Anda di halaman 1dari 28

Tugas Individu

Study Kelayakan Dan Evaluasi Proyek


Dosen : Dr. Sitti Nurani Sirajuddin S.Pt.,M.Sc

ANALISIS USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH


(Skala 16,25 St Selama 1 Periode Masa Laktasi/ 300 Hari)

OLEH:

ISNAWATI MUHAJIR
I111 12 321
KELAS A (GANJIL)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan peternakan, dalam
memenuhi kebutuhan gizi maka pembangunan peternakan saat ini telah diarahkan
pada

pengembangan

peternakan

yang

lebih

maju

melalui

pendekatan

kewilayahan, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan landasan baru yaitu
efisiensi, produksi dan berkelanjutan. Adapun tujuan pembangunan peternakan di
antara lain menyediakan kebutuhan protein hewani yang bergizi tinggi seperti
susu, daging, dan lain sebagainya.
Usaha peternakan yang sudah ada dan berpotensi untuk dikembangkan di
setiap kabupaten/kota ditingkatkan melalui pengembangan sistem dan usaha
agrobisnis. Setiap usaha yang bergerak di bidang produksi, selalu berupaya untuk
mencapai keuntungan ataupun pendapatan yang optimal. Usaha pemeliharaan sapi
perah pun tidak terlepas dari keinginan tersebut. Usaha pemeliharaan sapi perah
dewasa ini sudah begitu berkembang dan sudah dapat dijadikan sebagai salah satu
mata pencaharian. Hal ini disebabkan masyarakat yang semakin sadar akan
kebutuhan zat gizi.
Sasaran yang ingin dicapai dalam usaha pengembangan peternakan selain
untuk meningkatkan populasi, produksi, pasca panen dan pemasaran ternak dan
hasil ternak adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani peternak. Oleh sebab
itu peternakan sapi perah memiliki potensi pengemabangan yang sangat baik
untuk memenuhi kebutuhan susu yang masih impor terutama di Sulawesi Selatan

yang memiliki potensi yang cukup bagus karena memiliki daerah yang potensial
seperti di daerah Sinjai yang cocok untuk pengembangan usaha sapi perah.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan mengenai analisis usaha peternakan sapi
potong adalah untuk mengetahui layak tidaknya usaha peternakan yang dijalankan
dengan dilihat dari aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek keuangan,
aspek hukum, aspek lingkungan dan sosial budaya.

BAB II
PROFIL KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH
A. Profil Usaha
Bangsa ternak sapi perah yang akan diusahakan yaitu bangsa sapi perah
Fries Holland (FH) dan peranakannya. Bangsa sapi FH merupakan bangsa sapi
perah yang memiliki tingkat produksi tertinggi dibandingkan dengan bangsa sapi
perah lainnya. Dengan tingkat produksi rata-rata setiap satu masa laktasi (10
bulan) adalah sekitar 3,050 liter atau sekitar 10 liter per ekor perhari, di tempat
asalnya produksi susu permasa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar
20 liter perhari. Dalam usaha ini produk yang dihasilkan bukan hanya susu saja
tetapi juga dapat menghasikan produk olahan susu seperti dangke, yogurt, keju,
dan lain sebagainya.
Usaha sapi perah ini akan dilakukan di Kabupaten Enrekang, dimana
lokasi ini memiliki pontensi yang strategis dalam pelaksanaan usaha peternakan
sapi perah. Atas dasar tersebut maka pengembangan sapi perah di kabupaten
Sinjai dipertimbangan pemilihan lokasi adalah berdasarkan kondisi agroklimat
wilayah yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi sapi perah, ketersediaan
lahan untuk mendukung pengembangannya dan ketersediaan pasar. Atas dasar
tersebut maka pengembangan sapi perah perlu dilakukan dengan peningkatan
kemampuan dibidang pengolahan dan pemasaran serta kelembagaan.
Susu yang dikonsumsi masyarakat umumnya berupa susu hasil olahan. Hal
ini desebabkan besar masyarakat belum terbiasa minum susu dalam keadaan
segar. Kebiasaan seperti ini mengakibatkan susu segar yang dihasilkan peternak

sapi perah lebih banyak dijual kepabrik atau industri pengolahan susu sebagai
bahan baku susu olahan.
B. Pola Pembiayaan
Dalam suatu usaha hal utama yang paling penting adalah biaya. Pada
usaha ini biaya-biaya yang di butuhkan berupa biaya pemeliharaan, produksi,
peralatan, sarana dan prasarana, serta biaya pakan. Biaya ini diharapkan
bersumber dari 80% pengkreditan dengan bunga yang disesuaikan dengan yang
berlaku sekarang dan 20 % biaya sendiri yang berupa lahan yang di gunakan milik
sendiri.

