Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM

Disusun oleh :
Eka Jumiasih
13/349018/PT/06526
Kelompok XXXIII

Asisten Pendamping : Widya Kenshiana Putri

LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Bahan pakan adalah semua bahan yang dapat dimakan, disukai,
dapat dicerna sebagian atau seluruhnya dan dapat bermanfaat bagi
ternak. Semua bahan pakan harus memenuhi persayaratan tersebut
sedangkan yang dimaksud pakan ialah satu atau campuran beberapa
macam bahan pakan yang diberikan pada ternak, dapat dimakan, dicerna
sebagian atau seluruhnya, dan bermanfaat bagi ternak atau tidak
menganggu kesehatan ternak yang mengkonsumsinya (Kamal, 1998 cit.
Subekti, 2009).
Bahan pakan menurut sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu nabati
dan hewani. Bahan pakan nabati adalah pakan yang berasal dari tanaman
pangan seperti jagung, sorgum dan gandum. Bahan pakan hewani adalah
bahan pakan yang bersumber dari hewan seperti udang, ikan dan darah
(Rasyaf, 1994). Bahan pakan secara internasional dapat dibagi menjadi 8
kelas yaitu hijauan kering, hijauan segar atau pastura, silase, sumber
energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin dan zat additive
(Tillman et al., 1998).
Hijauan kering (dry forages) dan jerami (roughages), kelas ini
melliputi semua hijauan jerami dan produk lain yang mengandung serat
kasar >18% dan dinding sel >35% dalam bahan kering. Contoh: hay
rumput, hay hijauan jagung. Hijauan segar dan jerami segar, kelas ini
meliputi semua hijauan yang diberiakn kepada ternak dalam keadaan
segar,contoh: rumput segar, hijauan segar (Hartadi et al., 2008).
Silage(silase), meliputi berbgai hijauan pakan yang telah dipotong-
potong dan mengalami fermentasi terkontrol, tidak termasuk silage ikan,
butiran sebangsa padi, silage umbi dan silage biji-bijian legum, contoh:
silage umput, silage hay. Sumber energi, merupakan bahan pakan yang
mengandung serat kasar <18%, dinding sel <35%, dan protein kasar
<20% dalam keadaan kering, contoh: berbagai butiran sebangsa padi,
berbagai dedak, berbagai umbi. Sumber protein, meliputi semua bahan
pakan yang menhandung serat kasar <18%, dinding sel <35%, dan
protein kasar >20% dalam bahan kering, contoh: biji legum, bungkil,
bahan pakan asal hewan dan ikan (Hartadi et al., 2008).
Sumber mineral, meliputi semua bahan pakan yang tinggi
kandungan mineralnya, contoh: tepung utlnag, tepung batu kapur, dan
garam dapur. Sumber vitamin, meliputi semua bahan pakan yang tinggi
kandungan vitaminnya, contoh: minyak ikan, tablet vitamin B. Aditif pakan
merupakan berbagai bahan pakan yang tidak berfungsi sebagai sumber
nutrien, pengunaanya dengan jalan ditambahkan kedalam pakan dalam
jumlah sedikit dengan tujuan tertentu, fungsinya antara lain untuk memacu
pertumbuhan, memacu produksi,memberi warna dan sebagainya, contoh:
anti biotik, zat pewarna, dan obat-obatan (Hartadi et al., 2008).
Praktikum dilakukan di laboratorium bahan pakan dan formulasi
ransum untuk menganalisis bahan-bahan pakan agar diketahui jumlah
nutrien yang dikandung. Fungsi analisis proksimat adalah untuk
mengetahui komposisi bahan pakan yang terdiri dari 6 fraksi yaitu air, abu,
protein kasar (PK), lemak kasar (ekstrak eter), serat kasar (SK), dan
ekstrak tanpa nitrogen (ETN). Bahan pakan yang diuji pada praktikum kali
ini adalah daun Sengon (Albizia falcataria).
BAB II
MATERI DAN METODE

