Anda di halaman 1dari 15

Fermentasi

Ampas

Tebu

untuk

Pakan

Ternak

Sapi

Andreas Gunapradangga, Ir
Proses fermentasi ampas tebu, prinsipnya sama dengan fermentasi jerami. Hanya karena
ampas tebu kandungan Ligninnya tinggi ( +/- 19,7%), Proteinnya rendah (+/- 2 %) dan Total
Digestible Nutrientnya (TDN) juga rendah (+/- 28 %)dibanding jerami padi, maka perlu
perlakuan khusus agar:

Lignin dapat diurai menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga bermanfaat dan
dapat meningkatkan nilai tukar kation pada pakan.

TDN dan proteinnya dapat meningkat sehingga memenuhi syarat sebagai pakan ternak
ruminansia.

Keunggulan ampas tebu dibanding jerami padi adalah rendahnya kandungan silika. Kesulitan pada
fermentasi ampas tebu apabila kita menggunakan ampas tebu yang sudah dimampatkan, kadangkadang sulit untuk diurai, tetapi kalau kita menggunakan ampas tebu yang belum dimampatkan,
angkutan ke lokasi menjadi tidak ekonomis.

Dosis pemakaian setiap ton ampas tebu adalah 10 kg Urea, 10


kgProbiofeed, 2 kg TSP dan 2 kg Z A.

Urea untuk meningkatkan kadar protein ampas tebu.

Probiofeed untuk mengurai lignin dan selulosa agar dapat


dijadikan sumber energi / menaikkan TDN.

TSP sebagai sumber Phosphor.

Z A sebagai sumber Sulphur.

Nitrogen

untuk

menstimulir

mikroba

Pengurai

pada

Probiofeedagar lebih aktif.

Phosphor dan Sulphur nantinya akan menjadi salah


satu mikrobial protein yang bermanfaat untuk ternak.
Untuk mempercepat penguraian, pada waktu penyemprotan dengan air (untuk menaikkan kadar air
menjadi 60 %) dicampurkan molases/tetes. Maksudnya adalah untuk menyediakan Realy Available
Carbohydrate (RAC) agar fermentasi lebih cepat.

Guna mendapatkan akurasi kadar air bahan baku (ampas tebu) yang akan difermentasi benar-benar
60% adalah dengan cara pengukuran kadar air awal secara analitis (laboratorium) dan untuk
penambahan air menjadi 60% menggunakan rumus =
Selisih kadar air X Berat
1 60%
Sunday, August 19, 2012

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK


GULA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Definisi Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan
utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan
untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti
glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang
akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun
demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain,
seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan
tersusun dari sukrosa. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti
dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).
Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim hangat seperti Australia,
Brazil, dan Thailand. Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) pernah menjadi produsen gula utama
dunia pada tahun 1930-an, namun kemudian tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Pada
tahun 2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua kali lipat lebih banyak
dibandingkan gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar adalah Amerika Latin,
negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur. Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau
adalah cairan bunga (nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu adalah tumbuhan asli
dari Nusantara, terutama di bagian timur. Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau
Jawa kebun-kebun tebu monokultur mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah pada abad ke-17, pertama di
sekitar Batavia, lalu berkembang ke arah timur.
Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun awal 1930-an, dengan 179 pabrik
pengolahan dan produksi tiga juta ton gula per tahun. Penurunan harga gula akibat krisis ekonomi
merontokkan industri ini dan pada

2
akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan produksi 500 ribu ton gula per tahun. Situasi agak pulih
menjelang Perang Pasifik, dengan 93 pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa
30 pabrik aktif. Tahun 1950-an menyaksikan aktivitas baru sehingga Indonesia menjadi eksportir
netto. Pada tahun 1957 semua pabrik gula dinasionalisasi dan pemerintah sangat meregulasi industri
ini. Sejak 1967 hingga sekarang Indonesia kembali menjadi importir gula.
1.2. Definisi Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik
(rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada
sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya
(grey water).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena
tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa
organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan
penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung
pada jenis dan karakteristik limbah.
1.2.1. Karakteristik limbah
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
1.2.2. Limbah industri
3
Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada
umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
Proses Pencemaran Udara Semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang
bersih disebut kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan
efek negatif terhadap penerima (receptor), bila ini terjadi, kontaminan disebut cemaran
(pollutant).Cemaran udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran masuk atau
dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran sekunder. Cemaran primer adalah
cemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah
cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di atmosfer. Sumber cemaran dari aktivitas manusia

