Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KLASIFIKASI BAHAN PAKAN SECARA INTERNASIONAL

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Matakuliah Dasar Nutrisi dan B. M. T.

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS

Oleh :

Wiwit Kurniasih (185050100111238)


Nadia Afidati (185050101111019)

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
KATA PENGANTAR
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Bahasa Indonesia
dengan judul “Klasifikasi Bahan Pakan Secara Internasional”. Hal ini didasarkan pada jenis-
jenis dari bahan pakan dan ransum yang akan diberikan kepada ternak, dilihat dari kualitas dan
kuantitas bahan pakan tersebut agar menunjang pertumbuhan dan perkembangan ternak yang
baik.

Saya menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu Saya menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas ini sebagaimana yang diharapkan.
2. Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS selaku dosen pengampu matakuliah Dasar Nutrisi dan B.
M. T. yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat berarti dalam
penyusunan makalah ini.
3. Teman-teman yang telah memberikan semangat dengan segenap bantuannya.

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu yang
terkait, pembaca serta masyarakat. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengharapkan
masukan dan arahan dari semua pihak guna perbaikan yang lebih baik.

Malang, 17 April 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pakan adalah suatu bahan pakan atau campuran bahan pakan yang dimakan
hewan atau ternak serta mengandung energi, protein, dan nutrien lainnya yang
dibutuhkan oleh hewan atau ternak lainnya. Bahan pakan diklasifikasikan berdasarkan
berbagai hal, antara lain: asal, bentuk fisik, standard internasional, kandungan nutrisi dan
kelazimannya.

Makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam
bentuk daun-daunan. Termasuk dalam kelompok hijauan ini meliputi bangsa rumput
(gramineae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka,
daun bamboo, daun waru dan lain sebagainya. Hijauan sebagai bahan makanan ternak
biasa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering.

Salah satu upaya yang dilakukan guna penyediaan bahan pakan sumber hijauan
secara berkesinambungan yang terjamin dalam hal kuantitas maupun kualitasnya dapat
dimulai dengan melakukan identifikasi pakan yang berada di daerah dimana akan
dilaksanakannya usaha pemeliharaan dan pengembangan ternak.

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengenal jenis-jenis hijauan hijauan (rumput dan legume serta
sumber protein pakan ternak dalam bentuk tepung) sebagai bahan pakan bagi ternak
khususnya ternak ruminansia.
2. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan bahan pakan secara kovensional dan
internasional dan memahami kandungan anti nutrisi yang terdapat dalam beberapa
bahan pakan
3. Melakukan identifikasi jenis hijauan (rumput dan legume yang ada di lingkungan
ternak atau kandang).

C. Manfaat
1. Mengetahui kandungan nutrient yang terdapat dalam pakan ternak tersebut,
2. Mengetahui zat-zat toksik yang terkandung dalam pakan hijauan dan leguminosa
yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya,
3. Mengetahui jenis-jenis pakan hijauan dan leguminosa yang dapat diberikan untuk
ternak, khususnya ternak ruminansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna sebagian atau seluruhnya
dan tidak berbahaya pada ternak. Rumput, hijauan kering, bekatul dan produk lain adalah bahan
pakan ternak. Tidak semua komponen bahan pakan dapat dicerna oleh hewan, sedangkan
komponen dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh hewan disebut zat makanan/pakan.
(Azkari, 2016)

Hijauan merupakan bahan pakan pokok ternak ruminansia yang pada umumnya
terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman bijibijian atau jenis
kacang-kacangan. (Riswandi, dkk. 2017)

Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat
dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan oleh ternak
dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Seperti halnya bahan pangan,
sumber utama bahan pakan berasal dari tumbuhan (nabati) dan hewan (hewani) baik sebagai
produk utama maupun hasil ikutan (limbah) pengolahan produk utama.

Kelaziman penggunaan suatu bahan sebagai bahan penyusun ransum ternak


melahirkan istilah bahan pakan konvensional dan nonkonvensional. Bahan pakan konvensional
adalah bahan pakan yang sudah umum atau biasa digunakan dalam penyusunan ransum dan
istilah bahan pakan nonkonvensional berarti bahan pakan yang jarang atau belum banyak
digunakan dalam penyusunan ransum. Pengelompokkan bahan pakan kedalam bahan pakan
nonkonvensional dapat berubah seiring tingkat pemanfaatannya dalam ransum.

Kandungan serat yang terkandung dalam bahan pakan sering dijadikan sebagai acuan
pengelompokkan bahan pakan menjadi konsentrat dan hijauan. Konsentrat dapat berasal dari
tanaman pangan beserta produk ikutannya (jagung, dedak, bungkil kedelai), dari hewan (tepung
ikan, tepung darah) dan atau dari proses fermentasi (protein sel tunggal). Hijauan berupa rumput-
rumputan dan kacang-kacangan baik dalam bentuk segar, kering maupun produk awetannya.

Tidak semua hijauan makanan ternak (HMT) atau biji cereal, dan tanaman lainya
yang ada disekitar dapat diberikan untuk pakan ternak kita. Ada sebagian yang membutuhkan
beberapa proses terlebih dahulu agar dapat diberikan ke ternak. Bahkan sebagian tidak boleh
diberikan sama sekali karena mempunyai kandungan racun.