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum adalah gelas ukur 100
mL, buret, corong, pipet volume 25/50 mL, alat destruksi dan destilasi,
seperangkat alat ekstraksi dan selongsong dari Soxhlet, labu penampung,
alat pendingin, dan kertas saring bebas lemak, desikator, tang penjepit,
oven pengering, timbangan analitik, silica disk, tanur, beaker glass 600
mL, pemanas, saringan linen, serat gelas (glass wool), alat penyaring
Buchner atau Gooch crucible, gelas arloji, labu kjeldahl 650 mL, labu
erlenmeyer 650 mL dan 300 mL.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum adalah cuplikan
bahan pakan, larutan H2SO4 1,25 % (0,255 N), larutan NaOH 1,25 %
(0,313 N), etil alkohol 95 %, larutan H 2SO4 pekat, larutan CUSO4 dan
K2SO4, kjeltab, larutan NaOH 50 %, HCL 0,1 N, larutan H 3BO3 0,1 N,
indikator mix, dan Zn logam.

Metode
Pengamatan Fisik. Sampel bahan pakan diamati betuk fisiknya.
Bentuk fisik yang diamati adalah tekstur, warna, bau, dan rasa. Sampel
bahan pakan dirasakan teksturnya, warnanya diamati, dan dicium baunya,
kemudian sampel bahan pakan dicicipi rasanya.
Penetapan Kadar Air. Silica disk dikeringkan dalam oven
pengering pada suhu 105°C sampai 110°C selama satu jam. Silica disk
didinginkan pada desikator selama satu jam, kemudian ditimbang (X
gram). Cuplikan bahan ditimbang seberat 1 gram (Y gram), dimasukkan
dalam gelas timbang dan dikeringkan bersama tutup yang dilepas di
dalam oven pengering pada suhu 105°C sampai 110°C selama 8 sampai
24 jam.
Gelas timbang berisi cuplikan bahan pakan dikeluarkan dari dalam
oven, lalu didinginkan dalam desikator dengan tutup dilepas selama satu
jam. Gelas timbang yang berisi cuplikan bahan pakan dalam keadaan
dingin dan tertutup ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap dengan
penimbangan yang diulang sampai tiga kali setiap satu jam sejak dari
penimbangan pertama. Kadar air yang terkandung dalam bahan pakan
dihitung.
(X+Y) - (Z)
Kadar air (%) = x 100%
Y
Keterangan :
X = Bobot silica disk
Y = Bobot cuplikan pakan
Z = Bobot cuplikan pakan + silica disk setelah dioven 105°C sampai
110°C
Penetapan Kadar Abu. Silica disk yang sudah bersih dikeringkan
di dalam oven pada suhu 105 sampai 110°C selama satu jam. Silica disk
didinginkan di dalam desikator selama satu jam, kemudian setelah dingin
ditimbang (X gram). Cuplikan bahan ditimbang seberat 1 gram (Y gram),
lalu dimasukkan ke dalam silica disk. Silica disk yang berisi cuplikan
dimasukkan ke dalam tanur. Tanur dinyalakan pada suhu 550 sampai
600°C selama lebih dari 12 jam hingga cuplikan berwarna putih
seluruhnya. Suhu diturunkan sampai 120°C, lalu dimasukkan ke dalam
desikator selama satu jam, sesudah dingin ditimbang (Z gram). Kadar abu
dihitung.
Z-X
Kadar abu (%) = x 100%
Y
Keterangan :
X = Bobot silica disk kosong
Y = Bobot sampel awal
Z = Bobot sampel + silica disk setelah dibakar dalam tanur

