpdl, dan memiliki temperatur udara rata-rata antara 260 C – 300 C. kecamatan
ampel sangat tepat digunakan untuk mengembangkan sapi perah karena
memiliki suhu lingkungan yang dingin dan udara yang sejuk sehingga dapat
menunjang produksi sapi perah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Putro,
dkk (2013) yang menyatakan bahwa Sapi perah sangat cocok dibudidaya pada
daerah yang bersuhu dingin untuk mencegah terjadinya stress akibat cekaman
panas sehingga produksi ternak sapi perah dapat optimal.

Banyaknya lahan kosong dan ketersediaan air yang melimpah di


Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menjadi salah satu
pertimbangan untuk mendirikan peternakan sapi perah di lokasi tersebut.
Ketersedian lahan digunakan untuk pendirian kandang dan bangunan pendukung
serta untuk menyediakan pakan hijauan untuk ternak sapi perah. Ketersediaan
air juga sangat penting untuk dipertimbangkan karena dalam usaha sapi perah air
digunakan dalam proses perawatan yaitu untuk minum, pembersihan kandang
dan kamar susu. Menurut Sudono (1999) untuk menghasilkan satu liter susu
diperlukan air sebanyak 3,5 – 4 liter air dalam usaha sapi perah.

Perkandangan dan bangunan pendukung


Kandang yang digunakan adalah kandang koloni dengan model head to
head. Menurut Sudono (2003) kandang sapi perah sebaiknya memiliki sirkulasi
udara yang baik, lantai kandang yang kering serta akses terhadap pakan yang luas
sehingga sehingga memudahkan ternak dalam mengambil pakan. Kandang head
to head memudahkan pemberian pakan pada ternak sehingga dapat lebih efisien
dalam pemberian pakan.
Kerangka kandang dapat menggunakan beton dan pipa besi. Model atap
yang digunakan adalah model ata gable, atap gable berbentuk seperti huruf “V”
terbalik. Lantai kandang dibuat dengan permukaan yang rata dan tidak licin yaitu
dengan penambahan karet pada lantai kandang. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Yulianto dan Suparinto (2010) bahwa kontruksi kandang sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan ternak.
Tabel 1. Asumsi dan Koefisien Teknis

No Koefisien Teknis Nilai Satuan


1. Populasi 8000 Ekor
2. Kandang 3 m2/ST
3. Lahan Farm 5 m2/ST
4. Lahan rumput gajah 200 Ton/ha/th
5. Bagunan 72 m/500ST
6. Peralatan 1 Juta/ST
7. Pakan hijauan 30 Kg/ST/hari
8. Pakan konsentrat 5 Kg/ST/Hari
9. Tenaga kerja 4,5 HK/ST
10. IB 1,5 Unit/ST induk
11. Obat-obatan 40 Ribu/.ST/Tahun
12. Lain-lain 15 %
13. Umur awal induk 18 Bulan
14. Umur jual jantan 4 Bulan
15. Umur afkir induk 10 Tahun
16. Rasio sex kelahiran 1:1
17. Gross Calf Crop 90 %
18. Mortalitas Pra Sapih 5 %
19. Mortalitas sapi muda 4 %
20. Mortalitas dewasa 6 %
21. S/C 1,5
22. Calving interval 13 Bulan
23. Harga susu 4,8 Ribu/liter
24. Induk laktasi 70 %
25. Kelompok umur ternak 12 Kelompok
26. Produksi susu rata-rata 20 Liter/ekor/hari
27. Susu untuk jantan 2 Liter
28. Susu untuk betina 2 Liter
29. Susu rusak 0,5 %
3.3 Dinamika populasi
Table 2. Proyeksi Populasi Usaha Sapi Perah
tahun ke
uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
induk 8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000
anak jantan 0 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420
anak betina 0 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420
dara 1 th 0 0 3283 3283 3283 3283 3283 3283 3283 3283
dara 2 tahun 0 0 0 3086 3086 3086 3086 3086 3086 3086
jumlah ternak 6000 14840 18123 21209 21209 21209 21209 21209 21209 21209
satuan ternak (st) 8000 9710 11351,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5
penjualan :
anak jantan 0 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420 3420
Dara 2 tahun 0 0 0 3086 3086 0 0 1258 3086 3086
induk tua 0 0 0 0 0 3086 3086 1828 0
poduksi susu (1000 ltr) 0 31790,4 31790,4 31790,4 31790,4 31790,4 31790,4 31790,4 31790,4 31790,4
sisa ternak 6000 11420 14703 14703 14703 14703 14703 14703 14703 14703

