Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM

Disusun oleh :
Jenia Elisabeth
12/331761/PT/06247
Kelompok X
Asisten: Widya Kenshiana Putri

LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK


JURUSAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum ini
disusun untun memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah
Bahan Pakan dan Formulasi Ransum di Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada.
Laporan praktikum ini telah diperiksa dan disetujui oleh asisten
pendamping pada tanggal

Juni 2014.
Kelompok X

Praktikan I

Praktikan II

Jenia Elisabeth

Maulina NurSeptiani

Praktikan III

Praktikan IV

Rina hikmayani

Ridwan
Praktikan V

Arnold Putra

Yogyakarta, Juni 2014


Asisten Pendamping

Widya Kenshiana Putri

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga atas limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan
laporan

Bahan

Pakan

dan

Formulasi

Ransum

semester

ganjil.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang


telah membantu dalam pembuatan laporan ini, di antaranya :
1 Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA. DEA. selaku dekan Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
2 Ir. Subur Priyono Sasmito Budhi, Ph. D, Prof. Dr. Ir. Ristianto
Utomo, SU dan Cuk Tri Noviandi S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Bahan Pakan dan Formulasi
Ransum

Fakultas

Peternakan

Universitas

Gadjah

Mada

Yogyakarta,
3 Seluruh Asisten Bahan Pakan dan Formulasi Ransum Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
4 Laboran Laboratorium Teknologi Makanan Ternak,
5 Pihak-pihak yang telah menbantu dan tidak bisa kami sebutkan
satu-persatu.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan,
untuk itu segala kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan. Kritik
dan saran tersebut kiranya dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas
dan kuantitas penyusun dimasa yang akan datang.
Semoga dengan tersusunnya laporan Bahan Pakan dan Formulasi
Ransum ini dapat memberi sumbangsih yang bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi mahasiswa peternakan Universitas Gadjah Mada dalam
memperkaya khasanah budaya serta ilmu yang dimiliki.
Yogyakarta,

Juni 2014
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

Pengetahuan tentang bahan-bahan pakan dan ransum yang siap


diberikan kepada ternak dianggap belum cukup sebelum mengetahui
kandungan nutrisi di dalamnya. Bahan pakan adalah segala sesuatu
yang dapat dimakan, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya dan
tanpa mengganggu kesehatan pemakannya. Ransum adalah sejumlah
pakan yang dikonsumsi ternak selama 24 jam tanpa memperhatikan
nutrien yang ada. Setiap bahan pakan atau ransum pada ternak, baik
yang sengaja kita berikan kepada ternak maupun yang diperoleh
sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang konsentrasi sangat
bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan
tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan
strukturnya.
Berdasarkan komponen penyusunnya pakan tersusun dari air dan
bahan kering. Bahan kering tersebut terdiri dari bahan organik dan
bahan anorganik. Dalam bahan organik terdapat karbohidrat, lipida,
protein, asam nukleat, asam organik dan vitamin. Sedangkan bahan
organik tersebut separo abu atau mineral. Untuk mengetahui macam
fraksi atau senyawa yang menyusun pakan dilakukan analisa secara
kimia. Analisa tersebut ada dua macam yaitu analisa proksimat dan
analisa serat deterjen (Kamal, 1994).
Praktikum dilakukan di dalam laboratorium untuk analisis bahanbahan pakan, analisis bahan pakan dilakukan menggunakan analisis
proksimat. Fungsi analisis proksimat terhadap bahan pakan akan
menghasilkan data-data tentang nutrisi yang dikandung oleh bahan
pakan tersebut dan beberapa besar konsentrasinya.
Bahan pakan yang diuji pada praktikum kali ini adalah kulit kopi.
Nutrien yang diuji pada analisis proksimat adalah fraksi yang terdapat

pada isi sel seperti kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar lemak
kasar, serat kasar dan ekstrak tanpa nitrogen ( ETN ).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kandungan
nutrien bahan pakan yang akan membantu kita mempersiapkan dan
mengelola ternak, terutama dalam meramu pakan yang dibutuhkan oleh
ternak sesuai dengan tingkat kebutuhannya dan mencapai tujuan
pemeliharaannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi,
dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorbsi dan bermanfaat
bagi ternak.Pakan harus memenuhi semua persyaratan sesuai dengan
definisi di atas (Kamal, 1994).Menurut Tillman et al. (1991) menyatakan
bahwa bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan
digunakan oleh hewan. Hartadi et al. (1997) menyatakan bahwa yang
dimaksud bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh hewan
yang mengandung energi dan zat-zat gizi atau di dalam pakan ternak.
Ternak ruminansia yang berproduksi tinggi akan membutuhkan
energi dan zat-zat gizi lain dalam jumlah yang tinggi pula. Upaya untuk
memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam ransum bagi ternak ruminansia
yang berproduksi tinggi sering terbentur pada ketidakmampuan ternak
tersebut untuk mengkonsumsi ransum yang diformulasikan. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan cara meningkatkan frekuensi pemberian ransum
(Siregar, 1994). Bahan pakan sumber serat dapat dimanfaatkan sebagai
pakan pokok bagi ternak ruminansia. Bahan pakan sumber serat tersebut
berupa limbah pertanian misalnya jerami padi, jerami jagung, jerami
kedele, pucuk tebu dan kulit

kopi. Bahan pakan sumber serat yang

berupa limbah pertanian sangat potensi sebagai pakan ternak ruminansia


terutama pada musim kemarau. Limbah pertanian sebagai bahan pakan
ternak alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun
ransum. Bahan pakan konvensional yang sering digunakan dalam
penyusunan ransum sebagian besar berasal dari limbah dan pencarian
bahan pakan yang belum lazim digunakan (Sakinah, 2005).
Kulit buah kopi merupakan produk samping dari pengolahan buah
kopi yang jika tidak ditangani lebih lanjut akan menimbulkan pencemaran
dan hingga saat ini belum dimanfaatkan dengan baik. Buah kopi terdiri
dari 40% pulp kopi, 20% mucilage (lendir kopi), dan 40% adalah biji kopi