Penetapan Kadar Serat Kasar. Cuplikan bahan ditimbang


sebanyak 1 gram (Y gram), dimasukkan ke dalam beaker glass 600 mL,
ditambah larutan H2SO4 1,25 % sebanyak 200 mL, kemudian dipanaskan
hingga mendidih selama 30 menit. Cuplikan bahan kemudian disarig
melalui saringan linen dengan bantuan pompa hampa (pompa vacum).
Hasil saringan (residu) dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambah 200
mL larutan NaOH 1,25 %, dididihkan selama 30 menit, lalu disaring
kembali dengan menggunakan crucible yang telah dilapisi glaa wool
dengan bantuan pompa vacum, kemudian dicuci dengan beberapa mL air
panas dan 15 mL etil alkohol 95 %.
Hasil saringan (termasuk serat gelas) dimasukkan pada alat
pengering dengan suhu 105 sampai 110°C selama satu malam,
didinginkan dalam desikator selama satu jam, kemudian ditimbang (X
garam). Gooch crucible bersama isinya dibakar di dalam tanur pada suhu
550 sampai 600°C sampai berwarna putih seluruhnya (bebas karbon).
Gooch crucible yang berisi hasil pembakaran dikeluarkan, didinginkan
pada desikator, kemudian ditimbang (Z gram). Kadar serat kasar dihitung.
X-Z
Kadar serat kasar (%) = x 100%
Y
Keterangan :
X = Bobot sampel setelah dikeringkan dalam oven 105°C
Y = Bobot sampel awal
Z = Bobot sisa pembakaran 550 sampai 600°C
Penetapan Kadar Protein Kasar. Penetapan kadar protein kasar
dalam bahan pakan meliputi tiga tahapan, yaitu destruksi, destilasi, dan
titrasi. Tahapan destruksi dilakukan dengan cara cuplikan bahan ditimbang
seberat sekitar 0,5 gram (Y gram). Dua butir batu didih, 20 mL larutan
H2SO4 pekat, dan 1/4 tablet kjeltab disiapkan, kemudian cuplikan
dimasukkan ke dalam tabung yang terlah berisi dan kering. Kompor
destruksi dihidupkan dan tabung-tabung destruksi ditempatkan pada
lubang-lubang yang ada pada kompor, lalu pendingin dihidupkan. Skala
pada kompor destruksi diatur kecil kurang lebih 1 jam. Destruksi diakhiri
saat larutan berwarna jernih, kemudian didinginkan dan dilanjutkan
dengan proses destilasi.
Hasil destruksi diencerkan dengan air sampai volumenya 300 mL,
kemudian digojog hingga larutan homogen. Erlenmeyer 650 mL yang
berisi 50 mL H3BO3 0,1 N, 100 mL air, dan 3 tetes indikator max disiapkan.
Penampung dan labu kjeldah dipasang dalam alat destilasi. Air pendingin
dihidupkan dan tombol ditekan hingga menyala hijau. Dispensing ditekan
ke bawah. Larutan NaOH 50 % dimasukkan ke dalam tabung tersebut
melalui dinding tabung. Handle steam diturunkan kebawah hingga larutan
yang ada di dalam tabug mendidih. Destilasi berakhir setelah destilat
mencapai 200 mL. Blanko dibuat dengan menggunakan cuplikan berupa
H2O dan didestilasi. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N
sampai berwarna. Kadar protein kasar dihitung.
(X - Z) x N x 0,014 x 6,25
Kadar protein kasar (%) = x 100%
Y
Keterangan :
X = Jumlah titrasi sampel (mL)
Y = Bobot sampel (gram)
N = Normalitas HCl
Z = Jumlah titrasi blanko (mL)
Penetapan Kadar Lemak Kasar. Cuplikan ditimbang seberat 0,7
gram (Y garam) dan dibungkus dengan kertas saring bebas lemak
sebanyak tiga bungkus. Masing-masing bungkusan cuplikan dimasukkan
ke dalam oven pengering 105 sampai 110°C selama semalam.
Bungkusan cuplikan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu
ditimbang (X gram). Bungkusan cuplikan dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi Soxhlet. Labu penampung diisi dengan petroleum benzen sekitar
1/2 volume labu penampung dan alat ekstraksi Soxhlet diisi sekitar 1/2
volume dengan petroleum benzen. Labu penampung dan tabung Soxhlet
dipasang, pendingin dan penangas dihidupkan.
Ekstraksi dilakukan selama sekitar 16 jam sampai petroleum
benzen dalam alat ekstraksi berwarna jernih. Pemanas dimatikan. Sampel
diambil dan dipanaskan dalam oven pengering dengan suhu 105 samapi
110°C selama semalam, kemudian dimasukkan dalam desikator 15 menit
lalu ditimbang (Z gram). Kadar lemak kasar dihitung.
X-Z
Kadar lemak kasar (%) = x 100 %
Y
Keterangan :
X = Bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah dikeringkan
dalam oven 105° C (belum diekstraksi)
Y = Bobot sampel awal
Z = Bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah dikeringkan
dalam oven 105° C (setelah diekstraksi)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Fisik. Pengamatan fisik sampel bahan pakan