Table 3 Proyeksi Fisik Satuan Ternak Usaha Sapi Perah


tahun ke
uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
satuan ternak (st) 8000 9710 11351,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5
lahan kandang (ha) 3,86835
luas lahan hijauan (ha) 705,973875
kebutuhan pakan hijauan (ton) 87600 106324,5 124298,925 141194,775 141194,775 141194,775 141194,775 141194,775 141194,775 141194,775
kebutuhan pakan konsentrat (ton) 14600 14600 14600 14600 14600 14600 14600 14600 14600 14600
IB (unit) 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000
obat-obatan (unit) 8000 9710 11351,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5 12894,5
tenaga kerja (hk) 36000 43695 51081,75 58025,25 58025,25 58025,25 58025,25 58025,25 58025,25 58025,25
peralatan (unit) 12894,5
lahan Bangunan (ha) 0,1856808
ASPEK KEUANGAN

Proyeksi kebutuhan investasi


Modal yang digunakan untuk membangun peternakan sapi perah
keseluruhan yaitu sebesar Rp.260.000.400.000, biaya tersebut terdiri dari
modal untuk membangun kandang sebesar Rp.84.375.000.000. biaya
membangun kantor dan bangunan lain Rp.1.600.000.000, biaya pembelian
lahan sebesar Rp.625.000.000, biaya pembelian induk sapi 8000 ekor sebesar
Rp.1.600.000.000, pembelian peralatan sebesar Rp. 12.500.000.000,- dan
pembelian alat transportasi sebesar Rp.740.000.000,-
Sumber pembiayaan
Modal yang digunakan untuk membangun peternakan total sebesar
Rp.260.000.400.000,- yang terdiri dari biaya pembangunan kandang sebesar
Rp.84.375.000.000,- dan bangunan sebesar Rp.1.600.000.000,- yang mana
sumber dana diperoleh 80% dari dana penanaman modal investor dan 20%
sisanya merupakan bantuan kerjasama dari perusahaan peternakan sapi
perah PT.Greenfield International.
Sumber modal untuk pembelian lahan sebesar Rp.625.000.000, biaya
pembelian induk sapi 8000 ekor sebesar Rp.1.600.000.000, pembelian
peralatan sebesar Rp. 12.500.000.000,- dan pembelian alat transportasi
sebesar Rp.740.000.000,-berasal dari investor yang menanamkan dana
investasi.
ASPEK INVESTASI
Tabel4. Proyeksi Biaya Dan Penerimaan Usaha Sapi Perah (RP jt)
tahun ke
uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
BIAYA
Biaya Investasi
induk sapi perah Rp 176.000.000.000
lahan kandang Rp 96.708.750.000
lahan hijauan Rp 70.597.387.500
lahan bangunan Rp 18.568.080
peralatan Rp 10.315.600.000
bangunan pendukung Rp 2.785.212.000
bangunan kandang Rp 96.708.750.000
Total Rp 356.425.517.580
Biaya Variabel
hijauan Rp 10.512.000.000 Rp 12.758.940.000 Rp 14.915.871.000 Rp 16.943.373.000 Rp 16.943.373.000 Rp 16.943.373.000 Rp 16.943.373.000 Rp 16.943.373.000 Rp 16.943.373.000 Rp 16.943.373.000 Rp -
konsentrat Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp 58.400.000.000 Rp -
IB Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp 600.000.000 Rp -
obat-obatan Rp 320.000.000 Rp 388.400.000 Rp 454.060.000 Rp 515.780.000 Rp 515.780.000 Rp 515.780.000 Rp 515.780.000 Rp 515.780.000 Rp 515.780.000 Rp 515.780.000 Rp -
Total Rp 69.832.000.000 Rp 72.147.340.000 Rp 74.369.931.000 Rp 76.459.153.000 Rp 76.459.153.000 Rp 76.459.153.000 Rp 76.459.153.000 Rp 76.459.153.000 Rp 76.459.153.000 Rp 76.459.153.000 Rp -
Biaya Tetep
tenaga kerja Rp 1.800.000.000 Rp 2.184.750.000 Rp 2.554.087.500 Rp 2.901.262.500 Rp 2.901.262.500 Rp 2.901.262.500 Rp 2.901.262.500 Rp 2.901.262.500 Rp 2.901.262.500 Rp 2.901.262.500 Rp -