BAB III
ASPEK PEMASARAN
A. Permintaan
Pada dasarnya, antara persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi
kesenjangan yang cukup besar. Kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar dari
pada ketersediaan susu yang ada. Berdasarkan kondisi tersebut, usaha sapi perah
untuk menghasilkan susu segar sangat perspektif untuk di usahakan.
Permintaan susu nasional maupun daerah, produksi susu nasional masih
sangat perlu untuk ditingkatkan. Adapun data tahun 2003 menunjukkan bahwa
produksi susu nasional baru dapat memenuhi sekitar 29,46% dari permintaan
konsumen susu. Permintaan ataupun pasar yang masih terbuka luas baru
merupakan salah satu faktor yang perlu dikaji untuk mengembangkan usaha sapi
perah di suatu daerah.
B. Penawaran
Perkembangan penawaran saat ini, yakni perkembangan penawaran di
sektor usaha susu dari produksi sapi perah memang relatif masih biasa-biasa
saja. Hal tersebut disebabkan karena sektor usaha ini belum dibidik dan dikelola
secara serius. Oleh karena itu, agar usaha susu sapi menjadi lebih baik maka perlu
peningkatan penawaran yang memberikan nilai lebih bagi konsumen.
Prospek penawaran di masa yang akan dating, yakni mengingat adanya
peluang yang besar dalam usaha penjualan susu sapi pada masa yang akan datang
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang mengakibat
komsusmsi susu terus bertambah daritahun ke tahun, Dengan hal ini, maka perlu

adanya penawaran produk yang memberikan nilai lebih dan manfaat bagi
konsumen. Penawaran tersebut akan semakin variatif maupun lebih kompetitif
karena sudah ditunjang dengan perangkat teknologi informasi yang memberikan
kemudahan bagi bagi penjual maupun pembeli dalam melakukan transaksi atau
sebatas bertukar informasi. Oleh karena itu, bagi pelaku usaha di sektor ini harus
mampu melakukan penawaran yang inovatif untuk menarik pasar.
C. Harga
Harga merupakan acuan tingkat keberhasilan suatu produk yang ingin
dipasarkan. Ketika harga naik maka permintaan akan menurun, dengan demikian
harga yang dipasarkan adalah harga relatif normal yang bisa diterima semua
kalangan masyarakat baik dikalangan atas, menengan maupun kalangan bawah.
Sehingga ditetapkan suatu harga dalam suatu produk bervariasi dalam ukuran
kecil harga relatif rendah Rp 3.500,00 dan yang paling besar seharga Rp
25.000,00.
D. Pemasaran
Produk yang dihasilkan dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu segar,
aspek pemaaran dari susu ini yaitu meliputi seluruh kalangan lapisan masyarakat,
sehingga pasar dari usaha ini sangat luas karena semua orang mengkonsusmsi
produk susu.
Setelah menetukan strategi pemasaran maka hal berikutnya yang dapat
dilakukan adalah merencanakan rincian bauran pemasaran. Bauran pemasaran itu
sendiri adalah seperangkat alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan. Bauran
pemasaran dapat digolongkan dalam 4 kelompok variabel :

Product (Produk) berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh
sebuah usaha kepada konsumen. Produk yang di tawarkan tidak hanya pada
satu jenis produk susu akan tetapi berbagai macam produk dari olahan susu

seperti dangke, kripik, dodol dlll


Price (harga) berarti jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk
memperoleh produk yang ditawarkan. Harga yang ditawarkan yaitu

terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat.


Place (tempat) meliputi tempat aktivitas usaha untuk menyediakan produk
bagi konsumen yang sangat menunjang adalah tempat yang memiliki tempat

pemasaran yang strategis.


Promotion (promosi) berarti aktivitas yang mengkomunikasikan keunggulan
produk dan membujuk pelanggan untuk membelinya. Dalam menjalankan
usaha ini akan melakukan promosi kepada konsumen melaui beberapa media
seperti brosur, pamflet dan lain-lain.
Dalam pemasaran produk ini hal yang menjadi pertimbangan dan sasaran

konsumen tentunya harus menjadi pertimbangan utama. Ada 3 konsep kebutuhan


manusia yang paling dasar yang mempengaruhi sasaran konsumen, sebagai
berikut:
Kebutuhan, yaitu kondisi masyarakat akan kebutuhan susu untuk memenuhi

kebutuhan gizi sehari-hari


Keinginan, yaitu kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan

kepribadian individu
Permintaan, yaitu keinginan yang didukung oleh daya beli masyarakat

E. Kendala yang dihadapi dalam pemasaran


Dalam aspek usaha peternakan sapi perah hasil utama adalah susu, susu
alami atau susu yang belum diolah dalam aspek pemasaran mengalami kesulitan.