dilakukan dengan mengamati tekstur, warna, bau, dan rasa dari bahan
pakan yang diujikan. Berdasarkan pengamatan diperoleh tabel sebagai
berikut.
Tabel 1. Pengamatan fisik
Parameter Pengamatan
Tekstur Kasar dan remah
Warna Hijau tua
Bau Hijauan
Rasa Sedikit pahit
Berdasarkan tabel diatas diperoleh ciri-ciri fisik sampel bahan
pakan yang digunakan yaitu bertekstur kasar dan remah, berwarna hijau
tua, berbau hijauan, dan memiliki rasa sedikit pahit. Berdasarkan ciri-ciri
fisiknya sampel bahan pakan diprediksikan dengan berbagai macam
hijauan pakan ternak yaitu tayuman, daun pepaya, dan daun lamtoro.
Ketiga prediksi tersebut salah dikarenakan yang benar adalah sampel
daun sengon (Albizzia falcatria). Rasyaf (1994) menyatakan bahwa
hijauan akan terasa kasar bila diraba dan mempunyai bau khas masing-
masing. Hasil yang diperoleh pada saat praktikum telah sesuai dengan
literatur.
Daun Sengon (Albizzia falcataria). Tanaman sengon (Albizzia
falcataria) termasuk family mimosaceae dari keluarga petai-petaian.
Berdasarkan laporan Siahaan (1999) cit. Akmal (2008) bahwa daun
sengon berpotensi digunakan sebagai pakan ternak terutama pakan
unggas dengan kandungan nutrien sebagai berikut, protein kasar 21,32%,
lemak kasar 10,09%, serat kasar 14, 72%, Ca 0,21%, P 0,35% dengan
energi metabolis 3056 Kkal/kg. Penggunaan daun sengon pada pakan
unggas dibatasi karena tingginya kandungan serat kasar serta adanya
tanin dan HCN yang bersifat racun bagi ternak (Akmal, 2008).
Analisis Proksimat. Analisis proksimat merupakan sebuah analisis
yang bertujuan untuk mengetahui fraksi-fraksi penyusun bahan pakan
yang mendekati kadar sebenarnya. Fraksi-fraksi tersebut ialah air, abu,
lemak atau estrak eter, protein kasar, serat kasar dan ektrak tanpa
nitrogen. Komponen bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah hasil
pengurangan bahan kering dengan komponen abu, lemak kasar, protein
kasar, dan serat kasar. Komponen masing-masing fraksi pada analisis
proksimat meliputi fraksi air dengan komponen berupa air, mungkin
terdapat asam volatil dan basa. Fraksi abu dengan komponen berupa
mineral esensial makro, mineral esensial mikro, dan mineral non esensial.
Fraksi protein kasar dengan komponen berupa protein, asam amino,
amin, nitrat, glikosida mengandung N, vitamin B, asam nukleat. Fraksi
Lemak kasar dengan komponen berupa lemak, minyak, lilin, asam
organik, pigmen, sterol, vitamin A, D, E, K. Fraksi serat kasar dengan
komponen berupa hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Fraksi ekstrak tanpa
nitrogen (ETN) dengan komponen berupa gula, fruktan, pati, pektin, asam
organik, resin, tannin, pigmen, vitamin yang larut dalam air (Parakkasi,
1995).
Tabel 3. Hasil analisis proksimat
Parameter Pengamatan
I II Rata-rata
Bahan kering (%) 35,91 35,73 35,82
Protein kasar (%) 16,30 15,21 15.755
Serat kasar (%) 28,18 26,27 27,225
Lemak kasar (%) 3,03 2,36 2,695
Abu (%) 8,076 8,16 8,118
BETN (%) 44,43 47,9 46,165
Penetapan Kadar Air. Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen.
Kandungan air dalam bahan makanan menentukan acceptability,
kesegaran dan daya tahan bahan itu. Berdasarkan perhitungan, kadar air
yang diperoleh kelompok 32 adalah 64,09%, kadar air yang diperoleh
kelompk 33 adalah 64,27% sedangkan rata-rata yang diperoleh dari dua
kelompok tersebut adalah 64,18%. Hasil perhitungan kadar air yang
diperoleh kelompok 32 dan 33 tidak terlalu berbeda. Menurut Suryadi
(2008) rata-rata kadar air yang ada pada daun sengon ialah 56,772%
sedangkan rata-rata bahan kering yang diperoleh ialah 43,228%
sedangkan Menurut Utama (2014) dari hasil analisa daun sengon memiliki
kaadar air sebanyak 67 sampai 73%. Hasil yang diperoleh pada saat
praktikum tidak sesuai dengan literatur. Perbedaan perhitungan kadar air,
bahan kering, dan abu disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah daun
sengon yang digunakan sebagai sampel (Suryadi, 2008).