(antropogenik) adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang
mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu: sumber
tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah
tangga,jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk,bus, pesawat terbang,
dan kereta api.
Lima cemaran primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari 90% pencemaran udara
global adalah:
a. Karbon monoksida (CO),
b. Nitrogen oksida (Nox),
c. Hidrokarbon (HC),
d. Sulfur oksida (SOx)
e. Partikulat.
4
Selain cemaran primer terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang memberikan dampak
sekunder terhadap komponen lingkungan ataupun cemaran yang dihasilkan akibat transformasi
cemaran primer menjadi bentuk cemaran yang berbeda. Ada beberapa cemaran sekunder yang
dapat mengakibatkan dampak penting baik lokal,regional maupun global yaitu:
a. CO2 (karbon monoksida),
b. Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog),
c. Hujan asam,
d. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon),
e. CH4 (metana).
1.2.3. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses
produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah
tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang
bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah
B3).
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang
sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan
lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain
adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa
kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan
pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,
bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

5
1.2.4. Macam Limbah Beracun
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan
suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau
sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar
hebat dalam waktu lama.
Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima
oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui
pernapasan, kulit atau mulut.
Limbah penyebab infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang
mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh
manusia yang terkena infeksi.
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan
baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar
dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan
Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan,
memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas
lingkungan.
6
BAB II
PROSES PEMBUATAN GULA
2.1. Persiapan Pembuatan Gula Tebu
Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu ini termasuk jenis rumputrumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung. Umur tanaman
sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Tahapan-tahapan dalam proses
pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses ektrasi, pembersihan kotoran, penguapan,
kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna, dan sampai proses pengepakan sehingga sampai
ketangan konsumen.
2.2. Ekstraksi
7
Tahap pertama pembuatan gula tebu adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Caranya dengan

menghancurkan tebu dengan mesin penggiling untuk memisahkan ampas tebu dengan cairannya.
Cairan tebu kemudian dipanaskan dengan boiler. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang
kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman,
semuanya bercampur di dalam gula. Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 50 % air, 15% gula
dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula. Dan juga kotoran seperti
pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang disebut sebagai abu.
2.3. Pengendapan Kotoran Dengan Kapur (Liming)
Jus tebu dibersihkan dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan
sebanyak mungkin kotoran , kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini
dinamakan liming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan
proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus
dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke
dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier
dengan kelajuan yang rendah
8
sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih. Kotoran berupa
lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya dilakukan penyaringan
dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat
dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini
kemudian dikembalikan ke proses.
2.4. Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, proses evaporasi dilakukan untuk mengentalkan jus menjadi sirup
dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas (steam). Terkadang sirup dibersihkan lagi
tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus
yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu
cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi
dalam evaporator majemuk (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan
cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).
2.5. Pendidihan/ Kristalisasi
9
Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam wadah yang sangat besar untuk
dididihkan. Di dalam wadah ini air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai.
Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal
terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat
sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan
menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas

sebelum disimpan.
Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula sehingga
biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di dalamnya
dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti
glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan
berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi
tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk
samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan
ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol (etanol) . Belakangan ini molases dari tebu di
olah menjadi bahan energi alternatif dengan meningkatkan kandungan etanol sampai 99,5%.
10
2.6. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan
terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula
ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa
yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya
dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.
2.7. Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan
induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan afinasi. Gula kasar
dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan
lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran
hasil (magma) di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga kotoran dapat dipisahkan
dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum proses karbonatasi.
Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna,
partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua
dikeluarkan dari proses.
2.8. Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari
berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna
juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi.
Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke
dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas
karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel11

partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah
untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan
yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi.
Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi
non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga
ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa
penghilangan warna.
2.9. Penghilangan warna
Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula. Salah satunya dengan
menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC] yang mampu
menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat bone char,
sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari
pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya
sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan
terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang
menghilangkan lebih sedikit warna
12
daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi
yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.
Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya
sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya
cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.
2.10. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula.
Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal.
Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar
dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap
pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan
dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.
2.11. Blok Diagram Proses Persiapan Pembuatan Gula Tebu
Persiapan Pembuatan Gula Tebu
Ekstraksi Cairan Kental (jus), air 50 %,
Gula 15 %
Pengendapan Kotoran Dengan Kapur (Liming) di campurkan
Ca(OH)2 menjadi cairan manis.
Penguapan (Evaporasi) terdapat gula 80 %

13
Pendidihan/ Kristalisasi pertumbuhan kristal
Penyimpanan coklat lengket (gula kasar)
Afinasi (Affination) kristal yang siap dilarutkan
Karbonatasi kristal halus
Penghilangan warna
Pendidihan
Pengeringan
Produk
14
BAB III
PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN
LIMBAH PABRIK GULA
Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong
dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan
tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi
berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.
3.1. Limbah Bagasse (Ampas)
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah
lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang
mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki
potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa
menghasilkan bagas yang cukup melimpah. Potensi bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil
samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas
(bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen.
Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik kertas, namun
karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih
berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang
dimiliki pabrik gula cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di
lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara lain blotong dan ampas
tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas 50%
15
(Unus, 2002). Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang
berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse) tebu mengandung

