Anda di halaman 1dari 16

Contract Farming atau Kelembagaan

MASALAH YANG DIHADAPI KELOMPOK PETERNAK DALAM


MENGEMBANGKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH

(Studi Kasus Kelompok Peternak Sapi Perah, di Desa Pangalengan


Kabupaten Bandung Jawa Barat)

PROPOSAL PRAKTIKUM LAPANGAN

Disusun Oleh:

Kelompok 3 :

Anju Moreno Ambarita 200110140025


Fauziah 200110150012
Noldy David Panjaitan 200110150036
Anggita Septy R 200110150073
Albertus Danang S 200110150110
Reza Nurul Hidayat 200110150131
M Axl Pratama Adji 200110150204
Reynaldi Setiasa S 200110150244
M Nurdin Simanullang 200110150287

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SubhanahuwaTa’ala karena hanya dengan

berkat rahmat dan hidayah-Nya peyusunan proposal berjudul ” Masalah Yang

Dihadapi Kelompok Peternak Dalam Mengembangkan Usaha Ternak Sapi Perah

(Studi Kasus Kelompok Peternak Sapi Perah, di Desa Pangalengan Kabupaten

Bandung Jawa Barat)” dapat diselesaikan. Usulan proposal ini dibuat sebagai

salah satu syarat untuk melaksanakan Praktikum Lapangan yang akan

dilaksanakan pada hari kamis tanggal 26 April 2018 di Kabupaten Pangalengan.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh

pihak yang telah memberikan sumbangan pemikiran, tenaga, serta hari waktu

yang telah diberikan dalam menyelesaikan proposal ini. Penulis mengucapkan

terimakasih kepada Prof. Dr. Drs. Ir. H. M. Munandar Si,MS., Dr. Ir. Hj. Lilis

Nurliani, M.Si., dan Mochamad Ali Mauludin, S.Pt., M.Si.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan

dalam penulisan proposal ini, maka dari itu penulis menginginkan kritik dan saran

untuk menyempurnakan proposal ini.

Sumedang, April 2018

Penulis
I

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang

Pengembangan usaha sapi perah mempunyai potensi yang sangat tinggi,

karena permintaan akan produk susu dari tahun ke tahun terus meningkat, sejalan

dengan semakin meningkatnya taraf hidup masyarakat dan pemahaman

pentingnya nilai gizi susu. Beberapa propinsi di Indonesia tercatat memiliki ternak

sapi perah. Konsentrasi terbesar dari produksi ternak sapi perah terdapat di pulau

jawa. Sebagian besar (90%) kondisi produksi susu sapi perah di Indonesia saat ini,

dihasilkan oleh usaha peternakan sapi perah rakyat yang sistem pemeliharaannya

masih bersifat tradisional dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah produktif per-

peternak. Berdasarkan skala usaha tersebut maka usaha ternaknya dinilai kurang

ekonomis karena keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan susu hanya

cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok saja. Skala usaha dinilai

efisien jika kepemilikannya berkisar 5-7 ekor (Dirjen Peternakan, 2008).

Rendahnya tingkat pendapatan peternak semata-mata disebabkan oleh

keterbatasan modal dan masih rendahnya penggunaan teknologi peternak yang

dimilikinya sehingga menyebabkan usaha ini tidak efisien. Beberapa peternak

juga terpaksa menjual ternaknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan

apabila hal tersebut terus berlangsung maka upaya dalam peningkatan skala usaha

peternak sapi perah pun akan terhambat.


2

Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan

kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja nasional.

Menurut data Depnakertrans, tahun 2005, sektor ini menyediakan pekerjaan bagi

41,8 juta jiwa atau 44,04% dari total tenagakerja nasional. Akan tetapi petani yang

bekerja di sektor tersebut didominasi oleh rumah tangga yang sangat lemah dalam

berbagai bidang, seperti keterbatasan dalam menguasai aset produktif, modal

kerja, posisi tawar dan kekuatan politik ekonomi sehingga tidak dapat

berkembang secara mandiri dan dinamis. Jumlah penduduk miskin di Indonesia

didominasi oleh masyarakat pedesaan yang mayoritas bermata pencaharian

sebagai petani, peternak dan nelayan. Sementara di pihak lain peluang-peluang

baru untuk meningkatkan sektor pertanian lebih banyak berpihak pada preses

produksi dan pemasaran berskala besar. Kondisi tersebut mengakibatkan

bertambah rumitnya sistem produksi dan pemasaran yang dihadapi oleh petani,

peternak dan nelayan berskala kecil. Khususnya dalam bidang peternakan terdapat

berbagai masalah yang dihadapi misalnya rendahnya kepemilikan modal,

peralatan yang masih sederhana dan terbatas, kurangnya industri pengolahan dan

sulitnya aspek pemasaran, yang membuat peternak tidak mampu menghasilkan

produk yang bernilai dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, peternak