Beberapa senyawa bisa menjadi tidak aktif dengan berbagai proses seperti pencucian,
perebusan atau pemanasan. Apabila panas digunakan untuk menginaktifkan senyawa antinutrisi
perlu dipertimbangkan agar tidak merubah kualitas nutrisi bahan pakan, tetapi ada beberapa
kejadian kalau digunakan panas yang ekstrim bisa juga berperan untuk membentuk senyawa
toksik.
Adanya senyawa anti nutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas dalam
penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan pengaruh yang
negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk kedalam tubuh.
Penggunaan bahan pakan yang mengandung antinutrisi harus diolah dulu untuk menurunkan atau
menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu dipertimbangkan nilai ekonomis dari pengolahan ini.
BAB III
PEMBAHASAN

Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna sebagian atau seluruhnya
dan tidak berbahaya pada ternak. Rumput, hijauan kering, bekatul dan produk lain adalah bahan
pakan ternak. Tidak semua komponen bahan pakan dapat dicerna oleh hewan, sedangkan
komponen dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh hewan disebut zat makanan/pakan.
(Azkari, 2016)

Berdasar sifat fisik dan kimia yang spesifik sesuai dengan kegunaannya maka bahan
pakan dapat diklasifikasikan menjadi delapan kelas. Kelas pertama terdiri dari hijauan kering dan
jerami kering, mengandung serat lebih dari 18% dan dinding sel kurang dari 35% dalam bahan
kering, sehingga rendah kandungan energi tersedia per unit bobot, contohnya hay hijauan jagung
dan hay hijauan legum. Kelas kedua terdiri dari hijauan segar dan jerami segar yaitu hijauan dan
jerami yang diberikan pada ternak dalam keadaan segar, contoh rumput segar, hijauan dan jerami
padi segar. Kelas ketiga terdiri dari silase meliputi hijauan pakan yang telah dipotong-potong dan
telah mengalami fermentasi, contoh silase rumput dan silase hijauan jagung. Kelas keempat
terdiri sumber energi, mengandung protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari
18%, dinding sel kurang dari 35% dalam bahan kering, contohnya dedak, minyak tanaman dan
lemak hewan. Kelas kelima terdiri dari sumber protein yang mengandung protein kasar lebih dari
20% dalam bahan kering, contoh tepung ikan dan tepung daging. Kelas keenam terdiri dari
sumber mineral yang disebut juga konsentrat mineral, contoh tepung tulang dan garam dapur.
Kelas ketujuh terdiri dari sumber vitamin yang disebut juga konsentrat vitamin, contoh minyak
ikan dan tablet vitamin C. Kelas kedelapan terdiri dari aditif pakan merupakan bahan non nutrien
berfungsi untuk memacu pertumbuhan, memacu produksi, memberi warna, memberi bau
ataupun pengisi, contoh zat pewarna, antibiotik, obat-obatan (Kamal, 1999).

Pakan ternak ruminansia terdapat dua golongan yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan
adalah pakan yang mengandung serat kasar tinggi sedangkan konsentrat mempunyai kadar serat
lebih rendah tetapi mudah dicerna, mengandung protein tinggi sehingga nilai gizinya lebih tinggi
dibanding hijauan (Williamson and Payne, 1993). Berdasarkan klasifikasi secara internasional
jenis bahan pakan dapat diklasifikasikan ke dalam 8 kelas utama.

A. Klasifikasi Bahan Pakan Secara Internasional


1. Kelas 1 : Hijauan Segar
Hijauan merupakan bahan pakan pokok ternak ruminansia yang pada umumnya
terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman bijibijian atau jenis
kacang-kacangan. (Riswandi, dkk. 2017)
Hijauan dapat didefinisikan sebagai bahan pakan dalam bentuk dedaunan, kadang
masih bercampur dengan dedaunan dan batang, ranting dan kembang. Umumnya berasal dari
tanaman sejenis rumput dan diberikan dalam keadaan segar. Hijauan biasanya diperuntukan
untuk ternak ruminansia bersifat bulky dan mempunyai bobot ringan per unit, dan kandungan
dinding selnya tinggi (25-30% dalam bahan kering).
Rumput mengandung semua zat-zat makanan seperti air, lemak, bahan ekstrak tanpa
N, serat kasar, mineral, dan vitamin. Rumput dapat dijadikan bahan pakan sempurna jika
memenuhi syarat yaitu mempunyai manfaat tinggi sebagai bahan pakan yang dapat dicerna
oleh alat pencernaan dan tersedia dalam keadaan cukup (Lubis, 1992).

Gambar 1. Hijauan Pakan Ternak (www.google.com)

2. Kelas 2 : Jerami kering dan hijauan kering (Hay)


Jerami kering merupakan tanaman sisa hasil pertaniaan yang sudah diambil hasil
utamanya berupa bahan pangan (misalnya: jerami padi, jerami kacang hijau, jerami kacang
tanah). Hijauan kering merupakan hijauan pakan yang sengaja dipanen dalam kondisi segar
dan kemudian dikeringkan dengan tujuan memperpanjang masa simpan dan mengurangi
resiko kerusakan terhadap rumput atau legum selama proses penyimpanan. Hay merupakan
salah satu metode pengawetan pakan hijauan yang cukup sederhana. Prinsip dari pembuatan
hay adalah menurunkan kadar air dalam hijauan pakan sehingga aktivitas metabolisme dalam
bahan pakan tersebut akan berhenti.