Dimana mansyarakat menilai bahwa susu alami baunya amis, cepat rusak dan
tidak higeanis ketika dipasarkan, sehingga tingkat permintaannya sangat minim.
Masyarakat menilai bahwa susu yang telah mengalami olahan adalah susu yang
terbaik karena daya simpannya cukup lama serta kemasaanya lebih baik.

BAB IV
ASPEK PRODUKSI
A. Lokasi Usaha

Lokasi usaha peternakan sapi perah di wilayah Enrekang terletak di daerah


yang beriklim sejuk atau dingin dan masih terdapat lahan rumput yang luas dan
umumnya berkelompok

membentuk sentra produksi. Pemilihan iklim

sejuk/dingin dan tersedianya lahan hijau adalah untuk menunjang produksi


optimum sapi perah tersebut. Iklim tersebut cocok untuk pemeliharaan sapi perah
dan lahan hijau untuk perkandangan serta sumber pakan hijau utama yaitu rumput.
Dengan terpenuhinya syarat iklim yang sesuai, lokasi usaha ternak sapi
perah dapat dilakukan dimana saja. Usaha ternak sapi perah ini tidak
menghasilkan limbah kimia yang berbahaya, maka lokasi usaha yang terletak di
daerah pemukiman masih dapat dilakukan.
B. Fasilitas Produksi
Untuk memproduksi susu dalam usaha sapi perah tidak lepas dari fasilitas
dalam memproduksi seperti lahan, perkandangan, serta peralatan penunjang yang
di gunakan. Dengan semakin berkembangnya teknologi maka peralatan yang
digunakan juga semakin canggih. Peralatan yang digunakan berupa tempat
penyimpanan susu, alat pemerah susu, cangkul, sikat, dan lain sebagainya.
C. Luas Lahan
Luas lahan usaha peternakan sapi perah yaitu 1.000 m2, luas area
perkandangan, yaitu 300 m2. Luas lahan ataupun kandang ini termasuk kategori
luas untuk menampung sapi perah sebanyak 26 ekor.
Kandang pedet diketahui panjang kandang 12,21 m, lebar 4,65 m, tinggi 3
m, panjang tempat pakan 55 cm, lebar 27 cm, dan tinggi 25 cm. Menurut Soetarno
(1999), ukuran kandang individu (pedet ) adalah lebar 100 cm, panjang 200 cm,

dan tinggi 125 cm. Masing-masing diberi rak kecil untuk tempat pakan dengan
ukuran lebar 20 cm, panjang 25 cm, dan tinggi 15 cm.
Kandang sapi dara mempunyai ukuran panjang 1050 cm, lebar 780 cm dan
tinggi 265 cm sedangkan tempat pakannya mempuyai ukuran panjang 85 cm,
lebar 6 cm dan tinggi 45 cm. Kandang sapi dara dapat menggunakan kandang
laktasi individu. Kandang sapi terdiri dari dua macam yaitu kandang tambat dan
bebas. Kandang tambat yaitu sapi-sapi ditambatkan pada suatu tonggak yang
berada di dalam kandang dan umumnya dilengkapi dengan tempat makan dan
minum serta pembuangan air buangan dan temapt penampungan kotoran.
Kandang bebas yaitu sapi dapat gerak bebas ke tempat istirahat, ke tampat makan
dan tempat pemerahan. Kandang ini terdiri dari beberapa unit yaitu untuk makan,
minum, jalan-jalan, tempat istirahat, tempat penyimpanan bantalan tidur dan
tempat pemerahan (AAK, 1980).
Panjang tempat pakan 85 cm, lebar tempat pakan 60 cm, tinggi tempat
pakan 45 cm, panjang kandang 22,56 m, lebar kandang 5,05 m, tinggi kandang
292 cm. Menurut Soetarno (1999), tinggi kandang sekurang- kurangnya 225 cm,
tinggi wuwungan 100 cm, tinggi tritis minimal 200 cm dari permukaan lantai.
Tempat pakan dan minum penjangnya sekitar 1,5 m (tempat pakan 1 m dan
tempat minum 0,5 m) dan lebarnya masing-masing 0,5 m, tinggi bagian belakang
1 m. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diaktakan kondisi kandang berada
dalam keadaan baik.
Siregar (1990) menjelaskan bahwa ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran
kandang sapi perah induk adalah panjang dan lebar untuk satu tempat sapi perah
induk masing-masing adalah 160 cm dan 135 cm, panjang tempat ransum 95 cm