dan kulit majemuk. Di beberapa tempat, kulit kopi sudah digunakan


sebagai pakan ternak (Krishna dan Umiyasih, 2006). Kulit kopi yang
dipanen, kulitnya dikupas. Kemudian, bijinya dijemur, kulit kopi yang
berwarna kecoklatan dipisahkan dari biji-biji kopi tersebut akan dibuang
atau paling tidak kulit kopi yang dipisahkan dari biji itu tadi dikumpulkan
dan dibiarkan hingga busuk. Biji kopi tersebut ditaruh di sekeliling pohon
kopi sebagai pengganti pupuk yang bertujuan untuk menyuburkan
tanaman yang dilakukan petani kopi. Kulit buah kopi merupakan limbah
dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan biji kopi yang selanjutnya
digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan zat makanan kulit buah kopi
dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah secara basah atau
kering .
Bahan pakan hijauan terdiri atas dua macam, yaitu hijauan kering
dan hijauan segar. Hijauan kering adalah bahan pakan yang berasal dari
hijauan segar yang dikeringkan. Contoh hijauan kering antara lain jerami
padi kering, jerami jagung kering, jerami kacang-kacangan dan hay.
Hijauan segar adalah pakan yang berasal dari hijauan dan diberikan
dalam bentuk segar. Contoh hijauan segar antara lain rumput segar,
batang, dan daun kacang-kacangan. Bahan pakan hijauan ini mempunyai
fungsi sebagai bulky, sumber karbohidrat, vitamin-vitamin dan protein
yaitu dari hijauan yang berasal dari kacang-kacangan (Siregar, 1994).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa pakan yang dapat dimakan
(edible) yaitu hijauan rumput, hijauan kering (hay), bekatul dan produk lain
adalah bahan makanan ternak, namun tidak semua komponen dalam
bahan pakan ternak tersebut dapat dicerna oleh hewan. Bahan pakan
mengandung zat makanan, jadi bahan pakan adalah istilah umum, namun
komponen dalam bahan pakan tersebut yang dapat digunakan oleh
hewan disebut zat makanan (Tillman et al., 1998).
Analisis proksimat dapat digunakan untuk mengetahui isi dan
kandungan dari bahan pakan. Kandungan yang terdapat dalam hijauan
antara lain air, bahan organik, protein kasar, ekstrak eter, serat kasar,

bahan ekstrak tanpa nitrogen. Jumlah bahan pakan dan komponennya


dapat dicerna dan diekskresikan, dapat diketahui dengan analisis (Tillman
et al., 1992).
Berdasarkan sifat fisik dan kimia yang spesifik sesuai dengan
kegunaannya maka bahan pakan dapat diklasifikasikan menjadi 8 kelas:
1) kelas 1: hijauan kering dan jerami kering mengandung serat kasar
>18% dan dinding sel >35% dalam bahan kering, sehingga rendah
kandungan energi tersedia per unit bobot. Contoh: hay hijauan jagung,
hay hijauan legum; 2) Kelas 2: hijauan segar dan jerami segar yaitu
hijauan dan jerami yang diberikan pada ternak dalam keadaan segar,
contoh: rumput segar, hijauan, jerami padi segar; 3) Kelas 3: silase
meliputi hijauan pakan yang telah dipotong-potong dan telah mengalami
fermentasi, contoh: silase rumput, silase hijauan jagung; 4) Kelas 4:
sumber energi, mengandung protein kasar <20%, serat kasar <18% dan
dinding sel <35% dalam bahan kering, contoh: dedak, minyak tanaman,
lemak hewan; 5) Kelas 5: sumber protein, mengandung protein kasar
>20% dalam bahan kering, contoh: tepung ikan, tepung daging; 6) kelas 6:
sumber mineral disebut juga konsentrat mineral, contoh: tepung tulang,
garam dapur; 7) Kelas 7: sumber vitamin disebut juga konsentrat vitamin,
contoh: minyak ikan, tablet vitamin C; 8) Kelas 8: aditif pakan, merupakan
bahan non nutrien, berfungsi untuk memacu pertumbuhan, memacu
produksi, memberi warna, memberi bau ataupun sebagai pengisi, contoh:
zat pewarna, antibiotika, obat-obatan (Kamal, 1994).

BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum bahan pakan formulasi
ransum adalah timbangan analitik, silica disk, desikator, tang penjepit,
beaker glass, gelas arloji, pemanas, saringan linen, pompa hampa
(vacum), crucible dan glass wool, labu kjeldahl, labu erlenmeyer, gelas
ukur, buret, corong, pipet, alat destruksi dan destilasi, kertas saring bebas
lemak, seperangkat alat ekstraksi dan selongsong dari Soxhlet, labu
penampung, alat pendingin, oven pengering (105-110C), dan tanur (550600C).
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum bahan pakan
formulasi ransum adalah sampel bahan pakan Corn Gluten Meal, larutan
H2SO4 1,25% (0,255 N), larutan NaOH 1,25% (0,313 N), ethyl alcohol
95%, air panas, larutan H 2SO4 pekat, katalisator CuSO4 dan K2SO4, kjeltab,
larutan NaOH 50%, larutan HCl 0,1 N, larutan H 3BO3 0,1 N, indicator mix,
petroleum benzen dan air pendingin.
Metode
Pengamatan fisik. Sampel bahan pakan diamati dan diidentifikasi
berdasarkan ciri-ciri fisiknya yang meliputi tekstur, warna, bau dan rasa.
Penetapan kadar air. Sampel bahan pakan sebanyak kurang lebih
1 gram dan silica disk ditimbang. Sampel bahan pakan yang sudah
ditimbang dimasukkan dalam silica disk, kemudian dioven pada suhu 105
sampai 110C selama 8 sampai 24 jam sampai sisa bahan pakan lain
mempunyai bobot tetap. Sampel bahan pakan yang sudah dioven
kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin sampel bahan
pakan ditimbang beserta silica disk. Penetapan kadar air ditentukan
dengan rumus:
Kadar air