Penetapan Kadar Abu. Kadar abu suatu bahan erat kaitannya


dengan kandungan mineral bahan tersebut. Kadar abu sangat dipengaruhi
jenis bahan, umur bahan, dan lain-lain (Legowo et al., 2004). Berdasarkan
perhitungan, kelompok 32 memperoleh kadar abu sebanyak 8,076%,
kelompok 33 memperoleh kadar abu sebanyak 8,16%, sedangkan rata-
rata dari kedua kelompok adalah 8,118%. Menurut Utama (2014) kadar
abu pada daun sengon mecapai 4 sampai 5%. Hasil yang diperoleh pada
saat praktikum tidak sesuai dengan literatur. Perbedaan perhitungan kadar
air, bahan kering, dan abu disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah
daun sengon yang digunakan sebagai sampel (Suryadi, 2008).
Penetapan Kadar Serat Kasar. Serat kasar adalah semua zat
organik yang tidak larut pada perebusan dengan menggunakan H 2SO4 0,3
N dan NaOH 1,5 N yang berturut-turut selama masing-masing 30 menit
(Danuarsa, 2006). Penggunaan larutan H2SO4 1,25% dan larutan NaOH
1,25% disesuaikan dengan suasana saluran pencernaan hewan
monogastrik. Larutan H2SO4 sama seperti lambung yang bersuasana
asam, sedangkan larutan NaOH sama seperti usus yang bersuasana
basa. Larutan H2SO4 berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat dan
protein, sedangkan larutan NaOH berfungsi dalam emulsi lemak.
Lambung memiliki pH yang rendah yang berfungsi untuk mencerna
karbohidrat dan protein (Frandson, 1992). Getah pankreas dan ion-ion
bikarbonat yang bersuasana basa dalam usus berfungsi untuk menetralisir
asam lambung dan disekresikan sebagai emulsi lemak (Parakkasi, 1995).
Berdasarkan perhitungan, kelompok 32 memperoleh kadar serat
kasar sebanyak 28,18%, kelompok 33 memperoleh kadar serat kasar
sebanyak 26,27%, dan rata-rata dari dua kelompok tersebut adalah
27,225%. Menurut Siahaan (1999) cit. Akmal (2008) kadar serat kasar
pada daun sengon adalah 14,72% sedangkan menurut Utama (2014)
kadar serat kasar yang didapat dari analisis adalah 7,8 sampai 8,2%.
Hasil yang diperoleh pada saat praktikum tidak sesuai dengan literatur.
Menurut Utama (2008) adanya perbedaan pada penetapan kadar serat
kasar dikarenakan adanya perbedaan jumlah sampel dan bagian daun
yang digunakan sebagai sampel sehingga daun sengon yang bercampur
dengan ranting akan memiliki kadar serat kasar lebih tinggi dibandingkan
dengan sampel yang hanya daun saja.
Penetapan Protein Kasar. Protein kasar adalah nilai hasil bagi dari
total nitrogen dengan faktor 16% atau hasil kali dari total nitrogen dengan
faktor 6,25 (Kamal, 1998). Penetapan kadar protein kasar dilalukan melaui
tiga tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan destruksi
dilakukan dengan adanya penambahan asam sulfat pekat yang bertujuan
untuk melepaskan N organik yang ada pada sampel (Khopkar, 2003).
Tahapan selanjutnya diberikan katalisator berupa CuSO 4 dan K2SO4 yang
berfungsi menaikkan titik didih asam sehingga dapat mempercepat reaksi
yang berlangsung (Sudarmadji, 1996).
Tahapan destilasi dilakukan dengan adanya penambahan NaOH yang
berfungsi sebagai pengsuasana basa. Proses destilasi dilakukan selama 7
menit sampai batas larutan mencapai 200 mL pada labu penampung.