dan lebarnya 50 cm dengan kedalaman 40 cm, panjang tempat air minum 40 cm,
lebar 50 cm dan kedalaman 40 cm dan kemiringan lantai kandang 0,5%. Kandang
untuk sapi dewasa pada umumnya adalah kandang konvensional, sehingga setiap
induk akan memperoleh ruangan dengan ukuran yang sama, panjang 175 cm dan
lebar 120 cm serta dilengkapi tempat makan dan minum, masing-masing ukuran
8050 cm dan 5040 cm.
Kandang sapi jantan mempunyai ukuran panjang 1068 cm, lebar 515 cm
dan tinggi 293 cm sedangkan tempat pakan mempunyai ukuran panjang 85 cm,
lebar 60 cm dan tinggi 45 cm serta kemiringan kandang 1,2%. Sapi-sapi jantan
memerlukan yang luas dan kuat, selain itu perlu dilengkapi tempat exercise yang
dipagar kuat (AAK, 1980).
D. Bangunan dan Peralatan
Untuk usaha pengembangan sapi perah yang dilakukan secara intensif
diperlukan bangunan, peralatan, persyaratan tehnis dan letak kandang yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Bangunan :
1 Kandang pejantan
2 Kandang induk
3 Kandang anak
b. Peralatan :
1 Tempat pakan dan tempat minum
2 Mesin pencacah rumput
3 Grobak
4 Alat pembersih kandang dan pembuatan kompos
5 Peralatan kesehatan hewan
6 Milk can
7 Selang
E. Perkandangan
Sistem perkandangan atau jenis kandang yang digunakan yaitu tipe
kandang ganda, karena jumlah sapi yang di perihara 12 ekor dewasa betina, 3 ekor
jantan dewasa, 2 ekor dara dan 1 ekor pedet dengan jumlah keseluruhan 18 ekor.

Pada kandang tipe ganda, penempatan ternak sapi dilakukan dengan dua baris
yang sejajar dengan model gang ditengah, kepala sapi berlawanan arah. Pada
model gang ditengah pandangan sapi luas, terbuka, serta mudah dalam
pengawasan ternak didalam, tidak mudah tergangguoleh ternak yang sekandang.
F. Tenaga Kerja
Usaha ternak sapi perah membutuhkan tenaga yang banyak mulai dari
mencari pakan, memberi pakan, membersihkan kandang dan memerah susu.
Tenaga kerja yang digunakan peternak adalah tenaga kerja keluarga karena tenaga
kerja keluarga sudah cukup untuk menjalankan usaha ternaknya. Peternak merasa
menggunakan tenaga kerja luar akan menambah biaya yang dikeluarkan. Tenaga
kerja untuk usaha ternak sapi perah cukup tersedia peternak tidak harus mencari
tenaga kerja luar, ketersediaan tenaga kerja yang cukup dapat memperlancar usaha
ternak sapi perah yang dijalankan.
G. Teknologi
Teknologi yang digunakan sangat bepengaruh terhadap produksi yang
didapat. Teknologi yang modern membutuhkan modal yang besar. Peternak dalam
menjalankan usaha ternak sapi perah dengan modal yang terbatas sehingga
teknologi yang digunakan sederhana. Selain itu, pengetahuan peternak mengenai
teknologi sangat rendah. Teknologi yang sederhana antara lain cara mengusahakan
ternaknya seperti penyediaan pakan hijauan dan pakan komboran (singkong) yang
cara pemotongannya masih dengan sabit tidak menggunakan mesin pemotong.
Pemerahan sapi perah menggunakan kelima jari dan penanganan limbah yang
kurang dimanfaatkan peternak untuk memperoleh nilai tambah.