= (X+Y) (X+Z) x 100%


Y

Keterangan: X= bobot gelas timbang

Y= bobot cuplikan pakan


Z= bobot cuplikan setelah di oven 105-110 0C
Penetapan kadar abu. Sampel bahan pakan sebanyak kurang
lebih 1 gram dan silica disk ditimbang. Sampel bahan pakan yang sudah
ditimbang dimasukkan dalam silica disk, kemudian dibakar dalam tanur
pada suhu 550 sampai 6000C selama lebih dari 2 jam sampai cuplikan
berwarna putih seluruhnya, setelah itu bahan dimasukkan dalam desikator
dan ditimbang yang tersisa (abu). Penetapan kadar abu ditentukan
dengan rumus:
Kadar abu

= (Z X) x 100%
Y

Keterangan: X= bobot silica disk kosong


Y= bobot sampel sebelum dibakar dalam tanur
Z= bobot sampel + silica disk setelah dibakar dalam tanur
Penetapan kadar serat kasar. Sampel bahan pakan ditimbang
kurang lebih sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam beaker
glass 600 ml dan ditambahkan H 2SO4 1,25% (0,255 N) sebanyak 200 ml
kemudian dipanaskan selama 30 menit. Hasil yang diperoleh kemudian
disaring menggunakan kain linen dengan bantuan pompa hampa (vacum).
Hasil saringan (residu) dimasukkan kembali ke dalam beaker glass dan
ditambah dengan 200 ml NaOH 1,25% (0,313) kemudian dipanaskan
selama 30 menit. Larutan kemudian disaring kembali menggunakan
crucible yang berisi glass wool dengan bantuan pompa vacum dan
sisanya disiram dengan air hangat dan ethyl alcohol 95% agar tidak ada
bahan yang tersisa. Hasil saringan kemudian dioven pada suhu 105
sampai 1100C selama 8- 24 jam dan ditimbang. Bahan yang telah dioven
kemudian dibakar dalam tanur pada suhu 550 sampai 600 0C sampai
berwarna putih seluruhnya (bebas karbon) dan setelah itu bahan
didinginkan pada desikator, kemudian ditimbang. Penetapan kadar serat
kasar ditentukan dengan rumus:
Kadar serat kasar = Y Z x 100%

X
Keterangan: X= bobot sampel awal
Y= bobot sampel setelah dikeringkan dalam oven 105C
Z= bobot sisa pembakaran 550-600C
Penetapan kadar protein kasar. Sampel bahan pakan ditimbang
kurang lebih 0,5 gram kemudian dimasukkan kedalam tabung destruksi
yang berisi 20 ml H2SO4 pekat dan tablet kjeltab (katalisator K2SO4 dan
CuSO4). Kompor destruksi dihidupkan dan tabung destruksi ditempatkan
pada lubang-lubang kompor destruksi, dan pendingin dihidupkan.
Destruksi diakhiri bila larutan sudah jernih dan hasil destruksi diencerkan
dengan air sampai volumenya 300 ml kemudian dilanjutkan dengan
proses destilasi. Erlenmeyer berisi 50 ml H 3BO3 0,1 N, 100 ml air dan 3
tetes indicator mix disiapkan. Penampung dan labu kjeldahl dipasang
dalam alat destilasi. Air pendingin dihidupkan dan tombol pada alat
destilasi ditekan sampai berwarna hijau. Dispensing ditekan untuk
memasukan NaOH 50% ke dalam tabung destilasi. Handle steam
diturunkan ke bawah sehingga larutan yang ada didalam tabung mendidih.
Destilasi dihentikan setelah mencapai 200 ml. Hasil destilasi dititrasi
dengan larutan HCl 0,1 N hingga larutan berwarna merah keperakan.
Penetapan kadar protein kasar ditentukan dengan rumus:
Kadar protein kasar = (X - Y) x N x 0,014 x 6,25 x 100%
Z
Keterangan: X = jumlah titrasi sampel
Y = jumlah titrasi blanko
N = normalitas HCl
Z = bobot sampel
Penetapan kadar lemak kasar. Sampel bahan pakan ditimbang
sebanyak kurang lebih 0,7 gram dan dibungkus dengan kertas saring
bebas lemak sebanyak 3 bungkus. Sampel bahan pakan yang telah
dibungkus kemudian dioven pada 105 sampai 1100C selama 12 jam.
Sampel bahan pakan yang telah dioven kemudian ditimbang dalam

keadaan panas dan dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet.