Gambar 2. Jerami (www.google.com)

3. Kelas 3 : Silase
Silase merupakan hijauan yang sengaja dipanen dalam kondisi segar dan difermentasi
secara terkontrol dalam kondisi anaerob atau hampa udara. Silase merupakan salah satu jenis
pakan awetan dalam kondisi asam karena adanya proses fermentasi. Kondisi asam yang
terjadi pada bahan pakan ini disebabkan karena adanya fermentasi oleh bakteri asam laktat
(BAL), sehingga kondisi pH pada bahan pakan menjadi turun.

Gambar 3. Silase

4. Kelas 4 : Sumber energi


Bahan pakan sumber energi adalah jenis bahan pakan yang memiliki kandungan
protein kasar kurang dari 20 % serat kasar kurang dari 18% , dan dinding sel kurang dari
35%. Bahan pakan kelas ini umunya berasal dari bahan sisa atau hasil samping dari industri,
sebagai contoh bahan pakan sumber energi adalah dedak, pollard, ketela pohon dan molasses.

Gambar 4. Dedak

5. Kelas 5 : Sumber protein


Bahan pakan yang termasuk dalam kedalam bahan pakan sumber protein adalah
seluruh bahan pakan yang memiliki kandungan protein kasar 20% atau lebih dan kandungan
serat kasar kurang dari 18%. Bahan pakan sumber protein ini biasanya berasal dari bahan sisa
industri yang telah melalui proses ekstraksi dan telah diambil kandungan minyaknya,
sehingga kandungan fraksi protein kasar megalami peningkatan. Contoh bahan pakan sumber
protein yang merupakan sisa dari industri adalah bungkil kedelai, bungkil kelapa sawit,
bungkil kopra, bungkil kapuk dan DDGS (dried distillers grains with solubles).
Gambar 5. Bungkil kedelai (www.google.com)

6. Kelas 6 : Sumber mineral


Bahan pakan sumber mineral merupakan bahan pakan yang memiliki kandungan
utama berupa unsur mineral. Bahan pakan ini biasanya digunakan untuk mencukupi
kandungan mineral dalam suatu ransum pakan. Contoh dari bahan pakan sumber mineral
adalah batu kapur (CaCO3) dan tepung tulang yang berfungsi sebagai sumber kalsium (Ca)
dan fosfor (P) yang sangat dibutuhkan oleh ternak terutama dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan.

Gambar 6. Cangkang telur

7. Kelas 7 : Sumber vitamin


Bahan pakan sumber protein merupakan bahan pakan yang dikhususkan untuk
mencukupi kebutuhan protein pada ternak. Bahan pakan sumber protein ada yang hanya
mengandung satu jenis vitamin saja ataupun yang mengandung berbagai macam jenis
vitamin. Bahan pakan sumber protein antara lain tablet vitamin B-1, tablet vitamin C, vitamin
B kompleks dan minyak ikan.vitamin. Bahan pakan sumber protein antara lain tablet vitamin
B-1, tablet vitamin C, vitamin B kompleks dan minyak ikan.
Gambar 7. Vitamin B Kompleks

8. Kelas 8 : Aditif
Bahan pakan aditif adalah bahan pakan tambahan yang tidak memiliki kandungan
nutrient. Bahan pakan aditif ini digunakan dalam jumlah tertentu pada ransum ternak.
Pengguaan bahan pakan aditif ini memiliki tujuan tertentu seperti halnya untuk
menambahkan warna pada suatu bahan pakan sehingga dapat meningkatkan palatabilitas
ternak. Penggunaan bahan pakan aditif ini juga dimaksudkan untik meningkatkan
produktifitas ternak, sebagai contohnya adalah penggunaan antibiotik, probiotik, dan
prebiotik.

B. Beberapa Jenis Bahan Pakan yang Sering Digunakan

1. Bahan Pakan Serat


Rumput gajah (Pennisetum purppureum). Sistematika rumput gajah menurut Soedomo
Reksodiprojo (1985) adalah berasal dari phillum Spermatophyta, Sub fillum Angiospermae,
Classis Monocotyledoneae, Ordo Glumiflora, Familia Graminae, Sub familia Panicoideae,
Genus Pennisetum dan Spesies Pennisetum purpureum.

Pennisetum purpureum mempunyai istilah berbeda di setiap negara. Inggris


menyebutnya Elephant grass, Napier grass dan Uganda grass. Spanyol dikenal dengan nama
Pasto elefante. Sedangkan Indonesia terkenal dengan sebutan rumput gajah
(Reksohadiprodjo, 1985). Rumput gajah berasal dari Afrika daerah tropik, parennial, dapat
tumbuh setinggi 3 sampai 4,5 meter, bila dibiarkan tumbuh bebas, dapat setinggi 7 meter,
akar dapat sedalam 4,5 meter. Berkembang dengan rhizoma yang dapat sepanjang 1 meter.
Panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai 35 mm (Reksohadiprodjo, 1985).