H. Proses Produksi
Produksi utama dari peternakan sapi perah adalah susu segar. Susu segar
diperoleh dari hasil pemerahan sapi perah laktasi atau sapi betina dewasa yang
sedang berproduksi atau menghasilkan susu. Awal produksi berawal dari
pembelian sapi perah yang telah memasuki usia laktasi pertama yaitu 2,5 3
tahun. Proses produksi dilanjutkan dengan perkawinan sapi perah. Perkawinan
dilakukan melalui Inseminasi Buatan (IB) yang umumnya dilakukan oleh petugas
dinas peternakan, dokter hewan ataupun petugas yang ditunjuk oleh Koperasi.
Maksimal dalam setahun, inseminasi buatan dilakukan 3 kali per ekor. Umumnya,
kebuntingan terjadi dalam 1 kali suntikan.
Pada masa kebuntingan hingga melahirkan, periode pemerahan susu pada
sapi laktasi adalah 305 hari dengan pemberian susu pada pedet adalah 3 liter per
pedet selama 3 bulan. Pemerahan dilakukan secara manual sebanyak 2 kali yaitu
pukul 03.00 dan 14.00 setiap harinya. Susu segar yang diperah dimasukkan ke
dalam milk can untuk kemudian disetor pada koperasi. Penyetoran harus melalui
pengetesan yang dilakukan oleh petugas koperasi seperti tes alkohol, berat jenis
dan tes bakteri hingga dinyatakan sterill dan roduksi berlanjut di KPS. KPS
Malino sendiri memiliki unit sterilisasi dengan teknologi yang cukup memadai.
Pengolahan susu di KPS terbatas pada sterilisasi susu segar. Susu segar tersebut
kemudian dijual kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) yang membuat beberapa
produk olahan susu untuk dijual kepada masyarakat sebagai konsumen akhir.
I. Kendala yang dihadapi dalam proses produksi
Kendala produksi yang paling utama adalah produktivitas sapi perah yang
kurang optimum. Hal itu berdampak kurang optimalnya keuntungan dan

permintaan susu tidak sepenuhnya dipenuhi oleh peternakan sapi perah. Kendala
tersebut umumnya disebabkan pakan yang tidak sesuai. Pakan hijauan yang
memegang peranan penting dalam produktivitas seringkali diabaikan peternak di
Sinjai. Kendala tersebut akan semakin besar pada musim kemarau. Kendala
tersebut dapat diatasi dengan pemberian pakan yang seimbang yaitu 35 kg 40 kg
per ekor induk. Masalah pada musim kemarau dapat diatasi dengan pengawetan
Hay yaitu pengawetan rumput pakan dengan cara dikeringkan. Sehingga, pakan
yang berlimpah saat penghujan dapat disimpan dalam waktu yang lama untuk
mengakomodasi kekurangan pakan pada musim kemarau.
Tenaga kerja keluarga yang umumnya dimiliki oleh peternak memberikan
kendala produksi karena produktivitas yang lebih rendah dibandingkan tenaga
kerja selain keluarga. Tenaga kerja peternak rata-rata mengenyam pendidikan
formal yang masih rendah. Hal ini berkaitan dengan kemampuan manajerial
terhadap usaha peternakan sapi perah tersebut yang dirasa rendah. Kendala ini
dapat diatasi dengan mengikuti pelatihan dan penyuluhan yang diadakan oleh
pemerintah.
Kendala produksi dapat pula disebabkan oleh penyakit pada sapi perah
seperti Mastitis (radang kelenjar susu), Brucellosis (keguguran pada sapi), dan
cacing (menurunnya kemampuan produksi susu). Kendala penyakit dapat diatasi
dengan pemberian obat-obatan yang umumnya disediakan oleh Koperasi atau
Dinas Peternakan.

BAB V
ASPEK KEUANGAN
A. Komponen dan Struktur Biaya
Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga
yang tidak dapat menutupi biaya akan mengalami kerugian. Sebaliknya, apabila
suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi,
maupun biaya non operasi akan menghasilkan keuntungan. Selanjutnya dikatakan
bahwa biaya variabel adalah biaya berubah-ubah disebabkan karena adanya
perubahan jumlah hasil. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah
(konstan) untuk setiap tingkatan atau hasil yang diproduksi. Biaya total adalah
merupakan seluruh biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata

lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya variabel dan biaya tetap (Swastha
dan Sukotjo, 1997).
Pada usaha pemeliharaan sapi perah ini yaitu biaya tetap terdiri dari biaya
penyusutan kandang dan penyusutan peralatan. Sedangkan, biaya variabelnya
terdiri dari biaya pembelian sapi, biaya pakan, listrik dan air, biaya gaji, dan lainlain.
B. Perhitungan Analisis Kelayakan Usaha
Analisa kelayakan merupakan suatu evaluasi usaha yang secara
menyeluruh sebagai dasar persetujuan layak tidaknya suatu usaha ditinjau dari
besar kecilnya arus penerimaan dan arus pengeluaran. Layak tidaknya usaha
peternakan sapi perah ini dapat diketahui melalui analisi usaha yang dilakukan.