Erlenmeyer dan tabung soxhlet dipasang pada alat soxhlet,kemudian
tabung soxhlet dan erlenmeyer diisi dengan petroleum benzen yang
dialirkan dari tabung soxhlet. Pendingin dihidupkan dan ekstraksi selama
16 jam dan lemak kasarakan masuk ke erlenmeyer sehingga larutan
menjadi warna hijau. Pemanas dimatikan, kemudian sampel diambil dan
dipanaskan dalam oven pengering (105-110C) selama 12 jam kemudian
ditimbang dalam keadaan panas. Penetapan kadar lemak kasar
ditentukan dengan rumus:
Kadar Ekstrak Eter = Y Z x 100%
X
Keterangan: X= bobot sampel awal
Y= bobot sampel sebelum diekstraksi
Z= bobot sampel setelah diekstraksi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kulit buah kopi (Coffea sp) merupakan limbah dari pengolahan
buah kopi untuk mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi
bubuk kopi (Zainnudin, 1995). Kandungan zat makanan kulit buah kopi
dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah secara basah atau
kering. Sacara metode pengolahan basah, buah kopi ditempatkan pada
tanki mesin pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja
memisahkan biji dari kulit buah. Selanjutnya, dalam pengolahan kering
lebih sederhana, biasanya buah kopi dibiarkan mengering pada
batangnya sebelum dipanen, kemudian biji langsung dipisahkan dari kulit
buah kopi dengan menggunakan mesin.
Zainnudin (1995) menyatakan bahwa kulit kopi terdiri dari: (1)
Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut Exocarp; lapisan ini kalau
sudah masak berwarna merah,(2) Daging buah; daging buah ini
mengandung serabut yang bila sudah masak berlendir dan rasanya
manis, maka sering disukai binatang kera atau musang. Daging buah ini
disebut Mesocarp,(3) Kulit

tanduk atau kulit dalam; kulit tanduk ini

merupakan lapisan tandukyang menjadi batas kulit dan biji yang


keadaannya agak keras. Kulit ini disebut Endocarp. Limbah kulit kopi
menurut laporan Zainnudin dan Murtisari (1995) kandungan

protein

kasarnya 10,4%, kandungan ini hampir sama dengan protein yang


terdapat pada bekatul. Kandungan energi metabolisnya 3.356 kkal/kg.
Pengamatan Fisik
Berdasarkan hasil pengamatan fisik pada acara praktikum maka
dapat diketahui pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Pengamatan fisik kulit kopi


Parameter
Pengamatan
Tekstur
Kasar
Warna
Cokelat tua
Bau
pedas
Rasa
Hambar
Hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan bahwa kulit kopi dari
segi teksturnya kasar, warnanya cokelat tua, baunya pedas dan rasanya
hambar. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa sampel bahan
pakan yang digunakan untuk praktikum adalah kulit kopi yang sudah
dihaluskan dengan metode tertentu. Menurut Muchtadi (2010) kulit buah
kopi sangat tipis dan mengandung klorofil serta zat zat warna lainnya.
Daging buah terdiri dari 2 bagian yaitu bagian luar yang lebih tebal dan
keras serta bagian dalam yang sifatnya seperti gel atau lendir. Lapisan
lendir mengandung 85% air dalam bentuk terikat, dan 15% bahan koloid
yang tidak mengandung air.Bagian ini bersifat koloid hidrofilik yang terdiri
dari 80% pektin dan 20% gula.
Tabel 2. Kandungan kulit kopi menurut Muchtadi (2010)
Parameter
Proporsi
Bahan kering
91,77 %
Protein kasar
11,18 %
Lemak kasar
2,5 %
Serat Kasar
21,74 %
TDN
57,20 %
Kadar Air
75%
Komposisi nutrien kopi yaitu 45% kulit kopi, 10% lendir,5% kulit ari
dan 40% biji kopi (untukmanusia). Melainkan kandungan kulit kopi itu
sendiri adalah Bahan kering 91,77%; Protein kasar 11,18%; Lemak
kasar2,5%; Serat kasar 21,74%, TDN 57,20% dan Kadar Air 75%.Kopi
hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia dan
sebagian besar lainnya dibuang atau dibenamkan dalam tanah untuk
digunakan sebagai pupuk organik pada lahan perkebunan. Melalui usaha
pembibitan sapi potong, kulit kopi dapat menggantikan konsentrat
komersial hingga 20%.

Karakteristik bahan pakan asal limbah pertanian berdasarkan


informasi kandungan nutrien dan kecernaannya merupakan suatu hal
yang harus dipahami guna menyusun formulasi ransum yang seimbang
dan efisien ditinjau dari aspek pemanfaatan dan fermentasi dalam rumen.
Kulit kopi mengandung anti nutrien atau sering disebut toxic berupa tanin,
kafein dan senyawa fenolik primer yang potensial pengaruhnya dalam
menekan

nilai

mafaat

nutrien

didalamnya,

dapat

mengakibatkan

rendahnya daya cerna bahan tersebut pada ternak ruminansia (Ginting,


2004). Penggunaan kulit kopi sebagai pakan ternak memiliki sifat yang
voluminous,

sehingga

belum

banyak

digunakan

untuk

pakan

ternak.Limbah kopi dimanfaatkan dengan pengolahan fisik dalam bentuk


wafer untuk memudahkan penyimpanan dan menjaga ketersediannya.
Winarno(1997) menyatakan bahwa tekanan dan pemanasan pada bahan
baku pakan dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard sehingga wafer
yang dihasilkan memiliki aroma harum
Analisis Proksimat
Analisis proksimat atau analisis Weende dikerjakan dari Weende
Experiment Station Jerman. Disebut juga analisis proksimat karena nilai
yang diperoleh hanya mendekati nilai komposisi yang sebenarnya, oleh
karena itu untuk menunjukkan nilai dari sistem analisis proksimat selalu
dilengkapi dengan istilah minimum (>) dan maksimum (<) sesuai dengan
manfaat fraksi tersebut (Kamal, 1994). Cara ini dikembangkan oleh
Henneberg dan Stockman pada tahun 1865, dengan menggolongkan
komponen yang ada pada pakan. Berdasarkan sistem analisis proksimat
dapat diketahui adanya 6 macam fraksi, yaitu (1) air; (2) abu; (3) protein
kasar; (4) lemak kasar; (5) serat kasar dan (6) Ekstrak tanpa nitrogen
(Utomo dan Soejono, 1999). Komponen masing-masing fraksi dalam
analisis proksimat ditampilkan dalam tabel 3.