Di Asia Tenggara rumput ini dipanen oleh para petani dengan cara memotong seluruh
pohonnya dan diberikan sepada ternak khususnya kerbau dan sapi, baik sapi paran (diikat)
atau sapi yang dikandangkan (Monnetje dan Jones, 2000). Rumput gajah merupakan
tumbuhan yang memerlukan penyinaran yang pendek dengan fotoperiode kritis antara 12-13
jam, namun kelangsungan hidup serbuk sari sangat kurang dan hal inilah yang menjadi
penyebab utama dari penentuan biji yang lazimnya buruk. Di samping itu kecambahnya lama
dan lemah. Oleh karena itu rumput ini ditanam secara vegetatif. Jika ditanam dengan kondisi
yang baik, bibit vegetatif akan tumbuh dengan cepat dan akan mencapai ketinggian beberapa
meter dalam waktu dua bulan (Mannetje dan Jones, 2000).

Nilai pakan pada rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan jumlah daun terhadap
batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil penen yang diadakan secara teratur
berkisar antara 2-4 %. Daun-daun muda nilai konsumsinya diperkirakan 70%, tetapi angka
ini menurun drastis setelah berumur (tua). Untuk mendapatkan hasil dan ketahanan yang
tinggi, rumput ini ditanam dengan pengairan yang teratur dan pemupukan yang cukup, dan
pembuangan nutrien setiap bahan kering adalah nitrogen 10-30 kg, fosfat 2-3 kg, kalium 30-
50 kg, kalsium 3-6 kg, magnesium dan sulfur 2-3 kg (Mannetje dan Jones, 2000).

Komposisi kimia Pennisetum purpureum yaitu kadar abu 15,4%; kadar ekstrak eter
(EE) 2,3%; kadar serat kasar (SK) 33,1%; kadar BETN 40,0%; kadar protein kasar (PK),
bahan kering segar (BK) 28%; bahan kering (BK) kering 86% (Hartadi et al., 1997).

Rumput Raja. Rumput Raja (Pennisetum purpuphades). Rumput raja merupakan


persilangan antara Pennisetum purpureum dengan Purpureum thypoides. Menurut
Reksohadiprodjo (1994) sistematika rumput raja adalah sebagai berikut :

Phyllum : Spermatophyta

Sub Phyllum : Angiospermae

Classis : Monocotyledonea

Ordo : Glumiflora

Familia : Graminae

Sub familia : Panicoideae

Genus : Pennisetum

Spesies : Pennisetum purpuphades

Pennisetum hybrida

Dibandingkan dengan rumput gajah (Pennisetum purpureum) rumput raja memiliki


beberapa keunggulan, antara lain tumbuh lebih cepat, tunas yang lebih banyak, produksi
lebih tinggi serta batang dan serat lebih rendah. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan
bahwa rumput raja menghasilkan hijauan segar sebanyak 1076 ton/ha/tahun, atau sebanding
dengan 110 ton BK, yang mana kadar protein kasarnya (PK) 13,5%. Produksi BK rumput
raja yang ditanam dengan posisi tegak, miring dan rebah tidak berbeda nyata yaitu masing-
masing 872,3; 998,3; dan 971,0 g/m2 (Siregar, 1991).

Turi (Sesbania grandiflora). Tanaman ini termasuk dalam famili leguminosa dan
dikenal dengan nama lokal sebagai turi. Tanaman ini merupakan jenis tanaman legume
pohon dan sering digunakan sebagai tanaman pagar untuk melindungi tanaman utama dan
juga untuk penahan tanah dari longsor.

Gamal (Gliricidae maculata). Tanaman ini termasuk legume dan sering disebut
Gamal, merupakan salah satu jenis tanaman atau leguminosa pohon yang sering digunakan
sebagai pohon pelindung tanaman kakao. Di beberapa daerah penghasil lada, pohon gamal
digunakan sebagai tiang panjat tanaman lada. Tanaman leguminosa merupakan hijauan
pakan yang produksinya berkesinambungan dan memiliki nilai lebih dalam kandungan
protein, mineral dan vitamin sehingga dapat mengatasi kendala ketersediaan pakan sepanjang
tahun. Gamal dapat dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak kambing maupun pakan
campuran melalui proses pelayuan. Data menunjukkan bahwa gamal kaya akan protein (23%
CP) dan kalsium (1,2%). Kandungan seratnya tinggi (45% NDF) yang membuatnya sangat
bagus sebagai sumber hijauan 2 untuk ternak ruminansia. Tanaman ini mengandung mineral
dalam jumlah yang cukup (kecuali fosfor dan tembaga) untuk memenuhi kebutuhan ternak di
daerah tropis. Komposisi kimia gamal berdasarkan bahan kering adalah sebagai berikut :
Bahan Kering (%) 90,5, TDN (%) 63,40, DE (Mkal/Kg) 2,80 , ME (%) 2,29 , Serat Kasar
(%) 24,00 Protein Kasar (%) 23,62 , Kadar Abu (%) 9,81, Ca (%) 2,35, P (%) 0,35 (Haryanto
et al, 1997).