Biaya investasi
Uraian

Jumlah

Investasi Awal
Pembelian Tanah 1000 m2

30,000,000.00

Pembuatan Kandang 3 m2 x 10 = 300 m2

20,000,000.00

Peralatan Kandang

10,000,000.00

Total Investasi

60,000,000.00

Biaya Tetap
Biaya Tetap
Penyusutan Kandang untuk 20 tahun

821,917.81

Penyusutan Peralatan untuk 5 tahun

1,643,835.62

Total Biaya tetap


Keterangan :

2,465,753.42

Penyusutan kandang = Total biaya pembangunan kandang

Umur ekonomis kandang


Rp. 20.000.000,00
x 300 hari
(20 tahun/365 hari)
= Rp. 821.917,81
Penyusutan Peralatan = Total biaya pembangunan peralatan
Umur ekonomis kandang
Rp. 10.000.000,00
x 300 hari
(5 tahun/365 hari)
= Rp. 1.643.835,62
Biaya Variabel
Biaya Variabel
Induk Sapi Laktasi@ 10.000.000 x 12 ekor
Pakan Hijauan 16,25 ST x 105 kg x 300 hari x Rp 500
Konsentrat 16,25 ST x 21 kg x 300 hari x Rp 400
Vaksin 50.000 / bulan @ 10 bulan
Listrik dan BBM 100.000/ bulan @ 10 bulan
Tenaga Kerja 2 orang x Rp 750.000 x 10 bulan
Biaya Lain-lain
Total Biaya Variabel

120.000.000
68.362.500
2.614.500
1.000.000
1.000.000
15.000.000
500.000
210.942.753,4
3

Penerimaan
Penerimaan(Benefit)
Hasil PJL Susu 12 ekor x 10 liter x 300 hari x Rp 5000
Pupuk Kandang 16,25 ST x 12 Kg/hari x 300 hari x Rp 1500
Pedet 1 x 4.000.000,Total
Total Benefit
Pajak 10 %
Benefit

C. Perhitungan Analisis Kelayakan Usaha


a. Laba/Rugi
Laba/rugi = (Total penerimaan) Total Biaya Produksi
= Rp 271.750.000 Rp 210.942.753,43
= Rp 60.807.246,57

180.000.000
87.750.000
4.000.000
271.750.000
271.750.000
27.175.000
244.575.000

Jadi, usaha peternakan sapi perah untuk 12 ekor sapi dapat menghasilkan
keuntungan sebesar Rp 60.807.246,57 per periode laktasi (300 hari).
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa usaha petenakan sapi
perah dengan masa laktasi 300 hari memperoleh keuntungan, karena
pendapatannya lebih besar daripada pengeluaran/biaya produksi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kasmir (2009) yang menyatakan bahwa jika jumlah pendapatan
lebih besar dari jumlah biaya, dikatakan perusahaan dalam kondisi laba (untung).
Namun jika sebaliknya yaitu jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya,
perusahaan dalam kondisi rugi. Lebih lanjut Siregar (2012) menerangkan bahwa
Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah
pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah
pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka
secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk
memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus
dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau
pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha.
b. Return Cost Ratio (R/C)
R/C =

Total Penerimaan Penjualan Produk


Total Biaya

Rp 2 71.750.000
Rp 210.942.753,43

= 1,288

Berdasarkan hasil analisis R/C bahwa usaha peternakan Sapi Perah sangat
layak diusahakan dan menguntungkan karena nilai R/C sebesar 1,288 yang artinya
1,288 > 1.
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa usaha petenakan sapi
perah dengan masa laktasi 305 hari layak untuk diusahakan karena terdapat
penambahan pendapatan dan juga keuntungan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soekartawi (1995) bahwa R/C adalah singkatan dari (Revenue/Cost Ratio) atau
dikenal sebagai

perbandingan antara penerimaan dan biaya. Analisis ini

digunakan untuk mengetahui apakah usahatani itu menguntungkan atau tidak dan
layak untuk dikembangkan. Jika hasil R/C Ratio lebih dari satu maka usahatani
tersebut menguntungkan, sedangkan jika hasil R/C Ratio sama dengan satu maka
usahatani tersebut dikatakan impas atau tidak mengalami untung dan rugi dan
apabila hasil R/C Ratio kurang dari satu maka usahatani tersebut mengalami
kerugian.
c. Benefit Cost Rasio (B/C)
Tingkat Keuntungan
B/C =
Total Biaya
=