Labu penampung terdiri dari larutan boraks (H 3BO3) yang berfungsi
mengikat NH3 yang dihasilkan selama reaksi destilasi berlangsung dan
indikator mix yang berisi brom kresol green, metil red, dan metanol
(Sudarmadji, 1996). Berikut adalah reaksi pada tahap destilasi.
(NH4)2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2 NH4OH
2 NH4OH 2 NH3 + 2 H2O
4 NH3 + 2 H3BO3 2 (NH4)2BO3 + H2 (Van Soest, 1999).
Tahapan titrasi dilakukan dengan larutan HCl 0,1 N. Penampung yang
digunakan adalah asam borat sehingga banyaknya asam borat yang
mengikat ammonia dapat diketahui dengan adanya penambahan HCl
didalam titrasi (Sudarmadji, 1996). Titrasi dilakukan hingga terjadi
perubahan warna dari larutan berwarna hijau sampai berwarna abu
keperakan. Berikut adalah reaksi yang terjadi selama titrasi.
2 (NH4)2BO3 + HCl NH4Cl + H3BO3 (Parakkasi, 1995)
Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa kadar protein kasar
kelompok 32 adalah 16,30%, kelompok 33 sebanyak 15,21% sedangkan
rata-rata dari dua kelompok tersebut adalah 15,755%. Kelompok 32
memiliki perhitungan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok 33. Menurut Utama (2014) kadar protein kasar pada daun
sengon adalah 5,6 sampai 7% sedangkan menurut Siahaan (1999) cit.
Akmal (2008) kadar protein kasar pada daun sengon adalah 21,32%.
Hasil yang diperoleh pada saat praktikum tidak sesuai dengan literatur.
Menurut Akmal (2008) adanya perbedaan kadar protein kasar dikarenakan
adanya perbedaan jumlah sampel daun sengon.
Penetapan Kadar Lemak Kasar. Penentuan kadar lemak kasar
dilakukan menggunakan seperangkat alat Shoxlet. Lemak kasar yang
terkandung di dalam bahan pakan dilarutkan dengan pelarut lemak
(pelarut non polar) seperti petroleum benzen, eter, alkohol, dan pelut
lemak lainnya kemudian diuapkan, uap tersebut kemudian dikondensasi
menjadi cairan yang kemudian kadar lemak dapat dihitung (Hernawati,
2006).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan sampel bahan pakan yang
diekstraksi awalnya berwarna hijau. Warna hijau ini disebabkan adanya
kandungan klorofil dari sampel bahan pakan yang berupa hijauan daun
nangka. Fraksi ekstrak eter ditentukan melalui esktraksi dengan petroleum
benzen, selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga
mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen (Hernawati,
2006). Sampel pakan diekstraksi sampai lautannya bening, kemudian
dipanaskan pada oven suhu 105°C. Pemanasan ini bertujuan untuk
menghilangkan kandungan air. Semua cairan menguap pada pemanasan
beberapa waktu pada suhu 105° sampai 110°C dengan tekanan udara
bebas hingga mempunyai bobot tetap (Kamal, 1998).
Berdasarkan perhitungan, kelompok 32 memperoleh kadar lemak
kasar sebanyak 3,03%, kelompok 33 memperoleh kadar lemak kasar
sebanyak 2,36% sedangkan rata-rata dari dua kelompok adalah 2,695%.
Menurut Siahaan (1999) cit. Akmal (2008) kadar lemak kasar yang ada
pada daun sengon adalah 10,09%. Hasil yang diperoleh pada saat
praktikum tidak sesuai dengan literatur. Menurut Akmal (2008) adanya
perbedaan dalam penentuan kadar lemak kasar karena perbedaan jumlah
sampel, dan keadaan sampel.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa


bahan pakan dapat diketahui kandungan air, abu, serat kasar, protein
kasar, lemak kasar, dan ekstrak tanpa nitrogen (ETN) dengan
menggunakan analisis proksimat. Sampel bahan pakan yng digunakan
pada analisis proksimat secara fisik memiliki warna hijau, bau yang khas
hijauan, tekstur kasar, dan rasa yang sedikit pahit. Berdasarkan
perhitungan menggunakan analisis proksimat diketahui sampel bahan
pakan memiliki kandungan air sebesar 64,27%, kandungan abu sebesar
8,16%, kandungan serat kasar sebesar 26,27%, kandungan protein kasar
15,21%, kandungan lemak kasar 2,36%, dan kandungan ekstrak tanpa
nitrogen (ETN) sebesar 47,9%. Berdasarkan hasil dari analisis proksimat
dapat disimpulkan bahwa sampel bahan pakan yang digunakan
merupakan bahan pakan kelas II, yaitu hijauan segar karena memiliki
serat kasar lebih dari 18% dan memiliki kandungan air sebanyak 64,27%.
Sampel bahan pakan yang digunakan pada analisis proksimat adalah
daun sengon.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal. 2008. Pengaruh Pemberian Daun Sengon (Albizzia falcataria)


Hasil Rendaman dengan Larutan Ca(OH)2 terhadap Bobot Karkas
dan Bobot Organ Pencernaan Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah Ilmu-
Ilmu Peternakan. Vol. IX. No. 4.
Danuarsa. 2006. Analisis proksimat dan asam lemak pada beberapa
komoditas kacang-kacangan. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11
No.1.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Cetakan Kedua.
Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Hartadi, H., Kustantinah, R. E. Indarto, N. D. Dono, dan Zuprizal. 2008.
Nutrisi Ternak Dasar. Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hernawati. 2006. Teknik Analisis Nutrisi Pakan, Kecernaan Pakan, dan
Evaluasi Energi pada Ternak. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Legowo, A.M., Nurwontoro. 2004. Analisis Pangan.
http://eprints.undip.ac.id/21246/1/1137-ki-fp-05.pdf . Diakses pada
tanggal 14 Mei 2014 Pukul 22.20 WIB.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Subekti, E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Vol. 5. No. 2. Hal.
63-71. Mediagro.
Sudarmadji. 1996. Teknnik Dasa-Dasar Analisis Kimia. Universitas Gadjah
Mada Press. Yogyakarta.
Tillman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S.,
Lebdosoekojo, S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas
Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Utama, P. S. 2014. Pengeringan Konsentrat Protein dari Daun Sengon
pada Suhu Rendah. Electronic Theses and Dissertations (ETD)
Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Suryadi. 2008. Pengaruh Suplementasi Daun Sengon (Albizzia falcataria)
terhadap Kecernaan dan Fermentabilitas Bagasse Hasil Amoniasi
secara In Vitro. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. Vol. XI. No. 2.
Van Soest, P.J. 1999. Nutritional Ecology of Ruminant. Second Edition.
Comstock Publishing Associates A Divition of Cornel University
Press. London.
LAMPIRAN