Lamtoro (Leucaena leucocepala). Lamtoro merupakan salah satu jenis legume yang
hanya dijumpai di daerah tropis dan sangat potensial sebagai pakan ternak. Hal ini
dikarenakan tanaman lamtoro mempunyai sifat cepat tumbuh, kuat, tahan kering dan dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang kurang subur, palatabel dan produksinya tinggi.
Pemanfaatan lamtoro untuk makanan ternak dibatasi karena adanya senyawa beracun yang
dikenal dengan nama mimosin. Racun ini dapat menyebabkan kerontokan bulu dan
menghambat pertumbuhan ternak. Tepung daun lamtoro sangat baik untuk bahan pakan
ternak karena produksi bahan kering dan protein kasar cukup tinggi, kaya vitamin A dan
kecernaan bahan keringnya tinggi (Soejono, 1983). Kandungan mimosin lamtoro dapat
dikurangi, diantaranya dengan pemisahan daun lamtoro dengan bijinya dan penggilingan
daun lamtoro, sehingga akan menghasilkan tepung daun lamtoro dengan kadar mimosin
rendah (Tangenjaya et al., 1983). Menurut Utomo (1996), tepung daun lamtoro adalah daun
lamtoro yang dibuat tepung dengan cara penumbukan atau penggilingan daun lamtoro yang
telah dikeringkan. Komposisi kimia daun lamtoro menurut Hartadi et al. (1990) adalah 85%
BK; 23,7% PK; 18% SK; 5,8% EE; 6,3% abu; 46,2% BETN dan 71% TDN.

Kleci (kulit kedelai). Kulit kedelai adalah produk sampingan kedelai pada produksi
minyak dan bungkil kedelai. Kulit kedelai mengandung aktivitas urease yang dapat
menimbulkan masalah pada pakan yang mengandung urea, tetapi proses pemanasan dapat
menghancurkannya. Kulit kedelai produk sisa dari pembuatan minyak dan bungkil kedelai
yang telah dipanaskan disebut sisa-sisa penggilingan kedelai. Komposisi kimia kulit kedelai
antara lain DM 91%, CP 10%, fat 2%, CF 36%, NDF 61,1%, ADF 45,5%, Ca 0,45%, P
0,45%, TDN 0,16%, sedangkan pada DM 100%, CP 11%, fat 2,2%, CF 39,6%, NDF 67,2%,
ADF 50%, Ca 0,49%, P0,18%, TDN 0,78%. Jenis pakan ini juga sering disebut soybean
hulls, soybean flakes, atau soybean mill run. Pakan ini cukup lezat untuk sapi dan pedet.
Kandungan TDN sedikit lebih banyak dibandingkan TDN pada bubur bit dan oat, yaitu 93%
nilai TDN barley dan 88% nilai TDN jagung. Kulit kedelai dapat dicampurkan pada biji-
bijian sebesar 45% atau diberikan sebanyak 6,5 kg per ekor per hari. Teksturnya yang kasar,
pemberian di atas 5,5 kg harus diberikan dengan hati-hati (Agus, 2008).

2. Bahan pakan konsentrat sumber energi Bekatul


Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi. Bekatul merupakan
lapisan terluar dari beras yang terlepas pada saat proses penggilingan yang terdiri atas
aleuron, edosperm dan germ Hartadi et al. (2005), menyatakan bahwa bekatul mengandung
6% serat kasar, 12,4% ekstrak eter, 58,6% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 14% protein kasar,
dan 9% abu. Bekatul merupakan hasil sampingan atau limbah dari proses penggilingan padi.
Menurut hasil penelitian bahwa kurang lebih 8 sampai 8,5% dari berat padi adalah bekatul.
Nutrien yang terdapat dalam bekatul adalah protein kasar 9 sampai 12%, pati 15 sampai 35%,
lemak 8 sampai 12% serta serat kasar 8 sampai 11%. Kandungan serat kasar yang lebih
tinggi dari pada jagung atau sumber energi yang lain menyebabkan bekatul diberikan dalam
jumlah yang terbatas tergantung pada jenis ternaknya. Untuk menghindari serangga dan bau
tengik sehingga kualitas bekatul tidak berkurang sebaiknya bekatul dijemur terlebih dahulu
selama 3 sampai 4 hari. Berikut disebutkan komposisi kimia bekatul antara lain DM 86%, CP
12%, fat 10,7%, CF 5,2%, NDF 6,8%, ADF 4,3%, Ca 0,04%, P 1,27%, TDN 73%. Sebagai
komoditi yang cukup terbatas ketersediaannya karena tergantung pada musim panen padi
serta menjadi kebutuhan utama bagi peternak yang membuat pakan campuran sendiri
sehingga mendorong tingginya harga jual bekatul di pasaran. Hal demikian tersebut
dimanfaatkan para penjual maupun pengepul bekatul untuk memanipulasi isi katul tersebut
sehingga akan dapat keuntungan yang lebih banyak lagi. Ada beberapa bahan yang sering
digunakan untuk memanipulasi bekatul seperti sekam giling, limestone, zeolite, dan limbah
tepung tapioka atau onggok (Agus, 2008). Menurut Sudarmono (2003) bekatul hampir mirip
dengan dedak lunteh, terdiri atas kulit beras dalam jumlah besar dan sedikit pecahan kulit
gabah, tetapi kulit berasnya jauh lebih banyak daripada dedak lunteh.