Rp 60.807 .246,57
Rp 210.942.753,43

= 0,288
Dari hasil analisis B/C rasio dapat diperoleh nilai 0,288 artinya bahwa
setiap Rp. 1.000,00 biaya yang dikeluarkan, maka usaha peternakan sapi perah
akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 288,00.
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa usaha petenakan sapi
perah dengan masa laktasi 300 hari layak untuk diusahakan karena menghasilkan

manfaat/keuntungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sagita (2012) bahwa B/C
adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya
yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila
nilai B/C>0. Semakin besar nilai B/C semakin besar pula manfaat yang akan
diperoleh dari usaha tersebut.
d. Break Event Point
1. Produksi susu
Hasil penjualan susu 1 liter dengan harga Rp. 5.000
Dengan produksi susu per harinya 10 liter dengan masa laktasi 300

hari
Jadi jika jumlah sapi yang sebanyak 12 ekor mampu menghasilkan
36.000 liter per 1 periode masa laktasi.

BEP Produksi susu =


=

Total Biaya
Harga Produksi
Rp 210.942.753,43
Rp .5000

= 42.188,550 Liter
Total Biaya
Total Penjualan

BEP Harga =
=

Rp 210.942.753,43
Rp . 30.000

= Rp 7.031,425
Jadi, usaha penggemukan sapi tidak mengalami kerugian dan memberikan
keuntungan jika jumlah susu yang diusahakan sebanyak 42.188,550 Liter
atau harga susu hanya Rp 7.031,425 per liter
2. Produksi kompos
Hasil penjualan kompos 1 kg dengan harga Rp. 1500
produksi kompos per bulannya 25 kg/tahun dengan masa laktasi 30o

hari
Jadi jika jumlah sapi yang sebanyak 12 ekor mampu menghasilkan
106.750 kg per 1 periode masa laktasi.

BEP Produksi kompos =

Total Biaya
total produksi
Rp 210.942.753,43
Kg
12
x 300 hari x 16,25 ST
hari

= 3.605,86 Kg
Total Biaya
Harga penjualan

BEP Harga =
=

Rp 210.942.753,43
Rp 1500

= Rp 140.628,502
Usaha penggemukan sapi mengalami kerugian dan tidak memberikan
keuntungan jika jumlah pupuk kompos yang diusahakan sebanyak 3.605,86 Kg
atau harga pupuk hanya Rp 140.628,502.
Berdasarkan Break Event Point adalah sebagai patokan bagi peternak
dalam berusaha untuk mengetahui pada jumlah produksi atau penerimaan berapa
usaha peternakan yang dijalankan tidak menderita kerugian dan juga tidak
mendapatkan keuntungan. BEP menjadi target produksi minimal peternak dalam
berusaha agar dapat menjalankan usaha dengan optimal. Seperti yang
diungkapkan oleh Munawir (1990) bahwa nilai BEP dapat diartikan sebagai suatu
keadaan dimana operasi perusahaan tidak memperoleh laba

dan juga tidak

menderita kerugian atau dengan kata lain total penghasilan sama dengan total
biaya.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis kelayakan usaha ternak perah dapat disimpulkan
bahwa usaha peternakan sapi perah yang akan dijalankan yakni layak untuk
dijalankan dengan melihat dari aspek keuntungan yang diperoleh dari usaha
tersebut, aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek keuangan, aspek hukum,
aspek lingkungan dan sosial budaya.
B. Saran
Dalam melaksanakan usaha peternakan sebaiknya terlebih dahulu
memperhatikan atau menghitung kelayakan usaha yang akan dijalankan, agar
dapat menghindari resiko kerugian, dan memudahkan dalam pengendalian, serta
dapat mengetahui keuntungan yang akan diperoleh ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1980. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.
Ambo Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press. Bogor.
Basu Swastha, dan Ibnu Sukotjo.1997. Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga.
Liberty. Yokyakarta.
Dwi Sagita. 2012. Studi Kelayakan. http://fpk.unair.ac.id/webo/kuliah-pdf/Bab
%20XVI.pdf/ diakses 26 September 2014
Kasmir. 2009. Analisis Laporan Keuangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Munawir, S. 1990. Analisa Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Siregar,
Z.
2012.
Analisis
Usaha
Ternak
komersial.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31788/4/Chapter
%20II.pdf/ diakses 26 September
Siregar, S. 1990. Sapi Perah : Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha.
Penebar Swadaya. Jakarta
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Soetarno, Y. 1999. Manajemen Ternak Perah. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

LAMPIRAN
NIM
: I 111 12 321
Jumlah Sapi Perah
Sapi Dewasa Betina 12 Ekor x 1 ST
Sapi Dewasa Jantan 3 Ekor x 1 ST
Sapi Dara 2 Ekor x 0,5 ST
Sapi Pedet 1 Ekor x 0,25 ST