listrik Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 80.000.000
pajak bumi dan bangunan Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 4.974.698.100 Rp 49.746.981.000
pajak lahan Rp 1.673.247.056 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558 Rp 16.732.470.558
penyusutan peralatan Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000 Rp 928.404.000
penyusutan bangunan pendukung
Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540 Rp 125.334.540
penyusutan bangunan kandang
Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750 Rp 4.351.893.750
Total Rp 13.973.577.446 Rp 29.417.550.948 Rp 24.381.256.158 Rp 24.728.431.158 Rp 24.728.431.158 Rp 24.728.431.158 Rp 24.728.431.158 Rp 24.728.431.158 Rp 24.728.431.158 Rp 24.728.431.158 Rp 66.559.451.558
penerimaan
susu Rp - Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000 Rp 158.952.000.000
anak jantan Rp - Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp 27.360.000.000 Rp -
dara 2 tahun Rp - Rp - Rp - Rp 67.892.000.000 Rp 67.892.000.000 Rp 27.676.000.000 Rp 67.892.000.000 Rp 67.892.000.000 Rp -
induk afkir Rp - Rp - Rp - Rp - Rp - Rp 30.860.000.000 Rp 30.860.000.000 Rp 18.280.000.000
Total Rp - Rp 186.312.000.000 Rp 186.312.000.000 Rp 254.204.000.000 Rp 254.204.000.000 Rp 217.172.000.000 Rp 217.172.000.000 Rp 232.268.000.000 Rp 254.204.000.000 Rp 254.204.000.000 Rp 158.952.000.000
surplus/defisit -Rp 440.231.095.026 Rp 124.738.850.000 Rp 124.303.852.500 Rp 191.786.957.500 Rp 191.786.957.500 Rp 154.754.957.500 Rp 154.754.957.500 Rp 169.850.957.500 Rp 191.786.957.500 Rp 191.786.957.500 Rp 158.952.000.000
Biaya investasi
Biaya investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan peternakan sapi perah
PT. Fapet Jaya farm sebesar Rp356.425.517.580 yang terdiri dari biaya lahan
kandang Rp96.708.750.000, pembelian peralatan Rp18.568.080 pembuatan
bangunan Rp 96.708.750.000, pembelian lahan hijauan Rp70.597.387.500,
pembelian induk awal Rp. 176.000.000.000.
Biaya Tetap
Biaya tetap sebesar Rp 30.134.063.448 yang terdiri dari upah tenaga kerja,
penyusutan peralatan, penyusutan kandang, penyusutan bangunan, listrik, pajak
bumi dan bangunan serta pajak lahan.
Biaya Variabel
Biaya variabel sebesar Rp 76.459.153.000 yang terdiri dari upah pengarit
hijauan, biaya beli konsentrat, biaya IB dan biaya obat-obatan.
Penerimaan
Penerimaan yang diperoleh PT. Fapet Jaya farm per tahunnya berasal dari
pendapatan penjualan susu, penjualan anak jantan, penjualan dara 2 tahun, dan
penjualan induk afkir, total penerimaan yakni Rp 158.952.000.000.
Laba / Rugi
Keuntungan yang didapat dari PT Fapet Jaya Farm yakni sebesar
Rp.41.699.462.000 dari hasil perhitungan total penerimaan dikurangi dengan
total biaya yang dikeluarkan.

NPV
Hasil perhitungan NPV Rp.4.848.266,- menunjukan bahwa artinya usaha
tersebut layak untuk dijalankan, karena nilai NPV lebih besar daripada nol.

IRR
Hasil perhitungan IRR 7,1% menunjukan bawa IRR lebih besar dari
bunga deposito bank sehingga usaha dapat dilaksanakan.
R/C Ratio
Hasil perhitungan R/C Ratio 1,35 menunjukan bahwa R ratio lebih besar
dari 1 sehingga proyek usaha memperoleh keuntungan setiap pengeluaran Rp.1,-
akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp.1,35,-.