Tabel 3. Komponen fraksi dari analisis proksimat pakan


Fraksi
Air
Abu

Komponen
Air, terdapat asam volatil dan basa
Mineral esensial
- Makro : Ca, K, Mg, Na, S, P, Cl
- Mikro : Fe, Mn, Cu, Co, I, Zn, Si, Ne
Se, Cr, F, V, Sn, As, Ni.

Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
Ekstrak tanpa nitrogen

Parameter

Mineral non-esensial : Al, Ti, Pb, B.


Protein asam amino, asam nukleat, amin,
nitrat, glikosida bernitrogen adan vitamin B.
Lemak, minyak, lilin, asam organik, pigmen,
sterol dan vitamin.
Sellulosa, hemisellulosa, lignin.
Sellulosa, hemisellulosa, lignin, gula, fruktan,
pati, pektin, asam organik, resin, tannin,
pigmen dan vitamin larut dalam air.
( Sumber : Kamal, 1994 )

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat kulit Kopi


Pengamatan

I
II
Rata-rata
Bahan Kering (%)
92,46%
92,64%
92,55%
Kadar Air (%)
7,54%
7,35%
7,44%
Protein Kasar (%)
8,73%
9,78%
9,25%
Serat Kasar (%)
34,16%
32,76%
33,46%
Lemak Kasar (%)
1,46%
1,35%
1,40%
Abu (%)
10,52%
10,43%
10,47%
BETN (%)
3,83%
17,7
3,83%
Penetapan kadar air.Kadar air ditentukan oleh beberapa faktor
seperti kondisi lingkungan dan adanya jasad pengganggu seperti adanya
hama ataupun jamur. Makin tinggi kadar air makin cepat penguapan dan
makin

banyak

CO2,

air

dan

panas

yang

dikeluarkan

selama

penyimpanan.Penetapan kadar air menggunakan sampel bahan pakan


seberat 1,0006 gram yang dimasukkan dalam silica disk yang sudah
dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 105 sampai 110 0C selama satu jam
dan dikeringkan dalam desikator selama satu jam. Bahan pakan dan silica
disk kemudian dikeringkan dalam oven pengering selama 8 sampai 24
jam pada suhu 105 sampai 110 0C, lalu didinginkan dalam desikator
selama satu jam.Cara membuka desikatorpun tidak sembarangan, yaitu

dengan cara menggeser tutup kesamping dengan hati-hati, bukan dengan


membuka tutup desikator ke atas, karena akan mengakibatkan suhu
terkontaminasi dengan udara yang ada. Desikator pada praktikum ini
merupakan alat pendingin yang berbentuk menyerupai panci yang terbuat
dari stainless steal, pada lapisan bawah terdapat batu-batu kecil yang
sudah berwarna biru tua karena sudah terlalu banyak menangkap partikelpartikel kecil dari air.Batu-batu kecil tersebut terbuat dari gel biruyang
mengandung indikator sebagai Klorida Cobalt garam logam berat.
Butiran atau manik-manik berwarna biru berwarna gelap, ketika mereka
bebas dari kelembaban. Seperti manik-manik mengambil kelembaban,
butiran beralih ke biru muda secara bertahap, ketika warna gelap Silica
Gel Blue putaran kristal dari biru menjadi merah muda, itu telah menyerap
sekitar lebih dari 8 persen% dari berat dalam air sehingga indikator visual
yang mudah untuk melihat apakah gel telah menjadi jenuh dengan air. Hal
Ini menunjukkan apakah gel harus diganti atau diregenerasi. Gel silika
menunjukkan masih akan menyerap hingga 40% dari berat dalam uap air.
Silica disk yang berisi cuplikan pakan ditimbang setelah dingin. Air dalam
bahan pakan akan menguap seluruhnya pada kisaran waktu 8-24 jam jika
bahan pakan tersebut dipanaskan dalam waktu tertentu pada suhu 105
sampai 1100C dengan tekanan udara bebas.Penentuan kadar air dalam
analisis proksimat, menggunakan bahan yaitu konsentrat dalam keadaan
kering udara (DW).
Penentuan bobot bahan kering sangat penting karena bobot bahan
kering akan digunakan sebagai standar bobot untuk penentuan kadar
fraksi lainnya. Hasil bahan kering yang diperoleh dengan bahan kulit kopi
yang diperoleh kelompok 10 adalah 92,46% sementara kelompok 9
memperoleh sebesar 92,64%. Dibandingkan dengan pendapat Khalil
(1999), kulit kopi mengandung bahan kering sebesar 85,03%. Hasil yang
diperoleh pada saat praktikum terdapat perbedaan yang tidak terlalu
jauhdengan literatur dan kadar air yang diperoleh kelompok 10 adalah
7,54% dan kelompok 9 adalah 7,35%. Faktor yang mempengaruhi

kandungan kadar air yaitu lama waktu yang digunakan dalam pemanasan
air dalam bahan pakan karena jika sudah diperoleh bahan kering, tidak
perlu menunggu waktu lama sampai 24 jam (efisien waktu)atau sampai
bobot tetap.Menurut Nahrowi dan Maradoli (2003), kadar air suatu bahan
pakansangat dipengaruhi oleh jenis bahan pakan, bentuk bahan pakan
dan proses pembuatan atau pengolahan bahan pakan tersebut.
Penetapan

kadar

abu.

Praktikum

penetapan

kadar

abu

menggunakan sampel yang sama dengan sampel dalam penetapan kadar


air. Sampel kelompok 10seberat 0,92 gram dan kelompok 9 seberat 0,93
gram

dimasukkan

ke

dalam

silica

diskseberat

20,42

gramyang

sebelumnya telah dioven pada suhu 105 sampai 110 0C selama satu jam
dan telah didinginkan dalam desikator selama satu jam, kemudian
ditimbang. Silica disk yang sudah berisi sampel pakan dimasukkan dalam
tanur, kemudian dibakar dalam tanur pada suhu 550 sampai 600 0C
selama lebih dari 2 jam sampai cuplikan pakan berwarna putih
seluruhnya.