Kelompok VIII
Penetapan kadar air
Sampel A :
Berat koran = 10 gram
Berat cuplikan pakan = 182 gram (Y1 gram)
Berat sampel + koran sebelum dioven 55°C = 192 gram (X 1+Y1) gram
Berat sampel + koran sesudah dioven 55°C = 84 gram (Z 1 gram)
Berat silica disk = 19,1926 gram
Bobot sampel sebelum dioven 105°C = 1,0032 (Y 2 gram)
Bobot sampel + silica disk sebelum dioven 105°C = 20,1958 gram (X 2+Y2)
gram
Bobot sampel + silica disk sesudah dioven 105°C = 20,0861 gram (Z 2
gram)
(X1+Y1) - (Z1)
Kadar air (KA) I = x 100 %
Y1
173 - 70
KA I.1 = x 100 %
163
KA I = 63,2%
180-80
KA I.2 = x 100 %
170
KA I = 58,8%
Rata-rata KAI antara kelompok 32 dan kelompok 33 = 59,9%
DW = 100 % - KA I
DW = 100 % - 59,9%
DW = 40,1%

(X2+Y2) - (Z2)
Kadar air (KA) II = x 100 %
Y2

20, 1958-20,0861
KA II = x 100 %
1.0032
KA II = 10,9 %
DMDW = 100 % - KA II
DMDW = 100 % - 10,9 %
DMDW = 89,1% %
DMDW = 89,1 %
KA total = KA I + (KAII x DW)
KA total = 59,9 % + (10,9% x 40,1%)
KA total = 59,9 % + 4,37 %
KA total = 64,27 %
Penetapan kadar abu
Bobot silica disk kosong = 19,1926 gram (X)
Bobot silica disk + sampel sebelum dibakar 550°C = 20,0861 gram
Bobot silica disk + sampel setelah dibakar 550°C = 19,2656 gram (Z)
Berat sampel awal = 1,0032 gram (Y)
Z-X
Kadar abu (%)= x 100 %
Y
19,2656 - 19,1926
Kadar abu (%)= x 100 %
1,0032
Kadar abu (%)= 7,27 %

100
Kadar abu dalam BK= x kadar abu
DMDW
100
Kadar abu dalam BK= x 7,27 %
89,17
Kadar abu dalam BK= 8,16 %
Penetapan kadar serat kasar
Diketahui:
bobot sampel oven 105°C = 21, 4364 gram
bobot sampel setelah tanur = 21,2017 gram
bobot sampel awal = 1,0018 gram
bobot sampel oven 105 - bobot sampel tanur
×100
Kadar serat kasar = bobot sampel awal
= 21,4364 – 21,2017 x 100%
1,0018
= 23,43%
100
×23 , 43
Kadar serat kasar (BK) = 89,17
= 26,27%
Penetapan kadar protein kasar
Diketahui:
bobot sampel = 0,5139 gram (Z)
volume titrasi blanko = 0,3 mL (Y)
volume sampel titrasi =7 mL (X)
(X-Y)× N × 0,014 × 6,25 × 100%
Kadar protein kasar = Z
(8-0,2)× 0,1 × 0,014 × 6,25 × 100%
= 0,5030
= 13,568%
100
×13 ,568
Kadar protein kasar (BK) = 89,17
= 15,12%
Penetapan kadar lemak kasar
Diketahui:
bobot sampel sebelum ekstraksi = 1,0742 gram
bobot sampel setelah ekstraksi = 1,0594 gram
bobot sampel awal = 0,7050 gram
Kadar Ekstrak Eter =

bobot sebelum ekstraksi - bobot setelah ekstraksi


×100
bobot awal sampel
1,0742-1,0594
×100
= 0,7050
= 2,099%
100
×2, 099
Kadar ekstrak eter (EE) = 89,17
= 2,36%
Penetapan kadar Ekstrak Tanpa Nitrogen
ETN bahan kering
= 100 % – (% Kadar abu + % Kadar SK + % Kadar PK + %
Kadar EE)
= 100 % – (8,16+26,27+15,12+2,36)
= 47,9%

Anda mungkin juga menyukai