BEP
Untuk memperoleh titik impas perusahaan harus menjual produk susu
minimal sebanyak 23.450.507,7 liter dengan harga jual Rp 3.688,3/liter.

PBP
PBP sama dengan 10 tahun yang berarti modal yang dikeluarkan akan
kembali pada saat usaha berjalan selama 10 tahun.
ASPEK LINGKUNGAN
Pendugaan Dampak Lingkungan
Peternakan sapi perah yang berkelanjutan tidak hanya memperhatikan
kelangsungan hidup ternak dan produksinya namun peternakan harus
memperhitungkan dampak yang akan timbul terhadap lingkungan.
Pembangunan suatu peternakan harus memperhatikan aspek dampak yang
ditimbulkan kepada lingkungan, seperti memperhitungkan jarak antara
peternakan dengan permukiman. Setiap komoditas ternak memiliki perbedaan
jarak ideal antara peternakan dengan permukiman, pada komoditas sapi perah
memiliki jarak ideal yang relatif dekat yaitu 10-15 m. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Syarif (2011), menyatakan bahwa jarak peternakan sapi perah dengan
rumah tinggal minimum 10 m, namun lokasi peternakan lebih baik berada jauh
dari permukiman penduduk, hal tersebut bertujuan untuk meminimalisir dampak
pencemaran lingkungan dari peternakan epada masyarakat.
Lingkungan hidup merupakan satu kesatuan dari semua aspek yang ada di
alam baik hewan, tumbuhan, benda, manusia dan perilakunya sehingga
lingkungan hidup merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam
pembangunan dan pengembangan usaha peternakan. Menurut Wiswayana
(2014), menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia
dan perilaku yang mempengaruhi kelangsungan lingkungan hidup.
Perkembangan usaha ternak memiliki korelasi terhadap dampak
pencemaran yang dihasilkan terhadap lingkungan, dalam perencanaan
pengembangan suatu peternakan harus memperhitungkan dampak yang timbul
dari keberadaan peternakan tersebut secara jangka panjang. Peningkatan jumlah
ternak harus disesuaikan dengan kapasitas fasilitas pengolahan limbah. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Fikar (2014), bahwa peningkatan jumlah
populasi sapi harus disertai dengan pengembangan fasilitas instalasi pengolahan
limbah yang ada. Meningkatnya populasi akan disertai dengan peningkatan
limbah yang dihasilkan khususnya limbah feses, apabila tidak diantisipasi dengan
pengolahan limbah yang baik maka akan menyebabkan pencemaran sumber air
dan tanah.
Strategi Mengatasi Dampak Lingkungan
Limbah yang dihasilkan dari peternakan sapi perah meliputi limbah padat,
cair dan gas. Peternakan sapi perah harus memiliki pengolahan limbah ternak
untuk meminimalisir dampak buruk limbah ternak terhadap lingkungan, seperti
melakukan pengolahan feses menjadi pupuk oranik, dengan dilakukannya
pengolahan limbah dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah tersebut.
Pengolahan feses dapat dilakukan baik secara aerob maupun anaerob dengan
bantuan bakteri asam laktat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yuli (2010),
menyatakan bahwa pengolahan limbah feses ternak sapi menjadi pupuk organik
dapat dilakukan secara anaerob dengan menambahkan bakteri saccharomyces
cerevisiae. Penambahan bakteri dalam proses pembuatan pupuk darri limbah
ternak bertujuan untuk mendegradasi subtrat kompleks yang masih terkandung
dalam feses menjadi lebih mudah diserap oleh tanaman sehingga dapat
meningkatkan kualitas pupuk dan meningkatkan nilai ekonomis dari limbah
kotoran ternak.
Upaya pengolahan limbah untuk meminimalisir pencemaran lingkungan
tidak hanya dilakukan dengan mengolahnya menjadi pupuk organik saja. Salah
satu cara untuk meminimalisir pencemaran udara akibat limbah gas yang
dihasilkan dari kotoran ternak adalah dengan membuat instalasi biogas dalam
bentuk digester. Menurut Wahyuni (2013), menyatakan bahwa pengolahan
limbah peternakan dan pertanian menjadi sumber energi alternatif dengan
mendirikan digester merupakan salah satu solusi untuk menanggulangi dampak
pencemaran gas dari limbah ternak. Prinsip kerja mengakumulasi gas CH4, CO dan
H2S yang dihasilkan dari limah feses ternak menjadi gas bio yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar gas
Pengolahan limbah ternak harus dilakukan sebagai upaya meminimalisir
pencemaran lingkungan yang akan berdampak pada keberlangsungan
peternakan tersebut dan juga kelestarian lingkungan disekitar peternakan.
Pengolahan limbah baik dalam bentuk padatan, cair maupun gas harus dilakukan
dengan tepat. Proses pengolahan harus menghasilkan suatu produk yang dapat
dimanfaatkan baik oleh peternak maupun masyarakat disekitar peternakan.
Penanganan tersebut harus mampu memberi dampak positif bagi lingkungan dan
berkesinambungan dengan peternakan.
PENUTUP