memerlukan bantuan dan perlindungan dari banyak pihak, baik pemerintah

maupun swasta dalam menyelesaikan masalah tersebut. Untuk memberdayakan

peternak dalam posisi tawar dapat dilakukan antara lain dengan membentuk

kelembagaan yang merupakan organisasi kerjasama dan kemitraan. Salah satu

langkah strategis untuk membantu petani khususnya dalam proses produksi dan

pemasaran yaitu dengan sistem contract farming.


3

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pola kemitraan peternakan sapi perah yang sedang berjalan di

Kabupaten Pangalengan.

2. Bagaimana dampak pola kemitraan sapi perah terhadap posisi tawar

peternak sapi perah di Kabupaten Pangalengan.

1.3. MaksudTujuan

1. Menganalisis pola kemitraan sapi perah terhadap peternak sapi perah yang

sedang berjalan di Kabupaten Pangalengan.

2. Menganalisis dampak pola kemitraan sapi perah terhadap posisi tawar

peternak sapi perah di Kabupaten Pangalengan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan bahan

pertimbangan untuk penentuan langkah kebijakan selanjutnya dalam pola

kemitraan sapi perah.

2. Bagi peternak dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai

pentingnya pola kemitraan dalam peternakan sapi perah.

3. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan

mengenai pola kemitraan dalam upaya mendorong pengembangan usaha

ternak perah di Kabupaten Pangalengan.


4

1.5. KerangkaPemikiran

Sapi adalah ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara

manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia

lainnya. Ternak sapi menghasilkan 50% kebutuhan daging di dunia, 95%

kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan sekitaran 85% kebutuhan kulit sepatu.

Sapi adalah salah satu genus dari famili Bovidae. Ternak atau hewan-hewan

lainnya yang etrmasuk family ini ialah Bison, banteng (Bibos), kerbau (Bubalus),

kerbau Afrika (Syncherus), dan Anoa. Oleh karena itu satu genus dengan Eropa

dan Bos Taurus dan sapi-sapi tropis atau Bos Indicus (Pane, 1993).

Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan merupakan bahan

makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein

hewani masyarakat Indonesia khususnya dari susu setiap tahunnya terus

mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu

pengetahuan dan tekonologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan data Dirjen

Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa terdapat peningkatan konsumsi susu

dari 2.964.000 ton/tahun pada Tahun 2001 menjadi 3.120.000 ton/tahun pada

Tahun 2012. Rata-rata produksi susu peteernak sapi perah di Kecamatan Pudak

cukup optimal. Produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari artinya bahwa produksi

susu yang hasilkan tidak terlalu buruk untuk perkembangan usaha.

Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan satu mekanisme

kelembagaan (kontrak) yang memperkuat posisi tawar-menawar petani, peternak

dan nelayan dengan cara mengkaitkannya secara langsung atau pun tidak

langsung dengan badan usaha yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui

kontrak, petani, peternak dan nelayan kecil dapat beralih dari usaha
5

tradisional/subsisten ke produksi yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor. Hal

ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani, peternak dan nelayan

kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda

(multiplier effects) bagi perekonomian di pedesaan maupun perekonomian dalam

skala yang lebih luas (Abidin, 2002).

Tipe kemitraan di Indonesia secara umum dibagi menjadi empat tipe

kontrak/kemitraan, yaitu:

• pertama tipe kemitraan inti plasma yaitu hubungan kemitraan antara

kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok mitra bertindak

sebagai plasma inti. Perusahaan mitra membina kelompok mitra dalam hal a)

penyediaan dan penyiapan lahan (kandang), b) pemberian saprodi (sapronak), c)

pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, d) perolehan,

penguasaan dan peningkatan teknologi, e) pembiayaan, dan f) bantuan lain seperti

efisiensi dan produktifitas usaha.

• Kedua tipe sub kontrak, yaitu hubungan kemitraan antar kelompok mitra

dengan perusahaan mitra dimana kelompok mitra memproduksi komponen yang

diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.

• Ketiga tipe dagang umum, yaitu hubungan kemitraan antara kelompok

mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra memasok kebutuhan

perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

 Keempat pola kerjasama operasional, yaitu kelompok mitra menyediakan

modal dan atau sarana untuk mengusahakan/budidaya.