Pollard. Pollard merupakan hasil samping dari proses penggilingan gandum. Pollard
adalah limbah hasil penggilingan gandum dan merupakan campuran wheat midding dan
dedak gandum (Haryati dan Tangengjaja, 1993). Wheat midding yang merupakan partikel
halus dari dedak gandum terdiri dari lapisan kulit ari terluar (perikap) dari gandum
(Ensminger et al., 1990). Dari pabrik terigu diperoleh hasil ikutan berupa dedak gandum.
Dedak gandum ini menurut pabrik Bogasari Flour Mills dibagi menjadi dua macam yaitu
dedak kasar (bran) dan dedak halus (pollard) (Kiroh, 1992). Pollard merupakan hasil
sampingan tepung gandum dan bentuknya berupa pecahan gandum. Komposisi kimia pollard
antara lain DM 86%, abu 4,2%, Ekstrak Eter 45%, SK 6,6%, BETN nitrogen 14,1%, PK
16,1% (Hartadi et al, 2005). Dedak terigu mempunyai kandungan protein 15% dengan
kandungan energi metabolis sebesar 1300 kcal/kg. Akan tetapi, kandungan serat kasarnya
cukup tinggi dan kandungan lemaknya rendah, serat kasar yang terkandung 10% dan lemak
4%. Melihat kandungan nutrisinya ini jelas dedak terigu sangat baik untuk makanan ayam
(Rasyaf, 2005).

Sisa-sisa penggilingan gandum biasanya memiliki kandungan serat kasar yang lebih
rendah daripada dedak gandum, sedangkan nilai TDN lebih rendah dibandingkan middlings
(gandum ukuran sedang) (Agus, 2008).

Onggok. Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tepung tapioka. Onggok
dapat diartikan sebagai ampas dari ketela yang telah diambil patinya untuk dijadikan tepung
tapioka. Lubis (1963) menyatakan bahwa onggok merupakan hasil sampingan pembuatan
tepung tapioka yang berasal dari ketela pohon. Menurut Hariyati (1983), onggok atau ampas
cassava merupakan hasil samping dari pembuatan tepung tapioka dengan susunan gizi 32%
BK; 2,4% PK; 84% ETN; 2,5% SK dan 5% abu, sehingga onggok dalam pemakaian sebagai
campuran dalam pakan perlu diingat akan bentuk fisiknya, oleh karena itu bentuk fisik dari
onggok ini halus dan berdebu, maka untuk memperbaiki fisik onggok tersebut dapat
dicampur dengan molasses (tetes) sehingga merupakan campuran onggok-tetes, selain itu
juga menaikkan palatabilitas.

Sitematika dari cassava adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classes : Synpetalae
Ordo : Solanaceae
Famillia : Euphorbiceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculata (Kay, 1973).
Cassava atau tapioka dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak,
karena mengandung nilai metabolic energy yang cukup tinggi dan banyak terdapat di
Indonesia, namun perlu diketahui bahwa bahan pakan ini mempunyai kadar protein asam
amino essensial dan vitamin yang rendah dan adanya racun HCN yang dapat menyebabkan
keracunan pada ternak (Vogt, 1969).

Ada dua macam varietas cassava, yaitu varietas manis dan varietas pahit, dimana
varietas pahit mengandung Glycosida linamarin lebih tinggi daripada varietas manis. Cassava
dapat dihindarkan racunnnya dengan jalan menghilangkan kulitnya, lalu dimasak atau
dijemur pada panas matahari (Gohl, 1981). Komposisi kimia daun cassava menurut Hartadi
et al (1990) adalah 26 % BK; 20,0 % PK; 21,2 % SK; 3,8 % EE; 10,8 % abu; 44,2 % BETN
dan 71 % TDN.

Gaplek. Gaplek merupakan bahan pakan yang berasal dari ketela (Manihot sp) yang di
panen dan dikeringkan. Hartadi et al. (2005) menyatkan bahwa gaplek mengandung 3,7%
serat kasar, 4,6% ekstrak ether, 83,4% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 4,6% protein kasar, dan
3,7% abu.

Jagung. Jagung adalah butiran jagung yang merupakan hasil utama tanaman jagung.
Jagung sering disebut the king of cereal atau the golden grain, hal ini karena jagung
mempunyai nilai nutrien yang tinggi. Jagung mempunyai sifat antara lain palatabel, serat
kasar rendah dan nilai kecernaannya tinggi yaitu TDNnya sekitar 80%. Nilai energi jagung
digunakan sebagai standar untuk membandingkan dengan energi dari bahan pakan butiran
lain. Bila energi jagung diberi 100 ternyata nilai energi butiran yang lain adalah kurang dari
100. Penggunaan jagung sebagai pakan dapat diberikan ternak dalam keadaan masih dalam
bentuk bulir utuh, sudah digiling kasar, digiling kasar bersama tongkol dan masih dalam
keadaan segar bersama tongkolnya (Zuprizal dan Kamal, 2005).

Jagung berperan penting dalam penyusunan pakan unggas karena bahan pakan ini
merupakan sumber energi yang baik. Ada beberapa jenis jagung yang dikenal di Indonesia,
yaitu jagung merah, jagung kuning, dan jagung putih. Untuk bahan pakan unggas sebaiknya
dipilih jenis jagung kuning atau agak merah karena jenis ini mengandung karoten provitamin
A cukup tinggi (Rasidi, 2000).