Kesimpulan
Manajemen pemeliharaan, perencanaan dan Inovasi sangat diperlukan
untuk mengembangkan peternakan sapi perah yang memproduksi susu
berkualitas tinggi. Berbagai aspek harus diperhitungkan dan dipertimbangkan
sebelum mengembangkan peternakan sapi perah, mulai dari aspek lingkungan,
ekonomi, sumber daya pakan, sosial budaya dan perencaaan jangka panjang
lainnya sehingga ternak mampu memproduksi susu berkualitas serta pengusaha
ternak mampu mengembangkan peternakannya dalam jangka waktu panjang.
Perencanaan peternakan sapi perah meliputi berbagai aspek diantaranya
adalah aspek lingkungan yang berkaitan dengan iklim, suhu, kelembaban dan
lokasi peternakan. Perencanaan dari segi aspek pendukung harus
memperhitungkan fasilitas infrastruktur yang ada, jarak antara peternakan
dengan pasar atau tempat penjualan produk, kemudian aspek perencanaan
sumber daya alam lokasi yang akan dikembangkan harus tersedia sumber pakan
yang memadai, tersedia sumber air yang cukup untuk menopang kebutuhan
ternak sapi perah dan evaluasi agribisnis, yaitu membuat suatu perencanaan
produksi dan hasil yang seharusnya diperoleh sebagai acuan untuk mengevaluasi
hasil yang diperoleh dari usaha
Perencanaan finansial harus disusun dengan melihat seberapa besar modal
yang dibutuhkan untuk mengembangan usaha peternakan tersebut, biaya apa
saja yang harus dikeluarkan untuk operasional dan biaya lain-lain. Perencanaan
tersebut dibuat untuk memprediksi keuntungan yang akan diperoleh dari usaha
peternakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Fikar. S dan Dadi.R, 2012. Beternak Sapi Limousin. Penebar swadaya. Jakarta.

Kasim, S.N., Irmayani. 2011. Strategi pengembangan usaha sapi perah di


kabupaten enrekang. Jurnal Agribisnis 10(3);12-18.

Kusuma.B.D dan Irwansyah, 2009. Menghasilkan Kambing PE jawara Kontes.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Priyanti, A., Saptati. 2009. Dampak Harga Susu dalam Negeri di Tingkat
Peternakan. IPB. Bogor.

Syarif E.K dan Bagus. H, 2011. Beternak dan bisnis ternak sapi perah. Agro
Media. Jakarta.

Sudarmono, A. S. dan Y. B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Cetakan II. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Wahyuni.S., 2013. Panduan Praktis Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wiswayana, W.M., 2014. Keamanan Lingkungan Hidup. UB Press.Malang.

Yuli.A., Hidayati. T.B dan Kurniati A.,2010. Kualitas pupuk cair hasil pengolahan
feses sapi potong dengan metode fermentasi menggunakan saccharomyces
cereviciae. Jurnal Ilmu Ternak. 11(2) :102-107.

Zuhriyah, Amanatuz. 2010. Analisis Permintaan dan Penawaran Susu Segar di Jawa
Timur. Embryo 7(2).

Anda mungkin juga menyukai