= 12 ST
= 3 ST
= 1 ST
= 0,25 ST +
16,25 ST

A. Biaya Tetap
Penyusutan Kandang = Total Biaya Pembangunan Kandang
Umur Ekonomis Kandang
Rp 20.000.000,00
=
x 300 hari
(20 tahun/365 hari)
= Rp 821.917,81
Penyusutan Peralatan = Total Biaya Peralatan
Umur Ekonomis Peralatan
Rp. 10.000.000,00
=
x 300 hari
(5 tahun/365 hari)
= Rp 1.643.835,62
Total Biaya Tetap
= Rp 821.917,81+ Rp 1.643.835,62
= Rp 2.465.753,43
B. Biaya Variabel
1. Hijauan = 10 % BB
Harga Hijauan Rp 500
Dewasa (Betina)

= 12 ST x 30 kg/hari x 300 hari x Rp 500


= Rp 54.000.000

Jantan (Jantan)

= 3 ST x 30 kg/hari x 300 hari x Rp 500


= Rp 13.500.000

Dara

= 1 ST x 5 kg/hari x 300 hari x Rp 500


= Rp 750.000

Pedet

= 0,25 ST x 3 kg/hari x 300 hari x Rp 500


= Rp 112.500

Total Hijauan = Rp 54.000.000 + Rp 13.500.000 + Rp 750.000 + Rp 112.500


= Rp 68.362.500
2. Konsentrat 2% BB
Harga Konsentrat Rp 400
Dewasa (Betina)

= 12 ST x 1,4 kg/hari x 300 hari x Rp 400


= Rp 2.016.000

Dewasa (Jantan)

= 3 ST x 1,4 kg/hari x 300 hari x Rp 400


= Rp 504.000

Dara
Pedet
Total Konsentrat

= 1 ST x 0,7 kg/hari x 300 hari x Rp 400


= Rp 84.000
= 0,25 x 0,35 kg/hari x 300 hari x Rp 400
= Rp 10.500
= Rp 2.016.000 + Rp 504.000+ Rp 84.000 + 10.500
= Rp 2.614.500

3. Biaya Obat-obatan = Rp 1.000.000/10 bulan


4. Tenaga Kerja
Gaji
= Rp 750.000/bulan
= Gaji x 10 bulan x 2 orang
= Rp 750.000 x 10 x 2
= Rp 15.000.000
5. Listrik dan Air

= 1.000.000/10 bulan

6. Biaya lain-lain

= Rp 500.000

Total Biaya Variabel = Rp 68.362.500 + Rp 2.614.500 + Rp 1.000.000 +


Rp 15.000.000 + Rp 1.000.000 + Rp 500.000
= Rp 208.477.000
A. Total Biaya Produksi
= Total Biaya Tetap + Total Biaya Variabel
= Rp 2.465.753,43 + Rp 208.477.000 = Rp 210.942.753,43

B. Penerimaan
1. Susu
Jumlah produksi susu 1 ST = 10 liter /hari
Dewasa
= 12 ST x 10 liter/hari x 300 hari x Rp 5000
= Rp 180.000.000

2. Kompos

= 16,25 ST x 12 Kg/hari x 300 x Rp 500.000


= Rp 87.750.000

3. Pedet

= 1 x Rp 4.000.000
= Rp 4.000.000

Total Penerimaan = Rp 180.000.000 + Rp 87.750.000 + Rp 4.000.000


= Rp 271.750.000
C. Keuntungan/Benefit
= Total Penerimaan Total Biaya Produksi
= Rp 271.750.000 Rp 210.942.753,43
= Rp 60.807.246,57
B / C ratio
B/C =

Tingkat Keuntungan
Total Biaya
=

Rp 60.807 .246,57
Rp 210.942.753,43

= 0,288
R/ C ratio
R/C =
=

Total Penerimaan Penjualan Produk


Total Biaya
Rp 271.750.000
Rp 210.942.753,43

= 1,288
BEP (Break Even Point)

Susu
BEP Produksi susu =

Total Biaya
Harga Produksi

Rp 210.942.753,43
Rp .5000

= 42.188,550 Liter
Total Biaya
Total Penjualan

BEP Harga =
=

Rp 210.942.753,43
Rp . 30.000

= Rp 7.031,425
KOMPOS
BEP Produksi kompos =

Total Biaya
total produksi
Rp 210.942.753,43
Kg
12
x 300 hari x 16,25 ST
hari

= 3.605,86
Total Biaya
Harga penjualan

BEP Harga =
=

Rp 210.942.753,43
Rp 1500

= 140.628,502

Anda mungkin juga menyukai