52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5; dan 0,38% K2O.
Kompos adalah hasil dekomposisi biologi dari bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba (bakteria, actinomycetes dan fungi) dalam kondisi lingkungan
aerobik atau anaerobic. Hasil pengomposan campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel
diinkubasi dengan bioaktivator mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke
lahan tebu. Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak 16,8 ton/ha.
Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme (mikroba lignolitik, selulolitik,
proteolitik, lipolitik, amilolitik, dan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik) untuk mempercepat laju
pengomposan bahan organik . Bibit perombak Katalek merupakan bioaktivator pembuatan kompos
yang diteliti selama beberapa tahun akan keefektifan mikrobanya dalam mempercepat perombakan
bahan-bahan organik menjadi unsur hara yang berguna bagi tanah. Bibit perombak Katalek
mengandung 13 macam mikroba (diantaranya Bacillus, Lactobacillus, Pseudomonas, Streptomyces,
Clostridium, Aspergillus) yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah oirganik sampai
berubah menjadi kompos. Sedangkan penggunaan bibit pengaya Katalek yang terdiri dari beberapa
mikroba diantaranya Azotobacter, Trichoderma, Aspergillus, Pseudomonas) akan menghasilkan
kompos yang lebih kaya akan unsur hara (N, P dan K) sehingga dapat mempengaruhi produktivitas
tanaman.
Pengembangan teknologi bioproses etanol dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya
diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan enzim sebagai zat
penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas, penelitian telah dilakukan untuk
mengantikan asam yaitu menggunakan jamur pelapuk putih untuk perlakuan awal kemudian dengan
menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi
16
glukosa, kemudian melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi
menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu
mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat
bagas adalah hemiselulosa. Jika kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti akan meningkatkan
konversi bagas menjadi etanol. Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki
substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan
senyawa organik lainnya. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah
polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam
kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida.
Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa,
xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis umumnya
digunakan pada industry etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis)
dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl). Proses

hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic
hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain.
Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat
mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan
fermentasi menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Proses
hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan
tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous
Sacharificatian dan Fermentation (SSF). Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang
terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena monosakarida langsung
difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan
mengurangi biaya peralatan yang digunakan.
17
Seperti halnya pakan ternak dari limbah yang mengandung serat pada umumnya, bagas tebu
mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan kecernaannya yang sangat rendah. Bagas
tebu mempunyai kadar serat kasar dan kadar lignin sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar
46,5% dan 14%. Pendekatan bioproses dalam rumen melalui suplementasi amonium sulfat dan
defaunasi yang dilakukan pada kambing yang mendapat ransum berbahan dasar limbah tebu belum
berhasil meningkatkan produktivitas kambing. Pendekatan melalui teknik pengolahan pakan sebelum
pakan dikonsumsi akan dapat meningkatkan daya guna bagas tebu. Rekayasa teknologi pengolahan
pakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi bagas tebu adalah teknik amoniasi
dan fermentasi. Proses amoniasi akan melemahkan ikatan lignoselulosa bagas tebu serta fermentasi
telah terbukti dapat menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar. Mikroba
yang sering digunakan sebagai agen fermentasi limbah yang mengandung serat kasar tinggi adalah
kapang Trichoderma viride. Kapang tersebut akan menghasilkan enzim untuk mencerna serat kasar
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan.
Teknologi pembuatan papan partikel dari ampas tebu PSUH 94-3 merupakan komponen teknologi
pemanfaatan hasil samping tebu. Kompo-sisi bahan dan teknologi pembuatan papan partikel telah
memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) seperti terlihat pada tabel hasil uji coba. Papan partikel
dari ampas tebu dibuat dengan cara pengeringan, penggilingan, dan pe-nyaringan ampas,
pencampuran ampas dengan perekat, resin dan parafin wax serta pencetakan dengan tekanan
hidrolik pada kondisi tekanan 10 kg per cm2, suhu 150?C selama 15 menit. Perekat terdiri dari urea
formaldehide, hardener, ammonia, dan air.
3.2. Limbah Blotong (Padat)
Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah blotong, limbah ini
keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi <
panas >, berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang

dipisahkan dari nira.