Di Indonesia dikenal beberapa jenis jagung yaitu jagung kuning, jagung putih dan
jagung merah. Jenis yang paling digunakan adalah jagung kuning karena mengandung
karoten pro vitamin A yang cukup tinggi. Jagung mempunyai kandungan protein rendah dan
beragam dari 8 sampai 13%, tetapi kandungan serat kasarnya rendah (3,2%) dan kandungan
energi metabolismenya tinggi (3130 kkal/kg). Oleh karena itu jagung merupakan sumber
energi yang baik. Kandungan serat kasarnya rendah memungkinkan jagung digunakan dalam
tingkat yang lebih tinggi. Jagung juga mempunyai kandungan asam linoleat yang baik dan
juga sumber asam lemak esensial yang baik. Biji jagung mengandung energi yang cukup
tinggi tetapi rendah protein, serat, dan mineral. Kandungan protein dan serat kasar jagung
lebih rendah dibandingkan pada barley, oats, dan gandum. Jagung adalah pakan yang cukup
lezat dan dapat dicampur pada campuran biji-bijian sebagai sumber energi utama. Komposisi
kimia biji jagung kuning giling antra lain DM 89%, CP 8,9%, fat 3,8%, CF 2,3 %, NDF
8,0%, ADF 2,6%, Ca 0,02%, P 0,26%, dan TDN 75,6%. Nilai energi dari biji jagung untuk
sapi perah dipengaruhi oleh lamanya proses pengolahan. Jagung giling memiliki kadar energi
yang jauh lebih tinggi daripada jagung yang dihancurkan. Jagung utuh memiliki kadar energi
yag lebih rendah dari jagung yang dihancurkan dan cenderung menjadi manure (kotoran
hewan bercampur sisa-sisa makanan) sebelum dicerna. Jagung-jagung dengan kadar lisin
tinggi adalah jagung yang mengandung lisin, triptofan, dan protein kasar total lebih tinggi
daripada yang terdapat pada jagung kuning normal (Agus, 2008).

3. Bahan pakan konsentrat sumber protein Bungkil kedelai


Bungkil kedelai merupakan hasil samping dari indutrsi pengolahan kedelai. Bungkil
kedelai diperoleh dari hasil ekstraksi kedelai biji kedelai guna diperoleh miyak kedelai.
Menurut Hartadi et al. (2005), bungkil kedelai mengandung 6,2% serat kasar, 5,7% ekstrak
ether, 30,8% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 48% protein kasar, dan 9,3% abu.

Bungkil kedelai merupakan hasil ikutan pembuatan minyak kedelai. Bungkil kedelai
sebagai bahan pakan sumber protein asal tumbuhan yang belum dapat digantikan oleh bahan
sejenis lainnya. Kandungan protein bungkil kedelai berkisar antara 44 sampai 51%.
Beragamnya kualitas bungkil kedelai selain disebabkan oleh perbedaan kualitas kedelai, juga
disebabkan oleh macam proses pengambilan minyak. Bungkil kedelai merupakan bahan
pakan sumber dwiguna, sebagai sumber protein dan sumber energi (Agus, 2007).

Bungkil kedelai adalah salah satu bahan pakan konsentrat protein nabati yang sangat
baik. Kandungan asam amino esensialnya mendekati asam amino esensial dari protein susu
kecuali metionin dan lisin (rendah), sumber vitamin B kecuali vitamin B12 yang sangat
rendah yaitu tidak seperti yang terkandung dalam konsentrat protein hewani. Secara umum
bungkil kedelai mempunyai kelebihan yaitu kecernaannya tinggi, bau sedap dan dapat
menaikkan palatabilitas ransum (Zuprizal dan Kamal, 2005).

Menurut Suprijatna et al (2005) tepung bungkil kedelai merupakan bahan pakan


sumber protein nabati terbaik dibandingkan sumber lain. Kandungan proteinnya 41 sampai
50%. Namun, kandungan kalsium, fosfor, karoten dan vitamin D-nya rendah. Bungkil kacang
kedelai unsur pembentuk ransum, sebaiknya ini tidak digunakan secara bersama-sama
dengan bungkil kacang tanah, karena kedua bahan ini sama-sama miskin asam amino,
khususnya methionin (Sudarmono, 2003). Bungkil kedelai memiliki komposisi kimia antara
lain DM 86%, abu 3,6%, ekstrak eter 45%, SK 5,1%, BETN nitrogen 78%, PK 45% (Hartadi
et al., 2005).

Biji kedelai adalah biji-bijian yang tertinggi kandungan proteinnya, yaitu ± 42 %.


Sewaktu panen biji kedelai masih cukup tinggi kandungan airnya, oleh karena itu perlu
diturunkan lagi kandungan airnya (<15 %) agar dapat tahan lama disimpan. Bila digunakan
sebagai bahan pakan perlu digiling terlebih dahulu agar mudah dicampur dengan bahan
pakan butir-butiran yang juga sudah digiling. Bagi ternak ruminansia, penggunaan biji
kedelai tidak diperlakukan terlebih dahulu, tetapi bagi ternak non ruminansia (babi muda dan
unggas) perlu adanya perlakuan pemanasan pada suhu 115 oC selama 10 menit agar
antikualitas (anti tripsin atau trypsin inhibitor) yang disebut soyin menjadi tidak aktif,
sehingga tidak mengganggu proses pencernan protein (Kamal, 1998).