Manfaat Contract Farming dari beberapa tipe contract farming yang

diuraikan di atas, dalam bidang peternakan tersirat bahwa kerjasama antar

peternak dengan pihak kedua dapat terjalin secara baik bila terdapat saling
6

ketergantungan yang saling menguntungkan. Arti kata lain, adanya contract

farming dalam bidang perternakan dapat menguntungkan kedua belah pihak yaitu

peternak dan perusahaan (sponsor). Contract farming memungkinkan adanya

dukungan yang lebih luas serta dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan

dengan minimnya informasi. Selain itu contract farming juga mengurangi resiko

bagi peternak. Mereka memiliki kepastian bahwa produk yang dihasilkannya akan

dibeli. Dalam jangka panjang mereka juga memperoleh manfaat yaitu peluang

kemitraan di masa depan serta akses terhadap program-program pemerintah.

Menurut Key dan Runsten (1999) dalam bukunya Contract Farming,

Smallholders and Rural Development in Latin America, manfaat dari

keikutsertaan dalam kontrak yaitu pengembangan akses pasar, kredit dan

teknologi, manajemen resiko yang lebih baik, memberikan kesempatan kerja yang

lebih baik bagi anggota keluarga dan secara tidak langsung, pendayagunaan

perempuan serta pengembangan dari budaya berniaga yang berhasil.

Kerangka pemikiran di atas menunjukkan bahwa peternak merasakan

adanya pengaruh yang positif dari adanya pola kemitraan atau contract farming

yang berkembang di peternak sapi perah yakni berupa adanya keikutsertaan dalam

kontrak yaitu pengembangan akses pasar, kredit dan teknologi, manajemen resiko

yang lebih baik, memberikan kesempatan kerja yang lebih baik bagi anggota

keluarga dan secara tidak langsung, pendayagunaan perempuan serta

pengembangan dari budaya berniaga yang berhasil.


7

Masyarakat Peternak Sapi Perah

Contract Farming atau Kemitraan

Tipe kemitraan di Indonesia Manfaat Pengembangan Usaha:


adanya keikutsertaan dalam kontrak
1. Tipe kemitraan inti plasma
yaitu pengembangan akses pasar, kredit
2. Tipe sub kontrak
dan teknologi, manajemen resiko yang
3. Tipe dagang umum
lebih baik, memberikan kesempatan
4. Pola kerjasama operasional
kerja yang lebih baik bagi anggota
keluarga dan secara tidak langsung,
pendayagunaan perempuan serta
pengembangan dari budaya berniaga
yang berhasil.

Ilustrasi 1. Alur Kerangka Pemikiran

1.6. Waktu danTempat

Praktikum lapangan dilaksanakan di peternakan sapi perah Pangalengan

pada hari kamis tanggal 26 April 2018 bertempat di Kabupaten Pangalengan,

Jawa Barat.
II

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

2. 1. ObjekPenelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah peranan Pola Kemitraan

dalam upaya mendorong pengembangan usaha ternak sapi perah. Objek penelitian

adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

tertentu tentang suatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal atau

variabel tertentu (Sugiono, 2010).

Subjek penelitian adalah peternak sapi perah serta tokoh masyarakat yang

berperan sebagai sasaran, serta aparatur setempat yang terlibat dalam pelaksanaan

usaha.

2. 2. MetodePenelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

studi kasus dengan menggunakan metode kualitatif. Studi kasus yaitu suatu

penelitian yang bertujuan mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek,

secara menyeluruh yang terintegrasi, dengan cara eksploratif (menyelidik,

menjelajah) untuk mengembangkan pengetahuan yang mendalam. Menurut

Bogdan dan Biklen (1982), studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap

satu latar, satu orang subjek, satu tempat penyimpanan dokumen atau satu

peristiwa tertentu. Sesuai dengan pendapat Moleong (2007) bahwa prosedur

penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dengan perilaku
9

yang dapat diamati. Langkah berikutnya analisis data yang meliputi reduksi data

dengan abstraksi, penyajian data, dan kesimpulan.

2.2.1 Penetuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KBPS Pangalengan, Kabupaten Bandung

Provinsi Jawa Barat karena lokasi tersebut merupakan tempat awal berdirinya

peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung.

Ilustrasi 2. Gambar Daerah Kunjungan Lapangan

2.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer. Data

primer didapatkan hasil dari wawancara kepada informan menggunakan pedoman

wawancara yang mendalam (indepth interview) dan dokumentasi. Wawancara

mendalam adalah proses perolehan keterangan untuk mendapatkan informasi

dengan cara tanya jawab bertatap muka antar peneliti dengan informan. Penelitian

ini menggunakan wawancara terstuktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara

dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya, yakni


10

menurut Basuki (2010) Peneliti menggunakan teknik wawancara terstruktur

diharapkan agar fokus pada pokok permasalahan yang diteliti.