18
Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5
dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya, bergantung pada
pola prodkasi dan asal tebu.
Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang
blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para
petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa
minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan
kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter,
maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada
perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik
setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan. Pemanfaatan blotong sebagai kayu
bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh masyarakat di sekitar PG, hal ini diawali dari
pengalaman mereka setelah melihat bahwa blotong bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk
memanfaatkan blotong sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang
terkandung didalamnya.\ untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, mereka
mencetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor didapur
mereka.
Proses pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah blotong dari pabrik yang
masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi pengrajin/pembuat blotong kayu bakar,
blotong ini kemudian dijemur di terik matahari selama 2 3 minggu dengan intensitas matahari
penuh. Sebelum total kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori
dan membuang sisa kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk memudahkan
pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan, bata blothong ini dibalik, supaya
sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah blothong seukuran batu bata yang
bobotnya ringan karena kandungan airnya sudah hilang. Penggunaan, untuk keperluan memasak di
19
kompor tanah mereka, blothong kering tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil
menyesuaikan lubang pemasukan kompor. Dari satu rit blothong tersebut, setelah diolah dan kering,
kemudian dipindahkan ke dapur sebagai cadangan kayu bakar. Cadangan blothong / kayu bakar ini
cukup untuk memenuhi kebutuhan memasak sampai dengan musim giling tahun depan.
Blotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari nira sekitar 0.5 % berat
zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari
blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %. Protein
hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan

dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan
protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan
cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari
kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk
pellet
Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar alternative dalam bentuk briket.
Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket
blotong adalah harganya yang lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi
untuk membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu
juga tergantung dari kondisi cuaca. Pada saat ini semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan
blotong sebagai bahan bakar rumah tangga pengganti MITAN dan kayu bakar. Kedepannya perlu ada
kajian apakah briket blotong ini juga bisa digunakan sebagai bahan bakar ketel sehingga dapat
mengurangi konsumsi bahan bakar minyak PG.
Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan
tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu dan abu ketel (kabak).
Pemberian ke tanaman tebu sebanyak
20
100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara
signifikan. Kandungan hara kompos ampas tebu (KAT), blotong dan komposdari ampas tebu, blotong
dan abu ketel (KABAK) disajikan pada Tabel
Tabel Hasil Analisis Kimia KAT, Blotong dan KABAK
3.3 Limbah Tetes (Cair)
Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes
diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat
dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 6 % tebu, sehingga untuk
pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton
tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena
mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes
sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll.
Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 92 dengan zat kering 77 84
%. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12
35 %. Untuk tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu
yang sudah masak.
21
Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari
sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara 50 65 %. Angka TSAI ini sangat

penting bagi industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan,
sedangkan bagi pabrik gula kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam tetes.
Komposisi Tetes
Tetes merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan mineral
yaqng cukup dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu tetes juga mengandung vitamin B
komplek yang sangat berguna untuk sapi yang masih pedet. Tetes mengandung mineral kalium yang
sangat tinggi sehingga pemakaiannya pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari.
Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan
22
nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya
cernanya. Apabila takaran melebihi batas atau sapi belum terbiasa maka menyebabkan kotoran
menjadi lembek dan tidak pernah dilaporkan terjadi kematian karena keracunan tetes.
Pembuatan bioethanol molase melalui tahap pengenceran karena kadar gula dalam tetes tebu terlalu
tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang
diinginkan kurang lebih adalah 14 %. Kemudian dilakukan penambahan ragi, urea dan NPK kemudian
dilakukan proses fermentasi. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5
hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembunggelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% 10 %. Setelah proses
fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau boiler dan suhunya
dipertahankan antara 79 81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap
etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama,
biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu
diulangi lagi hingga kadar etanolnya 95%. Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi
atau penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis.
Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan
utama.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik
(rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada
sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya
(grey water).
Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses ektrasi,

pembersihan kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna, dan sampai
proses pengepakan sehingga sampai ketangan konsumen.
Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain:
Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter.
Tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi
berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.
4.2. Kritik Dan Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. Penelitian Gula. http://www.ipard.com/ penelitian /penelitian_gula.asp#atas.
Diakses 9 januari 2010.
Arifin. 2009. Pengaplikasian-Bioaktivator. http://arifinbits.wordpress.com. Diakses 9 januari 2010
Fadjari. 2009. Memanfaatkan Blotong, Limbah Pabrik Gula. http://kulinet.com/baca/ memanfaatkanblotong-limbah-pabrik-gula/536. diakses 9 januari 2010
Mucharomah. 2007. Pemanfaatan Bagasse. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak /mucharomah %20pra.
%20100102007.pdf. ddiakses 9 januari 2010
Purwani. 2008. Fermentasi Etanol dari Tetes (molasse). http://bioindustri.blogspot.com/ fermentasietanol-dari-tetes-molasse.html. Diakses 9 januari 2010
Riswan. 2009. Blotong Filter Cake. http://www.risvank.com/?p=307. Diakses 9 januari 2010.
Source: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6639144
Wahyu. 2009. Membuat Bioetanol dari Tetes. http://www.bioethanol. yolasite.com/index/ membuatbioetanol-dari-tetes-tebu. Diakses 9 januari 2009.

Anda mungkin juga menyukai