Suhunya

kemudian

diturunkan

menjadi

120 0C

lalu

dimasukkan dalam desikator selama satu jam. Suhu diturunkan agar


mampu menystabilkan suhu tanur sehingga ketika dibuka tidak panas
melainkan sudah kembali nomal. Silica disk merupakan alat yang tahan
panas yang terbuat dari melamine yang tidak mudah pecah jika dibakar
pada suhu panas dan merupakan alat yang efisien dalam menampung
cuplikan pakan pada penetapan abu, kemudian bahan pakan ditimbang
setelah dingin.
Mineral

anorganik

dapat

diperkirakan

jumlahnya

dari

nilai

kandungan abu yang ditentukan dengan pembakaran sampel pakan pada


suhu 550 sampai 6000C sampai tidak ada yang tersisa (Kellems dan
Church, 2010). Penentuan kadar abu harus menggunakan silica disk dan
tidak dapat menggunakan botol timbang (Vochdoos) karena botol timbang
(Vochdoos) akan melebur jika dibakar dalam tanur pada suhu 550 sampai
6000C. Sampel pakan dibakar dalam tanur pada suhu 550 sampai 600 0C
adalah

untuk

membakar

semua

zat

organiknya

dan

kemudian

menghasilkan oksida yang menguap, yaitu berupa CO 2, H2O, dan gas-gas


lain yang menguap, sedangkan sisanya yang tidak menguap itulah yang
disebut abu atau campuran dari berbagai oksida mineral sesuai dengan
macam mineral yang terkandung di dalam bahannya.
Hasil percobaan yang dilakukan dengan kulit kopi, Kadar abu
menurut Amin (2007) kulit kopi berkisar antara 11.78-14.57 (%),
sementara kadar abu yang diperoleh kelompok 10 adalah 10,52%
sementara kelompok 9 memperoleh kadar abu nya sebesar 10,43%.
Faktor yang mempengaruhi kadar abu salah satunya ialah persentase
kadar air yang ada dalam pakan, jenis kopi dan umur kopi tersebut.
Menurut Tilman et al. (1998) komponen abu pada analisis proksimat tidak
memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah abu penting untuk
menentukan BETN. Kombinasi unsur-unsur mineral dalam bahan pakan
dari tanaman bervariasi dan pada hewan dapat digunakan sebagai indeks
untuk kadar kalsium dan fosfor.Menurut Nahrowi dan Maradoli (2003),
faktor-faktor yang mempengaruhi kadar abu suatu bahan pakan adalah
adanya perbedaan jenis bahan pakan dan komposisi dari bahan pakan
tersebut serta karakteristik komposisi bahan pakan yang mudah menguap
dalam bahan pakan tersebut.
Penetapan kadar serat kasar. Praktikum penetapan kadar serat
kasar kelompok 10 menggunakan sampel bahan pakan sebesar 1,0068
gram dan kelompok 9 adalah 1,0252 gram yang dimasukkan ke dalam
beaker glass 600 ml, kemudian ditambahkan dengan 200 ml H 2SO4
1,25%, selanjutnya dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit.
Disaring dengan saringan linen dengan bantuan pompa vacum. Hasil
saringan (residu) dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian
ditambahkan dengan 200 ml NaOH 1,25% dan dididihkan kembali selama
30

menit.

Penambahan

H2SO4

1,25%

(0,255

N)

adalah

untuk

menghidrolisis karbohidrat dan protein, sedangkan penambahan NaOH


1,25% (0,313 N) adalah untuk penyabunan lemak. Menurut Kellems dan
Church (2010), penambahan H 2SO4 kemudian NaOH adalah untuk

menstimulasi proses pencernaan yang terjadi dalam lambung dan usus


dari seekor hewan.
Disaring kembali menggunakan crucible yang telah dilapisi glass
wool dengan bantuan pompa vacum, kemudian disiram dengan air panas
dan satu tutup botol ethyl alkohol 95%. Penambahan ethyl alkohol adalah
untuk menghidrolisis lemak yang mungkin masih terdapat dalam
sampel.Hasil saringan kemudian dimasukkan padaoven dengan suhu 105
sampai 1100C selama satu malam lalu didinginkan dalam desikator
selama satu jam.Crucible dibakar beserta isinya dalam tanur pada suhu
550 sampai 6000C sampai berwarna putih seluruhnya, lalu dikeluarkan
dan didinginkan dalam desikator. Prinsipnya, semua senyawa organik
kecuali serat kasar akan larut jika direbus dalam H 2SO4 1,25% (0,255 N)
dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N) yang berurutan masing-masing selama
30 menit. Bahan organik yang tertinggal disaring dengan glass wool dan
crucible.Bobot yang hilang setelah pembakaran 550 sampai 600 0C adalah
serat kasar.
Hasil percobaan yang dilakukan dengan bahan kulit kopi kadar
serat kasar (SK) yang diperoleh kelompok 10 adalah 34,16% sementara
kelompok 9 memperoleh kadar serat kasarnya sebesar 32,76%. Menurut
Kellems dan Church (2010), kadar serat kasar yang terdapat dalam kulit
kopi adalah sekitar 10,22%. Berdasarkan literatur yang ada, hasil yang
diperoleh pada saat praktikum terdapat perbedaan yang signifikan karena
perbedaan persentase kadar air yang ada dalam kopi, bagaimana metode
kopi yang digunakan apakah basah atau kering dan umur kopi tersebut
karena semakin tua umur tanaman, kadar serat kasarnya semakin
tinggi.Menurut Nahrowi dan Maradoli (2003), kadar serat kasar dalam
bahan pakan dipengaruhi oleh jenis bahan pakan, bagian tanaman dari
bahan pakan yang digunakan dan tahap pembuatan dan pengolahan
bahan pakan.
Penetapan kadar protein kasar. Prinsip dari penetapan kadar
protein kasar adalah H2SO4 pekat dengan katalisator CuSO4 dan K2SO4

dapat memecah ikatan N organik menjadi (NH 4)2SO4 kecuali ikatan N=N,
NO, san NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana basa akan melepaskan NH 3 yang
kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N. Praktikum penetapan kadar protein
kasar melalui tiga tahapan, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Proses
destruksi

ialah

proses

melepaskan

ikatan

organik

menjadi

(NH4)2SO4menggunakan H2SO4 pekat dan kjeltab sebagai katalisator yang


berfungsi

untuk

mempercepat

reaksi.