Menurut Kamal (1998) bungkil kedelai adalah salah satu bahan pakan konsentrat
protein nabati yang sangat baik. Kandungan asam amino esensialnya mendekati asam amino
esensial dari protein susu, glisinnya cukup tinggi kecuali metionin dan lisinnya rendah,
sumber vitamin B kecuali vitamin B12 yang sangat rendah yaitu tidak seperti terkandung di
dalam konsentrat protein hewani. Sebagai standar, bungkil kedelai mengandung protein kasar
50 % untuk yang berasal dari kedelai tanpa kulit biji sebagai pakan ayam pedaging dan 44 %
untuk yang berasal dari kedelai yang masih mengandung kulit biji digunakan untuk pakan
babi. Kelebihan bungkil kedelai sebagai ransun adalah kecernaan tinggi, bau sedap dan
menaikkan palatabilitas ransum.

Bungkil kopra. Bungkil kopra merupakan hasil samping dari pembuatan minyak
kelapa. Daging buah yang telah mengalami esktraksi dinamakan bungkil kopra. Menurut
Hartadi et al. (2005), bungkil kopra mengandung 12,1% serat kasar, 10,2% ekstrak eter,
49,7% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 21,6% protein kasar, dan 6,4% abu.

Tepung ikan. Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein yang berasal dari
bahan hewani. Tepung ikan sering digunakan untuk mencukupi kebutuhan protein pada
ransum unggas dan non-ruminansia. Menurut Hartadi et al. (2005), bungkil kopra
mengandung 12,1% serat kasar, 10,2% ekstrak ether,49,7% bahan ekstrak tanpa nitrogen,
21,6% protein kasar, dan 6,4% abu.

Tepung ikan dibuat dari hasil sisa pada pembuatan minyak ikan dan hasil sisa industri
ikan dari berbagai macam ikan laut dan ikan darat sisa yang sudah tidak dijual untuk
dikonsumsi manusia. Tepung ikan ini adalah konsentrat sumber protein hewani yang banyak
digunakan untuk ternak non ruminansia terutama unggas. Pembuatan tepung ikan pada
umumnya dilakukan dengan cara memasak ikan terlebih dahulu, setelah itu dipres untuk
menghilangkan minyak dan air yang terkandung di dalamnya. Rata-rata kandungan protein
kasarnya bervariasi dari 50 sampai 70%, kandungan lemak kasarnya antara 2 sampai 12%,
tergantung dari proses yang dilakukan. Penggunaan tepung ikan dalam ransum babi adalah
sekitar 7%, sedangkan untuk ternak unggas dalam masa pertumbuhan kurang lebih 10%,
masa akhir ayam pedaging sekitar 8% dan 5 sampai 6% untuk masa produksi telur.
Penggunaan tepung ikan dalam kadar yang tinggi mengakibatkan bau amis pada produk
daging atau produk telurnya (Agus, 2007).

Tepung ikan pada dasarnya sangat kaya akan asam amino, khususnya asam amino lisin
bila dibanding dengan sumber protein lainnya, misalnya bungkil kedelai, sedangkan
kandungan asam-asam lemak sangat tergantung dari jenis ikannya. Seperti halnya tepung
ikan lemuru (sardine) sangat kaya akan asam lemak omega-3. Kandungan garam (NaCl) dari
tepung ikan sangat tergantung dari proses pembuatannya, tepung ikan-tepung ikan yang
diproduksi secara industri relatif kecil berkisar antara 1,3 sampai 4%. Berikut disebutkan
kandungan nutrien dari tepung ikan impor yang sering digunakan dalam pakan ternak unggas
antara lain protein 62,2%, air 8,8%, lemak 8,9%; serat kasar 0,8%, abu 20,2%, lisin 4,04%
dan metionin 1,61% (Zuprizal dan Kamal, 2005).

Dried destiler grain with soluble (DDGS). Dried destiler grain with soluble
merupakan hasil samping pembuatan ethanol yang berasal dari jagung.

Bungkil kelapa sawit. Bungkil kelapa sawit merupakan hasil samping dari ekstraksi
minyak sawit. Bungkil kelapa sawit banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak khususnya
ruminansia. Bungkil kelapa sawit memilki kandungan bahan kering 86%, abu 5,6%, lemak
kasar 9,4%, serat kasar 16,9%, BETN 41,2% dan protein kasar 12,9%.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Ali. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Badian Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Ardana Media. Yogyakarta.

Melia, N. 2014. Laporan Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum “Klasifikasi Bahan
Pakan” Oleh Kelompok IV. Diakses tanggal 17 April 2017

Riswandi, A. Imsya, S. Sandi, A. S. S. Putra. 2017. Evaluasi Kualitas Fisik Biskuit Berbahan
Dasar Rumput Kumpai Minyak dengan Level Legum Rawa (Neptunia Oleracea Lour) yang
Berbeda. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Vol 6 (1): 1-11

Anda mungkin juga menyukai