Peneliatian dengan wawancara dilakukan langsung kepada para informan

dengan menggunakan alat perekam, peneliti akan meminta izin terlebih dahulu

agar besedia untuk diwawancarai dengan menggunakan alat perekam untuk

memeperoleh hasil wawancara yang akurat dan agar peneliti tidak kehilangan

informasi yang telah didapatkan dari informan. Hal yang dilakukan sebelum

mengajukan pertanyaan kepada informan yakni peneliti harus menjelaskan

terlebih dahulu mengenai permasalahan penelitian dan pedoman yang dilakukan

selama kegiatan wawancara berlangsung. Peneliti harus selalu mengulang dan

menegaskan kembali setiap pertanyaan yang diajukan kepada informan, agar

didapatkan validitas data dan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap.

2.2.3 Penentuan Informan

Informan di pilih secara purposive artinya informan dipilih berdasarkan

kebutuhan sesuai dengan permasalhan penelitian. Teknis penggalian data

dilakukan dengan teknis snowball. Informan terdiri dari peternak, dan tokoh

masyarakat yang terkait dengan kasus tersebut. Penggalian data kualitatif dalam

penelitian ini diperoleh dari beberapa informan yang memiliki kriteria sebagai

berikut:

1) Kepala Kelompok Tani

2) Penyuluh

3) Lima orang peternak yang terkait dengan pola kemitraan

4) Dua orang tokoh masyarakat


11

2.3. Operasional Variabel

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu mekanisme,

manfaat dan pola kemitraan dalam pengembangan usaha ternak sapi perah.

2.3.1 Manfaat Sosial dalam Pola Kemitraan

Indikator manfaat sosial dalam penggunaan pola kemitraan meliputi:

a. Hubungan tali silaturrahmi antar peternak.

b. Hubungan kerjasama antar peternak.

c. Keluasan informasi atau komunikasi dengan pihak lainnya.

2.3.2 Manfaat Ekonomi dalam Pola Kemitraan

Indikator manfaat ekonomi dalam penggunaan pola kemitraan meliputi:

a. Nilai jual susu sapi perah.

b. Tambahan penghasilan bagi peternak sapi perah.

c. Informasi pemasaran

2.4 Analisis Data

Analisi data dilakukan mulai dari pengumpulan data hingga penarikan

kesimpulan. Analisis data mengikuti alur analisis menurut Miles dan Huberman

dalam Usman dan Akbar (2011), analisis data terdiri dari 3 alur kegiatan, yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan

data.

b. Penyajian Data

Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan


12

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.

Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya

dirancang guna menggabungkan infomasi yang tersusun dalam bentuk yang

padu dan mudah dipahami.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan kegiatan di akhir

penelitian kualitatif. Verifikasi dilakukan baik dari segi makna maupun

kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek penelitian itu dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia. Jakarta.


Basuki. 2010. Pemanfaatan Informasi Teknologi Pertanian oleh Penyuluh
Pertanian (Kasus di Kabupaten Bogor). Jurnal Perpustakaan Pertanian.
Bogdan and Biklen. 1982. Qualitative Research For Education. Toroto : Alyn and
Bacon.
Dirjen Peternakan. 2008. Statistik Peternakan. Dirjen Peternakan Deptan. Jakarta.
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Pane. I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Key, R. And Runsten. 1999. Communication For Development. International
Development Research Center an the Food and Agriculture Organization
of the United Nations.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke
-17. Bandung: Alfabeta.
Usman, H dan P.S. Akbar. 2011. Metode Penelitian Edisi Kedua. PT. Bumi
Asara. Jakarta.
14

LAMPIRAN

Pedoman Pertanyaan Wawancara:

1. Bagaimana model struktur pasar yang terbentuk dalam hubungan produksi

ini?

2. Dengan siapa saja kbps Pangalengan ini membangun pola kemitraan?

3. Bagaimana pola kemitraan peternakan sapi perah yang sedang berjalan di

Kabupaten Pangalengan?

4. Bagaimana dampak pola kemitraan sapi perah terhadap posisi tawar

peternak sapi perah di Kabupaten Pangalengan?

5. Apa saja dampak positif dan dampak negatif yang dirsakan oleh peternak

dalam usaha pola kemitraan?

6. Bagaimana pola distribusi produk dalam pola kemitraan ini?

7. Bagiman keterlibatan pemerintah dalam hubungan produksi ini?

Anda mungkin juga menyukai