Kjeltab

berisi

CuSO4

dan

K2SO4.Melalui proses destruksi, tabung-tabung diletakkan pada lubang


yang ada pada kompor yang dilakukan oleh laboran karena sangat
berbahaya. Reaksi kimia pada proses destruksi ialah:
N organik + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + NO3 + NO2
Proses

destruksi

diakhiri

bila

larutan

berwarna

jernih

kemudian

didinginkan dan dilanjutkan proses destilasi.


Proses destilasi melepaskan NH3dengan penambahan indikator
mixyang kemudian akan ditangkap oleh H 3BO3. Proses ini menggunakan
hasil dari proses destruksi diencerkan dengan air sampai volumenya
300ml, digojog agar larutan homogen dan ditambah dengan indikator mix
yang berisi metanol, metil red dan BCG (Brom Kresol Green).
Penambahan NaOH 50% pada proses destilasi harus melalui dinding
supaya menstabilkan larutan yang ada dalam tabung dengan NaOH.
Proses destilasi berakhir setelah destilat mencapai 200 ml dan saat
larutan sudah berwarna hijau. Reaksi kimia pada proses destilasi ialah:
(NH4)2SO4 + 2NaOH 2 NH4OH + Na2SO4

2NH3

2H2O

Proses titrasi menggunakan HCl 0,1 N. Titrasi dilakukan untuk


mengetahui jumlah N yang terdestilasi. Proses titrasi diakhiri setelah
larutan berwarna perak. Larutan berwarna merah muda menandakan
proses titrasi sudah lewat jenuh, jadi terlalu banyak asam di dalam larutan.

Semakin banyak ml titrasi maka kandungan N yang terdestilasi semakin


berkurang. Reaksi kimia pada proses titrasi ialah:
3NH Cl + H BO
4
3
3

(NH4)3BO3 + 3HCl

Hasil percobaan yang dilakukan dengan kulit kopi kadar protein


kasar yang diperoleh kelompok 10 adalah 8,73% sementara kelompok 9
memperoleh kadar protein kasarnya sebesar 9,78%. Kadar protein kasar
pada kulit kopi pada umumnya berkisar antara 8,40%, hasil yang
diperoleh pada saat praktikum tidak jauh berbeda dengan kisaran normal
pada umumnya. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan
aktivitas mikroorganisme (Maynard et al., 2005).Menurut Nahrowi dan
Maradoli (2003), kadar protein kasar dalam bahan pakan dipengaruhi oleh
jenis bahan pakan, tahap pembuatan dan pengolahan bahan pakan, dan
kandungan nutrisi bahan pakan lain selain protein dalam suatu bahan
pakan.
Penetapan

kadar

lemak

kasar.

Lemak

dapat

diekstraksi

menggunakan eter atau zat pelarut lemak lain menurut Soxhlet, kemudian
ether

diuapkan

dan

lemak

dapat

diketahui

bobotnya.

Soxhlet

biasadigunakan dalam pengekstrasian lemak pada suatu bahan makanan.


Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit
(efesiensi bahan) dan larutan dari cuplikan yang dialirkan melalui linen
tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak sampelselalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Soxhlet
merupakan ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan analit yang
terdapat padapadatan menggunakan pelarut organik. Padatan yang akan
diekstrak dilembutkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau juga
diiris-iris. Padatan yang telah halus dibungkus dengankertas saring.
Padatan yang terbungkus kertas saring dimasukkan kedalam alat
ekstraksi soxhlet. Pelarut organik dimasukkan kedalam labu alas bulat.
Selanjutnya, alat ektraksi soxhlet dirangkaidengan kondensor . Ekstraksi

dilakukan dengan memanaskan pelarut organik sampai semua analit


terekstrak (Khamnidal,2009). Praktikum penetapan kadar lemak kasar
dilakukan dengan menimbang cuplikan pakan sebesar 0,7 gram kemudian
dibungkus dengan kertas saring bebas lemak, sebanyak tiga replikasi.
Masing-masing bungkusan cuplikan dimasukkan dalam oven pengering
pada 105 sampai 1100C selama semalam. Bungkusan ditimbang dalam
keadaan masih panas untuk menjaga agar berat sampel tetap
konstan.Bungkusan sampel pakan dimasukkan ke dalam Soxhlet untuk
dilakukan ekstraksi.Labu penampung diisi dengan petroleum benzen
sekitar setengah volume labu penampung, alat ekstraksi juga diisi dengan
petroleum benzen sekitar setengah volume.Petroleum benzen berfungsi
sebagai pelarut lemak.
Labu penampung dan tabung Soxhlet dipasang, pendingin dan
pemanas dihidupkan. Ekstraksi dilakukan selama sekitar 16 jam sampai
petroleum benzen dalam alat ekstraksi berwarna jernih. Pemanas
dimatikan, kemudian sampel diambil dan dipanaskan dalam oven
pengering pada suhu 105 sampai 110 0C selama semalam, kemudian 3
sampel ditimbang panas-panas agar tidak terkontaminasi dengan udara
supaya saat ditimbang memperoleh hasil timbang yang sesuai. Hasil
percobaan yang dilakukan dengan bahan kulit kopi, kadar lemak kasar
yang diperoleh kelompok 10 adalah 1,46% sementara kelompok 9
memperoleh kadar lemak kasarnya sebesar 1,35%. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu
ekstraksi,

kuantitas

pelarut,

suhu

pelarut, dan tipe

pelarut.Menurut

Nahrowi dan Maradoli (2003), kadar ekstrak eter atau lemak kasar dalam
bahan pakan dipengaruhi oleh jenis bahan pakan, tahap pembuatan dan
pengolahan bahan pakan. Menurut Tisch (2006), kadar lemak kasar yang
terdapat dalam kulit kopi adalah sekitar2,09%. Hal ini menunjukkan bahwa
kadar lemak kasar yang diperoleh saat praktikum berada dibawah kisaran
yang ada pada literatur.

Kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Ekstrak tanpa


nitrogen terdiri atas karbohidrat yang mudah larut terutama pati yang
kecernannya tinggi. Energi yang dihasilkan sekitar 3,75-4,75 kcal/g. Ratarata karbohidrat megandung energi 4 kcal/g. Berdasarkan hasil analisis
proksimat (analisis Weende) diperoleh nutrien yang terbagi dalam 7
komponen yaitu Zat organik yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein,
vitamin dan zat anorganik yang terdiri dari air, udara dan mineral. Kadar
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dapat dihitung dengan perhitungan
100% - jumlah dari kelima fraksi yang lain, dalam keadaan Bahan Kering
BETN dapat dihitung dengan 100% - (% Abu+ %PK+ %SK + %EE). Hasil
yang diperoleh kelompok 10 adalah 45,18% sementara kelompok 9
memperoleh kadar lemak kasarnya sebesar 45,68%. Menurut Tisch
(2006), kadar BETN yang terdapat dalam kulit kopi dalam kisaran normal
adalah sekitar 48,6%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar BETN yang
diperoleh saat praktikum berada pada kisaran normal yang ada pada
literatur. Menurut Kellems dan Church (2010), kadar bahan ekstrak tanpa
nitrogen dihitung tidak ditentukan dengan prosedur laboratorium. Kadar
bahan ekstrak tanpa nitrogen untuk memperkirakan jumlah karbohidrat
yang ada di dalamnya. Metode ini ditemukan saat tidak ada cara lain yang
cepat dan analisis sederhana untuk menentukan kandungan pati. Metode
yang ada adalah dengan menghidrolisis pati menjadi gula dan kemudian
dianalisis.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kadar
ekstrak tanpa nitrogen sebesar 45,18%.

BAB V
KESIMPULAN
Bahan pakan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah
konsentrat kulit kopi yang termasuk klasifikasi bahan pakan sumber serat
karena mengandung serat kasar 34,16%, protein kasar 8,73%, kadar abu
10,52%, kadar air 92,46% dan lemak kasar 1,46%.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, F.N. Purwanigsih, S.Tantalo. 2007. Bahan Pakan dan Formulasi
Ransum. Universitas Lampung,Bandar Lampung.
Hartadi, A. 1997. Metode Baru Penentuan Nilai Indek Pakan Ruminansia
Berdasarkan studi in sacco dan in vivo. Jurnal Penelitian strategi
nasional
tahun
anggaran
2010.Fakultas/Jurusan:
Peternakan/Nutrisi Ruminansia Universitas Hasanuddin.
Ginting M.D.2004. Sintesis Asam Risinoleat dari Minyak Jarak dengan
cara interifikasi. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA UNIMED. Medan.
Kamal, M. 1994.NutrisiTernak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Kellems, R.O. dan D.C. Church. 2010. Livestock Feeds and Feeding. 6th
Edition. Upper Saddle River, NJ : Pearson Education, Inc.
Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat
fisik pakan lokal: Kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan
tumpukan dan berat jenis. Jurnal nasional.
Khamdinal. 2009. Tehnik Laboratorium Kimia. Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Krishna, N.H dan Umiyasih, U. 2006. Identifikasi dan evaluasi kandungan
nutrisi bahan pakan inkonvensional asal limbah yang melimpah di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Muchtadi, R. T. dan Sugiono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan.Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Kimia.
Nahrowi, dan Maradoli Hutasuhut. 2003. Profil Bahan Pakan Ternak
Subdit Bahan Pakan Ternak. Jakarta.
Sakinah, B. 2005. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty, Yogyakarta.
Siregar,S.B., Ir, M.S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Tillman, Allen,D., Hari,H., Rekso hadiprodjo, Soedomo, Prawirokusumo,
Soeharto, Lebdosoekojo,dan Soekanto. 1998. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tisch, B. 2006. Modern Analitycal Chemistry. 1st ed. The MacGraw-Hill


Companies, Inc. North America
Traylor, S. L., G. L. Cromwell, and M. D. Lindemann. 2000. Bioavailability
of phosphorus in meat and bone meal varying in origin,particle
size, and processing pressure for chicks. J. Anim. Sci.78(Suppl.
2):51. (Abstr.)
TillmanAllen,D., Hari,H., Reksohadiprodjo, Soedomo, Prawirokusumo,
Soeharto, Lebdosoekojo, dan Soekanto. 1998. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Utomo, R dan Soedjono, M. 1999. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum.
Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Williamson, G., and William payne. 1993. Pengantar Peternakan di
Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Zainuddin, D. dan Murtisari, T. 1995. Penggunaan limbah agroindustribuah kopi (kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging
(Broiler). Prosiding Pertemuan Ilmiah Komunikasi dan Penyaluran
Hasil Penelitian. Sub Balai Penelitian Klepu, Puslitbang
Peternakan, Bogor. hlm. 71 78.

Anda mungkin juga menyukai